Anda di halaman 1dari 30

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta) yang telah
cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain,
dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri). Proses ini dimulai dengan adaya
kontraksi persalinan sejati, yang ditandai dengan perubahan serviks secara progresif dan
diakhiri dengan kelahiran plasenta (Ari, 2010: 4).
B. Sebab-sebab Terjadinya Persalinan
Beberapa teori yang dikemukakan yang mempengaruhi terjadinya persalinan menurut
Ari (2010: 5), antara lain:
1. Teori Penurunan Hormon
Beberapa hari sebelum partus terjadi penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron.
Sehingga otot rahim sensitif terhadap oksitosin. Penurunan kadar progestron pda tingkat
tertentu menyebabkan otot rahim molai kontraksi.
2. Teori Plasenta menjadi Tua
Seiring matangnya usia kehamilan, villi chorialis dalam plasenta mengalami beberapa
perubahan, hal ini menyebabkan turunnya kadar estrogen dan progesteron yang
mengakibatkan tegangnya pembuluh darah sehingga akan menimbulkan kontraksi uterus.
3. Teori Distensi Rahim
a. Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas tertentu
b. Setelah melewati batas tersebut, akhirnya terjadi kontraksi sehingga persalinan dapat
dimulai
c. Contohnya pada kehamilan gemelli, sering terjadi kontraksi karena uterus teregang
oleh ukuran janin ganda, sehingga kadang kehamilan gemelli mengalami persalinan
yang lebih dini

4. Teori Iritasi Mekanis


Di belakang seviks terletak ganglion servikale/fleksus Fran Kenhauser. Bila ganglion ini
digeser dan ditekan atau tertekan kepada janin, maka akan timbul kontraksi rahim.
5. Teori Oksitosin
a. Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis posterior
b. Perubahan keseimbangan estrogen dan progesteron dapat mengubah sensitivitas otot
rahim, sehingga sering terjadi kontraksi Braxton Hicks.
c. Menurutnya kosentrasi progesteron akibat tuanya kehamilan mengakibatkan aktivitas
oksitosin meningkat dan kontraksi braxton hicks sering terjadi, sehingga persalian
dapat dimulai.
6. Teori Hipotalamus-Pituitari dan Glandula Suprarenalis
a. Glandula suprarenalis merupakan pemicu terjadinya persalinan
b. Teori ini menunjukkan, pada kehamilan dengan bayi anensefalus sering terjadi
kelambatan persalinan karena tidak terbentuknya hipotalamus
7. Teori Prostaglandin
Prostaglanndinn yang dihasilkan oleh decidua konssentrasinya meninggkat sejak usia
kehamilan 15 minggu. Prostaglandin dianggap sebagai pemicu terjadinya persalinan,
pemberian prostaglandin saat hamil dapat menimbulkan kontraksi otot hamil.
C. Tanda-tanda Gejala Persalinan
Berikut ini akan dijelaskan mengenai tanda-tanda persalinan antara lain :
1. Terjadinya his persalinan
His persalinan mempunyai sifat :
a. Pinggang terasa sakit yang menjalar ke depan
b. Sifatnya teratur, interval makin pendek dan kekuatannya makin besar
c. Mempunyai pengaruh terhadap perubahan serviks
d. Makin beraktivitas (jalan-jalan) kekuatan makin bertambah
e. Pengeluaran lendir dan darah (blood show)
2. Perubahan serviks
Dengan his persalinan terjadi perubahan pada serviks yang menimbulkan :
a. Pendataran dan pembukaan
b. Pembukaan menyebabkan sumbatan lendir yang terdapat pada kanalis servikalis lepas
dan bercampur darah (bloody show) karena kapiler pembuluh darah pecah.
3. Pengeluaran cairan
Pada beberapa kasus terjadi ketuban pecah yang menimbulkan pengeluaran cairan.
Namun, sebagian besar ketuban baru pecah menjelang pembukaan lengkap. Dengan
pecahnya ketuban diharapkan persalinan dapat berlangsung dalam waktu 24 jam
(Indrayani, 2016).
D. Tanda Masuk dalam Persalinan
1. Terjadinya his persalinan, karakter :
a. Pinggang terasa sakit menjalar ke depan
b. Sifat his teratur, interval makin pendek, dan kekuatan makin besar
c. Terjadi perubahan pada serviks
d. Jika pasien menambah aktivitasnya, maka kekuatannya bertambah
2. Pengeluaran lendir dan darah (penanda persalinan)
3. Pengeluaran cairan
(Ari, 2010: 7)
E. Mekanisme Persalinan
Mekanisme persalinan merupakan gerakan-gerakan janin pada proses persalinan yang
meliputi langkah sbb :
1. Turunnya kepala, meliputi :
a. Masuknya kepala dalam PAP
b. Dimana sutura sagitalis terdapat ditengah – tengah jalan lahir tepat diantara symfisis
dan promontorium ,disebut synclitismus.Kalau pada synclitismus os.parietal depan
dan belakang sam tingginya jika sutura sagitalis agak kedepan mendekati symfisis
atau agak kebelakang mendekati promontorium disebut Asynclitismus.
c. Jika sutura sagitalis mendekati symfisis disebut asynclitismus posterior jika
sebaliknya disebut asynclitismus anterior.
2. Fleksi
Fleksi disebabkan karena anak didorong maju dan sebaliknya mendapat tahanan dari
pinggir PAP serviks, dinding panggul atau dasar panggul.
3. Putaran paksi dalam
Yaitu putaran dari bagian depan sedemikian rupa sehingga bagian terendah dari bagian
depan memutar ke depan ke bawah symfisis.
4. Ekstensi
Setelah kepala di dasar panggul terjadilah distensi dari kepala hal ini disebabkan karena
lahir pada intu bawah panggul mengarah ke depan dan keatas sehingga kepala harus
mengadakan ekstensi untuk melaluinya.
5. Putaran paksi luar
Setelah kepala lahir maka kepala anak memutar kembali kearah punggung anak torsi pada
leher yang terjadi karena putaran paksi dalam.
6. Ekspulsi
Setelah kepala melakukan putaran paksi luar sesuai arah punggung dilakukan
pengeluaran anak dengan gerakan biparietal sampai tampak ¼ bahu ke arah anterior dan
posterior dan badan bayi keluar dengan sangga susur.
F. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persalinan
1. Passage (Jalan Lahir)
Jalan lahir terdiri dari panggul ibu, yakni bagian tulang padat, dasar panggul,
vagina, dan introitus (lubang luar vagina). Meskipun jaringan lunak, khususnya lapisan-
lapisan otot dasar panggul ikut menunjang pengeluaran bayi, tetapi panggul ibu jauh lebih
berperan dalam proses persalinan.
a. Anatomi Jalan Lahir
Jalan lahir terdiri atas:
1) Jalan lahir/ panggul keras
Bagian keras dibentuk oleh empat buah tulang, yaitu:
a) 2 tulang pangkal paha (os coxae) terdiri dari os ilium, os ischium dan os
pubis.
b) 1 tulang kelangkang (os sacrum)
c) 1 tulang tungging (os cocygis)
2) Os ilium/ tulang usus
a) Ukurannya terbesar dibandingkan tulang lainnya. Sebagai batas dinding atas
dan belakang panggul/ pelvis.
b) Pinggir atas os ilium yang tumpul dan menebal. Crista iliaka.
c) Bagian terdepan crista iliaka: spina iliaka anterior posterior (SIAS) dan
beberapa centimeter dibawahnya menonjol: spina iliaka anterior inferior
(SIAI).
d) Bagian paling belakang crista iliaka: spina iliaka posterior superior (SIPS)
e) Di bwah SIPS ada tonjolan dinamakan spina iliaka posterior inferior (SIPI).
f) Lengkungan di bawah SIPI dinamakan incisura ischiadika mayor.
g) Pada sisi dalam os ilium merupakan batas antara panggul mayor dan
panggul minor dinamakan linea innominata/ linea terminalis.
3) Os ischium/ tulang duduk
a) Posisi os ischium terletak di bawah os ilium, pada bagian belakang terdapat
cuat duri dinamakan spina ischiadika.
b) Lengkungan di bawah spina ischiadika dinamakan incisura ischiadika
minor.
c) Pada bagian bawah menebal, sebagai penopang tubuh saat duduk
dinamakan tuber ischiadikum.
