Anda di halaman 1dari 13

KOASISTENSI PENYAKIT DALAM HEWAN KECIL

“Ascites pada Anjing”

Oleh :

Feny Mutiara Daris, S.KH


1309012009

PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2018
CANINE ASCITES
Ascites adalah penimbunan cairan secara abnormal dirongga peritoneum.
Asites dapat disebabkan oleh Liver disease, neoplasm, heart failure, infections,
trauma, inflammatory. Penimbunan cairan di dalam rongga peritoneum dapat
melalui 3 mekanisme antara lain transudasi, modifikasi transudasi dan eksudasi.
Ascites yang berhubungan dengan sirosis hati dan hipertensi porta adalah salah
satu contoh penurunan cairan pada rongga peritoneum yang terjadi melalui
mekanisme transudasi.

Cairan tubuh merupakan larutan yang memiliki zat-zat terlarut seperti ion
dan bahan organik seperti protein plasma. Cairan tubuh terbagi menjadi dua, yaitu
cairan intraseluler yang berada di dalam sel dan cairan ekstraseluler yang berada
di luar sel. Cairan ekstraselular terbagi lagi menjadi dua bagian, yaitu cairan
interstisial yang berada di antara sel pada jaringan dan plasma darah yang menjadi
bagian darah. Perpindahan air antara cairan intraseluler dan ekstraseluler dapat
terjadi melalui membran sel. Begitu pula antara cairan ekstraseluler dan cairan
interstisial yang dapat berpindah melalui pori-pori pada endotel kapiler. Air dan
ion dapat bergerak bebas melewati pori-pori, membawa cairan dari satu sisi ke sisi
lain agar tercipta equilibrium (Hill et al, 2012).

Berbagai jenis cairan ascites dapat menumpuk, antara lain :

 Ketidakseimbangan yang membantu pembentukan dan pemindahan cairan


tubuh : penurunan tekanan osmotic koloid dalam plasma (transudate),
peningkatan tekanan hidrostatik dalam drainase vena atau limfatik
(transudate dan modifikasi transudat), peningkatan permeabilitas
pembuluh darah (exudates)
 Kebocoran pembuluh (keluarnya darah dalam sirkulasi, cairan dan urin

Distribusi cairan ekstraseluler dan intraseluler ditentukan oleh efek


osmotik zat terlarut. Cairan interstisial dan plasma ditentukan oleh keseimbangan
hidrostatik dan tekanan koloid yang melintasi membran kapiler. Asupan cairan
dapat berasal dari makanan atau minuman dan hasil metabolisme. Sementara
pengeluaran cairan berupa penguapan melalui paru-paru dan kulit, keringat, feses,
dan urin. Materi yang tidak dibutuhkan, baik berasal dari darah maupun sel,
haruslah dikeluarkan. Hal ini perlu agar rongga-rongga antar jaringan tidak terisi
oleh cairan dan menjaga jaringan dari tekanan eksternal. Terdapat dua mekanisme
pengeluaran cairan ke jaringan intertisial yaitu melalui kapiler dan pembuluh
limfe (Tuttle dan Schottelius 1965).

Tekanan osmotik merupakan transpor aktif air melalui membran, baik


membran sel, epitelium, ataupun membran buatan. Terminologi ini juga berlaku
untuk pergerakan air dalam tubuh. Air akan bergerak dari keadaan hipoosmotik ke
hiperosmotik. Dan equilibrium akan tercapai ketika dua larutan menjadi
isoosmotik (Hill et al, 2012).

Fungsi ginjal sebagai organ yang berperan dalam pembentukan urin sangat
berperan penting dalam pengaturan cairan tubuh. Hormon yang terlibat dalam
mekanisme pengaturan air antara lain vasopressin dan aldosteron. Vasopressin
(antidiuretik hormon/ADH) memainkan kunci yang penting dalam resorpsi air,
produksi urin, pemekatan urin, dan kesetimbangan air. Rata-rata anjing atau
kucing sehat memiliki kapasitas untuk memproduksi urin dengan osmolalitas
lebih dari 2000 mOsm/kg. Apabila kucing atau anjing mengalami defisiensi ADH
kronis atau tidak mampu merespon ADH, urin terlarut menjadi sekitar 20
mOsm/kg (Feldman 2010). Sementara hormon aldosteron berfungsi untuk
menjaga homeostasis natrium dan kalium (Swift 2010). Kedua hormon ini akan
bersinergi untuk mempertahankan kadar air dalam tubuh walaupun mekanisme
kerjanya antagonis.

