Anda di halaman 1dari 13

Nama : Syafrudin

Nim :
Ruangan : Paru terpadu RSUD A.A

LAPORAN PENDAHULUAN EFUSI PLEURA

A. Konsep Dasar Medis


1. Pengertian
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang
terletak diantara permukaan viceralis dan parietalis. Proses penyakit
primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder
terhadap penyakit lain (Amin Huda, 2015)
Efusi pleura adalah kondisi dimana udara atau cairan berkumpul
dirongga pleura yang dapat menyebabkan paru kolaps sebagian atau
seluruhnya (Muralitharan, 2015)
2. Etiologi
Efusi pleura disebabkan oleh :
a. Peningkatan tekanan pada kapiler subpleura atau limfatik
b. Peningakatan permeabilitas kapiler
c. Penurunan tekanan osmotic koloid darah
d. Peningkatan tekanan negative intrapleura
e. Kerusakan drainase limfatik ruang pleura
Ada juga yang disebabkan oleh Infeksi (eksudat)
a. Tubercolosis
b. Pneumonitis
c. Emboli paru
d. Kanker
e. Infeksi virus,jamur,dan parasit.
Non infeksi (transudat)
a. Gagal jantung kongesif (90% kasus)
b. Sindroma nefrotik
c. Gagal hati
d. Gagal ginjal
e. Emboli paru

3. Klasifikasi
Efusi pleura di bagi menjadi 2 yaitu :
a. Efusi pleura transudat
Merupakan ultrafiltrat plasma, yang menandakan bahwa
membran pleura tidak terkena penyakit. Akumulasi cairan di
sebabkan oleh faktor sistemik yang mempengaruhi produksi dan
absorbsi cairan pleura.
b. Efusi pleura eksudat
Efusi pleura ini terjadi akibat kebocoran cairan melewati
pembuluh kapiler yang rusak dan masuk kedalam paru terdekat
(Morton, 2012).

4. Manifestasi Klinik
a. Batuk
b. Dispnea bervariasi
c. Adanya keluhan nyeri dada (nyeri pleuritik)
d. Pada efusi yang berat terjadi penonjolan ruang interkosta.
e. Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang
mengalami efusi.
f. Perkusi meredup diatas efusi pleura.
g. Suara nafas berkurang diatas efusi pleura.
h. Fremitus fokal dan raba berkurang.

5. Patofisologi
Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan di dalam
rongga pleura. Jumlah cairan di rongga pleura tetap, karena adanya
tekanan hidrostatis pleura parietalis sebesar 9 cm H2O. Akumulasi
cairan pleura dapat terjadi apabila tekanan osmotik koloid menurun
misalnya pada penderita hipoalbuminemia dan bertambahnya
permeabilitas kapiler akibat ada proses keradangan atau neoplasma,
bertambahnya tekanan hidrostatis akibat kegagalan jantung dan
tekanan negatif intra pleura apabila terjadi atelektasis paru (Alsagaf H,
Mukti A, 1995, 145).
Effusi pleura berarti terjadi pengumpulan sejumlah besar cairan
bebas dalam kavum pleura. Kemungkinan penyebab efusi antara lain
(1) penghambatan drainase limfatik dari rongga pleura, (2) gagal
jantung yang menyebabkan tekanan kapiler paru dan tekanan perifer
menjadi sangat tinggi sehingga menimbulkan transudasi cairan yang
berlebihan ke dalam rongga pleura (3) sangat menurunnya tekanan
osmotik kolora plasma, jadi juga memungkinkan transudasi cairan
yang berlebihan (4) infeksi atau setiap penyebab peradangan apapun
pada permukaan pleura dari rongga pleura, yang memecahkan
membran kapiler dan memungkinkan pengaliran protein plasma dan
cairan ke dalam rongga secara cepat.

