Anda di halaman 1dari 32

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Magnet


Magnet adalah logam yang dapat menarik besi atau baja dan memiliki medan
magnet. Asal kata magnet diduga dari kata magnesia yaitu nama suatu daerah di
Asia kecil. Menurut cerita di daerah itu sekitar 4.000 tahun yang lalu telah
ditemukan sejenis batu yang memiliki sifat dapat menarik besi atau baja atau
campuran logam lainnya. Benda yang dapat menarik besi atau baja inilah yang
disebut magnet (Suryatin, 2008).
Magnet dapat dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam serta telah
banyak dimanfaatkan untuk industri otomotif dan lainnya. Sebuah magnet terdiri
atas magnet-magnet kecil yang memiliki arah yang sama (tersusun teratur),
magnet-magnet kecil ini disebut magnet elementer. Pada logam yang bukan
magnet, magnet elementernya mempunyai arah sembarangan (tidak teratur)
sehingga efeknya saling meniadakan, yang mengakibatkan tidak adanya kutub-
kutub magnet pada ujung logam. Setiap magnet memiliki dua kutub, yaitu: utara
dan selatan. Kutub magnet adalah daerah yang berada pada ujung-ujung magnet
dengan kekuatan magnet yang paling besar berada pada kutub-kutubnya (Afza,
2011).
Benda dapat dibedakan menjadi dua macam berdasarkan sifat
kemagnetannya yaitu benda magnetik dan benda non-magnetik. Benda magnetik
adalah benda yang dapat ditarik oleh magnet, sedangkan benda non-magnetik
adalah benda yang tidak dapat ditarik oleh magnet (Suryatin, 2008). Contoh benda
magnetik adalah logam seperti besi dan baja, namun tidak semua logam dapat
ditarik oleh magnet, sedangkan contoh benda non-magnetik adalah oksigen cair.
Satuan intensitas magnet menurut sistem metrik Satuan Internasional (SI) adalah

Universitas Sumatera Utara


8

Tesla dan SI unit untuk total fluks magnetik adalah weber (1 weber/m2 = 1 tesla)
yang mempengaruhi luasan satu meter persegi (Afza, 2011).

2.2 Sifat Kemagnetan Bahan


Bahan magnetik adalah suatu bahan yang memiliki sifat kemagnetan
dalam komponen pembentuknya. Menurut sifatnya terhadap adanya pengaruh
kemagnetan, bahan magnet ini dapat digolongkan menjadi 5 yaitu bahan
diamagnetik, bahan paramagnetik, bahan ferromagnetik, bahan anti
ferromagnetik, dan bahan ferrimagnetik (Jiles, D. C, 1998).

2.2.1 Bahan Diamagnetik


Bahan diamagnetik adalah bahan yang resultan medan magnet atomik dari
masing-masing atom/molekulnya adalah nol, tetapi medan magnet akibat orbit
dan spin elektronnya tidak nol. Bahan diamagnetik tidak mempunyai momen
dipol magnet permanen. Jika bahan diamagnetik diberi medan magnet luar, maka
elektron-elektron dalam atom akan mengubah gerakannya sedemikian rupa
sehingga menghasilkan resultan medan magnet atomik yang arahnya berlawanan
dengan medan magnet luar tersebut, seperti terlihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Arah domain dan kurva bahan diamagnetik

Sifat diamagnetik bahan ditimbulkan oleh gerak orbital eleKtron karena


atom mempunyai elektron orbital, maka semua bahan bersifat diamagnetik. Suatu
bahan dapat bersifat magnet apabila susunan atom dalam bahan tersebut
mempunyai spin elektron yang tidak berpasangan. Dalam bahan diamagnetik
hampir semua spin elektron berpasangan, akibatnya bahan ini tidak menarik garis
gaya. Permeabilitas bahan ini: µ < µo dengan suseptibilitas magnetik bahan:
m  0.

Universitas Sumatera Utara


9

2.2.2 Bahan Paramagnetik


Bahan paramagnetik adalah bahan yang resultan medan magnet atomik
masing-masing atomnya tidak nol, tetapi resultan medan magnet atomik total
seluruh atomnya dalam bahan nol. Hal ini disebabkan karena gerakan atomnya
acak, sehingga resultan medan magnet atomik masing-masing atom saling
meniadakan. Di bawah pengaruh medan eksternal, bahan tersebut akan
mensejajarkan diri karena adanya torsi yang dihasilkan, seperti terlihat pada
Gambar 2.2. Sifat paramagnetik ditimbulkan oleh momen magnetik spin yang
menjadi terarah oleh medan magnet luar (Jiles, D. C, 1998).

(a) (b)
Gambar 2.2 Arah domain dan kurva bahan paramagnetik (a). Sebelum
diberi medan magnet luar, (b). Setelah diberi medan
magnet luar.

Bahan ini jika diberi medan magnet luar, elektron-elektronnya akan


berusaha sedemikian rupa sehingga resultan medan magnet atomiknya searah
dengan medan magnet luar. Sifat paramagnetik ditimbulkan oleh momen
magnetik spin yang menjadi terarah oleh medan magnet luar. Pada bahan ini efek
diamagnetik (efek timbulnya medan magnet yang melawan medan magnet
penyebabnya) dapat timbul, tetapi pengaruhnya sangat kecil.
Dalam bahan ini hanya sedikit spin elektron yang tidak berpasangan,
sehingga bahan ini sedikit menarik garis-garis gaya. Dalam bahan paramagnetik,
medan B yang dihasilkan akan lebih besar dibanding dengan nilainya dalam
hampa udara. Suseptibilitas magnet dari bahan paramagnetik adalah positif dan
berada dalam rentang 10-5 sampai 10-3 m3/kg, sedangkan permeabilitasnya adalah
µ > µo. Contoh bahan paramagnetik: alumunium, magnesium dan wolfram.

Universitas Sumatera Utara


10

2.2.3 Bahan Ferromagnetik


Bahan ferromagnetik mempunyai resultan medan magnet atomik besar,
hal ini disebabkan oleh momen magnetik spin elektron. Pada bahan ini banyak
spin elektron yang tidak berpasangan, masing-masing spin elektron yang tidak
berpasangan ini akan menimbulkan medan magnetik, sehingga medan magnet
total yang dihasilkan oleh satu atom menjadi lebih besar. Medan magnet dari
masing-masing atom dalam bahan ferromagnetik sangat kuat, sehingga interaksi
diantara atom-atom tetangganya menyebabkan sebagian besar atom akan
mensejajarkan diri membentuk kelompok-kelompok, kelompok inilah yang
dikenal dengan domain, diperlihatkan pada Gambar 2.3 (Jiles, D. C, 1998).

