Anda di halaman 1dari 63

PRESENTASI (1)

SUKSES PRESENTASI
Oleh: Rhenald Kasali

Saya sering mendapat pertanyaan bagaimana melakukan


presentasi yang baik. CEO, marketing manager, account
executive di biro iklan, penyiar yang bagus di depan
kamera, banyak yang merasa gagal begitu harus berbicara
di hadapan umum. Di kampus mahasiswa juga mengeluh,
katanya banyak dosen yang pintar untuk dirinya sendiri,
ilmunya tidak mengalir. Kita semua memang memiliki masalah yang
sama ketika harus berbicara di hadapan publik. Berikut adalah tips
bagaimana melakukan presentasi yang baik.
1. Jangan biasakan tergantung pada teks. Teks dapat membunuh bakat,
merusak flow, dan menciptakan jarak. Gunakan pointers, sekedar
untuk membantu.
2. Ukur sungguh-sungguh dalamnya sungai. Pelajari dulu siapa
audience-nya, latar belakang, jalan pikiran, pendidikan dan jabatan
mereka. Jangan main asal tembak.
3. Jangan bicarakan dua hal ini: Yang sudah mereka tahu, atau yang tak
ingin didengar. Selalu sajikan hal-hal yang orisinal, jangan merusak
mood audience dengan pernyataan yang tidak disukai.
4. Jangan biarkan audince jenuh. Jaga volume suara, nada tidak
monoton, begitu mereka mulai jenuh ajaklah dialog, berikan sedikit
humor.
5. Humor tidak boleh berlebihan. Ia hanya boleh digunakan untuk
membangkitkan daya pikir. Jika berlebihan akan kehilangan
substansi.
6. Periksa ruangan dan fasilitas presentasi termasuk mikrophon
sebelum dimulai. Ruangan yang langit-langitnya rendah akan
membuat Anda cepat letih. Cahaya yang masuk dari kaca dapat
mengganggu konsentrasi. Ruangan yang terlalu sempit dapat
membatasi gerakan tubuh saudara. Tetapi yang terlalu lebar dapat
membuat presentasi tidak fokus. Mikrofon dan sound system yang
tidak baik dapat mengganggu konsentrasi.
7. Biasakan interaktif. Jangan asyik bicara sendiri. Berikan kesempatan
peserta memberi contoh, jawaban, melakukan aktivitas tertentu
(game, teka teki atau melakukan sesuatu), tertawa, atau bahkan
mendengarkan musik.
8. Be specific. Selalu berikan contoh dan ilustrasi. Sesekali berikan
cerita.
9. Jangan merendahkan mutu dengan mengatakan "maaf saya
sebenarnya tidak siap", "maaf bahasa Inggris saya payah," "ini bukan
bidang saya," "Anda pasti lebih tahu dari saya," "saya baru belajar,"
dan seterusnya. Manusia adalah mahluk yang malas yang hanya mau
mendengarkan orang yang layak didengar, dianggap lebih tahu.
10. Latihan yang cukup. Selalu mintalah umpan balik. Bila perlu rekam,
putar kembali, minta pendapat dari orang dekat.
11. Perhatikan bahasa tubuh. Jangan melakukan gerakan yang merusak
penampilan.
12. Berpakaianlah agak cerah, agar Anda menciptakan kesegaran di
dalam ruangan.
13. Jangan berbicara seperti sedang ngobrol dengan seseorang. Ingatlah
Anda berbicara di hadapan puluhan orang, kombinasikan bahasa
resmi dengan bahasa percakapan yang layak.
PRESENTASI (2)
JAM TERBANG
Jam terbang tentu akan sangat menentukan mutu presentasi.
Namun begitu, ada cukup banyak orang yang punya jam
terbang tinggi tidak memiliki kemampuan presentasi yang
baik. Banyak dosen yang sudah mengajar 20 tahun tetap saja
monoton dan tidak menarik. Demikian pula CEO, pimpinan
biro iklan, pimpinan suatu lembaga yang sudah tahunan berbicara di
hadapan publik tetap saja tidak menarik. Mengapa begitu?
Untuk menjadi seorang presenter yang baik dibutuhkan panggung untuk
latihan, guru yang mau memoles, kapasitas pribadi untuk mengolah
bahan-bahan presentasi, dan pengetahuan yang memadai. Dengan kata
lain untuk belajar dibutuhkan learning ability ditambah guru, bahan, dan
kesempatan. Maka poleslah kemampuan presentasi saudara sejak hari
pertama saudara memiliki kesempatan berpresentasi. Cari guru yang
memadai, dan selalu lakukan self evaluation. Jangan malu bertanya, “Apa
kekurangan saya tadi?” begitu selesai melakukan presentasi.
Putar kembali kaset atau video rekaman suara dan penampilan. Renungi,
dan minta pendapat orang lain. Pelajari kata-kata dan tekanan suara yang
membuat audience tertawa, diam, tepuk tangan, memperhatikan serius,
atau mengeluarkan decakan kata-kata. Lama-lama hal ini akan membantu
kepekaan saudara, dan lama-lama saudara akan menjadi expert dan tak
perlu alat bantu ini lagi.
Satu hal lagi, apa yang saudara presentasikan mencerminkan kedalaman
ilmu saudara. Maka jangan malas membaca, mendengarkan dari orang
yang lebih pandai, menggali pengetahuan dari peserta seminar saudara,
atau bahkan dari anak bimbingan saudara. Topik yang sama, harus lebih
dalam dan luas, harus dapat memberikan contoh-contoh baru yang lebih
relevan, begitu disajikan pada waktu yang berbeda.
PRESENTASI (3)
TEKS YANG MENGGANGGU
Teks hanyalah alat bantu, bukan pengganti memori. Sebagai
manusia yang diberi citra oleh Allah, memori saudara tetap
ada di kepala. Teks hanyalah merupakan external memory
untuk mengatasi kesulitan daya ingat.
Namun teks yang dibuat secara runtut, yang harus dibaca
secara mati dapat merusak kemampuan presentasi.
Pertama saudara akan terikat pada teks sehingga bukan melakukan
presentasi, tetapi belajar membaca.
Kedua, teks seperti itu mematikan interaksi. Akibatnya presentasi akan
kering, tidak bercahaya, tidak menarik. Ingatlah ini. Ketika melakukan
presentasi pada dasarnya saudara sedang melakukan suatu proses
pertukaran, yaitu pertukaran pengetahuan sekaligus perasaan.
Saudara tidak sedang berbicara dengan batu yang tak punya perasaan.
Ketiga, ketika membaca, mata saudara tertuju pada teks, bukan pada
audience. Lama-lama saudara akan kehilangan kepekaan membaca
audience, mulai dari gairahnya memahami presentasi saudara sampai
kejenuhan-kejenuhannya. Mereka jenuh, tapi saudara tabrak terus.
Saudara akan tidak tahu berapa yang mulai tertidur, atau perlahan-lahan
meninggalkan ruangan. Saudara bahkan tidak tahu bahwa saudara sudah
ditinggalkan sendirian di ruangan itu.
Keempat, teks yang demikian dapat membuat saudara kesulitan
mengatur tempo dan nada suara. Ada kalanya nada masih meninggi,
padahal saudara harus menurun menuju titik. Adakalanya pula saudara
terganggu cahaya untuk membaca panjang.
Kelima, teks yang dibaca lengkap tidak melatih daya ingat. Tanpa kita
sadari kita telah membunuh kemampuan otak kita sebagai processor,
yang mampu mengajak berputar-putar dari satu file ke file lainnya dan
kembali ke inti cerita.
Seorang teman pernah mengatakan kekagumannya kepada seorang
presenter yang bisa memberi ilustrasi yang kaya, tetapi setelah selesai ia
kembali ke inti yang hendak disampaikan semula. Betapa hebatnya orang
itu, mampu mengajak berputar-putar ke sana ke mari, tapi tetap ingat apa
yang hendak disampaikan. Ia ternyata orang yang sejak dulu melatih
otaknya mengingat tanpa teks.
Maka gunakan teks hanya sebagai alat bantu, yaitu hanya untuk hal-hal
yang dapat membuat saudara lupa kalau tidak dicatat, atau untuk
dokemen resmi saja. Dalam presentasi modern saudara dapat
menggunakan power point, yang menyajikan poin-poin penting saja.
PRESENTASI (4):
MENGUKUR DALAMNYA SUNGAI
Selama presentasi, ibaratnya saudara tengah menyebrangi
sebuah sungai. Supaya selamat, saudara harus pandai
berenang, dan tahu apa isi sungai itu, berapa dalamnya, ada
lumpurkah di dalamnya, dan binatang-binatang apa saja yang
dapat melukai saudara. Celakalah mereka yang menyebur
sungai tanpa mengenal betul karakter dan isi sungai.
Selama bersekolah di Amerika, saya mengembangkan hobi memancing.
Di Clinton lake di Illinois, kami biasa mendapatkan ikan mas besar, bas,
dan catfish. Banyak orang mengingatkan kami agar jangan menjajakkan
kaki ke sungai, karena di sana banyak ular air yang berbahaya. Mulanya
kami memancing dari atas bukit dengan kail yang dilempar jauh sekali.
Besoknya kami sudah mulai mendekat. Dan setelah yakin ular air itu
cuma mitos saja, kami mulai berani memancing di dekat air.
Ketika mata kail tersangkut batu, perlahan-lahan kami mulai berani
memasukkan kaki ke dalam air. Demikian seterusnya, sampai suatu
ketika kami sudah menjadi pemancing yang mahir: orang melihat kami
memancing agak ke tengah dengan air sebatas pinggang. Di sana ikannya
banyak, dan besar-besar.
Itulah filosofi saya dalam mengajar, memberi seminar, pelatihan atau
melakukan presentasi. Saya selalu membawa kayu untuk mengukur
dalamnya sungai, dan memeriksa berapa dalamnya, ada lumpurkah di
sana, dan apa saja bahayanya.
Di program MM atau S2/S3 yang jumlah pesertanya tidak lebih dari 25
orang saya selalu memulainya dengan meminta peserta menceritakan
apa background mereka, kerja dimana, S1nya dalam bidang apa, bekerja
dimana, dan sudah baca buku apa saja. Ketika memberikan seminar saya
selalu minta agar panitia mencatat hal yang sama. Dan sebelum bertemu
dengan klien, selalu saya minta pihak yang mengundang menceritakan
siapa yang akan menerima saya.
Ilmu untuk mengukur sungai sama dengan ilmu segmentasi seperti yang
dapat saudara baca dalam buku "Membidik Pasar Indonesia: Segmentasi,
Targeting dan Positioning." Intinya, pelajari siapa mereka, lalu buka apa
isi kepala dan hati mereka. Kalau ini sudah di tangan, saudara pasti dapat
berbicara dengan lebih baik, pede aja lagi.
PRESENTASI (5)
LAIN SUNGAI LAIN PULA IKANNYA

