Anda di halaman 1dari 13

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam agama Islam thaharah atau nadlafah artinya bersih atau suci. Maka dari itu
segala seluk beluknya termasuk bagian ilmu dan amalan yang penting terutama karena
diantara syarat sholat yang ditetapkan bahwa seseorang yang akan mengerjakan sholat
diwajibkan suci dari hadst dan suci pula dari pakaian, badan, dan tempat dari najis
mukhafafah, mutawasithah, mughOlatoh. Thaharah perlu dibahas pertama kali karena
merupakan kunci pertama kali sebelum membahas materi selanjutnya. Oleh karena itu
thaharah, najis, wudhlu dan mandi saling berkesinambungan..

B. Rumusan Masalah

1. Pengertian Thaharah

2. Macam-Macam Air

3. Macam-Macam Najis

4. Wudhu dan Mandi

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Thaharah

Thaharah secara bahasa berarti bersih atau suci. Sedangkan secara syara’
berarti mengerjakan sesuatu, dimana tidak akan sah suatu ibadah (sholat, puasa dll)
kecuali dengan melakukannya terlebih dahulu. Sehingga thaharah itu juga menjadi
salah satu kunci untuk sahnya ibadah berikutnya. Mengingat karena air itu adalah
merupakan alat bersuci, makaperlu menjelaskan macam-macam air yaitu air hujan, air
laut (air asin), air sungai (air tawar), air sumur, air sumber, air es, air embun. Dari
ketujuh macam-macam air diatas maka dibagi menjadi dua yaitu air yang datang dari
langit dan air dari bumi. Namun menurut asalnya semua air itu adalah dari langit.

Firman Allah swt :

‫ب التوتوواربيِنن يِمرح ب‬
‫ب اللوهن إرون‬ ‫ا لممتنطنهرريِنن نويِمرح ب‬
Artinya: “Sesngguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai
orangt-orang yang menyucikan diri.” (Al-Baqarah 222)

Perihal bersuci meliputi beberapa perkara berikut:

a. Alat bersuci seperti air, batu, dsb

b. Kasiat bersuci

c. Macam dan jenis-jenis najis yang perlu disucikan

d. Benda yang wajib di sucikan

e. Sebab-sebab atau keadaan yang menyebabkan wajib bersuci

 Thaharah atau bersuci ada dua bagian

1. Bersuci dari hadast, yaitu khusus untuk badan seperti mandi, wudhu, tayamum

2
2. Bersuci dari najis yaitu untuk badan, pakaian, dan tempat1.

B. Macam-Macam Air

Pembagian air ada 4 macam:

1. Air Mutlak

Air mutlak hukumnya ialah bahwa ia suci lagi menyucikan, artinya bahwa
ia suci pada dirinya dan menyucikan bagi lainnya, tidak makruh memakainya
jauh dari adanya qoyyid(ikatan). Di dalamnya termasuk macam-macam air
mutlak yaitu:

a. Air hujan, salju atau es, dan air embun, berdasarkan firman Allah
Ta’ala:

‫سنماَرء رمنن نعلنليِمكلم نويِمتنُنتهزمل‬


‫برره لريِمطنهنرمكلم نماَءء ال و‬
Artinya : “ Dan diturunkannya padamu hujan dari langit untuk
menyucikanmu” (al-Anfal:11)

َ‫سنماَرء رمنن نوأننَلتنزلننُا‬


‫طنمهوءرا نماَءء ال و‬
Artinya : ”Kami turunkan dari langit air yang suci lagi mensucikan”

(Al-Furqon: 48)

b. Air Laut

Berdasarkan hadist Abu Hurairah R.A: ada seorang laki-laki


menanyakan kepada Rasulullah, ya Rasulullah, kamin biasa berlayar di
lautan, dan hanya membawa sedikit air. Jika kami paki air itu untuk
berwudhu kami akan kehausan, maka bolehkah kami berwudhu dengan
air laut?

Berkatalah Rasulullah SAW:

‫مهنو الطومهو مرنماَمؤهم ا لرحبد نمليِتنتمهم‬

1
Rasjid Sulaiman. Fiqih Islam. 2000. Bandung. Hal 13. Sinar baru Al gesindo
3
Artinya : ” Laut itu airnya suci lagi mensucikan, dan bangkainya halal
dimakan”

Dalam hal ini, Rasulullah tidak mengatakan “ya” dengan tujuan


untuk menyataka illat atau alasan bagi hukum, yaitu kesucian seluas-
luasnya disamping itu ditambahkannya keterangan mengenai hokum,
yang tak ditanya agar lebih bermanfaat.