Gambar 2.3 Arah domain dan kurva bahan Ferromagnetik

Bahan ferromagnetik juga memiliki suseptibilitas yang tinggi, sangat


berguna karena menghasilkan medan magnet B yang kuat dengan arus yang relatif
kecil dalam koil. Bahan ini memiliki banyak domain kecil dengan dimensi linier
sekitar 1μm (10-6 m). Tiap domain berisi beberapa dipol magnet hasil spin
elektron, yang disusun secara paralel oleh gaya yang kuat antara dipol-dipol yang
berdekatan. Arah susunan dari dipol magnet dari domain yang satu dengan yang
lainnya berbeda, sehingga biasanya tidak terdapat gabungan medan magnet dalam
bahan tersebut sebagai satu-kesatuan. Domain-domain dalam bahan
ferromagnetik, dalam ketiadaan medan eksternal, momen magnet dalam tiap
domain akan paralel, tetapi domain-domain diorientasikan secara acak, dan yang
lain akan terdistorsi karena pengaruh medan eksternal. Domain dengan momen
magnet paralel terhadap medan eksternal akan mengembang, sementara yang lain
mengerut. Semua domain akan mensejajarkan diri dengan medan eksternal pada
titik saturasi. Artinya bahwa setelah seluruh domain sudah terarahkan,

Universitas Sumatera Utara


11

penambahan medan magnet luar tidak memberi pengaruh apa-apa karena tidak
ada lagi domain yang perlu disearahkan, keadaan ini disebut dengan penjenuhan
(saturasi).
Bahan ini juga mempunyai sifat remanensi, artinya bahwa setelah medan
magnet luar dihilangkan, akan tetap memiliki medan magnet, karena itu bahan ini
sangat baik sebagai sumber magnet permanen. Permeabilitas bahan: µ » µo
dengan suseptibilitas bahan: χm » 0. Contoh bahan ferromagnetik: besi, baja. Sifat
kemagnetan bahan ferromagnetik akan hilang pada temperatur Curie. Temperatur
Curie untuk besi lemah adalah 770oC dan untuk baja adalah 1043oC
Sifat bahan ferromagnetik biasanya terdapat dalam bahan ferit. Ferit
merupakan bahan dasar magnet permanen yang banyak digunakan dalam industri-
industri elektronika, seperti dalam loudspeaker, motor-motor listrik, dynamo dan
KWH-meter. Bahan-bahan ferromagnetik dapat dikategorikan menjadi dua bagian
yaitu:
a. Bahan yang mudah dijadikan magnet yang lazim disebut bahan magnetik
lunak. Bahan ini banyak digunakan untuk inti transformator, inti motor atau
generator, rilai (relay), peralatan sonar atau radar.
b. Bahan ferromagnetik yang sulit dijadikan magnet tetapi setelah menjadi
magnet tidak mudah kembali seperti semula disebut bahan magnetik keras,
bahan ini digunakan untuk pabrikasi magnet permanen (Jiles, D. C, 1998).

2.2.4 Bahan Anti Ferromagnetik


Bahan anti ferromagnetik adalah suatu bahan yang memiliki suseptibilitas
positif yang kecil pada segala temperatur, tetapi perubahan suseptibilitas karena
temperatur adalah keadaan yang sangat khusus. Susunan dwikutubnya adalah
sejajar tetapi berlawanan arah, diperlihatkan pada Gambar 2.4.

Universitas Sumatera Utara


12

(a) (b)

Gambar 2.4 Arah domain dan kurva bahan Anti Ferromagnetik,


(a) Sebelum diberi medan luar, (b) Setelah diberi
medan luar

2.2.5 Bahan Ferrimagnetik


Bahan ferrimagnetik memiliki resisitivitas yang jauh lebih tinggi
dibanding bahan ferromagnet. Oleh karena itu ferrimagnet (ferrit) arus-eddy yang
terjadi pada bahan ini kecil. Dalam bahan ini hanya sedikit spin elektron yang
tidak berpasangan, sehingga bahan ini sedikit menarik garis-garis gaya,
diperlihatkan pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Arah domain dan kurva bahan ferrimagnetik.


Jika terdapat medan magnet yang dihasilkan oleh sumbernya H (dalam
oersted), maka di ruang hampa yang permeabilitas magnetnya µ0 bermedan
magnet B (dalam gauss), dinyatakan dalam kaitan:
B = µ0 H (2.1)
Persamaan (2.1) memperlihatkan hubungan kesebandingan antara B dengan H.
Bedanya H selalu tetap pada sumber medan magnet yang tetap, sedangkan B
bergantung pada H dan jenis bahan mediumnya. Jenis bahan medium itu
dinyatakan dalam bentuk permeabilitas bahan itu (µ), sehingga B di medium itu
dinyatakan:
B=µH (2.2)

Universitas Sumatera Utara


13

Selain bergantung pada jenis bahan, ternyata µ juga bergantung pada suhu bahan
dan kuat medan magnet yang bekerja. Sebagai contoh, besi (Fe) berkadar 99,91%
pada B = 20 gauss dan suhu kamar mempunyai µ= 200 gauss/oersted, sedangkan
pada suhu 0oC permeabilitas magnet itu besarnya 920 gauss/oersted, bahkan nilai
µ maksimum yang mungkin adalah 5000 gauss/oersted. Keberadaan nilai µ bahan
berkaitan dengan sifat magnetiknya (Gambar 2.6), sehingga bahan itu termasuk:
ferromagnetik, ferrimagnetik, paramagnetik, ataukah diamagnetic (Jiles, D. C,
1998).

Gambar 2.6. Keberadaan permeabilitas magnet yang dikaitkan dengan


sifat magnetik bahan

2.3 Material Magnetik


Magnet yang paling banyak dikenal adalah mengandung besi metalik.
Beberapa elemen lain juga memperlihatkan sifat magnet, tapi tidak semua magnet
berwujud logam. Teknologi mutakhir sekarang telah menggunakan keduanya,
baik magnet metalik maupun keramik. Teknologi mutakhir ini juga memanfaatkan
elemen-elemen lain untuk meningkatkan kemampuan magnetik. Magnet terdiri
dari tiga kriteria, bisa berwujud magnet tetap atau magnet permanen, magnet tidak
tetap, dan magnet buatan.

Universitas Sumatera Utara


14

2.3.1 Magnet Tetap


Magnet tetap adalah magnet yang tidak memerlukan tenaga atau bantuan
dari luar untuk menghasilkan daya magnet (berelektromagnetik). Magnet jenis ini
dapat mempertahankan kemagnetannya dalam waktu yang sangat lama. Jenis
magnet tetap selama ini yang diketahui terdapat pada:
1. Neodymium Magnet
Magnet neodymium, merupakan magnet tetap yang paling kuat. Magnet
neodymium (juga dikenal sebagai NdFeB, NIB, atau magnet Neo), merupakan
sejenis magnet tanah jarang, terbuat dari campuran logam neodymium. Tetragonal
Nd2Fe14B memiliki struktur kristal yang sangat tinggi uniaksial anisotropi
magnetocrystalline (HA~7 Tesla). Senyawa ini memberikan potensi untuk
memiliki tinggi koersivitas (yaitu, ketahanan mengalami kerusakan magnetik).
Sinter Nd2Fe14B cenderung rentan terhadap korosi. Secara khusus, korosi
sekecil apapun dapat menyebabkan kerusakan magnet sinter. Masalah ini dibahas
dalam banyak produk komersial dengan menyediakan lapisan pelindung.
Pelapisan nikel atau dua pelapisan tembaga berlapis nikel digunakan sebagai
metode standar, meskipun pelapisan dengan logam lainnya atau polimer dan
lapisan pelindung pernis juga digunakan.

