Mukhibat
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Ponorogo
Jl. Pramuka No.156, Ponorogo, Jawa Timur 63471
e-mail: mukhibat@yahoo.co.id
Abstrak:
Pesantren dan ajaran-ajaran sosial keagamaannya merupakan topik kajian
yang pelik dan menantang. Artikel ini dengan pendekatan analisis kritis-
historis dan logika reflektif ingin menegaskan bahwa pesantren seharusnya
bersikap arif dan hati-hati dalam menghadapi praktik purifikasi ekstrem dan
gejala globalisasi. Usaha memurnikan Islam berakibat gagalnya memahami
dalam mengidentifi-kasi kekuatan Islam untuk berdialog secara kreatif de-
ngan budaya lokal. Sementara dengan adanya budaya modern dan per-
kembangan global, sebagian pesantren menampakkan sikap ambiguitas dan
ketidakjelasan arah serta tujuan dalam modernisasi pesantren. Pesantren
kehilangan kemampuan mendefinisikan dan memosisikan dirinya di tengah
realitas global, sehingga berada pada persimpangan jalan antara memer-
tahankan tradisi dan mengadopsi perkembangan baru. Untuk itu, dengan
melihat tradisi kultural pesantren yang melekat selama ini, pesantren harus
mampu melakukan continuity and change untuk merekatkan nilai-nilai
lokalitas, nasionalitas, dan globalitas. Dengan kata lain, masa depan pesantren
ditentukan oleh model pendidikan yang menautkan antara nilai-nilai kultural
pesantren, kebangsaan, dan isu-isu kemanusiaan global.
Abstract:
Pesantren and its social religious teaching is a complex and challenged issue.
This paper analyzed with the historical-critical approach and reflective logic
was aimed to claim that pesantren should behave wisely and carefully to
confront extremely purification movement and globalization symptom. To
purify Islam leads to the failure to understand and identify Islamic power to
discuss creatively with local wisdom. Whereas, with the global growth and
modern culture, some pesantrens show an ambiguity and unclear direction and
the goal in modernizing pesantren. Pesantren has missed its ability to define
and place its position amid global reality at the intersection of maintaining the
tradition and adopting the new development. For that, with the strong of
pesantren cultural tradition, pesantren must be able to make continuity and
change to bind local, national, and global values. In other words, the future of
pesantren is determined by an education model which relates pesantren cultural
values, nationality, and global human issues.
Kata-kata Kunci:
Budaya pesantren, tradisi, keindonesian, globalisasi, continuity and change
Islam. Munculnya pandangan ini ditenga- lam itu sendiri. Hal ini terkait dengan
rai sebagai kegagalan dalam melihat kera- corak dasar peradaban Islam yang memu-
gaman Islam. Usaha memurnikan Islam liakan pendidikan. Oleh karenanya, pen-
selalu berujung pada pendefinisian Islam didikan tidak menjadi proses didaktik an
sebagai sesuatu yang tunggal. Islam di- sich, melainkan mode of being dari kebe-
persepsi dan diyakini sebagai tunggal. rislaman.
Akibatnya, gagal dalam mengidentifikasi Pesantren, baik dari akar kata ma-
kekuatan Islam untuk berdialog secara upun tradisi yang terbentuk di dalamnya,
kreatif dengan budaya lokal. pada dasarnya bersifat indigenous. Kata
Kajian seputar eksistensi pesantren “pesantren” sendiri berasal dari kata Ba-
dalam kerangka pengembangan nilai bu- hasa Sansekerta atau Pali, “shastri”, se-
daya lokal dalam perkembangan global buah istilah untuk menyebut sarjana yang
sekarang ini merupakan sesuatu yang memiliki keahlian kitab-kitab suci. Se-
dirasa makin penting. Undang-Undang mentara Said Aqiel, mengungkap akar
Sisdiknas No. 20 Tahun 2003, merupakan kata “santri” berasal dari kata “cantrik”,
“amunisi” baru pesantren yang memosi- para murid di negeri Dhoho Kediri yang
sikannya setara dengan pendidikan lain.4 belajar ilmu-ilmu agama di sebuah pade-
Kondisi ini sangat positif sekaligus tan- pokan khusus.5 Abdurrahman Wahid
tangan bagi pesantren dalam memperte- mendefinisikan pesantren sebagai tempat
gas visi budaya lokalitasnya dalam kon- di mana santri tinggal.6 Sedangkan Mah-
teks nasional dan global. Harapannya de- mud Yunus mengatakan bahwa pesan-
ngan kajian ini akan menepis anggapan tren adalah tempat di mana santri belajar
bahwa budaya lokal dan modern bukan agama Islam.7
menjadi musuh pesantren, dan sekaligus Sebuah institusi pendidikan Islam
menjadi pijakan bagi pesantren di Indo- dapat disebut pesantren kalau ia memiliki
nesia apakah seharusnya pesantren me- elemen-elemen utama yang lazim dikenal
ngembangkan budaya Arab dan menghi- di dunia pesantren.8 Menilik jenis pendi-
langkan budaya sendiri? Selain itu, kajian dikan Islam tradisional khas Indonesia,
ini juga sebagai bentuk kampanye akade-
mik bahwa pesantren tidak mengajarkan 5 Said, “Meneguhkan Kembali”, hlm. 184.
