Anda di halaman 1dari 20

MATERI MSG

- Mononatrium glutamat atau Monosodium glutamat, juga dikenal sebagai sodium


glutamat atau MSG, merupakan garam natrium dari asam glutamat yang merupakan
salah satu asam amino non-esensial paling berlimpah yang terbentuk secara alami.[1]
Food and Drug Administration A.S. mengklasifikasikan MSG sebagai Generally
Recognized as Safe (GRAS/Secara Umum Diakui Aman) dan Uni Eropa sebagai zat
tambahan makanan. Produsen makanan industri memasarkan dan menggunakan MSG
sebagai penguat cita rasa karena zat ini mampu menyeimbangkan, menyatukan, dan
menyempurnakan persepsi total rasa lainnya.[4][5] Nama dagang untuk monosodium
glutamat termasuk diantaranya AJI-NO-MOTO®, Vetsin, dan Ac'cent.

A. Pengertian Monosodium Glutamat (MSG)

Monosodium Glutamat (MSG) adalah kristal putih yang biasanya dibuat sebagai
pelengkap bumbu masak yang mempunyai cita rasa yang kuat. Monosodium Glutamat
(MSG), merupakan turunan kimia L-Glutamic acid monosodium salt, yang jika di-Indonesia-
kan menjadi garam natrium dari asam glutamate (natrium glutamate atau sodium glutamate).
Sodium itu nama lain dari Natrium. Sedangkan ikatan aslinya adalah asam glutamat atau
glutamic acid yang mampu mengikat dua ion positif. Karena unsur Na hanya memiliki satu
valensi, maka masih ada satu unsur asam. Karena yang diikat baru satu, maka disebut mono,
artinya satu. Satu sodium asam glutamat alias monosodium glutamat disingkat menjadi MSG.
Dan rumus kimianya: C5H8NNaO4.
Pada zaman dahulu di Cina senyawa Monosodium Glutamat diproduksi dari rumput
laut. Sekarang senyawa MSG dibuat dan diproduksi dengan menggunakan bahan mentah
gluten dari gandum, jagung, kedelai dan hasil samping dari pembuatan gula bit atau molase
(tetes) gula tebu. Selain itu juga dibuat dari hasil fermentasi karbohidrat. Tetapi secara
komersil MSG diproduksi dari gluten gandum hasil samping gula bit atau molasses (tetes). Di
Indonesia MSG lebih banyak dibuat dari molases (tetes).
Glutamat biasanya terdapat dalam zat asam amino yang terdapat dalam protein dalam
tubuh kita dan pada makanan yang kita makan.

Versi monosodium pada hakikatnya merupakan bentuk glutamat dengan konsentrasi


paling tinggi dan mudah ditangani. Indera pengecap kita bekerja melalui beberapa reaksi
kimia dan fisiologis yang rumit sekali. Orang sudah tahu bahwa molekul-molekul dengan citarasa
tertentu melekat ke reseptor dalam sistem pengecap kita dengan lama yang berbeda-beda sebelum
terlepas kembali. Maka salah satu kemungkinan dalam hal ini adalah glutamat berfungsi

memastikan agar molekul-molekul tertentu bisa melekat lebih lama, dan karena itu memberi
rasa lebih kuat. Begitu pula, tidak mustahil glutamat mempunyai seperangkat reseptor mereka
sendiri, terpisah dari resptor- reseptor untuk empat kelompok rasa yang sudah kita kenal yaitu
manis, asam, asin dan pahit. Yang menjadikan lebih rumit, ternyata hanya beberapa zat selain
glutamat memiliki kemampuan „meningkatkan citarasa.

B. Proses Pembuatan Monosodium Glutamat (MSG)

Pada Proses Pembuatan Monosodium Glutamat (MSG) bahan-bahan yang


digunakan antara lain :
• Molases (tetes gula tebu)
• Bakteri (Brevibacterium Lactofermentum atau Corynebacterium glutamicum)
• Soda (Sodium Carbonate)
• Medium padat Bactosoytone

1. Bactosoytone sebagai media pertumbuhan bakteri, dibuat tersendiri (oleh Difco Company di
AS), dengan cara hidrolisis-enzimatik dari protein kedelai (Soyprotein). Dalam bahasa yang
sederhana, protein-kedelai dipecah dengan bantuan enzim sehingga menghasilkan peptida
rantai pendek (pepton) yang dinamakan Bactosoytone itu. Enzim yang dipakai pada proses
hidrolisis inilah yang disebut Porcine, dan enzim inilah yang diisolasi dari pankreas-babi.

2. Perlu dijelaskan disini bahwa, enzim Porcine yang digunakan dalam proses pembuatan media
Bactosoytone, hanya berfungsi sebagai katalis, artinya enzim tersebut hanya mempengaruhi
kecepatan reaksi hidrolisis dari protein kedelai menjadi Bactosoytone, TANPA ikut masuk ke
dalam struktur molekul Bactosoytone itu. Jadi Bactosoytone yang diproduksi dari proses
hidrolisis-enzimatik itu, jelas bebas dari unsur-unsur babi, selain karena produk Bactosoytone
yang terjadi itu mengalami proses "clarification" sebelum dipakai sebagai media
pertumbuhan, juga karena memang unsur enzim Porcine ini tidak masuk dalam struktur
molekul Bactosoytone, karena Porcine hanya sebagai katalis saja .
3. Proses clarification yang dimaksud adalah pemisahan enzim Porcine dari Bactosoytone yang
terjadi. Proses ini dilakukan dengan cara pemanasan 160°F selama sekurang-kurangnya 5
jam, kemudian dilakukan filtrasi, untuk memisahkan enzim Porcine dari produk
Bactosoytone-nya. Filtrat yang sudah bersih ini kemudian diuapkan, dan Bactosoytone yang
terjadi diambil.

4. Perlu dijelaskan disini, bahwa proses pembuatan Media Bactosoytone ini merupakan proses
yang terpisah sama sekali dengan proses pembuatan MSG. Media Bactosoytone merupakan
suatu media pertumbuhan bakteri, dan dijual di pasar, tidak saja untuk bakteri pembuat MSG,
tetapi juga untuk bakteri-bakteri lainnya yang digunakan untuk keperluan pembuatan produk
biotek-industri lainnya.

5. Sebelum bakteri (pada Butir 1) tersebut digunakan untuk proses fermentasi pembuatan MSG,
maka terlebih dahulu bakteri tersebut harus diperbanyak (dalam istilah mikrobiologi:
dibiakkan atau dikultur) dalam suatu media yang disebutBactos oytone. Proses pada Butir 2
ini dikenal sebagai proses pembiakan bakteri, dan terpisah sama-sekali (baik ruang maupun
waktu) dengan proses pada Butir 1. Setelah bakteri itu tumbuh dan berbiak, maka kemudian
bakteri tersebut diambil untuk digunakan sebagai agen-biologik pada proses fermentasi
membuat MSG (Proses pada Butir 1).

6. Setelah bakteri tersebut ditumbuhkan pada Mediabactos oytone, kemudian dipindahkan ke


Media Cair Starter. Media ini sama sekali tidak mengandungbactos oytone. Pada Media Cair
Starter ini bakteri berbiak dan tumbuh secara cepat.
7. Kemudian, bakteri yang telah berbiak ini dimasukkan ke Media Cair Produksi, dimana bakteri
ini mulai memproduksi asam glutamat; yang kemudian diubah menjadi MSG. Media Cair
Produksi ini juga tidak mengandung bactosoytone.
8. Perlu dijelaskan disini bahwa bakteri penghasil MSG adalah Brevibacterium
lactofermentumatau Corynebacterium glutamicum, adalah bakteri yang hidup dan
berkembang pada media air. Jadi bakteri itu termasuk aqueous microorganism.

9. MSG dibuat melalui proses fermentasi dari tetes-gula (molases) oleh bakteri (Brevibacterium
lactofermentum). Dalam peroses fermentasi ini, pertama-tama akan dihasilkan Asam
Glutamat yang berbentuk glutamin dan diubah menjadi asam glutamat dan pirolidon
karboksilat. Asam Glutamat yang terjadi dari proses fermentasi ini, kemudian ditambah soda
(Sodium Carbonate/ Na2CO3) untuk dinetralisasi kemudian dimurnikan (dekolorisasi) dan
dikristalisasi, sehingga menghasilkan serbuk kristal-murni MSG.

C. Manfaat Monosodium Glutamat (MSG)


Manfaat MSG sebagai penguat cita rasa, MSG menguatkan rasa atau aroma bahan
makanan pokok itu sendiri. Manfaat lainnya adalah menghilangkan rasa tidak enak yang
terdapat pada bahan makanan tertentu, misalnya menghilangkan rasa langu kentang. Namun,
tidak berarti bahwa MSG dapat menghilangkan rasa tidak enak bahan makanan yang sudah
rusak. MSG mudah larut dalam air. Keunikan MSG adalah, selain sebagai penguat cita rasa,
bila dimakan, dalam tubuh manusia mudah bersenyawa dengan asam amino lainnya dan akan
membentuk protein.

D. Efek Monosodium Glutamat (MSG)


Pemberian MSG dapat menimbulkan beberapa efek, baik pada manusia ataupun hewan.

1. Efek terhadap hewan coba

Jurnal Neurochemistry International bulan Maret 2003 melaporkan, pemberian MSG


sebanyak 4 mg/g berat badan ke bayi tikus menimbulkan neurodegenerasi berupa jumlah
neuron lebih sedikit dan rami dendrit (jaringan antar sel syaraf otak) lebih renggang.
Kerusakan ini terjadi perlahan sejak umur 21 hari dan memuncak pada umur 60
hari.Sementara bila disuntikkan kepada tikus dewasa, dosis yang sama menimbulkan
gangguan pada neuron dan daya ingat. Pada pembedahan, ternyata terjadi kerusakan pada
nucleus arkuatus di hipothalamus (pusat pengolahan impuls syaraf).
Sedang menurut Jurnal Brain Research, pemberian MSG 4 mg/g terhadap tikus hamil
hari ke 17-21 menunjukkan bahwa MSG mampu menembus plasenta dan otak janin
menyerap MSG dua kali lipat daripada otak induknya. Juga 10 hari setelah lahir, anak-anak
tikus ini lebih rentan mengalami kejang daripada yang induknya tidak mendapat MSG. Pada
usia 60 hari, keterampilan mereka juga kalah dari kelompok lain yang induknya tidak
mendapat MSG.

Tetapi kelompok anak-anak tikus yang mendapat MSG pada penelitian di atas justru
lebih gemuk. Ternyata, MSG juga meningkatkan ekskresi insulin sehingga tikus-tikus
tersebut cenderung menderita obesitas. Pada penelitian lain, bila diteruskan sampai 3 bulan,
ternyata akan terjadi resistensi terhadap insulin dan berisiko menderita diabetes.

Penelitian lain di Jurnal of Nutritional Science Vitaminologi bulan April 2003,


pemberian MSG terhadap tikus juga mengganggu metabolisme lipid dan aktivitas enzim anti-
oksidan di jaringan pembuluh darah, menjadikan risiko hipertensi dan penyakit jantung.
Kerusakan enzim anti-oksidan ini ternyata yang juga menimbulkan kerusakan kronis di
jaringan syaraf. Secara umum, anti oksidan memang berperan penting bagi kesehatan di
seluruh bagian tubuh.

2. Efek terhadap manusia


Penambahan MSG pada makanan dapat menurunkan kandungan zat gizi makanan
tersebut, dimana terjadi pengurangan berat bahan pembuatnya, sehingga nilai gizinya pun
menurun. Penambahan MSG memang dapat meningkatkan kadar natrium dalam makanan.
Dalam 1 gram MSG, kira-kira mengandung 200 mg natrium. Natrium merupakan zat yang
harus dibatasi oleh kelompok usia lanjut, terutama mereka yang mengidap penyakit jantung,
hipertensi, dan ginjal.
Di otak memang ada asam amino glutamat yang berfungsi sebagai neurotransmitter
untuk menjalarkan rangsang antar neuron. Tetapi bila terakumulasi di sinaps (celah antar sel
syaraf) akan bersifat eksitotoksik bagi otak. Karena itu ada kerja dari glutamate transporter
protein untuk menyerapnya dari cairan ekstraseluler, termasuk salah satu peranannya untuk
keperluan sintesis GABA (Gamma Amino Butyric Acid) oleh kerja enzim Glutamic Acid
Decarboxylase (GAD). GABA ini juga termasuk neurotransmitter sekaligus memiliki fungsi
lain sebagai reseptor glutamatergik, sehingga bisa menjadi target dari sifat toksik glutamat.
Disamping kerja glutamate transporter protein, ada enzim glutamine sintetase yang
bertugas merubah amonia dan glutamat menjadi glutamin yang tidak berbahaya dan bisa
dikeluarkan dari otak. Dengan cara ini, meski terakumulasi di otak, asam glutamat
diusahakan untuk dipertahankan dalam kadar rendah dan non-toksik. Reseptor sejenis untuk
glutamat juga ditemukan di beberapa bagian tubuh lain seperti tulang, jantung, ginjal, hati,
plasenta dan usus.

Pada konsumsi MSG, asam glutamat bebas yang dihasilkan sebagian akan terikat di
usus, dan selebihnya dilepaskan ke dalam ke darah. Selanjutnya menyebar ke seluruh tubuh
termasuk akan menembus sawar darah otak dan terikat oleh reseptornya. Sayangnya, seperti
disebutkan sebelumnya, asam glutamat bebas ini bersifat eksitotoksik sehingga
dihipotesiskan akan bisa merusak neuron otak bila sudah melebihi kemampuan otak
mempertahankannya dalam kadar rendah.

Laporan FASEB 31 Juli 1995 menyebutkan, secara umum MSG aman dikonsumsi.
Tetapi memang ada dua kelompok yang menunjukkan reaksi akibat konsumsi MSG ini.
Pertama adalah kelompok orang yang sensitif terhadap MSG yang berakibat muncul keluhan
berupa : rasa panas di leher, lengan dan dada, diikuti kaku-kaku otot dari daerah tersebut
menyebar sampai ke punggung. Gejala lain berupa rasa panas dan kaku di wajah diikuti nyeri
dada, sakit kepala, mual, berdebar-debar dan kadang sampai muntah. Gejala ini mirip dengan
Chinese Restaurant Syndrome, tetapi kemudian lebih tepat disebut MSG Complex Syndrome.
Sindrom ini terjadi segera atau sekitar 30 menit setelah konsumsi, dan bertahan selama
sekitar 3 - 5 jam. Berbagai survei dilakukan, dengan hasil persentase kelompok sensitif ini
sekitar 25% dari populasi.

Sedang kelompok kedua adalah penderita asma, yang banyak mengeluh meningkatnya
serangan setelah mengkonsumsi MSG. Munculnya keluhan di kedua kelompok tersebut
terutama pada konsumsi sekitar 0,5-2,5 g MSG. Sementara untuk penyakit-penyakit kelainan
syaraf seperti Alzheimer dan Hungtinton chorea, tidak didapatkan hubungan dengan
konsumsi MSG.
E. MSG Berpotensi Sebagai Pencetus Kanker
Lain halnya kalau MSG itu dipanaskan ,seperti digoreng dengan minyak, apa lagi kalau
dengan cara deep fried dan alatpressure cooker maka ia akan pecah menjadi 2 zat kimia baru
yang sangat berbeda dengan zat aslinya; yakni Glutamic pyrlosied 1 (Glu-P-1, Amino-methyl
dipyrido imidazole) dan Glu-P-2 (amino dipyrido imidazole). Kedua zat bersifat mutagenik
(menyebabkan kelainan genetik) dan karsinogenik (menyebabkan kanker). Dengan Uji
Ame's, kedua zat ini secara konsisten mengakibatkan mutagenik pada kuman Salmonella
typhimurium dan pada tikus dan mencit menyebabkan kanker kerongkongan, lambung, usus,
hati, otak, mammae dll. Kedua zat tadi jauh lebih poten dibandingkan dengan Aflatoksin
yang hanya menyebabkan kanker hati saja.

F. Kronologis Jumlah Penggunaan MSG

Sebelum tahun 60-an MSG biasanya digunakan oleh golongan masyarakat tertentu
saja seperti di Cina, Jepang, Korea, Thailand, Vietnam dan Myanmar., baik oleh para ibu
rumah tangga maupun di rumah makan. Takarannya pun sangat kecil sekali, yakni 1-2 korek
kuping (setara dengan 30-60 Mg) untuk setiap porsi masakan ala Cina, mie atau bakso.
pangsit. Makanan tradisional dan lokal asli tidak menggunakan sama sekali, karena sudah
terasa lezat dan gurih oleh ramuan bumbu rempah.

Namun pada pertengahan tahun 60-an, produk MSG diimport dari Jepang dan Korea,
serta secara gencar diiklankan baik melalui media cetak, radio dan televisi, serta dengan
papan reklame yang besar besar dan dipampang di tempat tempat dan jalan jalan yang
strategis baik di kota maupun di desa. Disamping harganya murah, juga terbukti bahwa ia
dapat meningkatkan rasa cita makanan yang kualitasnya rendah menjadi sajian yang lezat dan
enak disantap. Sekarang disamping golongan Cina, hampir semua golongan penduduk
diseluruh Indonesia bukan saja yang di kota, tetapi juga yang di desa sudah mengenalnya dan
cara memakainya pun sangat berlebihan dan tidak wajar.. Karena pada kemasan produk itu
tidak disertai alat takar dan juga pedoman takaran cara pakainya tidak ada, maka bubuk ini
dipakai secara amburadul dan melampaui batas kewajaran.

Contoh, kalau sebelum tahun 60-an dipakai takaran korek kuping, maka setelah
diimport dari Jepang dan Korea, karena harganya murah, maka untuk setiap mangkok mie
atau sop naik menjadi 100-300 Mg (jadi 3-5 kali korek kuping). Takaran ini tidak tahan lama
dan terus meningkat menjadi 500-1200 Mg (jadi sekitar 15-20 kali korek kuping). Pada tahun
70-an karena harga MSG relatif murah, maka tiba tiba para pedagang tidak lagi segan segan
menggunakan sendok teh (setara 3000 Mg, kira kira 100 kali korek kuping), bahkan ada yang
menuangkan langsung dari ujung kantong yang sudah digunting. Cara yang akhir ini sering
kali menjadi keblablasan, sehingga jumlahnya bisa lebih dari 1 sendok teh (ingat sebelum
tahun 60-an hanya pakai 2 korek kuping)

Dari hasil survei Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) pada tahun 1980
menemukan bahwa para pedagang mie bakso, mie pangsit dan mie rebus di Jakarta adalah
sebagai berikut:
Mie bakso 1.840-1.900 Mg/mangkok (+ 31-61 X KK)
Mie rebus 2,250-2,780 Mg/mangkok (+ 46-75 X KK)
Mie goreng/pangsit 2,900-3,400 Mg/mangkok (+ 56-96 X KK)
(KK= Korek kuping)

Sekarang penggunaan MSG bukan main "ganasnya", karena bukan lagi


menggunakan sendok teh, tetapi pakai sendok makan. Hal ini sering dijumpai di restoran
besar dan sea foods. Satu sendok makan setara dengan 15 gram MSG ( + 250 kali korek
kuping !) dan kadar natrium /sodium 15 gram MSG setara dengan 5 gram garam dapur!
Penggunaan yang berlebihan MSG oleh para pedagang atau juru masak karena secara
psikologis tidak percaya diri kalau masakan yang disajikan itu lezat dan enak. Padahal
penambahan 60 Mg per mangkok (2 X korek kuping ) gurihnya dan lezatnya sama dengan
yang diberi 1 sendok teh atau makan.

G. Menggunakan MSG Yang Aman


Sekarang MSG; apapun mereknya Ajinomoto, Sasa atau Miwon, atau merek dagang
lainnya yang semuanya mengandung 100% murni MSG, harus dilarang dijual untuk umum
dan secara bebas. Seperti telah diuraikan diatas bahwa MSG yang murni mempunyai efek
samping yang cenderung menyebabkan penyakit hipertensi dan kanker. Oleh karena itu untuk
amannya, maka sebaiknya menggunakan MSG yang 10% saja dengan dicampur garam dapur.
Di Jepang, pabrik Ajinomoto sendiri untuk mensuplei bangsanya sendiri membuat campuran
MSG-Garam 10% dan diberi nama Aji-Shio. Dan Aji-Shio inilah yang dijual secara bebas di
Jepang. Menurut Dr. Waluyo, Bagian Gizi, FK,UI., di Jepang MSG 100% tidak dijual bebas
untuk umum, melainkan untuk pabrik makanan.

Bagaimana cara membuat MSG 10% adalah sangat mudah sekali. Ambil 100 gram
MSG 100% ditambahkan pada 900 gram bubuk garam dapur yang halus. Sebelum
dicampurkan, sebaiknya garam halus tadi disangrai (digoreng tanpa minyak) dulu agar betul
betul kering. Setelah kering, dibiarkan sebentar agar sedikit dingin, nah campurkan sekarang
100 gram MSG yang 100% tadi dan diaduk aduk sampai merata. Masukan dalam pot atau
toples yang bersih dan kering. Nah, sekarang kita sudah membuat Aji-Shio sendiri. Jadi nanti
kalau masak, tidak perlu pakai garam dan MSG lagi cukup menggunakan Aji Shio. Nanti
kalau rasa asinnya sudah pas maka dengan sendirinya rasa gurihnya pun sudah pasti pas juga
(Data ini diperoleh dari Pabrik Ajinomoto sendiri). Dengan demikian Aji-Shio ini bukan saja
aman tetapi juga hemat, karena harganya menjadi sangat murah sekali.

Dapat dihitung berapa gram natrium /sodium kita makan sehari. Yang ideal untuk
orang dewasa mengkonsumsi garam adalah 6 gram dan 3 gram untuk anak anak. Kalau
sekarang orang mengkonsumsi 6 gram Aji-Shio, maka hanya makan MSG 100% murni 1/10
dari 6 gram atau sama dengan 0,60 gram atau 600 Mg (setara dengan 10 kali korek kuping)
sehari. Dengan demikian sekalipun umpamanya rakus makan Aji -Shio (baca garam dapur)
sampai 10 gram, makan MSG 100% murni yang sebetulnya dikonsumsi tidak lebih dari 1
gram atau 1000 Mg per hari. dan ini kira kira setara dengan 1/3 sendok teh. Dengan demikian
bisa bebas makan enak tanpa akan menanggung risiko keracunan natrium yang menjadi
faktor potensial penyebab hipertensi dan penyakit jantung lainnya. yang bisa kita tambahkan
untuk menambah cita rasa makanan selain MSG adalah kombinasi penggunaan garam, gula,
kaldu, serta rempah-rempah lain dalam makanan, walaupun harus diakui sensasi rasa lezatnya
memang berbeda dengan MSG.
DAFTAR PUSTAKA

http://www.scribd.com/doc/72867374/PROSES-PEMBUATAN-MSG1
http://blog.e-kioz.com/?p=435
http://aguskrisnoblog.wordpress.com/2011/01/07/proses-produksi-msg-monosodium-
glutamat/
http://www.bitlib.net/ebook/proses+pembuatan+msg/
Monosodium glutamat, juga dikenal sebagai natrium glutamat dan MSG, yaitu garam sodium
dari alami non-esensial asam amino asam glutamat. MSG dikenal masyarakat sebagai bumbu
masak penting.Fungsinya adalah sebagai penyedap yang menimbulkan rasa gurih. Ia lebih
dikenal dengan nama vetsin atau micin. Secara kimiawi MSG adalah garam natrium dari
asam glutamat. Satu ion hidrogen (dari gugus -OH yang berikatan dengan atom C-alfa, dari
asam amino) digantikan oleh ion natrium.

Secara garis besar proses produksi MSG melalui tahap-tahap persiapan bahan baku dan bahan
pembantu, fermentasi, kristalisasi, dan netralisasi serta pengeringan dan pengayakan.

1. Persiapan bahan baku dan bahan pembantu

Dalam pembuatan MSG digunakan bahan baku berupa tetes tebu sebagai sumber karbohidrat.
Tetes tebu diolah terlebih dahulu untuk menghilangkan kandungan Ca dengan menambahkan
H2SO4. Setelah itu tetes disterilisasi dengan menggunakan uap panas bersuhu maksimum
1200 ºC selama 10 hingga 20 menit dan siap difermentasi dalam tabung yang juga
disterilisasi (Said, 1991).

Selain bahan baku utama juga terdapat bahan pembantu dalam pembuatan MSG. Bahan
pembantu tersebut adalah amina (NH2), asam sulfat (H2SO4), HCl, NaOH, karbon aktif, “beet
molasses” dan “raw sugar” (Susanto dan Sucipto, 1994).

2. Fermentasi

Fermentasi adalah suatu reaksi oksidasi reduksi di dalam sistem biologi yang menghasilkan
energi. Fermentasi menggunakan senyawa organik yang biasanya digunakan adalah
karbohidrat dalam bentuk glukosa. Senyawa tersebut akan diubah oleh reaksi reduksi dengan
katalis enzim menjadi bentuk lain (Winarno, 1990).

Fermentasi dapat terjadi karena adanya aktifitas mikroba penyebab fermentasi pada substrat
organik yang sesuai. Terjadinya fermentasi dapat menyebabkan perubahan sifat bahan
pangan sebagai akibat dari pemecahan-pemecahan kandungan bahan pangan tersebut. Hasil-
hasil fermentasi terutama tergantung pada jenis bahan pangan (substrat), macam mikroba dan
kondisi sekelilingnya yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba dan metabolisme mikroba
tersebut (Winarno, 1990).

Bakteri yang banyak digunakan dalam pembuatan MSG adalah bakteri Brevibacterium
lactofermentum. Pertama-tama biarkan kultur yang telah diinokulasi dimasukkan kedalam
tabung berisi medium pra-starter dan diinkubasi selama 16 jam pada suhu 310C. Selanjutnya
biarkan prastarter diinokulasi kedalam tangki starter (Judoamidjojo, dkk. 1990).

Penurunan pH akibat terbentuknya asam pada proses pembentukan pra-starter tidak


diinginkan karena akan menghambat pola pertumbuhan. Penambahan garam (CaCO3)
sebanyak 3 % kedalam tebu prastarter berguna untuk mencegah agar pH tidak rendah dari 7.
Didalam tangki pembibitan penggunaan CaCO3 tidaklah mungkin karena akan menyebabkan
efek samping berupa kerak dan endapan serta akan mengurangi efek pertumbuhan mikroba.
Penambahan urea ke dalam tangki pembibitan akan mengurangi pH dan dapat menggantikan
fungsi CaCO3. Nilai pH tertinggi yang terjadi akibat peruraian urea diharapkan tidak lebih
dari 7,4 sedangkan pH terendah tidak kurang dari 6,8. Hasil dari fermentasi adalah asam
glutamat dalam bentuk cair yang masih tervampur dengan sisa fermentasi (Said, 1991).
3. Kristalisasi dan Netralisasi

Kristalisasi merupakan metode yang terpenting dalam purifikasi senyawa-senyawa yang


mempunyai berat molekul rendah (Mc Cabe, et al. 1994). Kristal murni asam glutamat yang
berasal dari proses pemurnian asam glutamat digunakan sebagai dasar pembuatan MSG.
Asam glutamat yang dipakai harus mempunyai kemurnian lebih dari 99 % sehingga bisa
didapatkan MSG yang berkualitas baik. Kristal murni asam glutamat dilarutkan dalam air
sambil dinetralkan dengan NaOH atau dengan Na2CO3 pada pH 6,6-7,0 yang kemudian
berubah menjadi MSG. Pada keadaan asam glutamat akan bereaksi dengan Na dan
membentuk larutan MSG. Larutan ini mempunyai derajat kekentalan 26 -280Be. Pada suhu
300C dengan konsentrasi MSG sebesar 55 gram/larutan (Winarno, 1990).

Penambahan arang aktif sebanyak % (w/v) digunakan untuk menjernihkan cairan MSG yang
berwarna kuning jernih dan juga menyerap kotoran lainnya, kemudian didiamkan selama satu
jam lebih untuk menyempurnakan proses penyerapan warna serta bahan asing lainnya yang
berlangsung dalam keadaan netral. Cairan yang berisi arang aktif dan MSG kemudian
disaring dengan menggunakan “vacum filter” yang kemudian menghasilkan filter serta
“cake” berisi arang aktif dan bahan lainnya. Bila kekeruhan dan warna filter tersebut telah
sesuai dengan yang diinginkan maka cairan ini dapat dikristalkan (Said, 1991).

Larutan MSG yang telah memiliki kekentalan 260Be diuapkan pada kondisi vakum
bertekanan 64 cmHg atau setara dengan titik didih 69 gram MSG pelarutan. Pemberian
umpan akan menyebabkan terbentuknya MSG karena larutan dalam keadaan jenuh. Umpan
yang diberikan sekitar 2% lalu inti kristal yang terbentuk secara perlahan-lahan akan diikuti
dengan pemekatan larutan sehingga menghasilkan kristal yang lebih besar. Proses kristalisasi
berlangsung selama 14 jam (Said, 1991).

4. Pengeringan dan pengayakan

Kristal MSG yang dihasilkan dari proses kristalisasi dipisahkan dengan metode sentrifugasi
dari cairannya. Filtrat hasil penyaringan dikembalikan pada proses pemurnian dan kristal
MSG yang dihasilkan setelah disaring kemudian dikeringkan dengan udara panas dalam
lorong pengeringan, setelah itu diayak dengan ayakan bertingkat sehingga diperoleh 3 ukuran
yaitu LLC (“Long Large Crystal”), LC (“Long Crystal”), dan RC (“Regular Crystal”),
sedangkan FC (“Fine Crystal”) yang merupakan kristal kecil dikembalikan ke dalam proses
sebagai umpan. Hasil MSG yang telah diayak dalam bentuk kering kemudian dikemas dan
disimpan sementara dalam gudang sebelum digunakan untuk tujuan lainnya (Said, 1991).

Proses Fermentasi Tetes Tebu Menjadi Monosodium Glutamat.

Secara umum, pembuatan Monosodium Glutamat (MSG) melalui beberapa tahap penting.
Tahap pertama adalah proses fermentasi. Pada proses fermentasi MSG, ada beberapa hal
yang eprlu diperhatikan, diantaranya adalah jenis umpan yang digunakan, jenis kultur yang
digunakan, reaksi yang terjadi, dan kondisi operasi dari fermentasi umpan.

Jenis umpan yang digunakan adalah tetes tebu atau yang biasa disebut “molasse”. Tetes

tebu adalah produk samping dari pembuatan gula dari tebu. Karena tetes tebu
merupakan produk samping, maka tetes tebu mudah didapatkan dan tidak mengganggu
produksi gula tebu. Molasse memiliki klasifikasi yang telah ditentukan berdasarkan
kesepakatan internasional. Molasse diklasifikasikan menjadi integral molasse, High-test
molasse, A molasses, B molasses, C (final) molasses, dan syrup-off. Molasse yang digunakan
sebagai bahan MSG memiliki fasa cair dengan tampilan berwarna cokelat kehitaman.
Berikut adalah komponen dan data fisik dari molasse bahan MSG:

densitas 1,47 gr/mL viskositas 4,32 Cp Specific Heat 0,6 Kkal.KgC komponen molasse Gula
62% Air 20% Non-Gula 18%

Pada fermentasi molasse, digunakan berbagai bahan pendukung untuk membuat


proses produksi MSG dapat berjalan dan memiliki hasil yang baik. Beberapa bahan
tambahan diantaranya adalah NaOH, H2SO4, defoamer, NH3, HCl, dsb.

Fermentasi adalah proses yang menggunakan mikroba untuk mengubah suatu bahan dalam
substrat menjadi produk yang kemudian diisolasi dan diambil. Pada proses fermentasi tetes
tebu, bakteri yang digunakan adalah bakteri yang mampu mengubah substrat berupa tetes
tebu menjadi asam glutamat. Asam glutamat kemudian diproses kembali menjadi MSG.
Beberapa mikroba yang sering digunakan diantaranya adalah Aspergillus terrus , Micrococus
glutamicus (VNII Genetika 490 dan 3144). Tetapi pada industri MSG, bakteri yang sering
digunakan adalah Micrococus glutamicus VNII Genetika 3144 sebab memiliki waktu
fermentasi yang lebih rendah, namun mampu memroduksi lebih banyak. Semua bakteri yang
disebutkan diatas adalah bakteri aerob, yaitu bakteri yang harus mengisap oksigen untuk
melakukann metabolisme. Bakteri lain yang lazim digunakan dalam fermentasi tetes tebu
adalah Brevibacterium lactofermentum.

Pada fermentasi tetes tebu, terdapat lima tahapan yang baiknya dilakukan dalam rangka
fermentasi. Pertama, penyiapan substrat molasse. Pada tahap pertama, tetes yang akan
digunakan diberikan perlakuan awal terlebih dahulu, yaitu pembersihan dari kontaminan
yang tidak dikehendaki, seperti kalsium. Pada indsutri, proses yang dilakukan
adalah pencampuran molasse, H2SO4, HDC, dan air dalam dilution tank . Hal ini bertujuan
untuk mengontrol nilai pH. Nilai pH yang biasa digunakan untuk tetes berikisar antara
2,9 3,0. H2SO4 yang dicampurkan bertujuan untuk menghilangkan ion kalsium yang dapat
mengganggu proses kristalisasi. Maka, ion kalsium berikatan dengan asam sulfat membentuk
Ca2SO4 (gypsum). Pada tahap ini temperatur dijaga pada suhu 55oC. Kekentalan perlu
dijaga. Setelah melalui dilution tank , campuran tetes dialirkan dalam tangki settling. Proses
ini berlangsung dalam 3 pengaduk yang bekerja secara kontinyu. Proses berikutnya
adalah proses aging. Proses ini bertujuan untuk mengoptimalkan reaksi ikat antara kalsium
dnegan asam sulfat. Intinya, proses aging adalah peningkatan waktu tinggal saja.

Setelah proses aging, endapan berupa sludge gypsum dipisahkan dengan cairan overflow
yang memiliki pengotor < 1%. Cairan yang telah bersih kemudian disterilisasi pada
temperatur 120oC. Tahap yang kedua adalah pembiakan mikroba. Pada tahap pembiakan
mikroba, urutan yang harus dilakukan adalah persiapan peralatan, inokulasi bakteri pada
media slat, dan inokulasi pada media cair. Tahap ini dilakukan pada laboratorium untuk
menjamin kontaminasi yang rendah. Tahap berikutnya adalah penumbuhan mikroba. Pada
tahap ini dilakukan penumbuhan mikroba dalam tangki seeding . Dalam tangki ini bakteri
dibiarkan bertumbuh dan berkembang biak agar didapat kultur yang sesuai dengan
kebutuhan. Persiapan yang perlu dilakukan pada tahap penumbuhan mikroba adalah
sterilisasi kosong, yaitu sterilisasi tangki fermentor. Kemudian substrat dan bahan tambahan
dimasukkan ke dalam tangki. Kemudian, dilakukan fermentasi media pada temperatur 120oC
Setelah proses sterilisasi selesai, dilakukan pendinginan hingga mencapai suhu sektiar 32oC.
Setelah pendinginan, dilakukan inokulasi bakteri asam glutamat dalam media cair, dan
terjadilah proses penumbuhan bakteri. Tahapan akhir adalah proses fermentasi itu sendiri.
Pertama – tama dilakukan sterilisasi kosong dahulu, kemudian media dimasukkan,
disterilisasi, lalu ditambahkan inokulum kedalamnya. Pada tahap ini ditambahkan
NH3 sebagai pengontrol pH agar tetap netral dan menambah suplai nitrogen. Kemudian
dilakukan aerasi pada tahap ini. Aerasi penting dilakukan sebab proses fermentasi ini
merupakan reaksi aerobik, apabila terjadi kekurangan oksigen, maka akan terbentuk produk
lain dari reaksi anaerobik. Proses fermentasi berlangsung selama sekitar 30 jam, pada
temperatur 32oC, dan pH 7,3.

Mikroorganisme pada Fermentasi MSG

Micrococcus
Aspergillus Micrococcus glutamicus
Mikroorganisme Fungi glutamicus "VNII
terrus "VNII Genetika" 3144
Genetika" 490

Suhu operasi (0C) 23-32 25-32 28-30 28-30

Waktu fermentasi
(jam) 24-96 48-90 60-65 30-40

Pemisahan H2G Ekstraksi Ekstraksi Resin Resin

Kondisi Aerob Aerob Aerob Aerob

Produk H2G (gr/L) 40 40

Yield H2G (%) 84 86

Kemurnian MSG (%) 99 99

Kondisi Proses Fermentasi


Kondisi Pertumbuhan Fermentor

pH 7 7,3.

Suhu 32

Waktu (jam) 18 30-40

Lingkungan Aerob Aerob

Hasil Optical density 600 Original Broth Glutamic Acid (OBGA)


Tahapan Proses Fermentasi

5. Pembuatan Monosodium Glutamat (MSG)

Salah satu cara pembuatan monosodium glutamat (MSG) adalah dengan cara fermentasi.
Proses fermentasi terjadi karena adanya aktivitas bakteri yang menghasilkan asam glutamat. Bakteri
tersebut digunakan untuk memecah glukosa pada TCM menjadi asam glutamat. Reaksi yang terjadi
selama proses fermentasi adalah :

B.Lactofermentum
C6H12O6+NH3+3/2O2 C5H9O4N +CO2+3H2O

Pada proses ini juga ditambahkan bahan pembantu fermantasi yaitu amonia (NH3) sebagai
sumber N pada media fermentasi dan juga berfungsi sebagai kontrol pH, H2PO4 sebagai sumber
phosphat (P) pada media, dan juga ditambahkan antifoam sebagai zat pemecah buih yang dihasilkan
pada proses fermentasi. Pada tahap ini juga dilakukan aerasi, yaitu dengan mengalirkan oksigen ke
dalam fermentor. Asam glutamat yang terjadi dari proses fermentasi ini, kemudian ditambahkan
soda (Sodium karbonat) atau NaOH, sehingga akan terbentuk MSG. MSG ini kemudian dimurnikan
dan dikristalisasi sehingga menghasilkan serbuk kristal yang murni yang siap dijual.

Substrat adalah media pertumbuhan dan pembentukan produk yang dibutuhkan


mikroorganisme. Dalam fermentasi Monosodium Glutamat (MSG), substratnya adalah tetes tebu
(molase). Molase dipilih karena mudah untuk dicari dan murah harganya. Molase merupakan hasil
samping dalam industri gula tebu.

2.3.1 Molase

Sifat-sifat fisika dan kimia :

Wujud : Cairan coklat

Warna : Coklat kehitam-hitaman

Densitas : 1.47 gr/mL

Viscositas : 4.323

Cp Panas Spesifik : 0.5 Kkal/Kg °C

Komponen dalam molase :


Gula : 62 %

Air : 20 %

Non Gula : 18 %

2.3.2 Bahan Pendukung

Bahan pendukung digunakan pula sebagai bahan pembantu dalam proses produksi. Bahan
pendukung yang digunakan adalah :

a. H2SO4

b. NH3

c. HCl

d. NaOH

e. Defoamer (CC 222)

f. H3PO4,Urea, dan MgSO4

g. Penisilin

h. Dextrose

i. Aronvis

j. Karbon Aktif

Mikroorganisme (mikroba) merupakan jasad-jasad renik yang tidak dapat dilihat dengan
mata telanjang, namun dapat dilihat dan dipelajari dengan menggunakan mikroskop. Mikroba
berperan penting dalam proses fermentasi, yaitu untuk menghasilkan produk yang diinginkan. Oleh
karena itu, dalam pemilihan organisme harus selektif, untuk mencapai kualitas dan kuantitas yang
tinggi.

Untuk membuat MSG dengan cara fermentasi, digunakan mikroba yang dapat mengubah
substrat menjadi asam glutamat. Asam glutamat ini kemudian diproses lagi sehingga menjadi
MSG. Mikroba-mikroba yang dapat mengubah substrat menjadi asam glutamat yaitu seperti
Micrococcus glutamicus ("VNII Genetika" 490 dan 3144) ,dan Aspergillus terrus. Mikroba-mikroba
tersebut adalah mikroba aerob yaitu mikroba yang hidup pada lingkungan non oksigen. Perbedaan
dari mikroba diatas dalam proses fermentasi MSG dapat digambarkan dengan tabel sebagai berikut.

Tabel 1. Mikroorganisme yang berperan dalam pembuatan MSG


Sumber : US patent April, 11,1972, 2.655.746 & US patent Oktober, 18, 1977. 054.487

Berdasarkan data tersebut maka pada proses pembuatan MSG ini dipilih mikroorganisme
glutamicus "VNII Genetika" 3144, dikarenakan :

1. Yield H2G yang dihasilkan lebih besar

2. Waktu fermentasinya lebih singkat

Proses fermentasi memanfaatkan mikroorganisme baik untuk katalis ataupun penghasil


produk. Proses ini membutuhkan beberapa perlakuan khusus, seperti pengaturan pH,
suhu, lingkungan yang aerob/anaerob, serta aerasi dan agitasi. Perlakuan ini di maksudkan untuk
menghasilkan kondisi proses yang optimum. kondisi proses fermentasi pembentukaan MSG oleh
mikroba Micrococcus glutamicus dapat digambarkan dengan tabel sebagai berikut.

Table 2. Pengaturan kondisi proses fermentasi

Pada proses pembuatan MSG dengan menggunakan proses fermentasi., dilalui 5 tahapan yaitu:

1. Penyiapan substrat molasses


Tetes yang akan dipakai untuk proses akan mengalami perlakuan treatment, yaitu
pemberian tetes dari kotorannya maupun unsur-unsur yang tidak dikehendaki seperti kalsium (Ca2+).
Pada industri pengolahan pertama-tama, molasses, HDC (hasil decanter), beet molasses, H2SO4 dan
air dicampurkan di dilution tank. Penambahan H2SO4 pada proses pencampuran ini bertujuan
sebagai kontrol pH. Nilai pH yang diinginkan untuk tetesan adalah 2.9-3.0. Selain itu, penambahan
H2SO4 yang dimaksudkan untuk mengikat ion Ca2+ yang terdapat pada tetes. Kandungan Ca2+ pada
tetes merupakan impurity yang harus dihilangkan karena dapat menggangu proses kristalisasi MSG.
H2SO4 yang berikatan dengan Ca2+ akan membentuk CaSO4 (gypsung) yang disebut sludge.
Kondisi proses ini diatur pada suhu 55°C dengan pH bahan 2.9-3.00 dan kekentalan 26-
26.5°Be. Kekentalan ini dikontrol dengan penambahan atau pengurangan jumlah air dengan
penambahan tetes dan sebaliknya jika terlalu kental maka perlu penambahan air.
Setelah melalui dilution tank, campuran tetes tersebut dialirkan kedalam tanki settling.
Proses settling ini berlangsung dalam 3 buah tangki yang bekerja secara kontinyu dan setiap tangki
dilengkapi dengan pengaduk. Dilanjutkan dengan proses aging bertujuan mengoptimalkan reaksi
pengikatan Ca2+ oleh H2SO4. Proses aging ini terdiri dari 7 tangki yang dimaksudkan untuk memberi
kesempatan pada H2SO4 mengikat Ca2+ semaksimal mungkin.
Setelah itu dibentuk sludge pada in line mixer, pada proses ini ditambahkan aronvis yang
dilarutkan dengan air. Pengiriman aronvis ke in line mixer dengan bantuan oleh udara. Aronvis
merupakan bahan flokulan untuk membentuk flok CaSO4 agar terkumpul menjadi flok dengan
ukuran yang lebih besar sehingga proses pemisahan dapat berlangsung lebih sempurna. Sludge akan
mengendap sedangkan campuran tetes berada diatas sludge. Campuran tetes yang telah terpisah
dari sludge disebut dengan cairan overflow. Cairan overflow yang telah terpisah dari sludge masuk
dan ditampung kedalam tangki overflow sedangkan sludge masuk kedalam tangki mixer-1. Sisa-sisa
yang telah terpisahkan membentuk sedimen dan kemudian masuk ke tangki mixer-1 dan bercampur
dengan sludge dari tangki thickener-1.
Cairan yang telah bersih dari sisa flok disebut HSP (hasil separator) dan mengandung
impurity (kotoran) kurang dari 1% dan siap untuk digunakan dalam proses fermentasi. Tetes feeding
emudian dilewatkan pada heat exchanger untuk proses sterilisasi. Proses ini terjadi pada suhu 120

. Selain tetes feeding, media fermentor sebelum masuk ke fermentor lulus dilewatkan pada heat
exchanger terlebih dahulu untuk sterilisasi.
2. Pembiakan mikroba
Dilakukan pembiakan bakteri asam glutamat di laboratorium mikrobiologi. Tahapan yang
dilakukan antara lain:
1. Persiapan peralatan
2. Inokulasi bakteri pada media slant (media agar padat)
3. Inokulasi pada media agar cair
3. Pertumbuhan Mikroba
Proses pertumbuhan mikroba dilakukan di tangki seeding. Tangki seeding ini mirip tangki
fermentor tapi lebih kecil volumnya. Di tangki ini bakteri dibiarkan berkembang biak dengan baik
sekaligus penyesuaian bakteri dengan pengaduk, alat pendingin, pemasukan udara, dan lain-lain.

Proses yang dilakukan pertama kali adalah sterilisasi tangki fermentor yang disebut sterilisasi
kosong, kemudian media (tetes feeding) dan bahan-bahan penunjang dialirkan masuk ke dalam
tangki. Setelah media dan bahan-bahan penunjang tersebut dialirkan masuk dilakukan sterilisasi
media pada suhu 120 .

Setelah proses sterilisasi selesai, dilakukan cooling (pendinginan) sampai suhu mencapai 32
. Proses cooling dilakukan oleh chiller bersuhu kurang dari 20 yang ditempatkan mengelilingi

tangki fermentor. Setelah suhu cooling tercapai, dilakukan inokulasi bakteri asam glutamat yang
berada dalam media cair dan terjadi proses pertumbuhan bakteri.

Pada proses ini dilakukan pengontrolan pH, Cell Value, dan OD (Optikal Densitas). pH yang
diinginkan adalah netral dan dikontrol dengan penambahan . Untuk CV, diinginkan nilai lebih

besar dari 6 yang akan dapat diperoleh pada waktu 18 jam fermentasi serta OD yang diinginkan
adalah 600.
4. Proses Fermentasi
Seperti halnya pada proses pertumbuhan di tangki seeding, fermentor harus disterilisasi
terlebih dahulu sebelum digunakan. Setelah sterilisasi bahan yang berupa , vitamin, dan fish

juice dialirkan masuk dan diikuti dengan tetes feeding. Pada tahap ini tidak diperlukan sterilisasi
media karena media telah dilewatkan pada heat exchanger terlebih dahulu sebelum masuk ke
fermentor.
Setelah media masuk, inokulum dari tangki seeding dimasukkan dan dilakukan
penambahan sebagai kontrol pH agar tetap netral dan untuk menambah suplai oksigen. Pada

tahap ini juga dilakukan aerasi yaitu dengan mengalirkan oksigen ke dalam fermentor. Aerasi
diperlukan untuk member suplai oksigen pada bakteri sebab bakteri asam glutamat merupakan
bakteri yang bersifat aerobik. Selain itu, jika proses fermentasi secara anaerobik yang akan
menghasilkan bentuk senyawa lain, misalnya asam laktat. Hal ini sangat tidak diinginkan terjadi pada
proses fermentasi asam glutamat.

Proses fermentasi ini berlangsung selama ±30 jam, pada suhu 32 dan pH 7.3 hasil yang

diperoleh dari proses fermentasi ini adalah cairan Original Broth Glutamic Acid (OBGA). Reaksi yang
terjadi di dalam proses fermentasi ini yaitu:

+ + 3/2 + + 3

glukosa ammonia oksigen asam glutamat karbondioksida air


Gambar 1. Diagram alir dan cara kerja bakteri
 Pengambilan glutamat; Setelah fermentasi selesai ± 30-40 jam cairan hasil fermentasi yaitu Original
Broth Glutamic Acid (OBGA) dipekatkan untuk mengurangi kadar airnya kemudian ditambahkan HCl
untuk mencapai titik isoelektrik pada pH ± 3,2.
 Netralisasi atau refining, pada tahapan ini dilakukan pencampuran NaOH.
 Kristalisasi asam glutamat.
 Tahap lanjutan pereaksian asam glutamat dengan NaOH sehingga terbentuk monosodium glutamat
liquor.
 Decolorisasi atau penjernihan warna menggunakan karbon aktif.
 Kristalisasi monosodium glutamat, menghasilkan kristal monosodium glutamat yang masih
mengandung liquor.
 Pengeringan kristal monosodium glutamat dengan menggunakan Rotary dryer sehingga didapatkan
serbuk kristal Monosodium glutamat yang mempunyai kemurnian tinggi ± 99,7 %

Anda mungkin juga menyukai