Anda di halaman 1dari 72

Gertakan sambal adalah istilah yang biasa kita pakai untuk menilai suatu

ancaman yang hanya omdo, alias omong doang. Nah, Wuling Cortez ini sekilas
mirip gertak sambal, dan SGMW Indonesia adalah orang yang membuat gertak
sambal ini. Itu kan kalau dilihat, coba dicicipi dulu, apa ini memang gertak
sambal atau memang ancaman serius bagi kontestan lain untuk merebut hati
konsumen mobil keluarga di Indonesia?

Eksterior

Wuling Cortez sendiri aslinya bernama Baojun 730, dan ia hadir di sini untuk
disandingkan dengan… Well, kalau mau maksa sih, dengan Toyota Kijang
Innova, tapi rasanya ia lebih cocok disandingkan dengan Chevrolet Orlando. Toh
mereka sama-sama 1.800 cc, sama-sama FWD dan sama-sama MPV 3 baris.
Pertama kali melihat si Wuling Cortez ini, kami langsung menangkap kesan
kalau ia lebih sedap dilihat daripada Confero yang mirip akuarium beroda.
Bagus, tapi rasanya sedikit kurang original. Kami melihat seolah ada peleburan
antara Chrysler Pacifica dan VW Touran di Wuling Cortez ini. Detail ala VW pun
ada, contohnya gril yang lis chrome bagian atasnya dibuat segaris dengan
desain lampu depannya. Lis chrome di dekat DRL dan foglamp juga mirip VW
Tiguan, begitu juga dengan desain lampu depannya. Oh iya, dari depan saja
sudah ketahuan lho fiturnya apa saja.
Beberapa titik sensor parkir depan, lampu depan full LED – ada projector, ada
fitur follow me home, bahkan lampu sein pun LED – dan LED DRL sudah jadi
standar. LED DRL Cortez akan bekerja bergantian dengan lampu kabutnya, jadi
kalau lampu kabutnya nyala, DRL LED-nya mati, demikian juga sebaliknya.
Bagus, soalnya kalau nyala semua bakal norak kayak bus pantura. Gril Wuling
Cortez benar-benar berlubang di atas dan bawahnya, bukan seperti hot
hatchback 1 M yang pakai cetakan waffle.

Tapi kala dilihat dari jarak yang benar-benar dekat, celah antar bumper depan
dan fender tidak begitu konsisten, ada renggang di satu bagian dan rapat di
bagian lain. Masih bisa diperbaiki, mengingat mobilnya sendiri baru resmi
diperkenalkan dan dijual kuartal pertama tahun depan. Seperti Confero, Wuling
Cortez punya beberapa panel plastik hitam di eksterior untuk menambah kesan
gagah ala crossover.

Pelek Wuling Cortez punya desain yang bagus, sudah dipercantik dengan
penggunaan two tone. Ban yang membungkusnya adalah Goodyear Assurance
berukuran 205/55 R16. Sedikit saran, sepertinya pelek 17 inci akan lebih cocok
di mobil ini supaya tidak “kebanting” dengan bodi Cortez yang kotak dan besar.
Sisi baiknya, keempat remnya sudah cakram dan komplit dengan adanya ABS,
EBD, BA, hill start assist dan brake hold. Wedeehh… Sudah ada brake hold lho.
Hanya saja jika anda meneliti handle pintunya, maka anda tak akan
menemukan smart entry di mobil ini. Tombol start/stop engine pun tidak ada,
sebab anak kuncinya masih flip key biasa. Uniknya, jika mobil terkunci lalu kita
menahan tombol unlock beberapa detik, spionnya yang tadi terlipat akan
terbuka, diikuti dengan semua kaca – jendela depan, jendela baris kedua
dan sunroof – membuka untuk membuat udara panas dalam mobil keluar.
Eh, ada sunroof? Ya, benar, Wuling Cortez yang kami tes ini sudah
dilengkapi sunroof elektrik yang bisa dibuka dan ditutup dengan tombol. Gokil ya,
mobil lain belum tentu kepikiran ngasih beginian. Roof rail di atapnya sudah
standar, begitu juga dengan antena shark fin di belakang. Beralih ke belakang,
sayang kalau kaca belakang yang besar ini tidak punya defogger sama sekali.
Sayang, padahal di depannya ada.
Berita baiknya, di belakang ini juga kelihatan banyak fitur lainnya. Desain lampu
belakangnya mirip dengan Audi Q7 lawas, dan ia juga sudah full LED. Lampu
rem, lampu sein, bahkan lampu mundurnya pun LED lho! Keren kan? Sudah
begitu, ia ada lampu kabut di bumper belakang dan lampu tambahan yang akan
nyala kala pintu bagasi diangkat, tujuannya untuk menjadi penanda bagi mobil
lain saat gelap, jadi tidak nyelonong dan nabrak. Jarang-jarang merek China
mikirin safety.
Ada sensor parkir 4 titik plus kamera parkir dengan garis pemandu yang turut
berbelok saat setir diputar. Sesuatu yang cukup wah, mengingat SUV ladder
frame pujaan para OKB saja tidak segitunya kamera mundurnya. Sayang, fit and
finish bumper belakang masih agak sedikit kurang konsisten, terlihat dari
kerapatan celah yang berbeda. Jika anda sempat “ngolong”, anda akan
menemukan ban serep full size dengan pelek kaleng.
Interior

