LO 1.1 Definisi
Retardasi mental adalah penurunan fungsi intelektual yang menyeluruh secara bermakna dan secara langsung
menyebabkan gangguan adaptasi sosial, dan bermanifestasi selama masa perkembangan.
a. Menurut WHO (dikutip dari Menkes 1990), retardasi mental adalah kemampuan mental yang tidak
mencukupi.
b. Carter CH (dikutip dari Toback C.) megatakan retardasi mental adalah suatu kondisi yang ditandai oleh
intelegensi yang rendah yang menyebabkan ketidakmampuan individu untuk belajar dan beradaptasi
terhadap tuntutan masyarakat atas kemampuan yang dianggap normal.
c. Crocker AC 1983, retardasi mental adalah apabila jelas terdapat fumgsi intelegensi yang rendah, yang
disertai adanya kendala dalam penyusuaian perilaku, dan gejalanya timbul pada masa perkembangan.
d. Melly Budhiman, seseorang dikatakan retardasi mental, bila memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Fungsi intelektual umum dibawah normal
2. Terdapat kendala dalam perilaku adaptif sosial
3. Gejalanya timbul dalam masa perkembangan yaitu dibawah usia 18 tahun.
Fungsi intelektual dapat diketahui dengan test fungsi kecerdasan dan hasilnya dinyatakan sebagai suatu taraf
kecerdasan atai IQ (Intelegence Quotient).
Yang dimaksud fungsi intelektual dibawah normal, yaitu apabila IQ dibawah 70. Anak ini tidak dapat mengikuti
pendidikan sekolah biasa, karena cara berfikirnya yang terlalu sederhana, daya tangkap dan daya ingat lemah, demikian
pula dengan pengertian bahasa dan berhitungnya juga sangat lemah.
Sedangkan yang dimaksud dengan perilaku adaptif sosial adalah kemampuan seseorang untuk mandiri,
menyesuaikan diri dan mempunyai tanggung jawab sosial yang sesuai dengan kelompok umur dan budayanya. Pada
penderita retardasi mental gangguan perilaku adaptif yang paling meninjol adalah kesulitan menyesuaikan diri dengan
masyarakat sekitarnya. Biasanya tingkah lakunya kekanak-kanakan tidak sesuai dengan umurnya.
Gejala tersebut harus timbul pada masa perkembangan, yaitu dibawah umur 18 tahun. Karena gejala tersebut
timbul setelah 18 tahun, bukan lagi disebut retardasi mental tetapi penyakit lain sesuai dengan gejala klinisnya.
LO 1.2 Epidemiologi
Sekitar 3% populasi umum mempunyai kuotien intelegensi (IQ) kuranf dari 2 simpang baku di bawah mean.
Telah diperkirakan bahwa 80 – 90% individu dalam populasi dengan retardasi mental berfungsi dalam kisaran ringan,
sementara hanya 5% populasi dengan retardasi mental yang gangguannya berat sampai sangat berat. Prevalensi retardasi
mental ringan berbanding terbalik dengan status social ekonomi, sementara ketidakmampuan sedang sampai berat terjadi
dengan frekuensi yang sama pada hampir semua kelompok pendapatan. Karena diagnosis retardasi mental didasarkan
pada penilaian perilaku penyesuaian diri dan tidak ganya pada IQ, maka epidemiologinya juga bervariasi sejalan dengan
siklus hidup. Insidens retardasi yang pada mulanya dilaporkan meningkat sejalan dengan usia, jumlahnya meningkat
dengan tajam pada awal tahun – tahun sekolah dan menurun pada akhir masa remaja ketika individu dengan gangguan
ringan menyelesaikan pendidikan formalnya dan berasimilasi ke dalam kehidupan dewasa “normal”. Identifikasi anak
dengan retardasi ringan pada masa pra-sekolah paling lazim dipercepat dengan perhatian pada perkembangan bahasanya.
LO 1.3. Etiologi
Terdapat banyak penyebab cacat mental, seperti penyakit yang diderita semasa kehamilan, terusakan dalam
metabolisme, penyakit pada otak polamal, dan yang tidak baik, dan perawatan yang tidak sesuai. Laporan Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) memaparkan bahwa 30% dari anak-anak yang cacat mental serius disebabkan oleh
ketidaknormalan genetik, seperti down syndrom, 25% disebabkan oleh cerebrum palsy, 30% disebabkan oleh meningitis
dan masalah pranatal sedangkan 15% sisanya belum dapat ditemakan. 9 faktor yang menjadi penyebab timbulnya cacat
mental: penyakit yang disebabkan minuman keras, trauma, metabolisme atau pola makan yang tidak baik dan penyakit
dalam otak, pengaruh saat masa kehamilan yang tidak diketahui, kromosom yang abnormal, gangguan semasa kehamilan,
gangguan psikiatris dan pengaruh Iingkungan.
Anak yang mengalami retardasi mental dapat disebabkan beberapa faktor diantara faktor genetik atau juga
kelainan dalam kromosom, faktor ibu selama hamil dimana terjadi gangguan dalam gizi atau penyakit pada ibu seperti
rubella, atau adanya virus lain atau juga faktor setelah lahir dimana dapat terjadi kerusakan otak apabila terjadi infeksi
seperti terjadi meningitis, ensefalitis, dan lain-lain.
Etiologi retardasi mental menggambarkan pengaruh kait-mengkait antara faktor bakat (turunan) dan faktor
lingkungan. Penyebab atau yang dicurigai sebagai penyebab retardasi mental (RM) antara faktor bakat (turunan) dan
faktor lingkungan. Dalam mengkaji etiologi retardasi mental perlu disimak 3 faktor berikut, yaitu:
a. Predisposisi genetik, termasuk kepekaan yang dipengaruhi oleh faktor genetik terhadap agens atau faktor
ekologis.
b. Faktor lingkungan yang dapat mengganggu organisme yang sedang tumbuh, misalnya keadaan nutrisi, radiasi,
dan juga keadaan lingkungan psikososial.
c. Waktu terjadinya pemaparan, saat terjadinya pemaparan dapat memengaruhi beratnya kerusakan.
Ternyata gangguan gizi yang berat dan yang berlangsung lama sebelum umur 4 tahun sangat memepengaruhi
perkembangan otak dan dapat juga mengakibatkan retardasi mental. Keadaan dapat diperbaiki dengan memperbaiki gizi
sebelum umur 6 tahun, sesudah ini biarpun anak itu dibanjiri dengan makanan bergizi, intelegensi yang rendah itu sudah
sukar ditingkatkan.
Beberapa penyebab retardasi mental yang dapat dicegah atau diobati Selain penyebab di atas, masih banyak
penyebab retardasi mental yang dapat dicegah dan diobati dan cukup banyak pula yang penyebabnya sampai saat ini
belum dapat diobati. Di antara penyebab yang dapat dicegah yaitu asfiksia lahir dan trauma lahir, infeksi, malnutrisi berat
dan defisiensi yodium.