Homeostasis Cairan Tubuh dan Patogenesis Edema

Akumulasi cairan interstisial disebut edema. Akumulasi cairan pada


rongga organ (pericardium, pleura, dan peritoneum) dapat dikategorikan sebagai
edema. Edema (English American) atau oedema (English British), sebelumnya
dikenal sebagai hydropsy. Secara fisiologis, tubuh akan membatasi jumlah cairan
yang terkumpul. Matriks interstisial akan memiliki peran dalam mengatur regulasi
tekanan hidrostatik. Kondisi patofisiologi dapat memunculkan gejala klinis
edema. Abnormalitas yang umum menyebabkan edema adalah peningkatan luas
permukaan mikrovaskular dan dilatasi vaskular yang tidak sempurna, penurunan
tekanan osmotik koloid, peningkatan permeabilitas mikrovaskular terhadap air
dan protein, dan peningkatan tekanan hidrostatik vena (Herndon 2010).

Manifestasi klinis edema tergantung dari organ yang dipengaruhi,


misalnya sistem syaraf pusat, paru-paru, intestine, dan kulit (Herndon 2010).
Akumulasi cairan edema terdiri dari transudat, eksudat, cairan limfatik, darah,
urin, atau cairan empedu (Tasker dan Gunn-Moore 2000). Volume edema, baik
sedikit maupun banyak, merupakan temuan yang penting untuk mendukung
diagnosis. Pemeriksaan fisik yang baik, tes darah, dan evaluasi cairan edema akan
mengarah pada diagnosa yang tepat ataupun mengarah pada uji diagnosis yang
lain. Edema memiliki berbagai nama sesuai predileksi tempat terjadinya. Pada
kejadian edema dalam peritoneum disebut hydrops ascites. Jenis-jenis cairan yang
dapat ditemukan secara umum adalah transudate, modified transudat dan exudate.

Secara umum, penyebab hydrops ascites dapat digolongkan menjadi tiga


yaitu hipoproteinemia, congestive heart failure (CHF), dan chronic renal failure
(CRF). Ketiga penyebab ini berhubungan erat dengan mekanisme transportasi
cairan dalam tubuh. Menentukan penyebab hydrops ascites juga menjadi pedoman
dalam menentukan terapi yang sesuai dengan kondisi pasien.

Hipoproteinemia merupakan suatu keadaan di mana protein dalam tubuh


berkurang. Kadar protein normal menurut Taylor et al. (2011) adalah 6-8 g/dl dan
kadar albumin 3.5-5 g/dl. Menurut Tams (2003), hipoproteinemia terjadi bila total
protein serum <6 g/dl. Apabila total protein kurang dari 4.0 g/dl atau albumin
kurang dari 1.5 g/dl maka diperlukan terapi cairan berupa koloid (Slatter 2003).
Kekurangan protein dapat menyebabkan hydrops ascites karena integritas
penyusun sel berkurang (Douglas 2003). Akumulasi cairan mula-mula akan
ditangani oleh buluh limfatik. Bila keadaan semakin parah akan terjadinya edema.
Peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan tidak hanya air tetapi juga
albumin ditransportasikan ke luar pembuluh kapiler, menyebabkan penurunan
efektivitas tekanan osmotik koloidal dalam menangani pengeluaran cairan dari
rongga tubuh (Michell 2004).
Hidropascites disebut juga dengan ascites merupakan akumulasi cairan
transudat atau eksudat pada rongga abdomen diantara parietal dan visceral
peritoneum. Ascites dapat disebabkan oleh berbagai faktor antara lain :

a) Akibat dari congestive heart failure (CHF) pada jantung kanan dan
berhubungan dengan gangguan kembalinya darah ke vena
b) Kehilangan plasma protein berhubungan dengan hilangnya protein dari
ginjal atau penyakit gastrointestinal (protein hilang pada penyakit
nephrophaty atau enterophaty)
c) Abstruksi vena cava atau vena portal serta hambatan pengaliran pembuluh
limfatik
d) Neoplastik yang berlebihan
e) Peritonitis akibat infeksi atau inflamasi
f) Ketidak seimbangan elektrolit terutama hipernatremia
g) Sirosis hati

