Anda di halaman 1dari 8

Tugas Mata Kuliah

Manajemen Sumber Daya Manusia


Dosen : Dr. Drs. H. Muh Alwy Arifin, M.Kes

TOPIK :
TINJAUAN REGULASI STR DAN PELAKSANAAN UJI KOMPETENSI
BAGI SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT (SKM)

Disusun oleh :
HASBULLAH (K012171146)
MUCHLISH (K012171130)

KONSENTRASI ADMINISTRASI KEBIJAKAN KESEHATAN


PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM PASCASARJANA
UNHAS
2018
TINJAUAN REGULASI STR DAN PELAKSANAAN UJI KOMPETENSI BAGI SKM

PENGANTAR

STR (Surat Tanda Registrasi) menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014

tentang Tenaga Kesehatan adalah bukti tertulis yang diberikan oleh konsil masing-

masing tenaga kesehatan kepada tenaga kesehatan yang telah diregistrasi.

Bukti tersebut baru bisa diberikan jika seorang tenaga kesehatan telah

melakukan registrasi. Registrasi sendiri merupakan pencatatan secara resmi terhadap

tenaga kesehatan yang telah memiliki Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat Profesi dan

telah mempunyai kualifikasi tertentu lain serta mempunyai pengakuan secara hukum

untuk menjalankan praktik. Dalam upaya pemberian pelayanan terhadap kesehatan,

tenaga kesehatan haruslah bersifat kompeten agar tidak menimbulkan sesuatu yang

tidak diinginkan pada saat bekerja di lapangan.

Tenaga kesehatan yang terdiri dari 13 jenis telah diatur dalam UU No. 36/2014,

terdapat jenis tenaga kesehatan masyarakat didalamnya. Yang terdiri dari enam jenis

tenaga kesehatan masyarakat. Dalam pelaksanaan kewajibannya untuk memberikan

pelayanan kepada masyarakat maka tenaga kesehatan haruslah teregistrasi yang telah

diatur dalam UU 36/2009 tentang kesehatan.

Registrasi diperlukan untuk menjamin kualitas tenaga kesehatan yang memiliki

kualitas yang baik dalan menjalankan kewenangannya sebagai tenaga kesehatan

(tenaga kesehatan yang berkompeten). Arti dari kompeten adalah tenaga kesehatan

yang memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan bidang ilmunya.


Dalam hal ini, konteks pemberian pelayanan kesehatan dapat dilakukan

dimanapun termasuk dalam bidang pekerjaan yang tempat kerjanya bukan di fasilitas

pelayanan kesehatan. Dengan adanya tenaga kesehatan yang teregistrasi, maka

masyarakat pun juga akan mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas.

Disisi lain, tenaga kesehatan tersebut tunduk atas aturan-aturan yang berlaku

termasuk perlindungan hukum jika nantinya ada hal-hal yang tidak diinginkan. Tenaga

kesehatan yang telah teregistrasi maka akan menerima surat tanda registrasi (STR)

yang dikeluarkan oleh pemerintah. Dalam surat tersebut terdapat nomor registrasi

sebagai tenaga kesehatan sesuai dengan kelompoknya. Dalam dunia kerja terdapat

Surat Izin praktik (SIP) / Surat Izin Kerja (SIK) merupakan surat izin untuk bekerja di

suatu wilayah kerja. Sehingga, SIK bagi tenaga kesmas ini dikeluarkan oleh

pemkab/pemkot dimana kita bekerja.

STR merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan SIK tersebut, sebab

semua pemkab/ pemkot ingin mendapatkan nakes yang berkompeten ketika melakukan

pelayanan kesehatan di wilayahnya. Sehingga kedepannya akan berlaku untuk pencari

kerja akan diminta SIK dalam perekrutan pegawainya.

PELAKSANAAN REGISTRASI NAKES

Registrasi tenaga kesehatan dilakukan oleh Kementrian Kesehatan yang amanahnya

dikelola oleh Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Kesehatan

(BPPSDM). Dalam registrasi nakes, BPPSDM saat ini memiliki tiga bagian yang

mengelola registrasi nakes bagi seluruh tenaga kesehatan yakni :


1. Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) yang bertugas untuk mengeluarkan registrasi

bagi Tenaga Kesehatan Kelompok Kedokteran (Dokter Umum dan Dokter Gigi).

2. KFN (Komite Farmasi Nasional) yang bertugas untuk melakukan registrasi bagi para

tenaga kesehatan kelompok farmasi.

3. Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI) yang bertugas untuk melakukan

registrasi bagi tenaga kesehatan selain medis dan farmasi.

Menurut UU 36/2014 maka semua tenaga kesehatan akan memiliki konsil

kesehatannya masing-masing. Namun untuk saat ini, Sarjana Kesehatan Masyarakat

berlabuh pada MTKI untuk melakukan urusan registrasi nakes.

Pada setiap Provinsi memiliki perpanjangan tangan MTKI yakni MTKP (Majelis

Tenaga Kesehatan Provinsi) yang sebagian besar terletak di Kantor Dinas Kesehatan

Provinsi. MTKP bertugas untuk pengumpulan berkas fisik registrasi nakes. Pengajuan

Registrasi Nakes dapat dilakukan secara online di mtki.kemkes.go.id.

Sehingga jika dapat dibuat dalam urutan Surat Tanda Registrasi dapat di tuliskan

sebagai berikut :

1. Melakukan pendaftaran online di kemkes.go.id sesuai dengan alur yang disediakan

oleh sistem. Dalam hal ini untuk pendaftaran melalui online, harus dipastikan bahwa

status mahasiswa kita telah lulus. Dapat dilihat di http://forlap.dikti.go.id/.

2. Melakukan pembayaran di bank (teller), bukan melalui ATM sebab dalam

pemberkasan nanti menyerahkan bukti transaksi PNBP (Penerimaan Negara Bukan

Pajak) yang berwarna kuning dari bank.

3. Mengantar berkas ke MTKP, dapat melalui pos atau diantar sendiri. Lebih baik

diantar sendiri untuk memastikan berkas sudah diterima. Dalam hal ini,
pemberkasan MTKP Tujuan dapat dilakukan pada MTKP sesuai MTKP; MTKP

Sesuai tempat Institusi Pendidikan, atau MTKP Tempat bekerja. Berkas yang

dikumpulkan antara lain Lembar Checklist pendaftaran, Foto 4×6 background

merah, FC KTP, FC IJAZAH Legalisir, Serkom (Bagi ners, Perawat dan bidan),

Surat keterangan sehat dari dokter yg memiliki SIP (Surat Izin Praktik), Slip kuning

pembayaran PNBP melalui Bank BRI.

4. Memonitor progress berkas melalui online. Kemungkinan STR jadi dalam waktu 8

bulan. Semakin cepat berkas diterima MTKP, maka semakin cepat STR diurus oleh

MTKI.

Menurut UU Nakes 36/2014, STR berlaku selama 5 tahun dan dapat

diperpanjang setiap 5 tahunnya bagi WNI, namun bagi WNA, STR berlaku hanya 1

tahun dan dapat diperpanjang hanya 1 tahun. Sehingga izin WNA untuk bekerja di

Indonesia hanya 2 tahun plus perpanjangan STR yang diikuti.

Untuk proses perpanjangan STR, maka dapat dilakukan dengan 3 cara yakni

melakukan uji kompetensi ulang (baru berlaku bagi perawat, bidan, ners), pengajuan

ulang (bagi non perawat, non bidan, non ners) serta melakukan portofolio

(pengumpulan beberapa berkas pendukung bahwa kita telah melakukan

pengembangan kompetensi, seperti telah melakukan seminar, mendapat SKP,

melakukan pelayanan kesehatan, dll). Untuk proses portofolio, belum mendapatkan

sistem yang berlaku bagi tenaga kesmas.


PERMASALAHAN STR dan UKSKMI

Dalam Undang-Undang Nomor 36 tahun 2014, disebutkan bahwa salah satu

pengelompokan tenaga kesehatan adalah tenaga kesehatan masyarakat, dimana

Sarjana Kesehatan Masyarakat (dengan beragam peminatannya) termasuk di

dalamnya. Di pasal lain (Pasal 44 ayat 1) dari undang-undang ini, disebutkan bahwa

setiap tenaga kesehatan yang menjalankan praktik wajib memiliki STR. Lebih lanjut,

dalam pasal 44 ayat 3 disebutkan bahwa salah satu persyaratan STR adalah memiliki

sertifikat kompetensi atau sertifikat profesi.

Untuk mendapatkan sertifikat kompetensi atau sertifikat profesi, harus terlebih

dahulu lulus uji kompetensi (UU 36/2014, pasal 21 ayat 5 dan 6). Penjelasan lebih lanjut

terkait syarat uji kompetensi, tertuang dalam UU 36/2014, pasal 21 ayat 1 bahwa uji

kompetensi diperuntukkan bagi mahasiswa bidang kesehatan pada akhir “masa

pendidikan profesi dan vokasi”.