Faktor Psikososial
Seperti lingkungan rumah atau sosial yang miskin, yaitu yang tidak memberikan stimulasi intelektual,
penelantaran, atau kekerasan dari orang tua dapat menjadi penyebab atau memberi kontribusi dalam perkembangan
retardasi mental.
Anak-anak dalam keluarga yang miskin mungkin kekurangan mainan, buku, atau kesempatan untuk berinteraksi
dengan orang dewasa melalui cara-cara yang menstimulasi secara intelektual akibatnya mereka gagal mengembangkan
keterampilan bahasa yang tepat atau menjadi tidak termotivasi untuk belajar keterampilan-keterampilan yang penting
dalam masyarakat kontemporer. Beban-beban ekonomi seperti keharusan memiliki lebih dari satu pekerjaan dapat
menghambat orang tua untuk meluangkan waktu membacakan buku anak-anak, mengobrol panjang lebar, dan
memperkenalkan mereka pada permainan kreatif. Lingkaran kemiskinan dan buruknya perkembangan intelektual dapat
berulang dari generasi ke generasi.
Kasus yang berhubungan dengan aspek psikososial disebut sebagai retardasi budaya-keluarga (cultural-familial
retardation). Pengaruh cultural yang mungkin memberikan kontribusi terhadap gangguan ini termasuk penganiayaan,
penelantaran, dan deprivasi sosial.
Faktor Biologis
1. Pengaruh genetik
Kebanyakan peneliti percaya bahwa di samping pengaruh-pengaruh lingkungan, penderita retardasi mental
mungkin dipengaruhi oleh gangguan gen majemuk (lebih dari satu gen). Salah satu gangguan gen dominan yang disebut
tuberous sclerosis, yang relatif jarang, muncul pada 1 diantara 30.000 kelahiran. Sekitar 60% penderita gangguan ini
memiliki retardasi mental. Phenyltokeltonuria (PKU) merupakan gangguan genetis yang terjadi pada 1 diantara 10.000
kelahiran (Plomin, dkk, 1994, dalam Nevid, 2002). Gangguan ini disebabkan metabolisme asam amino Phenylalanine
yang terdapat pada banyak makanan. Asam Phenylpyruvic, menumpuk dalam tubuh menyebabkan kerusakan pada sistem
saraf pusat yang mengakibatkan retardasi mental dan gangguan emosional.
2. Pengaruh kromosomal
Jumlah kromosom dalam sel-sel manusia yang berjumlah 46 baru diketahui 50 tahun yang lalu. Tiga tahun
berikutnya, para peneliti menemukan bahwa penderita Sindroma Down memiliki sebuah kromosom kecil tambahan.
Semenjak itu sejumlah penyimpangan kromosom lain menimbulkan retardasi mental telah teridentifikasi yaitu Down
syndrome dan Fragile X syndrome.
a. Down syndrome
Sindroma down, merupakan bentuk retardasi mental kromosomal yang paling sering dijumpai, di
identifikasi untuk pertama kalinya oleh Langdon Down pada tahun 1866. Gangguan ini disebabkan oleh adanya
sebuah kromosom ke 21 ekstra dan oleh karenanya sering disebut dengan trisomi 21. (Durand, 2007). Anak
retardasi mental yang lahir disebabkan oleh faktor ini pada umumnya adalah Sindroma Down atau Sindroma
mongol (mongolism) dengan IQ antar 20 – 60, dan rata-rata mereka memliki IQ 30 – 50. Abnormalitas
kromosom yang paling umum menyebabkan retardasi mental adalah sindrom down yang ditandai oleh adanya
kelebihan kromosom atau kromosom ketiga pada pasangan kromosom ke 21, sehingga mengakibatkan jumlah
kromosom menjadi 47. Anak dengan sindrom down dapat dikenali berdasarkan ciri-ciri fisik tertentu, seperti
wajah bulat, lebar, hidung datar, dan adanya lipatan kecil yang mengarah ke bawah pada kulit dibagian ujung
mata yang memberikan kesan sipit. Lidah yang menonjol, tangan yang kecil, dan berbentuk segi empat dengan
jari-jari pendek, jari kelima yang melengkung, dan ukuran tangan dan kaki yang kecil serta tidak proporsional
dibandingkan keseluruhan tubuh juga merupakan ciri-ciri anak dengan sindrom down. Hampir semua anak ini
mengalami retardasi mental dan banyak diantara mereka mengalami masalah fisik seperti gangguan pada
pembentukan jantung dan kesulitan pernafasan.
b. Fragile X syndrome
Fragile X syndrome merupakan tipe umum dari retardasi mental yang diwariskan. Gangguan ini
merupakan bentuk retardasi mental paling sering muncul setelah sindrom down (Plomin, dkk, 1994, dalam Nevid,
2003). Gen yang rusak berada pada area kromosom yang tampak rapuh, sehingga disebut Fragile X syndrome.
Sindrom ini mempengaruhi laki-laki karena mereka tidak memiliki kromosom X kedua dengan sebuah gen
normal untuk mengimbangi mutasinya. Laki-laki dengan sindrom ini biasanya memperlihatkan retardasi mental
sedang sampai berat dan memiliki angka hiperaktifitas yang tinggi. Estimasinya adalah 1 dari setiap 2.000 laki-
laki lahir dengan sindrom ini.
Menurut PedomanPenggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa Ke-1 faktor-faktor penyebab retardasi mental adalah sebagai
berikut:
f) Kelainan kromosom
Kelainan kromosom mungkin terjadi pada aspek jumlah maupun bentuknya. Kelainan pada jumlah
kromosom menyebabkan sindroma down yang dulu sering disebut mongoloid.
g) Prematuritas
Retardasi mental yang termasuk ini termasuk retrdasi mental yang berhubungan dengan keadaan bayi
yang pada waktu lahir berat badannya kurang dari 2500 gram dan/atau dengan masa kehamilan kurang dari 38
minggu.
h) Akibat gangguan jiwa yang berat
Retardasi mental juga dapat terjadi karena adanya gangguan jiwa yang berat pada masa kanak-kanak.
i) Deprivasi psikososial
Devripasi artinya tidak terpenuhinya kebutuhan. Tidak terpenuhinya kebutuhan psikososial awal-awal
perkembangan ternyata juga dapat menyebabkan terjadinya retardasi mental pada anak.
LO 1.4 Klasifikasi
Yang disebut retardasi mental apabila IQ dibawah 70, retardasi mental tipe ringan masih mampu didik, retardasi
mental sedang mampu latih, sedangkan retardasi mental tipe berat dan sangat berat memerlukan pengawasan dan
bimbingan seumur hidupnya.
