Oleh :
Cairan tubuh merupakan larutan yang memiliki zat-zat terlarut seperti ion
dan bahan organik seperti protein plasma. Cairan tubuh terbagi menjadi dua, yaitu
cairan intraseluler yang berada di dalam sel dan cairan ekstraseluler yang berada
di luar sel. Cairan ekstraselular terbagi lagi menjadi dua bagian, yaitu cairan
interstisial yang berada di antara sel pada jaringan dan plasma darah yang menjadi
bagian darah. Perpindahan air antara cairan intraseluler dan ekstraseluler dapat
terjadi melalui membran sel. Begitu pula antara cairan ekstraseluler dan cairan
interstisial yang dapat berpindah melalui pori-pori pada endotel kapiler. Air dan
ion dapat bergerak bebas melewati pori-pori, membawa cairan dari satu sisi ke sisi
lain agar tercipta equilibrium (Hill et al, 2012).
Fungsi ginjal sebagai organ yang berperan dalam pembentukan urin sangat
berperan penting dalam pengaturan cairan tubuh. Hormon yang terlibat dalam
mekanisme pengaturan air antara lain vasopressin dan aldosteron. Vasopressin
(antidiuretik hormon/ADH) memainkan kunci yang penting dalam resorpsi air,
produksi urin, pemekatan urin, dan kesetimbangan air. Rata-rata anjing atau
kucing sehat memiliki kapasitas untuk memproduksi urin dengan osmolalitas
lebih dari 2000 mOsm/kg. Apabila kucing atau anjing mengalami defisiensi ADH
kronis atau tidak mampu merespon ADH, urin terlarut menjadi sekitar 20
mOsm/kg (Feldman 2010). Sementara hormon aldosteron berfungsi untuk
menjaga homeostasis natrium dan kalium (Swift 2010). Kedua hormon ini akan
bersinergi untuk mempertahankan kadar air dalam tubuh walaupun mekanisme
kerjanya antagonis.
a) Akibat dari congestive heart failure (CHF) pada jantung kanan dan
berhubungan dengan gangguan kembalinya darah ke vena
b) Kehilangan plasma protein berhubungan dengan hilangnya protein dari
ginjal atau penyakit gastrointestinal (protein hilang pada penyakit
nephrophaty atau enterophaty)
c) Abstruksi vena cava atau vena portal serta hambatan pengaliran pembuluh
limfatik
d) Neoplastik yang berlebihan
e) Peritonitis akibat infeksi atau inflamasi
f) Ketidak seimbangan elektrolit terutama hipernatremia
g) Sirosis hati
Chronic renal failure atau gagal ginjal kronis merupakan simptom yang
dapat terjadi akibat kegagalan sistem endokrin, fungsi ekskresi, dan regulasi
ginjal. Gangguan endokrin yang meluas dapat saja terjadi dan menyebabkan
respon organ target berkurang akibat keadaan uremik. Pada anjing dan kucing,
gejala yang khas terjadi adalah polyuria dan polydipsia. Secara umum hipertensi
dan edema tidaklah muncul bersamaan dalam satu keterkaitan. Edema merupakan
akumulasi cairan interstisial dari plasma. Retensi natrium dan air sering kali
menjadi penyebab utama terjadinya edema. Retensi inilah yang menyebabkan air
tertahan dalam tubuh (Michell 2004).
Sumber cairan pada rongga abdomen dan rongga thoraks dapat bersumber
dari efusi plasma dari pembuluh darah maupun transudat peritoneum yang
mengalami peradangan. Cairan bersifat transudat pada rongga abdomen dapat
berasal dari plasma yang berefusi dari pembuluh darah terutama akibat gangguan
keseimbangan protein (Aswar 2009).
Cairan bersifat transudat intra peritoneal yang disebut sebagai hidrops ascites
berasal dari plasma yang berefusi dari pembuluh darah terutama akibat gangguan
keseimbangan protein.
Pada ascites tipe modified transudat cairan berwarna kuning dan sedikit
kemerahan. Cairan modified transudat mengandung sel magrofag dan sel limfosit,
kedua sel tersebut dapat ditemukan pada pembuluh limfa sedangkan cairan
berwarna kuning tersebut adalah lemak.
Apabila cairan tertarik keluar jaringan dan pembuluh darah, padahal cairan
tersebut banyak mengandung K+, hal ini menyebabkan hipokalemia pada
pembuluh darah dan jaringan tubuh. Apabila terjadi kronis ini mengakibatkan Na
– K pump di sel tidak berjalan, sehingga ATP tidak dapat di pecah menjadi ADP,
yang dapat mengakibatkan hewan menjadi lemas.
Gejala Klinis
Terapi
1. Pada pasien dengan gangguan hati atau congestive heart failure (CHF)
diberikan diuretic kombinasi dengan hidroklorotiazide (2-4 mg/kg PO) dan
spironolakton (1-2 mg/kg PO). Dapat juga diberikan furosemide (1-2
mg/kg PO).
2. Pasien dengan hipoproteinemia, nephritic sindrom dan akumulasi cairan
ascites selain terapi obat dapat juga ditambahkan dengan hetastarch (6%
hetastarch dalam 0,9% NaCl)
DAFTAR PUSTAKA
Tuttle WW, Schottelius BA. 1965. The Textbook of Physiology. St. Louis (US):
Mosby Comp.
Aswar. 2009. Studi kasus patologi feline infectious peritonitis pada anak kucing
(Felis catus). Skripsi.
Slatter D. 2003. Textbook of Small Animal Surgery 3rd ed. Philadelphia (US):
Saunders.
Douglas S. 2003. Textbook of Small Animal Surgery 3rd ed. Philadelphia (US):
Elsevier.
Taylor C, Lillis C, LeMone P dan Lynn P. 2011. Fundamentals of Nursing 7th ed.
Philadelphia (US): Lippincott Williams &Wilkins.
Swift S. 2010. Textbook of Veterinary Internal Medicine Vol 2 7th ed. Ettinger S
J dan Feldman E C, editor. Missouri (US): Saunders Elsevier.
Gomersall, Charles. 2007. Ascitic Fluid Infections., Available from URL :
www.Dragermedical/AsianIntensiveCare/ ProblemsandSolutions.org
Pearce, C.E., 1999. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis; Hati, Kandung
Empedu, dan Pankreas. Jakarta : PT. Gramedia. hal. 201-11.
Rubin, E., Farber, L.J., 1995. Essential Pathology; Cirrhosis, 2nd edition,
United States of America : J.B. Lippincot company,.p.416-8.