Buka pintu Wuling Cortez, maka interior yang terkesan wah akan langsung
menyambut. Bahannya memang plastik, dan built quality-nya lumayan. Ada
beberapa sektor yang kurang seperti plastik dekat pedal dan tempat
penyimpanan dekat persneling, tapi ini minor kok. Dashboard bagian atas adalah
plastik dilapis kulit sintetis dengan jahitan asli, sementara di tengahnya ada
lapisan kayu artifisial dan yang bagus, tidak mengkilap dan kesan mahalnya
dapat, diimbuhi sedikit panel black piano.
Bahan-bahan itu berlanjut ke pintu, di mana kita bisa menjumpai tombol
pelipatan dan pengaturan spion, central door lock dan power window dengan
mode auto up/down khusus pengemudi. Kantong di pintunya lumayan praktis,
dan ada jok elektrik khusus buat penumpang depan. Iya, serius, penumpang
depan dan pengemudi dapat jok elektrik lho, tapi yang bisa mengatur tinggi-
rendah jok hanya pengemudi, penumpang hanya bisa mengatur sliding dan
reclining.

Sayang, tombol jok elektriknya terasa murah saat dipegang dan pengaturan
ketinggiannya hanya bisa mengatur bagian belakang jok, bagian sandaran
pantat, sementara bagian depan yang jadi sandaran paha tidak bisa diatur tinggi
rendahnya. Setirnya pun hanya bisa tilttanpa telescopic, dan posisi
mengemudinya terasa commanding alias agak tinggi, tapi tidak terlalu
ergonomis. Untung joknya sudah kulit dan bahannya tebal.