4) Os pubis/ tulang kemaluan
a) Membentuk suatu lubang dengan os ischium yaitu foramen obturatorium.
Fungsi di dalam persalinan belum diketahui secara pasti.
b) Di atas foramen obturatorium dibatasi oleh sebuah tangkai dari os pubis
yang menggabungkan dengan os ischium disebut ramus superior ossis
pubis, sedang dinding bawah foramen dibatasi oleh ramus inferior ossis
pubis
c) Pada ramus superior ossis pubis kanan dan kiri terdapat tulang yang bersisir,
dinamakan pecten ossis pubis.
d) Kedua ramus inferior ossis pubis kiri dan kanan membentuk sudut disebut
arkus pubis. Pada panggul wanita normal sudut ini tidak kurang 90°.
e) Pada bagian atas os pubis terdapat tonjolan yang dinamakan tuberkulum
pubic.
5) Os sacrum/ tulang kelangkang
a) Bentuknya segitiga, dengan dasar segitiga diatas dan puncak segitiga pada
ujung di bawah.
b) Terdiri lima ruas yang bersatu, terletak diantara os coxae dan merupakan
dinding belakang panggul.
c) Permukaan depan membentuk cekungan disebut arkus sakralia yang
memperlebar luas panggul kecil/ pelvis minor.
d) Dengan lumbal ke-5 terdapat artikulasio lumbosacralis.
e) Bagian depan paling atas pada tulang sakrum dinamakan promontorium,
dimana bagian ini bila dapat teraba pada waktu periksa dalam, berarti ada
kesempitan panggul.
6) Os cocsygis/ tulang ekor
a) Dibentuk oleh 3-5 ruas tulang yang saling berhubungan dan berpadu dengan
bentuk segitiga.
b) Pada kehamilan tahap akhir, koksigeum dapat bergerak (kecuali jika struktur
patah).
7) Perhubungan tulang-tulang panggul
a) Di depan panggul terdapat hubungan antara kedua os pubis kanan dan kiri
yang disebut simpisis pubis.
b) Di belakang panggul terdapat artikulasio sakro-iliaka yang menghubungkan
os sakrum dan os ilium.
c) Di bagian bawah panggul terdapat artikulasio sakro-koksigea yang
menghubungkan os sakrum dengan os koksigis.
Tulang panggul dipisahkan oleh pintu atas panggul menjadi dua bagian:
a. Panggul palsu/ false pelvis (pelvis mayor). Panggul palsu adalah bagian diatas
pintu atas panggul dan tidak berkaitan dengan persalinan.
b. Panggul sejati/ true pelvis (pelvis minor). Bentuk pelvis minor ini menyerupai
suatu suatu saluran yang menyerupai sumbu melengkung kedepan.
Dalam obstetri yang dimaksud pelvis minor terdiri atas:
1) Pintu atas panggul (PAP) yang disebut juga pelvic inlet.
a) Bagian anterior PAP, yakni batas atas panggul sejati, dibentuk oleh tepi
atas tulang pubis.
b) Bagian lateralnya dibentuk oleh linea iliopekktenea, yakni sepanjang
tulang inominata.
c) Bagian posteriornya dibentuk oleh bagian anterior tepi atas sacrum dan
promontorium sacrum.
2) Bidang tengah panggul atau midpelvic terdiri atas bidang bagian luas dan
bidang sempit panggul.
a) Merupakan saluran lengkung yang memiliki dinding anterior pendek
dan dinding posterior yang jauh lebih cembung dan panjang. Rongga
panggul melekat pada bagian posterior simpisis pubis, ischium, sebagian
ilium, sacrum, dan koksigeum.
b) Pintu bawah panggul (PBP) atau disebut juga pelvic outlet.
- Adalah batas bawah panggul sejati.
- Jika dilihat dari bawah, struktur ini berbentuk lonjong, agak
menyerupai intan, dibagian anterior dibatasi oleh lengkung pubis,
dibagian lateral oleh tuberositas iskium, dan bagian posterior oleh
ujung koksigeum.
b. Bidang-bidang hodge
Bidang hodge adalah bidang semu sebagai pedoman untuk menentukan
kemajuan persalinan yaitu seberapa jauhpenuruna kepala melalui pemeriksaan
dalam/ vagina toucher (VT).
Adapun bidang hodge sebagai berikut:
Hodge I : Bidang yang setinggi pintu atas panggul (PAP) yang dibentuk oleh
promontorium, artikulasio sakro-iliaka, syap sacrum, linea inominata,
ramus superior os pubis, tepi atas symfisis pubis.
Hodge II : Bidang setinggi pinggir bawah symfisis pubis berhimpit dengan PAP
(hodge I).
Hodge III : Bidang setinggi spina ischiadika berhimpit dengan PAP (Hodge I).
Hodge IV : Bidang setinggi ujung os cocsygis berhimpit dengan PAP (hodge I).
c. Ukuran-ukuran Panggul
1) Panggul luar
a) Distansia spinarum yaitu diameter antara kedua Spina iliaka anterior
superior kanan dan kiri: 24-26 cm.
b) Distansia kristarum yaitu diameter terbesar antara kedua crista iliaka kanan
dan kiri: 28-30 cm.
c) Distansia boudeloque atau konjugata eksterna yaitu diameter antara lumbal
ke-5 dengan tepi atas symfisis pubis: 28-20 cm.
Ketiga distansia diukur dengan menggunakan jangka panggul.
d) Lingkar panggul yaitu jarak antara tepi atas symfisis pubis ke pertengahan
antara trokhanter dan spina iliaka anterior superior kemudian ke lumbal ke-
5 kembali ke sisi sebelahnya sampai kembali ke tepi atas symfisis pubis.
Diukur dengan metlin. Normal 80-90 cm.
2) Panggul dalam
a) Pintu atas panggul
(1) Konjugata vera atau diameter antero posterior (diameter depan-
belakang) yaitu diameter antara promontorium dan tepi atas symfisis:
11 cm. Cara pengukuran dengan periksa dalam akan memperoleh
konjugata diagonalis yaitu jarak dari tepi bawah symfisis pubis ke
promontorium (12,5 cm) dikurangi 1,5-2 cm. Konjugata obstetrika
adalah jarak antara promontorium dengan pertengahan symfisis pubis.
(2) Diameter transversa (melintang), yaitu jarak terlebar antara kedua linea
inominata: 13cm.
(3) Diameter oblik (miring) yaitu jarak antara artikulasio sakro iliaka
dengan tuberkulum pubicum sisi bersebelah: 12cm.
b) Bidang tengah panggul
(1) Bidang tengah panggul terbentuk dari titik tengah symfisis, pertengahan
acetabulum dan ruas sacrum ke-2 dan ke-3. Diameter antero posterior
12,75cm, diameter transversa 12,5cm.
(2) Bidang sempit panggul. Merupakan bidang yang berukuran kecil,
terbentang dari tepi bawah symfisis, spina ischiadika kanan dan kiri,
dan 1-2cm dari ujung bawah sacrum. Diameter antero-posterior:
11,5cm, diameter transversa: 10cm.
c) Pintu bawah panggul
(1) Terbentuk dari dua segitiga dengan alas yang sama, yaitu diameter tuber
ischiadikum.
(2) Diameter antero-posterior yaitu ukuran dari tepi bawah simfisis ke
ujung sacrum: 11,5cm.
(3) Diameter transversa: jarak antara tuber ischiadikum kanan dan kiri:
10,5cm.
(4) Diameter sagitalis posterior yaitu ukuran dari ujung sacrum ke
pertengahan ukuran transversa: 7,5cm.
d) Bagian lunak panggul
Bagian lunak panggul tersusun atas segmen bawah uterus, serviks uteri,
vagina, muskulus dan ligamentum yang menyelubungi dinding dalam dan
bawah panggul.
2. Passenger (Janin dan Plasenta)
Passenger atau janin bergerak sepanjang jalan lahir merupakan akibat interaksi
beberapa faktor, yakni ukuran kepala janin, presentasi, letak, sikap, dan posisi janin.
a. Ukuran kepala janin
1) Diameter
a) Diameter sub occipito bregmatika 9,5cm.
b) Diameter occipitofrontalis. Jarak antara tulang oksiput dan frontal ±12cm.
c) Diameter vertikomento/ supraoksipitomental/ mento occipitalis ±13,5
cm,merupakan diameter terbesar, terjadi pada presentasi dahi.
d) Diameter submentobregmatika ±9,5 cm/ diameter anteroposterior pada
presentasi muka.
