Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN PRAKTIKUM BFFK II

“UJI DISOLUSI TABLET LEPAS LAMBAT (EXTENDED RELEASE)


DAN LEPAS CEPAT (IMMEDIATE RELEASE)”

Kelompok 5 A:

Lu’lu Cahyani 11151020000001

Rosikh Ruhul 11151020000010

Musnaini 11151020000013

Fithriana Rachmawati 11151020000018

Tiara Arliani 11151020000021

Dhimaz Aryo 11151020000085

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2018
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .................................................................................................................. i

BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................................2

A. Latar Belakang ....................................................................................................2


B. Rumusan Masalah ...............................................................................................2
C. Tujuan .................................................................................................................3

BAB II DASAR TEORI .................................................................................................4

BAB III METODOLOGI ..............................................................................................21

A. Prosedur Kerja ....................................................................................................21

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................23

A. Hasil Praktikum..................................................................................................23
B. Pembahasan ........................................................................................................24

BAB V PENUTUP .........................................................................................................40

A. Kesimpulan ........................................................................................................40

DAFTAR PUSTAKA

i
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Obat adalah suatu zat yang dimaksud untuk manusia untuk
mengurangi rasa sakit, menghambat, atau mencegah penyakit yang
menyerangnya. Obat yang diberikan pada pasien tersebut harus melalui
banyak proses di dalam tubuh. Dan bahan obat yang diberikan tersebut,
dengan cara apapun juga harus memiliki daya larut dalam air untuk
kemanjuran terapeutiknya.
Disolusi obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif dari bentuk
sediaan padat ke dalam media pelarut. Pelarutan suatu zat aktif sangat
penting artinya karena ketersediaan suatu obat sangat tergantung dari
kemampuan zat tersebut melarut ke dalam media pelarut sebelum diserap
ke dalam tubuh.
Suatu bahan obat yang diberikan dengan cara apapun dia harus
memiliki daya larut dalam air untuk kemanjuran terapeutiknya. Senyawa-
senyawa yang relatif tidak dapat dilarutkan mungkin memperlihatkan
absorpsi yang tidak sempurna, atau tidak menentu sehingga menghasilkan
respon terapeutik yang minimum. Daya larut yang ditingkatkan dari
senyawa-senyawa ini mungkin dicapai dengan menyiapkan lebih banyak
turunan yang larut, seperti garam dan ester dengan teknik seperti
mikronisasi obat atau kompleksasi.
Dalam bidang farmasi, laju disolusi sangat diperlukan karena
menyangkut tentang tentang waktu yang dibutuhkan untuk penglepasan obat
dalam bentuk sediaan dan diabsorbsi dalam tubuh. Jadi, semakin cepat
disolusinya maka makin cepat pula obat atau sediaan memberikan efek
kepada tubuh.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana perbedaan disolusi antara tablet lepas lambat dan lepas
cepat

2
1.2.2 Apa saja pengaruh pemberian tablet lepas lambat dan lepas cepat
pada kinetika obat dalam tubuh

1.3 Tujuan Percobaan

Setelah mengikuti percobaan ini mahasiswa diharapkan:


1.3.1 Dapat menjelaskan perbedaan disolusi antara tablet lepas lambat dan
lepas cepat
1.3.2 Dapat menjelaskan pengaruh pemberian tablet lepas lambat dan
lepas cepat pada kinetika obat dalam tubuh

3
BAB II
DASAR TEORI

2.1 Disolusi
2.1.1 Definisi Disolusi
Disolusi obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif dari bentuk
sediaan padat ke dalam media pelarut. Pelarut suatu zat aktif sangat penting
artinya bagi ketersediaan suatu obat sangat tergantung dari kemampuan zat
tersebut melarut ke dalam media pelarut sebelum diserap ke dalam tubuh.
Sediaan obat yang harus diuji disolusinya adalah bentuk padat atau semi
padat, seperti kapsul, tablet atau salep (Ansel, 1985).
Agar suatu obat diabsorbsi, mula-mula obat tersebut harus larutan dalam
cairan pada tempat absorbsi. Sebagai contoh, suatu obat yang diberikan secara
oral dalam bentuk tablet atau kapsul tidak dapat diabsorbsi sampai partikel-
partikel obat larut dalam cairan pada suatu tempat dalam saluran lambung-
usus. Dalam hal dimana kelarutan suatu obat tergantung dari apakah medium
asam atau medium basa, obat tersebut akan dilarutkan berturut-turut dalam
lambung dan dalam usus halus. Proses melarutnya suatu obat disebut disolusi
(Ansel, 1985).
Bila suatu tablet atau sediaan obat lainnya dimasukkan dalam saluran
cerna, obat tersebut mulai masuk ke dalam larutan dari bentuk padatnya.
Kalau tablet tersebut tidak dilapisi polimer, matriks padat juga mengalami
disintegrasi menjadi granul-granul, dan granul-granul ini mengalami
pemecahan menjadi partikel-partikel halus. Disintegrasi, deagregasi dan
disolusi bisa berlangsung secara serentak dengan melepasnya suatu obat dari
bentuk dimana obat tersebut diberikan (Martin, 1993).
Kecepatan disolusi adalah suatu ukuran yang menyatakan banyaknya suatu
zat terlarut dalam pelarut tertentu setiap satuan waktu. Persamaan kecepatan
menurut Noyes dan Whitney sebagai berikut (Ansel, 1993):

4
dM.dt-1 : Kecepatan disolusi

D : Koefisien difusi

Cs : Kelarutan zat padat

C : Konsentrasi zat dalam larutan pada waktu

h : Tebal lapisan difusi

Uji disolusi merupakan hal yang penting untuk dilakukan dalam


merancang suatu sediaan tablet agar laju pelepasan obat dari tablet tersebut
dapat diketahui. Obat yang memiliki disolusi yang baik akan memberikan
bioavailabilitas yang baik pula sehingga semakin banyak jumlah obat
yang diabsorpsi secara utuh oleh tubuh dan masuk ke dalam sirkulasi
sistemik. Laju disolusi dapat berhubungan langsung dengan kemanjuran
suatu obat dan merupakan suatu karakteristik mutu yang penting dalam
menilai mutu obat yang digunakan peroral untuk mendapatkan efek
sistemik. Selain itu uji disolusi merupakan suatu parameter penting dalam
pengembangan produk dan pengendalian mutu obat (Isnawati, 2003).

2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju Disolusi


1. Faktor Fisika yang Berpengaruh pada Uji Pelarutan In Vitro
a. Pengadukan
Kondisi pengadukan akan sangat berpengaruh pada kecepatan
disolusi yang dikontrol difusi dengan ketebalan lapisan difusi
berbanding terbalik pada kecepatan putaran pengadukan. Kecepatan
pengadukan mempunyai hubungan dengan tetapan kecepatan disolusi
(Shargel et al, 2005)
b. Suhu

5
Umumnya semakin tinggi suhu medium akan semakin banyak zat
aktif yang terlarut. Suhu medium dalam percobaan harus dikendalikan
pada keadaan yang konstan umumnya dilakukan pada suhu 37oC,
sesuai dengan suhu tubuh manusia. Adanya kenaikan suhu selain dapat
meningkatkan gradien konsentrasi juga akan meningkatkan tetapan
difusi, sehingga akan menaikkan kecepatan disolusi (Shargel et al.,
2005).
Meningginya suhu umumnya memperbesar kelarutan (Cs) suatu zat
yang bersifat endotermik serta memperbesar harga koefisien difusi zat.
Menurut Einstein,koefisien difusi dapat dinyatakan melalui persamaan
berikut (Martin, 1993):