Umumnya memiliki abnormalitas fisik sejak lahir dan keterbatasan dalam pengendalian sensori motor. Mereka
hanya dapat melakukan sedikit aktifitas secara mandiri dan sering kali terlihat lesu karena kerusakan otak mereka yang
parah menjadikan mereka relatif pasif dan kondisi kehidupan mereka hanya memberikan sedikit stimulasi
Retardasi Mental Sangat Berat
a. Intelligence Quotient: Kurang dari 20 (idiot/keadaan pander)
b. Patokan social: Tidak dapat mengurus diri sendiri dan tidak dapat mengenal bahaya. Selama hidup tergantung
dari pihak lain.
c. Patokan pendidikan: Tidak dapat dididik dan dilatih Membutuhkan supervisi total dan sering kali harus diasuh
sepanjang hidup mereka. Sebagian besar mengalami abnormalitas fisik yang berat serta kerusakan neurologis dan
tidak dapat berjalan sendiri kemanapun.
Anak-anak cacat mental berbeda dari anak-anak lain dalam aspek berikut: Proses kognitif (terbatas dan
menghambat prestasi dalam bidang akademis); Pemerolehan dan penggunaan bahasa: kurang benar dalam hal struktur
dan maknanya; Kemampuan fisik dan motorik (termasuk penglihatan dan pendengaran serta penggunaan motorik ringan);
Ciri-ciri pribadi dan sosial (kurang daya konsentrasi, bermasalah dalam tingkah laku).
Adapun cici – cirri yang lainnya yaitu lambatnya ketrampilan ekspresi dan resepsi bahasa, Gagalnya melewati tahap
perkembangan yang utama, Lingkar kepala diatas atau dibawah normal (kadang-kadang lebih besar atau lebih kecil dari
ukuran normal), Kemungkinan lambatnya pertumbuhan Kemungkinan tonus otot abnormal (lebih sering tonus otot
lemah).
b. Kejang
a. Kejang umum tonik klonik: Defisiensi glikogen sinthesa, Hipersilinemia, Hipoglikemia, terutama yang disertai
glikogen storage disease I, III, IV, dan VI, Phenyl ketonuria, Sindrom malabsobrsi methionin, dll.
b. Kejang pada masa neonatal: Arginosuccinic asiduria, Hiperammonemia I dan II, Laktik asidosis, dll.
e. Kepala
1. Mikrosefali
2. Makrosefali: Hidrosefalus, Neuropolisakaridase, Efusi subdural
ANAMNESIS
Seperti pada gangguan perkembangan lainnya, kesulitan utama dalam diagnosis adalah membedakannya dari
variasi perkembangan yang normal. Anak normal mempunyai variasi besar pada usia saat mereka belajar berbicara dan
terampil berbahasa. Keterlambatan berbahasa sering diikuti kesulitan dalam membaca dan mengeja, kelainan dalam
hubungan interpersonal, serta gangguan emosional dan perilaku.
Anamnesis pada gangguan bahasa dan bicara mencakup perkembangan bahasa anak. Beberapa pertanyaan yang dapat
ditanyakan antara lain:
Pada usia berapa bayi mulai mengetahui adanya suara, misalnya berkedip, terkejut, atau menggerakkan bagian
tubuh.
Pada usia berapa bayi mulai tersenyum (senyum komunikatif), misalnya saat berbicara padanya.
Kapan bayi mulai mengeluarkan suara “aaaggh”
Orientasi terhadap suara, misalnya bila ada suara apakah bayi memaling atau mencari ke arah suara
Kapan bayi memberi isyarat daag dan bermain cikkebum
Mengikuti perintah satu langkah, seperti “beri ayah sepatu” atau “ambil koran”
Berapa banyak bagian tubuh yang dapat ditunjukkan oleh anak, seperti mata, hidung, telinga.
American Psychiatric Association’s Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (DSM IV) membagi
gangguan bahasa dalam 4 tipe:
1. Gangguan bahasa ekspresif
2. Gangguan bahasa reseptif ekspresif
3. Gangguan phonological
4. Gagap
Pada gangguan bahasa ekspresif, secara dapat ditemukan gejala seperti perbendaharaan kata yang jelas terbatas,
membuat kesalahan dalam kosa kata, mengalami kesulitan dalam mengingat kata-kata atau membentuk kalimat yang
panjang dan memiliki kesulitan dalam pencapaian akademik, dan komunikasi sosial, namun pemahaman bahasa anak
tetap relatif utuh. Gangguan menjadi jelas pada kira-kira usia 18 bulan, saat anak tidak dapat mengucapkan kata dengan
spontan atau meniru kata dan menggunakan gerakan badannya untuk menyatakan keinginannya.
Pada gangguan bahasa campuran ekspresif-reseptif, selain ditemukan gejala-gejala gangguan bahasa ekspresif,
juga disertai kesulitan dalam mengerti kata dan kalimat. Gangguan ini biasanya tampak sebelum usia 4 tahun. Bentuk
yang parah terlihat pada usia 2 tahun, bentuk ringan tidak terlihat sampai usia 7 tahun atau lebih tua. Anak dengan
gangguan bahasa reseptif-ekspresif campuran memiliki gangguan auditorik sensorik atau tidak mampu memproses simbol
visual seperti arti suatu gambar, biasanya tampak tuli.
Anak-anak dengan kesulitan berbicara memiliki masalah dalam pengucapan, yaitu berhubungan dengan
gangguan motorik, diantaranya kemampuan untuk memproduksi suara.
Anak yang gagap dapat diketahui dari cara dia berbicara, dimana terjadi pengulangan atau perpanjangan suara,
kata, atau suku kata. Biasanya sering terjadi pada anak laki-laki
Riwayat penyakit paling sering didapatkan dari orang tua atau pengasuh, dengan perhatian khusus pada
kehamilan ibu, persalinan, dan kelahiran; adanya riwayat retardasi mental; hubungan darah pada orang tua; dan gangguan
herediter. Sebagai bagian riwayat penyakit, klinisi menilai latar belakang sosialkultural pasien, iklim emosional di rumah,
dan fungsi intelektual pasien. Serta dilakukan anamnesis pada ibu pasien, sebagai berikut:
Riwayat kehamilan dan persalinan ibu?
Apakah kehamilannya diharapkan atau tidak?
Adakah usaha-usaha untuk menggugurkan kehamilannya?
Apakah waktu hamil ibu mengalami perdarahan, minum obat-obat yang bukan anjuran dokter?
Sakit apa saja yang pernah diderita ibu sewaktu hamil?
Apakah ibu mengontrolkan kehamilannya secara teratur?
Riwayat perkembangan anak?
Adanya penyakit keturunan atau penyakit lain yang pernah didapat?
Adanya hubungan darah antar kedua orang tuanya?
Latar belakang sosiokultural?