Gambar 2.7 Neodymium Magnet

2. Samarium-Cobalt Magnet
Magnet Samarium-Cobalt adalah salah satu dari dua jenis magnet
bumi yang langka, merupakan magnet permanen yang kuat yang terbuat dari
paduan samarium dan kobalt. Mereka dikembangkan pada awal tahun 1970.

Universitas Sumatera Utara


15

Mereka umumnya-terkuat kedua jenis magnet dibuat, kurang kuat dari


magnet neodymium, tetapi memiliki peringkat temperatur yang lebih tinggi
dan lebih tinggi koersivitas. Mereka rapuh dan rawan terhadap retak dan
chipping. Samarium-kobalt magnet memiliki produk-produk energi
maksimum (BH max) yang berkisar dari 16 oersteds megagauss-(MGOe)
menjadi 32 MGOe; batas teoretis mereka adalah 34 MGOe. Jenis magnet ini
dapat ditemukan di dalam alat-alat elektronik seperti VCD, DVD, VCR
player, handphone, dan lain-lain.

Gambar 2.8 Samarium-Cobalt magnet

3. Keramic Magnet
Ferrite adalah senyawa kimia yang terdiri dari keramik bahan dengan besi (III)
oksida (Fe2O3) sebagai komponen utama. Bahan ini digunakan untuk membuat
magnet permanen, seperti core ferit untuk transformator, dan berbagai aplikasi
lain. Ferit keras banyak digunakan dalam komponen elektronik, diantaranya
motor-motor DC kecil, pengeras suara (loud speaker), meteran air, KWH-meter,
telephone receiver ,circulator , dan rice cooker.

Gambar 2.9 Keramik magnet

Universitas Sumatera Utara


16

4. Plastik Magnet
Fleksibel (karet) magnet dibuat dengan mencampur ferit atau bubuk
Neodymium magnet dan pengikat karet sintetis atau alami. Fleksibel (karet)
magnet dibuat dengan menggulung atau metode ekstrusi. Magnet plastik dibuat
karena keuntungan dari magnet ini fleksibilitas, biaya rendah, dan kemudahan
dalam penggunaan. Magnet plastik biasanya diproduksi dalam bentuk lembaran
strip atau yang banyak digunakan dalam mikro-motor, gasket dan lain-lain. Ferit
bahan fleksibel berbasis sering dilaminasi dengan vinil dicetak putih atau
berwarna.

Gambar 2.10 Plastik magnet


5. Alnico Magnet
Alnico magnet adalah magnet paduan yang mengandung Alumunium (Al),
Nikel (Ni), Cobalt (Co). Karena dari tiga unsur tersebut magnet ini sering disebut
Alnico. Sebenarnya magnet alinco ini tidak hanya mengandung ketiga unsur saja
melainkan ada beberapa unsur mengandung besi dan tembaga, tetapi kandungan
besi dan tembaga tersebut relatif sedikit. Alnico magnet dikembangkan pada
tahun 1930-an dengan metode sintering atau lebih umum disebut metode casting.
Jenis magnet ini dapat ditemukan di dalam alat-alat motor (kipas angin,
speaker, dan mesin motor). Magnet ini juga sering dijumpai dalam lab sekolahan
bahkan dapat ditemukan pada sepatu kuda yang berfungsi untuk meningkatkan
daya lari kuda. Magnet ini kekuatannya relatif sedang dan kemampuan terapinya
sangat lemah dan tidak dianjurkan untuk digunakan dalam terapi magnet. Magnet
ini adalah magnet yang masih termasuk kategori berenergi rendah.

Universitas Sumatera Utara


17

Gambar 2.11 Magnet Alnico

2.3.2 Magnet Tidak Tetap


Magnet tidak tetap (remanen) tergantung pada medan listrik untuk
menghasilkan medan magnet. Contoh magnet tidak tetap adalah elektromagnet,
yang mana akan memiliki daya magnet bila diberi arus listrik dan daya magnetnya
akan hilang ketika arus listrik dihilangkan.

2.3.3 Magnet Buatan


Magnet buatan meliputi hampir seluruh magnet yang ada sekarang ini.
Bentuk magnet buatan antara lain:
a. Magnet U
b. Magnet ladam
c. Magnet batang
d. Magnet lingkaran
e. Magnet jarum

2.4 Magnet Keramik


Magnet keramik memiliki peran yang sangat penting dalam berbagai
aplikasi, khususnya dalam rangkaian-rangkaian frekuensi tinggi dimana rugi-rugi
arus eddy dalam logam sangat tinggi. Keramik sendiri adalah bahan-bahan yang
tersusun dari senyawa anorganik bukan logam yang pengolahannya melalui
perlakuan dengan temperatur tinggi. Kegunaannya adalah untuk dibuat berbagai
keperluan desain teknis khususnya dibidang kelistrikan, elektronika, dan mekanik,

Universitas Sumatera Utara


18

serta memanfaatkan material keramik tersebut sebagai bahan magnet permanen.


Material ini dapat menghasilkan medan magnet tanpa harus diberi arus listrik
yang mengalir dalam sebuah kumparan atau solenoida untuk mempertahankan
medan magnet yang dimilikinya. Disamping itu, magnet permanen jenis ini juga
dapat memberikan medan yang konstan tanpa mengeluarkan daya yang terus
menerus.
Bahan keramik yang bersifat magnetik umumnya merupakan golongan
ferit, merupakan oksida yang disusun oleh hematit (α-Fe2O3) sebagai komponen
utama. Bahan ini menunjukkan induksi magnetik spontan meskipun medan
magnet luar yang diberikan dihilangkan. Material ferit dikenal sebagai magnet
keramik, bahan itu tidak lain adalah oksida besi yang disebut ferit besi (ferrous
ferrite) dengan rumus kimia MO.(Fe2O3)6, dimana M adalah Ba, Sr atau Pb.
6Fe2O3 + BaCO3 BaO.6Fe2O3+ CO2
Pada umumnya ferit dibagi menjadi tiga kelas:
1. Ferit lunak, ferit ini mempunyai formula MFe2O4, dimana M = Cu, Zn, Ni,
Co, Fe, Mn, dan Mg dengan struktur kristal seperti mineral spinel. Sifat
bahan ini mempunyai permeabilitas, hambatan jenis yang tinggi, dan
koersivitas yang rendah.
2. Ferit keras, ferit jenis ini adalah turunan dari struktur magneto plumbit
yang dapat ditulis sebagai MFe12O19, dimana M = Ba, Sr, Pb. Bahan ini
mempunyai gaya koersivitas dan remanen yang tinggi dan mempunyai
struktur kristal heksagonal dengan momen-momen magnetik yang sejajar
dengan sumbu c.
3. Ferit berstruktur Garnet, magnet ini mempunyai magnetisasi spontan yang
bergantung pada temperatur secara khas. Strukturnya sangat rumit,
berbentuk kubik dengan sel satuan disusun tidak kurang dari 160 atom.