6. Komplikasi
a. Fibrotoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan
drainase yang baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura
parietalis dan pleura viseralis. Keadaan ini disebut dengan
fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas dapat menimbulkan hambatan
mekanis yang berat pada jaringan-jaringan yang berada
dibawahnya. Pembedahan pengupasan (dekortikasi) perlu
dilakukan untuk memisahkan membran-membran pleura tersebut.
b. Atalektasis
Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna
yang disebabkan oleh penekanan akibat efusi pleura.
c. Fibrosis paru
Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat
jaringan ikat paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul
akibat cara perbaikan jaringan sebagai kelanjutan suatu proses
penyakit paru yang menimbulkan peradangan. Pada efusi pleura,
atalektasis yang berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian
jaringan paru yang terserang dengan jaringan fibrosis.
d. Kolaps Paru
Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh
tekanan ektrinsik pada sebagian / semua bagian paru akan
mendorong udara keluar dan mengakibatkan kolaps paru.
e. Empiema
Kumpulan nanah dalam rongga antara paru-paru dan membran
yang mengelilinginya (rongga pleura). Empiema disebabkan oleh
infeksi yang menyebar dari paru-paru dan menyebabkan akumulasi
nanah dalam rongga pleura. Cairan yang terinfeksi dapat mencapai
satu gelas bir atau lebih, yang menyebabkan tekanan pada paru-
paru, sesak napas dan rasa sakit.
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang
dilakukan untuk mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya
menunjukkan adanya cairan.
b. CT-Scan dada
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan
bisa menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor
c. USG dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan
cairan yang jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan
pengeluaran cairan.
d. Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui
dengan melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang
diperoleh melalui torakosentesis (pengambilan cairan melalui
sebuah jarum yang dimasukkan diantara sela iga ke dalam rongga
dada dibawah pengaruh pembiusan lokal).
e. Biopsi
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan
penyebabnya, maka dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura
sebelah luar diambil untuk dianalisa.
Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan
menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat
ditentukan.
f. Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan
sumber cairan yang terkumpul.
8. Penatalaksanaan
a. Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar,
untuk mencegah penumpukan kembali cairan, dan untuk
menghilangkan ketidaknyamanan serta dispneu. Pengobatan
spesifik ditujukan pada penyebab dasar (co; gagal jantung
kongestif, pneumonia, sirosis).
b. Drainase cairan (Water Seal Drainage) jika efusi menimbulkan
gejala subyektif seperti nyeri, dispnea, dll. Cairan efusi sebanyak 1
– 1,2 liter perlu dikeluarkan segera untuk mencegah meningkatnya
edema paru, jika jumlah cairan efusi lebih banyak maka
pengeluaran cairan berikutya baru dapat dilakukan 1 jam
kemudian.
c. Antibiotika jika terdapat empiema
d. Operatif
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis
kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa,
bahasa yang dipakai, status pendidikan dan pekerjaan pasien.
b. Keluhan utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien
mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada
pasien dengan effusi pleura didapatkan keluhan berupa sesak nafas,
rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang
bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan
bernafas.
c. Riwayat penyakit sekarang
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya
tanda-tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat
pada dada, berat badan menurun dan sebagainya. Perlu juga
ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang
telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-
keluhannya tersebut.
d. Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan kepada pasien apakah pasien pernah menderita penyakit
seperti TBC paru, pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan
sebagainya. Hal ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan
adanya faktor predisposisi.
e. Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakit-penyakit yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura
seperti Ca paru, asma, TB paru dan lain sebagainya.
f. Pengkajian Pola-Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit
mempengaruhi perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi
kadang juga memunculkan persepsi yang salah terhadap