radikalisme dan terorisme, namun pesan-
6 Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi: Esai-
esai Pesantren (Yogyakarta: LKiS, 2001), hlm. 17.
tren memiliki tradisi dalam pengemba- 7 Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di
ngan kearifan lokal dan keindonesiaan Indonesia (Jakarta: Hidayakarya, 1990), hlm. 231.
yang konsisten ingin menciptakan insan 8 Menurut para ahli, pesantren baru dapat disebut
ada beberapa pengistilahan yang terkait. digma baru yang diusung oleh Leif Ma-
Di Jawa, termasuk Sunda dan Madura, nger11 yang melihat agama bukan persoa-
umumnya dipergunakan istilah pesan- lan hitam putih, bukan persoalan tunggal,
tren atau pondok, atau yang lebih terke- milik Timur Tengah, tapi Islam telah me-
nal dengan nama pondok pesantren. lakukan dialektika yang dinamis antara
Istilah “pondok” berasal dari Bahasa Islam dalam kategori universal dengan
Arab “fundûq”( ), yang berarti pengi- lokalitas di mana ia hidup. Hal ini karena
napan. Khusus di Aceh, pesantren dise- sekalipun Islam memiliki karakter uni-
but juga dengan nama “dayah”. Biasanya versal, tapi Islam di Nusantara merupa-
pesantren dipimpin oleh seorang kiai, kan produk dari pergulatan dengan kon-
dan untuk mengatur kehidupan pondok teks lokal.
pesantren, kiai menunjuk seorang santri Historisitas pesantren seperti di a-
senior untuk mengatur adik-adik kelas- tas, telah menampatkannya sebagai pusat
nya. Mereka biasanya disebut “lurah pon- persemaian, pengalaman, dan sekaligus
dok”. Tujuan para santri dipisahkan dari penyebaran ilmu-ilmu keislaman li al-
orang tua dan keluarga mereka adalah tafaqquh fî al-dîn, satu hal yang tidak dite-
agar mereka belajar hidup mandiri, dan mukan di sekolah-sekolah umum.12 Sela-
sekaligus dapat meningkatkan hubungan in itu, pesantren juga sebagai pelestari
dengan kiai dan juga Tuhan. budaya dan tradisi, baik tradisi keislaman
Abdurrahman Wahid memahami maupun tradisi lokal. Ini artinya menem-
pesantren dari sisi teknis dengan mende- patkan pesantren sebagai pusat pendidi-
finisikannya sebagai: a place where santri kan yang sangat vital, bahkan sebenarnya
(student) live.9 Sementara Steenbrink ber- peranan pendidikan pesantren melebihi
pendapat bahwa pesantren bukan berasal peranan pendidikan formal dalam ma-
dari istilah Arab, melainkan dari India. syarakat di tengah krisis budaya dan
Pesantren, dilihat dari segi bentuk dan karakter bangsa saat ini.
