Anda di halaman 1dari 3

JAMAL BIN AHMAD KASHOGGI

Jamal bin Ahmad Khashoggi adalah seorang jurnalis berkebangsaan Arab Saudi. Ia adalah
editor harian Al-Watan dan kepala editor di statsiun TV Al-Arab News Channel. Memiliki
latar belakang pendidikan di Amerika Serikat dan dalam perjalanan kariernya dalam dunia
jurnalisme, ia dikenal sebagai wartawan progresif dan pemberani. Khashoggi banyak menulis
tentang pandangan politiknya yang tak jarang bertentangan dengan penguasa negaranya. Tak
hanya itu, dalam mengutarakan pendapat dan melontarkan kritikannya, tulisan-tulisan
Khashoggi terkenal sangat tajam, vokal, dan frontal terutama terhadap kebijakan-kebijakan
Putra Mahkota Arab Saudi, Pangeran Mohammad bin Salman, putra mahkota pemimpin Arab
Saudi, Raja Salman.

Semasa hidupnya, Khashoggi banyak berpendapat mengenai bagaimana negara Arab Saudi
memerlukan kebebasan lebih bagi kestabilan negaranya di masa depan. Khashoggi juga kerap
mengkritik kebijakan pemerintah Arab Saudi dalam berbagai aspek, mulai dari keberpihakan
pemerintah dalam sengketa antar negara, aksi pembungkaman pada jurnalis, kebijakan
mengenai perlindungan terhadap perempuan, Hak Asasi Manusia, dan juga aliran agama.
Lika liku profesi yang ia cintai ia lalui demi menebarkan semangat akan kebebasan untuk
Arab Saudi – untuk jurnalisme – sampai pada suatu hari di mana Khashoggi kehilangan
nyawanya secara tragis untuk itu.

Diberitakan dalam BBC Indonesia (09/10) bahwa pada tanggal 2 Oktober 2018, Jamal
Khasshoggi masuk ke konsulat Arab Saudi di Istanbul, Turki untuk mengurus surat-surat
perlengkapan nikah dengan tunangannya, Hatice Cengiz, seorang perempuan
berkewarganegaraan Turki. Menariknya adalah keadaan ini bertolak belakang dengan
pernyataan pemerintah Arab Saudi pada 3 Oktober 2018 yang menegaskan bahwa
Khasshoggi telah meninggalkan konsulat dalam keadaan hidup setelah ia selesai mengurus
surat-surat yang diperlukan. Namun, pernyataan ini pula bertentangan dengan pernyataan
pihak berwenang Turki yang mengklaim bahwa mereka memiliki bukti berupa video dan
audio pembunuhan Khashoggi. Menurut pihak berwenang Turki, pembunuhan tersebut
dilakukan oleh sebuah tim berjumlah lima belas orang di mana pada hari yang bersamaan
juga menolak untuk pergi lagi. Seseorang dari pejabat Turki kemudian mengatakan bahwa
negaranya dapat membuktikan tragedi kematian Khashoggi yang dilakukan melalui
penahanan, penyiksaan, aksi pembunuhan, serta mutilasi pada tanggal 2 Oktober 2018.

Mempelajari kasus kematian tragis seorang jurnalis, seperti Khashoggi, juga sedikit banyak
mengingatkan kita pada kasus serupa yang pernah terjadi di Bantul, Yogyakarta pada tahun
1996 di era rezim Orde Baru terhadap Fuad Muhammad Syafrudin alias Udin. Udin adalah
seorang wartawan koran Bernas yang tewas mengenaskan karena dianiaya oleh orang-orang
tak dikenal. Begitu juga yang terjadi pada seorang sastrawan, Wiji Thukul. Kasus di mana
asas kebebasan berpendapat dikekang oleh suatu rezim hingga nyawanya meregang dan
jasadnya tak diketemukan entah dimana.
Ditinjau dari sisi hukum, kebebasan berpolitik, berpikir, dan berpendapat secara internasional
telah diakui dan dijamin di dalam Universal Declaration of Human Rights pada tahun 1948
dalam artikel 18-21. Berdasarkan Human Rights Watch, meskipun Arab Saudi tidak
menggunakan hak suaranya dalam UDHR, dengan itikad baik, Arab Saudi berkomitmen
untuk menegakkan standar HAM universal yang termasuk di dalamnya UDHR itu sendiri.
Sedangkan di dalam negaranya sendiri, berlaku Islam sebagai dasar negara, Al Quran dan
Sunnah sebagai Undang-Undang Dasar, dan Syariah sebagai hukum dasar yang dilaksanakan
oleh Mahkamah-Mahkamah.

