A. Pendahuluan
Berpikir merupakan suatu aktivitas mental untuk membantu memecahkan masalah, membuat
keputusan, atau memenuhi rasa keingintahuan. Kemampuan berpikir terdiri dari dua yaitu
kemampuan berpikir dasar dan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Kemampuan berpikir dasar
(lower order thinking) hanya menggunakan kemampuan terbatas pada hal-hal rutin dan bersifat
mekanis, misalnya menghafal dan mengulang-ulang informasi yang diberikan sebelumnya.
Sementara, kemampuan berpikir tinggi (higher order thinking) membuat siswa untuk
mengintrepretasikan, menganalisa atau bahkan mampu memanipulasi informasi sebelumnya
sehingga tidak monoton. Kemampuan berpikir tinggi (higher order thinking) digunakan apabila
seseorang menerima informasi baru dan menyimpannya untuk kemudian digunakan atau disusun
kembali untuk keperluan pemecahan masalah berdasarkan situasi.
Permen 22 Tahun 2006 (tentang Standar Isi) menyatakan bahwa mata pelajaran matematika
diberikan kepada semua peserta didik untuk membekali mereka dengan kemampuan berpikir
logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Oleh karena itu
sangat diperlukan peningkatan keterampilan berpikir tingkat tinggi yang merupakan salah satu
prioritas dalam pembelajaran matematika sekolah.
Secara umum, keterampilan berpikir terdiri atas empat tingkat, yaitu: menghafal (recall thinking),
dasar (basic thinking), kritis (critical thinking) dan kreatif (creative thinking) (Krulik & Rudnick,
1999). Tingkat berpikir paling rendah adalah keterampilan menghafal (recall thinking) yang terdiri
atas keterampilan yang hampir otomatis atau refleksif. Tingkat berpikir selanjutnya adalah
keterampilan dasar (basic thinking). Keterampilan ini meliputi memahami konsep-konsep seperti
penjumlahan, pengurangan dan sebagainya termasuk aplikasinya dalam soal-soal.
Berpikir kritis adalah berpikir yang memeriksa, menghubungkan, dan mengevaluasi semua aspek
dari situasi atau masalah. Termasuk di dalamnya mengumpulkan, mengorganisir, mengingat, dan
menganalisa informasi. Berpikir kritis termasuk kemampuan membaca dengan pemahaman dan
mengidentifikasi materi yang dibutuhkan dan tidak dibutuhkan. Ini juga berarti mampu menarik
kesimpulan dari data yang diberikan dan mampu menentukan ketidakkonsistenan dan
pertentangan dalam sekelompok data. Berpikir kritis adalah analitis dan refleksif.
Berpikir kreatif sifatnya orisinil dan reflektif. Hasil dari keterampilan berfikir ini adalah sesuatu
yang kompleks. Kegiatan yang dilakukan di antaranya menyatukan ide, menciptakan ide baru,
dan menentukan efektifitasnya. Berpikir kreatif meliputi juga kemampuan menarik kesimpulan
yang biasanya menemukan hasil akhir yang baru.
Dua tingkat berpikir terakhir inilah (berpikir kritis dan berpikir kreatif) yang disebut sebagai
keterampilan berpikir tingkat tinggi yang harus dikembangkan dalam pembelajaran matematika.
Dalam hal ini akan dibahas mengenai kemampuan berpikir kritis dalam pembelajaran
matematika.
B. Pengertian Berfikir Kritis
Istilah berpikir kritis (critical thinking) sering disamakan artinya dengan berpikir konvergen,
berpikir logis (logical thinking) dan reasoning. R.H Ennis, dalam Hassoubah (2004),
mengungkapkan bahwa berpikir kritis adalah berpikir secara beralasan dan reflektif dengan
menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan. Oleh
karena itu, indikator kemampuan berpikir kritis dapat diturunkan dari aktivitas kritis siswa sebagai
berikut.