c. Air Telaga

Karena apa yang diriwayatan dari Ali r.a. artinya bahwa


Rasulullah SAW. Meminta sumber penuh dari air zam-zam, lalu di
minumnya sedikit dan di pakinya buat berwudhu

d. Air yang berubah disebabkan lama tergenang atau tidak mengalir, atau
disebabkan bercampur dengan apa yang menurut galibnya tak terpisah
dari air seperti bunga dan daun-daun kayu, maka menurut kesepakatan
ulama, air itu tetap termasuk air mutlak. Alasannya bahwa setiapa air
yang dapat disebut air secara mutlak tanpa kait, boleh dipakai untuk
bersuci

Firman Allah Ta’ala:

‫فنتتنتيِنوممموا نماَءء تنرجمدوا فنتلنلم‬


Artinya : ” Jika kamu tiada memperoleh air, maka bertayammumlah
kamu!” (Al-Maidah: 6)

2. Air Musta’mal ( yang terpakai)

Air musta’mal yaitu air yang telah terpisah dari anggota-anggota orang
yang berwudhu dan mandi hukumnya suci lagi menyucikan sebagai halnya air
mutlak, tanpa berbeda sedikitpun, mengingat asalnay yang suci, sedangkan
tiada dijumpai alasan yang mengeluarkannya dari kesucian itu.

Dari hadist Abu Hurairah ra.

‫س‬ ‫ر رو ر‬
‫مسلبنحاَنن ال إن ا لمملؤمنن لن يِنتلنُنج م‬
4
“maha suci Allah, orang mukmin itu vtak mungkin najis.” (H.R. jama’ah).

Jika air bersentuhan dengan orang mukmin yang dalam hadist


dikatakan bahwa dia tidak mungkin najis maka tak ada alasan menyatakan
bahwa air itu kehilangan kesuciannya.

3. Air yang bercampur dengan barang yang suci

Yaitu air yang misalnya bercampur dengan sabun, bunga, tepung dan
lain yang biasanya terpisah dari air. Hukunya tetap mensucikan selama
kemutlakannya masih terpelihara. Jika sudah tidak, hingga ia tak dapat lagi
dikatakan air mutlak, maka hukumnya ialah suci pada dirinya, tidak
mensucikan bagi lainnya.

‫ندنختنل نع نلليِتنُتنتاَ نرمستتومل اللوتره صتتلى الت عليِتته وستتلم رحليِتنن تمتموفهتيِن ل‬
‫ الغرستللنُنتنهاَ ثنلنثتءتاَ أنلو‬: ‫ت ابلتنُنتنتهم فنتنقتتاَنل‬

‫ر‬
َ‫ أنلو نشتليِءئا‬- ‫خيِ تنرةر نكتاَفمتلوءرا‬ ‫ر‬ ‫ء ر‬ ‫ساَ أنلو أنلكثْنتنر رملن نذلر ن‬
‫ برنماَء نوسلدءر نوالجنعلنن فتيِ اللن ل‬- ‫ إرلن نرأنيِلتتمنن‬- ‫ك‬ ‫نخلم ء‬
- ‫ أنلشترعلرنَنتنهاَ إريِوتهم‬: ‫ُ فنأنلعنطاَنَتنتاَ رحلقتنوهم نوقتنتاَنل‬,‫ فنترإنذا فنتنرلغتمتون فتنتآَرذنَورنُيِ فنتلنومتاَ فنتنرلغتنن آنذنَوتاَمه‬- ‫رملن نكاَفمتلوءر‬

(‫تنتلعرنُيِ إرنزانرهم )رواه الجاَعم‬


“Artinya: telah masuk ke ruangan kami Rasulullah s.a.w. ketika wafat
puterinya, zainab, lalu katanya: “mandikanlah ia tiga atau lima kali atau
lebih banyak lagi jika kalian mau, dengan air dan daun bidara, dan
campurlah yang penghabisan dengan kapur barus atau sedikit dari padanya.
Jika telah selesai beritahukanlah padaku.” Maka setelah selesai, kami
sampaikanlah kepada Nabi. Diberikannyalah kepada kami kainnya serta
katanya: “Balutlah pada rambutnya!” Maksudnya kainnya itu. (H.R.
Jama’ah)

4. Air yang bernajis

Pada macam air ini terdapat 2 keadaan:

5
1. Bila najis itu merubah salah satu di antara rasa, warna/ baunya. Dalam
keadaan ini para ulama sepakat bahwa air itu tidak dapat dipakai untuk
bersuci sebagai disampaikan oleh Ibnul Mudzir dan Ibnul mulqin

2. Bila air tetapa dalam keadaan mutlak, dengan arti salah satu diantara suci
dan mensucikan, biar sedikit/ banyak.

C. Macam-Macam Najis

Macam-macam najis itu ada 3 yaitu:

1. Najis Mugholladzah

Yaitu najisnya anjing dan babi, termasuk ingus dan keringatnya, demikian pula
binatang yang di peranakkan dari kedua binatang itu sekalipun dengan binatang
yang suci. Misalkan anjing atau babi di kawinkan dengan kambing, lalu
mempunyai anak, maka anaknya itu juga termasuk najis mugholladzah2.

Sedangkan untuk menyucikanya yaitu dengan membasuh tempat yang terkena


najis itu sebanyak tijuh kali, salah satu dari tujuh kali itu dengan menggunakan
debu yang suci.

2. Najis Mukhafafah

Yaitu najis yang hukumnya ringan seperti air kencingnya bayi laki-laki yang
hanya minum air susu ibu dan belum mencapai umur dua tahun.

Sedangka untuk menyucikannya cukup dengan memercikkan air ketempat yang


najis dengan air suci3.

َ‫ب غنلسمل بنتلولنليِرهنما‬ ‫ر‬ ‫ش رملن بنتلورل ا لغملنرم أنوماَ ال و ر‬


‫سمل رمنن بنتلورل ا لنجاَريِنرة نويِمتنر ب‬
‫صبيِوةم نوا لمخلنُنثْى فنتيِنج م‬ ‫يِمتغل ن‬

2
Abdai Rathomy.M. Permulaan fiqih jilid 3. Hal 15. Tb Imam. Surabaya
3
Umar abdul ja’far. Mabadil fiqh. Juz 4. Hal 5
6
Artinya” basuhlah air kencingnya bayi perempuan dan percikkanlah air untuk bayi
laki-laki) adapun untuk bayi perempuan dan bayi wandu dengan dibasuh
kencingnya.”

3. Najis Mutawassithoh

Yaitu najis yang hukumnya di tengah-tengah (tidak ringan juga tidak berat)

Najis mutawassitoh di bagi menjadi 2:

1. Najis Hukmiah

Yaitu najis yang tidak tampak bendanya, tidak berasa, tidak berbau, tidak
berwarna, seperti air kencing selain anak kecil apabila telah kering dan tidak
ada sifatnya sama sekali air kencing tadi.

Cara menyucikannya yaitu dengan membasuh najis dengan air sekalipun


hanya satu kali saja4.

2. Najis Ainiyah

Yaitu najis yang ada bendanya, atau rasa, warna ataupun baunya,
seperti darah, muntahan, barang yang memabukkan, bangkai dengan seluruh
bagian-bagiannya (kecuali ayat manusia, bangkai ikan dan bangkai belalang)

Cara menyucikannya yaitu dengan membasuh tempat yang terkena najis


sampai hilang bena, rasa, baud an warnanya.

D. Wudhu

Syarat-Syarat Wudhu

1. Islam

2. Mumayyis

3. Tidak ada penghalang di atas anggota-anggota wudhu yang mencegah sampainya


air ke kulit, seperti cat, kuteks.

4
Abdai Rathomy. Muhammad. Fiqh jilid 3.TB. Imam: Surabaya. Hal 16
7
4. Menggunakan air yang suci menyucikan

5. Tidak berhadst besar

 Fardhu-Fardhu nya Wudhu

1. Niat ketika membasuh bagian pertama dari wajah

2. Membasuh wajah yaitu mulai dari tempat tumbuhnya rambut sampai ke ujung
dagu dan dari telinga satu ke telinga yang lain.

3. Membasuh dua tangan sampai siku-sikunya. Apabila seseorang tidak mempunyai


dua siku-siku maka pembasuhan dapat dilakukan dengan cukup membasuh
dengan memperkirakan saja, misal: rambut(bulu), kuku, anak jari tambahan.

4. mengusa sebagian dari kepala, baik laki-laki maupun perempuan juga


diperbolehkan membasuh sebagian rambut yang ada batasan keala.

5. Membasuh kaki sampai mata kaki

6. Tertib. Didalam mengerjakan wudhlu harus sesuai dengan urutan


rukun(fardhlunya) yang telah diatur oleh syara'. Seandainya terjadi orang yang
berwudhlu itu lupa mengerjakan fardhlunya secara tertib, maka hukumnya tidak
sah.