pemeliharaan kesehatan. Kemungkinan adanya riwayat
kebiasaan merokok, minum alkohol dan penggunaan obat-
obatan bisa menjadi faktor predisposisi timbulnya penyakit.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Mengukur tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui
status nutrisi pasien, selain juga perlu ditanyakan kebiasaan
makan dan minum sebelum dan selama MRS pasien dengan
effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan akibat
dari sesak nafas.
3) Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai
kebiasaan defekasi sebelum dan sesudah MRS. Karena
keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak
bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat
pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan penurunan
peristaltik otot-otot tractus degestivus.
4) Pola aktivitas dan latihan
Karena adanya sesak napas pasien akan cepat mengalami
kelelahan pada saat aktivitas. Pasien juga akan mengurangi
aktivitasnya karena merasa nyeri di dada.
5) Pola tidur dan istirahat
Pasien menjadi sulit tidur karena sesak naps dan nyeri.
Hospitalisasi juga dapat membuat pasien merasa tidak tenang
karena suasananya yang berbeda dengan lingkungan di rumah.
6) Pola hubungan dan peran
Karena sakit, pasien akan mengalami perubahan peran. Baik
peran dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. Contohnya:
karena sakit pasien tidak lagi bisa mengurus anak dan
suaminya.
7) Pola persepsi dan konsep diri
Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang
tadinya sehat, tiba-tiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri
dada. Sebagai seorang awam, pasien mungkin akan
beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit berbahaya
dan mematikan. Dalam hal ini pasien mungkin akan
kehilangan gambaran positif terhadap dirinya.
8) Pola sensori dan kognitif
Fungsi panca indera pasien tidak mengalami perubahan,
demikian juga dengan proses berpikirnya.
9) Pola reproduksi seksual
Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks akan
terganggu untuk sementara waktu karena pasien berada di
rumah sakit dan kondisi fisiknya masih lemah.
10) Pola koping
Pasien bisa mengalami stress karena belum mengetahui proses
penyakitnya. Mungkin pasien akan banyak bertanya pada
perawat dan dokter yang merawatnya atau orang yang
mungkin dianggap lebih tahu mengenai penyakitnya.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Kehidupan beragama klien dapat terganggu karena proses
penyakit.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul antara lain:
a. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan
menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukkan cairan
dalam rongga pleura.
b. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Sehubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh, pencernaan nafsu
makan akibat sesak nafas sekunder terhadap penekanan struktur abdomen
c. Cemas sehubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan
(ketidakmampuan untuk bernafas).
d. Gangguan pola tidur dan istirahat sehubungan dengan batuk yang menetap
dan sesak nafas serta perubahan suasana lingkungan Barbara Engram).
e. Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari sehubungan dengan
keletihan (keadaan fisik yang lemah)
f. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan sehubungan
dengan kurang terpajang informasi
3. Intervensi
a. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi
paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura.
Tujuan : Pasien mampu mempertahankan fungsi paru secara normal
Kriteria hasil : Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas
normal, pada pemeriksaan sinar X dada tidak ditemukan adanya akumulasi
cairan, bunyi nafas terdengar jelas.
Rencana tindakan :
1) Identifikasi faktor penyebab.
Rasional : Dengan mengidentifikasikan penyebab, kita dapat menentukan
jenis effusi pleura sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat.
2) Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap
perubahan yang terjadi.
Rasional : Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan,
kita dapat mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pasien.
3) Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan
kepala tempat tidur ditinggikan 60 – 90 derajat.
Rasional : Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga
ekspansi paru bisa maksimal.
4) Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon
pasien).
Rasional : Peningkatan RR dan tachcardi merupakan indikasi adanya
penurunan fungsi paru.
5) Lakukan auskultasi suara nafas tiap 2-4 jam.
Rasional : Auskultasi dapat menentukan kelainan suara nafas pada bagian
paru-paru.
6) Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang efektif.
Rasional : Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam.
Penekanan otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif.
7) Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan obat-obatan
serta foto thorax.
Rasional : Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan
mencegah terjadinya sianosis akibat hiponia. Dengan foto thorax dapat
dimonitor kemajuan dari berkurangnya cairan dan kembalinya daya
kembang paru.
b. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
sehubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh, penurunan nafsu makan
akibat sesak nafas.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil : Konsumsi lebih 40 % jumlah makanan, berat badan normal
dan hasil laboratorium dalam batas normal.
Rencana tindakan :
1) Beri motivasi tentang pentingnya nutrisi.
Rasional : Kebiasaan makan seseorang dipengaruhi oleh kesukaannya,
kebiasaannya, agama, ekonomi dan pengetahuannya tentang pentingnya
nutrisi bagi tubuh.
2) Auskultasi suara bising usus.
Rasional : Bising usus yang menurun atau meningkat menunjukkan
adanya gangguan pada fungsi pencernaan.
3) Lakukan oral hygiene setiap hari.
Rasional : Bau mulut yang kurang sedap dapat mengurangi nafsu makan.
4) Sajikan makanan semenarik mungkin.
Rasional : Penyajian makanan yang menarik dapat meningkatkan nafsu
makan.
5) Beri makanan dalam porsi kecil tapi sering.
Rasional : Makanan dalam porsi kecil tidak membutuhkan energi, banyak
selingan memudahkan reflek.
6) Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian di’it TKTP
Rasional : Di’it TKTP sangat baik untuk kebutuhan metabolisme dan
pembentukan antibody karena diet TKTP menyediakan kalori dan semua
asam amino esensial.
7) Kolaborasi dengan dokter atau konsultasi untuk melakukan pemeriksaan
laboratorium alabumin dan pemberian vitamin dan suplemen nutrisi
lainnya (zevity, ensure, socal, putmocare) jika intake diet terus menurun
lebih 30 % dari kebutuhan.
Rasional : Peningkatan intake protein, vitamin dan mineral dapat
menambah asam lemak dalam tubuh.
c. Cemas atau ketakutan sehubungan dengan adanya ancaman kematian yang
dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernafas).
Tujuan:Pasien mampu memahami dan menerima keadaannya sehingga tidak
terjadi kecemasan.
Kriteria hasil :Pasien mampu bernafas secara normal, pasien mampu
beradaptasi dengan keadaannya. Respon non verbal klien tampak lebih rileks
dan santai, nafas teratur dengan frekuensi 16-24 kali permenit, nadi 80-90 kali
permenit.
Rencana tindakan :
1) Berikan posisi yang menyenangkan bagi pasien. Biasanya dengan semi
fowler. Jelaskan mengenai penyakit dan diagnosanya.
Rasional : pasien mampu menerima keadaan dan mengerti sehingga
dapat diajak kerjasama dalam perawatan.
2) Ajarkan teknik relaksasi
Rasional : Mengurangi ketegangan otot dan kecemasan
3) Bantu dalam menggala sumber koping yang ada.
Rasional : Pemanfaatan sumber koping yang ada secara konstruktif
sangat bermanfaat dalam mengatasi stress.
4) Pertahankan hubungan saling percaya antara perawat dan pasien.
Rasional : Hubungan saling percaya membantu proses terapeutik
5) Kaji faktor yang menyebabkan timbulnya rasa cemas.
Rasional : Tindakan yang tepat diperlukan dalam mengatasi masalah
yang dihadapi klien dan membangun kepercayaan dalam mengurangi
kecemasan.
6) Bantu pasien mengenali dan mengakui rasa cemasnya.
Rasional : Rasa cemas merupakan efek emosi sehingga apabila sudah
teridentifikasi dengan baik, perasaan yang mengganggu dapat diketahui.
d. Gangguan pola tidur dan istirahat sehubungan dengan batuk yang menetap
dan nyeri pleuritik.
Tujuan :Tidak terjadi gangguan pola tidur dan kebutuhan istirahat terpenuhi.
Kriteria hasil: Pasien tidak sesak nafas, pasien dapat tidur dengan nyaman
tanpa mengalami gangguan, pasien dapat tertidur dengan mudah dalam waktu
30-40 menit dan pasien beristirahat atau tidur dalam waktu 3-8 jam per hari.
Rencana tindakan :
1) Beri posisi senyaman mungkin bagi pasien.
Rasonal : Posisi semi fowler atau posisi yang menyenangkan akan
memperlancar peredaran O2 dan CO2.
2) Tentukan kebiasaan motivasi sebelum tidur malam sesuai dengan
kebiasaan pasien sebelum dirawat.
Rasional : Mengubah pola yang sudah menjadi kebiasaan sebelum tidur
akan mengganggu proses tidur.
3) Anjurkan pasien untuk latihan relaksasi sebelum tidur.
Rasional : Relaksasi dapat membantu mengatasi gangguan tidur.
4) Observasi gejala kardinal dan keadaan umum pasien.
Rasional : Observasi gejala kardinal guna mengetahui perubahan
terhadap kondisi pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Judith M. Wilkinson, P. A. (2009). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta:


EGC.

Kusumo, A. H. (2015). NANDA NIC-NOC edisi revisi jilid 1 2015. Jogjakatra:


MediAction Publishing.

Morton, G. (2012). Kapita Selekta Kedokteran jilid 1 dan 2. Jakarta: Media


Aesculapius.

Peate, M. N. (2015). Dasar-dasar Patofisiologi Terapan edisi 2. Jakarta: Bumi


Medika.

Anda mungkin juga menyukai