Magnet keramik yang merupakan magnet permanen mempunyai struktur


hexagonal close-pakced (HCP). Dalam hal ini bahan yang sering digunakan
adalah Barrium Ferrite (BaO.6Fe2O3), dapat juga barium digantikan bahan yang
menyerupai (segolongan) dengannya, yaitu seperti Strontium. Material magnetik

Universitas Sumatera Utara


19

ferit yang memiliki sifat-sifat campuran beberapa oksida logam valensi II, dimana
oksida besi valensi III (Fe2O3) merupakan komponen yang utama.
Ferit lunak mempunyai struktur kristal kubik dengan rumus umum
MO.Fe2O3 dimana M adalah Fe, Mn, Ni, dan Zn atau gabungannya seperti Mn-Zn
dan Ni-Zn. Bahan ini banyak digunakan untuk inti transformator, memori
komputer, induktor, recording heads, microwave dan lain-lain. Ferit keras banyak
digunakan dalam komponen elektronik, diantaranya motor-motor DC kecil,
pengeras suara (loud speaker), meteran air, KWH-meter, telephone receiver,
circulator dan rice cooker.

2.5 Barium heksaferit (BaFe12O19)


Berdasarkan rumus kimia dan struktur kristalnya, heksaferit
dikelompokkan menjadi 5 tipe, yaitu : tipe-M (BaFe12O19 ), tipe-W (BaMe2
Fe16O27 ), tipe-X (Ba2 Me2 Fe28O46 ), tipe-Y (Ba2 Me2 Fe12O22 ), tipe-Z (Ba3Me2
Fe24O41 ) dan tipe-U (Ba4 Me2 Fe36O60 ) (Özgüri dkk,2009). Barium hexaferrite
memiliki rumus kimia BaO.6Fe2O3 (BaFe12O19). Sel komplek Barium heksaferit
tersusun atas 2 sistem kristal yaitu struktur kubus-pusat-sisi (face-centered-cubic)
dan heksagonal mampat (hexagonal-close-packed) seperti terlihat pada Gambar
2.12.

Gambar 2.12 Struktur kristal BaFe12O19

Universitas Sumatera Utara


20

Sruktur BaFe12O19 memanjang ke arah sumbu z dengan c = 23,2 Ao dan a


= 5,88 Ao. Ion-ion Ba2+ dan O2- memiliki ukuran yang besar, hampir sama dan
bersifat non magnetik. Keduanya tersusun dalam model close packed (tertutup).
Ion Fe3+ menempati posisi interstisi. Ion yang bersifat magnet dalam BaFe12O19
hanyalah ion Fe3+, tiap-tiap ion dengan nilai momen magnetik 5µB. Gambar 2.12
menunjukkan skema struktur kristal BaFe12O19.

Gambar 2.13 Skema struktur kristal BaFe12O19


Tanda panah pada ion Fe menunjukkan arah polarisasi spin. 2a, 12k, dan
4f2 adalah struktur oktahedral, 4f1 adalah struktur tetrahedral, dan 2b adalah
struktur heksahedral (trigonal bipiramida). Satu unit sel berisi 38 ion O2-, 2 ion
Ba2+, dan 24 ion Fe3+. Ion Fe3+ dalam 12k, 2a dan 2b (16 atom tiap satu unit sel)
memiliki spin up, sedangkan ion Fe3+ dalam 4f1 dan 4f2 (8 atom tiap satu unit sel)
memiliki spin down, maka jumlah totalnya adalah 8 spin up. Oleh karena itu,
momen magnet total setiap satu unit sel adalah 8 x 5 µB = 40 µB yang berisi dua
ion Ba2+. Sub unit R dan S menunjukkan rumus kimia R = (Ba2+Fe63+O112)2- dan
S = (Fe63+O82-)2+. Asterix menunjukkan bahwa sub-unit berotasi 180º mengelilingi
sumbu heksagonal (Özgür dkk, 2009).

Universitas Sumatera Utara


21

2.6 Boron trioksida


Boron trioksida adalah salah satu oksida boron, warnanya putih, seperti
kaca dan solid. Boron trioksida dikenal sebagai diboron trioksida dengan rumus
B2O3, kebanyakan ditemukan sebagai viterus (amorf). Namun B2O3 dapat
mengkristal dengan proses annealing. Boron trioksida merupakan salah satu
senyawa yang digolong paling sulit mengkristal (echa.europa.eu, 2014).
Aplikasi penggunaan boron trioksid antara lain:
1. Agen fluxing untuk kaca dan enamel
2. Bahan starting untuk sintesis senyawa boron lainnya seperti boron karbida
3. Sebuah aditif yang digunakan dalam serat kaca (serat optic) dan komposit
keramik
4. Asam borat digunakan dalam reactor nuklir untuk menyerap neutron.
5. Aplikasi dalam proses densifikasi material keramik dan pengupayaan
penurunan suhu sintering (reade.com, 2014)
Sebagai aditif dalam rekayasa pembuatan magnet B2O3 dirancang untuk
menurunkan suhu sintering. Adapun reaksi boron dengan magnet Barium
heksaferit digambarkan pada gambar 2.15. Boron tumbuh atau menetap di
permukaan atau di batas butir, ini diharapkan agar boron dapat mengontrol
mikrostruktur dari Barium heksaferit dengan menjaga pertumbuhan butir 2.15.

Gambar 2.14 Struktur Boron trioksida

Universitas Sumatera Utara


22

Gambar 2.15 Pertumbuhan boron pada magnet ferit

2.7 Sifat-sifat Magnet


Sifat-sifat yang terdapat dalam benda magnetik antara lain adalah :
a. Induksi remanen (Br)
Induksi magnetik yang tertinggal dalam sirkuit magnetik (besi lunak) setelah
memindahkan/menghilangkan pengaruh bidang magnetik. Ketika arus
dialirkan pada sebuah kumparan yang melilit besi lunak maka terjadi orientasi
pada partikel-partikel yang ada dalam besi. Orientasi ini mengubah/
mengarahkan pada kutub utara dan selatan.
b. Saturasi Magnetisasi
Saturasi magnetisasi adalah keadaan dimana terjadi kejenuhan, nilai medan
magnet B akan selalu konstan walaupun medan eksternal H dinaikkan terus.
Remanensi bergantung pada saturasi magnetisasi. Untuk magnet permanen
saturasi magnetisasi seharusnya lebih besar dari pada soft magnet. Kerapatan
dari bahan ferit lebih rendah dibandingkan logam-logam lain dengan ukuran
yang sama. Oleh karenanya nilai saturasi dari bahan ferit relatif rendah, hal ini
menguntungkan untuk dapat dihilangkan. Nilai kerapatan ferit dapat dilihat
dalam daftar tabel 2.1, dan perbandingannya dengan material megnetik yang
lain.