1. Mencari pernyataan yang jelas dari setiap pertanyaan.
2. Mencari alasan.
3. Berusaha mengetahui informasi dengan baik.
4. Memakai sumber yang memiliki kredibilitas dan menyebutkannya.
5. Memperhatikan situasi dan kondisi secara keseluruhan.
6. Berusaha tetap relevan dengan ide utama.
7. Mengingat kepentingan yang asli dan mendasar.
8. Mencari alternatif.
9. Bersikap dan berpikir terbuka.
10. Mengambil posisi ketika ada bukti yang cukup untuk melakukan sesuatu.
11. Mencari penjelasan sebanyak mungkin apabila memungkinkan.
12. Bersikap secara sistimatis dan teratur dengan bagian-bagian dari keseluruhan masalah.
Indikator kemampuan berpikir kritis yang diturunkan dari aktivitas kritis no. 1 adalah mampu
merumuskan pokok-pokok permasalahan. Indikator yang diturunkan dari aktivitas kritis no. 3, 4,
dan 7 adalah mampu mengungkap fakta yang dibutuhkan dalam menyelesaikan suatu masalah.
Indikator yang diturunkan dari aktivitas kritis no. 2, 6, dan 12 adalah mampu memilih argumen
logis, relevan dan akurat. Indikator yang diturunkan dari aktivitas kritis no. 8 dan 10, dan 11
adalah mampu mendeteksi bias berdasarkan pada sudut pandang yang berbeda. Indikator yang
diturunkan dari aktivitas kritis no. 5 dan 9 adalah mampu menentukan akibat dari suatu
pernyataan yang diambil sebagai suatu keputusan.
Menurut R. Swartz dan D.N. Perkins dalam Hassoubah (2004: 86) menyatakan bahwa berpikir
kritis berarti:
1. Bertujuan untuk mencapai penilaian yang kritis terhadap apa yang akan diterima atau apa
yang akan dilakukan dengan alasan yang logis.
2. Memakai standar penilaian sebagai hasil dari berpikir kritis dalam membuat keputusan.
3. Menerapkan berbagai strategi yang tersusun dan memberikan alasan untuk menentukan
serta menerapkan standar tersebut.
4. Mencari dan menghimpun informasi yang dapat dipercaya untuk dipakai sebagai bukti yang
mendukung suatu penilaian.
Dalam rangka mengetahui bagaimana mengembangkan berpikir kritis pada diri seseorang, R.H
Ennis dalam Hassoubah (2004: 87) memberikan sebuah definisi berpikir kritis adalah berpikir
secara beralasan dan reflektif dengan menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang
harus dipercayai atau dilakukan. Tujuan dari berpikir kritis adalah agar dapat menjauhkan
seseorang dari keputusan yang keliru dan tergesa-gesa sehingga tidak dapat
dipertanggungjawabkan.
Selanjutnya Beyer dalam Hassoubah (2004), menyatakan bahwa kemampuan berpikir kritis ini
meliputi keterampilan untuk menentukan kredibilitas suatu sumber, membedakan antara yang
relevan dan yang tidak relevan, membedakan fakta dari penilaian, mengidentifikasi dan
mengevaluasi asumsi yang tidak terucapkan, mengidentifikasi bias yang ada, mengidentifikasi
sudut pandang, mengevaluasi bukti yang ditawarkan. Selanjutnya Tyler dalam Redhana (2003:
13-14) berpendapat bahwa pengalaman atau pembelajaran yang memberikan kesempatan
kepada siswa untuk memperoleh keterampilan-keterampilan dalam pemecahan masalah dapat
merangsang keterampilan berpikir kritis siswa. Pertukaran gagasan yang aktif didalam kelompok
kecil tidak hanya menarik perhatian siswa tetapi juga dapat mempromosikan pemikiran kritis.
Kerjasama dapat memberi kesempatan kepada siswa untuk terlibat dalam diskusi, bertanggung
jawab terhadap pelajaran sehingga dengan begitu mereka menjadi pemikir yang kritis (Totten
dalam Gokhale 2002).
Berpikir kritis tidak sama dengan mengakumulasi informasi. Seorang dengan daya ingat baik dan
memiliki banyak fakta tidak berarti seorang pemikir kritis. Seorang pemikir kritis mampu
menyimpulkan dari apa yang diketahuinya, dan mengetahui cara memanfaatkan informasi untuk
memecahkan masalah, and mencari sumber-sumber informasi yang relevan untuk dirinya.