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik digunakan untuk mengungkapkan penyebab lain dari gangguan bahasa dan bicara. Perlu
diperhatikan ada tidaknya mikrosefali, anomali telinga luar, otitis media yang berulang, sindrom William (facies Elfin,
perawakan pendek, kelainan jantung, langkah yang tidak mantap), celah palatum, dan lain-lain. Gangguan oromotor dapat
diperiksa dengan menyuruh anak menirukan gerakan mengunyah, menjulurkan lidah, dan mengulang suku kata pa, ta,
pata, pataka.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
BERA (Brainstem Evoked Response Audiometry)
Merupakan cara pengukuran evoked potensial (aktivitas listrik yang dihasilkan saraf VIII, pusat-pusat neural dan
traktus di dalam batang otak) sebagai respon terhadap stimulus auditorik.
Gangguan neurologis sering terjadi pada retardasi mental seperti gangguan kejang terjadi pada 10 % dari semua
orang retardasi mental. Gangguan pada motorik dimanifestasikan oleh kelainan pada tonus (spastisitas atau
hipotonia), refleks (hiperrefleksia), dan gerakan involunter (koreoatetosis). Derajat kecacatan yang lbih kecil
ditemukan dalam kelambanan dan koordinasi yang buruk.
Gangguan sensorik dapat berupa gangguan pendengaran yang ringan. Gangguan visual dapat terentang dari
kebutaan sampai gangguan konsep ruang, pengenalan rancangan, dan konsep citra tubuh. Dilakukan pemeriksaan
sinar-x tengkorak, pemeriksaan tomografi computer (CT) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) untuk
menghubungkan patologi sistem saraf pusat dengan retardasi mental, pembesaran kepala, dicurigai adanya kelainan
otak yang luas, dicurigai adanya tumor intra kranial, kejang local.
Elektroensefalogram (EEG) digunakan untuk menentukan adanya gejala kejang yang dicurigai, kesulitan
mengerti bahasa yang berat.
Pemeriksaan Audiometric
Pemeriksaan audiometri diindikasikan untuk anak-anak yang sangat kecil dan untuk anak-anak yang ketajaman
pendengarannya tampak terganggu. Ada 4 kategori pengukuran dengan audiometri:
Audiometri tingkah laku, merupakan pemeriksaan pada anak yang dilakukan dengan melihat respon dari
anak jika diberi stimulus bunyi. Respon yang diberikan dapat berupa menoleh ke arah sumber bunyi atau
mencari sumber bunyi. Pemeriksaan dilakukan di ruangan yang tenang atau kedap suara dan
menggunakan mainan yang berfrekuensi tinggi. Penilaian dilakukan terhadap respon yang diperlihatkan
anak.
Audiometri bermain, merupakan pemeriksaan pada anak yang dilakukan sambil bermain, misalnya anak
diajarkan untuk meletakkan suatu objek pada tempat tertentu bila dia mendengar bunyi.
Audiometri bicara. Pada tes ini dipakai kata-kata yang sudah disusun dalam silabus dalam daftar yang
disebut : phonetically balance word LBT (PB List). Anak diminta untuk mengulangi kata-kata yang
didengar melalui kaset tape recorder. Pada tes ini dilihat apakah anak dapat membedakan bunyi s, r, n, c,
h, ch. Guna pemeriksaan ini adalah untuk menilai kemampuan anak dalam pembicaraan seharihari dan
untuk menilai pemberian alat bantu dengar (hearing aid).
Audiometri objektif, biasanya memerlukan teknologi khusus.
CT scan kepala untuk mengetahui struktur jaringan otak, sehingga didapatkan gambaran area otak yang abnormal.
Timpanometri
Digunakan untuk mengukur kelenturan membrana timpani dan system osikular. Selain tes audiometri, bisa juga
digunakan tes intelegensi. Paling dikenal yaitu skala Wechsler, yang menyajikan 3 skor intelegen, yaitu IQ verbal, IQ
performance, dan IQ gabungan.
Skala intelegensi Wechsler untuk anak II: penyelesaian susunan gambar. Tes ini terdiri dari satu set gambar-
gambar objek yang umum, seperti gambar pemandangan. Salah satu bagian yang penting dihilangkan dan
anak diminta untuk mengidentifikasi. Respon dinilai sebagai benar atau salah.
Skala intelegensi Wechsler untuk anakIII: mendesain balok. Anak diberikan pola bangunan dua dimensi dan
kemudian diminta untuk membuat replikanya menggunakan kubus dua warna. Respon dinilai sebagai benar
atau salah.
Tes Laboratorium
Pada tes laboratorium retardasi mental yang digunakan adalah pemeriksaan urin dan darah untuk mencari
gangguan actorti. Kelainan enzim pada gangguan kromosom, terutama sindrom down.
Amniosentesis yaitu pengambilan cairan actort dari ruang amnion secara trans-abdominal antara usia kehamilan
14 dan 16 minggu, digunakan untuk kelainan kromosom bayi terutama sindrom Down. Sel cairan amnion, yang
terbanyak berasal dari janin, dibiakkan untuk pemeriksaan sitogenetik dan biokimiawi. Amniosentesis dianjurkan
untuk semua wanita hamil di atas usia 35 tahun.
Pengambilan sampel vili korionik (CVS; chorionic villi sampling) adalah tehnik skrining yang baru untuk
menentukan kelainan janin. Cara ini dilakukakn pada usia kehamilan 8 dan 10 minggu, yang 6 minggu lebih awal
dibandingkan amniosentesis. Hasilnya tersedia dalam waktu yang singkat (beberapa jam/hari), jika kehamilan
abnormal, keputusan untuk mengakhiri kehamilan dapat dilakukakan dalam trimester pertama. (Soetjiningsih, 1995)
Pemeriksaan Psikologis
Dilakukan oleh ahli psikologi yang berpengalaman. Tes Gesell, Bayley, dan Cattell adalah tes yang sering
digunakan untuk bayi. Tes Bender Gestalt dan Benton Visual Retention test juga digunakan untuk anak retardasi
mental. Disamping itu, pemeriksaan psikologi harus menilai kemampuan actortic, motorik, actortic, dan kognitif.
Informasi tentang actor motivasional, emosional, dan interpersonal juga penting.