Mengukur dalamnya sungai adalah pekerjaan yang


gampang-gampang susah. Karena satu dan lain hal
ternyata tak banyak orang yang punya keahlian mengukur.
Kadang seseorang berpikir sungai ini dalam sekali, ia lalu
melemparkan badannya ke sana, ternyata dalamnya hanya
tiga puluh sentimeter, tetapi batunya keras sehingga
badannya luka-luka. Tetapi adakalanya diduga sungainya cetek, padahal
dalam dan berlumpur, sehingga berbahaya untuk diseberangi.
Selain perlu paham mengukur dalamnya sungai, seorang presenter harus
tahu persis ikan-ikan apa yang ada di dalam sungai yang diseberanginya.
Lain sungai tentu lain pula karakter ikan-ikannya. Ikan yang berbeda-
beda ini mempunyai selera dan makanan yang tidak sama. Demikian pula
ketika melakukan presentasi, humor yang Anda berikan di Banda Aceh
misalnya, akan ditangkap berbeda di Manado dan Balikpapan.
Pagi hari di Medan saya diminta memberikan seminar di hadapan 350-an
peserta dari kalangan dunia usaha yang sangat heterogen. Mereka
dinamis dan menyukai hal-hal yang sifatnya universal dan mudah dibuat
mengerti, humorous, dan responsif.
Malam harinya di sebuah bank pemerintah suasana lain saya rasakan.
Dua orang direktur berada di sisi saya duduk di depan. Audience adalah
75 orang karyawan dan staf bank yang berseragam, duduk dengan manis,
tertib, yang kalau ke kamar kecil saja harus minta izin kepada pimpinan.
Tak ada senyuman, apalagi tertawa sebelum direksi yang duduk di depan
tertawa bebas. Audience seperti ini punya ciri yang berbeda dan harus
dikocok dengan cara yang berbeda pula. Topik yang diberikan, demikian
pula contoh-contoh yang disajikan jelas tak bisa sama.
Pada dasarnya setiap segmen mempunyai agenda dan kepentingan yang
berbeda-beda. Agendanya kaum perempuan tidak sama dengan
agendanya kaum pria. Demikian pula agendanya orang Palembang, tidak
sama dengan agendanya orang Jakarta. Di Jakarta mereka adalah orang
pusat, di Palembang mereka mungkin kepala cabang, atau pengusaha
setempat yang punya asset lebih besar dari orang Jakarta.
Jam terbang akan membantu Anda memahami semua ini, tetapi presenter
juga harus mampu menjadi koki yang baik. Jangan berikan masakan
pedas kepada orang yang suka masakan yang manis tapi tak pedas.
PRESENTASI (6):
YANG BOLEH DAN YANG TABU
Ahli komunikasi William D. Wells pernah menulis,
komunikasi yang baik harus memenuhi rumus R.O.I.
yaitu Relevance, Original, dan harus memberikan
Impact. Katanya, "Jika tidak relevan, tidak jelas
tujuannya. Jika tidak original, maka tidak akan menarik
perhatian. Jika tidak mampu menimbulkan pengaruh
yang kuat, tidak akan menimbulkan impresi yang tak berkesudahan."
Maka cobalah bangun impresi yang kuat dengan hanya menyampaikan
hal-hal yang sifatnya original. Jangan ulangi hal yang sama untuk
audience yang sama. Bisa jadi mereka akan mengatakan, "Sudah
tahu...sudah tahu..." dan itu berarti anda harus berhenti. Percuma untuk
diteruskan. Anda tidak bisa memaksa mereka duduk mendengarkan apa
yang mereka sudah ketahui.
Tetapi adakalanya Anda akan berhadapan dengan mereka yang "sok
tahu". Mereka cuma pernah mendengar judulnya, tetapi isinya sama
sekali baru. Orang ini akan mengatakan sudah tahu, padahal sebenarnya
belum. Ia tidak tahu bahwa ia tidak tahu. Terhadap audience seperti ini,
anda memang harus berhati-hati, pertanyaannya bukan ingin dijawab,
tetapi sekedar menunjuk bahwa ia tahu. Audience tentu akan berpihak
kepada yang benar, yaitu yang punya kredibilitas lebih kuat. Kredibilitas,
kata Mowen, adalah gabungan antara keahlian, dapat dipercaya, dan
dipersepsi objektif.
Selain itu cobalah hindari menyinggung hal-hal yang tidak ingin didengar.
Banyak pembicara yang kritis terhadap pemerintahan B.J. Habibie
dengan menunjukkan kesalahan-kesalahannya. Begitu Habibie turun
tahta, mereka tetap mempersalahkan pemerintah baru, padahal zaman
sudah berubah dan rakyat sudah tak suka mendengar berita negatif lagi.
Rakyat ingin mendengarkan hal-hal yang sifatnya optimis, perbaikan,
bukan kedukaan, gagal, sedih, bangkai, api, dan sebagainya. Kita semua
tahu semua masih sulit, tapi berikanlah pencerahan agar kita semua bisa
bangkit lagi, jangan justru memperburuk keadaan.
PRESENTASI (7)
JENUH
Ada banyak alasan mengapa audience merasa jenuh. Mungkin
topik yang dibicarakan tidak menarik. Mungkin topiknya
tidak relevan untuk kehidupan orang lain. Mungkin yang
menyampaikan bukan orang yang menguasai materi.
Mungkin penyaji kurang persiapan. Bisa jadi penyampaiannya
kering, tidak ada ilustrasi, contoh, gambar, atau tempo suara lamban, tak
bergairah. Adakalanya kejenuhan terjadi karena timing-nya tidak pas,
yaitu selesai makan siang dengan topik berat. Atau barangkali audience
sama sekali tidak diajak berpikir, berinteraksi.
Presenter yang baik harus paham betul membaca tanda-tanda kejenuhan.
Indikatornya antara lain adalah: audience mulai menguap, bahkan ada
yang matanya mulai redup, lehernya tumbang, atau sayup-sayup
terdengar suara mendengkur. Perlahan-lahan jumlah kursi yang kosong
bertambah, satu persatu meninggalkan ruangan. Mereka mulai bicara
sendiri-sendiri, dan lambat laun percakapan di antara sesama audience
semakin keras. Tatapan mata mereka kosong.
Bila hal itu terjadi ada beberapa hal yang dapat di lakukan:
1. Berikanlah waktu break (istirahat) minimal 15 menit agar mereka
dapat mencuci muka, menikmati kopi, atau menggerakkan tubuhnya.
2. Berikan semacam energizer, yaitu permainan-permainan yang mampu
membuat audience menggerakkan tubuhnya, mengalami mood yang
positif, tertawa, hilang kantuk.
3. Berikan tugas dalam kelompok agar audience dapat berhenti
menyerap dari Anda, dan mulai mengemukakan jalan pikirannya
sendiri.
4. Lompatlah ke topik yang sedikit lebih ringan, berikan gambar-gambar
yang menarik, dengan contoh yang relevan, atau kadang-kadang
surprising.
5. Jangan duduk saja di depan, tetapi berjalanlah berkeliling, berikan
presentasi secara interaktif, ajukan pertanyaan-pertanyaan, atau beri
kesempatan mereka melakukan presentasi.
6. Bila memungkinkan, bagikan sesuatu, seperti kata-kata mutiara, kartu,
buku, permen atau hadiah lain dari sponsor yang dapat membuat
mereka sedikit ingin tahu.
7. Jangan gunakan nada suara yang monoton, cobalah berikan dengan
sedikit lebih bergairah.
Prinsip ini menandaskan, percuma menyampaikan sesuatu yang penting
manakala audience merasa jenuh dan sudah tak mampu merekamnya
lagi. Lebih baik kita berhenti sebentar agar jendela otak audience kita
istirahat sejenak dan siap membuka kembali.
PRESENTASI (8)
HUMOR ADALAH BUMBU
Anda bukan saja dituntut menyampaikan suatu pesan,
konsep, bahan pengajaran, temuan,atau hasil penelitian
secara sistematis dan mudah dipahami,tetapi juga
mampu menimbulkan antusiasme. Salah satunya adalah
sajikanlah beberapa buah humor dalam presentasi
saudara. Humor adalah alat untuk menimbulkan gairah,
agar peserta tidak ngantuk, tetapi otaknya tetap bekerja
sepanjang saudara melakukan presentasi.

Namun demikian humor tidak boleh berlebihan, kebanyakan, terlalu


jorok, atau tidak ada hubungannya sama sekali dengan presentasi
saudara. Bahan-bahan humor dapat diambil dari berbagai cerita, kasus
sehari-hari, gambar iklan, karikatur, rekayasa gambar, pengalaman orang
lain, atau dari buku. Humor juga tidak boleh menyinggung perasaan
orang yang mendengarnya. Sekali lagi humor hanya digunakan untuk
menimbulkan gairah, demi meningkatkan efektivitas presentasi. Hal-hal
yang perlu diperhatikan adalah:
1. Humor tidak selalu merupakan bahan yang lucu. Data bisa saja
disajikan dan diinterpretasikan menjadi sesuatu yang lucu, kalau
Anda pandai memasaknya, atau memberi tekanan dalam nada suara
Anda.
2. Humor akan lucu kalau ditempatkan pada konteksnya. Setahun
pertama selama saya tinggal di Amerika saya mengalami kesulitan
yang luar biasa dalam memahami humor-humor yang disajikan Jay
Leno dan David Letterman di stasiun tv. Saya tak mengerti apa
lucunya kedua komedian ini, padahal hadirin tertawa terbahak-bahak
dan esoknya bahan olokan mereka selalu menjadi pembicaraan di
Amerika. Saya baru bisa tertawa setahun kemudian, yaitu ketika saya
mulai paham struktur sosial masyarakat Amerika, berita-berita di
media massa, dan cerita mereka sehari-hari. Tanpa pemahaman itu
bagi saya yang mereka bicarakan tidak ada lucunya sama sekali.
3. Humor dan bahasa daerah. Anda bisa saja merasa lucu, tetapi
audience Anda tak ada yang tertawa sama sekali. Masalahnya bisa jadi
bahasa Anda tidak dimengerti mereka. Di Malang saya pernah minta
seorang peserta seminar melakukan presentasi. Wajahnya serius
sekali, jawaban-jawabannya datar saja. Tetapi entah mengapa hadirin
bisa dibuatnya tertawa terbahak-bahak. Demikian pula di Manado.
Teman saya yang berasal dari surabaya menjadi moderator kurang
mendapat sambutan. Tetapi ketika pembawa yang berasal dari Sangir
Talaud mengisi waktu luang, meski wajahnya serius, audience bisa
dibuatnya terbahak-bahak. Tiap daerah punya urat lucu yang hanya
dipahami oleh masyarakatnya sendiri.
4. Humor tidak selalu merupakan bahan yang terpisah. Bisa saja saudara
memberikan contoh yang serius, tetapi penyajiannya ringan, mudah
dipahami, dan peserta memberikan contohnya sendiri yang dianggap
lucu.
Maka ketika Anda memainkan humor, yakinkanlah sungguh-sungguh
bahwa humor itu lucu, dan tuntas. Kalau tidak, orang akan bertanya:
"mana lucunya?", atau "sudah, begitu saja?"
PRESENTASI (9)
KEKUATAN MIKROFON
Mikrofon akan mempengaruhi antusiasme dan keletihan.
Mikrofon yang baik dapat membantu Anda menghemat
energi,lebih percaya diri, dan lebih komunikatif.
Sebaliknya, mikrofon yang kurang baik dapat merusak
suasana, merusak mood presenter, bahkan menimbulkan
keletihan pendengar dan penyaji sekaligus. Maka itu,
setiap sebelum memulai presentasi, periksa betul
mikrofon yang akan digunakan.
1. Kalau presentasi saudara akan didengarkan oleh audience dalam
jumlah besar, periksalah malam harinya (atau sebelum acara dimulai)
dengan mendengar kualitas suara dari berbagai sudut ruangan.
Ingatlah, kualitas suara yang baik tidak boleh terlalu keras,
menggema, atau terlampau ringan.
2. Periksa betul kendala teknis dari mikrofon. Adakalanya batery dari
mikrofon (wireless) habis ketika Anda sedang berbicara. Yakinkan
betul bahwa selalu ada mike cadangan. Demikian pula kalau audio
sistem tidak baik, segera putuskan untuk mencari sewa dari tempat
lain. Pengalaman saya menunjukkan ada cukup banyak hotel di
Indonesia yang sound-system-nya di bawah rata-rata.
3. Yakinkan selalu ada operator yang standby ketika saudara sedang
melakukan presentasi. Dengan demikian selalu ada pihak yang bisa
diminta bantuan.
4. Berbaiklah senantiasa dengan operator sound system. Mereka yang
tidak puas, atau tidak dihargai dapat mengganggu presentasi saudara
dengan gangguan teknis. Misalnya tiba-tiba suara meninggi, ada gaung
keras, frekwensi meninggi, dan seterusnya. Sabotase bisa saja terjadi
dari operator yang tidak puas.
Presentasi yang baik adalah presentasi yang terorganisir dengan
rapih,yang didukung dengan perangkat sound system yang apik, dan
tidak mengganggu mood presenter maupun receiver.
PRESENTASI (10)
MIKE, TANGAN, DAN MULUT
Bagi presenter yang mahir, tidak menjadi masalah apakah
mike harus dipegang atau dijepit di seputar leher, kerah
baju atau dasi (wireless). Namun bagi pemula, hal ini bisa
saja menjadi masalah. Adakalanya seorang pemula
merasa kurang percaya diri kalau mikrofon tidak
dipegang sendiri. Tangannya selalu mencari sesuatu yang
dapat digenggang, sementara tangan yang satu dapat
disembunyikan di saku celana, atau diletakkan di atas meja.
Idealnya, seorang presenter dapat mengatur tempo suaranya dari waktu
ke waktu. Ia harus memiliki pengaturan pernafasan yang baik sehingga ia
dapat mengatur ritme suaranya. Presenter yang baik tidak akan bersuara
monoton, tiba-tiba meninggi tanpa kendali atau sebaliknya. Idealnya ia
dapat menurun atau menaikkan suaranya tanpa menimbulkan kesan
sebagai presenter amatiran.
Kesalahan yang sering terjadi ketika mikrofon harus dipegang, kepala
Anda berputar ke kiri ke kanan, sementara mikrofon tetap di tempat yang
sama. Tangan presenter yang kurang pengalaman belum mampu
menggiring mikrofon mengikuti gerakan kepala, sehingga suara tetap
masuk ke dalam mikrofon. Akibatnya beberapa kalimat yang dilontarkan
tidak dapat ditangkap audience, dan mereka membaca Anda adalah
presenter amatiran yang masih perlu jam terbang tambahan.
Maka dari itu latihlah keseimbangan antara tangan, mulut, leher, kepala,
dan mikrofon, disamping pernafasan dan ritme suara.
PRESENTASI (11)
JUMLAH AUDIENCE

Berapakah jumlah audience yang layak? Tentu saja amat


bervariasi. Untuk suatu presentasi kerja, jumlah
audience-nya bisa saja hanya berkisar antara 8 hingga 12
orang. Audience yang jumlah orangnya tak banyak ini
tentu mengakibatkan saudara harus menyiapkannya
sebaik mungkin. Mereka dapat melakukan interupsi
kapan saja, mengajukan pertanyaan apa saja, dan minta
Anda segera berhenti begitu dirasakan fokus presentasi tidak jelas, alur
pikiran tidak sistematis, isinya tidak menjawab yang dibutuhkan, dan
seterusnya.
Dalam presentasi kelas (class-room presentation), biasanya jumlah
audience berkisar antara 25-35 orang. Jumlah ini cukup intensif untuk
melakukan diskusi, bahkan mengenal audience dengan lebih dekat
sehingga pertukaran emosional akan sangat terasa sekali. Ingatlah ketika
saudara melakukan presentasi pada dasarnya saudara tengah melakukan
suatu proses pertukaran, termasuk pertukaran perasaan dan emosi.
Adakalanya saudara harus memberi presentasi di hadapan audience yang
jumlahnya besar sekali, antara 100 hingga 400 orang. Tentu saja
dibutuhkan persiapan khusus untuk menghadapi audience sebesar ini.
Audience sebanyak ini tentu akan cepat merasa jenuh, sehingga
dibutuhkan sejumlah teknik untuk menjaga agar mereka tetap betah dan
antusias mendengarkan ceramah saudara.
Di hadapan audience sebesar ini ada beberapa hal yang perlu saudara
perhatikan:
1. Jangan hanya diam di tempat (di panggung).Upayakanlah agar
saudara bebas bergerak berkeliling, berada di tengah-tengah
audience. Ajukanlah sesekali pertanyaan, atau berikan kesempatan
bagi audience untuk sesekali berbicara.
2. Untuk memudahkan saudara bergerak, gunakan mikrofon tanpa
kabel, dan yakinkan betul volume dan frekwensi sound system tidak
terganggu atau berubah.
3. Gunakan alat bantu presentasi, misalnya LCD Projector yang dapat
diakses lewat komputer. Yakinkan betul dari jauh huruf-huruf atau
gambar-gambar yang disajikan terlihat dari jauh.
4. Jangan biarkan ruangan panjang ke belakang. Usahakan agar mereka
tak berjarak terlalu jauh dengan Anda. Bila perlu kurangi meja pada
bagian belakang ruangan, sehingga cukup hanya lima baris di muka
saja yang menggunakan meja. Jarak yang semakin jauh akan
menimbulkan gangguan yang cukup serius.
Tentu saja cara penyajian di hadapan audience yang jumlahnya tidak
sama tidak dapat disamakan pula. Oleh karena itu selalu tanyakan kepada
pihak pengundang atau penyelenggara berapa jumlah audience yang
akan mendengarkan presentasi saudara.
PRESENTASI (12)
PEMBUKAAN YANG HANGAT

Sekecil apapun waktu yang Anda miliki untuk melakukan


presentasi, selalu bukalah dengan sebuah kehangatan.
Kehangatan hubungan akan sangat membantu
penerimaan audience terhadap hal-hal yang akan saudara
sampaikan. Lihatlah wajah semua orang yang akan
mendengarkan presentasi saudara, apakah mereka masih
memiliki wajah yang dingin, menunduk, enggan melihat
saudara, saling berbisik, curiga, atau resah di tempat
duduknya. Kalau ya, jangan nekad langsung pada materi, apalagi bila
materi yang saudara sajikan garing, kurang bumbu, sulit dicerna,
mengandung banyak hal teknis, atau mengandung hal-hal yang kurang
enak didengar.