Di sisi kanan pengemudi, ada tombol-tombol untuk mematikan stability


control (Ya, ada ESC), mengatur pencahayaan panel instrumen serta
tombol manual leveling untuk mengatur tinggi-rendahnya sorot lampu depan.
Setir Wuling Cortez desainnya mirip Confero, bahan kulitnya agak keras namun
desainnya lumayan keren dengan flat-bottomed steering wheel. D*mn, mobil
keluarga saja pakai setir flat-bottomed.
Ada tombol-tombol di setirnya, sebelah kiri untuk mengatur head unit sementara
sebelah kanan untuk mengatur MID dan fungsi telepon. Di baliknya, kita akan
menemukan tuas lampu dan wiper dan dua-duanya sudah punya
mode auto. Ya, auto headlamp dan auto wiper, cucok kan? Meteran bensin dan
suhu mesinnya digital dan tampilannya mirip Mercedes Benz C-Class. Apa?
Anda rasa kami berlebihan? Tidak, mobil ini yang overkill.
Kami tidak suka MID Confero karena pemilihan font dan ikonnya murahan sekali,
namun kami suka MID milik Wuling Cortez. Selain ia punya resolusi yang bagus,
pemilihan font serta ikon tiap fitur terasa berkelas, tidak terlihat seperti Confero
yang kentara banget mobcin-nya. Jika di Confero kita dapat pemantau tekanan
ban, maka di Cortez kita dapat fitur pemantau tekanan dan suhu ban. Wah, ada
suhunya segala, ini gokil sih.
Kembali, kami kaget bagaimana mobil China seperti Wuling bisa peduli akan fitur
keselamatan. Contoh pertama, mobil ini punya sensor berat dan sensor sabuk
pengaman di ketujuh joknya. Jika tidak ada yang duduk, sensor di MID-nya
berwarna abu-abu. Jika ada yang duduk tapi tidak pakai sabuk pengaman,
sensor akan menyala merah. Jika ada yang duduk dan sudah pakai sabuk,
sensor kembali jadi abu-abu. Sekali lagi, sensor ini ada di semua kursi, bukan di
depan doang.
Fitur keselamatan kedua adalah alarm pengemudi. Pada MID-nya, kita bisa atur
mau kapan alarmnya muncul, apakah itu 30 menit setelah kita nyetir, 1 jam
setelah kita nyetir, 1,5 jam, 2 jam setelah nyetir atau seterusnya. Misalnya kita
set 1 jam, maka akan muncul alarm untuk mengingatkan kita beristirahat setelah
1 jam berkendara. Memang belum secanggih fatigue sensor milik Mercedes
yang bisa mengenali ekspresi muka yang lelah, tapi wow, ini saja sudah cukup
wah untuk seekor mobcin.

Lanjut lagi, di MID-nya kita bisa melihat media apa yang sedang dimainkan
di head unit dan navigasi GPS, namun kita tidak bisa mengatur navigasi via
tombol di setir. Kalau di malam hari, ambient light warna biru muda akan
berpendar cantik kala lampu mobil dinyalakan. Ambient light-nya tidak sampai ke
atap seperti Innova, melainkan di sekitar ruang kaki dan bagian dalam cup
holder. Serius, sampai cup holder saja ada ambient light-nya. Oh ya, lampu
kabin Cortez tidak menyala kuning, tapi putih.
Ada vanity mirror di balik kedua sunvisor Wuling Cortez, tapi sayang tidak ada
lampunya. Nah, di dekat spion tengah cembungnya, ada tombol buat membuka
dan menutup sunroof. Setelah KIA Rio, jarang kami lihat mobil kelas rakyat jelata
ada sunroof lagi, terakhir ya si Wuling Cortez ini. Kami suka desain head
unit Wuling Cortez, berdiri tegak macam tablet dan mirip dengan mobil Jerman.
Jauh lebih mendingan daripada head unit floating milik Jazz, HR-V dan City yang
jelek tampilannya.
Menu head unit ini tampilannya mirip Start Menu Windows 8, dan layar
sentuhnya cukup responsif namun ia sangat lemot saat masuk ke fungsi
navigasi. Uniknya, coba masuk ke bagian pengaturan suara mobil ini dan anda
akan menemukan pilihan mode “Yamaha”. D*mn,kesal sekali rasanya kalau tata
suara mobil ini turut disetel oleh Yamaha sementara mobil lain sekelasnya tata
suaranya hanya disetel oleh Yakalelelelele.
Head unit Wuling Cortez sudah bisa
melakukan mirroring dengan smartphone, membaca SD Card, USB, koneksi
Bluetooth dan AUX. Sama seperti Confero, Wuling Cortez punya jam analog
dengan desain yang sedikit mengotak dan lebih mewah. Untuk mengatur
jamnya, tinggal pencet 2 tombol yang desainnya selaras dengan frame bagian
bawah jam analognya. Lihat bagian yang ada celah itu, itu tombolnya. Oh ya,
Wuling Cortez punya 4 airbag, terdiri dari 2 depan dan 2 samping, tapi
bukan airbag tirai.

Berlanjut ke bawah, anda mengira panel ini benar-benar piano black gloss untuk
hiasan saja kan? Salah. Putar kenop AC bagian kiri, dan voila, display hitam itu
langsung nyala jadi layar info AC. Sedap! Saat AC mati ia menyamar cantik jadi
hiasan dan saat AC hidup ia langsung melakukan tugasnya. Kalau boleh jujur,
kami malah lebih suka kenop AC model begini daripada model touch yang susah
dioperasikan. Model putar atau tekan lebih intuitif daripada model sentuh.