Pemeriksaan lainnya:
1. Kromosomal kariotipe
Terdapat beberapa kelainan fisik yang tidak khas
Anamnesis ibu tercemar zat-zat teratogen
Terdapat beberapa kelainan kongenital
Genital abnormal
2. EEG (Elektro Ensefalogram)
Gejala kejang yang dicurigai
Kesulitan mengerti bahasa yang berat
3. CT (Cranial Computed Tomography) atau MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Pemebesaran kepala yang progresif
Tuberous sklerosis
Dicurigai kelainan otak yang luas
Kejang lokal
Dicurigai adanya tumor intrakranial
4. Titer virus untuk infeksi kongenital
Kelainan pendengaran tipe sensorineural
Neonatal hepatosplenomegali
Petechie pada periode neonatal
Chorioretinitis
Mikroptalmia
Kalsifikasi intrakranial
Mikrosefali
5. Serum asam urat
Choreoatetosis
Gout
Sering mengamuk
6. Laktat dan piruvat darah
Asidosis metabolik
Kejang mioklonik
Kelemahan yang progresif
Ataksia
Degenerasi retina
Ophtalmoplegia
Episode seperti stroke yang berulang
7. Plasma asam lemak rantai sangat panjang
Hepatomegali
Tuli
Kejang dini dan hipotonia
Degenerasi retina
Ophtalmoplegia
Kista pada ginjal
8. Serum seng (Zn)
Acrodermatitis
9. Logam berat dalam darah
Anamnesis adanya pika
Anemia
10. Serum tembaga (Cu) dan ceruloplasmin
Gerakan involunter
Sirosis
Cincin Kayser-fleischer
11. Serum asam amino atau asam organik
1. Kejang yang tidak diketahui sebabnya pada bayi
2. Gagal tumbuh
3. Bau yang tidak biasa pada air seni atau kulit
4. Warna rambut yang tidak biasa
5. Mikrosefali
6. Asidodis yang tidak diketahui sebabnya
12. Plasma amonia
a. Muntah-muntah dengan asidosis metabolik
13. Analisa enzim lisozom pada lekosit atau biopsi kulit
b. Kehilangan fungsi motorik dan kognitif
c. Atrofi N. Optikus
d. Degenerasi retina
e. Sereberal ataksia yang berulang
f. Mioklonus
g. Hepatosplenomegali
h. Kulit yang kasar dan lepas-lepas
i. Kejang
j. Pemebsaran kepala yang dimulai setelah umur 1 tahun
14. Urin mukopolisakarida
k. Kiposis
l. Anggota gerak yang pendek
m. Badan yang pendek
n. Hepatosplenomegali
o. Kornea keruh
p. Gangguan pendengaran
q. Kekakuan pada sendi
15. Urin reducing substance
r. Katarak
s. Hepatomegali
t. Kejang
16. Urin ketoacid
u. Kejang
v. Rambut yang mudah putus
17. Urin asam vanililmandelik
w. Muntah-muntah
x. Isapan bayi pada saat menyusu lemah
y. Gejala disfungsi autonomik
DIAGNOSIS BANDING
Kelainan sensorik terutama buta dan tuli
Gangguan perkembangan spesifik (kelambatan satu aspek perkembangan; bicara, aleksia, agrafia, afasia)
Gangguan perkembangan pervasif (penyimpangan perkembangan; autisme, infantile, skizofrenia yang timbul
pada masa anak)
Penyakit fisik yang kronis yang kesulitan belajar (untuk retardasi mental ringan)
LO 1.7 Tatalaksana
FARMAKOLOGI
Anak Retardasi mental biasanya disertai dengan gejala hyperkinetik (selalu bergerak, konsentrasi kurang dan
perhatian mudah dibelokkan). Obat-obat yang sering digunakan dalam bidang retardasi mental adalah terutama untuk
menekan gejala-gejala hyperkinetik, misalnya:
1. Amphetamin dosis 0,2 - 0,4 mg/kg/hari
2. Imipramin dosis ± 1,5 mg/kg/hari
Efek sampingan kedua obat diatas dapat menimbulkan convulsi
3. Valium, Nobrium, Haloperidol dsb. dapat juga menekan gejala hyperkinetik
Minum kopi tiap pagi bisa menurunkan gejala hyperkinetik, karena kopi mengandung Cofein.
NON FARMAKOLOGI
Psikoterapi dapat diberikan baik pada anaknya sendiri maupun pada orang tuanya. Untuk anak yang terbelakang
dapat diberikan psikoterapi individual, psikoterapi kelompok dan manipulasi lingkungan (merubah lingkungan anak yang
tidak menguntungkan bagi anak tersebut). Walaupun tak akan dapat menyembuhkan keterbelakangan mental, tetapi
dengan psikoterapi dan obat-obatan dapat diusahakan perubahan sikap, tingkah laku, kemampuan belajar dan hasil
kerjanya. Yang penting adalah adanya ketekunan, kesadaran dan minat yang sungguh dari pihak terapis (yang
mengobati).
Terapis bertindak sebagai pengganti orang tua untuk membuat koreksi-koreksi terhadap hubungan yang tak baik
ini. Dari pihak perawat diperlukan juga ketekunan dan kesadaran dalam merawat anak-anak dengan retardasi mental serta
melaporkan kepada dokter bila dalam observasi terdapat tingkah laku anak maupun orang tua yang negatif, merugikan
bagi anak tersebut maupun lingkungannya (teman-teman disekitarnya).
Pendekatan Medis
Penggunaan Ritalin efektif untuk mengurangi perilaku antisosial pada anak-anak dan remaja yang mengalami
gangguan tingkah laku.
Pendekatan Behavioral
Pendekatan ini mendasarkan pada prosedur operant conditioning. Misalnya, Program penanganan residential,
yang menetapkan aturan dengan jelas terhadap anak-anak. Mereka akan diberikan reward untuk perilaku yang tepat dan
hukuman untuk perilaku yang tidak tepat.
Pendekatan Kognitif-Behavioral
Penanganan anak dengan gangguan tingkah laku dilakukan dengan Terapi Kognitif Behavioral, yaitu melatih
anak dengan gangguan tingkah laku untuk berpikir bahwa konflik sosial adalah masalah yang dapat diselesaikan dan
bukan merupakan tantangan terhadap kejantanan mereka, yang harus dibuktikan dengan kekerasan. Anak-anak ini dilatih
menggunakan keterampilan calming self talk, yaitu teknik untuk berpikir & berbicara kepada diri sendiri, tujuannya
adalah menghambat perilaku impulsif, mengendalikan kemarahan, dan mencoba solusi yang tidak mengandung kekerasan
dalam menghadapi konflik sosial.
LO 1.8 Pencegahan
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan atau menurunkan kondisi yang
menyebabkan perkembangan gangguan yang disertai dengan retardasi mental. Tindakan tersebut termasuk (1) pendidikan
untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat umum tentang retardasi mental, (2) usaha terus menerus dari
profesional bidang kesehatan untuk menjaga dan memperbaharui kebijaksanaan kesehatan masyarakat (3) aturan yang
memberikan pelayanan kesehatan maternal dan anak yang optimal 4) eradikasi gangguan yang diketahui disertai dengan
kerusakan system saraf pusat. Konseling keluarga dan genetik membantu menurunkan insidensi retardasi mental dalam
keluarga dengan riwayat gangguan genetik retardasi mental. (Kaplan, 2008)
Pencegahan primer juga dapat di lakukan dengan perbaikan sosio ekonomi dan tindakan kedokteran (umpamanya
perawatan prenatal yang baik, pertolongan persalinan yang baik, kehamilan pada wanita adolesen dan di atas 40 tahun
dikurangi dan pencegahan peradangan otak pada anak–anak)
2. Pencegahan Sekunder
Meliputi diagnosa dan pengobatan dini peradangan otak, perdarahan subdural, kraniostenosis (sutura tengkorak
menutup terlalu cepat, dapat dibuka dengan kraniotomi; pada mikrosefali yang kogenital, operasi tidak menolong).