Diameter melintang pada tengkorak janin adalah:
a) Diameter biparietalis 9,5cm.
b) Diameter bitemporalis ±8cm.

2) Ukuran circumferensia (keliling)


a) Cirkumferensial fronto occipitalis ±34cm.
b) Cirkumferensial mento occipitalis ±35cm.
c) Cirkumferensial sub occipito bregmatika ±32cm
b. Ukuran badan lain
1) Bahu
a) Jaraknya ±12cm (jarak antara kedua akromion).
b) Lingkaran bahu ±34cm.
2) Bokong
a) Lebar bokong (diameter intertrokanterika) ±12cm.
b) Lingkaran bokong ±27cm.
c. Presentasi janin
Presentasi adalah bagian janin yang pertama kali memasuki pintu atas panggul
dan terus melalui jalan lahir saat persalinan mencapai aterm. Tiga presentasi janin
yang utama ialah : kepala (96 %); Sungsang (3%); Bahu (1%).
Bagian Presentasi ialah bagian tubuh janin yang pertama kali teraba oleh jari
pemeriksa saat melakukan pemeriksaan dalam. Faktor- faktor yang mempengaruhi
bagian presentasi ialah letak janin, sikap janin, dan ekstensi atau fleksi kepala janin
1) Letak Janin
Letak adalah hubungan antara sumbu panjang (punggung) janin terhadap sumbu
panjang (punggung) ibu.
Ada dua macam letak :
a) Memanjang atau vertikal, dimana sumbu panjang janin paralel dengan
sumbu panjang ibu
b) Melintang atau horisontal, dimana sumbu panjang janin membentuk sudut
terhadap sumbu panjang ibu.
Letak memanjang dapat berupa presentasi kepalan atau presentasi sacrum.

2) Sikap Janin
Sikap adalah hubungan bagian tubuh janin yang satu dengan bagian yang
lain. Hal ini akibat penyesuaian janin terhadap bentuk rongga rahim. Pada
kondisi normal punggung janin sangat fleksi ke arah dada, dan paha fleksi kearah
sendi lutut disebut fleksi umum. Tangan disilang di depan toraks dan tali pusat
terletak diantara lengan dan tungkai. Penyimpangan sikap normal dapat
menimbulkan kesulitan saat kelahiran.
Diameter biparietal ialah diameter lintang terbesar kepala janin. Kepala
dalam sikap pleksi sempurna memungkinkan diameter sukoksipitobregmatika
(diameter terkecil) memasuki panggul sejati dengan mudah.
3) Posisi Janin
Posisi ialah hubungan antara bagian presentasi (oksiput, sakrum, mentum
(dagu) sinsiput, (puncak kepala yang defleksi/ menengadah) terhadap 4 kuadran
panggul ibu. Posisi dinyatakan dengan singkatan yang terdiri dari hurup pertama
masing- masing kata kunci; OAKa = posisi Oksipitoanterior kanan.
Engagement menunjukan bahwa diameter tranversa terbesar bagian
presentasi telah memasuki pintu atas panggul. Pada presentasi kepala fleksi
dengan benar diameter bivarietal (9,25 cm) merupakam diameter terlebar.
Engagement dapat diketahui melalui pemeriksaan abdoment atau pemeriksaan
dalam. Stasiun adalah hubungan antara bagian presentasi janin dengan garis
imajiner (bayangan) yang ditarik dari spina iskiadika ibu, statiun dinyatakan
dalam centimeter, yakni diatas atau dibawah spina.
4) Plasenta
Karena plasenta juga harus melalui jalan lahir, ia juga dianggap sebagai
penumpang yang menyertai janin. Namun plasenta jarang menghambat proses
persalinan pada persalinan normal.
5) Air Ketuban
Waktu persalinan air ketuban membuka servik dengan mendorong selaput
janin kedalam ostium uteri, bagian selaput anak yang diatas ostium uteri yang
menonjol waktu his disebut ketuban. Ketuban inilah yang membuka serviks.
3. Power (Kekuatan)
Kontraksi involunter dan volunter secara bersamaan untuk mengeluarkan janin dan
plasenta dari uterus. Kontraksi involunter disebut kekuatan primer, menandai dimulainya
persalinan. Apabila serviks berdilatasi usaha volunter dimulai untuk mendorong, yang
disebut kekuatan sekunder, yang memperbesar kekuatan kontraksi involunter
1) His/ Kekuatan Primer
His atau kekuatan primer berasal dari titik pemicu tertentu terdapat pada
penebalan lapisan otot disegmen uterus bagian atas, dari titik pemicu, kontraksi
dihantar keuterus bagian bawah dalam bentuk gelombang, diselingi periode istirahat
singkat. Digunakan untuk menggambar kontraksi involunter ini frekuensi (waktu
antar kontraksi yaitu waktu antara awal suatu kontraksi dan awal kontraksi
berikutnya); durasi (lama kontraksi); dan intensitas (kekuatan kontraksi).
2) Tenaga Mengejan (Kekuatan Sekinder)
Segera setelah bagian presentasi mencapai dasar panggul, sifat kontraksi
berubah, yakni bersifat mendorong keluar. Ibu ingin mengedan, usaha mendorong
kebawah (kekuatan sekunder) dibantu dengan usaha volunter yang sama dengan yang
dilakukan saat buang air besar (mengedan). Digunakan otot- otot diafragma dan
abdomen ibu berkontraksi dan mendorong keluar isi jalan lahir. Hal ini meningkatkan
tekanan intra abdomen. Tekanan ini menekan uterus pada semua sisi dan menambah
kekuatan untuk mendorong keluar.

4. Posisi Ibu
Posisi ibu mempengaruhi adaptasi anatomi dan fisiologi persalinan. posisi tegak
meliputi berdiri, berjalan, duduk, jongkok. Posisi tegak memberi keuntungan yaitu,
memungkinkan gaya gravitasi membantu penurunan janin, kontraksi uterus lebih kuat,
mengurangi insiden penekanan tali pusat, menguntungkan curah jantung pada kondisi
normal sehingga karena mengurangi adanya penekanan pembuluh darah.
5. Psikologis
Wanita bersalin biasanya akan mengutarakan kekhawatirannya jika ditanya.
Perilaku dan penampilan wanita serta pasangannya merupakan petunjuk berharga tentang
jenis dukungan yang diperlukannya. Dukungan psikologis dari orang-orang terdekat akan
membantu memperlancarkan proses persalinan yang sedang berlangsung. Dengan
kondisi psikologis yang positif proses persalinan akan berjalan lebih mudah.
G. Tahapan Persalinan
Menurut (Ika Putri Damayanti, 2014)
1. Kala I (Kala Pembukaan)
Pasien dikatakan dalam tahap persalinan :
a. Jika sudah terjadi pembukaan serviks dan kontraksi terjadi teratur minimal 2x dalam
10 menit selama 40 detik
b. Kala 1 adalah kala pembukaan yang berlangsung antara pembukaan 0-10 cm
(pembukaan lengkap)
c. Proses pada kala I terbagi menjadi 2 fase yaitu fase laten dan fase aktif
d. Lamanya untuk primigravida berlangsung 12-14 jam sedangkanpada multigravida
sekitar 6-8 jam
e. Berdasarkan kurve friedman, diperhitungkan pembukaan primigravida 1 cm per jam
dan pembukaan multigravida 2 cm per jam.
2. Kala II (Pengeluaran bayi)
a. Kala II adalah kala pengeluaran bayi dimulai dari pembukaan lengkap sampai bayi
lahir
b. Uterus dengan kekuatan hisnya ditambah kekuatan meneran akan mendorong bayi
hingga lahir
c. Lamanya proses ini berlangsung selama 1 ½ - 2 jam pada primigravida dan ½ - 1 jam
pada multigravida
d. Diagnosis persalinan kala II ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan dalam untuk
memastikan pembukaan sudah lengkap dan kepala janin sudah nampak di vulva
dengan diameter 5-6 cm
e. Tanda gejala kala II : dorongan meneran, tekanan anus, perinium menonjol, dan vulva
membuka.