Congestive heart failure (CHF) merupakan suatu kondisi abnormalitas dari


struktur atau fungsi dari jantung mengakibatkan terganggunya pemompaan darah
ke seluruh tubuh. Penyebab terjadinya congestive heart failure (CHF) antara lain :

1. Kelemahan otot jantung sehingga ventrikel tidak mampu berkontraksi


secara cukup kuat untuk memompa darah keluar. Kondisi ini bisa
diakibatkan oleh keracunan obat, jumlah darah atau oksigen dalam darah
yang tidak mencukupi, atrium dan ventrikel mengalami dilatasi, infeksi,
peradangan atau aritmia.
2. Volume darah yang berlebihan didalam jantung. Kondisi ini bisa karena
robeknya katup jantung, katup mengalami degenerasi, peradangan pada
katup jantung.
3. Tekanan darah yang tinggi. Kondisi ini dapat disebabkan oleh cacing
jantung (Heartworm)
4. Menurunnya kemampuan kerja ventrikel, bisa disebabkan oleh penyakit
jantung, adanya cairan berlebihan pada selaput jantung.
Pada kondisi congestive heart failure (CHF) pada jantung kanan terjadi
kelemahan/kegagalan jantung kanan untuk memompa darah ke arteri pulmonary
(paru-paru) menyebabkan tersisanya sejumlah darah dalam ventrikel kanan. Sisa
darah di ventrikel kanan menyebabkan terhambatnya masuk aliran darah dari vena
cava (vena cava merupakan pembuluh darah yang mengalirkan darah vena dari
berbagai organ tubuh) ke antrum kanan dan dilanjutkan ke ventrikel kanan
menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan hidrostatik pada vena cava sehingga
terjadi perembesar cairan plasma darah dari pembuluh darah ke intestisium
sehingga terjadi ascites.

Congestive Heart Failure - Right atau gagal jantung kanan merupakan


manifestasi dari ketidakmampuan jantung untuk memompa darah akibat adanya
kelainan fungsi katup jantung. Kongesti muncul pada sebagian besar hewan
dengan gagal jantung akibat tekanan vena yang berlebihan yang disebabkan oleh
peningkatan volume plasma (retensi air dan natrium) dan penurunan kapasitas
vena. Retensi air berhubungan dengan penurunan filtrasi ginjal dan hormon yang
menstimulasi retensi air. Kelainan jantung sebelah kiri dapat menyebabkan
munculnya edema dan tekanan pada paru-paru (Smith 2010).

Sebagai manifestasi dari penyakit jantung, hydrops ascites sangat erat


berhubungan dengan gagal jantung kanan atau biventricular atau
ketidakseimbangan aliran vena menuju jantung kanan. Eksudat efusi abdomen,
baik sepsis ataupun nonsepsis, merupakan karakteristik proses inflamasi yang
melibatkan sebagian atau seluruh bagian rongga peritoneum. Penyebab efusi
abdomen umumnya disebabkan oleh kenaikan tekanan hidrostatik vena.
Peningkatan permeabilitas endotel juga memberi kontribusi terhadap pergerakan
cairan transkapiler. Hydrops ascites yang terjadi diakibatkan oleh tingginya
tekanan hidrostatik vena atau kapiler didasarkan pada letak lesio patologisnya.
Selama pembentukan efusi abdomen, cairan akan didistribusikan dari pembuluh
vaskular menuju rongga tubuh. Penurunan volume plasma kemudian akan
menginduksi mekanisme untuk mengkompensasi keadaan ini (sistem Renin-
Angotensin-Aldosterone dan pelepasan hormon antidiuretik) untuk meningkatkan
total air dan sodium dalam tubuh.
Penyebab tingginya tekanan hidrostatik dapat berupa masalah katup atau
pembuluh vaskuler (kegagalan katup jantung atau abnormalitas systemic-to-
pumonary shunt). Penyakit degenerasi katup atrioventricular dan endokarditis
katup mitral atau aorta merupakan gejala yang muncul akibat overload CHF.
Tekanan berlebihan terjadi ketika ventrikel berkontraksi untuk mengsirkulasikan
darah. Penyebab umum tekanan berlebihan ventrikel adalah stenosis katup
pulmonic atau (sub) aorta, hipertensi pulmoner, dan hipertensi sistemik. Tekanan
berlebihan sistolik akan menstimulasi hipertrofi jantung dan kekakuan dinding
ventrikel yang dapat mengarah pada iskemia. Keadaan ini juga akan
mengakibatkan kontraktilitas jantung menurun.