Penyakit metabolik dan endokrin yang menurun seperti Phenil Keton Uria (PKU), hipertiroidisme bisa diobati secara
efektif pada stadium dini.
3. Pencegahan Tersier
Meliputi pendidikan pasien atau latihan khusus, disalurkan ke Sekolah Luar Biasa (SLB) yang sesuai. Bagi yang
gelisah, hiperaktif atau destruktif dapat diberi: Methylphenidate diberi pagi hari dengan dosis tergantung berat badan dan
dimulai dengan dosis yang rendah sampai mencapai dosis maksimum 20mg/hari (1x per hari). Bila ada gejala kejang,
diberi obat anti kejang. Konseling untuk orang tua. (Soetjiningsih, 1995)
Konseling kepada orang tua dilakukan secara fleksibel dan pragmatis dengan tujuan antara lain membantu
mereka dalam mengatasi frustrasi oleh karena mempunyai anak dengan retardasi mental. Orang tua sering menghendaki
anak diberi obat, oleh karena itu dapat diberi penerangan bahwa sampai sekarang belum ada obat yang dapat membuat
anak menjadi pandai, hanya ada obat yang dapat membantu pertukaran zat (metabolisme) sel-sel otak.
Konsultasi iasic akan memberikan pengetahuan dan pengertian kepada orang tua dari anak retardasi mental
mengenai penyebab terjadinya retardasi mental. Vaksinasi MMR secara dramatis telah menurunkan angka kejadian
rubella sebagai salah satu penyebab retardasi mental.
Setiap wanita hamil yang berumur >35 tahun dianjurkan untuk menjalankan amniosentesis dan pemeriksaan vili
korion, karena mereka memiliki risiko melahirkan bayi yang menderita Sindrom Down. USG juga dapat membantu
menemukan adanya kelainan otak. Untuk mendeteksi Sindrom Down dan spina bifida juga bias dilakukan pengukuran
kadar alfa-protein serum.
Tindakan pencegahan lainnya yang dapat di lakukan untuk mencegah retardasi mental:
Genetik. Penyaringan prenatal (sebelum lahir) untuk kelainan genetik dan konsultasi genetik untuk keluarga-
keluarga yang memiliki resiko dapat mengurangi angka kejadian retardasi mental yang penyebabnya adalah
factor genetik.
Sosial. Program sosial pemerintah untuk memberantas kemiskinan dan menyelenggarakan pendidikan yang baik
dapat mengurangi angka kejadian retardasi mental ringan akibat kemiskinan dan status ekonomi yang rendah.
Keracunan. Program lingkungan untuk mengurangi timah hitam dan merkuri serta racun lainnya akan
mengurangi retardasi mental akibat keracunan. Meningkatkan kesadaran masyarakat akan efek dari pemakaian
alkohol dan obat-obatan selama kehamilan dapat mengurangi angka kejadian retardasi mental.
Infeksi. Pencegahan rubella merupakan contoh yang baik dari program yang berhasil untuk mencegah salah satu
bentuk retardasi mental. Kewaspadaan yang konstan (misalnya yang berhubungan dengan kucing,
toksoplasmosis, dan kehamilan) membantu mengurangi retardasi mental akibat toksoplasmosis.
Meningkatkan perkembangan otak yang sehat dan penyediaan pengasuhan dan lingkungan yang merangsang
pertumbuhan.
Harus memfokuskan pada kesehatan biologis dan pengalaman kehidupan awal anak yang hidup dalam
kemiskinan dalam hal ini: perawatan prenatal, pengawasan kesehatan reguler, pelayanan dukungan keluarga.
LO 1.9 Prognosis
Retardasi mental yang diketahui penyakit dasarnya, biasanya prognosisnya lebih baik. Tetapi pada umumnya
sukar untuk menemukan penyakit dasarnya. Anak dengan dengan retardasi mental ringan dengan kesehatan yang baik
tanpa penyakit kardiorespirasi, pada umumnya umur harapan hidupnya sama dengan orang yang normal. Tetapi
sebaliknya pada retardasi mental yang berat dengan masalah kesehatan dan gizi, sering meninggal pada usia muda.
Pada anak dengan retardasi mental berat, gejalanya telah dapat terlihat sejak dini. Retardasi mental ringan tidak
selalu menjadi gangguan yang berlangsung seumur hidup. Seorang anak bisa saja pada awalnya memenuhi kriteria
retardasi mental saat usianya masih dini, namun seiring dengan bertambahnya usia, anak tersebut dapat saja hanya
menderita gangguan perkembangan (gangguan komunikasi, autisme, slow learner-intelejensia ambang normal). Anak
yang didiagnosa dengan retardasi mental ringan di saat masa sekolah, mungkin saja dapat mengembangkan perilaku
adaptif dan berbagai keterampilan yang cukup baik sehingga mereka tidak dapat lagi dikategorikan menderita retardasi
mental ringan, atau dapat dikatakan efek dari peningkatan maturitas menyebabkan anak berpindah dari satu kategori
diagnosis ke kategori lainnya (contohnya, dari retardasi mental sedang menjadi retardasi mental ringan). Beberapa anak
yang didiagnosis dengan gangguan belajar spesifik atau gangguan komunikasi dapat berkembang menjadi retardasi
mental seiring dengan berjalannya waktu. Ketika masa remaja telah dicapai, maka diagnosis biasnya telah menetap.
Prognosis jangka panjang dari retardasi mental tergantung dari penyebab dasarnya, tingkat defisit adaptif dan
kognitif, adanya gangguan perkembangan dan medis terkait, dukungan keluarga, dukungan sekolah/masyarakat, dan
pelayanan dan training yang tersedia untuk anak dan keluarga. Saat dewasa, banyak penderita retardasi mental yang
mampu memenuhi kebutuhan ekonmi dan sosialnya secara mandiri. Mereka mungkin saja membutuhkan supervisi secara
periodik, terutama di saat mengalami masalah sosial maupun ekonomi. Kebanyakan penderita dapat hidup dengan baik
dalam masyarakat, baik secara mandiri maupun dalam supervisi. Angka harapan hidup tidak terpengaruh oleh adanya
retardasi mental ini.