sistemnya, berasal dari India. Sebelum Selain itu, tradisi kajian kitab ku-
proses penyebaran Islam di Indonesia, ning sebagai literatur utamanya, menja-
sistem tersebut telah dipergunakan secara dikan eksistensi pesantren sebagai lemba-
umum untuk pengajaran agama Hindu di ga pendidikan Islam tradisional di Indo-
Jawa.10 Pesantren secara kultural meru- nesia tetap terjaga. Tradisi kitab kuning
pakan sebuah lembaga pendidikan yang telah melahirkan nilai-nilai luhur yang
dilahirkan oleh budaya Indonesia, dan se- dikembangkan di pesantren, seperti sikap
cara historis tidak hanya mengandung dan perilaku santri yang tasâmuh, tawas-
makna keislaman, tapi juga makna kein- suth, dan tawâzun.13 Tasâmuh berarti to-
donesiaan. Dengan demikian, pesantren 11 Pernyataan tersebut terdapat dalam Wahid,
merupakan produk paripurna Islamisasi Menggerakkan Tradisi, hlm. 17.
Nusantara. Ini tidak lepas pula dari para- 12 Jajad Burhanuddin, Mencetak Muslim Modern,
Sekolah: Pendidikan dalam Kurun Modern (Jakarta: sebagai Pusat Peradaban Muslim di Indonesia”,
LP3ES, 1994), hlm. 21.
gitu meyakinkan di tanah Jawa, sehingga bahwa pola pendidikan kultural pesan-
menjadi sebuah tradisi besar dan diterima tren hadir untuk mengindari tercerabut-
masyarakat Indonesia, yang saat itu se- nya sebuah nilai ajaran dari akar budaya
cara turun-temurun memercayai tradisi yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia.
Hindu-Budha sebagai agama yang lebih Untuk itu, inti pribumisai adalah kebutu-
dulu menyebar kuat di Indonesia.17 han bukan untuk menghindarkan polari-
Pola kultural di atas menjadikan sasi antara agama dan budaya, sebab
pesantren menjelma sebagai subkultur polarisasi demikian memang tidak ter-
yang unik, independen, dan sekaligus hindarkan.19 Terlepas dari ihwal apakah
bisa memengaruhi kultur mainstream. Ar- pesantren merupakan karya budaya asli
tinya, pendidikan di pesantren tidak ha- Indonesia ataukah model kelembagaan
nya terdapat sarana dan praktik pen- Islam yang diimpor dari Timur Tengah,
didikan, tapi juga penanaman sejumlah beberapa ahli berkesimpulan bahwa pe-
nilai atau norma. Nilai-nilai tersebut me- santren pada awalnya lahir sebagai
rupakan hasil dialektika yang dinamis manifestasi dari bertemunya dua kema-
antara nilai-nilai keagamaan yang ber- uan, yaitu semangat orang menuntut il-
sumber pada teks, yang diajarkan seperti mu (thalab al-„ilm) dan keikhlasan seseo-
kitab kuning dan kekokohan prinsip para rang untuk mengamalkan ilmu dan pe-
pengasuh/kiainya. Lebih lanjut, nilai ini ngalamannya kepada umat.20
berinteraksi dengan realitas sosio-kultu-
ral dan politik yang tumbuh dalam kebu- Realitas Budaya, Adaptasi, dan Tanta-
dayaan Indonesia dan dengan dunia luar ngan Pendidikan Pesantren
(global) sepanjang perjalanan sejarah. Kelaziman untuk selalu terbuka atas
Dalam bingkai seperti di atas, ni- berbagai pandangan dan perspektif yang
lai-nilai Islam yang dan kemudian dise- berkembang di pesantren menjadikan
barkan oleh pesantren akhirnya menjadi pergumulan Islam dengan kebudayaan
bagian intrinsik dari budaya masyarakat setempat telah melahirkan praktik Islam
Islam Indonesia dengan karakteristiknya Nusantara menjadi berbeda ketika diban-
yang pluralis serta berwatak kebangsaan. dingkan dengan Islam yang berkembang
Hal ini sejalan dengan konsep pribumi- di Timur Tengah atau dunia Islam lain-
sasai Islam Wahid yang menjelaskan bah- nya. Perbedaan ini bukan hanya terkait
wa kekhasan Islam Indonesia seperti ni- bahasa samata, tapi juga sarana kultural
lai-nilai yang dimiliki pesantren adalah dalam kehidupan sehari-hari yang men-
sebuah konsep yang menggambarkan jadi penunjang serta rangkaian prosesi
bagaimana Islam sebagai ajaran yang yang dilaksanakan. Hal inilah yang men-
normatif berasal dari Tuhan diakomoda- jadi ciri utama Islam Indonesia yang
sikan ke dalam kebudayaan yang berasal
dari manusia tanpa kehilangan identi- 19 Arief Subhan, Lembaga Pendidikan Islam Indonesia
Abab ke-20 Pergumulan antara Modernisasi dan
tas.18 Pemahaman ini ingin menegaskan
Identitas (Jakarta: Kencana, 2012), hlm. 130.