Chronic renal failure atau gagal ginjal kronis merupakan simptom yang
dapat terjadi akibat kegagalan sistem endokrin, fungsi ekskresi, dan regulasi
ginjal. Gangguan endokrin yang meluas dapat saja terjadi dan menyebabkan
respon organ target berkurang akibat keadaan uremik. Pada anjing dan kucing,
gejala yang khas terjadi adalah polyuria dan polydipsia. Secara umum hipertensi
dan edema tidaklah muncul bersamaan dalam satu keterkaitan. Edema merupakan
akumulasi cairan interstisial dari plasma. Retensi natrium dan air sering kali
menjadi penyebab utama terjadinya edema. Retensi inilah yang menyebabkan air
tertahan dalam tubuh (Michell 2004).

Abnormalitas ginjal baik secara struktural maupun fungsional yang terjadi


pada salah satu atau kedua ginjal dengan periode yang diperpanjang, biasanya
terjadi selama 3 bulan atau lebih. Anjing dan kucing dengan gagal ginjal kronis
dapat dikategorikan dalam empat stadium. Keempat stadium ini didasarkan pada
fungsi ginjal, proteinuria, dan tekanan darah. Pengkategorian ini dijadikan
pedoman dalam menentukan diagnosis, prognosis, dan pengobatan. Stadium gagal
ginjal kronis didasarkan pada fungsi ginjal dapat diukur melalui perhitungan
konsentrasi kreatinin serum.

Sumber cairan pada rongga abdomen dan rongga thoraks dapat bersumber
dari efusi plasma dari pembuluh darah maupun transudat peritoneum yang
mengalami peradangan. Cairan bersifat transudat pada rongga abdomen dapat
berasal dari plasma yang berefusi dari pembuluh darah terutama akibat gangguan
keseimbangan protein (Aswar 2009).

Secara teoritis terdapat tiga kejadian penyebab hydrops ascites yaitu


hipoproteinemia, congestive heart failure dan chronic renal failure.
Hipoproteinemia berhubungan dengan penurunan integrasi sel dan memicu
kebocoran cairan ke daerah interstisial. Sementara congestive heart failure dan
chronic renal failure menyebabkan retensi air dan natrium. Ketiga penyebab
hydrops ascites ini dapat menjadi diferensial diagnosa hydrops ascites secara
umum.

Ascites sesungguhnya adalah gambaran gejala klinis berdasarkan dari


akumulasi cairan serous/serousanguinous intra peritoneal dan merupakan tanda
dari penyakit yang digunakan untuk mengidentifikasi kausa utama. Ascites dapat
juga disebabkan oleh :