Jurnalisme dari zaman ke zaman selalu memiliki daya tarik yang tak pernah dan tak akan
pernah hilang di masyarakat. Tidak berhenti sampai dayatarik, jurnalisme juga merupakan
sebuah sarana kekuatan untuk mengubah kehidupan seseorang, suatu negara, sampai bahkan
juga dunia. Berasal dari sebuah inti pemikiran yang menjadi sebuah tulisan kemudian dicetak
di halaman depan atau dari serangkaian kalimat yang diucapkan di stasiun radio atau televisi,
dapat menggerakkan nurani manusia untuk berbuat sesuatu.

Dengan segala kemajuan perkembangan zaman, jurnalisme menyediakan tempat untuk


menyalurkan isi hati dan pikiran kita untuk dapat diketahui dan diakses oleh semua orang di
penjuru dunia. Khashoggi di sini mendedikasikan hidupnya – segenap jiwa dan raga untuk
berjuang dalam tempat ini dan menyuarakan pendapatnya terhadap suatu pemerintahan
dengan harapan besar orang-orang juga dapat tergerak dan membuka pikirannya untuk
mendobrak pintu menuju perubahan khususnya bagi negaranya, Arab Saudi.

Sebagai seorang Jurnalis, pada dasarnya, secara asasi kita memiliki perlindungan hak dalam
kebebasan berpendapat. Bahwa sekalipun pendapat tersebut ditujukan untuk pengkritikan
terhadap penguasa, pada dasarnya memang sah-sah saja karena itu merupakan buah pikiran
yang diutarakan dalam sebuah tulisan. Namun, tak dapat dipungkiri bahwa dalam melawan
tirani oleh suatu rezim seperti halnya dalam kasus ini, selalu terdapat kemungkinan ada hal-
hal di luar dugaan yang dapat terjadi akibat kekuasaan seorang pemimpin yang tidak terbatas.

Hal inilah yang kemudian menjadi tantangan sekaligus risiko bagi seorang jurnalis.
Tantangan inilah yang harus membuat kita untuk selalu berpikir cerdas dalam melakukan
suatu pekerjaan, terlebih dalam kacamata jurnalis seperti Khashoggi yang berisiko tinggi
ancaman nyawanya. Namun, dengan segenap kecintaan terhadap profesinya, tantangan di sini
adalah suatu hal yang Khashoggi perjuangkan, bukan justru yang membuat ia berhenti. Demi
membentuk negara yang lebih baik – demi menyuarakan suara-suara yang tak terdengar,
Khashoggi terus menembus batas-batas tersebut.

Mengikuti berita kematian Khashoggi beberapa hari terakhir ini, saya menemukan fakta
menarik terkait dengan jurnalisme. Pada 17 Oktober 2018, Washington Post mempublikasi
artikel terakhir Khashoggi dalam kolom opini “Jamal Khashoggi: What the Arab world needs
most is free expression”. Dalam artikel ini, Khashoggi mengulas kembali fenomena Arab
Spring pada tahun 2011 dan bagaimana fenomena ini menumbuhkan berbagai harapan tak
hanya di kalangan akademisi dan masyarakat umum, tetapi juga Jurnalis untuk teremansipasi
dari hegemoni pemerintahan dan turut campur juga “sensor” terhadap informasi. Namun,
sangat disayangkan bahwa ekspektasi ini hancur berkeping-keping melihat banyaknya aksi
pembungkaman oleh pemerintah Arab bahkan beberapa dilakukan dengan kekerasan
terhadap para jurnalis.

Khashoggi berpesan bahwa dunia Arab membutuhkan versi modern media supaya
masyarakatnya dapat teredukasi sekaligus dapat menyalurkan suara-suaranya. Selain itu,
Khashoggi juga menyampaikan rasa syukurnya kepada koran The Post yang telah berinisiatif
untuk menerjemahkan banyak buah tangannya dan mempublikasikannya dalam bahasa Arab
dan bagaimana hal ini dapat berpengaruh dalam kehidupan masyarakat Arab.

Pesan terakhir ini seolah-olah juga merupakan penutup sebelum kematian Khashoggi. Tulisan
ini memberikan peringatan yang mendalam tak hanya bagi masyarakat Arab, tetapi juga
masyarakat dunia dengan pemaknaan yang jauh lebih mendalam pula dari apa yang ia
tuliskan di mana sedikit banyak Khasshogi juga menyisipkan wasiat berupa semangat juang
dan komitmen profesi yang tentunya tak akan pernah bisa ternilai harganya.

Adapun pesan yang dapat penulis ambil dari sini adalah bahwa dalam apa pun yang kita
lakukan, akan selalu ada risiko. Namun, hal inilah yang menjadi tantangan tersendiri dalam
sebuah profesi bukan lantas dijadikan alasan bagi kita untuk berhenti. Terlebih, apabila kita
segenap hati mencintai apa yang kita kerjakan, kita harus bisa bertahan dan menerobos
batasan yang ada karena dunia akan selalu membutuhkan orang-orang itu – orang-orang
seperti Khashoggi.

ADIES CAESARIAN

Anda mungkin juga menyukai