Anda di halaman 1dari 13

Laporan Resmi Kimia Analitik 1A

“TITRASI REDOKS”

Disusun :

Stelly Revina Prabowo (652016016)

Bereka Meidelivia Raharjianti (652016020)

Fransiskus Tri Wahyu Hananto ( 652016021)

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2017
JUDUL : TITRASI REDOKS

TUJUAN
1. Menentukan kadar iodine dalam garam beryodium.
2. Menentukan kadar besi dalam (NH4 )2 Fe (SO4 )2.

TINJAUAN PUSTAKA

Istilah oksidasi mengacu pada setiap perubahan kimia dimana terjadi kenaikan bilangan
oksidasi, sedangkan reduksi digunakan untuk setiap penurunan bilangan oksidasi. Berarti proses
oksidasi disertai dengan hilangnya elektron sedangkan reduksi memperoleh elektron. Oksidator
adalah senyawaan dimana atom yang terkandung mengalami penurunan bilangan oksidasi.
Sebaliknya pada reduktor, atom yang terkandung mengalami kenaikan bilangan oksidasi.
Oksidasi-reduksi harus selalu berlangsung bersama dan saling mengkompensasi satu sama lain.
Istilah oksidatorreduktor mengacu kepada suatu senyawa, tidak kepada atomnya saja. Jika suatu
reagen berperanan baik sebagai oksidator-reduktor, maka dikatakan zat tersebut mengalami
autooksidasi atau disproposionasi (Khopkar, 2007 : 48).

Titrasi redoks merupakan analisis titrimetri yang didasarkan pada reaksi redoks. Pada titrasi
redoks, sampel yang dianalisis dititrasi dengan suatu indikator yang bersifat sebagai reduktor atau
oksidator, tergantung sifat dari analit sampel dan reaksi yang diharapkan terjadi dalam
analisis.Prosedur titrasi yang berdasarkan reaksi redoks dapat memerlukan suhu yang
dinaikkan, penambahan katalis, atau pereaksi berlebih disusul dengan titrasi kembali.
Pereaksi berlebih biasanya ditambahkan dan kita harus dapat mengambil kelebihannya
dengan mudah sehingga ia tidak akan bereaksi dengan titran pada titrasi selanjutnya.
Titik ekuivalen pada titrasi redoks tercapai saat jumlah ekuivalen dari oksidator telah setara
dengan jumlah ekuivalen dari reduktor. (Harjadi, 1993)

Titrasi redoks (reduksi-oksidasi) merupakan jenis titrasi yang paling banyak jenisnya,
diantaranya: permanganometri, dikromatometri, cerimetri, iodimetri, iodatometri, bromometri,
bromatometri, dan nitrimetri. Terbaginya titrasi ini dikarenakan tidak ada satu senyawa (titran)
yang dapat bereaksi dengan semua senyawa oksidator dan reduktor sehingga pastinya akan
melibatkan senyawa reduktor dan oksidator, karena titrasi redoks melibatkan rekasi oksidasi dan
reduksi diantaranya titran dan analit. Jadi kalau titrannya oksidator maka sampelnya adalah
oksidator.

Titik akhir titrasi dalam titrasi redoks dapat dilakukan dengan mebuat kurva titrasi antara
potensial larutan dengan volume titrant, atau dapat juga menggunakan indicator. Dengan
memandang tingkat kemudahan dan efisiensi maka titrasi redoks dengan indicator sering kali yang
banyak dipilih. Beberapa titrasi redoks menggunakan warna titrant sebagai
indicator contohnya penentuan oksalat dengan permanganate, atau penentuan alkohol dengan
kalium dikromat.

Titrasi dengan iodometri dapat dibagi menjadi 2 cara :


1. Cara langsung

Iodimetri merupakan analisis titrimetri yang secara langsung digunakan untuk zat reduktor atau
natrium tiosulfat dengan menggunakan larutan iodin atau dengan penambahan larutan baku
berlebihan. Kelebihan iodin dititrasi kembali dengan menggunakan larutan tiosulfat. (Saragih,-)
Reduktor + I2 → 2I-
Na2S2O3 + I2 → NaI + Na2S4O6
2. Cara tidak langsung

Iodometri adalah analisa titrimetrik yang secara tidak langsung untuk zat yang bersifat oksidator
seperti besi III, tembaga II. Zat–zat ini akan mengoksidasi iodida yang ditambahkan membentuk
iodin. Iodin yang terbentuk ditentukan dengan menggunakan larutan baku natrium tiosulfat.
(Saragih,-)
Oksidator + KI → I2 + 2e
I2 + Na2S2O3 → NaI + Na2S4O6