D : koefisien difusi

r : jari-jari molekul

k : konstanta Boltzman

ή : viskositas pelarut

T : suhu

c. Medium Kelarutan
Sifat medium larutan akan mempengaruhi uji pelarutan. Medium
larutan hendaknya tidak jenuh obat. Medium yang terbaik merupakan
persoalan tersendiri dalam penelitian. Beberapa peneliti telah
menggunakan cairan lambung yang diencerkan, HCL 0,1 N, dapar
fosfat, cairan lambung tiruan, air dan cairan usus tiruan tergantung dari
sifat produk obat dan lokasi dalam saluran pencernaan dan perkiraan
obat yang akan terlarut (Shargel et al., 2005).
d. Wadah

6
Ukuran dan bentuk dapat mempengaruhi laju dan tingkat kelarutan.
Untuk mengamati kemaknaan dari obat yang sangat tidak larut dalam
air mungkin perlu wadah berkapasitas besar (Shargel et al., 2005).
2. Faktor yang berkaitan dengan sifat fisikokimia obat
Sifat-sifat fisikokimia dari obat yang mempengaruhi laju disolusi
meliputi kelarutan, bentuk kristal, bentuk hidrat solvasi dan kompleksasi
serta ukuran partikel. Sifat-sifat fisikokimia lain seperti kekentalan serta
keterbatasan atau berperan pada permasalahan yang umum pada disolusi
dalam hal terbentuknya flokulasi, flotasi dan aglomerasi (Syukri,2002).
3. Faktor yang berkaitan dengan formulasi sediaan.
Formulasi sediaan berkaitan dengan bentuk sediaan, bahan
pembantu dan cara pengolahan (prossesing). Pengaruh bentuk sediaan
pada laju disolusi tergantung pada kecepatan pelepasan bahan aktif yang
terkandung didalamnya. Secara umum laju disolusi akan menurun menurut
urutan sebagai berikut: suspensi, kapsul, tablet, dan tablet salut. Secara
teoritis disolusi bermacam sediaan padat tidak selalu urutan dan
masalahnya sama, karena di antara masing-masing bentuk sediaan padat
tersebut akan ada perbedaan baik ditinjau dari segi teori maupun peralatan
uji disolusi (Syukri, 2002).
2.1.3 Metode Penentuan Kecepatan Disolusi
Ada 2 metode penentuan kecepatan disolusi yaitu (Martin, 1993):
1. Metode Suspensi
Serbuk zat padat ditambahkan ke dalam pelarut tanpa pengontrolan
terhadap luas permukaan partikelnya. Sampel diambil pada waktu-waktu
tertentu dan jumlah zat yang larut ditentukan dengan cara yang sesuai.

2. Metode Permukaan Konstan


Zat ditempatkan dalam suatu wadah yang diketahui luasnya
sehingga variable perbedaan luas permukaan efektif dapat diabaikan.
Umumnya zat diubah menjadi tablet terlebih dahulu, kemudian
ditentukan seperti pada metode suspensi.

2.1.4 Prinsip Kerja Alat Disolusi

7
Prinsip kerja alat disolusi dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu (Dirjen
POM, 1995) :

1. Alat terdiri dari sebuah wadah tertutup yang terbuat dari kaca atau bahan
transparan yang inert, suatu batang logam yang digerakkan oleh motor
dan keranjang yang berbentuk silinder dan dipanaskan dengan tangas air
pada suhu 370C.
2. Alat yang digunakan adalah dayung yang terdiri dari daun dan batang
sebagai pengaduk. Batang berada pada posisi sedemikian sehingga
sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada setiap titik dari sumbu vertikel
wadah dan berputar dengan halus tanpa goyangan yang berarti.
2.1.5 Mekanisme Disolusi

Bila suatu tablet atau sediaan obat lainnya dimasukkan dalam saluran
cerna, obat tersebut mulai masuk ke dalam larutan dari bentuk padatnya.
Kalau tablet tersebut tidak dilapisi polimer, matriks padat juga mengalami
disintegrasi menjadi granul-granul, dan granul-granul ini mengalami
pemecahan menjadi partikel-partikel halus. Disintegrasi, deagregasi dan
disolusi bisa berlangsung secara serentak dengan melepasnya suatu obat dari
bentuk dimana obat tersebut diberikan (Martin, A., et.all.,1993)

Mekanisme disolusi, tidak dipengaruhi oleh kekuatan kimia atau


reaktivitas partikel-partikel padat terlarut ke dalam zat cair, dengan mengalami
dua langkah berturut-turut: (4)

1) Larutan dari zat padat pada permukaan membentuk lapisan tebal yang
tetap atau film disekitar partikel
2) Difusi dari lapisan tersebut pada massa dari zat cair. Langkah pertama,.
larutan berlangsung sangat singkat. Langka kedua, difusi lebih lambat dan
karena itu adalah langkah terakhir.
Adapun mekanisme disolusi dapat digambarkan sebagai berikut :

8
Difusi layer model (theori film)

Pada waktu suatu partikel obat memngalami disolusi, molekul-molekul


obat pada permukaan mula-mula masuk ke dalam larutan menciptakan suatu
lapisan jenuh obat-larutan yang membungkus permukaan partikel obat padat.
Lapisan larutan ini dikenal sebagai lapisan difusi. Dari lapisan difusi ini,
molekul-molekul obat keluar melewati cairan yang melarut dan berhubungan
dengan membrane biologis serta absorbsi terjadi. Jika molekul-molekul obat
terus meninggalkan larutan difusi, molekul-molekul tersebut diganti dengan
obat yang dilarutkan dari permukaan partikel obat dan proses absorbsi tersebut
berlanjut. (Martin, A., et.all.,1993).

Jika proses disolusi untuk suatu partikel obat tertentu adalah cepat, atau
jika obat diberikan sebagai suatu larutan dan tetap ada dalam tubuh seperti itu,
laju obat yang terabsorbsi terutama akan tergantung pada kesanggupannya
menembus menembus pembatas membran. Tetapi, jika laju disolusi untuk
suatu partikel obat lambat, misalnya mungkin karena karakteristik zat obat atau
bentuk dosis yang diberikan , proses disolusinya sendiri akan merupakan tahap
yang menentukan laju dalam proses absorbsi. Perlahan-lahan obat yang larut
tidak hanya bisa diabsorbsi pada suatu laju rendah, obat-obat tersebut mungkin
tidak seluruhnya diabsorbsi atau dalam beberapa hal banyak yang tidak
diabsorbsi setelah pemberian ora, karena batasan waaktu alamiah bahwa obat
bisa tinggal dalam lambung atau saluran usus halus. (Martin, A., et.all.,1993).

Pemikiran awal dilakukannya uji hancurnya tablet didasarkan pada


kenyataan bahwa tablet itu pecah menjadi lebih luas dan akan berhubungan
dengan tersedianya obat di dalam cairan tubuh. Namun sebenarnya uji hancur
hanya waktu yang diperlukan tablet untuk hancur di bawah kondisi yang
ditetapkan dan lewatnya partikel melalui saringan. Uji ini tidak memberi
jaminan bahwa partikel-partilkel tersebut akan melepas bahan obat dalam

9
larutan dengan kecepatan yang seharusnya. Untuk itulah sebabnya uji disolusi
dan ketentuan uji dikembangkan bagi hampir seluruh produk tablet (Martin,
A., et.all.,1993).

2.1.6 Metode Uji Disolusi


Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV pelarutan dapat digunakan dengan
beberapa cara, yaitu :
1. Metode Keranjang (Basket)
Metode keranjang terdiri dari sebuah wadah tertutup yang terbuat
dari kaca atau bahan transparan lain yang inert, suatu motor, suatu batang
logam yang di gerakkan oleh motor dan keranjang berbentuk silinder.
Wadah tercelup sebagian didalam suatu tangas air yang sesuai berukuran
sedemikian sehingga dapat mempertahankan suhu dalam wadah pada 370C
± 0,50C selama pengujian berlangsung dan menjaga agar gerakan air
dalam tangas air halus dan tetap. Wadah disolusi dianjurkan berbentuk
silinder dengan dasar setegah bola, tinggi 160 mm hingga 175 mm,
diameter dalam 98 mm hingga 106 mm dan kapasitas nominal 1000 ml.
Pada bagian atas wadah dapt digunakan suatu tutup yang pas untuk
mencegah penguapan. Batang logam berada pada posisi sedemikian
sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada tiap titik dari sumbu
vertical wadah, berputar dengan halus dan tanpa goyangan yang berarti.
Batas kecepatan yang memungkinkan untuk memilih kecepatan dan
mempertahankan kecepatan seperti yang tertera dalam masing-masing
monografi dalam batas lebih kurang 4% (Dirjen POM,1995).
2. Metode Dayung
Metode dayung terdiri atas suatu dayung yang dilapisi khusus,
yang berfungsi memperkecil turbulensi yang disebabkan oleh pengadukan.
Dayung diikat secara vertikal kesuatu motor yang berputar dengan suatu
kecepatan yang terkendali. Tablet atau kapsul diletakan dalam labu
pelarutan yang beralas bulat yang juga berfungsi untuk memperkecil
turbulensi dari media pelarutan. Alat ditempatkan dalam suatu bak air
yang bersuhu konstan, seperti pada metode basket dipertahankan suhu
pada 370 ± 0,50 C. Posisi dan kesejajaran dayung ditetapkan dalam

10
Farmakope Indonesia. Metode dayung sangat peka terhadap kemiringan
dayung. Pada beberapa produk obat, kesejajaran dayung yang tidak tepat
secara drastis dapat mempengaruhi hasil pelarutan. Standar kalibrasi
pelarutan yang sama digunakan untuk memeriksa peralatan sebelum uji
dilaksanakan (Dirjen POM, 1995).

2.1.7 Macam alat yang digunakan


Macam dan alat yang digunakan untuk uji disolusi dapat mempengaruh
kecepat disolusi. Terdapat tujuh alat disolusi yang dicantumkan pada United
States Of Pharmacopoeia XXXVII (2014) yang tergantung dari bentuk sediaan
obat.

1. Alat disolusi tipe I USP (metode rotating basket)


Alat terdiri dari sebuah wadah tertutup yang terbuat dari kaca atau
bahan transparan dan inert. Metode rotating basket terdiri atas keranjang
silindris yang ditahan oleh tangkai motor. Keranjang menahan cuplikan
dan berputar dalam suatu alat bulat yang berisi medium disolusi.
Keseluruhan labu tercelup kedalam suatu bak yang berisi medium disolusi
dengan suhu konstan 370C ± 0,50C. kecepatan rotasi yang paling umum
digunakan yaitu 100 rpm (Departemen Kesehatan, 2014). Alat disolusi
tipe 1 biasanya digunakan untuk disolusi oral padat.
2. Alat disolusi tipe II USP (metode paddle)
Metode paddle merupakan suatu alat disolusi resmi yang
ditetapkan dalam USP untuk uji disolusi tablet atau kapsul. Metode paddle

11
terdiri atas suatu dayung yang terdiri dari batang dan daun logam yang
merupakan satu kesatuan dapat disalut dengan suatu penyalut inert yang
sesuai (Departemen Kesehatan, 2014). Tablet atau kapsul diletakkan pada
labu disolusi terbuat dari borosilikat dan beralas bulat yang berfungsi
untuk memperkecil turbelensi dari medium disolusi. Alat ditepatkan dalam
suatu bak/ labu medium yang beruhu konstan 370C ± 0,50C. posisi dan
kesejajaran dayung ditetapkan dalam USP. Kesejajaran dayung yang tidak
tepat pada beberapa produk obat secara drastic dapat mempengaruhi hasil
disolusi. Alat ini dapat disertai sinker untuk mencegah tablet mengapung
dan membantu posisi tablet atau kapsul tetap berada dibawah dayung
(Shargel dkk.,2015).
3. Alat disolusi tipe III USP (metode reciprocating cylinder)
Alat terdiri dari rangkaian labu kaca beralas rata berbentuk silinder
yang bergerak bolak-balik. Rangkaian alat terbuat dari bahan yang sesuai,
inert dan tidak mengabsorpsi. Labu yang berisi medium disolusi tercelup
sebagian didalam suatu penangas yang sesuai dengan ukuran sedemikian
sehingga dapat mempertahankan suhu didalam wadah pada 370C ± 0,50C
selama pengujian berlangsung (Departemen Kesehatan,2014). Alat
disolusi tipe III biasanya digunakan untuk sediaan obat dengan pelepasan
termodifikasi.

4. Alat disolusi tipe IV USP (metode flow through cell)


Alat ini merupakan perkembangan dari alat uji disolusi terdahulu,
dimana pada alat uji USP tipe IV senyawa uji dapat diujikan pada medium
dengan berbagai pH dalam sekali waktu uji (Odeku dan Itiola, 2008).
Metode ini terutama digunakan untuk obat-obatan termodifikasi yang
menmgandung zat aktif dengan kelarutan rendah.
Alat disolusi ini terdiri dari sebuah wadah dan sebuah pompa untuk
medium disolusi, sebuah sel yang dapat dialiri dan sebuah tangas air yang
dapat mempertahankan suatu medium disolusi pada 370C ± 0,50C. pompa
mendorong medium disolusi dengan kapasitas aliran antara 240 mL per
jam dan 960 mL, dengan laju aliran baku 4 mL. 8 mL, dan 16 mL per

12
menit. Pada metode flow through cell ini laju aliran dan denyut harus
diperhatikan (Departemen Kesehatan,2014).
5. Alat disolusi tipe V USP (metode paddle over disk)
Alat uji disolusi tipe V sangat cocok digunakan untuk sediaan
transdermal. Pada alat disolusi tipe v menggunakan labu dan dayung
seperti alat disolusi tipe II tetapi dengan penambahan suatu cakram baja
tahan karat untuk menahan sediaan transdermal pada dasar labu. Suhu
dipertahankan pada 370C ± 0,50C dan jarak antara bilah dayung dan
permukaan cakram dipertahankan pada jarak 25 mm ± 2 mm selama
penetapan berlangsung. Cakram diletakkan sedemikian rupa sehingga
permukaan pelepasan sejajar dengan bilah dayung.
6. Alat disolusi tipe VI USP (metode rotating silinder)
Sama dengan alat disolusi tipe V, alat disolusi tipe VI sangat cocok
digunakan untuk sediaan transdermal. Alat disolusi sama seperti alat
disolusi tipe I tetapi keranjang dan tangkai pemutar diganti dengan elemen
pemutar silinder yang terbuat dari baja tahan karet. Suhu dipertahankan
pada suhu 370C ± 0,50C selama penetapan berlangsung.
7. Alat disolusi tipe VII USP (metode reciprocating holer)
Alat uji disolusi tipe VII USP sangat cocok digunakan untuk
sediaan non disintegrating oral modified release atau dapat digunakan
sediaan transdermal. Alat disolusi tipe VII ini terdiri dari suatu rangkaian
wadah volumetric utuk laruan yang sudah dikalibrasi dan terbuat dari kaca
atau bahan inert yang sesuai, sebuah rangkaian motor dan pendorong
untuk menggerakkan system turun naik secara vertical dan mengarahkan
system secara horizontal otomatis ke deret labu yang berbeda jika
diinginkan, dan satu rangkaian penyangga cuplikan yang berbentuk
cakram.
2.1.8 Perbedaan Disolusi dan Difusi
Disolusi merupakan kecepatan zat aktif larut dari suatu bentuk sediaan
utuh/ pecahan/ partikel yang berasal dari bentuk sediaan itu sendiri.
Kecepatan disolusi zat aktif dari keadaan polar atau dari sediaannya
didefinisikan sebagai jumlah zat aktif yang terdisolusi per unit waktu di

13
bawah kondisi antar permukaan padat-cair, suhu dan kompisisi media yang
dibakukan (Shargel, 1988). Disolusi juga didefinisikan sebagai suatu proses
melarutnya zat kimia atausenyawa obat dari sediaan padat ke dalam
suatu medium tertentu. Ujidisolusi berguna untuk mengertahui
seberapa banyak obat yang melarut dalam medium asam atau basa
(lambung dan usus halus). Laju disolusi suatu obat adalah kecepatan
perubahan dari bentuk padatmenjadi terlarut dalam medianya setiap
waktu tertentu. Jadi disolusimenggambarkan kecepatan obat larut
dalam media disolusi. Kecepatandisolusi adalah suatu ukuran yang
menyatakan banyaknya suatu zat terlarut dalam pelarut tertentu setiap satuan
waktu.
Supaya partikel padat terdisolusi maka molekul solut pertama-tamaharus
memisahkan diri dari permukaan padat, kemudian bergerakmenjauhi
permukaan memasuki pelarut. Tergantung pada kedua proses ini dan
bagaimana cara proses transpor berlangsung maka perilakudisolusi
dapatdigambarkan secara fisika. Dari segi kecepatan disolusi yangterlibat
dalamzat murni, ada tiga dasar model fisika yang umum, yaitu:
- Model Lapisan Difusi (Diffusion Layer Model)
Model ini pertama kali diusulkan oleh Nerst dan Brunner.Pada
permukaan padat terdapat satu lapis tipis cairan dengan ketebalan,
merupakan komponen kecepatan negatif dengan arah
yangℓberlawanan dengan permukaan padat. Reaksi pada permukaan
padat-cair berlangsung cepat. Begitu model solut melewati antar muka
“liquidfilm – bulk film”, pencampuran secara cepat akan terjadi dan
gradien konsentrasi akan hilang. Karena itu kecepatan disolusi
ditentukan oleh difusi gerakan Brown dari molekul dalam liguid film.
- Model Barrier Antarmuka (Interfacial Barrier Model).
Model ini menggambarkan reaksi yang terjadi pada permukaanpadat
dan dalam hal ini terjadi difusi sepanjang lapisan tipiscairan.
Sebagai hasilnya, tidak dianggap adanya kesetimbangan padatan-larutan,
dan halini harus dijadikan pegangan dalam membahas modelini. Proses
pada antar muka padat-cair sekarang menjadi pembataskecepatan

14
ditinjau dari proses transpor. Transpor yang relatif cepatterjadi
secara difusi melewatilapisan tipis statis (stagnant).
- Model Dankwert (Dankwert Model)
Model ini beranggapan bahwa transport solut menjauhi
permukaan padat terjadi melalui cara paket makroskopik pelarut
mencapai antar muka padat-cair karena terjadi pusaran difusi secaraacak.
Disolusi suatu sediaan obat akan terjadi pada suatu mukosa untuk
kemudian dilanjutkan ke proses absorpsi. Absorpsi obat setelah penggunaan
melalui mulut dapat terjadi pada rongga mulut dan anus. Umumnya hal
penting yang diharapkan dan sebagian besar contoh adalah semakin
besarabsorbsi maka semakin baik. Maka dari itu peran disolusi
akan mempengaruhi proses absorpsi.
Sedangkan Difusi adalah pergerakan molekul suatu zat secara random
yang menghasilkan pergerakan molekul efektif dari konsentrasi tinggi
kekonsentrasi rendah (Trihandaru, 2012). Difusi juga dapat di artikan sebagai
peristiwa zat yang ada didalam pelarut berpindah atau mengalir, dari bagian
yang memiliki konsentrasi tinggi ke bagian yang memiliki konsentrasi
rendah. Proses difusi akan terus terjadi hingga semua zat tersebar secara
merata dan seimbang. Proses ini terjadi karena adanya pergerakan partikel
suatu zat cair, padat maupun gas.
2.2 Tablet
2.2.1 Definisi Tablet
Tablet adalah sediaan padat, dibuat secara kempa-cetak berbentuk rata
atau cembung rangkap, umumnya bulat, mengandung satu jenis obat atau
lebih dengan atau tanpa zat tambahan. Dalam pembuatan tablet, zat berkhasiat,
zat-zat lain kecuali pelicin dibuat granul (butiran kasar), karena serbuk yang
halus tidak mengisi cetakan tablet dengan baik maka dibuat granul agar
mudah mengalir mengisi cetakan serta menjaga agar tablet tidak retak (Anief,
1994).
Selain mengandung zat aktif, dalam pembuatan tablet diperlukan
bahanbahan tambahan yaitu bahan pengisi, pengikat, penghancur, pelicin dan
pewarna. Bahan tambahan memegang peranan penting dalam pembuatan

15
tablet, di antaranya bahan pengikat. Bahan pengikat dimaksudkan untuk
menjamin penyatuan bersama dari partikel serbuk dalam sebuah butir
granulat. Kompaktibilitas tablet dapat dipengaruhi oleh tekanan kompresi
maupun bahan pengikat. Bahan pengikat yang biasa digunakan adalah gula,
amilum, gelatin, tragakan, povidon (PVP), gom arab dan zat lain yang sesuai
(Voigt, 1984).
Uji disolusi merupakan proses melarutnya suatu zat kimia atau senyawa
obat dari sediaan padat ke dalam suatu medium tertentu. Uji disolusi berguna
untuk mengetahui seberapa banyak obat yang melarut dalam medium asam
atau basa (lambung dan usus halus). Oleh karena kecepatan melarut zat aktif
seringkali 3 menjadi tahap penentu kecepatan untuk proses absorpsi, maka uji
pelarutan (dissolution test) memberikan informasi yang lebih akurat (Ansel,
1989).
2.2.2 Jenis-Jenis Tablet
Menurut Ansel (1989), ada 13 jenis tablet, yaitu:
1. Tablet Kompresi
Yaitu tablet kompresi dibuat dengan sekali tekanan menjadi berbagai
bentuk tablet dan ukuran, biasanya kedalam bahan obatnya diberi
tambahan sejumlah bahan pembantu. Bahan tambahan pembantu pada
tablet kompresi antara lain:
a) Pengencer atau pengisi, yang ditambahkan jika perlu kedalam
formulasi supaya membentuk ukuran tablet yang diinginkan.
b) Pengikat atau perekat, yang membantu pelekatan partikel dalam
formulasi.
c) Penghancur, membantu menghancurkan tablet setelah pemberian
sampai menjadi partikel-partikel yang lebih kecil.
d) Antirekat pelincir atau zat pelincir, yaitu zat yang meningkatkan
aliran bahan memasuki cetakan tablet.
e) Bahan tambahan lain, seperti zat warna dan zat pemberi rasa.
2. Tablet Kompresi Ganda

16
Yaitu tablet kompresi berlapis, dalam pembuatannya memerlukan
lebih dari satu kali tekanan. Hasilnya menjadi tablet dengan beberapa
lapisan atau tablet didalam tablet.
3. Tablet Salut Gula
Tablet kompresi ini mungkin diberi lapisan gula berwarna dan
mungkin juga tidak, lapisan ini larut dalam air dan cepat terurai begitu
ditelan. Gunanya melindungi obat dari udara dan kelembaban atau untuk
menghindari gangguan dalam pemakaiannya akibat rasa dan bau dari
bahan obat. Kerugian dari lapisan gula ini adalah pengolahannya
membutuhkan waktu dan keahlian serta menambah berat serta ukuran
tablet.
4. Tablet Diwarnai Coklat
Yaitu lapisan coklat merupakan hal yang penting dalam sejarah
karena diwaktu itu hanya coklat yang dipakai untuk menyalut dan
mewarnai tablet.

5. Tablet Salut Selaput


Tablet kompresi ini disalut dengan selaput tipis dari polimer yang
larut atau tidak larut dalam air maupun membentuk lapisan yang meliputi
tablet. Kelebihannya ialah lebih tahan lama, bahan yang digunakan lebih
sedikit, dan waktu yang lebih sedikit untuk penggunaannya.
6. Tablet Salut Enterik
Tablet salut enterik adalah tablet yang disalut dengan lapisan yang
tidak melarut dan tidak hancur di lambung tetapi di usus. Gunanya
menghindari
terjadinya iritasi pada lambung.
7. Tablet Sublingual Atau Bukal
Yaitu tablet yang disisipkan di pipi dan di bawah lidah biasanya
berbentuk datar, agar di absorbsi melalui mukosa secara oral. Cara ini
berguna untuk penyerapan obat yang dirusak oleh cairan lambung atau
sedikit sekali diabsorbsi oleh saluran pencernaan.

17
8. Tablet Kunyah
Tablet dikunyah lembut segera hancur ketika dikunyah atau dibiarkan
melarut dalam mulut, menghasilkan dasar seperti krim dari mannitol yang
berasa dan berwarna khusus.
9. Tablet Effervescent
Yaitu tablet berbuih dibuat dengan cara kompresi granul yang
mengandung garam effervescent atau bahan lain yang mampu melepaskan
gas ketika bercampur dengan air.
10. Tablet Triturat
Tablet ini bentuknya kecil dan biasanya silinder, dibuat dengan cetakan
atau dibuat dengan kompresi dan biasanya mengandung sejumlah kecil
obat keras. Tablet triturat harus mudah larut seluruhnya dalam air.
11. Tablet Hipodermik
Yaitu tablet yang dimasukkan di bawah kulit untuk digunakan oleh dokter
dalam membuat larutan parenteral secara mendadak.

12. Tablet Pembagi


Yaitu tablet untuk membuat resep lebih tepat, guna untuk pencampuran,
dan tidak pernah diberikan kepada pasien sebagai tablet itu sendiri. Tablet
ini relatif mengandung sejumlah besar bahan obat keras.
13. Tablet Dengan Penglepasan Terkendali
Yaitu tablet dan kapsul yang penglepasan obatnya secara terkendali.
2.2.3 Tablet Sustained release
Sustained release merupakan bentuk sediaan yang dirancang untuk
melepaskan obatnya ke dalam tubuh secara perlahan-lahan atau bertahap
sehingga pelepasannya lebih lama dan memperpanjang aksi obat (Ansel, Allen
& Popovich, 1999). Secara ideal, produk obat pelepasan terkendali hendaknya
melepaskan obat pada suatu laju yang konstan, atau laju orde nol (Shargel &
Yu, 1999).
Tujuan dasar terapi pada banyak obat adalah untuk mencapai suatu tingkat
mantap dari darah atau jaringan yang secara terapetis efektif dan tidak toksis
untuk suatu periode waktu yang panjang (Lordi, 1986). Beberapa bentuk

18
sediaan padat dirancang untuk melepaskan obatnya ke dalam tubuh agar
diserap secara cepat seluruhnya. Sebaliknya, produk lain dirancang untuk
melepaskan obatnya secara perlahan-lahan supaya penglepasannya lebih lama
dan memperpanjang obatnya (Ansel et al, 1999). Tipe obat tersebut dikenal
dengan tablet atau kapsul extended release, controlled release (penglepasan
terkendali), prolonged release (penglepasan diperpanjang) atau sustained
release (penglepasan diperlambat).
Keterbatasan bentuk sediaan konvensional peroral adalah: melepaskan
secara cepat seluruh kandungan dosis setelah diberikan, konsentrasi obat
dalam plasma dan di tempat aksi mengalami fluktuasi sehingga tidak mungkin
untuk mempertahankan konsentrasi terapetik secara konstan di tempat aksi
selama waktu pengobatan, fluktuasi konsentrasi obat dapat menimbulkan
overdosis atau underdosis jika nilai Cmax dan Cmin melewati jendela
terapetik obat, hal ini dapat dilihat pada Gambar 1. Untuk obat dengan t1/2
pendek membutuhkan frekuensi pemberian lebih sering untuk
mempertahankan konsentrasi obat dalam jendela terapetik, dan frekuensi
pemberian obat yang lebih sering dapat menyebabkan pasien lupa sehingga
dapat menyebabkan kegagalan terapi (Collet and Moreton, 2002).

Kebanyakan bentuk sustained release dirancang supaya pemakaian satu


unit dosis tunggal menyajikan penglepasan sejumlah obat segera setelah
pemakaiannya, secara tepat menghasilkan efek terapeutik yang diinginkan

19
secara berangsur-angsur dan terus-menerus melepaskan sejumlah obat lainnya
untuk 6 memelihara tingkat pengaruhnya selama periode waktu yang
diperpanjang, biasanya 8 sampai 12 jam. Keunggulan tipe bentuk sediaan ini
menghasilkan kadar obat dalam darah yang merata tanpa perlu mengulangi
pemberian unit dosis (Ansel et al, 1999).

2.2.4 Tablet controlled release


Sediaan padat lepas terkendali (controlled release) adalah sediaan berupa
tablet atau kapsul yang bersalut atau tidak bersalut yang mengandung bahan
tambahan tertentu atau disediakan melalui proses tetentu dengan cara terpisah
atau bersamaan yang pelepasan terkendali bertujuan untukmengendalikan
konsentrasi pelepasan bahan obat untuk memperpanjang secara teratur dan
mengefisienkan efek obat.
Secara umum, tujuan dari dosis lepas terkendali ini adalah untuk
mempertahankan tingkat terapeutik darah atau jaringan obat untuk periode
yang diperpanjang, ini biasanya dilakukan dengan mencoba untuk
mendapatkan orde nol rilis atau pelepasan dari bentuk sediaan, orde nol rilis
merupakan pelepasan obat dari bentuk sediaan.
Obat ini melibatkan pertimbangan sifat fisikokimia obat, sifat
farmakokinetik obat, cara pemberian, keadaan penyakit yang harus diobati dan
yang terpenting penempatan obat dan total sediaan yang akan memberikan
hasil yang diinginkan temporal dan spasial pengiriman berpola.

20
BAB III
METODOLOGI
3.1. Alat dan Bahan

Alat Bahan
Gelas Ukur Tablet metformin XR dan IR
alat uji disolusi HCl
Spatel monosodium hidrogen pospat
Pipet tetes Disodium higrogen pospat
Erlemeyer
Spektrofotometri
Beaker Gelas

3.2.Cara Kerja
No Cara Kerja Gambar
1. Dibuat Kurva Kalibrasi dan dicari
lambda maksimum untuk membuat
seri konsentrasi Tablet lepas lambat
(extended release) dan tables lepas
cepat (immediate Release)

2.. Dibuat larutan dapar/ buffer pospat


dengan mencampurkan monosodium
hidrogen pospat dengan disodium
hidrogen pospat kedalam gelas
beaker 1 liter (dibuat dengan 4 gelas
beaker)

21
3. Diukur menggunakan pH meter. Bila
pH kurang dari 7 dapat ditambahkan
NaOH pekat. Bila lebih dari 7 dapat
ditambahkan HCl pekat

4. Diisi wadah alat uji disolusi dengan


larutan dapar/ buffer pospat 3
chamber untuk obat lepas cepat dan 3
chamber untuk obat lepas lambat

5. Kedalamnya dimasukan masing-


masing tablet lepas cepat dan lepas
lambat

6. Dijalankan alat disolusi

7. Tiap 5, 10,20,30, 40,50,60 menit


diambil sampel larutan dapar yang
telah tercamur dengan obat lepas
lambat dan lepas cepat untuk
dianalisis absorbansi dan seri
konsentrasi nya dengan
menggunakan spektrofotometri.
Didapatkan hasil absorbansi dan

22
konsentrasi setelah dilakukan analisis
menggunakan sektrofotometri

23
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

4.1.1. Hasil Tablet Metformin IR

Pengencaran Tablet Metformin LepasCepat (Ir)

Konsentrasi data
Waktu Pengenceran KonsentrasiAsli(ppm) %Disolusi
spektro(ppm)

5 5.74 20x 114.8 20.664

10 5.84 40x 233.6 42.2776

20 5.25 80x 420 76.2968

30 6.71 80x 536.8 98.1608

40 6.51 80x 520.8 96.3544

50 6.52 80x 521.6 97.54

60 3.47 100x 347 67.1552

4.1.2. Perhitungan % Disolusi Tablet Metformin IR

 Menghitung konsentrasi asli

= Konsentrasi data spektro x pengenceran

Konsentrasi data
Waktu Pengenceran KonsentrasiAsli(ppm)
spektro (ppm)

5 5.74 20x 5.74 x 20 = 114.8

10 5.84 40x 5.84 x 40 = 233.6

24
20 5.25 80x 5.25 x 80 = 420

30 6.71 80x 6.71 x 80 = 536.8

40 6.51 80x 6.51 x 80 = 520.8

50 6.52 80x 6.52 x 80 = 521.6

60 3.47 100x 3.47 x 100 = 347

 Menghitung faktor koreksi

= Konsentrasiasli x volume sampling

Dik: Volume sampling = 10 ml

Waktu KonsentrasiAsli (ppm) FaktorKoreksi

5 114.8 114.8 x 10 = 1148 µg =1.148 mg

10 233.6 233.6 x 10 = 2336 µg = 2.336 mg

20 420 420 x 10 = 4200 µg = 4.2 mg

30 536.8 536.8 x 10 = 5368 µg = 5.368 mg

40 520.8 520.8 x 10 = 5208 µg = 5.208 mg

50 521.6 521.6 x 10 = 5216 µg = 5.216 mg

60 347 347 x 10 = 3470 µg = 3.47 mg

25
 Menghitung % disolusi

𝐴
%Disolusi = 𝑥 100%
𝐽𝑚𝑙 𝑧𝑎𝑡 𝑎𝑘𝑡𝑖𝑓

Dimana:

*Jmlzataktif = 500 mg

A= Konsentrasiasli x jml medium dapar

*Jml medium dapar = 900 ml

*A perluditambahFaktorKoreksidarikonsentrasisebelumnya

26
Waktu % Disolusi

5 A= 114.8 µg/ml x 900 ml= 103320 µg

A= 103.32 mg

103.32 𝑚𝑔
%D= 𝑥 100%= 20.664%
500 𝑚𝑔

10 A= 233.6 µg/ml x 900 ml= 210240 µg

A= 210.24 mg

(210.24mg+1.148 mg)
%D= 𝑥 100%= 42.2776%
500 𝑚𝑔

20 A= 420 µg/ml x 900 ml= 378000 µg

A= 378 mg

(378𝑚𝑔+1.148𝑚𝑔+2.336𝑚𝑔)
%D= 𝑥 100%= 76.2968%
500 𝑚𝑔

30 A= 536.8 µg/ml x 900 ml= 483120 µg

A= 483.12 mg

(483.12𝑚𝑔+1.148𝑚𝑔+2.336𝑚𝑔+4.2𝑚𝑔)
%D= 𝑥 100%= 98.1608%
500 𝑚𝑔

40 A= 520.8 µg/ml x 900 ml= 468720 µg

A= 468.72 mg

(468.72mg+1.148𝑚𝑔+2.336𝑚𝑔+4.2𝑚𝑔+5.36𝑚𝑔)
%D= 𝑥 100%= 96.3544%
500 𝑚𝑔

50 A= 521.6 µg/ml x 900 ml= 469440 µg

A= 469.44 mg

(469.44mg+1.148𝑚𝑔+2.336𝑚𝑔+4.2𝑚𝑔+5.36𝑚𝑔+5.2𝑚𝑔)
%D= 𝑥 100%=97.54%
500 𝑚𝑔

60 347 µg/ml x 900 ml= 312300 µg

27
A= 312.3mg

(312.3 𝑚𝑔+1.148𝑚𝑔+2.336𝑚𝑔+4.2𝑚𝑔+5.36𝑚𝑔+5.2𝑚𝑔+5.2𝑚𝑔)
%D= 𝑥 100%=
500 𝑚𝑔

67.1552%

4.1.3. Hasil Tablet Metformin XR

Pengencaran Tablet Metformin Lepas Lambat (Xr)

Konsentrasi data Konsentrasi Asli


Waktu Pengenceran %Disolusi
spektro (ppm) (ppm)

5 2.75 10x 27.5 4.95

10 3.8 10x 38 6.895

20 6.24 10x 62.4 11.363

30 7.62 10x 76.2 13.9718

40 9 10x 90 16.6082

50 5.33 20x 106.6 19.7762

60 5.8 20x 116 21.6814

4.1.4. Perhitungan %Disolusi Tablet Metformin XR

 Menghitung konsentrasi asli

= Konsentrasi data spektro x pengenceran

28
Konsentrasi data
Waktu Pengenceran Konsentrasi Asli (ppm)
spektro(ppm)

5 2.75 10x 2.75 x10 = 27.5

10 3.8 10x 3.8 x10 = 38

20 6.24 10x 6.24 x10 = 62.4

30 7.62 10x 7.62 x10 = 76.2

40 9 10x 9 x10 = 90

50 5.33 20x 5.33 x 20 = 106.6

60 5.8 20x 5.8 x 20 = 116

 Menghitung factor koreksi


= Konsentrasiasli x volume sampling

Dik: Volume sampling = 10 ml

Waktu Konsentrasi Asli (ppm) Faktor Koreksi

5 27.5 27.5 x 10 = 275 µg =0.275 mg

10 38 38 x 10 = 380 µg =0.38 mg

20 62.4 62.4 x 10 = 624 µg =0.624 mg

30 76.2 76.2 x 10 = 762 µg =0.672 mg

40 90 90 x 10 = 900 µg =0.9 mg

50 106.6 106.6 x 10 =1066 µg =1.066 mg

29
60 116 116 x 10 = 1160 µg =1.16 mg

 Menghitung % disolusi

𝐴
%Disolusi = 𝑥 100%
𝐽𝑚𝑙 𝑧𝑎𝑡 𝑎𝑘𝑡𝑖𝑓

Dimana:

*Jmlzataktif = 500 mg

A= Konsentrasiasli x jml medium dapar

*Jml medium dapar = 900 ml

*A perluditambahFaktorKoreksidarikonsentrasisebelumnya

30
Waktu % Disolusi

5 A= 27.5 µg/ml x 900 ml= 24750 µg

A= 24.75 mg

24.75mg
%D= 𝑥 100% = 4.95%
500𝑚𝑔

10 A= 38 µg/ml x 900 ml= 34200 µg

A= 34.2 mg

(34.2 mg+0.275 mg)


%D= 𝑥 100% = 6.895%
500𝑚𝑔

20 A= 62.4 µg/ml x 900 ml= 56160 µg

A= 56.16 mg

(56.16 mg +0.275 mg + 0.38 mg)


%D= 𝑥 100% =11.363%
500𝑚𝑔

30 A=76.2 µg/ml x 900 ml= 68580 µg

A=68.58 mg

( 68.58 mg + 0.275 mg + 0.38 mg+0.624mg)


%D= 𝑥 100% =13.9718%
500𝑚𝑔

40 A= 90 µg/ml x 900 ml= 81000 µg

A= 81 mg

31
(81 mg + 0.275 mg + 0.38 mg+0.624mg+0.762 mg)
%D= 𝑥 100% =
500𝑚𝑔

16.6082%

50 A= 106.6 µg/ml x 900 ml= 95940 µg

A= 95.94 mg

( 95.94 mg + 0.275 mg + 0.38 mg+0.624mg+0.762 mg+0.9 mg)


%D= 𝑥 100%
500𝑚𝑔

=19.7762%

60 A= 116 µg/ml x 900 ml= 104400 µg

A= 104.4 mg

%D=
( 104.4 mg + 0.275 mg + 0.38 mg+0.624mg+0.762mg+0.9mg+1.06mg)
𝑥 100%
500𝑚𝑔

=21.6814%

4.1.5. Kurva Disolusi Tablet Metformin IR dan XR

Dari data-data yang telah dicari diatas, maka untuk dibuat kurva dengan
memplotkan % Disolusi pada sumbu y danWaktu (menit) pada sumbu x.

Berikut kurva dari masing-masing tablet :

32
Kurva %Disolusi Tablet Metformin IR
120

100 98.1608 96.3544 97.54

80 76.2968
% Disolusi 60
67.1552

40 42.2776

20 20.664

0 0
0 10 20 30 40 50 60 70
Waktu (Menit)

Kurva %Disolusi Tablet Metformin XR


25
21.6814
20 19.7762
16.6082
% Disolusi

15
13.9718
11.363
10
6.895
5 4.95

0 0
0 10 20 30 40 50 60 70
Waktu (Menit)

4.2. Pembahasan

Suatu obat yang di minum secara oral akan melalui tiga fase: fase
farmasetik (disolusi), farmakokinetik, dan farmakodinamik, agar kerja obat dapat
terjadi. Dalam fase farmasetik, obat berubah menjadi larutan sehingga dapat
menembus membrane biologis, proses ini di sebut disolusi. Jadi, disolusi adalah
suatu proses perpindahan molekul zat dari dalam bentuk padat ke dalam bentuk
cairan (proses melarutnya suatu obat) (Shargel, 1998)

Disolusi obat merupakan proses ketika molekul obat dibebaskan dari fase
padat dan masuk ke dalam fase larutan atau proses pelarutan senyawa aktif dari
bentuk sediaan padat ke dalam media pelarut (Ansel, 1985).

33
Disolusi berguna sebagai prediksi awal untuk mengetahui absorpsi suatu
obat dan tahap penentu bagi zat aktif yang sukar larut. Disolusi dapat
mengakibatkan perbedaan aktivitas biologi dari suatu zat obat mungkin
diakibatkan oleh laju dimana obat menjadi tersedia untuk diserap
tubuh.Sedangkan laju disolusi adalah jumlah zat aktif yang dapat larut dalam
waktu tertentu pada kondsisi antar permukaan cair- padat, suhu dan komposisi
media yang dibakukan. Tetapan laju disolusi merupakan suatu besaran yang
menunjukkan jumlah bagian senyawa obat yang larut dalam media per satuan
waktu (Shargel,1998)

Uji disolusi digunakan untuk menentukan kesesuaian dengan persyaratan


disolusi yang tertera dalam masing masing monografi untuk sediaan tablet dan
kapsul, kecuali pada etiket dinyatakan bahwa tablet harus dikunyah. Persyaratan
disolusi ini tidak berlaku untuk kapsul gelatin lunak, kecuali bila dinyatakan
dalam masing masing monografi. Bila dalam etiket dinyatakan bahwa sediaan
bersalut enterik, sedangkan dalam masing masing monografi, uji disolusi atau uji
waktu hancur tidak secara khusus dinyatakan untuk sediaan bersalut enteric, maka
digunakan cara pengujian untuk sediaan lepas lambat, seperti yang tertera pada
Uji Pelepasan Obat, kecuali dinyatakan lain dalam masing masing monografi.
(Anonim, 1995)

Uji disolusi yang diterapkan pada sediaan obat bertujuan untuk mengukur
serta mengetahui jumlah zat aktif yang terlarut dalam media pelarut yang
diketahui volumenya pada waktu dan suhu tertentu, menggunakan alat tertentu
yang didesain untuk uji parameter disolusi. Uji disolusi digunakan untuk berbagai
alasan dalam industri; dalam pengembangan produk baru, untuk pengawasan
mutu, dan untuk membantu menentukan kesetaraan hayati. Perkembangan
regulasi terbaru, seperti skema klasifikasi biofarmasetika, telah menegaskan
pentingnya disolusi dalam peraturan tentang per ubahan setelah mendapat izin dan
memperkenalkan kemungkinan mengganti uji klinis dengan uji disolusi dalam
kasus-kasus tertentu (Dressman dkk, 1998)

Pada praktikum kali ini dilakukan uji disolusi pada sediaan tablet
Metformin IR (immediate release/lepas cepat) dan tablet Metformin XR (extended

34
release/lepas lambat). Metformin. Perbedaan tablet Metformin IR dan XR yakni
ada pada segi waktu disolusi dimana untuk Metformin IR dalam waktu 30 menit
harus larut tidak kurang dari 80% C4H11N5.HCl (Metformin) dalam medium
dapar fosfat, dari jumlah yang tertera pada etiket (digunakan metformin 500 mg)
(FI V, 2014). Sedangkan untuk metformin XR dalam USP 32 dijelaskan bahwa
presentase metformin yang terdisolusi haruslah ≥ 85% setelah 12 jam dalam
medium dapar fosfat (USP 32).

Untuk memulai uji disolusi, dimulai dengan pembuatan Kurva Kalibrasi


dan dicari lambda maksimum untuk membuat seri konsentrasi Tablet lepas lambat
(sustained release) dan tables lepas cepat (immediate Release). Kemudian dibuat
media disolusi. Media disolusi menggambarkan keadaan patofisiologi dimana
obat tersebut akan beraksi. metformin merupakan obat yang bekerja di usus
oleh karena itu media disolusi menggunakan cairan usus simulasi (simulated
intestinal fluid, SIF) dijelaskan dalam USP 26, merupakan larutan dapar 0,05 M
yang mengandung kalium dihidrogen fosfat. pH dapar ini adalah 6,8 dan berada
dalam kisaran pH usus normal.

Media disolusi yang digunakan dalam praktikum ini adalah dapar fosfat
yang berupa campuran monosodium hidrogen pospat dengan disodium hidrogen
pospat, pada praktikum kali ini dibuat larutan dapar fosfat sebanyak 1 liter.
Kemudaian dilakukan pengujian disolusi, diisi wadah alat uji disolusi dengan
larutan dapar/ buffer pospat 3 chamber untuk obat lepas cepat dan 3 chamber
untuk obat lepas lambat, kedalamnya dimasukan masing-masing tablet lepas cepat
dan lepas lambat, dan lakukan uji disolusi dengan pengaturan temperatur 37˚C ±
0.5˚C dan kecepatan pengadukan 100 rpm. Tiap 5, 10,20,30, 40,50,60 menit
diambil sampel larutan dapar yang telah tercamur dengan obat lepas lambat dan
lepas cepat untuk dianalisis absorbansi dan seri konsentrasi nya dengan
menggunakan spektrofotometri. Didapatkan hasil absorbansi dan konsentrasi
setelah dilakukan analisis menggunakan spektrofotometri

Setelah dilakukan pengujian didapat hasil % disolusi dari Metformin IR


dan XR dimana dalam nilai disolusi Metformin IR pada menit 30 sebesar 98,16 %
sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa sedian Metformin IR 500 mg

35
nilai disolusinya pada waktu 30 menit harus larut tidak kurang dari 80% (FI V,
2014). Sementara pada tablet Metformin XR kita masih belum dapat memastikan
karena waktu pengujian yang kurang dari waktu yang tercantum di literatur
dimana dalam USP 32 dijelaskan bahwa nilai disolusi Metformin XR pada waktu
setelah 12 jam harus sebesar >85% dimana pengujian kita hanya selama 1 jam dan
didapat nilai % disolusinya sebesar 21%, butuh pengujian lebih lama lagi untuk
memastikan nilai % disolusi untuk Metformin XR ini

Untuk % disolusi Metformin IR jika dibandingkan dengan jurnal yang telah ada
sendiri didapat pada kurva berikut

Kurva %Disolusi Tablet Metformin IR


120

100 98.1608 96.3544 97.54


80 76.2968
% Disolusi

67.1552
60

40 42.2776

20 20.664

0 0
0 10 20 30 40 50 60 70
Waktu (Menit)

36
Kurva %Disolusi Tablet Metformin XR
25
21.6814
20 19.7762
16.6082
% Disolusi

15
13.9718
11.363
10
6.895
5 4.95

0 0
0 10 20 30 40 50 60 70
Waktu (Menit)

Dari kedua kurva diatas dapat dilihat bahwa dioslusi hasil pengujian pada
menit awal sesuai dengan jurnal (Sari, Saifullah, dan Okti. 2013) dimana pada
menit-menit awal obat terdisolusi dengan baik dan cepat dengan obat saat tersebut
sedang mengalami fase disintegrasi dan disolusi.

Namun berbeda pada di menit-menit akhir dimana kurva Metformin IR


pengujian mengalami fluktuasi pada menit 30-40-50 Hal ini dapat terjadi akibat
kesalahan dalam pengenceran ataupun pengembalian medium setelah diambil

37
sampel, karena obat selalu diambil saat telah mencapai %terdisolusi 98% dan
medium selalu diganti sesuai sample, menyebabkan konsentrasi obat yang sudah
terdisolusi nyaris seluruhnya menjadi sedikit akibat sampling dan tidak adanya
lagi obat yang terdisolusi.

Sedangkan untuk kurva disolusi Metformin XR dibandingkan dengan


kurva Metformin XR pada jurnal sendiri dapat dilihat pada kedua kura dibawah
ini

Pada kurva disolusi Metformin XR jurnal Nanjwade, Mhase dan Manvi.


2011 dapat dilihat dimana pengujiannya dilakukan selama waktu 12 jam dan
pengujian saat praktikum kita hanya selama waktu 1 jam. Kurva Metformin XR
pada jurnal saat waktu 0 sampai jam ke-1 menglami kenaikan dimana hal ini
sesuai dengan kurva pengujian Metformin XR praktikum yang juga dalam waktu
0 sampai 1 juga mengalami kemaikan.

Selain itu dalam USP 32 ditulis bahwa nilai % disolusi Metformin XR


pada waktu setelah 1 jam yakni sebesar 20-40%

38
Hal ini juga sesuai dimana didapat hasil nilai % disolusi praktikum untuk
Metformin XR ini pada waktu 1 jam sebesar 21 %, masuk rentang nilai standar di
USP 32 yakni 20-40%. Dengan demikian bila dibanding dengan harga %
terdisolusi praktikum pada menit ke 60 yang mana adalah 21% maka masuk
kedalam range persyaratan USP untuk Metformin extended release yamg
mengharuskan tablet MXR terdisolusi 20%-40% pada 60 menit pertamanya

39
BAB 5

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

 Uji disolusi yang diterapkan pada sediaan obat bertujuan untuk mengukur
serta mengetahui jumlah zat aktif yang terlarut dalam media pelarut yang
diketahui volumenya pada waktu dan suhu tertentu, menggunakan alat
tertentu yang didesain untuk uji parameter disolusi
 Sampel yang digunakan pada praktikum ini yakni Metformin immediate
release (IR) dan Metformin extended release (XR)
 Pada Metformin IR nilai % dioslusi sesaui dengan literature yang ada
yakni 98,16 % pada waktu menit ke-30 dimana dalam Farmakope
Indonesia V tahun 2014 dijelaskan bahwa nilai disolusi Metformin IR
setelah 30 menit harus larut tidak kurang dari 80%. Namun kurva pada
praktikum sedikit tidak sesuai dimana di menit-menit akhir (menit 30-40-
50) menglami fluktuasi yang disebabkan oleh beberapa hal seperti faktor
pengenceran ataupun kurang tepat saat pengambilan sampel uji dari
praktikan
 Sedangkan pada Metformin XR didapat nilai % disolusi pada menit ke 60
sesuai dengan literatur yang tercantum dalam USP yakni 20-40% dimana
hasil nilai % disolusi praktikum sebesar 21%.

5.2. Saran

 Perlu diperhatikan ketelitian saat pengenceran sampel maupun


pengambilan sampel saat uji agar tidak menghasilkan hasil yang kurang
sesuai dengan teori yang ada di literatur

40
DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. 1994. Farmasetika. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta


Ansel, 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Terjemahan: Farida Ibrahim,
Edisi 4,UI Press: Jakarta.
Ansel, H.C., Allen, L.V., dan M. Vlachou., 1999, Pharmaceutical Dossage Forms
and Drug Delivery System, Leipincott Williams and Wilkins, Philadelphia.
Ansel. 1985. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. UI Press: Jakarta

Ansel. 2008. Pengantar Sediaan Farmasi Jakarta: UI Press

Collett, J., and Moreton, C., 2002, Modified – release Peroral Dosage Form,
dalam Aulton, M. E., Pharmaceutics: The Science Of Dosage Form Design,
Edisi II, Churchill Livingstone, Edinburg – Londion – New York –
Philadelphia – St Louis Sydney – Toronto, 289-305
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Farmakope Indonesia edisi V.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Dirjen POM Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995). Farmakope


Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Dressman dkk, 1998,Dissolution testing as a prognostic tool for oral drug
absorption: immediate release dosage forms

Isnawati, A., 2003, Profil Disolusi dan Penetapan Kadar Tablet Kotrimoksazol
Generic Berlogo dan Tablet Dengan Nama Dagang, Media Litbang
Kesehatan ; XIII (2): 21.
Kemenkes RI. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2014. Jakarta : Kemenkes RI;
2015.
Lachman, Leon, 1994, Teori dan Praktek Farmasi Industri II,
Universitas Indonesia Press, Jakarta

Lordi, N.G. Sustained Release Dosage Form. Dalam: Lachman, Leon, Herbert A.
Lieberman, dan joseph L. kanig. The Theory and Practice of Industrial
Pharmacy. Lea & Febringer, Philadelphia.1986: 314-320, 430-431
Martin, Alfred, 1993. Farmasi Fisik. Universitas Indonesia Press: Jakarta

41
Nanjwade , Basavaraj K., Sunil R Mhase dan FV Manvi. 2011. Formulation of
Extended-Release Metformin Hydrochloride Matrix Tablets. Nigeria:
Tropical Journal of Pharmaceutical Research August 2011; 10 (4): 375-383
© Pharmacotherapy Group

PENINGKATAN LAJU DISOLUSI TABLET PIROKSIKAM


MENGGUNAKAN POLISORBAT 80. Available from:
https://www.researchgate.net/publication/276412141_PENINGKATAN_L
AJU_DISOLUSI_TABLET_PIROKSIKAM_MENGGUNAKAN_POLISO
RBAT_80 [accessed Oct 05 2018].
Sari, Devia Permata., T.N. Saifullah Sulaiman dan Okti Ratna Mafruhah. 2013.
Uji Disolusi Terbanding Tablet Metformin Hidroklorida Generik Berlogo
Dan Bermerek. Yogyakarta: Majalah Farmasuetik, Vol. 9 No. 1 Tahun
2013.

Shargel, L. & Yu, A.B.C., 1999, Applied Biopharmaceutics and


Pharmacokinetics, 4 th Ed., 223-280, McGraw-Hill, United States of
America.
Shargel, L., and Kanfer, I. (2005), Generic Drug Product development : solid Oral
Dossage Form, Marcel Dekker Inc, New York.
Shargel. 1998. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Airlangga
University Press. Surabaya

Syukri, 2002, Biofarmasetika, UII Press, Yogyakarta, 36-37,65,71-73


Voigt, 1984, Buku Ajar Teknologi Farmasi, Terjemahan Soewandhi, S.N. (5th
ed.), UGM Press: Yogyakarta, 561, 564, 577, 581.

42

Anda mungkin juga menyukai