20 Sugeng Bayu Wahyono, et.al, Pesantren, Radi-
17Mas`ud, Dari Haramain ke Nusantara, hlm. 53. kalisme, dan Konsporasi Global (Jakarta: Institut
18Aksin Wijaya, Menusantarakan Islam (Ponorogo: Pengembangan Demokrasi dan Hak Asasi Manusi
STAIN Ponorogo Press, 2011), hlm. 196. (INPEDHAM), 2005), hlm. 54.
KARSA: Jurnal Sosial dan Budaya Keislaman
Vol. 23 No. 2, Desember 2015:177-192
Copyright (c)2015 by Karsa. All Right Reserved
DOI: 10.19105/karsa.v23i2.717
182 |
Meneguhkan Kembali Budaya Pesantren
penuh dengan nilai-nilai moral universal. Jawa membentuk simbol-simbol dan tra-
Rintisan dialog itulah yang kemudian te- disi Jawa Islam modern.
lah mampu merajut kebersamaan untuk Sungguhpun demikian, dengan di-
membangun sebuah kehidupan yang namika dan perkembangan zaman serta
”humanis religius”.21 situasi yang terjadi, tidak sedikit tan-
Tradisi pesantren seperti yang ter- tangan dan tuntutan yang mengharuskan
gambar di atas, menjadikan masyarakat pesantren segera melakukan upaya-upa-
memandang dunia pesantren berwatak ya pembenahan dan langkah pengem-
lemah lembut, karena pesantren memi- bangan ke depan yang lebih baik. Selain
liki segudang nilai-nilai kearifan lokal terkait unsur-unsur pokok yang ada di
(local wisdom) yang berupa tata aturan ti- dalam pesantren, masalah pemulihan
dak tertulis yang menjadi acuan para san- citra pesantren yang beberapa tahun te-
tri dan masyarakat dalam berinteraksi rakhir ini sempat “tercoreng” akibat aksi-
dan berkomunikasi antar individu mau- aksi brutal segelintir orang pelaku teror
pun kelompok secara harmonis dan da- yang dikait-kaitkan dengan pesantren
mai. tertentu, merupakan sesuatu yang juga
Pesantren selama berabad-abad te- harus dipikirkan dan diantisipasi secara
lah menjadi pusat pembangunan mental serius.23 Hal ini sangat penting demi me-
dan moralitas masyarakat. Pesantren wujudkan potensi pesantren sebagai pu-
yang dibangun oleh banyak ulama pe- sat peradaban Muslim di Indonesia. Ke-
ngembang Islam dan Walisongo, tidak napa harus demikian, hal ini karena pe-
pernah mengarahkan santrinya untuk santren Nusantara, yang sejak berdirinya
memberontak kepada kekuasaan keraja- didesain untuk menampilkan Islam yang
an. Kultur masyarakat Jawa yang akomo- kolaboratif dengan budaya lokal, hendak-
datif dan sinkretis membuat proses Isla- nya didukung eksistensinya. Jangan sam-
misasi tidak berbenturan dengan kekua-
saan. Islam yang masuk ke Nusantara 23Sekarang ini muncul pesantren yang mengu-
tidak pernah membangun relasi oposi- sung ideologi politik Timur Tengah, seperti
Wahabisme, Ikhwanul Muslimin, Talibanisme,
sional dengan budaya lokal. Islam telah dan lain-lain. Tidak sedikit dari pesantren ini
berkolaborasi dengan budaya Jawa dan yang mengintroduksi jalan-jalan kekerasan dalam
menjadi Islam Jawa yang memiliki karak- mendakwahkan ajaran Islam. Mereka meman-
teristik khas Jawa. Islam Jawa mengarti- dang non Muslim dewasa ini sebagai kâfir harbî
kulasikan keislamannya melalui simbol- yang boleh diperangi. Karena itu, mereka tidak
menyukai kerja sama agama-agama. Para kiai
simbol dan tradisi Jawa.22 Dengan sentu- pesantren ini banyak menyuarakan jihad (dalam
han ilmu dan teknologi modern, Islam pengertian perang melawan Kristen, Yahudi, dan
Amerika) ketimbang ijtihad (dalam arti pengem-
21 Zurqoni dan Mukhibat, Menggali Islam Mem- bangan intelektualitas dan keilmuan Islam). Itu
bumikan Pendidikan, Upaya Membuka Wawasan sebabnya mereka berpendirian bahwa bom Mega
Keislaman & Pemberdayaan Pendidikan Islam (Yog- Kuningan bukan bom bunuh diri, melainkan bom
yakarta: Ar Ruzz Media, 2013), hlm. 132. syahid. Mukhibat, “Deradikalisai dan Integrasi
22 Andik Wahyun Muqoyyidin, “Dialektika Islam Nilai-nilai Pluralitas dalam Kurikulum Pesantren
dan Budaya Lokal dalam Bidang Sosial sebagai Salafi Haraki di Indonesia”, Al-Tahrir: Jurnal
Salah Satu Wajah Islam Jawa”, el Harakah: Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 14, No. 1 (Mei, 2014), hlm.