Ada beberapa cara melakukan penilaian status gizi pada kelompok masyarakat. Salah satunya adalah dengan
pengukuran tubuh manusia yang dikenal dengan Antropometri. Dalam pemakaian untuk penilaian status gizi,
antropometri disajikan dalam bentuk indeks yang dikaitkan dengan variabel lain. Variabel tersebut adalah sebagai berikut:
Umur
Umur sangat memegang peranan dalam penentuan status gizi, kesalahan penentuan akan menyebabkan
interpretasi status gizi yang salah. Hasil penimbangan berat badan maupun tinggi badan yang akurat, menjadi tidak berarti
bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat. Kesalahan yang sering muncul adalah adanya kecenderungan untuk
memilih angka yang mudah seperti 1 tahun; 1,5 tahun; 2 tahun. Oleh sebab itu penentuan umur anak perlu dihitung
dengan cermat. Ketentuannya adalah 1 tahun adalah 12 bulan, 1 bulan adalah 30 hari. Jadi perhitungan umur adalah
dalam bulan penuh, artinya sisa umur dalam hari tidak diperhitungkan
Berat Badan
Berat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan gambaran massa jaringan, termasuk cairan tubuh.
Berat badan sangat peka terhadap perubahan yang mendadak baik karena penyakit infeksi maupun konsumsi makanan
yang menurun. Berat badan ini dinyatakan dalam bentuk indeks BB/U (Berat Badan menurut Umur) atau melakukan
penilaian dengam melihat perubahan berat badan pada saat pengukuran dilakukan, yang dalam penggunaannya
memberikan gambaran keadaan kini. Berat badan paling banyak digunakan karena hanya memerlukan satu pengukuran,
hanya saja tergantung pada ketetapan umur, tetapi kurang dapat menggambarkan kecenderungan perubahan situasi gizi
dari waktu ke waktu .
Tinggi Badan
Tinggi badan memberikan gambaran fungsi pertumbuhan yang dilihat dari keadaan kurus kering dan kecil
pendek. Tinggi badan sangat baik untuk melihat keadaan gizi masa lalu terutama yang berkaitan dengan keadaan berat
badan lahir rendah dan kurang gizi pada masa balita. Tinggi badan dinyatakan dalam bentuk Indeks TB/U (tinggi badan
menurut umur), atau juga indeks BB/TB (Berat Badan menurut Tinggi Badan) jarang dilakukan karena perubahan tinggi
badan yang lambat dan biasanya hanya dilakukan setahun sekali. Keadaan indeks ini pada umumnya memberikan
gambaran keadaan lingkungan yang tidak baik, kemiskinan dan akibat tidak sehat yang menahun.
Berat badan dan tinggi badan adalah salah satu parameter penting untuk menentukan status kesehatan manusia,
khususnya yang berhubungan dengan status gizi. Penggunaan Indeks BB/U, TB/U dan BB/TB merupakan indikator status
gizi untuk melihat adanya gangguan fungsi pertumbuhan dan komposisi tubuh (Soekirman, 2000).
Growth Spurt:
Anak perempuan: antara 10 dan 12 tahun
Anak laki-laki: umur 12 sampai 14 tahun.
Permulaan growth spurt pada anak tidak selalu pada umur yang sama melainkan tergantung individualnya.
Pertumbuhan yang cepat biasanya diiringi oleh pertumbuhan aktivitas fisik sehingga kebutuhan zat gizi akan naik pula.
Penelitian membuktikan bahwa apabila manusia sudah mencapai usia lebih dari 20 tahun, maka pertumbuhan tubuhnya
sama sekali sudah terhenti. Ini berarti, makanan tidak lagi berfungsi untuk pertumbuhan tubuh, tetapi untuk
mempertahankan keadaan gizi yang sudah didapat atau membuat gizinya menjadi lebih baik. Dengan demikian,
kebutuhan akan unsur-unsur gizi dalam masa dewasa sudah agak konstan, kecuali jika terjadi kelainan-kelainan pada
tubuhnya, seperti sakit dan sebagainya. Sehingga mengharuskan mendapatkan kebutuhan zat gizi yang lebih dari
biasanya.
Kecerdasan, keterampilan, dan perkembangan mental balita tidak lepas dari pertumbuhan dan perkembangan sel-
sel otak. Agar otak anak berkembang optimal, harus memenuhi aneka zat gizi yang diperlukan. Apalagi, ilmu
pengetahuan mengajarkan bahwa otak terus tumbuh hingga anak berusia dua tahun. Artinya, pada masa emas itulah,
balita harus mengonsumsi makanan bergizi lengkap dan seimbang, terutama untuk perkembangan otaknya.
Aneka zat gizi yang berperan penting bagi perkembangan otak, diantaranya adalah kelompok asam lemak tak
jenuh, kalori dan protein, zat besi, kelompok vitamin B, dan seng (Zn).
Zat Besi
Zat besi berperan besar dalam pembentukan sel-sel baru, termasuk otak, di mana mengangkut dan
mendistribusikan O2 paru-paru ke seluruh tubuh. Serta berperan dalam pembentukan eritrosit di dalam sumsum tulang
belakang. Sistem imun yang berfungsi dengan baik adalah tanda cukupnya zat besi dalam tubuh. Sumber-sumbernya
adalah hati, daging merah, ikan, telur, serealia, dan sayuran berwarna hijau tua.
Kelompok Vitamin B
Berbagai jenis vitamin B sangat besar peranannya dalam perkembangan otak anak, yaitu B1, B3, B6, dan B12.
Vitamin B1 melindungi sel-sel saraf dalam jaringan sel pusat, B3 menjaga keseimbangan kerja sel-sel saraf, B6 berperan
dalam proses pembentukan eritrosit, serta membantu tubuh dalam proses penyerapan karbohidrat, protein, dan lemak;
B12 berperan dalam membentuk senyawa kimia yang mendukung pertumbuhan dan fungsi sel saraf dan pertumbuhan
tulang belakang, serta mencegah kerusakan saraf dan meningkatkan daya ingat. Bersama zat besi, vitamin B12 jga
membantu pembentukan eritrosit. Sumber vitamin B adalah serealia, kacang-kacangan, biji-bijian, ikan, ayam, daging
tanpa lemak, produk olahan susu, dan sayuran berwarna hijau.
Seng (Zn)
Seng berfungsi membantu otak dalam mengantar informasi genetik dalam sel. Selain itu, seng juga bertugas
membantu proses pembentukan sel-sel tubuh, termasuk otak. Kekurangan seng dapat berpengaruh terhadap
perkembangan kecedasan anak dan gangguan fungsi otak. Seng banyak terdapat dalam daging, hati, ayam, seafood, susu,
biji-bijian, dan kacang-kacangan.
Faktor genetik hanya berperan 30-40% dalam menentukan perkembangan otak dan tingkat kecerdasan anak.
Selebihnya, yang berperan adalah faktor lingkungan, pemenuhan kebutuhan berbagai zat gizi yang diperlukan untuk
menunjang proses perkembangan otak anak.
DHA merupakan bahan baku pembentuk 60% asam lemak esensial otak, yang memiliki fungsi penting, yaitu
membentuk sel-sel saraf otak, melindungi serabut saraf otak, dan memelihara fungsi otak serta indera penglihatan
(terutama retina).
Dari berbagai kajian ilmiah menunjukkan bahwa kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan
serta sel otak. Kekurangan kadar Hb dalam darah dapat menimbulkan gejala lesu, lemah, letih, lalai dan cepat capai.
Akibatnya dapat menurunkan prestasi belajar, olahraga dan produktifitas kerja serta menurunkan daya tahan tubuh
terhadap penyakit infeksi.
o Penilaian Status Gizi
Masa remaja menurut WHO adalah antara 10 –24 tahun, sedangkan menurut Monks (1992) masa remaja
berlangsung pada umur 12-21 tahun dengan pembagian masa remaja awal (12-15 tahun), masa remaja pertengahan (15-18
tahun) dan masa remaja akhir (18-21 tahun).
Faktor yang perlu diperhatikan untuk menentukan kebutuhan energi remaja adalah aktivitas fisik. Remaja yang
aktif dan banyak melakukan olahraga memerlukan asupan energi yang lebih besar dibandingkan yang kurang aktif.
Angka kecukupan gizi (AKG) energi untuk remaja dan dewasa muda perempuan 2000-2200 kkal, sedangkan
untuk laki-laki antara 2400-2800 kkal setiap hari. AKG energi ini dianjurkan sekitar 60% berasal dari sumber karbohidrat.
Makanan sumber karbohidrat adalah: beras, terigu dan hasil olahannya (mie, spagetti, macaroni), umbi-umbian (ubi jalar,
singkong), jagung, gula, dan lain-lain.
Protein
Kebutuhan protein meningkat pada masa remaja, karena proses pertumbuhan yang sedang terjadi dengan cepat.
Pada awal masa remaja, kebutuhan protein remaja perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki, karena memasuki masa
pertumbuhan yang lebih cepat. Pada akhir masa remaja, kebutuhan protein laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan
karena perbedaan komposisi tubuh. Kecukupan protein bagi remaja 1,5-2,0gr/kgBB/hari. AKG protein remaja dan
dewasa muda adalah 48-62 gr per hari untuk perempuan dan 55-66 gr per hari untuk laki-laki.
Kalsium
Kebutuhan kalsium pada masa remaja relatif tinggi karena akselerasi muscular, skeletal/kerangka dan
perkembangan endokrin lebih besar dibandingkan masa anak dan dewasa. Lebih dari 20% pertumbuhan tinggi badan dan
sekitar 50% massa tulang dewasa dicapai pada masa remaja. AKG kalsium untuk remaja dan dewasa muda adalah 600-
700 mg per hari untuk perempuan dan 500-700 mg untuk laki-laki. Sumber kalsium yang paling baik adalah susu dan
hasil olahannya. Sumber kalsium lainnya ikan, kacang-kacangan, sayuran hijau, dan lain-lain.
Zat Besi
Kebutuhan zat besi pada remaja meningkat karena terjadinya pertumbuhan cepat. Kebutuhan besi pada remaja
laki-laki meningkat karena ekspansi volume darah dan peningkatan konsentrasi haemoglobin (Hb). Setelah dewasa,
kebutuhan besi menurun. Pada perempuan, kebutuhan yang tinggi akan besi terutama disebabkan kehilangan zat besi
selama menstruasi. Hal ini mengakibatkan perempuan lebih rawan terhadap anemia besi dibandingkan laki-laki.
Perempuan dengan konsumsi besi yang kurang atau dengan kehilangan besi yang meningkat, akan mengalami
anemia defisiensi besi.
Seng (Zink)
Seng diperlukan untuk pertumbuhan serta kematangan seksual remaja, terutama untuk remaja laki-laki. AKG
seng adalah 15 mg per hari untuk remaja dan dewasa muda perempuan serta laki-laki.
Vitamin
Kebutuhan vitamin juga meningkat selama masa remaja karena pertumbuhan dan perkembangan cepat yang
terjadi. Karena kebutuhan energi meningkat, maka kebutuhan beberapa vitamin pun meningkat, antara lain yang berperan
dalam metabolisme karbohidrat menjadi energi seperti vitamin B1, B2 dan Niacin. Untuk sintesa DNA dan RNA
diperlukan vitamin B6, asam folat dan vitamin B12, sedangkan untuk pertumbuhan tulang diperlukan vitamin D yang
cukup. Dan vitamin A, C dan E untuk pembentukan dan penggantian sel.
Status gizi adalah keadaan kesehatan tubuh seseorang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan dan
penggunaan zat gizi makanan. Status ini merupakan tanda-tanda atau penampilan seseorang akibat keseimbangan antara
pemasukan dan pengeluaran zat gizi yang berasal dari pangan yang dikonsumsi (Sunarti, 2004).
Menurut Supariasa, dkk (2001) menyatakan bahwa status gizi yaitu ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk
variabel tertentu atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu.
Penyebab Langsung
Makanan dan penyakit dapat secara langsung menyebabkan gizi kurang. Timbulnya gizi kurang tidak hanya
dikarenakan asupan makanan yang kurang, tetapi juga penyakit. Anak yang mendapat cukup makanan tetapi sering
menderita sakit, pada akhirnya dapat menderita gizi kurang.
Rumus IMT:
Interpretasi Status Gizi Berdasarkan Tiga Indeks Antropometri (BB/U,TB/U, BB/TB Standart Baku Antropometeri WHO-
NCHS)
Indeks yang digunakan
No Interpretasi
BB/U TB/U BB/TB
Pengukuran Skor Simpang Baku (Z-score) dapat diperoleh dengan mengurangi Nilai Induvidual Subjek (NIS)
dengan Nilai Median Baku Rujukan (NMBR) pada umur yang bersangkutan, hasilnya dibagi dengan Nilai Simpang Baku
Rujukan (NSBR). Atau dengan menggunakan rumus:
Status gizi berdasarkan rujukan WHO-NCHS dan kesepakatan Cipanas 2000 oleh para pakar Gizi dikategorikan
seperti diperlihatkan pada tabel 1 diatas serta di interpretasikan berdasarkan gabungan tiga indeks antropometri seperti
yang terlihat pada tabel 2.
Untuk memperjelas penggunaan rumur Zskor dapat dicontohkan sebagai berikut
Diketahui BB= 60 kgTB=145 cm
Umur: karena umur dengan indeks BB/U, TB/U dan BB/TB berdasarkan WHO-NCHS hanya dibatasi < 18 tahun maka
disini dicontohkan anak laki-laki usia 15 tahun
AKG Remaja