Berpikir kritis tidak sama dengan sikap argumentatif atau mengecam orang lain. Berpikir kritis
bersifat netral, objektif, tidak bias. Meskipun berpikir kritis dapat digunakan untuk menunjukkan
kekeliruan atau alasan-alasan yang buruk, berpikir kritis dapat memainkan peran penting dalam
kerja sama menemukan alasan yang benar maupun melakukan tugas konstruktif. Pemikir kritis
mampu melakukan introspeksi tentang kemungkinan bias dalam alasan yang dikemukakannya.
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa berpikir kritis merupakan kemampuan
menelaah atau menganalisis suatu sumber, mengidentifikasi sumber yang relevan dan yang tidak
relevan, mengidentifikasi dan mengevaluasi asumsi, menerapkan berbagai strategi untuk
membuat keputusan yang sesuai dengan standar penilaian.
C. Unsur-unsur Dasar Berpikir Kritis
Menurut Ennis (1996:364) terdapat 6 unsur dasar dalam berpikir kritis yang disingkat menjadi
FRISCO:
- F (Focus)
Untuk membuat sebuah keputusan tentang apa yang diyakini maka harus bisa
memperjelas pertanyaan atau isu yang tersedia, yang coba diputuskan itu mengenai apa.
- R (Reason)
Mengetahui alasan-alasan yang mendukung atau melawan putusan-putusan yang dibuat
berdasar situasi dan fakta yang relevan.
- I (Inference)
Membuat kesimpulan yang beralasan atau menyungguhkan. Bagian penting dari langkah
penyimpulan ini adalah mengidentifikasi asumsi dan mencari pemecahan, pertimbangan
dari interpretasi akan situasi dan bukti.
- S (Situation)
Memahami situasi dan selalu menjaga situasi dalam berpikir akan membantu memperjelas
pertanyaan (dalam F) dan mengetahui arti istilah-istilah kunci, bagian-bagian yang relevan
sebagai pendukung.
- C (Clarity)
Menjelaskan arti atau istilah-istilah yang digunakan.
- (Overview)
Melangkah kembali dan meneliti secara menyeluruh keputusan yang diambil.
Untuk menilai kemampuan berpikir kritis Watson dan Glaser (1980) melakukan pengukuran
melalui tes yang mencakup lima buah indikator, yaitu mengenal asumsi, melakukan inferensi,
deduksi, interpretasi, dan mengevaluasi argumen. Joko Sulianto (2011) mengatakan bahwa
kemampuan berpikir kritis sebagai bagian dari keterampilan berpikir perlu dimiliki oleh setiap
anggota masyarakat, sebab banyak sekali persoalan-persoalan dalam kehidupan yang harus
dikerjakan dan diselesaikan.
Dari hasil penelitian, L. M. Sartorelli dan R. Swartz dalam Hassoubah (2004: 96-110), beberapa
cara meningkatkan keterampilan berpikir kritis diantaranya adalah dengan meningkatkan daya
analisis dan mengembangkan kemampuan observasi/mengamati.
Menurut Christensen dan Marthin dalam Redhana (2003: 21) bahwa strategi pemecahan
masalah dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan kemampuan siswa dalam
mengadaptasi situasi pembelajaran yang baru. Tyler dalam Redhana (2003: 21) berpendapat
bahwa pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperoleh
keterampilan-keterampilan dalam pemecahan masalah akan meningkatkan kemampuan berpikir
siswa.
F. Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis dalam Pembelajaran Matematika
Menurut Bonnie dan Potts (2003) secara singkat dapat disimpulkan bahwa beberapa “ciri khas”
pembelajaran berpikir kritis meliputi : (1) Meningkatkan interaksi antar siswa, (2) Dengan
mengajukan pertanyaan open-ended, (3) Memberikan waktu yang memadai kepada siswa untuk
memberikan refleksi terhadap pertanyaan yang diajukan atau masalah-masalah yang diberikan,
dan (4) Teaching for transfer (Mengajar untuk dapat menggunakan kemampuan yang baru saja
diperoleh terhadap situasi-situasi lain dan terhadap pengalaman sendiri yang para siswa miliki).
Kegiatan yang dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa adalah dengan
menjawab pertanyaan-pertanyaan inovatif: Adakah Cara lain? (What’s another way?),
Bagaimana jika…? (What if …?), Manakah yang salah? (What’s wrong?), dan Apakah yang akan
dilakukan? (What would you do?) (Krulik & Rudnick, 1999).
a. Adakah cara lain?