Berikut adalah tips untuk menciptakan kehangatan hubungan:


1. Tunjukkan wajah yang bersahabat, ramah dan dekat. Lemparkan
senyum dengan tulus, dan ulurkan tangan untuk berjabat dengan
orang-orang yang berada di sekitar saudara. Jangan berlebihan, be
natural. Latihlah diri saudara menjadi orang yang tulus dan
bersahabat.
2. Bila audience tidak banyak, salami mereka semua. Bila
memungkinkan, dan waktunya cukup, kalau belum saling mengenal,
perkenalkan dulu diri saudara. Ada baiknya audience juga
memperkenalkan diri masing-masing, secara singkat. Tunjukkan
antusiasme dengan memandang wajah mereka, jangan asyik
mencatat. Kalau saudara harus mencatat nama, catatlah dengan wajah
ke depan, bukan ke kertas.
3. Bukalah dengan sebuah ilustrasi atau cerita yang sedang hangat
dibicarakan, tetapi relevan dengan presentasi saudara. Jangan
menyebarkan gossip, atau menyampaikan hal-hal yang menyinggung
perasaan orang lain.
4. Batasi waktu pembukaan. Kalau waktu presentasi saudara hanya 20
menit, jangan mengambil lebih dari tiga menit untuk menciptakan
kehangatan. Tetapi kalau saudara harus melakukannya sehari penuh,
pembukaannya saja boleh 30 menit.
5. Objektifnya adalah mencairkan kebekuan dan saling curiga. Buatlah
agar audience menaruh perhatian, melihat saudara, tersenyum, dan
mata bercahaya. Boleh gunakan sedikit jokes, pengalaman, atau
gambar-gambar yang relevan.
Prinsip-prinsip ini berlaku untuk suatu presentasi yang normal. Dalam
hal-hal tertentu bisa saja saudara tak boleh menunjukkan keceriaan.
Misalnya kapal hampir karam, orang banyak akan terkena PHK, ada
kedukaan, pemecatan dan sebagainya. Dalam suasana yang demikian,
saudara dituntut lebih serius dan empati terhadap keadaan. Banyak
mengundang tawa justru dapat menjadi bumerang, tidak serius
PRESENTASI (13)
JANGAN DISKON DIRI SENDIRI
Tak banyak orang yang mampu membedakan mana rendah hati dan
mana rendah diri. Rendah hati adalah suatu sikap hidup
yang diambil untuk tidak menyombongkan diri.
Sedangkan rendah diri adalah ketidakmampuan berdiri
sama tinggi dengan orang di sekitar. Banyak pemula
yang tak dapat membedakannya ketika melakukan
presentasi.
Saudara diminta melakukan presentasi karena saudara dianggap mampu
dan memiliki sesuatu yang dapat disampaikan. Untuk sampai ke sana,
saudara telah melewati sejumlah peristiwa dalam kehidupan yang
membuat saudara menjadi pandai. Yakinkan betul bahwa saudara
diminta karena saudara memiliki sesuatu. Maka berdirilah sama tinggi
dengan orang-orang itu, jangan merasa terlampau tinggi di hadapan
mereka, atau terlampau rendah. Anda hanya sedikit lebih tinggi di atas
mereka karena sudah mengalaminya, mempelajari atau membaca
topiknya lebih dahulu. Tetapi hendaknya jangan mendiskon pula diri
saudara.
Untuk mau mendengar, audience harus diyakinkan dahulu bahwa
saudara cukup kredibel untuk berbicara. Sedangkan diskon, menurunkan
semua itu. Diskon itu biasanya diucapkan dalam bentuk:
1) Permohonan maaf bahwa saudara sebenarnya tidak siap melakukan
presentasi hari itu.
2) Topik yang disampaikan bukan bidang saudara. Lalu saudara
mengatakan "sebenarnya audience yang mendengarkan jauh lebih
mengerti dari saya." Pembukaan yang demikian justru akan
mengundang ujian, bukan pertanyaan biasa.
3) Mengatakan bahwa saudara hanya menjalankan tugas pengganti
karena bos tak bisa hadir. Saudara harus yakin, bahwa bos memang
tak bisa hadir, tapi bos sudah memilih orang yang tepat untuk
mewakilinya.
4) Enggan berpikir, dengan sering mengatakan bahwa saudara tidak
tahu, belum baca,tidak dapat membayangkan dan sebagainya.
Mereka tentu tidak berharap telah mengundang orang yang salah,
yang tidak tahu apa-apa. Kalau memang saudara banyak tidak tahu,
lebih baik tidak usah saja menerima undangan presentasi itu. Atau,
tandem-lah (terjun bareng) dengan orang yang lebih tahu.
Prinsip ini mengajarkan bahwa presentasi membutuhkan kesiapan,
hanya mereka yang benar-benar siap untuk maju, harus maju ke depan.
Tetapi ketika di depan ia harus betul-betul meyakinkan dan percaya diri.
Belajarlah selalu dari pengalaman dan kesalahan yang diperbuat.
Mistakes is the mother of invention.
PRESENTASI (14)
MELIHAT DIRI SENDIRI
Ketika berada di program doktoral di Amerika, saya
pernah mengurus izin untuk menjadi teaching assistant
(TA). Bagi foreign student tentu hal ini tidak mudah.
Mereka ingin mendapatkan yang terbaik. Maklum, di
kampus ada banyak orang pintar, tapi sedikit sekali yang
bisa mengungkapkan pikirannya dengan sistematis,jelas,
persuasif,dan mengundang selera. Tambahan pula,
mahasiswa sangat demanding. Pengajar asal Asia yang faktanya pintar-
pintar, masih sering menerima komplain. Mahasiswa undergrad sering
mengatakan," I don't understand your English."

Di lain pihak, minat untuk menjadi TA begitu besar. Maklum, selain bisa
banyak belajar, gaji dan tunjangannya lumayan untuk menyambung
hidup. Di samping itu, bebas uang kuliah. Tempaan terbesar bagi seorang
kandidat doktor sebenarnya bukan di dalam kelas, tetapi bagaimana
mengelola hidupnya agar tahan banting sampai semuanya selesai. Maka
wajar kalau posisi TA selalu menjadi rebutan, dan yang sudah
menggenggamnya masih harus berupaya keras mempertahankannya.

Seperti kandidat TA lainnya, saya harus mendapatkan lisensi. Artinya


harus mengikuti serangkaian proses seleksi. Mulanya tes di lab. Di situ
saja kesulitan sudah terasa. Kami diminta menjelaskan arti pohon,
telepon, mobil dan sebagainya. Tak pernah terbayangkan oleh saya
bagaimana menjelaskan benda-benda itu secara kreatif. Paling-paling
kami hanya bisa mengatakan, pohon adalah tanaman yang ada daunnya,
telpon adalah alat telekomunikasi, dan mobil untuk transportasi. Padahal
setiap benda itu harus dijelaskan panjang lebar.
Di rumah saya memperhatikan anak saya membuat karangan yang
ditugaskan oleh gurunya di sekolah dasar. Saya sungguh terkejut karena
ia bisa menjelaskan konsep benda-benda itu secara panjang lebar.
Sementara saya adalah produk dari sebuah pendidikan hafalan, miskin
dengan cerita, miskin dengan kemampuan mengungkapkan gagasan.
Sejak itulah saya belajar, bahwa mengajar bukan cuma membuat definisi,
tetapi membuat dunia ini lebih kaya dengan makna.
Meski dengan susah payah, toh akhirnya saya akhirnya lewat juga. Tetapi
karena nilainya pas-passan harus melakukan appeal. Artinya minta diuji
tim yang lebih besar. Pengujinya lima orang. Empat diantaranya adalah
guru besar dari berbagai disiplin ilmu. Saya diminta mengajar lima belas
menit, menjelaskan suatu konsep. Mereka minta diberlakukan sebagai
mahasiswa. Alamak. Inikan seperti ujian disertasi saja. Muka mereka
serius dan mereka pura-pura tidak mengerti apa yang kita sampaikan.
Alhamdulilah akhirnya lewat juga. Mereka memberi selamat, dan sejak
itu saya mulai menjadi TA.