Budaya Islam, Vol. 14, No. 1 (Januari-Juni, 2012), 194.
hlm. 24.
KARSA: Jurnal Sosial dan Budaya Keislaman
Vol. 23 No. 2, Desember 2015:177-192
Copyright (c)2015 by Karsa. All Right Reserved
DOI: 10.19105/karsa.v23i2.717
|183
Mukhibat
praktik purifikasi ekstrem atau ajaran pe- sil penelitian Mastuhu,27 bahwa lembaga
murnian Islam, seperti yang digaungkan pesantren memiliki tiga fungsi utama,
oleh gerakan Islam puritan selama ini. yaitu: pertama, sebagai lembaga pendidi-
Karena selain faktor globalisasi, pu- kan yang menyelenggarakan pendidikan
nahnya budaya lokal juga disebabkan formal (madrasah, sekolah umum, dan
oleh purifikasi Islam. Sebab target gera- perguruan tinggi) dan pendidikan non-
kan purifikasi Islam ini adalah member- formal yang secara khusus mengajarkan
sihkan Islam dari budaya-budaya lokal agama. Kedua, sebagai lembaga sosial
yang diklaimnya sebagai tahayul, bid‟ah, yang egaliter, demokratis, dan tidak dis-
dan khurafat. Munculnya gerakan Islam kriminatif. Pesantren juga terbuka untuk
puritan sekarang ini merupakan imbas masyarakat luas untuk mengonsultasi-
dari gerakan revivalisme di Timur Te- kan apa pun kepada kiai tentang ma-
ngah, khususnya di Arab Saudi yang salah umat. Ketiga, sebagai lembaga pe-
dipelopori oleh Muhammad ibn „Abd al- nyiaran agama yang menjangkau semua
Wahhâb (1703-1992). Gerakan inilah yang kalangan dan wilayah terpencil seka-
selanjutnya disebut dengan gerakan Wa- lipun.