Kecepatan hembusan AC dan suhu langsung ditampilkan di dalam kenop


putarnya, mirip mobil-mobil Audi (maaf lebay, tapi begitulah adanya). AC Wuling
Cortez sudah punya auto climate control, defoggerdepan, pengatur arah
hembusan, pengatur sirkulasi udara tapi tidak ada dual zone climate
control. Ventilasi AC-nya menyebar rata hingga baris ketiga, jadi tidak ada
alasan tidak dapat hembusan AC untuk semua baris.
Buka panel kayu di bawahnya, di balik sini ada slot penyimpanan kecil, 2 buah
port USB, 1 port AUX dan 1 buah power outlet. Nah, perkenalkan, transmisi
Wuling Cortez adalah transmisi automated manual alias AMT, mirip kepunyaan
Suzuki Ignis dan Smart ForTwo. Uniknya, Wuling bilang girboks AMT-nya 5
percepatan sementara varian Wuling Cortez manual punya 6 percepatan. Ini
berarti, antara girboks manual dan AMT-nya beda jenis, bukan sekedar transmisi
6 percepatan yang dikasih robot, tapi benar-benar girboks lain. Niat juga.
Tadinya kami kira ini adalah girboks AMT buatan Magneti Marelli atau Bosch,
namun Wuling bilang rupanya ini girboks buatan Aisin, Jepang. FYI, Aisin adalah
produsen girboks asal Jepang yang juga bikin girboks buat Toyota Fortuner dan
BMW X1 baru. Wuling bilang, penggunaan AMT lebih supaya Wuling Cortez
memiliki biaya perawatan yang murah, tapi apakah rasanya sama seperti AMT
lain yang tulalitnya setengah mampus? Nanti kami ceritakan.
Tidak ada paddle shift, tapi pemilik Wuling Cortez bisa mengaktifkan mode
manual secara tiptronic. Ada 2 mode di transmisinya, antara Eco dan Sport, tidak
ada mode normal. Di belakang persnelingnya, ada 4 tombol yang masing-masing
adalah untuk rem parkir elektronik, brake hold, menyalakan dan mematikan
sensor parkir dan aktivasi AC belakang. Gila sih kalau tahu Wuling Cortez ini
punya rem parkir elektronik dan brake hold.Ckck…
Kepraktisan Wuling Cortez tidak spesial, namun juga tidak pantas dibilang buruk.
Kantong pintunya lumayan, glovebox standarnya lega, sudah soft
opening dan center console box-nya oke, plus 2 cup holder dekat persneling.
Mobil ini punya pengatur ketinggian sabuk pengaman buat penumpang depan,
tapi buat yang penumpang kiri kualitas pemasangan plastiknya menyedihkan,
sebab ia mudah goyang dan tidak presisi.
Nebeng di baris kedua Wuling Cortez sangat bikin nagih. Pertama, unit tes kami
sudah pakai jok kulit dan captain seat, jadi sangat nyaman. Kedua, ia bisa
direbahkan hingga sangat rebah, jadi cocok buat tidur-tiduran. Jok Wuling Cortez
ini sudah ISOFIX, dan penumpang baris kedua berhak atas kontrol AC digital,
sebuah port charger dan storage yang lumayan di balik center console box. Buat
orang dewasa, sama sekali tidak ada komplain soal ruang kepala dan kakinya.
Ada sedikit yang kurang lazim, sebab kisi AC buat penumpang baris kedua
bukan meniup ke arah wajah, melainkan meniup ke arah bagian belakang
kepala. Mau tidak mau, kisi AC harus dipasang terbalik soalnya ruang tempat kisi
AC double blower pada umumnya sudah terpakai untuk ruang
gerak sunroof bawaan Wuling Cortez. Penyimpanan di baris kedua ada 2
kantong pintu dan 2 kantong di balik jok depan.
Material di pintu baris kedua masih sama, yakni plastik berlapis kulit di bagian
atas dengan jahitan asli, sedikit lapisan kulit di armrest pintu dan hiasan
panel black piano. Jadi, apa di sini oke? Yah, tergantung, coba deh turunkan
jendelanya sampai habis, maka jendelanya tidak akan turun 100% karena masih
ada yang tersisa, tidak semua masuk ke dalam panel pintu. Jahitan di jok
kulitnya juga tidak 100% lurus, masih ada yang miring sedikit.
Hal lain yang menurut kami agak aneh adalah, sama sekali tidak ada cup
holder di baris kedua ini. Memang di pintu ada slot buat botol dan sejenisnya,
tapi di Wuling Cortez ini tidak ada cup holder yang biasa sama sekali. FYI, nanti
setelah meluncur, pilihan variannya kira-kira mirip dengan Confero. Jadi ada
yang tanpa jok kulit dan ada yang tanpa captain seat. Yah, berharaplah bakal
ada setidaknya 2 cup holder di versi yang tidak pakai captain seat.
Untuk masuk ke baris ketiga Wuling Cortez, harus lewat gang di antara captain
seat-nya. Harus begitu, soalnya mekanisme bangkunya agak ribet, yakni harus
direbahkan ke depan lalu kemudian digeser, tapi aksesnya sempit kalau pakai
cara ini. Jadi buat yang mau masuk ke baris terakhir, mendingan lewat gang
senggol di antara kedua joknya deh. Setelah duduk, rasanya sama saja dengan
duduk di baris kedua : Ruang kepala dan kakinya lega untuk orang dewasa.
Untuk orang dewasa saja enak, anak-anak pun pasti betah di sini. Wuling Cortez
didesain untuk memuat 3 orang dewasa secara pantas di belakang, terlihat dari
adanya 3 buah headrest sungguhan. Jok baris ketiganya masih tebal, empuk
dan nyaman, dan seperti yang sudah dibilang tadi, ada ventilasi AC buat baris
ketiga. Penumpang baris ini langsung dapat 2 cup holder, 1 storage kecil, 2
kantong di balik jok baris tengah dan 1 port charger. Lengkap
ya.

Bagasi Wuling Cortez lega bahkan saat semua joknya terpakai. Belanjaan
bulanan atau barang-barang bawaan buat mudik pun bisa gampang disimpan di
bagasinya yang berkapasitas 274 liter. Kembali, kami salut dengan perhatian
Wuling dengan menghadirkan lampu bagasi yang menyala putih. Serius,
nyalanya putih, bukan kuning seperti mobil lain yang biasa kita kenal. Detail itu
kami suka, tapi kami benci pelipatan bagasinya.

Bukan apa-apa, sebenarnya pelipatannya sederhana seperti melipat bangku


Toyota Avanza, namun slot pengunci yang mirip di pintu toilet umumnya itu yang
kami kesal. Harus banget begitu ya? Tidak bisakah Wuling Cortez dan Confero
pakai mekanisme macam Suzuki Ertiga atau Mitsubishi Xpander yang sekali lipat
langsung rata lantai? Ruangan bagasinya memang luas, tapi andai pelipatan
kursinya lebih simpel dan praktis, maka akan lebih membahagiakan.

Mesin

Sekarang saatnya membuka kap mesin Wuling Cortez. Saat dibuka, ada tulisan
yang familiar, yakni VVT-I TECH. Hm, VVT-i bukannya Toyota ya? Seperti
Confero yang bikin kami geli dengan tulisan P-TEC karena mirip VTEC-nya
Honda, sekarang malah VVT-i TECH mirip Toyota. Jangan-jangan besok saat
SUV Wuling keluar, tulisannya “MIPEK” untuk sedikit meniru MIVEC-nya
Mitsubishi atau malah “PANOS” untuk meniru BMW.
Mesin Wuling Cortez adalah mesin 1.800 cc 4 silinder bertenaga 129 hp di 5.600
rpm dan torsinya 174 Nm di 3.600 hingga 4.600 rpm. Karena Wuling dan GM
bermitra di China, sah-sah saja jika anda mengira mesin ini masih satu famili
dengan mesinnya Chevrolet Orlando. Bahkan ia sama-sama FWD seperti
Orlando, beda dengan Confero yang RWD. Karena beda penggerak, kami rasa
Confero dan Cortez pakai sasis yang beda, namun ini bisa disanggah kalau
ternyata Wuling punya sasis modular.

Senang sekali kala bisa tahu kalau kualitas pengerjaan ruang mesinnya rapi jali.
Pengecatan merata sampai ke dalam, tidak ada yang meluber. Tidak ada las-
lasan berantakan dan kap mesinnya sudah pakai peredam. Tangki Wuling
Cortez berkapasitas 52 liter, keempat suspensinya diklaim independen dan
radius putarnya 5,6 meter. Sekali lagi, pilihan girboksnya ada AMT 5 percepatan
atau manual 6 percepatan.

Driving Impression

Tahu bagaimana suara mesin Kijang Kapsul kalau nyala? Nah, mesin Wuling
Cortez ini rasanya mirip suara mesin Kijang Kapsul. Masuk ke D di mode Eco,
mesin langsung berjalan halus. Jelas mesin ini lebih baik daripada milik Confero,
dan Wuling Cortez baru terasa enak di putaran menengah, sebab di bawah
tendangannya biasa saja dan saat sudah di putaran atas, nafasnya tidak
sepanjang yang kami kira. Buat penggunaan dalam kota sepertinya masih enak.
Girboks AMT tetaplah girboks AMT. Pergantian giginya agak lambat sedikit,
namun tidak separah dan sekasar Suzuki Ignis atau Suzuki Karimun Wagon R
AGS yang pindah giginya sangat lambat dan gelagapan. Memang tidak secepat
girboks otomatis biasa dan tidak sehalus CVT, namun RPM drop saat ganti gigi
tidak terlalu parah. Kalau ingin perpindahan gigi yang mendingan, masuk saja ke
mode Sport dan bejek mesinnya, perpindahannya bakal jauh lebih mendingan
daripada di mode Eco.

Pengemudi Wuling Cortez tidak akan merasakan apa-apa dari setirnya. Setirnya
terasa mati dan terlalu ringan saat diputar, tidak ada rasanya dan feedback-nya
sangat minim. Bahkan saat dipacu ke 80 km/jam, setir ini masih terlalu ringan.
Sisi baiknya, ini bisa memudahkan bagi mereka yang baru punya SIM,
pengemudi wanita dan lain-lain, karena mobil ini effortless buat dikendalikan dan
setir yang ringan bisa memudahkan manuver parkir.

Berkebalikan dengan setirnya, pedal-pedalnya lumayan enak diinjak, terutama


pedal remnya. Kita bisa menakar kekuatan injakan yang dibutuhkan kala ingin
ngerem sedikit atau ngerem habis. Bantingan suspensinya tidak keras,
cenderung mantap dan tidak banyak ngayun. Peredaman suara? Well, karena
aspal Sentul sangat kasar, suara dari ban di kecepatan 60 km/jam ke atas masih
masuk. Kami harap suaranya bisa sedikit lebih hening di aspal yang mulus.
Suspensi Wuling Cortez terasa sedikit kaku untuk mengakomodir bodinya yang
tinggi dan besar. Saat ditekuk di tikungan, body roll yang terjadi masih dalam
kategori wajar dan tidak terlalu bikin bodinya mengayun ke kanan-kiri seperti
terombang-ambing di kapal. Pilar A dan spionnya yang besar bisa menghalangi
visibilitas, namun overall mobil ini tidak memberikan kendala besar bagi
penghuni kabinnya kala ingin melihat ke luar.
Wuling menyediakan ramp tanjakan dan turunan untuk menguji fitur Brake Hold.
Saat Brake Hold aktif, kita tidak harus terus-terusan menginjak rem di tanjakan
dan turunan. Cukup injak dalam sekali saja, habis itu lepas dan biarkan. Mobil
tidak akan meluncur karena ditahan oleh sistem Brake Hold, dan dia akan
bekerja selama mungkin sampai sistemnya capek. Saat ingin maju, tinggal injak
gas dan mobil langsung maju secara halus.
Fitur ini berguna banget saat terjebak macet di Puncak atau Lembang. Sedikit
catatan dari Wuling, fitur Brake Hold hanya bisa dinyalakan dan dimatikan saat
mobil benar-benar berhenti sempurna, tidak bisa diaktifkan sembari berjalan.
Sayang kami belum sempat mencoba mode manualnya, mungkin nanti di lain
kesempatan.

Kesimpulan

Jangan bilang ini gertakan sambal kalau belum tahu sepedas apa ancaman
Wuling Cortez. Sama seperti saat memperkenalkan Confero, Wuling Cortez
merupakan mobil keluarga yang penuh kejutan saat kita tahu apa saja yang
dibawanya. Agak disayangkan, built qualitymobil ini masih belum sepenuhnya
rapi seperti yang ada di bumper depan dan belakang, plastik dashboardbagian
bawah, plastik seatbelt height adjuster yang ringkih, posisi mengemudi biasa
saja, tidak ada cup holder di baris kedua, jahitan yang kurang rapi dan
mekanisme pelipatan bagasinya masih harus pakai slot pengunci ala pintu toilet
umum yang ribet.
Saat dikendarai pun, pergantian gigi yang tidak responsif dan setir yang lembek
menjadikan mobil ini tidak menggugah saat dibawa sendiri. Namun karena ini
mobil keluarga, fun to drive bukan hal yang krusial di sini. Keasyikan berkedara
dalam sebuah mobil keluarga adalah faktor yang “Good to have”, bukan “Must
have”. Wuling Cortez adalah mobil yang effortless alias sangat mudah saat
dikendarai, dengan setir yang enteng, pedal yang enak, visibilitas oke punya dan
mesin yang memadai, meski memang bukan yang terbaik soal performa dan
keasyikan.

Namun ada segudang potensi besar yang langsung bisa menutupi kekurangan
itu. Fitur lengkap adalah yang paling utama, dan ayo kita sebutkan satu-satu :
4 airbags, ABS, EBD, BA, Brake Hold, Stability Control, sunroof, 2 jok
elektrik, sound system racikan Yamaha, AC digital yang “Ngeropah”, fatigue
alarm, pemantau tekanan dan suhu ban, lampu depan-belakang full LED,
kamera parkir dengan garis pemandu yang bisa belok, sensor parkir depan
belakang, auto headlamp, auto wiper, charger di semua baris, sensor sabuk
pengaman di semua jok… Duh, banyak banget ya.
Aura mewah dan keluasan kabinnya pun patut diacungi jempol, mampu
mengakomodir orang dewasa dengan pantas dan layak di semua baris,
apalagi captain seat-nya nyaman. Bagasi standarnya pun lega dengan kapasitas
274 liter saat semua jok dipakai dan 630 liter saat jok belakang dilipat. Andai
Wuling Cortez ini ditambah cruise control,airbag tirai, girboks torque
converter atau CVT (kopling ganda pun boleh), smart entry, start/stop engine
button, beberapa cup holdertambahan dan pelek 17 inci, mobil ini makin susah
untuk ditolak. bahkan jikalau harganya jadi 250 jutaan asal ditambah semua itu,
mobil ini masih worth the money.
Oh iya, maaf, Wuling Indonesia belum siap mengungkapkan berapa harga resmi
Wuling Cortez Indonesia dalam waktu dekat. Wuling baru akan mengumumkan
harga resminya pada kuartal pertama tahun 2018. Wuling Indonesia sendiri
bilang kalau ini masih model yang belum siap jual, karena mereka masih mau
melakukan beberapa penyesuaian. Kami harap waktu yang ada bisa
dimanfaatkan untuk menghapus sisi lemahnya dan memoles sisi kuatnya.
Tentu banyak yang mempertanyakan durability, termasuk kami. Maaf-maaf saja,
hanya waktu yang bisa membuktikan daya tahan atau durability, jadi kita tak bisa
bilang apakah mobil ini durable atau tidak. Memang, Wuling ini masih bau
kencur, tapi jika ia bisa membuktikan kualitas dan daya tahannya, bukan
mustahil kalau pemain baru bau kencur ini bisa menghantam pemain lama yang
bau tanah. Apa opinimu? Sampaikan di kolom komentar!
Seperti inilah komentar warganet mengenai Wuling Cortez ini
Read Prev:Harga Varian Tertinggi Wuling Cortez Lebih Murah Dari Mitsubishi Xpander Ultimate
Read Next:Distribusi Mazda CX-8 Dihentikan, Dua Masalah Menghantui

Anda mungkin juga menyukai