Universitas Sumatera Utara


23

Tabel 2.1. Nilai Kerapatan dari beberapa jenis Ferrite

No Ferrite Kerapatan,  (g/cm3)


1 Zinc Ferrite 5,4
2 Cadmium 5,76
3 Ferrous 5,24
Hexagonal
4 Barium 5,3
5 Strontium 5,12
6 MnZn (high permiability) 4,29
7 MnZn (recording head) 4,7 – 4,75

c. Permeabilitas magnet (μ)


Daya hantar atau permeabilitas magnet (diberi lambang μ) merupakan
parameter bahan yang menentukan besarnya fluks magnetik. Bahan
feromagnetik memiliki permeabilitas yang tinggi.
(2.3)
dimana μo = 1,256 G.cm/A
Untuk bahan feromagnetik, permeabilitas relatif μr jenis bahan tersebut lebih
besar daripada 1. Permeabilitas dari beberapa media yang hendak diukur pada
prinsipnya adalah dengan menempatkannya dalam suatu kawat yang lurus dan
panjang atau dalam gulungan yang melingkar atau solenoida, kemudian diukur
resultan induksi kemagnetannya, sehingga diperoleh sebuah tetapan baru µ
dan diturunkan menjadi suseptibilitas relatif. Dengan nilai suseptibilitas inilah
maka akan dapat diketahui jenis bahan magnet (Spaldin, N. A. 2010)..
 (2.4)

 = 1 untuk vakum
> 1 untuk bahan paramagnetik
< 1 untuk bahan diamagnetik
>> 1 untuk bahan ferromagnetik

Universitas Sumatera Utara


24

d. Gaya koersif (Hc)


Medan daya yang diperlukan untuk menghilangkan induksi remanen setelah
melalui proses induksi elektromagnetik. Pada besi lunak atau soft magnetic
alloys besarnya gaya koersif yang diperlukan lebih kecil daripada magnet
permanen.
e. Koersivitas
Koersivitas digunakan untuk membedakan hard magnetic atau soft magnetic.
Semakin besar gaya koersivitasnya maka semakin tinggi sifat magnetnya.
Bahan dengan koersivitas tinggi berarti tidak mudah hilang kemagnetannya.
Untuk menghilangkan kemagnetannya diperlukan intensitas magnet H yang
besar. Magnetisasi bukan merupakan fungsi linier yang sederhana dari rapat
fluks karena nilai dari medan magnet H yang digunakan dalam magnet
permanen secara umum jauh lebih besar dari pada dalam bahan soft magnet
(Afza, 2011). Kekuatan medan koersif dapat dilihat jelas menggunakan
diagram histerisis pada Gambar 2.16.
Koersivitas (H) adalah medan magnetik yang diperlukan untuk
menginduksi medan berkekuatan B dalam material. Setelah medan H
ditiadakan, dalam spesimen tersisa magnetisme residual Br, yang disebut
residual remanen, dan diperlukan medan magnet Hc yang disebut gaya
koersif, yang harus diterapkan dalam arah berlawanan untuk meniadakannya.
Magnet lunak mudah dimagnetisasi serta mudah pula mengalami
demagnetisasi, seperti tampak pada Gambar 16.
Nilai H yang rendah sudah memadai untuk menginduksi medan B yang
kuat dalam logam, dan diperlukan medan Hc yang kecil untuk
menghilangkannya.

Universitas Sumatera Utara


25

Gambar 2.16 (a) material magnetik lunak (b) material magnetik keras.

Magnet keras adalah material yang sulit dimagnetisasi dan sulit di


demagnetisasi. Karena hasil kali medan magnet (A/m) dan induksi (V.det/m2)
merupakan energi per satuan volume, luas daerah hasil integrasi di dalam loop
histerisis adalah sama dengan energi yang diperlukan untuk satu siklus
magnetisasi mulai dari 0 sampai +H hingga –H sampai 0. Energi yang dibutuhkan
magnet lunak dapat diabaikan, medan magnet keras memerlukan energi lebih
banyak sehingga pada kondisi-ruang, demagnetisasi dapat diabaikan (Afza, 2011).

2.8 Metalurgi Serbuk


Metalurgi serbuk adalah metode yang terus dikembangkan dari proses
manufaktur yang dapat mencapai bentuk komponen akhir dengan mencampurkan
serbuk secara bersamaan dan dikompaksi dalam cetakan, dan selanjutnya disinter
di dalam furnace (tungku pemanas).
Langkah-langkah yang harus dilalui dalam metalurgi serbuk, antara lain:
1. Pencampuran (mixing)
2. Penekanan (kompaksi)
3. Pemanasan (sintering)

Universitas Sumatera Utara


26

2.8.1 Pencampuran (mixing)


Blending dan mixing merupakan istilah yang biasa digunakan dalam
pembuatan material dengan menggunakan metode serbuk namun kedua metode
tersebut berbeda menurut standar ISO. Blending didefinisikan sebagai proses
penggilingan suatu material tertentu hingga menjadi serbuk yang merata pada
beberapa komposisi nominal. Proses blending dilakukan untuk menghasilkan
serbuk yang sesuai dengan komposisi dan ukuran yang diinginkan. Mixing
didefinisikan sebagai pencampuran dua atau lebih serbuk yang berbeda (Afza,
2011).
Ada 2 macam pencampuran, yaitu:
1. Pencampuran basah (wet mixing)
Proses pencampuran dimana serbuk matrik dan filler dicampur terlebih dahulu
dengan pelarut polar. Metode ini dipakai apabila material (matrik dan filler) yang
digunakan mudah mengalami oksidasi. Tujuan pemberian pelarut polar adalah
untuk mempermudah proses pencampuran material yang digunakan dan untuk
melapisi permukaan material supaya tidak berhubungan dengan udara luar
sehingga mencegah terjadinya oksidasi pada material yang digunakan.
2. Pencampuran kering (dry mixing)
Proses pencampuran yang dilakukan tanpa menggunakan pelarut untuk membantu
melarutkan dan dilakukan di udara luar. Metode ini dipakai apabila material yang
digunakan tidak mudah mengalami oksidasi (Nayiroh,2013).
Mechanical alloying adalah sebuah teknik pencampuran berupa metode
reaksi padatan (solid state reaction) dari beberapa logam (alloy) dengan
memanfaatkan proses deformasi untuk membentuk suatu paduan. Proses
mechanical alloying ini sangat berbeda dengan teknik konvensional, misalkan
proses pemanasan (heat treatment) baik sintering maupun peleburan (melting) dan
reaksi kimia. Derajat deformasi yang dicapai pada teknik konvensional ini jauh
lebih rendah dibandingkan dengan teknik mechanical alloying.
Ada empat tahapan dalam mechanical alloying menurut teorema
Benyamin dan Volin (Harris, J.R, 2002):

Universitas Sumatera Utara


27

1. Tahap petama adalah proses perataan serbuk dari bentuk bulat menjadi
bentuk pipih (plat like) dan kemudian mengalami penyatuan (welding
prodominance). Serbuk yang sudah diratakan (bentuk pipih) disatukan
membentuk sebuah lembaran (lamellar).
2. Tahap kedua adalah pembentukan serbuk pada arah yang sama (equiaxed),
yaitu menyerupai lembaran berbentuk lebih pipih dan bulat. Perubahan
bentuk ini disebabkan oleh pengerasan (hardening) dari serbuk.
3. Tahap ketiga adalah orientasi penyatuan acak (welding orientation) yaitu
fragmen-fragmen membentuk partikel-partikel equaxed kemudian
disatukan dalam arah yang berbeda dan struktur lembaran mulai
terdegredasi.
4. Tahap keempat mechanical alloying ini adalah proses steady state (steady
state processing), struktur bahan perlahan-lahan menghalus menjadi
fragmen-fragmen, kemudian fragmen-fragmen tersebut disatukan dengan
fragmen-fragmen yang lain dalam arah berlawanan.