habi, yang lebih bercorak fundamen- Oleh karena itu, pentingnya kala-
talisme radikal. Dari sinilah kemudian ngan pesantren membaca kembali nilai
bahaya-bahaya penyederhanakan paham- dan tradisi yang dimilikinya dalam pe-
paham tasâmuh, persaudaraan, kerja sa- maknaan yang lebih kreatif dan trans-
ma, keselamatan, dan rahmat menjadi formatif menjadi suatu keharusan. Misal-
semakin nyata dalam mencederai tradisi nya soal kemandirian, keseteraan, keadi-
historis pesantren. Celakanya, gerakan ini lan, solidaritas sosial, keikhlasan, dan ke-
merasa sebagai “pembela Tuhan”, sehing- sederhanaan. Nilai-nilai tersebut apabila
ga orang yang tidak berada dalam pa- bisa ditranformasikan secara inovatif a-
hamnya dianggap sebagai “musuh Tu- kan dapat melepaskan masyarakat dari
han” yang pantas dilenyapkan, sebab dampak negatif globalisasi. Prinsip ke-
halal darahnya. mandirian yang selama ini ada di pesan-
tren, misalnya, merupakan pola pendi-
Tradisi Pesantren: Merajut Lokalitas, dikan yang perlu terus dikembangkan
Nasionalitas dan Globalitas dalam membentuk kepribadian generasi
Beberapa uraian di atas sesung- bangsa yang mandiri. Sebab sejak awal
guhnya menegaskan kesimpulan bahwa para santri di pesantren sudah dilatih
pesantren sejatinya memiliki potensi pen- mandiri. Ia mengatur dan bertanggung-
ting dalam rangka mengembangkan pem- jawab atas keperluannya sendiri, seperti
berdayaan masyarakat dalam konteks na- mengatur uang belanja, memasak, men-
sional dan global melalui peran-peran cuci pakaian, merencanakan belajar, dan
sosialnya. Peran-peran sosial yang dimak- sebagainya.28 Prinsip seperti ini tentu saja
sudkan adalah, sebagaimana temuan ha- merupakan keunggulan tersendiri yang
neutis-kritis sesuai dengan unsur histo- versal melandasi sebuah agama dengan
ritas yang melekat, baik dalam tradiri impulse universalisme yang amat kuat,
keagamaan maupun modernitas. dan melahirkan budaya dengan watak
Makna keislaman dalam konteks kosmopolit.34
ini yaitu pesantren harus mampu meng- Pemaknaan Islam secara universal
angkat faktor-faktor yang menyebabkan dalam konteks global seperti di atas be-
pendidikan Islam termarginalkan dalam rarti akan menafikan labelisasi Islam
bangunan sistem pendidikan, karena ada yang terkotak-kotak, seperti dalam isla-
anggapan bahwa Islam sebagai pengham- misai ilmu. Oleh karena itu, yang seha-
bat kemajuan. Islam diklaim sebagai rusnya dikembangkan oleh pesantren
tatanan nilai yang tidak dapat hidup ber- adalah menjadikan Islam yang rahmatan li
dampingan dengan sains modern. Ang- al-„âlamîn, bukan hanya rahmatan li al-
gapan ini jelas, karena tidak memahami muslimîn. Kenapa harus demikian, hal ini
universalitas ajaran Islam yang telah disebabkan tiga hal: pertama, pentingnya
dipraktikkan dalam pesantren. Islam di kesadaran terhadap masalah kemanusia-
pesantren jelas menunjukkan adanya hu- an universal pada era global (humanity),
bungan organik antara ilmu dan iman. yaitu kenyataan bahwa manusia sekarang
Hubungan organik ini telah dibuktikan mau tidak mau adalah sebagai warga
dalam sejarah Islam klasik ketika umat dunia. Kedua, masalah pemahaman ke-
Muslim memiliki jiwa kosmopolit yang bangsaan dan keindonesiaan di tanah air
sejati jauh sebelum munculnya pesantren (nationality), yaitu walaupun Indonesia
di Indonesia. penduduk bumi, mau tidak mau mereka
Cakrawala makna kosmopolitanis- berdomisili dalam satu negara tertentu.
me dan universalisme Islam tersebut Ketiga, kenyataan bahwa setiap manusia
memperkuat tesis keharusan memberi mempunyai unsur-unsur spiritual akan
makna baru terhadap ajaran Islam yang selalu resah dan gelisah, jika tanpa di-
dikembangkan melalui pesantren dan landasi dengan pedoman penghayatan
pendidikan Islam lainnya. Pesantren ha- pemahaman serta pengamalan keislaman
rus mampu memberikan makna Islam yang komprehensif dan kontemporer
secara dinamis, dengan dimensi yang le- dalam merespons kedua masalah keisla-
bih luas seperti pembebasan, melawan man dan kemanusiaan.
dominasi, dan ketidakadilan. Ekpresi ba- Berkaitan dengan adanya moder-
hasa tindakan umat Muslim akan hilang nisasi pendidikan di Indonesia, sangat
manakala ajaran pengamalan agama ha- terbuka peluang kembali untuk melirik
nya dipahami sekedar bentuk ritual, pesantren sebagai institusi pendidikan
tanpa refleksi perasaan dan pengalaman yang lahir dari budaya Indonesia. Sistem
mental atas fenomena aktual. Jika hal ini pendidikan kolonial yang jauh berbeda
terjadi maka wawasan “rahmat univer- dengan sistem pendidikan pesantren sa-
sal” dari kehadiran Islam telah tereduksi ngat tidaklah tepat apabila dijadikan
dan tereksploitasi. Makna Islam yang se- model pendidikan Indonesia yang berdi-
perti inilah yang seharusnya dipahami mensi lokalitas, nasionalitas, dan globa-
oleh seluruh eksponen pesantren di Indo-
34Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, hlm. 445.
nesia, yaitu konsep “al-Islâm” yang uni-
KARSA: Jurnal Sosial dan Budaya Keislaman
Vol. 23 No. 2, Desember 2015:177-192
Copyright (c)2015 by Karsa. All Right Reserved
DOI: 10.19105/karsa.v23i2.717
188 |
Meneguhkan Kembali Budaya Pesantren
litas. Krisis budaya dan karakter sekarang potensi kekayaan khazanah Islam klasik
ini menuntut kita untuk melihat kembali yang terletak pada tradisi belajar kitab
nilai-nilai pendidikan yang dikembang- kuningnya. Pesantren akan menjadi insti-
kan oleh pesantren. Kalau sekarang de- tusi pendidikan yang mempunyai peran
ngan Kurikulum 2013, yang dikenal de- besar dalam menentukan pola pemba-
ngan kurikulum karakter karena Kom- ngunan yang bersifat “indigenous”, asli
petensi intinya mencakup dimensi religi- sesuai dengan aspirasi bangsa Indonesia
us dan sikap sosial, pesantren sejak awal sendiri. Berdasarkan pemikiran ini, sudah
berdirinya sudah religius sosial. saatnya mulai membicarakan kemung-
Pemaknaan yang lebih kreatif dan kinan pesantren menjadi pola pendidikan
transformatif terhadap nilai-nilai tradisi nasional. Munculnya UU No. 20 Tahun
pesantren di atas akan sangat relevan 2003 menjadi jawaban atas semua itu.
apabila dikaitkan era multikulturalisme Adapun nilai-nilai tradisi pesan-
dan pluralisme, ketika seluruh masyara- tren yang dapat dijadikan pedoman pe-
kat dengan segala unsurnya dituntut un- ngembangan nilai-nilai karakter bangsa
tuk saling tergantung dan menanggung adalah tasâmuh, tawassuth, dan tawâzun.
nasib secara bersama-sama demi tercipta- Sikap dan perilaku santri tersebut muncul
nya perdamaian abadi. Salah satu bagian karena pesantren dalam proses pendidi-
penting dari konsekuensi tata kehidupan kan didasarkan pada prinsip-prinsip se-
global yang ditandai kemajemukan etnis, bagai berikut:
budaya, dan agama tersebut adalah mem- 1. Teosentris, yaitu semua aktivitas pen-
bangun dan menumbuhkan kembali teo- didikan dipandang sebagai ibadah ke-
logi pluralisme dalam masyarakat. pada Allah Swt. dan merupakan ba-
Demi tujuan itu, pendidikan model gian integral dari totalias kehidupan
pesantren sebenarnya masih dianggap keagamaan. Nilai keagamaan dalam
sebagai instrumen penting. Sebab “pendi- Islam adalah konsep mengenai peng-
dikan di pesantren” sampai sekarang ma- hargaan tinggi yang diberikan oleh
sih diyakini mempunyai peran besar da- warga masyarakat kepada beberapa
lam membentuk karakter individu-indi- masalah pokok dalam kehidupan kea-
vidu yang dididiknya, dan mampu men- gamaan yang bersifat suci, sehingga
jadi guiding light bagi generasi muda pe- menjadi pedoman bagi tingkah laku
nerus bangsa. Dalam konteks inilah, pen- keagamaan warga masyarakat ber-
didikan agama sebagai media penyada- sangkutan. Artinya, konsep nilai-nilai
ran umat perlu membangun teologi in- dan budaya yang bersumber dari aja-
klusif dan pluralis, demi harmonisasi ran agama mengenai masalah dasar
kehidupan keagamaan dan kemasyara- sangat penting dalam kehidupan ma-
katan. nusia. Nilai-nilai dan budaya itu dapat
Menjadikan pesantren sebagai mo- digali dalam kitab suci seperti Al-
del pendidikan Indonesia adalah sesuatu Qur‟an yang merupakan kitab suci
yang tidak saja tepat, bahkan merupakan agama Islam, juga dalam hadis sebagai
suatu keharusan. Hal ini disebabkan, contoh pokok perilaku Nabi Muham-
selain pesantren sebagai warisan budaya mad SAW. bagi kehidupan selanjut-
Indonesia, pesantren juga menyimpan nya.