a) Peningkatan tekanan portal yang diikuti oleh perkembangan aliran


kolateral melalui lower pressure pathways. Hipertensi portal memacu
pelepasan nitric oxide, menyebabkan vasodilatasi dan pembesaran ruang
intravaskuler. Tubuh berusaha mengoreksi hipovolemia yang terdeteksi
(perceived hypovolemia) ini dengan memacu faktor antinatriuretik dan
vasokontriktor yang memicu retensi cairan dan garam, dengan demikian
mengganggu keseimbangan Starling forces yang mempertahankan
hemostasis cairan, cairan akan menuju liver dan perkumpul pada rongga
abdomen (abdominal cavity).
b) Bila terjadi pendarahan akibat pecahnya varises esopahagus, maka kadar
protein akan menurun sehingga menyebabkan tekanan osmotic juga
menurun sehingga terjadinya ascites. Sebaliknya bila kadar protein
kembali normal, maka asites akan menghilang walaupun hipertensi portal
tetap ada. Hipertensi portal mengakibatkan penurunan volume
intravaskuler sehingga perfusi ginjal pun menurun serta dapat
meningkatkan aktifitas plasma renin sehingga aldosteron juga meningkat.
Aldosteron berperan untuk mengatur keseimbangan elektrolit terutama
natrium, dengan peningkatan aldosteron maka terjadi retensi natrium yang
pada akhirnya menyebabkan retensi cairan.
c) Tekanan koloid plasma yang bergantung pada albumin dalam serum. Pada
keadaan normal albumin dibentuk di dalam hati. Bilamana hati terganggu
fungsinya, maka pembentukan albumin juga terganggu dan kadarnya
menurun, sehingga tekanan koloid osmotic juga berkurang. Kadar albumin
kurang dari 3 gr % dapat menjadi tanda kritis timbulnya ascites.

Cairan bersifat transudat intra peritoneal yang disebut sebagai hidrops ascites
berasal dari plasma yang berefusi dari pembuluh darah terutama akibat gangguan
keseimbangan protein.

Gambaran cairan yang diambil dengan teknik abdominosintecis apabila


berwarna kuning kemerakan menggambarkan tipe cairan modified transudate
karena transudat modifikasi memiliki tingkat protein yang lebih tinggi dan jumlah
sel lebih tinggi. Hati atau posthepatic hasil hipertensi ketika tingkat obstruksi
aliran adalah baik dalam vena hepatic atau ekor vena cava seperti dengan
pengkusutan dari vena, gagal jantung sisi kanan, atau temponode jantung.
Menyebabkan penumpukan getah bening meningkat pada sinusoid, dengan
kobocoran berikutnya kedalam rongga abdomen melalui kapsul hati. Salah satu
penyebab ascites dengan tipe transudat modifikasi adalah obstruksi pada
pembuluh limfe. Fungsi pembuluh limfe adalah mengangkut cairan dan protein
dari jaringan tubuh ke dalam darah, menghancurkan mikroorganisme seperti
bakteri dan mengangkut emulsi lemak dari usus kedalam darah. Blockade dalam
pembuluh limfe menyebabkan drainase pada jaringan ke seluruh tubuh, terutama
ke peritoneum dan menarik sel imun ke tempat yang membutuhkannya tanpa
melalui pembuluh limfa. Penyebab obstruksi pembuluh limfa adalah luka atau
cedera.

Cairan limfa berwarna kuning keputih-putihan yang disebabkan karena


adanya kandungan lemak dari usus. Jika darah tersusu dari banyak sel-sel darah,
namun pada limfa hanya terdapat satu sel darah yaitu limfosit, yang merupakan
bagian dari sel darah putih. Cairan limfa juga memiliki kandungan protein yang
lebih sedikit serta mengandung lemak yang dihasilkan oleh usus. Perbedaan lain
juga terdapat pada pembuluh limfa. Berbeda dengan pembuluh darah, pembuluh
limfa memiliki katup yang lebih besar dengan struktur seperti vena kecil dan
bercabang-cabang halus dengan ujung terbuka. Dari bagian terbuka ini
menyebabkan cairan jaringan tubuh dapat masuk ke dalam pembuluh limfa.
Terjadi obstruksi maka cairan dari jaringan tubuh tidak dapat masuk kedalam
pembuluh limfa, sehingga cairan dari pembuluh darah tertarik keluar jaringan
berada di rongga peritoneum.

Gambar 1. Mekanisme obstruksi limfatik

Pada ascites tipe modified transudat cairan berwarna kuning dan sedikit
kemerahan. Cairan modified transudat mengandung sel magrofag dan sel limfosit,
kedua sel tersebut dapat ditemukan pada pembuluh limfa sedangkan cairan
berwarna kuning tersebut adalah lemak.

Apabila cairan tertarik keluar jaringan dan pembuluh darah, padahal cairan
tersebut banyak mengandung K+, hal ini menyebabkan hipokalemia pada
pembuluh darah dan jaringan tubuh. Apabila terjadi kronis ini mengakibatkan Na
– K pump di sel tidak berjalan, sehingga ATP tidak dapat di pecah menjadi ADP,
yang dapat mengakibatkan hewan menjadi lemas.

Gejala Klinis

Gejala klinis dari ascites diantaranya yaitu : distensi abdomen,


ketidaknyamanan pada abdomen ketika dipalpasi, dispnea akibat dari pembesaran
abdomen atau akibat efusi pleura, anoreksia, vormiting dan penambahan berat
badan.

Terapi

1. Pada pasien dengan gangguan hati atau congestive heart failure (CHF)
diberikan diuretic kombinasi dengan hidroklorotiazide (2-4 mg/kg PO) dan
spironolakton (1-2 mg/kg PO). Dapat juga diberikan furosemide (1-2
mg/kg PO).
2. Pasien dengan hipoproteinemia, nephritic sindrom dan akumulasi cairan
ascites selain terapi obat dapat juga ditambahkan dengan hetastarch (6%
hetastarch dalam 0,9% NaCl)
DAFTAR PUSTAKA

Hill R W, Wyse G A, dan Anderson M. 2012. Animal Physiology 3rd ed.


Sunderland (US): Sinauer.

Tuttle WW, Schottelius BA. 1965. The Textbook of Physiology. St. Louis (US):
Mosby Comp.

Aswar. 2009. Studi kasus patologi feline infectious peritonitis pada anak kucing
(Felis catus). Skripsi.

Slatter D. 2003. Textbook of Small Animal Surgery 3rd ed. Philadelphia (US):
Saunders.

Douglas S. 2003. Textbook of Small Animal Surgery 3rd ed. Philadelphia (US):
Elsevier.

Taylor C, Lillis C, LeMone P dan Lynn P. 2011. Fundamentals of Nursing 7th ed.
Philadelphia (US): Lippincott Williams &Wilkins.

Tams T R. 2003. Handbook of Small Animal Gastroenterology 2nd ed. Tams T R,


editor. Missouri (US): Saunders

Herndon W E. 2010. Textbook of Veterinary Internal Medicine vol 1 7th ed.


Ettinger S J dan Feldman E C, editor. Missouri (US): Saunders Elsevier.

Tasker S, Gunn-Moore D. 2000. Differential diagnosis of ascites in cats. In Pract.


Vol 22(8): 472-479.

Michell A R. 2004. Physiology and pathophysiology of the internal environment.


dalam Veterinary Medicine. Editor Dunlop RH, Malbert SH. Iowa (US):
Blackwell

Feldman E C. 2010. Textbook of Veterinary Internal Medicine Vol 1 7th ed.


Ettinger SJ dan Feldman EC, editor. Missouri (US): Saunders Elsevier.

Swift S. 2010. Textbook of Veterinary Internal Medicine Vol 2 7th ed. Ettinger S
J dan Feldman E C, editor. Missouri (US): Saunders Elsevier.
Gomersall, Charles. 2007. Ascitic Fluid Infections., Available from URL :
www.Dragermedical/AsianIntensiveCare/ ProblemsandSolutions.org

Nito, Imran., 2009. Asites, Cairan dalam Rongga Peritoneal.

Pearce, C.E., 1999. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis; Hati, Kandung
Empedu, dan Pankreas. Jakarta : PT. Gramedia. hal. 201-11.

Podolsky, D.K., 2005. Harrison’s Principle of Internal Medicine;


Cirrhosis and It’s Complications, 16th edition, United States
of America : McGraw-Hill’s company, .p.1859-67.

Rubin, E., Farber, L.J., 1995. Essential Pathology; Cirrhosis, 2nd edition,
United States of America : J.B. Lippincot company,.p.416-8.

Ware WA. 2007. Cardiovasular Disease in Small Animal Medicine.


London (UK): Manson Publishing.

Anda mungkin juga menyukai