 Yang Membatalkan Wudlu

1. Keluarnya sesuatu dari dubur atau qubul.

2. Hilangnya akal sebab tidur dengan posisi yang tidak menetapkan pantat ke tempat
pada bumi (lantai).

3. Hilangnya akal sebab sakit, mabuk atau ayan.

4. Menyentuh orang lain yang bukan mahromnya, meskipun sudah menjadi mayit.

5. Menyentuh farji(kemaluan) dengan telapak tangan

E. Mandi Wajib

8
Menurut bahasa mandi yaitu mengalirnya air atas sesuatu perkara scara mutlak.
Namun menurut istilah yaitu mengalirnya air keseluruh tubuh dengan disertai niat
yang sudah ditentukan.

Sebab-sebab wajib mandi

1. Bersetubuh atau bertemunya kedua kemaluan.

Sabda Nabi

‫ب ا لغملسنل‬ ‫ر‬ ‫إرنذا اللتنتنقى ا لرخنتاَننَاَرن أنو م و ر‬


‫س ا لخنتاَمن ا لخنتاَنن نونج ن‬ ‫ل ن‬
“apabila dua yang dikhitan bertemu maka wajib mandi”

2. Keluar mani, baik keluarnya karena bermimpi ataupun sebab lain dengan sengaja
atau tidak, dengan perbuatan sendiri atau bukan.

3. Mati, kecuali orang yang mati syahid( sahid dalam perang di jalan allah, dan anak
bayi yang baru lahir atau belum tamyis).

4. Haid, di lakukan saat seorang wanita tersebut telah berhenti haidnya, agar dia
dapat kembali suci.

Rukun Mandi

1. Niat, orang yang junub bhendaklah berniat menghilangkan hadas junubnya, begitu
juga perempuan yang selesai haid atau nifas.

2. Mengalirkan air ke seluruh tubuh.

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari penjelasan makalah kami tentang thaharah yang artinya bersih


atau suci. Ada beberapa macam air yang digunakan dalam bersuci serta
pembagiannya,alat yang bisa digunakan dalam thaharah. Namun disamping itu
ada juga yang perlu diperhatikan dalam wudhlu, mandi dan najis yang
membatalkannya. Didalam wudhlupun diterangkan tentang fardhlu-
fardhlunya, sunnah wudhlu, hal yang membatalkan wudhlu dan lain-lain.
Kemudian dalm mandi itu sendiri ada beberapa perkara perempuan dan laki-
laki, mandi junud, bahkan hal yang disunahkan untuk mandi untuk
menghilangkan hadats dan najis.

Maka dari itu, tahaharah diperlukan pertama kali pembahasan dalam


fiqih sebelum membahas lebih jauh. Karena sebagai patokan awal atau syarat
untuk membahas materi selanjutnya.

10
Daftar Pustaka

H. Rasjid Sulaiman.

11
Kata Pengantar

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah subhanahu wata’ala, karena dengan rahmat-
Nya kami dapat menyelesaikan tugas kuliah “Fiqh” ini dan senantiasa melindungi kita semua
sampai saat ini. Dan semoga sholawat ma’a salam tetap terlimpahkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang telah membimbing kita dari zaman kegelapan kepada jalan Islam
yang terang ini.

Adapun makalah ini yang kami beri judul “ THAHARAH”, berdasarkan judul
tersebut, penulis berusaha menjabarkan hal-hal tersebut semaksimal mungkin.

Ucapan terimakasih juga tidak lupa penulis ucapkan kepada orang-orang yang telah
membantu terealisasikannya makalah ini, ucapan pertama kami ucapkan kepada:

1. Syaifullah M,Ag.
2. Teman-teman sekelas yang telah membantu.
3. Semua pihak yang tlah membantu dalam pembuatan makalah ini.
Walaupun daya dan upaya telah penulis lakukan, namun penulis sadar bahwa penulis
adalah manusia biasa yang tak luput dari salah. Dan penulis sadar bahwa tak ada yang
sempurna didunia ini kecuali Allah SWT. Karena itu penulis tetap mengarap kritik dan saran
yang membangun.

Terimakasih dan Wasalamu’alaikum Wr. Wb.

12
Daftar ISI

Kata Pengantar..................................................................................................i

Daftar Isi...........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................iii

1.1 Latar Belakang...................................................................................iii

1.2 Rumusan Masalah..............................................................................iii

BABA II PEMBAHASAN...............................................................................1

1. Pengertian Thaharah.............................................................................1
2. Pengertian Investasi..............................................................................6
3. Etos Kerja Dalam Islam........................................................................8
4. Profesionalisme.....................................................................................10
5. Penghargaan Terhadap Waktu...............................................................13
BAB III PENUTUP..........................................................................................16

A. Kesimpulan…………………………………………………….16

Daftar Pustaka...................................................................................................17

13

Anda mungkin juga menyukai