2.8.2 Penekanan (kompaksi)


Kompaksi merupakan proses pemadatan serbuk menjadi sampel dengan
bentuk tertentu sesuai dengan cetakannya.
Ada 2 macam metode kompaksi, yaitu:
1. Cold compressing, yaitu penekanan dengan temperatur kamar. Metode ini
dipakai apabila bahan yang digunakan mudah teroksidasi, seperti Al.
2. Hot compressing, yaitu penekanan dengan temperatur di atas temperatur
kamar.
Penekanan (pressing) adalah kompaksi yang secara simultan dengan pencetakan
dari bubuk atau granular dalam cetakan die atau mold (Nayiroh,2013).

2.8.3 Pemanasan (sintering)


Pemanasan pada temperatur di bawah titik leleh material komposit disebut
dengan sintering. Diantara langkah-langkah untuk meningkatkan ikatan antar
partikel setelah kompaksi adalah dengan disintering.

Universitas Sumatera Utara


28

Parameter sintering:
1. Temperatur (T)
2. Waktu
3. Kecepatan pendinginan
4. Kecepatan pemanasan
5. Atmosfer sintering
6. Jenis material
Berdasarkan pola ikatan yang terjadi pada proses kompaksi, ada 2 fenomena yang
mungkin terjadi pada saat sintering, yaitu:
1. Penyusutan (shrinkage)
Apabila pada saat kompaksi terbentuk pola ikatan bola-bidang maka pada proses
sintering akan terbentuk shrinkage, yang terjadi karena saat proses sintering
berlangsung gas (lubricant) yang berada pada porositas mengalami degassing
(peristiwa keluarnya gas pada saat sintering). Dan apabila temperatur sinter terus
dinaikkan akan terjadi difusi permukaan antar partikel matrik dan filler yang
akhirnya akan terbentuk liquid bridge/necking (mempunyai fasa campuran antara
matrik dan filler). Liquid bridge ini akan menutupi porositas sehingga terjadi
eleminasi porositas/berkurangnya jumlah dan ukuran porositas. Penyusutan
dominan bila pemadatan belum mencapai kejenuhan (Nayiroh,2013).
2. Retak (cracking)
Apabila pada kompaksi terbentuk pola ikatan antar partikel berupa bidang,
sehingga menyebabkan adanya trapping gas (gas/lubricant terjebak di dalam
material), maka pada saat sintering gas yang terjebak belum sempat keluar tapi
liquid bridge telah terjadi, sehingga jalur porositasnya telah tertutup rapat. Gas
yang terjebak ini akan mendesak ke segala arah sehingga terjadi bloating
(mengembang), sehingga tekanan di porositas lebih tinggi dibanding tekanan di
luar. Bila kualitas ikatan permukaan partikel pada bahan komposit tersebut
rendah, maka tidak akan mampu menahan tekanan yang lebih besar sehingga
menyebabkan retakan (cracking). Keretakan juga dapat diakibatkan dari proses
pemadatan yang kurang sempurna, adanya shock termal pada saat pemanasan
karena pemuaian dari matrik dan filler yang berbeda (Nayiroh,2013).

Universitas Sumatera Utara


29

Proses sintering meliputi 3 tahap mekanisme pemanasan:


1. Presintering
1. Presintering merupakan proses pemanasan yang bertujuan untuk:
Mengurangi residual stress akibat proses kompaksi (green density)
2. Pengeluaran gas dari atmosfer atau pelumas padat yang terjebak dalam
porositas bahan komposit (degassing)
3. Menghindari perubahan temperatur yang terlalu cepat pada saat proses
sintering (shock thermal)
2. Difusi permukaan
Pada proses pemanasan untuk terjadinya transportasi massa pada permukaan antar
partikel serbuk yang saling berinteraksi, dilakukan pada temperatur sintering (2/3
Tm). Atom-atom pada permukan partikel serbuk saling berdifusi antar permukaan
sehingga meningkatkan gaya kohesifitas antar partikel.
3. Eliminasi porositas
Tujuan akhir dari proses sintering pada bahan komposit berbasis metalurgi serbuk
adalah bahan yang mempunyai kompaktibilitas tinggi. Hal tersebut terjadi akibat
adanya difusi antar permukaan partikel serbuk, sehingga menyebabkan terjadinya
leher (liquid bridge) antar partikel dan proses akhir dari pemanasan sintering
menyebabkan eliminasi porositas (terbentuknya sinter density) (Nayiroh,2013).
Sintering dapat diklasifikasikan dalam dua bagian besar yaitu sintering
dalam keadaan padat (solid state sintering) dan sintering fasa cair (liquid phase
sintering). Sintering dalam keadaan padat dalam pembuatan material yang diberi
tekanan diasumsikan sebagai fase tunggal oleh karena tingkat pengotornya
rendah, sedangkan sintering pada fase cair adalah sintering untuk serbuk yang
disertai terbentuknya fase liquid selama proses sintering berlangsung. Proses
sintering padat dapat dilihat pada Gambar 2.11 (Afza, 2011).

Universitas Sumatera Utara


30

Gambar 2.17 (a) Sebelum sinter, partikel mempunyai permukaan masing-


masing (b) Setelah sinter hanya mempunyai satu
permukaan

Gambar 2.17 menunjukkan bahwa proses sintering dalam keadaan padat,


selama sintering terjadi penyusutan serbuk, kekuatan dari material akan
bertambah, pori-pori dan ukuran butir berubah. Perubahan ini diakibatkan oleh
sifat dasar dari serbuk itu sendiri, kondisi tekanan, aditif, waktu sintering, dan
suhu. Proses sintering memerlukan waktu dan suhu pemanasan yang cukup agar
partikel halus dapat menjadi padat. Sinter tanpa cairan memerlukan difusi dalam
bahan padat itu sendiri, sehingga diperlukan suhu tinggi dalam proses sintering
(Afza, 2011).

2.9 High Energy Milling (HEM)


HEM merupakan teknik unik dengan menggunakan energi tumbukan
antara bola-bola penghancur dan dinding chamber yang diputar dan digerakkan
dengan cara tertentu. Keunggulan HEM adalah dapat membuat nano partikel
dalam waktu yang relatif singkat (memerlukan beberapa jam, tergantung tipe
alat), dapat membuat nano partikel dalam kondisi atau suasana yang dinginkan
saat proses milling, dan juga dapat menghasilkan nano partikel dalam jumlah
yang relatif banyak (Cahyaningrum et al., 2010).
Pertama-tama serbuk homogen dimasukkan kedalam sebuah chamber
logam dengan beberapa bola baja di dalamnya yang bergerak berputar terus

Universitas Sumatera Utara


31

menerus. Bola-bola akan saling bertumbukan di dalam chamber logam tersebut.