Mengapa saya bisa selamat? Apakah karena sebelumnya saya sudah


berpengalaman sebagai dosen? Dengan jujur harus saya jawab tidak.
Beberapa bulan sebelum peraturan untuk mendapatkan lisensi sebagai
TA keluar saya pergi ke English Building, mencari guru. Beruntung ada
seorang guru muda, wanita yang cantik dan baik hati. Di sana ia mengajar
English for Teaching Assistant. Ia memberi saya beberapa buah buku, dan
seminggu tiga kali ia meluangkan waktu untuk melatih saya. Ia
menunjukkan betapa sulitnya foreign student mengatasi masalah itu. Saya
diajak melihat bagaimana mahasiswa dari Cina, Taiwan, Korea dan
Jepang bekerja keras melatih dirinya. Bahkan berbicara saja mereka
masih sulit. Di tangannya selalu tergenggam kamus yang berisi huruf
kanji.
Pelajaran paling berharga datang ketika ia membawa camcorder. Ia
merekam seluruh isi presentasi saya, termasuk bahasa tubuh saya. Itulah
kesempatan yang baik untuk melihat diri sendiri. Rekaman itu saya putar
berulang-ulang. Guru saya memberi tahu bagian mana yang harus
diperbaiki, dan saya mencoba menghayatinya. Kami memolesnya, bukan
cuma sistematika dan logika, tetapi juga tone suara, speed, dan tentu saja
bahasa tubuh, termasuk gerakan tangan, leher, dan pancaran mata.
Melihat diri sendiri adalah alat yang sangat baik untuk memoles diri.
Daripada menggunakan cermin, lebih baik merekamnya, cari guru yang
mau mendengarkan dan memoles, lalu perbaiki perlahan-lahan. Kelak
presentasi saudara akan jauh lebih baik dari hari ini.
PRESENTASI (15)
KISS
Mendengarkan ceramah atau presentasi dari orang-orang
terkenal sungguh menyenangkan. Saya termasuk
beruntung, dalam perjalanan hidup saya pernah
mendengarkan ceramah dari beberapa penerima hadiah
Nobel. Mereka bukan cuma pandai mengungkapkan
gagasannya secara tertulis, tetapi juga pandai bercerita.
Bagi saya mereka adalah orang-orang yang benar-benar
pandai. Alur ceramahnya enak dinikmati, dan kita semua dapat
mengikutinya dengan baik. Dengan kata lain, mereka mampu membuat
hal yang rumit menjadi sederhana.
Suatu ketika di program doktoral kami kedatangan seorang peneliti
terkenal. Ia diundang oleh salah seorang guru besar kami yang
memimpin sebuah seminar interdisiplin yang disponsori oleh Ford
Foundation. Karena topiknya menarik, maka banyak kandidat doktor dan
profesor hadir di sana. Ternyata lima belas menit pertama cukup
membosankan. Ia melantur ke sana kemari. Papan tulis mulai penuh
dengan kata-kata yang ditulis tanpa rangkaian yang jelas.
Tanpa saya duga, adviser saya, yang kebetulan teman dekat presenter itu
mengirim notes ke depan. Ia menulis: KISS. Lalu di bagian bawahnya ada
tulisan jelas: Keep it Simple, Stupid! Presenter yang membaca notes itu
tersenyum, lalu ia minta maaf, karena ceramahnya melantur. Ia
menghapus papan tulis, lalu menulis sistematika penyajiannya.
Sejak 2000 tahun yang silam, filsuf Yunani, Plato, sudah mengatakan,
presentasi yang baik hanya terdiri dari tiga bagian: pembukaan,isi, dan
penutup. Maka, pidato apapun, baik hanya dua menit dalam acara
perkawinan (ingat, orang datang ke perkawinan bukan ingin
mendengarkan pidato saudara, tapi menyelamati pengantin dan
keluarganya), atau satu-dua jam ceramah, isinya tetap sama. Buatlah alur
penyajian mengalir dengan sederhana, mudah diikuti semua orang, dan
jelas kemana tujuannya.
Pembukaan sebaiknya menjelaskan Anda akan kemana. Pembukaan juga
harus menarik perhatian, menciptakan kehangatan, dan saling percaya.
Bagain ini hanya boleh menyita 10% dari seluruh ceramah. Sedangkan
inti ceramah (isi) dapat dibagi ke dalam beberapa bagian, biasanya
disebut main points. Setiap main point itu harus dijelaskan secara
spesifik, bila perlu berikan contoh agar lebih membumi. Isinya
menghabiskan 70-80% dari seluruh isi presentasi saudara. Lalu tutuplah
dengan menyajikan kesimpulan untuk menekankan hal-hal yang penting.
Beberapa hal yang dapat dianjurkan agar saudara dapat menyajikan
dengan baik adalah sebagai berikut:
1. Jangan terlalu ambisius menyajikan banyak hal dalam tempo yang
singkat
2. Buanglah bagian-bagian yang dapat menimbulkan keragu-raguan,
atau memerlukan penjelasan panjang lebar dalam tempo yang singkat.
3. Gunakanlah contoh-contoh yang dekat dengan pendengar. Kalau
diambil contoh dari luar negri, jangan lupa berikan sedikit
konteksnya.
4. Pelajari betul daya serap audience, bila perlu gunakan bahasa yang
sederhana.
5. Gunakan gambar, atau cerita untuk memperkaya imajinasi.
Tak ada yang dapat dimengerti di dunia ini selain sebuah presentasi yang
alurnya enak diikuti. Kalau saudara bisa mengendalikan diri
menyederhanakan otak saudara dengan lebih baik, maka dunia akan
mendengarkan saudara. Kita di Indonesia masih sering berpikir terbalik
dengan menyangka orang-orang yang pikirannya ruwet sebagai orang
pintar. Padahal mereka bukan pintar, mereka hanya asyik dengan
pikirannya sendiri.
PRESENTASI (16)
KEEP IT COLORFUL
Randy Fujishin, penulis buku The Natural Speaker, punya
resep bagus untuk presentasi. Ia mengatakan, seorang
presenter sebaiknya menganggap audiencenya buta.
Tugas presenter di sini adalah membuat lukisan indah
(mental pictures) di dalam alam pikiran mereka.
Seorang presenter dapat merasakan nikmatnya ketika ia
melihat wajah sebagian besar atau seluruh audience yang
mendengarkannya menaruh perhatian yang besar, rasa penasaran,
bahkan gairah mendengarkan dari menit ke menit. Hal ini bisa dilihat
dari bahasa tubuh mereka: Mata yang berbinar,leher yang ditarik 60
derajat ke depan, perhatian yang tidak terpecah, tak ada yang berbicara
sendiri, semua begitu focus, tertawa serempak, bahkan kadang kita
menyaksikan orang-orang yang melihat dengan mulut terbuka. Bahkan
ketika ada yang merasa tertinggal dan bertanya kepada orang di
sebelahnya, orang yang menjawab tak ingin lama-lama bicara. Ia ingin
mendengarkan pembicara dari menit ke menit.
Apa yang membuat audience menjadi begitu bergairah, tidak lain adalah
kemampuan presenter membuat lukisan indah.Keep it colorful. Jangan
lupa, ilmu pengetahuan akan menjadi sangat berguna kalau presenter
bisa menyajikannya dengan lebih menarik, indah, dan terasa dalam
kehidupan. Tuhan menciptakan aneka warna di dunia ini, untuk
dinikmati, menjadi suatu khayalan, sekaligus bagian dari kehidupanriil.
Saya menggunakan banyak cerita untuk membuat audience saya
mengerti terhadap setiap hal yang saya sampaikan. Saya menaruh
perhatian yang besar terhadap setiap cerita alamiah yang saya dengar
dari siapa saja di dunia ini. Dalam hal ini saya adalah pendengar yang
baik. Saya mencoba menangkap setiap nuansa kehidupan yang ada di
sekitar saya. Kalau ada gambar-gambar yang menarik dan relevan
dengan bidang yang saya tekuni, selalu pasti saya simpan. Pos card,
kalender, puisi,iklan di media cetak, kartun yang dikirim mahasiswa saya
lewat internet, berita, lukisan-lukisan, dan sebagainya. Kalau bisa dibeli,
seperti kartu pos, ya dibeli, didokumentasi dengan baik. Kalau bisa difoto,
ya difoto. Kalau bisa diberikan, akan diminta. Kalau tidak bisa dimiliki, ya
dipinjam, di scan ke dalam disket komputer.
Dalam setiap seminar, apa yang didapat dari pengalaman hidup itu
diceritakan kembali, dengan bahasa yang sangat sederhana. Sama seperti
kita bercerita kepada teman dekat, yang dekat sekali. Kalau lucu, audience
akan segera tersenyum atau tertawa, kita pun ikut tertawa. Gambar-
gambar diceritakan kembali. Bahkan dalam banyak hal bisa ditampilkan
lewat Microsoft photo editor yang dipindahkan ke dalam power point,
dipresentasikan dengan menggunakan LCD atau infocus.

Saya menceritakan bagaimana romantisnya Hotel Tugu Malang yang rajin


menaburkan bunga di kasur tempat tidur hotel yang saya tempati, di bak
mandi, wastafel, dan puisi indah yang dicetak di atas kertas roti yang
ditaruh sore hari di tempat tidur. Ceritanya dimulai dari penjemputan di
bandara Surabaya, sampai meninggalkan hotel. Dalam ceramah lainnya
soal e-commerce saya menceritakan bagaimana mahasiswi saya
berkenalan hingga menikah dengan orang Canada yang dikenalnya lewat
internet. Atau, bagaimana wartawan Detikcom ini mencari berita, sampai
cerita sahabat saya, Budiono Darsono (Detikcom) ketika
mengembangkan Detikcom. Saya menceritakan hal-hal baik yang positif
untuk menimbulkan gairah berusaha, untuk maju, dan tentu saja
ujungnya mereka harus merasakan surprise, motivasi untuk
memperbaiki kehidupan, dari hal-hal kecil, yang sederhana, tetapi bisa
merubah nasib mereka dan orang lain.
Hal-hal tersebut harus relevan dengan inti persoalan yang hendak
disampaikan, meski sebagian di antaranya hanya merupakan bumbu
penyedap belaka. Warna-warni kehidupan itu akan terlukis indah dalam
kepala audience, dan mereka pasti akan ingat terus, bersama-sama
dengan ilmu yang kita sampaikan. Cobalah membuat dunia yang kusut ini
menjadi lebih indah, membuat diri saudara lebih bermanfaat, bukan
untuk diri sendiri, tapi untuk orang-orang lain.
PRESENTASI (17)
DIALOG INTERAKTIF
Belakangan ini banyak sekali pihak yang menyelenggarakan
apa yang mereka sebut sebagai "dialog interaktif". Di televisi,
dialog interaktif yang dimaksud ternyata masih jauh dari
esensi makna "interaktif" itu sendiri. Mereka menggunakan
kata "interaktif" semata-mata untuk memanfaatkan
teknologi, yaitu tanya jawab secara langsung dengan
pembicara. Demikian pula dalam kegiatan seminar, kata ini digunakan
hanya untuk menekankan bahwa ada "waktu" untuk melakukan "tanya
jawab".
Interaktif sendiri mengandung makna interaksi, yang bukan hanya
terbatas pada aspek pengetahuan atau topik yang dibahas, melainkan
juga pertukaran emosional dan perasaan. Saya tak habis mengerti
terhadap pembicara yang terlalu asyik dengan dirinya sendiri, berbicara
tanpa perduli dengan orang yang menyaksikan, pandangan matanya
menunjukkan tidak ingin ada dialog, pernyataan-pernyataannya pun
cenderung satu arah.
Dialog interaktif pada dasarnya merupakan suatu teknik untuk
menimbulkan pemahaman, bahkan menimbulkan daya tarik, sehingga
seluruh isi diskusi menjadi hidup, dimasak dan digoreng oleh seluruh
peserta, yang ramuannya menyehatkan semua pihak. Untuk itu
pembicara sebaiknya menggunakan bahasa tubuh interaktif pula,dengan
tone suara yang mengajak dialog, bahkan kadang bertanya,memberikan
beberapa pilihan, bukan menggurui, atau mendikte. Berdebat boleh saja,
bahkan dapat menjadi sangat menarik. Tetapi esensi dari sebuah dialog
interaktif adalah memberi ruang yang lebih luas kepada perbedaan
pendapat, pandangan, dan sudut pandang.
Kalau pertemuan dilakukanface to face, tatap muka, cobalah berdiri
dengan relax, dekati audience, sapa mereka dengan bahasa kedekatan,
bahkan bila perlu minta beberapa orang maju ke muka, berbicara dengan
menggunakan mikrofon yang dapat didengar orang lain. Kalau berdiri di
muka, jangan statik dan kaku, mencobalah sedikit bergerak, tetapi jangan
hiperaktif sehingga bahasa tubuh Anda tidak natural, malah bias
mengganggu. Sekali lagi jangan menimbulkan kepanikan-kepanikan
dengan pertanyaan yang sulit dimengerti, buatlah diri saudara lebih "user
friendly" dengan tatapan muka dan mata bersahabat.
PRESENTASI (18)
EMERGENCY
Sekecil apapun, presenter hendaknya selalu siap dengan
keadaan darurat. Bisa jadi pesawat yang anda tumpangi
ternyata delay. Bisa jadi pula tak ada yang menjemput di
bandara. Semua itu tentu harus bisa di atasi. Tetapi
adakalanya pula pada saat presentasi, ditemukan
gangguan-gangguan teknis seperti mikrofon yang tak
berfunggi dengan baik, baterainya habis (sementara
petugas teknis tak tampak batang hidungnya),listrik mati sehingga semua
orang kepanasan di dalam ruangan, atau komputer Anda korslet, infokus
tak berfungsi dengan baik dan sebagainya. Semua itu harus dipikirkan
jauh-jauh hari agar saudara aman melakukan presentasi.

Banyak presenter yang masih memiliki pikiran konvensional dosen, yaitu


menahan makalah, atau ringkasan sampai kuliah berakhir. Mereka tak
ingin membagi-bagikan bahan sebelum diskusi berakhir. Alasannya
sederhana saja, yaitu ingin agar mahasiswa menaruh perhatian,focus, dan
mencatat setiap materi yang disajikan. Di Amerika Serikat, ketika berada
di business school, tentu saja hal seperti ini hampir tak pernah saya alami.
Semua pengajar rela memberikan materi sebelum pelajaran diberikan.
Dan anehnya tak satu pun audience yang main-main. Saya berpendapat
ada baiknya makalah diberikan dalam bentuk pointers dan diberikan
dimuka, agar audience dapat mengikuti jalan pikiran presenter. Lalu,
tentu saja dibutuhkan cara lain untuk menciptakan daya tarik.

Minggu lalu saya memenuhi undangan Universitas Islam Riau


memberikan seminar kepada sekitar 250-an mahasiswa di kampusnya
yang luas di Pekanbaru. Saya sudah siap dengan komputer laptop yang
saya bawa dari Jakarta, dan mahasiswa sudah menyiapkan infokus.
Sayang ketika akan digunakan infokus tidak tepat. Padahal materi
berbentuk pointers terdapat di sana semua. Apa yang harus dilakukan?
Tentu saja kalau hal ini terjadi pada saudara, saudara tidak boleh panik.
Sekecil apapun selalu pasti ada jalan keluar. Jalan keluarnya adalah
makalah yang sudah difotokopi beberapa hari sebelumnya dan telah
dibagi-bagikan panitia, sehingga semua dapat mengacu pada bahan
tersebut.
Di berbagai daerah di Indonesia, infrastruktur memang tidak sebaik di
Jawa. Riau yang kaya dengan minyak ternyata belum banyak memberi
manfaat bagi warganya. Perusahaan minyak yang ada di sana begitu kaya,
tetapi kontribusinya buat kampus belum begitu terasa. Mudah-mudahan
eksekutif perusahaan minyak di sana yang membaca kolom ini tergerak
mengulurkan tangan berpartisipasi membantu kampus. Di kampus
lainnya di luar Jawa saya juga masih sering mengalami mati lampu
karena pemadaman sehingga tidak dapat melakukan presentasi dengan
komputer. Bahkan mati listrik membuat peserta resah, kepanasan. Saya
kadang-kadang terpaksa mencopot dasi di hadapan mereka, dan semua
mengikuti apa yang saya lakukan. Sebagian peserta membuka jendela,
keringat pun mulai bercucuran.

Dalam keadaan yang demikian saudara tentu harus tahu diri. Tidak
mungkin audience dipaksa lama-lama mendengarkan presentasi saudara.
Saudara cukup memberikan garis besar dan merangsang mereka untuk
membaca sendiri. Berikan clue bagaimana menjawab pertanyaan-
pertanyaan pokok, dan tentu saja berikan email address saudara kalau
mereka ada pertanyaan. Dalam hal ini sekali lagi pointers yang sudah
dibagikan dimuka akan sangat berguna.
PRESENTASI (19)
MOOD
Mood, kata ahli prilaku John C. Mowen, bukanlah
merupakan bagian dari kepribadian, melainkan suatu
keadaan perasaan yang muncul sewaktu-waktu (transient)
pada situasi tertentu. Durasinya pendek, dan tidak
berlangsung secara persisten. Celakanya, kata Mowen lagi,
mood berpengaruh besar terhadap daya ingat (recall of
information) seseorang. Ketika seseorang sedang sedih ia
akan ingat hal-hal yang menyedihkan, dan ketika ia senang ia akan lebih
banyak ingat pada hal-hal yang menyenangkan. Hal-hal inilah yang
dikomunikasikan seseorang pada situasi tertentu.