3. Kala III (Pelepasan plasenta)
a. Kala III adalah waktu untuk pelepasan dan pengeluaran plasenta
b. Berlangsung setelah kala II yang tidak lebih dari 30 menit, kontraksi uterus berhenti
sekitar 5-10 menit.
c. Dengan lahirnya bayi dan proses retraksi uterus, maka plasenta lepas dari lapisan
nitabusch
d. Tanda terlepasnya plasenta sebagai berikut :
1. Uterus menjadi berbentuk bundar
2. Uterus terdorong ke atas, karena plasenta terlepas ke segmen bawah rahim
3. Tali pusat semakin panjang
4. Terjadinya perdarahan
e. Melahirkan plasenta dilakukan dengan dorongan ringan secara crede pada fundus
uterus
4. Kala IV
Hal penting yang harus diperhatikan pada kala IV persalinan :
a. Kontraksi uterus harus baik
b. Tidak ada perdarahan pervaginam atau dari alat genital lain
c. Plasenta dan selaput ketuban harus sudah lahir lengkap
d. Kandung kencing harus kosong
e. Luka-luka di perineum harus dirawat dan tidak ada hematoma
f. Resume keadaan umum ibu dan bayi
H. Perubahan Fisiologi dalam Persalinan
Menurut (Indrayani, 2016) perubahan yang terjadi pada ibu selama persalinan dibagi menjadi
2 bagian yaitu perubahan fisiologis dan perubahan psikologis:
1. Perubahan fisiologi persalinan kala 1
Adapun perubahan fisiologis yang terjadi pada ibu selama persalinan kala satu antara lain
:
a. Perubahan kardiovaskuler
Pada setiap kontraksi, 400 ml darah dikeluarkan dari uterus dan masuk ke dalam sistem
vaskuler ibu. Hal ini akan meningkatkan curah jantung meningkat 10% - 15%.
b. Perubahan tekanan darah
Pada ibu bersalin, tekanan darah mengalami kenaikan / peningkatan selama terajadi
kontraksi. Rasa sakit, takut, cemas, dan posisi ibu saat pengukuran tekanan darah juga
akan mempengaruhi hasil pemeriksaan. Posisi yang dianjurkan saat mengukur tekanan
darahadalah sambil duduk. Pada posisi trelentang, selain akan mempengaruhi hasil
pengukuran juga kan menyebabkan penekanan pada aorta (pembuluh darah besar) yang
akan menyebabkna sirkulasi darah ibu dan janin menjadi terganggu. Penekanan pada
pembuluh darah tersebut akan menyebabkan penurunan aliran dari tubuh bagian bawah
sehingga menyebabkan aliran darah ke jantung berkurang, cardiac output berkurang,
aliran darah ke fetus berkurang. Penurunan tekanan darah yang menyebabkan ibu
merasa lemah untuk bangun.
c. Perubahan metabolisme
Selama persalinan, metabolisme karbohidrat baik aerob maupun anaerob terus
meningkat seiring dengan kecemasan dan aktivitas otot. Peningkatan metabolisme ini
ditandai dengan meningkatnya suhu tubuh, denyut nadi, pernafasan, cardiac output, dan
kehilangan cairan.
d. Perubahan suhu
Selama persalinan, suhu tubuh akan sedikit naik selama persalinan dan segera turun
setelah persalinan. Perubahan suhu dianggap normal apabila peningkatan suhu tidak
melebihi 0,5-10 C. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan metabolisme dalam tubuh.
Apabila peningkatan suhu melebihi 0,5-10 C dan berlangsung lama, maka harus
dipertimbangkan kemungkinan ibu mengalami dehidrasi atau infeksi.
e. Perubahan denyut nadi
Terjadi perubahan yang mencolok selama kontraksi disertai peningkatan selama fase
peningkatan; penurunan selama titik puncak sampai frekuensi yang lebih rendah
daripada frekuensi di antara kontraksi; dan peningkatan selama fase fase penurunan
hingga mencapai frekuensi lazim di antara kontraksi. Penurunan yang mencolok selama
puncak kontraksi uterus tidak terjadi jika ibu berada pada posisi miring bukan telentang.
Frekuensi denyut nadi di antara kontraksi sedikit lebih meningkat bila dibandingkan
selama periode menjelang persalinan. Hal ini mencerminkan peningkatan metabolisme
yang terjadi selama persalinan.
f. Perubahan pernafasan
Peningkatan frekuensi pernafasan normal selama persalinan dan mencerminkan
peningkatan metabolime yang terjadi. Hiperventilasi yang memanjang merupakan
kondisi abnormal dan dapat menyebabkan alkalosis respiratorik (pH meningkat), yaitu
rasa kesemutan pada ekstrimitas dan perasaan pusing dan hipoksia.
g. Perubahan ginjal
Poliuri sering terjadi selama persalinan. Kondisi ini disebabkan oleh meningkatnya
curah jantung selama persalinan dan meningkatnya filtrasi glomerulus dan aliran plasma
ginjal, sedangkan his uterus menyebabkan kepala janin semakin turun. Kandung kemih
yang penuh bisa menjadi hambatan untuk penurunan kepala janin. Poliuria menjadi
kurang jelas pada posisi terlentang karena posisi ini membuat aliran urin berkurang
selama persalinan.

h. Perubahan gastrointestinal
Pergerakan lambung dan absorbsi pada makanan padat sangat berkurang selama
persalinan. Hal ini diperberat dengan berkurangnya produksi getah lambung,
menyebabkan aktivitas pencernaan hampir berhenti, dan pengosongan lambung menjadi
sangat lamban. Cairan tidak berpengaruh dan meninggalkan perut dalam tempo yang
biasa. Mual dan muntah biasa terjadi sampai ibu mencapai akhir kala satu.
i. Perubahan hematologi
Hemoglobin meningkat sampai 1,2 gram per 100 ml selama persalinan dan akan
kembali pada tingkat seperti sebelum persalinan sehari setelah pasca salin kecuali ada
perubahan postpartum.
j. Perubahan pada uterus
Uterus terdiri dua komponen fungsional utama yaitu miometrium (kontraksi uterus) dan
serviks.
2. Perubahan fisiologis persalinan kala II
a. Kontraksi, dorongan otot-otot dinding
Kontraksi uterus pada kala 2 ini merupakan kontraksi normal muskulus. Kontraksi ini
dikendalikan oleh saraf instrinsik, tidak disadari, tidak dapat diatur oleh ibu sendiri baik
frekuensi maupun lamanya kontraksi. Penyebab rasa nyeri tersebut belum diketahui
secara pasti namun diduga karena :
1) Pada saat kontraksi, miometrium kekurangan oksigen
2) Peregangan peritonium sebagai organ yang menyelimuti uterus
3) Penekanan ganglion saraf di serviks dan uterus bagian bawah
4) Peregangan serviks akibat dari dilatasi serviks
b. Perubahan uterus
Dalam persalinan, perbedaan segmen atas rahim (SAR) dan segmen bawah rahim (SBR)
akan nampak jelas, dimana SAR dibentuk oleh korpus uteri dan bersifat memegang
peranan aktif (berkontraksi) dan dindingnya bertambah tebal dengan majunya
persalinan, dengan kata lain SAR mengadakan suatu kontraksi menjadi tebal dan
mendorong anak keluar. Sedangkan SBR dibentuk oleh isthmus uteri yang sifatnya
memegang peranan pasif dan makin tipis dengan majunya persalinan (disebabkan
karena regangan), dengan kata lain SBR dan serviks mengadakan relaksasi dan dilatasi
c. Effecement (penapisan) dan dilatasi (pembukaan) serviks
Secara tidak langsung, kontraksi uterus berpengaruh terhadap effecement dan dilatasi
serviks. Ketika terjadi effecement, ukuran panjang kanal serviks menjadi semakin
pendek dan akhirnya sampai hilang/tidak teraba. Pada pemeriksaan dalam teraba lubang
dengan pinggir yang tipis. Proses effacement ini dipelancar dengan adanya pengaturan
seperti pada celah endoserviks yang mempunyai efek membuka dan meregang. Dilatasi
adalah pelebaran ukuran ostium uteri internum yang kemudia disusul dengan pelebaran
ostium uteri eksternum. Pelebaran ini berbeda pada primigravida dan multigravida. OUI
sudah sedikit membuka pada multigravida. Proses dilatasi ini dibantu oleh tekanan
hidrostatik cairan amnion. Tekanan hidrostatik cairan amnion terjadi akibat kontraksi
uterus. Pemantauan persalinan pada dilatasi serviks dilakukan dengan cara melakukan
pengukuran pada diameter serviks.
d. Perubahan pada vagina dan dasar panggul
Setelah pembukaan lengkap dan ketuban pecah terjadi perubahan terutama pada dasar
panggul yang diregangkan oleh bagian depan janin sehingga menjadi saluran yang
dinding-dindingnya tipis karena suatu regangan dan kepala sampai di vulva, lubang
vagina menghadap ke depan atas dan anus menjadi terbuka, perinium menonjol dan
tidak lama kemudian kepala janin nampak pada vulva.
3. Perubahan fisiologis persalinan kala III
Menurut (Ari Kurniarum, 2016) segera setelah bayi dan air ketuban sudah tidak lagi berada
di dalam uterus, kontraksi akan terus berlangsung dan ukuran rongga uterus akan mengecil.
Pengurangan dalam ukuran uterus ini akan menyebabkan pengurangan dalam ukuran
tempat melekatnya plasenta. Oleh karena tempat melekatnya plasenta tersebut menjadi
lebih kecil, maka plasenta akan menjadi tebal atau mengkerut dan memisahkan diri dari
dinding uterus. Sebagian dari pembuluh-pembuluh darah yang kecil akan robek saat
plasenta lepas. Tempat melekatnya plasenta akan berdarah terus hingga uterus seluruhnya
berkontraksi. Setelah plasenta lahir, dinding uterus akan berkontraksi dan menekan semua
pembuluh-pembuluh darah ini yang akan menghentikan perdarahan dari tempat
melekatnya plasenta tersebut. Sebelum uterus berkontraksi, wanita tersebut bisa
kehilangan darah 350-360 cc/menit dari tempat melekatnya plasenta tersebut. Uterus tidak
bisa sepenuhnya berkontraksi hingga plasenta lahir dahulu seluruhnya. Oleh sebab itu,
kelahiran yang cepat dari plasenta segera setelah ia melepaskan dari dinding uterus
merupakan tujuan dari manajemen kebidanan dari kala III yang kompeten.
4. Perubahan fisiologi persalinan kala IV
Menurut (Indrayani, 2016) pada kala 4, ibu akan mengalami kehilangan darah. Kehilangan
darah pada persalinan biasanya disebabkan oleh luka dari bekas perlekatan plasenta atau
adanya robekan pada serviks dan perineum. Rata-rata dalam batas normal jumlah
perdarahan aadalah 250 ml atau ada juga yang mengatakan perdarahan 100 – 300 ml
merupakan batasan normal untuk proses persalinan normal.
I. Perubahan Psikologis dalam Persalinan
1. Perubahan psikologis ibu bersalin kala I
a. Fase laten
Pada fase ini umumnya ibu masih kooperatif dan merasa bahagia karena masa
kehamilannya akan segera berakhir atau persalinan akan dimulai. Namun, ketika adanya
kontraksi ibu mulai merasa gelisah, gugup, cemas, tidak nyaman, dan khawatir.
b. Fase aktif
Saat kemajuan persalinan sampai pada fase kecepatan maksimum rasa khawatir ibu
menjadi meningkat. Kontraksi menjadi semakin kuat dan frekuensinya lebih sering
sehingga kadang ibu tidak dapat mengontrol sikapnya
2. Perubahan Psikologis Ibu Bersalin Kala II
Pada masa persalinan seorang wanita ada yang tenang dan bangga akan kelahiran
bayinya, tapi ada juga yang merasa takut. Adapun perubahan psikologis yang terjadi
adalah sebagai berikut :
a. Panik dan terkejut dengan apa yang terjadi pada saat pembukaan lengkap
b. Bingung dengan adanya apa yang terjadi pada saat pembukaan lengkap
c. Frustasi dan marah
d. Tidak memperdulikan apa saja dan siapa saja yang ada di kamar bersalin
e. Rasa lelah dan sulit mengikuti perintah
f. Fokus pada dirinya sendiri
3. Perubahan Psikologis Ibu Bersalin Kala III dan IV
Menurut (Indrayani, 2016) pada kala ini hubungan dengan ibu dan bayi semakin melekat.
Pada 1 jam pertama yang disebut “periode sensitive maternal” yaitu masa terjadinya
bounding yaitu suatu proses untuk membentuk ikatan dengan bayi. Jalinan hubungan ibu
dengan bayi ini dapat difasilitasi oleh bidan. Proses bounding attachment ini dapat
dilakukan dengan cara langsung mendekap bayi dan langsung disusukan pada ibu.
Petugas kesehatan terutama bidan dapat melibatkan ibu dan keluarga ketika dilakukan
pemeriksaan bayi, petugas dapat mengajak keluarga untuk menyentuh kepalanya,
menghitung jumlah jari tangan dan kaki bayinya dan lain-lain.
J. KEBUTUHAN IBU BERSALIN
Menurut (Ari Kurniarum, 2016) kebutuhan dasar ibu bersalin menurut Lesser dan Kenne,
maka kebutuhan dasar ibu bersalin dapat dibedakan menjadi dua topik materi, yaitu kebutuhan
dasar fisiologis dan kebutuhan dasar psikologis. Kebutuhan fisiologis, meliputi: kebutuhan
oksigen, cairan dan nutrisi, kebutuhan eliminasi, posisi dan ambulasi, pengurangan rasa nyeri,
hygiene, istirahat, penjahitan perineum (bila perlu), dan pertolongan persalinan terstandar
sedangkan Kebutuhan psikologis, meliputi: sugesti, mengalihkan perhatian dan kepercayaan.
a. Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhan fisiologis ibu bersalin merupakan suatu kebutuhan dasar pada ibu
bersalin yang harus dipenuhi agar proses persalinan dapat berjalan dengan lancar.
Kebutuhan dasar ibu bersalin yang harus diperhatikan bidan untuk dipenuhi yaitu
kebutuhan oksigen, cairan dan nutrisi, eliminasi, hygiene (kebersihan personal),
istirahat, posisi dan ambulasi, pengurangan rasa nyeri, penjahitan perineum (jika
diperlukan), serta kebutuhan akan pertolongan persalinan yang terstandar.
Pemenuhan kebutuhan dasar ini berbeda-beda, tergantung pada tahapan persalinan,
kala I, II, III atau IV. Adapun kebutuhan fisiologis ibu bersalin adalah sebagai
berikut:
1) Kebutuhan Oksigen
Pemenuhan kebutuhan oksigen selama proses persalinan perlu diperhatikan
oleh
bidan, terutama pada kala I dan kala II, dimana oksigen yang ibu hirup sangat
penting artinya untuk oksigenasi janin melalui plasenta. Suplai oksigen yang
tidak adekuat, dapat menghambat kemajuan persalinan dan dapat mengganggu
kesejahteraan janin. Oksigen yang adekuat dapat diupayakan dengan
pengaturan sirkulasi udara yang baik selama persalinan. Ventilasi udara perlu
diperhatikan, apabila ruangan tertutup karena menggunakan AC, maka
pastikan bahwa dalam ruangan tersebut tidak terdapat banyak orang. Hindari
menggunakan pakaian yang ketat, sebaiknya penopang payudara/BH dapat
dilepas/dikurangi kekencangannya. Indikasi pemenuhan kebutuhan oksigen
adekuat adalah Denyut Jantung Janin (DJJ) baik dan stabil.
2) Kebutuhan Cairan dan nutrisi
Kebutuhan cairan dan nutrisi (makan dan minum) merupakan kebutuhan yang
harus dipenuhi dengan baik oleh ibu selama proses persalinan. Pastikan bahwa
pada setiap tahapan persalinan (kala I, II, III, maupun IV), ibu mendapatkan
asupan makan dan minum yang cukup. Asupan makanan yang cukup (makanan
utama maupun makanan ringan), merupakan sumber dari glukosa darah, yang
merupakan sumber utama energi untuk sel-sel tubuh. Kadar gula darah yang
rendah akan mengakibatkan hipoglikemia. Sedangkan asupan cairan yang
kurang, akan mengakibatkan dehidrasi pada ibi bersalin. Pada ibu bersalin,
hipoglikemia dapat mengakibatkan komplikasi persalinan baik ibu maupun
janin. Pada ibu, akan mempengaruhi kontraksi/his, sehingga akan menghambat
kemajuan persalinan dan meningkatkan insiden persalinan dengan tindakan,
serta dapat meningkatkan risiko perdarahan postpartum. Pada janin, akan
mempengaruhi kesejahteraan janin, sehingga dapat mengakibatkan komplikasi
persalinan seperti asfiksia. Dehidrasi pada ibu bersalin dapat mengakibatkan
melambatnya kontraksi/his, dan mengakibatkan kontraksi menjadi tidak
teratur. Ibu yang mengalami dehidrasi dapat diamati dari bibir yang kering,
peningkatan suhu tubuh, dan eliminasi yang sedikit. Dalam memberikan
asuhan, bidan dapat dibantu oleh anggota keluarga yang mendampingi ibu.
Selama kala I, anjurkan ibu untuk cukup makan dan minum, untuk mendukung
kemajuan persalinan. Pada kala II, ibu bersalin mudah sekali mengalami
dehidrasi, karena terjadi peningkatan suhu tubuh dan terjadinya kelelahan
karena proses mengejan. Untuk itu disela-sela kontraksi, pastikan ibu
mencukupi kebutuhan cairannya (minum). Pada kala III dan IV, setelah ibu
berjuang melahirkan bayi, maka bidan juga harus memastikan bahwa ibu
mencukupi kebutuhan nutrisi dan cairannya, untuk mencegah hilangnya energi
setelah mengeluarkan banyak tenaga selama kelahiran bayi (pada kala II).
3) Kebutuhan Eliminasi
Pemenuhan kebutuhan eliminasi selama persalinan perlu difasilitasi oleh bidan,
untuk membantu kemajuan persalinan dan meningkatkan kenyamanan pasien.
Anjurkan ibu untuk berkemih secara spontan sesering mungkin atau minimal
setiap 2 jam sekali selama persalinan.
Kandung kemih yang penuh, dapat mengakibatkan:
a) Menghambat proses penurunan bagian terendah janin ke dalam rongga
panggul, terutama apabila berada di atas spina isciadika
b) Menurunkan efisiensi kontraksi uterus/his
c) Mengingkatkan rasa tidak nyaman yang tidak dikenali ibu karena
bersama dengan munculnya kontraksi uterus
d) Meneteskan urin selama kontraksi yang kuat pada kala II
e) Memperlambat kelahiran plasenta
f) Mencetuskan perdarahan pasca persalinan, karena kandung kemih
yang penuh menghambat kontraksi uterus.
Apabila masih memungkinkan, anjurkan ibu untuk berkemih di kamar mandi,
namun apabila sudah tidak memungkinkan, bidan dapat membantu ibu untuk
berkemih dengan wadah penampung urin. Bidan tidak dianjurkan untuk melakukan
kateterisasi kandung kemih secara rutin sebelum ataupun setelah kelahiran bayi dan
placenta. Kateterisasi kandung kemih hanya dilakukan apabila terjadi retensi urin,
dan ibu tidak mampu untuk berkemih secara mandiri. Kateterisasi akan
meningkatkan resiko infeksi dan trauma atau perlukaan pada saluran kemih ibu.
Sebelum memasuki proses persalinan, sebaiknya pastikan bahwa ibu sudah BAB.
Rektum yang penuh dapat mengganggu dalam proses kelahiran janin. Namun
apabila pada kala I fase aktif ibu mengatakan ingin BAB, bidan harus memastikan
kemungkinan adanya tanda dan gejala kala II. Apabila diperlukan sesuai indikasi,
dapat dilakukan lavement pada saat ibu masih berada pada kala I fase latent.
4) Kebutuhan Hygiene
Kebutuhan hygiene (kebersihan) ibu bersalin perlu diperhatikan bidan dalam
memberikan asuhan pada ibu bersalin, karena personal hygiene yang baik dapat
membuat ibu merasa aman dan relax, mengurangi kelelahan, mencegah infeksi,
mencegah gangguan sirkulasi darah, mempertahankan integritas pada jaringan dan
memelihara kesejahteraan fisik dan psikis.
5) Kebutuhan Istirahat
Selama proses persalinan berlangsung, kebutuhan istirahat pada ibu bersalin tetap
harus dipenuhi. Istirahat selama proses persalinan (kala I, II, III maupun IV) yang
dimaksud adalah bidan memberikan kesempatan pada ibu untuk mencoba relaks
tanpa adanya tekanan emosional dan fisik. Hal ini dilakukan selama tidak ada his
(disela-sela his). Ibu bisa berhenti sejenak untuk melepas rasa sakit akibat his,
makan atau minum, atau melakukan hal menyenangkan yang lain untuk melepas
lelah, atau apabila memungkinkan ibu dapat tidur. Namun pada kala II, sebaiknya
ibu diusahakan untuk tidak mengantuk. Setelah proses persalinan selesai (pada kala
IV), sambil melakukan observasi, bidan dapat mengizinkan ibu untuk tidur apabila
sangat kelelahan. Namun sebagai bidan, memotivasi ibu untuk memberikan ASI
dini harus tetap dilakukan. Istirahat yang cukup setelah proses persalinan dapat
membantu ibu untuk memulihkan fungsi alat-alat reproduksi dan meminimalisasi
trauma pada saat persalinan.

6) Posisi dan Ambulasi


Persalinan merupakan suatu peristiwa fisiologis tanpa disadari dan terus
berlangsung/progresif. Bidan dapat membantu ibu agar tetap tenang dan rileks,
maka bidan sebaiknya tidak mengatur posisi persalinan dan posisi meneran ibu.
Bidan harus memfasilitasi ibu dalam memilih sendiri posisi persalinan dan posisi
meneran, serta menjelaskan alternatif-alternatif posisi persalinan dan posisi
meneran bila posisi yang dipilih ibu tidak efektif. Bidan harus memahami posisi-
posisi melahirkan, bertujuan untuk menjaga agar proses kelahiran bayi dapat
berjalan senormal mungkin. Dengan memahami posisi persalinan yang tepat, maka
diharapkan dapat menghindari intervensi yang tidak perlu, sehingga meningkatkan
persalinan normal. Semakin normal proses kelahiran, semakin aman kelahiran bayi
itu sendiri. Posisi melahirkan dibagi menjadi 2, yaitu posisi tegak lurus dan posisi
berbaring. Secara anatomi, posisi tegak lurus (berdiri, jongkok, duduk) merupakan
posisi yang paling sesuai untuk melahirkan, kerena sumbu panggul dan posisi janin
berada pada arah gravitasi. Adapun keuntungan dari posisi tegak lurus adalah:
a. Kekuatan daya tarik, meningkatkan efektivitas kontraksi dan tekanan pada leher
rahim dan mengurangi lamanya proses persalinan.
1) Pada Kala 1
a. Kontraksi, dengan berdiri uterus terangkat berdiri pada sumbu aksis
pintu masuk panggul dan kepala mendorong cerviks, sehingga intensitas
kontraksi meningkat.
b. Pada posisi tegak tidak ada hambatan dari gerakan uterus.
c. Sedangkan pada posisi berbaring, otot uterus lebih banyak bekerja dan
proses persalinan berlangsung lebih lama.

2) Pada Kala 2
a. Posisi tegak lurus mengakibatkan kepala menekan dengan kekuatan
yang lebih besar, sehingga keinginan untuk mendorong lebih kuat dan
mempersingkat kala 2.
b. Posisi tegak lurus dengan berjongkok, mengakibatkan lebih banyak
ruang di sekitar otot dasar panggul untuk menarik syaraf penerima dasar
panggul yang ditekan, sehingga kadar oksitosin meningkat.
c. Posisi tegak lurus pada kala 2 dapat mendorong janin sesuai dengan
anatomi dasar panggul, sehingga mengurangi hambatan dalam meneran.
d. Sedangkan pada posisi berbaring, leher rahim menekuk ke atas,
sehingga meningkatkan hambatan dalam meneran.
2. Meningkatkan dimensi panggul
a. Perubahan hormone kehamilan, menjadikan struktur panggul dinamis/fleksibel.
b. Pergantian posisi, meningkatkan derajat mobilitas panggul.
c. Posisi jongkok, sudut arkus pubis melebar mengakibatkan pintu atas panggul
sedikit melebar, sehingga memudahkan rotasi kepala janin.
d. Sendi sakroiliaka, meningkatkan fleksibilitas sacrum (bergerak ke belakang).
e. Pintu bawah panggul menjadi lentur maksimum.
f. Pada posisi tegak, sacrum bergerak ke dapan mangakibatkan tulang ekor tertarik
ke belakang.
g. Sedangkan pada posisi berbaring, tulang ekor tidak bergerak ke belakang tetapi
ke depan (tekanan yang berlawanan
3. Gambaran jantung janin abnormal lebih sedikit dengan kecilnya tekanan pada
pembuluh vena cava inferior
a. Pada posisi berbaring, berat uterus/cairan amnion/janin mengakibatkan adanya
tekanan pada vena cava inferior, dan dapat menurunkan tekanan darah ibu. Serta
perbaikan aliran darah berkurang setelah adanya kontraksi.
b. Pada posisi tegak, aliran darah tidak terganggu, sehingga aliran oksigen ke janin
lebih baik.
4. Kesejahteraan secara psikologis
a. Pada posisi berbaring, ibu/klien menjadi lebih pasif dan menjadi kurang
kooperatif, ibu lebih banyak mengeluarkan tenaga pada posisi ini.
b. Pada posisi tegak, ibu/klien secara fisik menjadi lebih aktif, meneran lebih alami,
menjadi lebih fleksibel untuk segera dilakukan ‘bounding’ (setelah bayi lahir
dapat langsung dilihat, dipegang ibu, dan disusui).
Ada beberapa keuntungan pada persalinan dengan posisi tegak lurus. Namun ada
beberapa kerugian yang mungkin ditimbulkan dari persalinan dengan posisi tegak,
diantaranya adalah:
1. Meningkatkan kehilangan darah
a. Gaya gravitasi mengakibatkan keluarnya darah sekaligus dari jalan lahir setelah
kelahiran janin, dan kontraksi meningkat sehingga placenta segera lahir.
b. Meningkatkan terjadinya odema vulva, dapat dicegah dengan mengganti-ganti
posisi.
2. Meningkatkan terjadinya perlukaan/laserasi pada jalan lahir
a. Odema vulva, dapat dicegah dengan mengganti posisi (darah mengalir ke
bagian tubuh yang lebih rendah).
b. Luka kecil pada labia meningkat, tetapi luka akan cepat sembuh.
c. Berat janin mendorong ke arah simfisis, mengakibatkan tekanan pada perineum
meningkat, sehingga resiko rupture perineum meningkat.
3. Untuk memudahkan proses kelahiran bayi pada kala II, maka ibu dianjurkan untuk
meneran dengan benar, yaitu:
a. Menganjurkan ibu untuk meneran sesuai dorongan alamiah selama kontraksi
berlangsung.
b. Hindari menahan nafas pada saat meneran. Menahan nafas saat meneran
mengakibatkan suplai oksigen berkurang.
c. Menganjurkan ibu untuk berhenti meneran dan istirahat saat tidak ada
kontraksi/his
d. Apabila ibu memilih meneran dengan posisi berbaring miring atau setengah
duduk, maka menarik lutut ke arah dada dan menempelkan dagu ke dada akan
memudahkan proses meneran
e. Menganjurkan ibu untuk tidak menggerakkan anggota badannya (terutama pantat)
saat meneran. Hal ini bertujuan agar ibu fokus pada proses ekspulsi janin.
f. Bidan sangat tidak dianjurkan untuk melakukan dorongan pada fundus untuk
membantu kelahiran janin, karena dorongan pada fundus dapat meningkatkan
distosia bahu dan ruptur uter
6) Pengurangan Rasa Nyeri
Nyeri persalinan merupakan pengalaman subjektif tentang sensasi fisik yang terkait
dengan kontraksi uterus, dilatasi dan penipisan serviks, serta penurunan janin selama
persalinan. Respons fisiologis terhadap nyeri meliputi: peningkatan tekanan darah,
denyut nadi, pernafasan, keringat, diameter pupil, dan ketegangan otot. Rasa nyeri
ini apabila tidak diatasi dengan tepat, dapat meningkatkan rasa khawatir, tegang,
takut dan stres, yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya persalinan lama.
Banyak faktor yang mempengaruhi persepsi rasa nyeri, diantaranya: jumlah
kelahiran sebelumnya (pengalaman persalinan), budaya melahirkan, emosi,
dukungan keluarga, persiapan persalinan, posisi saat melahirkan, presentasi janin,
tingkat beta-endorphin, kontraksi rahim yang intens selama persalinan dan ambang
nyeri alami. Beberapa ibu melaporkan sensasi nyeri sebagai sesuatu yang
menyakitkan. Meskipun tingkat nyeri bervariasi bagi setiap ibu bersalin, diperlukan
teknik yang dapat membuat ibu merasa nyaman saat melahirkan. Tubuh memiliki
metode mengontrol rasa nyeri persalinan dalam bentuk beta-
endorphin. Sebagai opiat alami, beta-endorphin memiliki sifat mirip petidin, morfin
dan heroin serta telah terbukti bekerja pada reseptor yang sama di otak. Seperti
oksitosin, beta- endorphin dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis dan kadarnya tinggi
saat berhubungan seks, kehamilan dan kelahiran serta menyusui. Hormon ini dapat
menimbulkan perasaan senang dan euphoria pada saat melahirkan. Berbagai cara
menghilangkan nyeri diantaranya: teknik self-help, hidroterapi, pemberian entonox
(gas dan udara) melalui masker, stimulasi menggunakan TENS (Transcutaneus
Electrical Nerve Stimulation), pemberian analgesik sistemik atau regional.
Stimulasi yang dapat dilakukan oleh bidan dalam mengurangi nyeri persalinan dapat
berupa kontak fisik maupun pijatan. Pijatan dapat berupa pijatan/massage di daerah
lombo- sacral, pijatan ganda pada pinggul, penekanan pada lutut, dan
counterpressure. Cara lain yang dapat dilakukan bidan diantaranya adalah:
memberikan kompres hangat dan dingin.
Pada saat ibu memasuki tahapan persalinan, bidan dapat membimbing ibu untuk
melakukan teknik self-help, terutama saat terjadi his/kontraksi. Untuk mendukung
teknik ini, dapat juga dilakukan perubahan posisi: berjalan, berlutut, goyang ke
depan/belakang dengan bersandar pada suami atau balon besar. Dalam memberikan
asuhan kebidanan, bidan dapat dibantu dan didukung oleh suami, anggota keluarga
ataupun sahabat ibu. Usaha yang dilakukan bidan agar ibu tetap tenang dan santai
selama proses persalinan berlangsung adalah dengan membiarkan ibu untuk
mendengarkan musik, membimbing ibu untuk mengeluarkan suara saat merasakan
kontraksi, serta visualisasi dan pemusatan perhatian. Kontak fisik yang dilakukan
pemberi asuhan/bidan dan pendamping persalinan memberi pengaruh besar bagi ibu.
Kontak fisik berupa sentuhan, belaian maupun pijatan dapat memberikan rasa
nyaman, yang pada akhirnya dapat mengurangi rasa nyeri saat persalinan. Bidan
mengajak pendamping persalinan untuk terus memegang tangan ibu, terutama saat
kontraksi, menggosok punggung dan pinggang, menyeka wajahnya, mengelus
rambutnya atau mungkin dengan mendekapnya. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh (Elin Supliyani, 2017) menunjukkan bahwa masase punggung
berpengaruh terhadap intensitas nyeri kala 1 persalinan, masase punggung pada ibu
bersalin akan menurunkan intensitas nyeri persalinan kala I. Selain itu Masase pada
punggung merangsang titik tertentu di sepanjang meridian medulla spinalis yang
ditransmisikan melalui serabut saraf besar ke formatio retikularis, thalamus dan
sistem limbic tubuh akan melepaskan endorfin. Endorfin merupakan
neurotransmitter atau neuromodulator yang menghambat pengiriman rangsang nyeri
dengan menempel kebagian reseptor opiat pada saraf dan sumsum tulang belakang
sehingga dapat memblok pesan nyeri ke pusat yang lebih tinggi dan dapat
menurunkan sensasi nyeri. Hal tersebut sesuai dengan penelitian (Aryani and
Evareny, 2015) yang menyatakan bahwa masase pada punggung berpengaruh
terhadap intensitas nyeri dan kadar endorfin ibu bersalin kala I fase laten persalinan
normal serta kadar endorfin berkorelasi dengan intensitas nyeri kala I fase laten
persalinan normal.