Dalam hal ini iodide sebagai perediksi diubah menjadi iodium. Iodium yang terbentuk dititrasi
dengan larutan natrium tiosulfat. Cara iodometri digunakan untuk untuk menentukan zat
pengoksidasi, misalnya penentuan zat oksidator H2O2. Pada oksidator ini ditambahkan larutan KI
dan asam sehingga akan terbentuk iodium yang kemudian dititrasi dengan Na2S2O3. (Day, 1986)

ALAT, BAHAN DAN METODE


Alat :

 Erlenmayer
 pipet volume
 Neraca Analitik
 Buret
 Klem
 Labu ukur
 Corong
 Beaker glass

Bahan :

 Garam beryodium
 HCl 1M
 Na2S2O3 0,002M
 KI 0,6 M
 Larutan pati 0,5 %
 Aquades
 Amonium II suftat
 H2SO4
 Metilen blue 6%
 K2Cr2O7
 H3PO4 11M
 H3PO4 10M

PEMBUATAN LARUTAN

 HCl
M1. V1 = M2. V2
12 . V1 = 1 . 100
100
V1 = 12
V1 = 8,3 ml
1. Dipipetkan 8,3 mL HCl .
2. Dimasukkan kedalam labu takar 100 mL kemudian ditambahkan akuades hingga garis tera.
3. Dihomogenkan.

 H2SO4
M1. V1 = M2. V2
18 . V1 = 1 . 50
50
V1 = 18
V1 = 2,78 ml
1. Dipipetkan 2,78 mL H2SO4
2. Dimasukkan kedalam labu takar 50 mL kemudian ditambahkan akuades hingga garis tera.
3. Dihomogenkan.

 KI
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 1000
M= x
𝑀𝑟 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 1000
0,06 = 166,0028 x 100
Massa = 0,99 gram
1. Ditimbang 0,99 gram KI dalam gelas beaker kemudian dilarutkan dengan sedikit akuades
.
2. Dimasukkan kedalam labu takar 100 mL ditambahkan akuades hingga garis tera.
3. Dihomogenakan.

 Amonium II sulfat
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 1000
M= x
𝑀𝑟 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 1000
0,001 = 392,14 x 100
Massa = 0,39 gram
1. Ditimbang 0,99 gram KI dalam gelas beaker kemudian dilarutkan dengan sedikit akuades
.
2. Dimasukkan kedalam labu takar 100 mL ditambahkan akuades hingga garis tera.
3. Dihomogenakan.

 K2Cr2O7
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 1000
M= x 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒
𝑀𝑟
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 1000
0,002 = 294,21 x 250
Massa = 0,147 gram ≈ 0,15 gram
1. Ditimbang 0,15 gram K2Cr2O7 dalam gelas beaker kemudian dilarutkan dengan sedikit
akuades.
2. Dimasukkan kedalam labu takar 250 mL ditambahkan akuades hingga garis tera.
3. Dihomogenakan.
 Na2S2O3
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 1000
M= x
𝑀𝑟 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 1000
0,002 = x
392,14 500
Massa = 0,196 gram
1. Ditimbang 0,196 gram Na2S2O3dalam gelas beaker kemudian dilarutkan dengan sedikit
akuades.
2. Dimasukkan kedalam labu takar 500 mL ditambahkan akuades hingga garis tera.
3. Dihomogenakan.

 Pati 0,5 %
1. 0,5 gram pati dilarutkan dalam 100 ml akuades.
2. Ditimbang 0,5 gram pati dalam gelas beaker kemudian ditambahkan 100 mL akuades .
3. Dipanaskan sampai mendidih.

 H3PO4 11 M
M1. V1 = M2. V2
16 . V1 = 11 . 50
550
V1 = 16
V1 = 34,375ml
1. Dipipetkan 34,375 mL H3PO4 pekat.
2. Dimasukkan kedalam labu takar 50 mL kemudian ditambahkan akuades hingga garis tera.
3. Dihomogenkan.

 H3PO4 10 M
M1. V1 = M2. V2
16 . V1 = 10 . 50
500
V1 = 16
V1 = 31,25 ml
1. Dipipetkan 31,25mL H3PO4 pekat.
2. Dimasukkan kedalam labu takar 50 mL kemudian ditambahkan akuades hingga garis tera.
3. Dihomogenkan.

Metode

A. Penentuan Kadar Iodine dalam garam beryodium


 Ditimbang 10 gr garam, dan dimasukan kedalam labu takar 100 ml dan ditambahkan aquades
hingga garis tera
 Diambil 10 ml larutan dan dimasukan kedalam erlenmayer
 Ditambahkan 5 ml HCI dan 5 ml KI
 Dititrasi dengan larutan Na2S2O3 hingga warna kuning pucat.
 Ditambah larutan pati dan dititrasi sampai warna larutan menjadi biru hilang
B. Penentuan kadar Sulfat II Potasium Kromat
 Diambil 10 ml Amonium II suftat 0,01 M dan dimasukan kedalam erlenmayer
 Ditambahkan 5 ml H2SO4
 Ditambah 5 tetes metilen blue 6%
 Dititrasi menggunakan K2Cr2O7standard hingga warna larutan menjadi hijau
 Jika warna larutan menjadi abu-abu maka perlu ditambahkan 1-2 tetes sehingga berubah warna
larutan menjadi hijau.
 Diulangi titrasi dengan mengganti larutan standard Molydenum dengan mengganti asamnya
dengan H3PO4 11 M .
 Diulangi titrasi dengan menggantikan larutan standard dengan vanadium dengan asamnya
H3PO4 10M .

HASIL

A. Penentuan kadar iodine dalam garam berzodium


Penentuan kadar I2 dalam garam beryodium

Titrasi

I II III

Awal (ml) 0 0,5 0,9

Akhir (ml) 0,5 0,9 1,5

Ditambahkan (ml) 0,5 0,4 0,6

Rata-rata (ml) 0,45

B. Penentuan kadar besi II dengan potassium kromat

1. Amonium (II) Sulfat 0,001 M +H2 SO4 1 M +5 tetes metilen blue 6 %


Titrasi

I II III

Awal (ml) 0 3,5 7,0

Akhir (ml) 3,5 7,0 10,5

Ditambahkan (ml) 3,5 3,5 3,5

Rata-rata (ml) 3,5


2. Amonium (II) Sulfat 0,001 M +H3PO4 10 M +2 tetes metilen blue 6 %

Titrasi

I II

Awal (ml) 10,5 12,5

Akhir (ml) 12,5 14,5

Ditambahkan (ml) 2 2

Rata-rata (ml) 2

3. Amonium (II) Sulfat 0,001 M +H3PO4 11 M +1 tetes metilen blue 6 %

Titrasi

I II

Awal (ml) 14,5 16,7

Akhir (ml) 16,7 19

Ditambahkan (ml) 2,2 2,3

Rata-rata (ml) 2,25

PEMBAHASAN
Percobaan ini yaitu penentuan kadar iodine dalam garam beryodium. Sampel yang
digunakan yaitu jenis garam yang biasa digunakan sehari-hari. Analisis yang digunakan dalam
praktikum ini yaitu titrasi iodometri. Iodometri adalah titrasi terhadap I2 bebas dalam larutan.
Prinsip Titrasi iodometri (redoksimetri) termasuk dalam titrasi dengan cara tidak langsung, dalam
hal ini ion iodide sebagai pereduksi diubah menjadi iodium yang nantinya dititrasi dengan larutan
baku Na2S2O3.

Pertama-tama sampel garam ditimbang sekitar 10 gram kemudian dilarutkan dalam 100 ml
air bebas ion untuk memastikan tidak ada zat pengganggu yang terkandung dalam pelarut yang
dapat mempengaruhi hasil. Diambil 10 ml larutan garam lalu ditambahkan dengan 5 ml HCl dan
5 ml KI. Fungsi penambahan HCl dalam larutan tersebut yaitu memberikan suasana asam, sebab
larutan yang terdiri dari kalium iodat dan kalium iodida berada dalam kondisi netral atau memiliki
keasaman rendah. Sedangkan Fungsi penambahan KI yaitu untuk mereduksi sampel garam supaya
menjadi iodium.

Larutan amilum (pati) digunakan sebagai Indikator yang berfungsi untuk membentuk
senyawa absorpsi dengan iodium yang dititrasi dengan larutan Na2S2O3. Penambahan pati
dilakukan untuk mendeteksi titik akhir titrasi.

Titrasi dengan Na2S2O3 ini diperoleh volum titran 0,45 ml. Titik akhir titrasi pada
iodometri ditandai warna biru telah hilang, berubah menjadi bening. Pada saat itu menunjukkan
terjadinya reaksi redoks. Reaksi yang terjadi:

2I- → I2 + 2e
Reduksi
S4O62- + 2e → 2S2O32-
Oksidasi
S4O62- + 2I → 2S2O32- + I2
2 NaI + Na2S4O6 → 2Na2S2O3 + I2

Dari reaksi di atas terlihat bahwa natrium tiosulfat mereduksi iod( Pati). sehingga larutan
yang awalnya biru dititrasi dengan natrium tiosulfat larutan menjadi bening. Dan saat larutan
menjadi bening maka amilum akan terlepas kembali. Dari hasil yang didapat maka dapat dihitung.
Perhitungan kadar:
Volume rata-rata Na2S2O3 = 0,45 ml
M Na2S2O3 = 0,002 M
Massa Garam = 10 gram
Perhitungan:
Reaksi:IO3- + 5 I- HCl
3 I2 + 3H2O
I2 + Na2S2O3 → 2NaI + Na2S4O6
Mol Na2S2O3 = 0,002 x 0,45 = 0,0009 mmol = 9 x 10-7 mol
Mol I2 = mol Na2S2O3= 9 x 10-7 mol
100
Mol I2dalam 100 ml larutan = x 9 x 10-7 = 9 x 10-6 mol
10

Massa I2 = 9 x 10-6  254 = 0,00228 gram


0,002288 𝑔𝑟
Kadar I2 (%w/w) = x 100% = 0,228 %
1

Sehingga dapat diketahui kadar dari I2 adalah sebesar 0,228 %

Percobaan kedua , dilakukan analisis kandungan besi dalam (NH4)2Fe(SO4)2


dengan potasium kromat. Penentuan kadar besi ini dilakukan variasi pada suasana larutan asam
dengan menggunakan H2SO4 1 M, H3PO4 11 M, dan H3PO4 10 M. Penambahan asam ini dilakukan
agar sampel dapat terion dan dapat bereaksi dengan titran yang akan ditambahkan. Karena, pada
analisis bagian ini digunakan metode titrasi redoks dimana nantinya potasium kromat akan
mengoksidasi besi dalam larutan. Reaksi redoks yang terjadi adalah :

6Fe2+ + Cr2O72 - + 14H → 6Fe3+ + 2Cr3+ +7H2O

Kromat akan bereduksi dan akan terbentuk ion kromium yang memiliki warna hijau.
Warna hijau ini terbentuk dari ion-ion Cr 3+. Yang terbentuk oleh reduksi dikromat.

Pada titrasi ini, digunakan indikator metilen blue untuk mengetahui titik ekuivalen yang
terjadi. Semakin pekat indikator yang digunakan maka perubahan warna yang ditunjukkan akan
terlihat gelap, sehingga perbedaan warna sulit untuk dilihat. Indikator ini memiliki trayek pH 10,6
-13,4 sehingga pemilihan ini lebih tepat karena potasium kromat yang juga memiliki sifat basa.
Saat larutan ditetesi metilen blue, warna larutan akan berubah dari bening menjadi biru. Kemudian
larutan dititrasi menggunakan potasium kromat. Titrasi dihentikan saat warna larutan berubah
menjadi hijau. Besar sedikitnya indikator yang ditambahakan mempengaruhi volume titrasi yang
ditambahakan. Semakin banyak indikator yang digunakan warna akan sulit diamati karena warna
larutan akan semkin pekat.

Saat digunakan H2SO4 1 M didapatkan volume titrasi sebanyak 3,5 mL. Saat digunakan
H3PO4 10 M didapatkan volume titrasi sebanyak 2 mL. Dan pada penggunaan H3PO4 11 M
didapatkan volume titrasi sebanyak 2,25 mL. Volume titrasi asam sulfat lebih besar dari asam
fosfat, hal ini dikarenakan asam sulfat merupakan asam diprotic (melepaskan 2H+) sedangkan
asam fosfat adalah asam poliprotik (melepaskan 3H+), sehingga H+ yang dilepaskan oleh asam
sulfat lebih sedikit dari pada asam fosfat. Hal ini menyebabkan laju reaksi untuk mencapai titik
akhir titrasi antara katalis asam sulfat lebih lambat dari pada asam fosfat, sehingga volume titrasi
asam fosfat lebih sedikit dari pada asam pospat. Volume titrasi asam fosfat 11 M lebih banyak
dibandingkan dengan H3PO4 10 M, hal ini dikarenakan semakin besar konsentrasi maka semakin
banyak pula zat yang dapat terionisasi.
Dari hasil yang diperoleh maka dapat dihitung kadar Fe (II) dengan potassium kromat
sebagai berikut :

1. Amonium (II) Sulfat 0,001 M +H2 SO4 1 M +5 tetes metilen blue 6 %


Perhitungan kadar:
Volume rata-rata K2Cr2O7 = 3,5 ml
M K2Cr2O7 = 0,002 M
Mol K2Cr2O7 = 0,007
Massa ammonium (II) sulfat
Mol = M x volume
= 0,001M x 10 mL
= 0,01 mmol
Massa = n x Mr
= 0,01 mmol x 284,047 gr/mol
= 2,84047gram
Perhitungan:
Reaksi:
6Fe2+ + Cr2O72 - + 14H → 6Fe3+ + 2Cr3+ +7H2O
m(mmol) 0,01 0,007
r (mmol) -0,01 -0,0016 0,01
s (mmol) 0 0,0054 0,01

Mol K2Cr2O7 = 0,002 x 3,5 mL = 7 × 10−3 mmol

Mol Fe = 0,01 mmol


100
Mol Fe dalam 100 mL larutan = x 0,01 = 0,1 mmol = 0,00001mol
10

Massa Fe =0,00001mol𝑥 96 gr/mol = 0,0096g

Kadar Fe (%w/w) = ( 0,0096g /2,84047) x 100% = 0,33 %

Sehingga dapat diketahui kadar dari besi adalah sebesar 0,33 %

2. Amonium (II) Sulfat 0,01 M +H3PO4 11 M +2 tetes metilen blue 6 %


Perhitungan kadar:
Volume rata-rata K2Cr2O7 = 2,25 ml
M K2Cr2O7 = 0,002 M
Mol K2Cr2O7 = 0,0045
Massa ammonium (II) sulfat
Mol = M x volume
= 0,001M x 10 mL
= 0,01 mmol
Massa = n x Mr
= 0,01 mmol x 284,047 gr/mol
= 2,84047 gram

6Fe2+ + Cr2O72 - + 14H → 6Fe3+ + 2Cr3+ +7H2O


m(mmol) 0,01 0,007
r (mmol) -0,01 -0,0016 0,01
s (mmol) 0 0,0054 0,01

Mol Fe = 0,01 mmol


100
Mol Fe dalam 100 mL larutan = x 0,01 = 0,1 mmol = 0,00001mol
10

Massa Fe =0,00001mol𝑥 96 gr/mol = 0,0096g

Kadar Fe (%w/w) = ( 0,0096g /2,84047) x 100% = 0,33 %

Sehingga dapat diketahui kadar dari besi adalah sebesar 0,33 %.

3. Amonium (II) Sulfat 0,01 M +H3PO4 10 M +1 tetes metilen blue 6 %


Perhitungan kadar:
Volume rata-rata K2Cr2O7 = 2 ml
M K2Cr2O7 = 0,002M
Mol K2Cr2O7 = 0,0045
Massa ammonium (II) sulfat
Mol = M x volume
= 0,001 M x 10 mL
= 0,01 mmol
Massa = n x Mr
= 0,01 mmol x 284,047 gr/mol
= 2,84047 gram
Reaksi:
6Fe2+ + Cr2O72 - + 14H → 6Fe3+ + 2Cr3+ +7H2O
m(mmol) 0,01 0,007
r (mmol) -0,01 -0,0016 0,01
s (mmol) 0 0,0054 0,01

Mol Fe = 0,01 mmol


100
Mol Fe dalam 100 mL larutan = x 0,01 = 0,1 mmol = 0,00001mol
10

Massa Fe =0,00001mol𝑥 96 gr/mol = 0,0096g

Kadar Fe (%w/w) = ( 0,0096g /2,84047) x 100% = 0,33 %

Sehingga dapat diketahui kadar dari besi adalah sebesar 0,33 %

Dari penggunaan H2SO4 , H3PO4 11 M dan H3PO4 10 M sebagai pembawa suasana asam
2+
Fe dalam (NH4 )2 Fe (SO4 )2 telah habis bereaksi diperoleh sihingga kadar besi dalam (NH4 )2 Fe
(SO4 )2 adalah 0,33%.

KESIMPULAN
1. Kadar iodine dalam garam beryodium adalah 0,228 %
2. Kadar besi dalam (NH4 )2 Fe (SO4 )2 adalah 0,33 %.

DAFTAR PUSTAKA
Khopkar, S.M. (2007). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta. UI-Press.
Harjadi, W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka
Day, R.A, dan Underwood A.L, 1986. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi Kelima.

LAMPIRAN
- Laporan Sementara

Anda mungkin juga menyukai