KARSA: Jurnal Sosial dan Budaya Keislaman
Vol. 23 No. 2, Desember 2015:177-192
Copyright (c)2015 by Karsa. All Right Reserved
DOI: 10.19105/karsa.v23i2.717
|189
Mukhibat
-----. Islam Doktrin dan Perdaban: Sebuah Sauri, Sofyan. “Peran Nilai Pesantren
Telaah Kritis tentang Masalah Kei- dalam Pendidikan Karakter”.
manan, Kemanusiaan, dan Kemode- Internet: http://berita.upi.edu,
rnan. Jakarta: Paramadina, 2000. diakses pada 3 Juli 2015.
Mas`ud, Abdurrahman. Dari Haramain ke Steenbrink, Karel A. Pesantren, Madrasah,
Nusantara, Jejak Intelektual Arsitek Sekolah: Pendidikan dalam Kurun
Pesantren. Jakarta: Kencana, 2006. Modern. Jakarta: LP3ES, 1994.
Mastuhu. Dinamika Sistem Pendidikan Pe- Subhan, Arief. Lembaga Pendidikan Islam
santren: Suatu Kajian tentang Unsur Indonesia Abab ke-20 Pergumulan
dan Nilai Sistem Pendidikan Pesan- antara Modernisasi dan Identitas.
tren. Jakarta: INIS, 1994. Jakarta: Kencana, 2012.
Mu‟ammar, M. Arfan. “Islam Puritan: Re- Susilo, Ahmad. Strategi Adaptasi Pondok
konstruksi Puritanisme Keagama- Pesantren. Jakarta: Kucica, 2003.
an di Lingkungan Pesantren”, Pro- Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan dalam Per-
ceeding AICIS XIV STAIN Sama- spektif Islam. Bandung: Rosdakarya,
rinda 21-24 November, 2014, eds. 2008.
Muhammad Zain, et.al. Jakarta: Wahid, Abdurrahman. Menggerakkan Tra-
Dirjen Pendis Kemenag RI dan disi: Esai-esai Pesantren. Yogyakar-
STAIN Samarinda, 2014. ta: LKiS, 2001.
Mukhibat. “Deradikalisai dan Integrasi Wayono, Sugeng Bayu et.al. Pesantren,
Nilai-Nilai Pluralitas dalam Kuri- Radikalisme, dan Konsporasi Global.
kulum Pesantren Salafi Haraki di Jakarta: Institut Pengembangan
Indonesia”. Al-Tahrir: Jurnal Pemi- Demokrasi dan Hak Asasi Manusi
kiran Islam,Vol. 14, No. 1, Mei 2014. (INPEDHAM), 2005.
Muqoyyidin, Andik Wahyun.“Dialektika Wijaya, Aksin. Menusantarakan Islam. Po-
Islam dan Budaya Lokal dalam Bi- norogo: STAIN Ponorogo Press,
dang Sosial sebagai Salah Satu 2011.
Wajah Islam Jawa”. El-Harakah: Yasmadi. Modernisasi Pesantren: Kritik
Jurnal Budaya Islam, Vol. 14, No. 1, Nurcholis Madjid terhadap Pendi-
Januari-Juni 2012. dikan Tradisional. Jakarta: Ciputat
PW. LT. NU Jawa Timur. Sarung & Press, 2002.
Demokrasi, Dari NU untuk Perada- Yunus, Mahmud. Sejarah Pendidikan Islam
ban Keindonesiaan. Surabaya: Kha- di Indonesia. Jakarta: Hidayakarya,
lista, 2006. 1990.
Said, Hasani. “Meneguhkan Kembali Tra- Zurqoni dan Mukhibat. Menggali Islam
disi Tradisi Pesantren di Nusan- Membumikan Pendidikan, Upaya
tara”. Ibda`: Jurnal Kebudayaan Membuka Wawasan Keislaman &
Islam, Vol. 9, No. 2, Desember 2011. Pemberdayaan Pendidikan Islam.
Yogyakarta: Ar Ruzz Media, 2013.