Oleh karenanya menjadi tugas penyelenggara-lah menjaga mood


presenter yang diundang untuk berbicara. Adalah keliru bila saudara
beranggapan professional speaker sebagai mesin tanpa mood. Kadang
ditemui panitia seminar yang hanya tertarik dengan uang, yaitu berapa
jumlah peserta yang membayar dan berapa ia harus membayar
presenter. Mereka berpikir uang dapat mengatasi semua itu. Ketika
presenter kehilangan mood, dan tidak jadi hadir, ia lalu protes.

Dapatkah Anda bayangkan bagaimana seseorang yang harus berbicara


sehari penuh dalam sebuah seminar kehilangan mood? Saya pernah
melakukan safari beberapa kali keliling kota sebulan penuh. Dalam
beberapa kesempatan moderatornya berganti dua kali, tetapi pembicara
tetap seorang diri. Pekerjaan ini tentu amat meletihkan. Hari Senin kami
berada di Pontianak, Selasa siang terbang ke Balikpapan, dan esok
paginya berseminar di sana. Jum'at kami sudah berada di Makasar, dan
Senin minggu berikutnya satu hari penuh memberi seminar di Manado.
Begitu seterusnya selama sebulan.
Sekarang saya baru merasakan, betapa meletihkannya perjalanan itu.
Tanpa motivasi yang kuat dan mood yang menyenangkan, rasanya sulit
hal itu dilakukan. Yang jelas sekarang ini saya selalu bertemu dengan
orang yang punya stempel kuat di kepalanya bahwa saya adalah orang
yang selalu berkeliling. Hampir dalam setiap pertemuan saya selalu
mendapat pertanyaan, "Sedang keliling kemana sekarang?" Padahal
sehari-hari saya banyak di Jakarta dan aktif di UI.
Hal-hal apakah yang harus dilakukan untuk menjaga mood seorang
pembicara? Berikut adalah tips yang wajib dipahami setiap
penyelenggara seminar.
1. Tulislah nama pembicara dengan benar, dengan gelar yang tepat.
Adalah fatal membuat iklan dengan nama yang ejaannya salah, posisi
(jabatan) yang tidak benar, apalagi mencetak nama yang salah dalam
plakat atau sertifikat.
2. Jemputlah pembicara dengan orang yang tepat. Jangan mengutus
orang yang banyak bicara, tidak sopan, tidak rapih, apalagi yang
memiliki aroma yang kurang sedap.
3. Tawarkan lunch atau dinner bersama, dan tunjukkan bahwa saudara
tidak hanya tertarik dengan materi yang akan disajikan. Ini bukan
hubungan transaksional yang putus begitu saja begitu transaksi
selesai, melainkan suatu hubungan yang sifatnya jangka panjang
(relational).
4. Tanyakan apakah ada yang hendak dikunjungi selama berada di kota
saudara. Bila diperlukan tawarkan fasilitas yang mungkin saudara
miliki, atau setidaknya berikan informasi bagaimana menyewa
kendaraan di hotel.
5. Berikan informasi yang jelas mengenai latar belakang audience,
ruangan, moderator dan bagaimana acara akan dipandu.
6. Jangan sesekali ingin memeras tenaga dan pikiran presenter dengan
mengundang banyak pejabat atau pengusaha makan malam bersama,
karena mereka pasti akan mengajukan pertanyaan yang berat-berat
sehingga terkesan konsultasi. Berikan suasana relax, bicarakan hal-hal
yang menyenangkan saja. Undang kalangan terbatas dalam suasana
yang bersahabat. Jangan pula berniat mengambil untung dengan
menampilkan pembicara pada acara lain yang saudara miliki pada
hari yang sama tanpa melakukan pembicaraan yang fair sebelumnya.
Dengan mood presenter yang positif saudara pasti akan memperoleh
manfaat yang besar, audience yang puas, dan tentu saja kegiatan yang
pasti dapat dilaksanakan dengan baik. Kalau sudah begitu jangan
khawatir, presenter pasti akan datang, dan setiap saudara melakukan
hubungan pasti akan diterima dengan senang hati. Uang tak selalu bisa
membeli mood.
PRESENTASI (20)
MEMELIHARA MOOD
Dalam Presentasi (19) telah dijelaskan betapa pentingnya
penyelenggara suatu kegiatan menjaga mood seorang
pembicara. Dengan mood yang positif, pembicara akan
mendukung suksesnya kegiatan saudara karena ia akan
berbicara mengalir dengan baik, menyenangkan, dan
mampu memberikan kontribusi sesuai harapan.
Sebaliknya, tanpa mood yang positif, pembicara akan
tampak gugup, kurang persiapan, tidak berbicara sesuai dengan harapan.
Selain faktor yang berasal dari luar, seorang presenter dengan sendirinya
harus menjaga mood-nya pribadi agar ia dapat menjaga reputasinya, dan
tetap dikenal sebagai seorang presenter yang cakap, profesional, dan
bukan hanya dikenal sebagai orang yang pandai (bagi dirinya sendiri)
belaka. Mood yang positif itu dapat dibaca dari bahasa tubuh, bahasa
muka, serta hal-hal yang disampaikan dengan aroma yang
menyenangkan, focus, dan berupaya semaksimal mungkin memberi
jawaban. Seseorang yang kehilangan mood akan tampak tegang,
wajahnya kusut, tak ada gurauan sedikitpun, dan setiap pertanyaan yang
ditujukan kepadanya selalu dianggap sebagai penyerangan. Maka tak
aneh kalau jawaban-jawabannya berputar kemana-mana dan adakalanya
bersifat defensif, membela diri berlebihan, bahkan membodohi orang lain.
Berikut adalah hal-hal yang dapat saudara lakukan untuk memelihara
mood sebagai presenter.
1. Bebaskan diri dari ketegangan dengan mengetahui benar siapa yang
akan mendengarkan presentasi saudara, siapa saja yang pernah
mendengarkan, dan siapa di antara audience yang memerlukan
perhatian khusus (misalnya atasan yang arogan, bos yang senang
memotong pembicaraan, dan sebagainya).
2. Perkuat diri saudara dengan ilmu dan informasi. Ketahuilah tak ada
yang bisa menyelamatkan saudara di hadapan mereka selain diri
saudara sendiri yang tampak siap, menguasai bidang yang saudara
presentasikan, fokus, tahu banyak hal yang berhubungan dengan
topik, dan tajam analisisnya.
3. Jangan melakukan persiapan yang berlebihan sehingga kehabisan
energy justru pada saat saudara harus melakukan presentasi. Bila
perlu hentikan persiapan sehari sebelumnya. Bila kepala terasa
tegang, pergilah ke salon langganan saudara, potong rambut dan
lakukan creambath. Bila badan pegal panggilah tukang urut, atau bila
perlu lakukan shiatshu (pijat ala Jepang) dan mandi uap. Badan yang
segar dan aliran darah yang lancar akan mempengaruhi mood
saudara.
4. Mood positif akan didapat kalau orang-orang disekitar saudara
memberi sambutan positif dan menilai penampilan saudara yang
okay, enak dilihat, dan mereka menyambut saudara sebagai orang
penting. Hanya saudara saja yang dapat membuat diri saudara penting
bagi orang lain. Caranya? Ini tentu ada seninya. Penampilan yang enak
dilihat, segar, cerah, tidak norak, cara bicara yang bijak, bersahabat,
dan banyak hal lagi dapat saudara gunakan.
Prinsip ini menjelaskan bahwa sebagai presenter saudara harus
mengenal betul diri saudara, khususnya apa saja yang dapat
mempengaruhi mood saudara, baik positif maupun negatif.
PRESENTASI (21)
IMPROMPTU
Adakalanya saudara harus melakukan presentasi
impromptu - presentasi tanpa persiapan, latihan, riset,
outline, dan dilakukan secara mendadak. Apa yang harus
saudara lakukan?
Orang-orang yang tak biasa melakukan hal ini tentu akan
gelagapan. Kakinya gemetar, suaranya sulit keluar, jalan
pikirannya kacau, kalimatnya keluar tak terkendali, akibatnya ngelantur,
tidak fokus, bahkan tidak lucu. Setelah presentasi saudara mungkin
merasa tidak relax, tegang, menyesal, dan otak saudara mengalami
dissonance. Pembicaraan sudah beralih ke topik yang lain, audience yang
tadi mendengarkan saudara bisa jadi sudah melupakan penampilan
saudara yang buruk, tapi saudara masih memikirkan yang tadi saudara
sampaikan.
Untuk mengatasi hal ini ada beberapa hal yang perlu saudara lakukan.
Pertama, pilihlah topik yang relevan dengan kegiatan yang
diselenggarakan.