Sesuai Undang-Undang Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi pasal

15 ayat 1, SKM dan calon SKM merupakan mahaiswa pendidikan akademik sama

seperti S.Kep. S.Ked, dan S.Farm. Penjelasan detail terkait perbedaan pendidikan

akademik, vokasi dan profesi, tertuang pada pasal 15 ayat 1 untuk akademik, pasal 16

ayat 1 untuk vokasi dan pasal 17 ayat 1 untuk profesi.

Hal itu selaras dengan turunan dari UU 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi,

berupa Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Pendidikan Nomor 36 tahun

2013 tentang uji kompetensi bagi mahasiswa perguruan tinggi bidang kesehatan.

Selama ini pedoman inilah yang digunakan sebagai dasar hukum dan memenuhi
amanat uji kompetensi bagi SKM, sebagaimana pasal 4 ayat 2 secara jelas tertulis

untuk peserta didik pada pendidikan vokasi dan pendidikan profesi.

Dalam Permendikbud Nomor 81 tahun 2014 tentang Ijazah, Sertifikat

Kompetensi dan Sertifikat Profesi Pendidikan Tinggi, yang terbit pada 20 Agustus 2014,

sebagai revisi dari Permendikbud No 83 Tahun 2013 tentang Tentang Sertifikat

Kompetensi. Dalam pasal 1 ayat 2 (ketentuan umum), disebutkan bahwa Sertifikat

Kompetensi adalah dokumen pengakuan kompetensi atas prestasi lulusan yang sesuai

dengan keahlian dalam cabang ilmunya dan/atau memiliki prestasi di luar program

studinya.

Dalam penjelasan pasal 14 dan 15, secara eksplisit tidak menyebutkan bahwa

sertifikat kompetensi diperuntukkan hanya untuk pendidikan vokasi dan profesi. Dalam

pasal 15 ayat 1h, menyebutkan jenis pendidikan akademik juga termasuk yang

mendapatkan sertifikat kompetensi.

Dari hasil kajian Permendikbud Nomor 81 tahun 2014 tentang Ijazah, Sertifikat

Kompetensi dan Sertifikat Profesi Pendidikan Tinggi (tanggal terbit 20 Agustus 2014),

dapat disimpulkan bahwa simpulkan bahwa aturan ini bersifat umum, yang mengatur

salah satunya tentang sertifikat kompetensi.

Pada tanggal 2 Maret 2016, Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi,

Mohamad Nasir mengeluarkan peraturan yang lebih khusus lagi, terkait pelaksanaan uji

kompetensi mahasiswa bidang kesehatan yaitu Permenristekdikti Nomor 12 tahun 2016

tentang Tata Cara Pelaksanaan Uji Kompetensi Mahasiswa Bidang Kesehatan. Dalam

peraturan tersebut, pasal 4 ayat 3, dengan sangat jelas disebutkan bahwa “Peserta Uji
Kompetensi berasal dari mahasiswa yang telah menempuh pendidikan program vokasi

dan program profesi.”

Dari uraian tersebut, nampak bahwa uji kompentensi bagi mahasiswa di bidang

kesehatan, diperuntukkan bagi mahasiswa bidang kesehatan pada akhir “masa

pendidikan profesi dan vokasi”. Acuannya sangat jelas dan mengikat, yaitu UU 36/2014

tentang Tenaga Kesehatan, UU 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi, dan yang

kemudian secara teknis terkait uji kompetensi dituangkan dalam Permenristekdikti

Nomor 12 tahun 2016 tentang Tata Cara Pelaksanaan Uji Kompetensi Mahasiswa

Bidang Kesehatan.

REKOMENDASI

Berdasarkan hal tersebut, maka kami menyarankan :

1. Morotarium (Penundaan/Penangguhan) STR bagi Tenaga Kesmas

Menunda atau menangguhkan STR bagi tenaga kesmas atau SKM, agar masalah

yang menjadi persyaratan STR (sertifikat kompetensi dan sumpah profesi), tidak

semakin dipaksakan dan berdampak meluas.

2. Bila moratorium tidak dapat dilaksanakan, maka diusulkan meniadakan syarat

sertifikat kompetensi dan sumpah profesi STR bagi tenaga Kesmas,

Anda mungkin juga menyukai