Tumbukan bola ini berakibat serbuk homogen yang dimasukkan akan tertumbuk
diantara bola-bola tersebut. Hal ini mengakibatkan partikel akan pecah dan terus
menerus hingga mencapai ukuran yang diinginkan. Metode ini dapat dilakukan
pada suhu rendah, waktu yang relatif cepat, serta dengan peralatan yang sederhana
(Cahyaningrum et al., 2010).

2.10 Karakterisasi dan Evaluasi Magnet Permanen


2.10.1 Particle Size Analyzer (PSA)
Particle Size Analyzer berfungsi menentukan ukuran partikel dan
distribusinya dari sampel yang representative. Distribusi ukuran partikel dapat
diketahui melalui grafik sebaran ukuran partikel yang dihasilkan. Ukuran tersebut
dinyatakan dalam jari-jari untuk partikel yang berbentuk bola. Penentuan ukuran
dan distribusi partikel dengan PSA dapat dilakukan dengan:
1. Difraksi sinar laser untuk partikel dari ukuran submicron sampai dengan
millimeter.
2. Counter particle untuk mengukur dan menghitung partikel yang berukuran
micron sampai dengan millimeter.
3. Penghamburan sinar untuk mengukur partikel yang berukuran mikro
sampai nanometer.
Cumulative values (%)

Histogram [x10.0]

Particle size (µm)

Gambar 2.18 Contoh grafik perhitungan ukuran distribusi partikel

Universitas Sumatera Utara


32

Gambar 2.19 Tiga nilai pada sumbu x D10, D50 dan D90
Horiba scientific salah satu perusahaan yang memproduksi PSA
menyatakan pendekatan yang umum untuk menentukan lebar distribusi mengutip
tiga nilai pada sumbu x, D10, D50, D90 dan seperti yang ditunjukkan pada
Gambar di samping. D50 median, telah didefinisikan sebagai diameter di mana
setengah dari populasi terletak di bawah nilai ini. Demikian pula, 90 persen dari
distribusi terletak di bawah D90, dan 10 persen dari populasi terletak di bawah
D10 seperti terlihat pada gambar 2.19.

2.10.2 Densitas dan Porositas


Densitas merupakan ukuran kepadatan dari suatu material. Pengukuran
densitas yang dilakukan pada penelitian ini adalah true density dan bulk density.
True density densitas nyata dari partikel atau kepadatan sebenarnya dari partikel
padat atau serbuk (powder) berbeda dengan bulk density, yang mengukur
kepadatan rata-rata volume terbesar dari serbuk yang sudah dipadatkan. Pada
pengujian true density menggunakan piknometer. Bulk density merupakan
densitas sampel yang berdasarkan volume sampel termasuk dengan rongga atau
pori. Pengujian Bulk density dilakukan untuk megukur benda padatan yang besar
dengan bentuk yang beraturan maupun yang tidak beraturan. Pada pengujian Bulk
density menggunakan metode Archimedes.
Porositas dapat didefenisikan sebagai perbandingan antara jumlah volume
lubang-lubang kosong yang dimiliki oleh zat padat (volume kosong) dengan

Universitas Sumatera Utara


33

jumlah dari volume zat padat yang ditempati oleh zat padat. Porositas pada suatu
material dinyatakan dalam persen (%) rongga fraksi volume dari suatu rongga
yang ada di dalam material tersebut. Besarnya porositas pada suatu material
bervariasi mulai dari 0% sampai dengan 90% tergantung dari jenis dan aplikasi
material tersebut. Ada dua jenis porositas yaitu porositas terbuka dan porositas
tertutup. Porositas yang tertutup pada umumnya sulit untuk ditentukan karena pori
tersebut merupakan rongga yang terjebak di dalam padatan dan serta tidak ada
akses ke permukaan luar, sedangkan pori terbuka masih ada akses ke permukaan
luar, walaupun ronga tersebut ada ditengah-tengah padatan.

2.10.3 Pengujian Dilatometer (DIL)


Pengukuran termal ekspansi dilakukan menggunakan alat analisa termal
yaitu dilatometer. Berbagai jenis dilatometer telah dikembangkan dan
dikomersialisasikan untuk berbagai keperluan, seperti optical dilatometer,
capacity dilatometer, quenching dilatometer, dan thermomechanical analyzer
(Agus Sukarto, 2013).
Secara umum alat dilatometer memiliki skema seperti pada gambar 2.20.
Pada penelitian ini, dilatometer yang digunakan merupakan pengembangan desain
Dilatometer TA. 700 produk Harrop Industries yang merupakan tipe dilatometer
horizontal menggunakan sistem semi manual.
Sistem dilatometer menaikkan temperatur sampel sesuai dengan
temperatur yang diinginkan. Pemanasan yang diberikan, tidak hanya menaikkan
temperatur sampel, tetapi juga sistem mekanik dilatometer itu sendiri. Hal ini
menjadikan sistem mekanik dilatometer juga mengalami perubahan ukuran yang
disebabkan oleh kenaikan temperatur. Oleh karena itu, didalam hasil pengukuran
perubahan ukuran meter, terdapat unsur perubahan ukuran dari struktur mekanik
dilatometer yang digunakan.

Universitas Sumatera Utara


34

Gambar 2.20 Diagram skematik alat dilatometer


Sistem yang dikembangkan untuk melakukan analisa karakteristik
sintering dari magnet berbasis ferrite. Dilatometer yang dikembangkan yang
dikembangkan untuk melakukan analisa sintering dengan berbagai kecepatan dan
suhu penahanan. Suhu sintering dimungkinkan dapat mempengaruhi perubahan
fasa dari material yang disinter. Oleh karena itu, karakteristik sintering sangat
berguna untuk mendesain dan mengontrol proses sintering yang dibutuhkan agar
material yang disinter dapat diperoleh dengan baik (Agus Sukarto, 2013).

2.10.4 Uji Difraksi Sinar-X (XRD)


Uji difraksi sinar-X (XRD) dilakukan untuk menentukan fasa yang
terbentuk setelah serbuk mengalami proses kalsinasi. Dari data yang akan
dihasilkan dapat diprediksi ukuran kristal serbuk dengan bantuan software X-
powder dan Match. Ukuran kristalin ditentukan berdasarkan pelebaran puncak
difraksi sinar-X yang muncul. Makin lebar puncak difraksi yang dihasilkan maka
makin kecil ukuran kristal serbuk.