7)Penjahitan Perineum (jika diperlukan)
Proses kelahiran bayi dan placenta dapat menyebabkan berubahnya bentuk jalan
lahir, terutama adalah perineum. Pada ibu yang memiliki perineum yang tidak
elastis, maka robekan perineum seringkali terjadi. Robekan perineum yang tidak
diperbaiki, akan mempengaruhi fungsi dan estetika. Oleh karena itu, penjahitan
perineum merupakan salah satu kebutuhan fisiologis ibu bersalin. Dalam
melakukan penjahitan perineum, bidan perlu memperhatikan prinsip sterilitas dan
asuhan sayang ibu. Berikanlah selalu anastesi sebelum dilakukan penjahitan.
Perhatikan juga posisi bidan saat melakukan penjahitan perineum. Posisikan badan
ibu dengan posisi litotomi/dorsal recumbent, tepat berada di depan bidan. Hindari
posisi bidan yang berada di sisi ibu saat menjahit, karena hal ini dapat mengganggu
kelancaran dan kenyamanan tindakan.
8) Kebutuhan Akan Proses Persalinan Terstandart
Mendapatkan pelayanan asuhan kebidanan persalinan yang terstandar merupakan
hak setiap ibu. Hal ini merupakan salah satu kebutuhan fisiologis ibu bersalin,
karena dengan pertolongan persalinan yang terstandar dapat meningkatkan proses
persalinan yang alami/normal. Hal yang perlu disiapkan bidan dalam memberikan
pertolongan persalinan terstandar dimulai dari penerapan upaya pencegahan
infeksi. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan dengan
menggunakan sabun dan air mengalir dapat mengurangi risiko penularan infeksi
pada ibu maupun bayi. Dilanjutkan dengan penggunaan APD (alat perlindungan
diri) yang telah disepakati. Tempat persalinan perlu disiapkan dengan baik dan
sesuai standar, dilengkapi dengan alat dan bahan yang telah direkomendasikan
Kemenkes dan IBI. Ruang persalinan harus memiliki sistem pencahayaan yang
cukup dan sirkulasi udara yang baik. Dalam melakukan pertolongan persalinan,
bidan sebaiknya tetap menerapkan APN (asuhan persalinan normal) pada setiap
kasus yang dihadapi ibu. Lakukan penapisan awal sebelum melakukan APN agar
asuhan yang diberikan sesuai. Segera lakukan rujukan apabila ditemukan
ketidaknormalan.
b. Kebutuhan Psikologis
Kebutuhan psikologis ibu selama persalinan menurut Lesser dan Kenne meliputi:
Kehadiran seorang pendamping secara terus-menurus, penerimaan atas sikap dan
perilakunya, informasi dan kepastian tentang hasil persalinan aman. Kebutuhan
psikologis pada ibu bersalin merupakan salah satu kebutuhan dasar pada ibu
bersalin yang perlu diperhatikan bidan. Keadaan psikologis ibu bersalin sangat
berpengaruh pada proses dan hasil akhir persalinan. Kebutuhan ini berupa
dukungan emosional dari bidan sebagai pemberi asuhan, maupun dari pendamping
persalinan baik suami/anggota keluarga ibu. Dukungan psikologis yang baik dapat
mengurangi tingkat kecemasan pada ibu bersalin yang cenderung meningkat.
Dukungan psikologis yang dapat diberikan bidan untuk dapat mengurangi tingkat
kecemasan ibu adalah dengan membuatnya merasa nyaman. Hal ini dapat
dilakukan dengan: membantu ibu untuk berpartisipasi dalam proses persalinannya
dengan tetap melakukan komunikasi yang baik, memenuhi harapan ibu akan hasil
akhir persalinan, membantu ibu untuk menghemat tenaga dan mengendalikan rasa
nyeri, serta mempersiapkan tempat persalinan yang mendukung dengan
memperhatikan privasi ibu. Secara terperinci, dukungan psikologis pada ibu
bersalin dapat diberikan dengan cara:
1) Memberikan sugesti positif
2) Mengalihkan perhatian terhadap rasa sakit dan ketidaknyamanan selama
persalinan
3) Membangun kepercayaan dengan komunikasi yang efektif
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh (Diana Septi Anggraeni, 2014)
menyatakan bahwa Semakin baik dukungan yang diberikan oleh suami saat proses
persalinan, maka nyeri persalinan yang dirasakan ibu akan semakin berkurang. Hal
tersebut juga diperkuat oleh penelitian yang dilakukan (Defiany, 2013) yang
menyatakan bahwa terdapat antara pendamping persalinan dengan pengurangan
rasa nyeri. Menurut penelitian yang dilakukan (Yuanita and Santoso, 2012)
menyatakan bahwa pendampingan dan dukungan suami sangat berpengaruh
terhadap pengurangan rasa nyeri pada ibu bersalin kala I.
K. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan persalinan dilakukan secara APN 60 langkah. Langkah-langkah APN
terlampir
L. Proses Manajemen menurut Hellen Varney (1999)
Proses manajemen terdiri dari 7 langkah yang berurutan dimana setiap langkah
disempurnakan secara periodik. Proses dimulai pengumpulan data dasar dan berakhir dengan
evaluasi. Ketujuh langkah tersebut membentuk suatu kerangka lengkap yang dapat
diaplikasikan dalam situasi apapun. Ketujuh langkah manajemen kebidanan menurut varney
adalah sebagai berikut :
1. Langkah pertama pengumpulan data dasar
Langkah pertama dilakukan pengkajian dengan mengumpulkan semua yang diperlukan
untuk mengevaluasi keadaan klien secara lengkap yaitu riwayat kesehatan, pemeriksaan
fisik sesuai kebutuhanya, meninjau catatan terbaru atau catatan sebelumnya, meninjau
catatan laboratorium dan membandingkan dengan hasil studi.
2. Langkah kedua interprestasi data dasar
Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap diagnose atau masalah dan
kebutuhan klien berdasarkan interprestasi yang benar atas data-data yang dikumpulka.
Data dasar yang sudah dikumpulkan diiterprestasikan sehingga ditemukan masalah atau
diagnose yang spesifik. Kata masalah dan diagnose keduanya digunakan karena beberapa
masalah tidak dapat diselesaikan seperti diagnosa tetapi sungguh membutuhkan
penanganan yang dituangkan kedalam sebuah rencana asuhanterhadap klien
3. Langkah ketiga mengidentifikasi diagnose atau masalah potensial
Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial lain berdasarkan
rangkaian masalah dan diagnosa yang sidah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan
antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan sambil mengamati klien bidan
diharapkan dapat bersiap- siap bila diagnosa atau masalah potensial ini benar-benar
terjadi
4. Langkah keempat mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan yang memerlukan
penangan segera
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter untuk dikonsulkan atau
ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien
5. Langkah kelima merencanakan asuhan menyeluruh
Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh yang ditentukan oleh langkah-
langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap diagnosa
atau masalah yang tidak diitentifikasi atau diantisipasi, pada langkah ini informasi /data
dasar yang tidak lengkap dan dilengkapi
6. Langkah keenam melaksanakan perencanan
Pada langkah keenam ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang diuraikan pada langkah
kelima dilaksanakan secara efisien dan aman. Perencanan ini biasa dilakukan seluruhnya
oleh bidan atausebagian dilakukan oleh bidan dan sebagian lagi oleh klien atau anggota
tim kesehatan yang lain.
7. Langkah ketujuh evaluasi
Pada langkah ketujuh ini lakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang telah diberikan
meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar terpenuhi sesuai
dengan kebutuhan sebagaimanatelah diidentifikasi dalam masalah dan diagnosa. Rencana
tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar efektif dalam pelaksanaanya.

Anda mungkin juga menyukai