Dalam pertanyaan dibuat kondisi soal tetap, tidak berubah kemudian fokuskan pada problem,
serta siswa diminta untuk mengerjakan soal tersebut dengan cara lain. Hal ini dapat melatih
ketrampilan berfikir kritis pada siswa.
Misalnya : Seorang anak memiliki sejumlah uang logam yang terdiri dari mata uang dua ratusan
dan lima ratusan. Jumlah uang seluruhnya adalah Rp. 7.600,00. Jika anak itu mempunyai 20
keping uang logam. Berapa keping masing-masing uang logam? Adakah cara lain untuk
mengerjakan soal dengan jawaban yang sama?
b. Bagaimana jika...?
Dalam pertanyaan ini apabila kondisi soal berubah maka berpengaruh pada jawaban soal,
kemudian siswa menganalisis soal yang berubah tersebut. Hal ini melatih ketrampilan berfikir
kritis pada siswa.
Misalnya : Dalam sebuah kantong terdapat 12 bola merah, 8 bola ungu, dan 6 bola biru. Pada
pengambilan pertama secara acak diperoleh bola ungu dan tidak dikembalikan. Tentukan
peluang terambilnya bola merah pada pengambilan kedua?
Jawaban : P(M) =
Kemudian ajukan pertanyaan Bagaimana jika bola ungu pada pengambilan pertama
dikembalikan? Berapa peluang terambilnya bola merah pada pengambilan kedua
c. Manakah yang salah?
Dalam pertanyaan ini Disajikan soal dan jawabannya, tetapi jawaban tersebut memuat kesalahan
misalnya pada konsep atau perhitungan kemudian siswa diminta mencari kesalahan,
memperbaiki, menjelaskan, dan memperbaiki. Hal ini dapat melatih ketrampilan berfikir kritis
pada siswa.
d. Apakah yang akan dilakukan?
Setelah menyelesaikan, siswa diminta membuat keputusan misalnya lewat gagasan atau
pengalaman pribadi siswa, kemudian siswa juga harus menjelaskan dasar keputusannya. Hal ini
dapat melatih ketrampilan berfikir kritis.
Misalnya : Andi ditawari oleh temannya untuk memilih salah satu dari dua minuman ringan.
Minuman yang pertama dengan merk “X” berbentuk tabung dengan jari-jari 7 cm dan tinggi 16
cm. Minuman yang kedua dengan merk “Y” berbentuk balok dengan berukuran . Minuman merk
apa yang harus Andi pilih ? Mengapa ?
DAFTAR PUSTAKA
Bonnie dan Potts. (2003). Strategies for Teaching Critical Thinking. Practical Assesment, Research &
Evaluation. [online]. Tersedia: http ://edresearch.org/pare/getvn.asp?v=4&n=3 [2 Juli 2003].
Ennis, R. H (1996). Critical Thinking. USA : Prentice Hall, Inc.
Gokhale. Anuradha A. 2002. Collaborative Learning Enhances Critical Thinking. http:// scholar. lib. vt. Edu/
enjournals/ JTE.
Hassoubah, Izhab Zaleha. 2004. Developing Creatif and Critical Thinking Skill (Cara Berpikir Kreatif dan
Kritis). Nuansa: Bandung.
Joko, Sulianto. 2011. Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan
berpikir Kritis pada siswa Sekolah Dasar. Artikel diambil dari http://www.dikti.go.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=1867%3Apendekatan-kontekstual-dalam-pembelajaran-
matematika-untuk-meningkatkan-berpikir-kritis-pada-siswa-sekolah-dasar&catid=159%3Aartikel-
kontributor&Itemid=160 [diakses 15 April 2011].
Krulik, S & Rudnick. 1999.” Innovative Taks to Improve Critical and Creative Thinking Skills. Develoving
Mathematical Raesoning in Grades K-12”, pp.138-145.
Permen 22 thn 2006. Depdiknas. Jakarta.
Redhana, I Wayan. 2003. Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Melalui Pembelajaran Kooperatif
Dengan Strategi Pemecahan Masalah. Jurnal Pendidikan Dan Pengajaran XXXVI. II: 11-21.
Watson, G dan Glaser, E. M. (1980). Critical Thinking Appraisal. New York: Harcourt Brace Jovanovich, Inc.