Kedua, kembangkan topik dengan membangun kaitan pada beberapa hal


yang dapat dihubungkan. Kaitan dapat dilakukan dengan salah satu dari
tiga hal ini: (1) hal yang disamapaikan pembicara sebelumnya; (2) kalau
tidak ada pembicara sebelumnya, kaitkan dengan topik yang akan
dibawakan setelah saudara. Di sini saudara sekedar memberi visi: (3)
kaitkan dengan tema besar; (4) kaitkan dengan situasi dan kondisi
(tantangan dan kesempatan) yang dihadapi institusi saudara saat ini.
Ketiga, aturlah pernafasan. Pandang mata audience dengan santai, ajak
mereka berbicara seperti saudara sedang berbicara dengan teman, tetapi
gunakan kalimat yang sedikit lebih resmi, dan suara yang lebih kuat dari
pada berbicara dengan beberapa orang. Jangan lemas, dan jangan mulai
dengan minta maaf atau mendiskon diri sendiri.
Keempat, ingatkan diri agar selalu mengontrol bahasa tubuh saudara.
Jangan mengecilkan badan Anda di muka audience dengan melipat bahu
ke atas, tangan ke dalam saku sedalam-dalamnya, atau tangan yang
terlalu aktif, atau tempo suara yang terlampau cepat.
Kelima, gunakan saja metode bercerita. Biasanya orang tak mengalami
kesulitan ketika harus bercerita. Saudara bisa mengkaitkan topik dengan
menceritakan pengalaman saudara belakangan ini, ketika memulai usaha,
ketika bertemu klien atau relasi, dari bacaan yang saudara lihat pagi tadi,
atau cerita dari orang lain yang relevan dengan topik.
Terakhir, tentu saja saudara harus fokus, ingat waktu, dan jangan sok
pintar dengan menyebut banyak informasi teknis yang tak penting bagi
orang lain. Lebih baik bicara sedikit tetapi menarik dan mudah diingat,
daripada bicara banyak tapi tidak fokus dan menyebalkan.
PRESENTASI (22)
MEMILIH TOPIK
Saudara mungkin mengira, orang-orang seperti saya
sudah kehilangan hak sama sekali dalam menentukan
topik yang akan dibicarakan. Hampir setiap hari kami
menerima tiga hingga lima lembar surat untuk
memberikan ceramah, pelatihan, orasi ilmiah, atau
konsultasi bisnis. Mereka semua tampaknya percaya
bahwa seorang doktor tahu segalanya.
Hal ini mengingatkan saya pada teman-teman yang pada tahun 80-an
mengikuti kegiatan kuliah kerja nyata (KKN) di sebuah desa. Orang-orang
desa beranggapan bahwa sarjana tahu apa saja. Memang di antara
peserta KKN terdapat calon dokter dan calon insinyur, tapi banyak pula
calon ekonom dan ahli ilmu-ilmu sosial. Namun apa daya, mereka
tahunya sarjana serbatahu. Paginya menyuntik orang dan sembuh,
malamnya ada penduduk yang sapinya tak bisa beranak pun
menghubungi mahasiswa. Pokoknya masalah apa saja mahasiswa KKN
harus siap: orang gila ngamuk, kambing sakit, jembatan rusak, pasangan
akan menikah atau bercerai, sampai genteng bocor.
Tentu saja seorang doktor itu bukan orang yang serba tahu. Ia hanyalah
seorang biasa yang hanya mendalami bidang tertentu saja. Ia melakukan
penelitian pada bidang-bidang tertentu dan harus tahu diri bahwa ada
bidang-bidang lain yang bukan keahliannya. Dokter kulit tentu tak akan
mau bila disuruh berbicara tentang penyakit jantung. Ekonom saja
banyak jenisnya. Yang ahli otonomi daerah belum tentu menguasai
moneter. Meski begitu ternyata tak banyak yang mampu menahan diri,
seakan-akan seorang doktor tahu segalanya.
Saudara tidak perlu menjadi seorang doktor untuk menjadi presenter
yang baik, namun ada baiknya saudara pun membatasi diri dalam
memilih topik. Hal-hal yang dapat dianjurkan dalam memilih topik adalah
sebagai berikut.
(1). Tolaklah topik-topik yang bukan bidang keahlian saudara. Berikan
nama lain bila penyelenggara menghendaki topik yang sama, atau bila
mereka menghendaki saudara sebagai pembicara, sodorkan topik yang
sungguh saudara kuasai.
(2). Bila topik berhubungan dengan keahlian saudara namun
bersinggungan dengan bidang lain yang agak teknikal, lakukanlah
tandem (terjun bareng) dengan orang lain yang saudara anggap ahli.
Ketika pertama kali publik membicarakan e-commerce dan belum jelas
bentuk bisnisnya, saya melakukan presentasi dibantu rekan saya yang
usianya jauh lebih muda dari saya, namun secara teknikal sangat
menguasai bidang itu.
(3). Topik yang baik haruslah relevan dengan kebutuhan audience, aktual,
ada wawasan teoritis (mampu menjelaskan suatu fenomena) dan praktis
sekaligus,mudah dipahami, fokus,dapat disajikan dengan menarik.
(4). Adakalanya saudara diminta untuk memberikan wawasan praktek
saja, tak perlu memberikan warna teoritis sama sekali. Artinya
biarkanlah diri saudara bercerita dari pengalaman pribadi. Bob Sadino
(Kem Chicks), Ken Sudarto dan Paul Karmadi (Matari International),
Sudhamek Agung Waspodo (Kacang Garuda), Haji Mahtum Mastoem
(majalah Gamma) adalah tokoh-tokoh intelektual yang kaya dengan
pengalaman praktis dalam bisnisnya masing-masing, yaitu retail,
komunikasi pemasaran, kewirausahaan, dan media massa. Mereka biasa
diminta sebagai pembicara justru karena kaya dengan wawasan
prakteknya.
Pada tips yang akan datang saya akan menurunkan bagaimana memilih
topik secara lebih spesifik dan selanjutnya bagaimana mengembangkan
topik
PRESENTASI (23)
MENGEMBANGKAN TOPIK
Banyak orang yang menduga bahwa dirinya punya kemampuan
yang sama dengan seorang presenter yang sedang melakukan
presentasi. Mereka menduga dengan mengenal topiknya mereka
bisa melakukan presentasi. Dugaan ini tentu saja keliru, sebab
banyak orang yang cuma "merasa" mampu, bukan sesungguhnya mampu.
Sebagian besar orang itu hanya berhenti di judul saja karena tak mampu
mengembangkan topik itu dengan baik. Kalau disuruh bicara bisa jadi
kalimatnya akan habis dalam lima menit, lalu melantur.
Supaya dapat melakukan presentasi dengan baik dan focus saudara tentu
harus mengembangkan topik itu sebaik mungkin. Bagaimanakah
caranya?
Pertama, perkayalah topik saudara dengan bacaan. Tanpa literature yang
baik, topik saudara akan terasa miskin, atau mungkin tak memberi hal
baru bagi orang lain.
Kedua, perkayalah topik saudara dengan hal yang sebenarnya sedang
terjadi dalam dunia riil. Seorang presenter terkenal biasanya sudah
dengan sendirinya didatangi oleh informasi, sedangkan seorang pemula
harus mengumpulkannya sendiri. Saudara harus bertanya ke sana ke
mari, untuk meyakinkan betul bahwa apa yang dikatakan literature
sejalan dengan dunia riil.
Ketiga, latihlah otak berpikir dengan melakukan latihan presentasi di
kalangan terbatas. Biasanya pada saat saudara berbicara, berkembang
pemikiran-pemikiran baru yang muncul secara tiba-tiba. Catatlah baik-
baik, lalu kembangkan perlahan-lahan. Pada prinsipnya, kalau sebuah
topik dikembangkan, otak saudara akan mengajak saudara lebih jauh.
Mekanisme activated spreading dalam otak kita memungkinkan kita
mengaitkan satu kategori dengan kategori lainnya.
Keempat, pangkas bagian-bagian yang dirasakan membuat saudara tidak
focus, menimbulkan keragu-raguan, atau membuat waktu presentasi
tidak cukup.
Kelima, tulislah dalam bentuk kerangka berpikir sebelum materi
disajikan. Saya akan mengajak pembaca menggunakan kerangka berpikir
(logical structure) untuk mengembangkan topik ini pada presentasi
selanjutnya.
PRESENTASI (24)
MEMBANGUN LOGICAL STRUCTURE
Salah satu cara mengembangkan topik adalah dengan
menggunakan logical structure. Logical structure pada
dasarnya adalah sebuah alat bantu untuk menguraikan
benang-benang kusut ke dalam sebuah diagram yang kita
sebut logical tree. Bentuknya semacam outline. Dengan
demikian ia adalah sebuah rencana (bukan a final
product),sehingga sifatnya sangat terbuka untuk
mengalami penyesuaian-penyesuaian atau perubahan-perubahan.
Alat ini sangat bermanfaat untuk mengarahkan jalan berpikirnya
audience sehingga dari awal mereka sudah tahu kemana arah presentasi.
Selain itu, struktur ini juga berguna untuk bekerja dalam team, atau bagi
mereka yang belum terbiasa (terlatih) mengembangkan topik. Dengan
memiliki suatu logical tree, para anggota team tinggal memilih subtopik
mana yang menjadi tanggungjawabnya, dan kemana arah presentasi ini
akan ditujukan.
Kalau struktur ini sudah digambarkan, dan segalanya sudah dipetakan,
maka tak ada alasan bagi saudara untuk tidak memulainya sama sekali.
Outline ini adalah sebuah rencana, dan rencana akan jadi kenyataan kalau
saudara segera memulainya.
Logikanya, struktur ini akan mendorong saudara membuat suatu point,
lalu mencari penjelasannya (dukungan-dukungannya) sampai tuntas.
Intinya terdiri dari headings, subheadings dan supporting details.
Darimana saudara harus memulainya?
Logical tree ini harus dimulai dengan apa yang kita sebut sebagai main
points, yaitu hal-hal pokok yang harus diberi jawabannya. Tentu saja
main points harus dibatasi. Jangan terlalu ambisius dengan bernafsu
memberikan seluruh penjelasan, seluas-luasnya. Ingatlah manusia punya
kemampuan yang terbatas dalam mengolah informasi. Lagian pula,
manusia akan mengalami fatigue (keletihan) bila dipaksa menerima
banyak hal sekaligus. Jadi saudara harus memotongnya, memfokuskan
pada hal-hal yang paling penting saja dan saling berhubungan. Jika
saudara harus menyajikan banyak hal, mungkin saudara harus berani
meminta izin membagi presentasi itu ke dalam beberapa presentasi
dengan topik yang berbeda.
Main points yang dipilih haruslah menjawab pertanyaan yang kira-kira
akan diajukan audience (misalnya pengambil keputusan). Holcombe dan
Stein yang menulis buku Presentations for Decision Making
mengungkapkan sebagai berikut:
- Kalau main point-nya adalah rekomendasi atau suatu konklusi,
maka pertanyaannya adalah "why" dan jawabannya adalah a series
of reasons.
- Kalau main point-nya adalah prosedur, maka pertanyaannya adalah
"how", dan tentu saja jawabannya adalah a series of steps.
- Kalau main point-nya adalah suatu deskripsi terhadap suatu
analisis, maka pertanyaannya adalah "what" dan jawabannya
adalahparts of the whole.
Cobalah menerapkan pertanyaan di atas, dan Insya Allah saudara akan
dibantu berpikir. Dengan mengajukan pertanyaan "why" misalnya,
saudara mungkin akan merenung, berpikir, lalu sampailah pada jawaban-
jawaban yang menyenangkan dan memuaskan. Silahkan mencoba.
PRESENTASI (25)

VISUAL
"If a picture paints a thousand words…"
Dikutip dari lagu "If" oleh "Bread"
Saya yakin banyak pembaca yang suka dengan syair lagu di
atas. Sebuah lagu yang me-retrieve ingatan kita ke masa lalu.
Lagian pula, sebuah syair yang indah, yang mengingatkan
kita betapa sebuah lukisan sanggup menguraikan seribu
makna. Nah, apa kaitannya dengan tips kita kali ini?
Kalau kita memperhatikan anak-anak, mereka suka sekali dengan buku
bacaan yang banyak gambarnya. Tintin, Asterix, Lucky Luke, Dragon Ball,
Doraemon, Conan, dan Mulan adalah contoh dari sekian banyak buku
anak-anak lainnya. Mereka bisa tertawa terkekeh, tersenyum atau
merasa gregetan hanya dengan melihat gambar kartun ini. Tanpa
membaca isinya, mereka bisa menangkap pesan dari gambar tersebut.
Audience itu mirip dengan anak-anak. Presentasi Saudara akan mudah
dipahami audience jika Saudara menyertakan alat bantu visual. Apalagi
jika Saudara akan mempresentasikan data-data numerikal, maka Saudara
harus mempersiapkan grafik, bagan atau tabel. Dengan alat bantu ini,
presentasi Saudara akan jauh lebih efektif dibandingkan jika Saudara
mengatakannya secara lisan. Dan, jangan lupa, alat bantu ini juga
merupakan bukti akan pernyataan-pernyataan Saudara.
Lebih dari itu, penyajian visual ini tidak hanya sekadar grafik dan tabel
saja. Sekarang, dengan menggunakan software tertentu-misalnya
powerpoint-kita bisa menggabungkan suara, foto, clip art, animasi dan
video cameradalam satu file presentasi. Kita juga bisa menghubungkan
antar text, antar file dalam satu presentasi. Kemampuan mengolah
program ini, akan membuat citra presentasi Saudara bertambah. Paling
tidak, Saudara telah memberikan kesan pertama kepada audience bahwa
Saudara siap melakukan presentasi.

Ambil contoh, jika Saudara akan mempresentasikan sebuah situs e-


commerce yang Saudara miliki kepada salah satu perusahaan venture
capitalist. Saudara mengatakan bahwa situs Saudara ini sudah masuk ke
dalam top ten ranking Altavista, salah satu search engine yang sangat
terkenal di dunia internet. Situs e-commerce ini juga dikunjungi ratusan
ribu orang per-hari. Nah, dalam presentasi seperti ini, Saudara harus
menampilkan situs e-commerce dan juga situs Altavista dalam presentasi
Saudara. Jangan lupa, tampilkanlah situs Altavista ini yang sedang
memuat ranking situs e-commerce Saudara. Hal ini akan menambah
keyakinan audience kepada Saudara.

Namun demikian, perlu diingat bahwa visual hanyalah sekadar alat


bantu. Selain itu, Saudara tetap harus menceritakan visual ini dengan
kata-kata yang mudah dimengerti.
Menurut Holchombe dan Stein (1990), daya tarik suatu presentasi dapat
ditingkatkan melalui;
Pertama, pilihlah media yang cocok dengan jumlah audience.
Kedua, berilah desain yang bisa menambah citra dan daya tarik pada
presentasi Saudara.
Ketiga, sesuaikanlah gambar ini dengan data yang ada.
Saudara, pada tips selanjutnya, kita akan membahas langkah-langkah di
atas secara lebih mendalam.
Presentasi (26)

Memilih Media
“Dalam seni yang penting bukan apanya, melainkan
bagaimananya”
Alexander Solzhenitshyn, Suatu Hari dalam Kehidupan Ivan
Denisovitch
Apabila suka memancing, tentu tahu bedanya memancing
ikan besar dan ikan kecil. Ikan laut biasanya memiliki berat lebih dari 5
kilogram. Ada kiat-kiat tersendiri untuk memancing ikan sebesar ini.
Pertama, pakailah mata kail dan senar yang sesuai dengan berat ikan
tersebut. Karena apabila Saudara memakai senar untuk ikan kecil
(biasanya lebih tipis), jika ditarik oleh ikan yang besar, dijamin pasti
putus. Jika Saudara ingin mendapat ikan yang lebih kecil, gantilah mata
kail dan senar dengan ukuran yang sesuai pula. Yang kedua, aturlah jarak
pengapung dengan timah. Jika Saudara ingin mendapat ikan kecil, aturlah
jarak pengapung dengan timah itu agak dekat. Karena biasanya ikan kecil
suka hidup di permukaan air. Demikian sebaliknya dengan ikan yang
besar. Jarak antara pengapung dengan timah diatur agak jauh, karena
ikan besar lebih suka hidup di air yang dalam.
Melakukan presentasi sebenarnya mirip dengan memancing. Meskipun
umpannya sama, untuk audience yang berbeda, diperlukan media yang
berbeda pula. Inilah tips yang perlu Saudara perhatikan;
Pertama, preferensi dari audience. Perhatikanlah keinginan audience.
Ada beberapa audience yang ingin melihat presentasi hanya lewat
infokus. Misalnya Bos besar Anda. Ada juga yang ingin mempunyai
handouts, bahkan ada yang ingin menanyakan sampai ke hal-hal yang
paling detail.
Kedua, tujuan presentasi. Jika berharap ada banyak diskusi, hindarilah
pemakaian 35mm slide yang terlalu banyak. Ruangan yang gelap akan
menciptakan suasana “Saya Berbicara, Anda Mendengar”. Audience
seolah-olah anak SD tahun 70-80-an-,“Duduk, Diam, Dengar”. Jadi,
perhatikanlah fasilitas seperti ini. Jika kurang tepat pemakaiannya, bisa
jadi runyam.
Ketiga, tersedianya alat-alat yang diperlukan. Jika memakai fasilitas
overhead, pastikan ruangan presentasi tersedia proyektor. Jika memakai
35 mm slide, pastikan adanya dim light atau bisa juga pakai proyektor.
Jika presentasi akan memakai powerpoint, pastikanlah tersedia infokus.
Jika sudah, cek sekali lagi 15 menit sebelum presentasi dimulai.
Keempat, jumlah audience. Pakailah handouts, jika jumlah audience
Saudara sekitar 3 sampai 5 orang. Jika di bawah 20 orang pakailah
flipchart. Jika audience Saudara mencapai ratusan orang, pakailah
overhead atau 35 mm slide atau yang lebih modern pakailah powerpoint
yang sudah dihubungkan ke infokus (lengkapnya, lihat pada tips Jumlah
Audience).
Pemakaian ini bukanlah harga mati, artinya bisa saja Saudara melakukan
presentasi dihadapan 3-5 orang dengan memakai infokus. Atau mem-
fotocopy handouts Saudara untuk seluruh audience yang hadir. Saran
saya, kombinasi adalah paling bagus. Persiapkanlah handouts dan
powerpoint Saudara sekaligus. Selain audience akan memperoleh hasil
yang paling maksimal, juga apabila tiba-tiba komputer Saudara hang,
Saudara masih punya overhead.
Presentasi (27)
Mendesain Presentasi
Manusia memang berbeda-beda. Satu pesan yang sama, bisa
berbeda sekali maknanya, jika ditangkap oleh orang yang
berbeda. Satu contoh sederhana, bacalah urutan gambar
bintang berikut ini;
Bacalah dengan urut. Saya yakin hampir semuanya akan membaca:
bintang satu, bintang dua, bintang tiga dan empat. Kenapa saya begitu
yakin Anda semua membaca seperti itu? pertama, karena Anda orang
Indonesia, dan yang kedua, cara membaca Anda dari kiri ke kanan.
Sekarang coba berikan urutan tersebut ke teman Anda yang ada di
negara Timur Tengah, misalnya Mesir (tentu saja kalau Anda punya
teman di sana). Tanyakan urutan gambar bintang itu. Anda pasti terkejut
mendengar jawabannya. Mereka menjawab-tentu saja dengan bahasa
Mesir-bintang empat, bintang tiga, bintang dua dan bintang satu. Dalam
hati Anda berkata,“Aneh, kok jawabannya bisa terbalik ya?”

Jika Saudara memutuskan menggunakan alat bantu visual, ingatlah selalu


bahwa sebuah presentasi adalah sebuah pertukaran antara Saudara
dengan audience. Jadi, seindah apapun desain visual (menurut) Anda, jika
tidak bisa menguasai audience, pesan-pesan yang ingin disampaikan
akhirnya hanya untuk diri Anda sendiri. Seindah apapun desain visual,
jika tidak bisa dipahami oleh audience, salah-salah bisa membuat
presentasi Anda runyam.
Nah, dalam tips kita kali ini, ada tiga hal yang bisa Anda poles agar
presentasi Anda semakin menarik, yaitu;
Pertama, desain teks (kalimat). Gunakanlah kalimat-kalimat efektif yang
pendek, susunan yang mudah dimengerti, dan konsisten.
Kedua, gunakan image, gambar, atau foto yang bisa meyakinkan audience.
Sertakan bukti-bukti untuk mendukung statement-statement saudara.
Juga, siapkan gambar atau foto yang menarik yang sesuai dengan tema.
Jika audience mulai jenuh, tunjukkanlah gambar tersebut untuk
mencairkan suasana.
Ketiga, gunakan charts (grafik) yang membuat data-data lebih mudah
dibaca. Data mentah itu ibarat mutiara yang belum diasah. Asahlah
sehingga bisa Anda pakai dan membuat penampilan Anda semakin
menarik.
Jadi, buatlah desain visual yang mudah dimengerti, gampang dibaca, dan,
yang paling penting, isinya harus mendukung statement- statement Anda.
Namun, jangan lupa, cari tahu dulu siapa saja yang kira-kira akan
menghadiri presentasi Anda. Siapa tahu audience yang hadir orang-orang
yang tiap hari membaca dari kanan ke kiri. Sementara, tulisan, gambar,
charts yang Anda siapkan semuanya dibaca dari kiri ke kanan. Kalau ini
yang terjadi, bisa-bisa Anda akan memakai bahasa Tarzan.
Presentasi (28)
Teks Yang Membingungkan
"Yang gamblang ialah
sesuatu yang kasatmata,
hingga seseorang mencetuskannya
dengan sederhana…."
Kahlil Gibran, Pasir dan Buih

Peter Urs Bender, pengarang buku Secret of Power Presentations (1994),


punya contoh yang menarik. Begini bunyinya:
Switzerland in the
the Spring
Canada in the
the fall
Bacalah teks tersebut. Saya yakin Saudara membaca seperti ini;
"Switzerland in the Spring, Canada in the Fall". Jika membacanya masih
seperti ini, bacalah sekali lagi, kali ini lebih hati-hati. Bacalah kata demi
kata. Jika jawabannya masih tetap sama, saya akan memberikan jawaban
yang benar di alinea terakhir.
Hampir setiap hari saya memberikan kuliah, baik kepada mahasiswa S1,
S2 (MM atau Pasca Sarjana), atau memberikan presentasi kepada
khalayak umum. Dalam kesempatan itu juga, sering saya perhatikan
mahasiswa atau presenter lain yang sudah biasa melakukan presentasi.
Ada yang menarik, ada yang membuat saya tertawa, tersenyum, atau
geleng-geleng kepala. Meskipun menarik, yang sering terjadi kebanyakan
mereka melupakan hal-hal yang kecil, sepele, namun bisa
membingungkan audience. Yaitu, teks yang mereka gunakan tidak efektif.
Kalimatnya panjang-panjang dan tidak paralel. Alhasil, presentasinya jadi
membingungkan.
Kalimat yang tidak paralel adalah kalimat yang tidak konsisten. Kadang
awal kalimat itu kata kerja, kalimat berikutnya kata benda, atau kata sifat.
Untuk lebih mudahnya kita lihat contoh pemakaian kalimat yang tidak
paralel:
E-commerce memberikan benefit sebagai berikut:
Penjualan produk meningkat sebesar 15%.
5% pendapatannya dari referral fee.
Sekarang coba perhatikan kalimat berikut ini:
Benefit dari e-commerce adalah:
Penjualan meningkat sebesar 15%.
Pendapatan dari referral fee sebesar 5%.
Dari dua contoh di atas, manakah yang paling enak dibaca dan
dimengerti?
Saudara benar, contoh terakhir memang lebih mudah dimengerti. Contoh
yang kedua itu mulai dari bentuk kata yang sama.
Kembali ke alinea pertama, Saudara sudah mendapat jawabannya? Jika
sudah, semoga bunyinya seperti ini,"Switzerland in the the Spring,
Canada in the the Fall". Double the. Benar bukan?
Presentasi (29)
Teks Yang Membantu
Polonius,"What do you read, my Lord?"
Hamlet,"Words, words, words".
(William Shakespeare, Hamlet)
Tentu Saudara masih ingat dengan tips saya yang berjudul
"Teks Yang Mengganggu". Dalam tips tersebut saya
mengungkapkan betapa seringnya seorang presenter terpaku
pada teks. Ambil contoh, presentasi mahasiswa saya-yang
saya maklumi karena masih tahap belajar- berbicara sama
persis dengan teks yang ada pada slide. Alhasil, presentasinya menjadi
kering dan kaku.
Lalu, apakah presentasi yang baik tidak perlu pakai teks? Teks itu tetap
perlu. Bahkan penting. Ia berguna sebagai "petunjuk arah" agar audience
bisa menyadari di posisi mana ia berada. Ingat, audience bukan pembaca
buku. Seorang pembaca buku bisa membaca dari halaman terakhir, agar
ia mengerti akhir ceritanya lebih dulu. Sedangkan audience itu tidak bisa
membaca seperti halnya pembaca buku. Ia perlu dituntun dari slide awal
sampai akhir. Nah, sebagai presenter yang baik, Saudara perlu
menuntunnya. Dengan apa? Dengan bantuan teks yang jelas dan mudah
dimengerti. Berikut ini tips yang perlu diperhatikan:
Pertama, jangan menggunakan huruf besar semuanya. Jika Saudara
sering ber-email ria atau chatting, Saudara pasti tahu huruf besar
memberi kesan sedang berteriak.
Kedua, gunakanlah huruf tebal (bold) atau warna yang berbeda, terutama
pada pesan-pesan yang sangat perlu disampaikan. Warna dan huruf tebal
itu punya daya tarik sendiri, selain itu lebih mudah dibaca dan diingat.
Ketiga, gunakanlah huruf yang mudah dibaca. Lebih baik memakai arial
daripada memakai serif font,garamond atau jenis huruf lainnya.
Keempat, konsisten. Gunakanlah jenis huruf, shading, background, dan
warna yang serasi. Tidak berlebihan dan tidak juga terkesan ampang,
kosong.
Kelima, gunakanlah lima atau enam kalimat per slide. Satu kalimat teridiri
dari lima atau enam kata. Buanglah kata-kata yang tidak efektif. Teks
yang panjang akan membuat presenter membaca, bukan menceritakan.
Keenam, gunakanlah warna yang sejuk, enak dilihat dan tidak norak.
Warna yang norak bisa menyebabkan sakit mata.
Sekali lagi, yang saya kemukakan adalah point-point utamanya.
Obyektifnya, buatlah teks yang menarik, sederhana, dan tidak
membingungkan.
Presentasi (30)

Konsep Visual
"What is to use this book?" thought Alice "Without picture"
Lewis Carrol, Alice in Wonderland.
Sahabat saya, Moeslim Abdulrahman, pernah menulis kisah
yang menarik dalam salalh satu bukunya yaitu Kang Thowil
dan Siti Marginal (1995). Singkatnya begini. Di rumah salah
satu tokoh buku tersebut, yang bernama Wak Kri, ada
gambar wayang yang menempel di dinding. Gambar wayang
yang ditempel di dinding itu ternyata diganti sesuai dengan
umur sang punya rumah.
Konon, ketika si Wak Kri masih muda, tulis Moeslim, gambar yang
dipajang adalah Gatotkaca. Bagi Wak Kri, tokoh ini menggambarkan
kegagahan, suka berkelahi, dan suka pakai aji-ajian. Pokoknya ia simbol
dari hal yang berbau kedigdayaan. Tapi waktu Wak Kri lagi puber, sedang
jadi rebutan gadis-gadis, tokoh yang dipajang adalah Janaka, sebutan lain
Arjuna. Lalu, saat Wak Kri sudah cukup umur, Janaka diganti dengan
Kresna. Tokoh yang bijak, pintar, sakti dan pandai berunding. Tokoh ini
pun, lanjut Moeslim, juga akan diganti dengan Semar, jika usia Wak Kri
sudah di atas 65 tahun.
Saya jadi bertanya-tanya, gambar wayang apa yang akan dipasang, jika
umur Wak Kri mencapai 100 tahun lebih. Jangan-jangan gambar Togog,
saudaranya Semar. Togog ini, kata Emha Ainun Najib, budayawan, adalah
tokoh (pengamat) yang suka memberi pendapat, saran ke kerajaan hitam
Astina. Sayangnya, kalangan Astina tidak pernah menggubris nasehat
Togog.
Bagi saya sendiri, Wak Kri tampaknya sedang mengekspresikan dirinya
lewat sifat wayang tersebut. Juga, yang paling tersirat, Wak Kri agaknya
menganalogikan usia dirinya sendiri dengan usia tokoh-tokoh wayang
yang amat dikaguminya. Lebih dari itu, gambar wayang tersebut juga
merupakan kebanggaan bagi dirinya. Ia akan senang jika ditanya tentang
arti dari simbol-simbol tersebut. Dan, simbol-simbol non verbal ini akan
membuat kharisma tersendiri bagi tamu atau tetangganya yang sudah
mengerti makna wayang tersebut.
Simbol-simbol yang memberikan pesan-pesan non verbal ini, menurut
ahli psikologi memberikan lebih banyak makna dibandingkan pesan
verbal. Contoh lain. Sewaktu Saudara duduk dibangku SMP atau SMA,
Saudara menaksir seorang gadis. Saat itu, semua perasaan ingin Saudara
ungkapkan tapi biasanya masih malu-malu. Maklum, masih "anak
bawang", jadi tidak berani mengatakannya secara langsung. Cara yang
paling tepat, biasanya adalah lewat surat. Anehnya, Saudara jadi heran,
ternyata tidak sepatah kata pun yang tepat untuk mengungkapkan
perasaan Saudara. Akhirnya, Saudara menggambar simbol hati (heart)
yang ditembus panah di kertas surat cinta itu.
Dari kedua contoh ini, kita bisa menangkap bahwa perasaan atau emosi
itu lebih cepat disampaikan lewat pesan visual (non verbal) ketimbang
pesan verbal. Selain itu, pesan yang tersirat dari gambar juga lebih
mudah dipahami.
Sama halnya dengan cerita-cerita di atas, demikian juga dengan
presentasi. Kita bisa mengembangkan ide-ide visual, tapi harus sesuai
dengan topik yang akan disampaikan.
Holchombe dan Stein (1990), memberikan tips sebagai berikut:
Pertama, gunakan analogi. Seperti kisah Wak Kri, Saudara bisa
menggunakan analogi atau metafora atau apa saja yang berhubungan
dengan topik Saudara. Dengan analogi yang cerdas, Saudara bisa
menceritakan dengan bahasa yang sederhana, lugas, dan menarik.
Misalnya, Saudara bisa mengatakan,"Gambar ini mirip dengan..."
Kedua, gunakanlah visual sesuai dengan data yang ada. Cobalah berlatih
mengungkapkan kata-kata dan rekam pembicaraan tersebut. Putar dan
dengarkan. Petunjuk untuk membuat visualisasi biasanya dari kata kerja,
karena kata kerja menunjukkan suatu kegiatan (action). Misalnya,
desentralisasi struktur perusahaan akan mendukung tuuan persuahaan.
Support inilah kata kerja tersebut. Bisa dengan semacam gambar tiang
yang berdiri tegak menahan tujuan tersebut, atau bisa dengan tanda
panah yang mengarah kepada tujuan perusahaan.
Ketiga, yakinkan bahwa visual ini sesuai dengan kata-kata yang ingin
Saudara kembangkan. Inginnya tampil menarik, salah-salah visualnya
tidak sesuai. Maka, sebelum presentasi dimulai, uji dulu di depan teman-
teman. Siapa tahu ada pesan visual yang tidak sesuai dengan kata-kata
yang ingin disampaikan.
Presentasi (31)
Antara Data dengan Visual

Dalam karyanya yang berjudul Little Prince (1966), Antoine


de Saint-Exupery, mengisahkan seorang anak kecil yang
suka mengamati orang dewasa. Kata anak itu,“Orang
dewasa senang sekali kepada angka-angka. Bila kau katakan
kepada mereka bahwa kau mempunyai seorang kawan
baru, mereka tak pernah bertanya, “Bagaimana merdu
suaranya? Permainan apa yang paling disenanginya?
Apakah dia suka mengumpulkan kupu-kupu?” Sebaliknya mereka
bertanya,”Berapa umurnya? Berapa orang Saudaranya? Berapa kilogram
beratnya? Berapa besar penghasilan ayahnya?”.
Anak itu benar. Orang dewasa memang suka sekali dengan angka dan
data. Profesional, mahasiswa, dosen, kalangan perbankan, pegawai pajak,
sampai seorang pria yang sedang jatuh cinta berusaha mencari tahu
kapan tanggal lahirnya, itu pasti.
Kisah Little Price ini mengingatkan saya pada presentasi mahasiswa yang
seringkali membawa angka-angka (data) untuk menguatkan
argumentasinya. Mereka mengolah, mengasah, dan mengemas data
mentah itu dengan grafik, tabel, atau gambar. Sayangnya, kalau saya
perhatikan, masih banyak mahasiswa saya yang “kurang pas”. Yang
sering terjadi, tidak ada hubungan antara data dengan gambar (chart).
Misalnya, datanya menunjukkan pertumbuhan jumlah pemakai internet
di Indonesia, namun teknik visual yang dibuat berbentuk pie chart (bagan
berupa lingkaran). Alhasil, visualnya jadi tidak berbunyi, bahkan bisa
membingungkan.
Berikut ini adalah tips agar data bisa sesuai dengan gambar:
Pertama, gunakanlah bar chart atau column chart (bagan batangan atau
bagan kolom) jika hubungan antar datanya itu berupa ranking,
persamaan, korelasi, atau perbandingan. Pendeknya, chart ini biasanya
berfungsi untuk menunjukkan perbandingan (comparison) antara satu
variabel dengan variabel yang lain.
Kedua, gunakanlah line graph (grafik yang berupa garis) atau bisa juga
column chart, jika hubungan antar datanya berupa pertumbuhan,
fluktuasi, atau pertambahan/pengurangan. Fungsi chart seperti ini
digunakan untuk menunjukkan perubahan (change) antara satu variabel
dengan variabel yang lain.
Ketiga, gunakanlah pie chart jika datanya menunjukkan angka persentase
atau pembagian (share). Pie chart yang berbentuk lingkaran ini, cocok
dipakai jika datanya menunjukkan hubungan (relation) antara suatu
bagian dengan bagian lain secara keselurahan. Lagi pula, bentuknya juga
sederhana dan efektif.
Keempat, gunakanlah scatter diagram, jika ada suatu variabel yang
menunjukkan korelasi positif atau negatif dengan variabel lainnya. Atau,
bisa juga variabelnya itu tidak menunjukkan hubungan apapun dengan
lainnya. Scatter diagram ini biasanya dipakai jika ada plot-plot kecil yang
menunjukkan data riset tersebut. Lalu, dari plot-plot ini ditarik suatu
garis yang akhirnya membuat plot tersebut jauh lebih gampang untuk
dimengerti.
Kelima, gunakanlah peta (map) jika datanya berupa nama-nama daerah,
atau jika ingin menggambarkan peta persaingan pertempuran antara satu
jenis produk.
Keenam, gunakanlah diagram jika datanya berupa struktur organisasi
atau datanya menunjukkan adanya “proses” antara satu variabel dengan
variabel lainnya.
Terakhir, selalu saya ingatkan kepada Saudara, data mentah itu ibarat
mutiara. Asahlah data-data tersebut menjadi lebih informatif.
Presentasi (32)
Gesture: Yang Boleh dan Yang Tidak
Dalam film, kita bisa melihat dalam ungkapan bahasa
tubuh yang kuat seorang aktor. Charlie Chaplin, pelawak
film bisu, bisa membuat penonton terpingkal-pingkal
hanya dengan mimik mukanya. Kita juga ingat dengan
Robert De Niro, bintang film yang dijuluki bunglon karena
bisa memerankan berbagai karakter orang,. Ia bisa
menjadi pendeta (dalam Sleepers), tokoh mafia yang sadis
(mendapat Oscar dalam Godfather, part II), mafia yang stress (dalam
Analyze This), petinju (Raging Bull) atau sopir taksi (Taxi Driver).
Christine Hakim, dalam Daun Di Atas Bantal yang disutradarai Garin
Nugroho, juga bisa mengekpresikan sebuah wajah yang sedang menangis,
tanpa air mata, tanpa suara, tapi penonton tahu betapa menyayat
tangisannya.
Bahasa tubuh tidak hanya penting dalam dunia panggung. Dalam
melakukan presentasi, kita juga harus bisa mengungkapkan pesan-pesan
komunikasi lewat mata atau sebagian anggota tubuh kita. Pengungkapan
pesan seperti ini lazim disebut gesture.
Seperti pesan visual, pesan gesture biasanya juga kaya dengan makna.
Kita bisa “membaca” bahasa lawan bicara kita dengan bahasa tubuhnya
dan memberikan respons sehingga terjadi interaksi simbolik.
Sebagai orang yang mengenal Jenderal Besar Abdul Haris Nasution,
Saudara mungkin megalami kedukaan yang dalam dan hanya bisa
menarik nafas dalam ketika mendengar kepergian beliau ke alam baka.
Tanpa sepatah katapun yang terucap, kita semua mengerti perasaan dan
bahasa tubuh itu.
“Wah, hebat kau bisa jadi menteri ” kata seorang teman sambil
mencibirkan bibir, ketika Saudara diangkat jadi menteri di kabinet
sekarang ini. Dari bahasa tubuhnya, Saudara mungkin langsung tahu
bahwa dia tidak ‘senang’ dengan posisi Saudara sekarang.
Sigmund Freud, bapak psikoanalisa mengatakan,”Tidak ada manusia yang
dapat menyimpan rahasia. Jika bibirnya diam, ia berceloteh dengan ujung
jarinya; rahasianya membersit dari pori-pori kulitnya”.
Untuk itu, agar kita bisa menjadi aktor panggung (presenter) yang baik,
tidak ada salahnya kita memperhatikan tips berikut ini:
Pertama, gunakanlah mata untuk meyakinkan audience. Kata Leonardo
Da Vinci, mata adalah cerminan jiwa. Jadi, tatap mata audience sebentar,
jangan lama-lama, jangan melotot. Gunakan isi hati Saudara untuk
berkomunikasi lewat mata. Yakinkan dengan sorot mata bahwa Saudara
menguasai topik yang dibicarakan.
Kedua, gunakan bahasa wajah untuk menyampaikan pesan. Berikan
senyum kepada audience. Jangan berkerut dan juga jangan terlalu banyak
tertawa, kecuali Saudara bermaksud melucu.
Ketiga, kombinasikan bagian wajah (alis, mata, dan mulut) dengan
gerakan tangan yang harmonis dengan tekanan suara. Gerakan tangan
yang tidak dibuat-buat (alami) akan membuat lebih percaya diri, karena
Saudara terlihat bisa menguasai keadaan.

Dan berikut ini adalah tips yang tidak boleh dilakukan:


Pertama, dalam banyak hal, janganlah menaruh kedua tangan di
pinggang. Apalagi jika presentasi di hadapan bos atau klien. Saudara akan
terlihat seperti guru SMA yang sedang marah-marah kepada muridnya.
Kedua, janganlah menaruh kedua tangan di belakang punggung. Ini
mengingatkan kita dengan pihak militer atau polisi yang mengadakan
upacara kemerdekaan setiap tanggal 17 Agustus.
Ketiga, janganlah terus menerus memasukkan kedua tangan ke saku.
Mengapa? Karena akan timbul kesan tidak siap, tidak pede, dan tidak
peduli dengan audience.
Presentasi (33)
Social Entrepreneur
“Every change begins with a vision and a decision to take
action”. Demikian kata David Bornstein. Cara pandang itu
tentu bukan hanya ada di kepala para usahawan,
melainkan juga para relawan yang berjuang dengan penuh
dedikasi. Munir, Romo Mangun, Anton Sudibyo (Yayasan
Dian Desa), Bambang Ismawan (Ketua Yayasan Bina
Swadaya), sampai Bunda Theresa, Bill Drayton (pendiri
Ashoka: Innovator for the Public, di 46 negara), Jeroo Billimonia (pendiri
jaringan pelindung anak-anak yang sedang menderita di India, Childline)
dan Muhammad Yunus (pendiri Grameen Bank di Bangladesh yang
memberikan pinjaman tanpa jaminan kepada rakyat miskin sebagai
modal usaha). Mereka semua layak disebut Social Entrepreneur.
Dalam literatur tentang social change, kendati mereka melakukan
perubahan yang sangat mendasar bagi masyarakat, mereka tidak pernah
dianggap sejajar dengan Bill Gates atau Henry Ford yang mendatangkan
banyak lapangan kerja. Masalahnya, teori-teori perubahan sosial lebih
berkonsentrasi pada bagaimana ”ideas move people” daripada bagaimana
”people move ideas”. Jadi bagi mereka, ide adalah segala-galanya. Padahal
dunia ini baru akan berubah kalau ada orang yang bergerak,
menggerakkan dan memelihara gerakan itu. Itulah yang dilakukan oleh
Social Entrepreneur.
Dalam dunia yang sudah penuh sesak, yang diwarnai nilai-nilai kejahatan
dan kebencian, ide-ide kemanusiaan biasanya hanya bersembunyi di
balik hati sanubari kebanyakan orang. Ketika ide-ide itu dimunculkan
oleh satu-dua orang ke atas permukaan, maka ia mengalami jutaan ujian.
Ia akan menjadi seperti sebuah usaha yang membutuhkan produser yang
hebat dan promotor yang punya keberanian. Sekalipun karya itu sebuah
masterpiece, ia tetap akan menghadapi persaingan, yaitu persaingan
untuk memperoleh perhatian dan legitimasi. Dengan demikian ada
banyak profesional dalam kegiatan sosial, tapi cuma sedikit yang benar-
benar berhasil melakukan perubahan. Sebagian besar relawan umumnya
kandas di tengah jalan, bubar begitu bantuan asing terputus. Sikap dan
cara mereka bekerja, sama dengan birokrat yang gagal melakukan
pembangunan.
Saya kira inilah jawabannya mengapa rata-rata birokrat gagal melakukan
dan menerapkan social marketing. Untuk menggerakkan social marketing,
pertama-tama mereka harus menjadi Social Entrepreneur dengan
kepekaan terhadap kemanusiaan. Seperti kata Entrepreneur Thomas
Edison, ”If we all did things we are capable of doing, we would literaly
astound ourselves.”. Dengan kepekaan terhadap kemanusiaan, kapabilitas
pelayanan akan tumbuh dan dari situ mereka akan mengenal apa-apa
yang harus dan bisa dilakukan untuk memasarkan ide-ide menjadi
sebuah produk sosial yang bermanfaat.
Untuk menjadi Social Entrepreneur setidaknya dibutuhkan enam sikap
dasar. Pertama, kesediaan untuk berkorban dan segera bertindak.
Pengorbanan bukan cuma harta benda, melainkan juga naluri untuk
bersenang-senang, waktu, tenaga dan pikiran. Kedua, kesediaan untuk
memulai bekerja dengan diam-diam. Social Entrepreneur memulai
karyanya dari hal-hal kecil di daerah yang tidak dikenal. Butet bekerja di
pedalaman Sumatera dengan anak-anak suku Kubu. Yayasan Dian Desa
berkubang lumpur di desa-desa. Muhammad Yunus bekerja dengan
buruh-buruh kasar dan tukang becak di Bangladesh. Biasanya mereka
baru dikenal setelah karya-karyanya menjadi kenyataan dan ramai
dibicarakan orang.
Ketiga, seperti layaknya seorang wirausaha bisnis, ia harus rela
melakukan hal ini; Bekerja dengan energi penuh. Orang yang berenergi
penuh ’tak ada matinya’. Ia melakukan banyak hal sekaligus dengan
menembus berbagai dinding-dinding penyekat. Ia tak mengenal batas-
batas yang dibuat manusia untuk membatasi ruang geraknya. Singkatnya
ia bergerak menembus batas-batas disiplin antar bidang.
Keempat, ia menghancurkan ”the established structures”. Ia benar-benar
bekerja independent dan tak mau terbelenggu oleh struktur yang seakan-
akan mewakili kebenaran. Mereka bisa saja ditemukan di antara
pegawai-pegawai pemerintahan atau dosen di universitas, tetapi yang
membedakan mereka dengan teman-temannya adalah kebebasannya
dalam bertindak dan berpikir. Mereka punya kecerdasan yang luar biasa
dalam mengambil jarak untuk melihat ”beyond the orthodoxy” dalam
bidang/pekerjaan mereka. Untuk melakukan hal ini, mereka mengambil
resiko yang terlihat aneh, bahkan adakalanya dimusuhi oleh kalangan
”the establishment”.
Kelima, kesediaan melakukan koreksi diri. Kewirausahaan sosial sama
seperti kewirausahaan bisnis, memerlukan kejernihan berpikir dan
sikap-sikap positif. Artinya, kalau suatu langkah tidak bekerja dengan
baik, mereka harus rela mengkoreksinya. Pada tahun 1990-an orang-
orang sudah meyakini karya besar Muhammad Yunus yang sukses
dengan Grameen Bank-nya untuk melayani segmen mikro, tetapi ia
melihat tetap ada kelemahan-kelemahan yang merepotkan debitur untuk
melunasi hutangnya. Pada tahun 2002, Yunus meluncurkan Grameen
Bank II untuk melayani nasabah-nasabah mikro-nya dengan lebih baik
lagi.
Yang terakhir adalah kesediaan berbagi keberhasilan. Mereka adalah
orang-orang yang rendah hati, yang bekerja dengan prinsip, ”sukses ini
bukan karena semata-mata karya Saya.”
Di tangan Social Entrepreneurs, dunia ini menjadi lebih bercahaya.
Mereka merubah dunia dengan kasih sayang dan penuh semangat. Ada
tangis, tapi juga ada tawa. Tapi lebih dari sekedar berkarya, mereka
membangun sebuah kekuatan, yaitu kekuatan perubahan yang
berkelanjutan. Andapun bisa melakukannya.

Anda mungkin juga menyukai