Gambar 2.21 Geometri sebuah Difraktometer sinar – X

Universitas Sumatera Utara


35

Ada 3 komponen dasar suatu difraktometer sinar X yaitu:


1. Sumber Sinar X
2. Spesimen (Bahan Uji)
3. Detektor sinar X

Ketiganya terletak pada keliling sebuah lingkaran yang disebut lingkaran


pemfokus. Sudut antara permukaan bidang spesimen dan sumber sinar X adalah
sudut Bragg (Ө). Sudut antara projeksi sumber sinar X dan detektor adalah 2Ө.
Atas dasar ini pola difraksi sinar X yang dihasilkan dengan geometri ini sering
dikenal sebagai penyidikan (scans) Ө - 2Ө (theta-dua theta). Pada geometri Ө -
2Ө sumber sinar X-nya tetap, dan detektor bergerak melalui suatu jangkauan
(range) sudut. Jejari (radius) lingkaran pemfokus tidak konstan tetapi bertambah
besar bila 2Ө berkurang. Range pengukuran 2Ө biasanya dari 00 hingga sekitar
1700. Pada eksperimen tidak diperlukan menyidik seluruh sudut tersebut,
pemilihan rangenya tergantung pada struktur kristal material (jika dikenal) dan
waktu yang diperlukan untuk memperoleh pola difraksinya. Untuk spesimen yang
tak dikenal range sudut yang besar sering dilakukan karena posisi refleksi-
refleksinya belum diketahui.
Geometri Ө - 2Ө umumnya digunakan, walaupun masih ada geometri
yang lain seperti geometri Ө - Ө (theta-theta) dimana detektor dan sumber sinar-X
keduanya bergerak pada bidang vertikal dalam arah yang berlawanan di atas pusat
spesimennya. Pada beberapa bentuk analisis difraksi sinar-X sampel dapat
dimiringkan dan dirotasikan sekitar suatu sumbu ψ (psi).
Lingkaran difraktometer pada gambar 2.9 berbeda dari lingkaran
pemfokusnya. Lingkaran difraktometer berpusat pada specimen dan detektor
dengan sumber sinar-X keduanya berada pada keliling lingkarannya. Jejari
lingkaran difraktometer adalah tetap. Lingkaran difraktometer juga dinyatakan
sebagai lingkaran goniometer. Goniometer adalah komponen sentral dari suatu
difraktometer sinar-X dan mengandung pemegang sampel (sample holder). Pada
kebanyakan difraktometer serbuk goniometernya adalah vertical (Kim S, 2013).

Universitas Sumatera Utara


36

2.10.5 Scanning Electron Microscope (SEM)


Berbicara tentang teknologi nano, maka tidak akan bisa lepas dari
mikroskop, yaitu alat pembesar untuk melihat struktur benda kecil tersebut.
Teknologi nano: teknologi yang berbasis pada struktur benda berukuran
nanometer, satu nanometer = sepermiliar meter. Tentu yang dimaksud disini
bukanlah mikroskop biasa, tetapi mikroskop yang mempunyai tingkat ketelitian
(resolusi) tinggi untuk melihat struktur berukuran nanometer. Oleh sebab itu maka
dibutuhkan SEM (Scanning Electron Microscope) untuk morfologi dari sampel.
Fungsi mikroskop elektron scanning atau SEM adalah dengan membuat
terfokus balok halus elektron ke sampel. Elektron berinteraksi dengan sampel
komposisi molekul. Energi dari elektron menuju ke sampel secara langsung dalam
proporsi jenis interaksi elektron yang dihasilkan dari sampel. Serangkaian energi
elektron terukur dapat dihasilkan yang dianalisis oleh sebuah mikroprosesor yang
canggih yang menciptakan gambar tiga dimensi atau spektrum elemen yang unik
yang ada dalam sampel dianalisis. Ini adalah rangkaian elektron yang dibelokkan
oleh tumbukan dengan elektron yang dihamburkan oleh sampel (Reimer, L,
2000).

2.10.6 X-Ray Fluorosence (XRF)


X-Ray Fluorosence merupakan pengujian yang tidak merusak. XRF
berfungsi untuk mengganalisa komposisi kimia yang terkandung dalam suatu
sampel dengan menggunakan metode stoikiometri. XRF pada umumnya
digunakan untuk menganalisis mineral dan bebatuan. Analisis digunakan secara
kualitatif maupun kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk menganalisis
jenis unsur yang terkandung dalam bahan dan analisis kuantitatif dilakukan untuk
menentukan konsentrasi unsur dalam bahan.
Secara garis besar, prinsip kerja XRF adalah elektron pada kulit bagian
dalam sampel akan dieksitasi oleh foton (bagian dari sinar-X). Selama proses
dieksitasi proton akan berpindah dari tingkat energi yang lebih tinggi untuk
mengisi kekosongan elektron. Energi yang dipancarkan oleh kulit yang berbeda
akan muncul sebagai sinar-X yang diemisikan oleh atom. Spektrum sinar-X yang

Universitas Sumatera Utara


37

diperoleh selama proses diatas menyatakan jumlah dari karakteristik puncak.


Energi puncak untuk mengidentifikasi unsur dalam sampel (analisis kualitatif),
sementara intensitas puncak menyediakan konsentrasi unsur yang relevan dan
mutlak (analisis kuantitatif dan semi kuantitatif). XRF terdiri dari sumber radiasi
primer (biasanya radioisotop atau tabung sinar-X) dan peralatan untuk mendeteksi
sinar-X sekunder. XRF mempunyai keunggulan analisis yang cepat dan tidak
memerlukan preparasi yang rumit. Waktu yang digunakan untuk sekali pengujian
adalah 300 detik (5 menit). Sedangkan preparasi sampel tidak perlu dilakukan
dengan merusak, sehingga sampel dapat segera diukur (Beckhoff, B et.al, 2007).

2.10.7 Permagraph
Permagraph merupakan salah satu alat ukur sifat magnet dari berbagai
kelompok seperti Alnico, ferrite atau dari logam tanah jarang. Sifat magnet yang
akan diukur oleh permagraph diantaranya adalah koersifitas Hc, nilai produk
maksimum (BH)max dan remanensi Br. Untuk permagraph C memiliki
perlengkapan dalam pengukuran kurva histerisis bahan permanen magnet seperti:
electronic EF 4-1F, elektromagnet EP 2/E (kuat medan magnet sampai dengan
1800 kA/m = 2.2 Tesla), komputer dan printer.
Hasil yang dapat diperoleh dari permagraph C: otomatis mengukur
kurva histerisis magnet permanen (B-H curve), dapat menentukan kuantitas
magnet seperti koersifitas, remanensi, nilai produk maksimum, pengukuran
dengan surrounding coils untuk menentukan nilai rata-rata magnetik dan
pengukuran distribusi kuat medan magnet permanen dengan pole coils (Yulianto,
A.2013).

2.10.8 Flux Density

Flux density adalah jumlah garis gaya tiap satuan luas yang tegak lurus
kuat medan. Flux density dapat dirumuskan sebagai berikut :

(2.5)

Universitas Sumatera Utara


38

B = Jumlah sebelumnya magnetik


= Jumlah flux magnet
A = Luas daerah
Hasilnya adalah SI unit untuk flux density adalah weber per meter persegi
(WB/m2) satu weber per meter persegi sama dengan satu tesla (Jiles, D. C, 1998).

Garis gaya magnet adalah lintasan kutub utara dalam medan magnet atau
garis yang bentuknya demikian hingga kuat medan di tiap titik dinyatakan oleh
garis singgungnya. Garis-garis gaya keluar dari kutub-kutub dan masuk ke kutub
selatan.

Gambar 2.22 Garis gaya magnet

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai