Anda di halaman 1dari 100

www.hukumonline.

com

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 1 TAHUN 2014
TENTANG
PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:
a. bahwa untuk menjamin pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota dilaksanakan secara demokratis
sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 maka kedaulatan rakyat serta demokrasi dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat wajib
dihormati sebagai syarat utama pelaksanaan pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota;
b. bahwa kedaulatan rakyat dan demokrasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu ditegaskan dengan
pelaksanaan pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota secara langsung oleh rakyat, dengan tetap
melakukan beberapa perbaikan mendasar atas berbagai permasalahan pemilihan langsung yang selama
ini telah dijalankan;
c. bahwa Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang
mengatur mekanisme pemilihan kepala daerah secara tidak langsung melalui Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah telah mendapatkan penolakan yang luas oleh rakyat dan proses pengambilan keputusannya telah
menimbulkan persoalan serta kegentingan yang memaksa sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
138/PUU-VII/2009;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu
menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan
Walikota;

Mengingat:
1. Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:
PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI,
DAN WALIKOTA.

BAB I

1 / 76
www.hukumonline.com

KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang selanjutnya disebut Pemilihan adalah pelaksanaan
kedaulatan rakyat di Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk memilih Gubernur, Bupati, dan Walikota secara
langsung dan demokratis.
2. Uji Publik adalah pengujian kompetensi dan integritas yang dilaksanakan secara terbuka oleh panitia yang
bersifat mandiri yang dibentuk oleh Komisi Pemilihan Umum Provinsi atau Komisi Pemilihan Umum
Kabupaten/Kota, yang hasilnya tidak menggugurkan pencalonan.
3. Calon Gubernur adalah peserta pemilihan yang diusulkan oleh partai politik, gabungan partai politik, atau
perseorangan yang mendaftar atau didaftarkan di Komisi Pemilihan Umum Provinsi.
4. Calon Bupati dan Calon Walikota adalah peserta pemilihan yang diusulkan oleh partai politik, gabungan
partai politik, atau perseorangan yang mendaftar atau didaftarkan di Komisi Pemilihan Umum
Kabupaten/Kota.
5. Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara
Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan
membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
6. Pemilih adalah penduduk yang berusia paling rendah 17 (tujuh belas) tahun atau sudah/pernah kawin
yang terdaftar dalam Pemilihan.
7. Komisi Pemilihan Umum yang selanjutnya disingkat KPU adalah lembaga penyelenggara pemilihan
umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri yang bertugas melaksanakan pemilihan umum.
8. Komisi Pemilihan Umum Provinsi yang selanjutnya disingkat KPU Provinsi adalah penyelenggara
Pemilihan Gubernur.
9. Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota yang selanjutnya disingkat KPU Kabupaten/Kota adalah
penyelenggara Pemilihan Bupati/Walikota.
10. Badan Pengawas Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut Bawaslu adalah lembaga penyelenggara
pemilihan umum yang bertugas mengawasi penyelenggaraan pemilihan umum di seluruh wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
11. Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum yang selanjutnya disingkat DKPP adalah lembaga
yang bertugas menangani pelanggaran kode etik penyelenggara pemilihan umum dan merupakan satu
kesatuan fungsi penyelenggaraan pemilihan umum.
12. Panitia Pemilihan Kecamatan yang selanjutnya disingkat PPK adalah panitia yang dibentuk oleh KPU
Kabupaten/Kota untuk menyelenggarakan Pemilihan di tingkat Kecamatan atau nama lain.
13. Panitia Pemungutan Suara yang selanjutnya disingkat PPS adalah panitia yang dibentuk oleh KPU
Kabupaten/Kota untuk menyelenggarakan Pemilihan di tingkat Desa atau sebutan lain/Kelurahan.
14. Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara yang selanjutnya disingkat KPPS adalah kelompok yang
dibentuk oleh PPS untuk menyelenggarakan pemungutan suara di tempat pemungutan suara.
15. Tempat Pemungutan Suara yang selanjutnya disingkat TPS adalah tempat dilaksanakannya pemungutan
suara untuk Pemilihan.
16. Badan Pengawas Pemilu Provinsi yang selanjutnya disingkat Bawaslu Provinsi adalah Badan Pengawas

2 / 76
www.hukumonline.com

Pemilihan Gubernur yang bertugas untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilihan Gubernur di wilayah
Provinsi.
17. Panitia Pengawas Pemilihan Kabupaten/Kota yang selanjutnya disebut Panwas Kabupaten/Kota adalah
panitia yang dibentuk oleh Bawaslu Provinsi yang bertugas untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilihan
di wilayah Kabupaten/Kota.
18. Panitia Pengawas Pemilihan Kecamatan yang selanjutnya disebut Panwas Kecamatan adalah panitia
yang dibentuk oleh Panwas Kabupaten/Kota yang bertugas untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilihan
di wilayah Kecamatan.
19. Pengawas Pemilihan Lapangan yang selanjutnya disingkat PPL adalah petugas yang dibentuk oleh
Panwas Kecamatan untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilihan di Desa atau sebutan lain/Kelurahan.
20. Pengawas Tempat Pemungutan Suara yang selanjutnya disebut Pengawas TPS adalah petugas yang
dibentuk oleh Panwas Kecamatan untuk membantu PPL.
21. Kampanye Pemilihan yang selanjutnya disebut Kampanye adalah kegiatan untuk meyakinkan Pemilih
dengan menawarkan visi, misi, dan program Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota.
22. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan
perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-
luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
23. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang
memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
24. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi yang selanjutnya disingkat DPRD Provinsi atau sebutan
lainnya adalah lembaga perwakilan rakyat daerah di Provinsi dan berkedudukan sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah.
25. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota yang selanjutnya disingkat DPRD Kabupaten/Kota
atau sebutan lainnya adalah lembaga perwakilan rakyat daerah di Kabupaten/Kota sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah.
26. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang
memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
27. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri.
28. Hari adalah hari kerja.

BAB II
ASAS DAN PRINSIP PELAKSANAAN

Bagian Kesatu
Asas

Pasal 2
Pemilihan dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

3 / 76
www.hukumonline.com

Bagian Kedua
Prinsip Pelaksanaan

Pasal 3
(1) Pemilihan dilaksanakan setiap 5 (lima) tahun sekali secara serentak di seluruh wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
(2) Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota yang dapat mengikuti Pemilihan harus mengikuti
proses Uji Publik.

Pasal 4
(1) DPRD Provinsi memberitahukan secara tertulis kepada Gubernur dan KPU Provinsi mengenai
berakhirnya masa jabatan Gubernur dalam waktu paling lambat 6 (enam) bulan sebelum masa jabatan
Gubernur berakhir.
(2) DPRD Kabupaten/Kota memberitahukan secara tertulis kepada Bupati/Walikota dan KPU Kabupaten/Kota
mengenai berakhirnya masa jabatan Bupati/Walikota dalam waktu paling lambat 6 (enam) bulan sebelum
masa jabatan Bupati/Walikota berakhir.

Pasal 5
(1) Pemilihan diselenggarakan melalui 2 (dua) tahapan yaitu tahapan persiapan dan tahapan
penyelenggaraan.
(2) Tahapan persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. perencanaan program dan anggaran;
b. penyusunan peraturan penyelenggaraan Pemilihan;
c. perencanaan penyelenggaraan yang meliputi penetapan tata cara dan jadwal tahapan pelaksanaan
Pemilihan;
d. pembentukan PPK, PPS, dan KPPS;
e. pembentukan Panwas Kabupaten/Kota, Panwas Kecamatan, PPL, dan Pengawas TPS;
f. pemberitahuan dan pendaftaran pemantau Pemilihan; dan
g. penyerahan daftar penduduk potensial Pemilih.
(3) Tahapan penyelenggaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pendaftaran bakal Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota;
b. Uji Publik;
c. pengumuman pendaftaran Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota;
d. pendaftaran Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota;
e. penelitian persyaratan Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota;
f. penetapan Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota;
g. pelaksanaan Kampanye;

4 / 76
www.hukumonline.com

h. pelaksanaan pemungutan suara;


i. penghitungan suara dan rekapitulasi hasil penghitungan suara;
j. penetapan calon terpilih;
k. penyelesaian pelanggaran dan sengketa hasil Pemilihan; dan
l. pengusulan pengesahan pengangkatan calon terpilih.

Pasal 6
(1) KPU Provinsi menyampaikan laporan kegiatan setiap tahapan penyelenggaraan Pemilihan Gubernur
kepada DPRD Provinsi dan KPU dengan tembusan kepada Presiden melalui Menteri.
(2) KPU Kabupaten/Kota menyampaikan laporan kegiatan setiap tahapan penyelenggaraan Pemilihan Bupati
dan Walikota kepada DPRD Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada KPU Provinsi dan Gubernur.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) oleh KPU Provinsi diteruskan kepada KPU dan oleh
Gubernur diteruskan kepada Menteri.

BAB III
PERSYARATAN CALON

Pasal 7
Warga negara Indonesia yang dapat menjadi Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota adalah yang
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. setia kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, cita-cita
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c. berpendidikan paling rendah sekolah lanjutan tingkat atas atau sederajat;
d. telah mengikuti Uji Publik;
e. berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk Calon Gubernur dan 25 (dua puluh lima) tahun untuk
Calon Bupati dan Calon Walikota;
f. mampu secara jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari tim dokter;
g. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau
lebih;
h. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap;
i. tidak pernah melakukan perbuatan tercela;
j. menyerahkan daftar kekayaan pribadi;
k. tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau secara badan hukum yang
menjadi tanggung jawabnya yang merugikan keuangan negara;
l. tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum

5 / 76
www.hukumonline.com

tetap;
m. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak dan memiliki laporan pajak pribadi;
n. belum pernah menjabat sebagai Gubernur, Bupati, dan Walikota selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam
jabatan yang sama;
o. berhenti dari jabatannya bagi Gubernur, Bupati, dan Walikota yang mencalonkan diri di daerah lain;
p. tidak berstatus sebagai penjabat Gubernur, penjabat Bupati dan penjabat Walikota;
q. tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana;
r. memberitahukan pencalonannya sebagai Gubernur, Bupati, dan Walikota kepada Pimpinan Dewan
Perwakilan Rakyat bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat, kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah
bagi anggota Dewan Perwakilan Daerah, atau kepada Pimpinan DPRD bagi anggota DPRD;
s. mengundurkan diri sebagai anggota Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia,
dan Pegawai Negeri Sipil sejak mendaftarkan diri sebagai calon; dan
t. berhenti dari jabatan pada badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah.

BAB IV
PENYELENGGARA PEMILIHAN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 8
(1) Penyelenggaraan Pemilihan menjadi tanggung jawab bersama KPU, KPU Provinsi, dan KPU
Kabupaten/Kota.
(2) Pemilihan Gubernur dilaksanakan oleh KPU Provinsi.
(3) Pemilihan Bupati dan Walikota dilaksanakan oleh KPU Kabupaten/Kota.

Bagian Kedua
Tugas, Wewenang, dan Kewajiban KPU

Pasal 9
Tugas dan wewenang KPU dalam penyelenggaraan Pemilihan meliputi:
a. menyusun dan menetapkan pedoman teknis untuk setiap tahapan Pemilihan setelah berkonsultasi
dengan Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah;
b. mengkoordinasi dan memantau tahapan Pemilihan;
c. melakukan evaluasi penyelenggaraan Pemilihan;
d. menerima laporan hasil Pemilihan dari KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota;
e. memfasilitasi pelaksanaan tugas KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dalam melanjutkan tahapan

6 / 76
www.hukumonline.com

pelaksanaan Pemilihan jika Provinsi, Kabupaten, dan Kota tidak dapat melanjutkan tahapan Pemilihan
secara berjenjang; dan
f. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan.

Pasal 10
KPU dalam penyelenggaraan Pemilihan wajib:
a. memperlakukan Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota secara adil dan setara;
b. menyampaikan semua informasi penyelenggaraan Pemilihan kepada masyarakat;
c. melaksanakan Keputusan DKPP; dan
d. melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketiga
Tugas, Wewenang, dan Kewajiban KPU Provinsi

Pasal 11
Tugas dan wewenang KPU Provinsi dalam Pemilihan Gubernur meliputi:
a. merencanakan program dan anggaran;
b. merencanakan dan menetapkan jadwal Pemilihan Gubernur;
c. menyusun dan menetapkan tata kerja KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, dan KPPS dalam
Pemilihan Gubernur dengan memperhatikan pedoman dari KPU;
d. menyusun dan menetapkan pedoman teknis untuk setiap tahapan penyelenggaraan Pemilihan Gubernur
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. mengkoordinasikan, menyelenggarakan, dan mengendalikan semua tahapan penyelenggaraan Pemilihan
Gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dengan memperhatikan pedoman
dari KPU;
f. menerima daftar pemilih dari KPU Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan Pemilihan Gubernur;
g. memutakhirkan data Pemilih berdasarkan data kependudukan yang disiapkan dan diserahkan oleh
Pemerintah dengan memperhatikan data terakhir:
1. pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan DPRD;
2. pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden; dan
3. Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota,
dan menetapkannya sebagai daftar pemilih;
h. menetapkan Calon Gubernur yang telah memenuhi persyaratan;
i. menetapkan dan mengumumkan hasil rekapitulasi penghitungan suara Pemilihan Gubernur berdasarkan
hasil rekapitulasi penghitungan suara di KPU Kabupaten/Kota dalam wilayah Provinsi yang bersangkutan;
j. membuat berita acara penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara serta wajib
menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilihan dan Bawaslu Provinsi;

7 / 76
www.hukumonline.com

k. menerbitkan Keputusan KPU Provinsi untuk mengesahkan hasil Pemilihan Gubernur dan
mengumumkannya;
l. mengumumkan Calon Gubernur terpilih dan membuat berita acaranya;
m. melaporkan hasil Pemilihan Gubernur kepada KPU dan Menteri;
n. menindaklanjuti dengan segera rekomendasi Bawaslu Provinsi atas temuan dan laporan adanya dugaan
pelanggaran Pemilihan;
o. mengenakan sanksi administratif dan/atau menonaktifkan sementara anggota KPU Kabupaten/Kota,
sekretaris KPU Provinsi, dan pegawai sekretariat KPU Provinsi yang terbukti melakukan tindakan yang
mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilihan berdasarkan rekomendasi Bawaslu
Provinsi dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan;
p. melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan/atau yang berkaitan dengan tugas
dan wewenang KPU Provinsi kepada masyarakat;
q. melaksanakan pedoman yang ditetapkan oleh KPU;
r. memberikan pedoman terhadap penetapan organisasi dan tata cara penyelenggaraan Pemilihan
Gubernur sesuai dengan tahapan yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan;
s. melakukan evaluasi dan membuat laporan penyelenggaraan Pemilihan Gubernur;
t. menyampaikan laporan mengenai hasil Pemilihan Gubernur kepada DPRD Provinsi; dan
u. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh KPU dan/atau ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 12
Dalam pelaksanaan Pemilihan Gubernur, KPU Provinsi wajib:
a. melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dengan tepat waktu;
b. memperlakukan peserta Pemilihan Calon Gubernur secara adil dan setara;
c. menyampaikan semua informasi penyelenggaraan Pemilihan Gubernur kepada masyarakat;
d. melaporkan pertanggungjawaban penggunaan anggaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
e. menyampaikan laporan pertanggungjawaban semua kegiatan penyelenggaraan Pemilihan Gubernur
kepada KPU dan Menteri;
f. mengelola, memelihara, dan merawat arsip/dokumen serta melaksanakan penyusutannya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
g. menyampaikan laporan periodik mengenai tahapan penyelenggaraan Pemilihan Gubernur kepada KPU
dan Menteri dengan tembusan kepada Bawaslu;
h. membuat berita acara pada setiap rapat pleno KPU Provinsi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
i. menyediakan dan menyampaikan data hasil Pemilihan Gubernur di tingkat Provinsi;
j. melaksanakan Keputusan DKPP; dan
k. melaksanakan kewajiban lain yang diberikan KPU dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan.

8 / 76
www.hukumonline.com

Pasal 13
Tugas dan wewenang KPU Kabupaten/Kota dalam Pemilihan Bupati dan Walikota meliputi:
a. merencanakan program dan anggaran;
b. merencanakan dan menetapkan jadwal Pemilihan Bupati dan Walikota;
c. menyusun dan menetapkan tata kerja KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, dan KPPS dalam Pemilihan
Bupati dan Walikota dengan memperhatikan pedoman dari KPU dan/atau KPU Provinsi;
d. menyusun dan menetapkan pedoman teknis untuk setiap tahapan penyelenggaraan Pemilihan Bupati dan
Walikota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. membentuk PPK, PPS, dan KPPS dalam Pemilihan Gubernur serta Pemilihan Bupati dan Walikota dalam
wilayah kerjanya;
f. mengoordinasikan, menyelenggarakan, dan mengendalikan semua tahapan penyelenggaraan Pemilihan
Bupati dan Walikota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dengan memperhatikan
pedoman dari KPU dan/atau KPU Provinsi;
g. menerima daftar pemilih dari PPK dalam penyelenggaraan Pemilihan Bupati dan Walikota;
h. memutakhirkan data Pemilih berdasarkan data kependudukan yang disiapkan dan diserahkan oleh
Pemerintah dengan memperhatikan data terakhir:
1. pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan DPRD;
2. pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden; dan
3. Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota,
dan menetapkannya sebagai daftar pemilih;
i. menerima daftar pemilih dari PPK dalam penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan menyampaikannya
kepada KPU Provinsi;
j. menetapkan Calon Bupati dan Calon Walikota yang telah memenuhi persyaratan;
k. menetapkan dan mengumumkan hasil rekapitulasi penghitungan suara Pemilihan Bupati dan Walikota
berdasarkan rekapitulasi hasil penghitungan suara dari seluruh PPK di wilayah Kabupaten/Kota yang
bersangkutan;
l. membuat berita acara penghitungan suara serta membuat sertifikat penghitungan suara dan wajib
menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilihan, Panwaslu Kabupaten/Kota, dan KPU Provinsi;
m. menerbitkan Keputusan KPU Kabupaten/Kota untuk mengesahkan hasil Pemilihan Bupati dan Walikota
dan mengumumkannya;
n. mengumumkan Calon Bupati dan Walikota terpilih dan dibuatkan berita acaranya;
o. melaporkan hasil Pemilihan Bupati dan Walikota kepada Menteri melalui Gubernur dan kepada KPU
melalui KPU Provinsi;
p. menindaklanjuti dengan segera rekomendasi Panwaslu Kabupaten/Kota atas temuan dan laporan adanya
dugaan pelanggaran Pemilihan;
q. mengenakan sanksi administratif dan/atau menonaktifkan sementara anggota PPK, anggota PPS,
sekretaris KPU Kabupaten/Kota, dan pegawai sekretariat KPU Kabupaten/Kota yang terbukti melakukan
tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan pemilihan berdasarkan
rekomendasi Panwaslu Kabupaten/Kota dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan;
r. melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan Pemilihan dan/atau yang berkaitan dengan tugas KPU
Kabupaten/Kota kepada masyarakat;

9 / 76
www.hukumonline.com

s. melaksanakan tugas dan wewenang yang berkaitan dengan Pemilihan Gubernur sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan dan pedoman KPU dan/atau KPU Provinsi;
t. melakukan evaluasi dan membuat laporan penyelenggaraan Pemilihan Bupati dan Walikota;
u. menyampaikan hasil Pemilihan Bupati dan Walikota kepada KPU Provinsi, Gubernur, dan DPRD
kabupaten/Kota; dan
v. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh KPU, KPU Provinsi, dan/atau ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 14
KPU Kabupaten/Kota dalam Pemilihan Bupati dan Walikota wajib:
a. melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan Pemilihan Bupati dan Walikota dengan tepat waktu;
b. memperlakukan peserta Pemilihan Calon Bupati dan Walikota secara adil dan setara;
c. menyampaikan semua informasi penyelenggaraan Pemilihan Bupati dan Walikota kepada masyarakat;
d. melaporkan pertanggungjawaban penggunaan anggaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
e. menyampaikan laporan pertanggungjawaban semua kegiatan penyelenggaraan Pemilihan Bupati dan
Walikota kepada Menteri melalui Gubernur dan kepada KPU melalui KPU Provinsi;
f. mengelola, memelihara, dan merawat arsip/dokumen serta melaksanakan penyusutannya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
g. mengelola barang inventaris KPU Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
h. menyampaikan laporan periodik mengenai tahapan penyelenggaraan Pemilihan Bupati dan Walikota
kepada Menteri melalui Gubernur, kepada KPU dan KPU Provinsi serta menyampaikan tembusannya
kepada Bawaslu Provinsi;
i. membuat berita acara pada setiap rapat pleno KPU Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
j. menyampaikan data hasil Pemilihan dari tiap TPS pada tingkat Kabupaten/Kota kepada peserta
Pemilihan paling lama 7 (tujuh) hari setelah rekapitulasi di Kabupaten/Kota;
k. melaksanakan Keputusan DKPP; dan
l. melaksanakan kewajiban lain yang diberikan KPU, KPU Provinsi dan/atau ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Bagian Keempat
PPK

Pasal 15
(1) Untuk menyelenggarakan Pemilihan di tingkat Kecamatan dibentuk PPK.
(2) PPK berkedudukan di ibu kota Kecamatan.
(3) PPK dibentuk oleh KPU Kabupaten/Kota paling lambat 6 (enam) bulan sebelum pemungutan suara dan

10 / 76
www.hukumonline.com

dibubarkan 2 (dua) bulan setelah pemungutan suara.


(4) Hak keuangan anggota PPK dihitung sesuai dengan waktu pelaksanaan tugasnya.

Pasal 16
(1) Anggota PPK sebanyak 5 (lima) orang yang memenuhi syarat berdasarkan Undang-Undang.
(2) Anggota PPK diangkat dan diberhentikan oleh KPU Kabupaten/Kota.
(3) Komposisi keanggotaan PPK memperhatikan keterwakilan perempuan paling sedikit 30% (tiga puluh
persen).
(4) Dalam menjalankan tugasnya, PPK dibantu oleh sekretariat yang dipimpin oleh Sekretaris dari Pegawai
Negeri Sipil yang memenuhi persyaratan.
(5) PPK melalui KPU Kabupaten/Kota mengusulkan 3 (tiga) nama calon sekretaris PPK kepada
Bupati/Walikota untuk selanjutnya dipilih dan ditetapkan 1 (satu) nama sebagai Sekretaris PPK dengan
Keputusan Bupati/Walikota.

Pasal 17
Tugas, wewenang, dan kewajiban PPK meliputi:
a. membantu KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dalam melakukan pemutakhiran data pemilih, Daftar
Pemilih Sementara, dan Daftar Pemilih Tetap;
b. membantu KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dalam menyelenggarakan Pemilihan;
c. melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan Pemilihan di tingkat Kecamatan yang telah ditetapkan
oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota;
d. menerima dan menyampaikan daftar pemilih kepada KPU Kabupaten/Kota;
e. mengumpulkan hasil penghitungan suara dari seluruh PPS di wilayah kerjanya;
f. melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud pada huruf e dalam rapat yang
dihadiri oleh saksi peserta Pemilihan dan Panwas kecamatan;
g. mengumumkan hasil rekapitulasi sebagaimana dimaksud pada huruf f;
h. menyerahkan hasil rekapitulasi suara sebagaimana dimaksud pada huruf f kepada seluruh peserta
Pemilihan;
i. membuat berita acara penghitungan suara serta membuat sertifikat penghitungan suara dan wajib
menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilihan, Panwas Kecamatan, dan KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota;
j. menindaklanjuti dengan segera temuan dan laporan yang disampaikan oleh Panwas Kecamatan;
k. melakukan evaluasi dan membuat laporan setiap tahapan penyelenggaraan Pemilihan di wilayah
kerjanya;
l. melakukan verifikasi dan rekapitulasi dukungan calon perseorangan;
m. melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan Pemilihan dan/atau yang berkaitan dengan tugas dan
wewenang PPK kepada masyarakat;
n. melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban lain yang diberikan oleh KPU Kabupaten/Kota sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

11 / 76
www.hukumonline.com

o. melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban lain yang diberikan oleh ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Bagian Kelima
PPS

Pasal 18
(1) Untuk menyelenggarakan Pemilihan di Desa atau sebutan lain/Kelurahan dibentuk PPS.
(2) PPS berkedudukan di Desa atau sebutan lain/Kelurahan.
(3) PPS dibentuk oleh KPU Kabupaten/Kota 6 (enam) bulan sebelum pemungutan suara dan dibubarkan
paling lambat 2 (dua) bulan setelah pemungutan suara.
(4) Hak keuangan anggota PPS dihitung sesuai dengan waktu pelaksanaan tugasnya.

Pasal 19
(1) Anggota PPS berjumlah 3 (tiga) orang yang diangkat sesuai dengan persyaratan dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan mengenai penyelenggara pemilihan umum.
(2) Anggota PPS diangkat oleh KPU Kabupaten/Kota atas usul bersama Kepala Desa atau sebutan
lain/Lurah dan Badan Permusyawaratan Desa atau sebutan lain/Dewan Kelurahan.

Pasal 20
Tugas, wewenang, dan kewajiban PPS meliputi:
a. membantu KPU Kabupaten/Kota dan PPK dalam melakukan pemutakhiran data Pemilih, Daftar Pemilih
Sementara, daftar pemilih hasil perbaikan, dan Daftar Pemilih Tetap;
b. membentuk KPPS;
c. melakukan verifikasi dan rekapitulasi dukungan calon perseorangan;
d. mengangkat petugas pemutakhiran data pemilih;
e. mengumumkan daftar pemilih;
f. menerima masukan dari masyarakat tentang Daftar Pemilih Sementara;
g. melakukan perbaikan dan mengumumkan hasil perbaikan Daftar Pemilih Sementara;
h. menetapkan hasil perbaikan Daftar Pemilih Sementara sebagaimana dimaksud pada huruf g untuk
menjadi Daftar Pemilih Tetap;
i. mengumumkan Daftar Pemilih Tetap sebagaimana dimaksud pada huruf h dan melaporkan kepada KPU
Kabupaten/Kota melalui PPK;
j. menyampaikan daftar Pemilih kepada PPK;
k. melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan Pemilihan di tingkat Desa atau sebutan lain/Kelurahan
yang telah ditetapkan oleh KPU Kabupaten/Kota dan PPK;
l. mengumpulkan hasil penghitungan suara dari seluruh TPS di wilayah kerjanya;

12 / 76
www.hukumonline.com

m. melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud pada huruf l dalam rapat yang
harus dihadiri oleh saksi peserta Pemilihan dan PPL;
n. mengumumkan rekapitulasi hasil penghitungan suara dari seluruh TPS di wilayah kerjanya;
o. menyerahkan rekapitulasi hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud pada huruf m kepada seluruh
peserta Pemilihan;
p. membuat berita acara penghitungan suara serta membuat sertifikat penghitungan suara dan wajib
menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilihan, PPL, dan PPK;
q. menjaga dan mengamankan keutuhan kotak suara setelah penghitungan suara dan setelah kotak suara
disegel;
r. meneruskan kotak suara dari setiap TPS kepada PPK pada hari yang sama setelah terkumpulnya kotak
suara dari setiap TPS dan tidak memiliki kewenangan membuka kotak suara yang sudah disegel oleh
KPPS;
s. menindaklanjuti dengan segera temuan dan laporan yang disampaikan oleh PPL;
t. melakukan evaluasi dan membuat laporan setiap tahapan penyelenggaraan Pemilihan di wilayah
kerjanya;
u. melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan Pemilihan dan/atau yang berkaitan dengan tugas dan
wewenang PPS kepada masyarakat;
v. membantu PPK dalam menyelenggarakan Pemilihan, kecuali dalam hal penghitungan suara;
w. melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban lain yang diberikan oleh KPU Kabupaten/Kota, dan PPK
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
x. melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban lain yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan.

Pasal 21
(1) Anggota KPPS berjumlah 7 (tujuh) orang yang berasal dari anggota masyarakat di sekitar TPS yang
memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Anggota KPPS diangkat dan diberhentikan oleh PPS atas nama Ketua KPU Kabupaten/Kota.
(3) Pengangkatan dan pemberhentian anggota KPPS wajib dilaporkan kepada KPU Kabupaten/Kota.
(4) Susunan keanggotaan KPPS terdiri atas seorang ketua merangkap anggota dan anggota.

Pasal 22
Tugas, wewenang, dan kewajiban KPPS meliputi:
a. mengumumkan dan menempelkan Daftar Pemilih Tetap di TPS;
b. menyerahkan Daftar Pemilih Tetap kepada saksi peserta Pemilihan yang hadir dan PPL;
c. melaksanakan pemungutan dan penghitungan suara di TPS;
d. mengumumkan hasil penghitungan suara di TPS;
e. menindaklanjuti dengan segera temuan dan laporan yang disampaikan oleh saksi, PPL, peserta
Pemilihan, dan masyarakat pada hari pemungutan suara;
f. menjaga dan mengamankan keutuhan kotak suara setelah penghitungan suara dan setelah kotak suara
disegel;

13 / 76
www.hukumonline.com

g. membuat berita acara pemungutan dan penghitungan suara serta membuat sertifikat penghitungan suara
dan wajib menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilihan, PPL, dan PPK melalui PPS;
h. menyerahkan hasil penghitungan suara kepada PPS dan PPL;
i. menyerahkan kotak suara tersegel yang berisi surat suara dan sertifikat hasil penghitungan suara kepada
PPK melalui PPS pada hari yang sama;
j. melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban lain yang diberikan oleh KPU Kabupaten/Kota, PPK, dan
PPS sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
k. melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban lain yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan.

Bagian Keenam
Pengawas Penyelenggaraan Pemilihan

Pasal 23
(1) Pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemilihan dilaksanakan oleh Bawaslu Provinsi, Panwas
Kabupaten/Kota, Panwas Kecamatan, PPL, dan Pengawas TPS.
(2) Keanggotaan Bawaslu Provinsi, Panwas Kabupaten/Kota, Panwas Kecamatan, PPL, dan Pengawas TPS
berasal dari kalangan profesional yang mempunyai kemampuan dalam melakukan pengawasan dan tidak
menjadi anggota Partai Politik.
(3) Bawaslu Provinsi, Panwas Kabupaten/Kota, dan Panwas Kecamatan masing-masing beranggotakan 3
(tiga) orang.
(4) PPL berjumlah 1 (satu) orang setiap Desa atau sebutan lain/Kelurahan.
(5) Pengawas TPS berjumlah 1 (satu) orang setiap TPS.

Pasal 24
(1) Panwas Kabupaten/Kota dibentuk paling lambat 1 (satu) bulan sebelum tahapan persiapan
penyelenggaraan Pemilihan dimulai dan dibubarkan paling lambat 2 (dua) bulan setelah seluruh tahapan
penyelenggaraan Pemilihan selesai.
(2) Panwas Kabupaten/Kota dibentuk dan ditetapkan oleh Bawaslu Provinsi.
(3) Penetapan anggota Panwas Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan setelah
melalui seleksi oleh Bawaslu Provinsi.

Pasal 25
(1) Panwas Kecamatan dibentuk 1 (satu) bulan sebelum tahapan pertama penyelenggaraan Pemilihan
dimulai dan berakhir paling lambat 2 (dua) bulan setelah seluruh tahapan penyelenggaraan Pemilihan
selesai.
(2) Panwas Kecamatan untuk Pemilihan dibentuk oleh Panwas Kabupaten/Kota dan ditetapkan dengan
Keputusan Panwas Kabupaten/Kota.

Pasal 26

14 / 76
www.hukumonline.com

(1) PPL dibentuk 1 (satu) bulan sebelum tahapan pertama penyelenggaraan Pemilihan dimulai dan
dibubarkan paling lambat 2 (dua) bulan setelah seluruh tahapan penyelenggaraan Pemilihan selesai.
(2) Anggota PPL berjumlah 1 (satu) orang setiap Desa atau sebutan lain/Kelurahan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3) Anggota PPL sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Panwas Kecamatan.

Pasal 27
(1) Dalam melaksanakan tugas pengawasan, PPL dapat dibantu 1 (satu) orang Pengawas TPS di masing-
masing TPS berdasarkan usulan PPL kepada Panwas Kecamatan.
(2) Pengawas TPS dibentuk 23 (dua puluh tiga) hari sebelum hari pemungutan suara Pemilihan dan
dibubarkan 7 (tujuh) hari setelah hari pemungutan suara Pemilihan.

Pasal 28
(1) Tugas dan wewenang Bawaslu Provinsi adalah:
a. mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilihan di wilayah provinsi yang meliputi:
1. pemutakhiran data pemilih berdasarkan data kependudukan dan penetapan Daftar Pemilih
Sementara dan Daftar Pemilih Tetap;
2. pencalonan yang berkaitan dengan persyaratan dan tata cara pencalonan Gubernur;
3. proses penetapan Calon Gubernur;
4. penetapan Calon Gubernur;
5. pelaksanaan Kampanye;
6. pengadaan logistik Pemilihan dan pendistribusiannya;
7. pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara dan penghitungan suara hasil Pemilihan;
8. pengawasan seluruh proses penghitungan suara di wilayah kerjanya;
9. proses rekapitulasi suara dari seluruh Kabupaten/Kota yang dilakukan oleh KPU Provinsi;
10. pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara ulang, Pemilihan lanjutan, dan Pemilihan
susulan; dan
11. proses penetapan hasil Pemilihan Gubernur;
b. mengelola, memelihara, dan merawat arsip/dokumen serta melaksanakan penyusutannya
berdasarkan jadwal retensi arsip yang disusun oleh Bawaslu Provinsi dan lembaga kearsipan
Provinsi berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Bawaslu dan Arsip Nasional Republik
Indonesia;
c. menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan
mengenai Pemilihan;
d. menyampaikan temuan dan laporan kepada KPU Provinsi untuk ditindaklanjuti;
e. meneruskan temuan dan laporan yang bukan menjadi kewenangannya kepada instansi yang
berwenang;
f. menyampaikan laporan kepada Bawaslu sebagai dasar untuk mengeluarkan rekomendasi Bawaslu
yang berkaitan dengan adanya dugaan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan

15 / 76
www.hukumonline.com

penyelenggaraan Pemilihan oleh Penyelenggara Pemilihan di tingkat Provinsi;


g. mengawasi pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi Bawaslu tentang pengenaan sanksi kepada
anggota KPU Provinsi, sekretaris dan pegawai sekretariat KPU Provinsi yang terbukti melakukan
tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilihan yang sedang
berlangsung;
h. mengawasi pelaksanaan sosialisasi penyelenggaraan Pemilihan; dan
i. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam pelaksanaan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bawaslu Provinsi dapat:
a. memberikan rekomendasi kepada KPU untuk menonaktifkan sementara dan/atau mengenakan
sanksi administratif atas pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f; dan
b. memberikan rekomendasi kepada yang berwenang atas temuan dan laporan terhadap tindakan
yang mengandung unsur tindak pidana Pemilihan.

Pasal 29
Bawaslu Provinsi wajib:
a. bersikap tidak diskriminatif dalam menjalankan tugas dan wewenangnya;
b. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas pengawas pemilihan umum pada
tingkatan di bawahnya;
c. menerima dan menindaklanjuti laporan yang berkaitan dengan dugaan adanya pelanggaran terhadap
pelaksanaan peraturan perundang-undangan mengenai Pemilihan;
d. menyampaikan laporan hasil pengawasan kepada Bawaslu sesuai dengan tahapan Pemilihan secara
periodik dan/atau berdasarkan kebutuhan;
e. menyampaikan temuan dan laporan kepada Bawaslu berkaitan dengan adanya dugaan pelanggaran yang
dilakukan oleh KPU Provinsi yang mengakibatkan terganggunya penyelenggaraan tahapan Pemilihan di
tingkat Provinsi; dan
f. melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 30
Tugas dan wewenang Panwas Kabupaten/Kota adalah:
a. mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilihan yang meliputi:
1. pemutakhiran data pemilih berdasarkan data kependudukan dan penetapan Daftar Pemilih
Sementara dan Daftar Pemilih Tetap;
2. pencalonan yang berkaitan dengan persyaratan dan tata cara pencalonan;
3. proses dan penetapan calon;
4. pelaksanaan Kampanye;
5. perlengkapan Pemilihan dan pendistribusiannya;
6. pelaksanaan pemungutan suara dan penghitungan suara hasil Pemilihan;
7. mengendalikan pengawasan seluruh proses penghitungan suara;

16 / 76
www.hukumonline.com

8. penyampaian surat suara dari tingkat TPS sampai ke PPK;


9. proses rekapitulasi suara yang dilakukan oleh KPU Provinsi, Kabupaten, dan Kota dari seluruh
Kecamatan; dan
10. pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara ulang, Pemilihan lanjutan, dan Pemilihan
susulan;
b. menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan mengenai
Pemilihan;
c. menyelesaikan temuan dan laporan sengketa penyelenggaraan Pemilihan yang tidak mengandung unsur
tindak pidana;
d. menyampaikan temuan dan laporan kepada KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota untuk ditindaklanjuti;
e. meneruskan temuan dan laporan yang bukan menjadi kewenangannya kepada instansi yang berwenang;
f. menyampaikan laporan kepada Bawaslu sebagai dasar untuk mengeluarkan rekomendasi Bawaslu yang
berkaitan dengan adanya dugaan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan
Pemilihan oleh penyelenggara di Provinsi, Kabupaten, dan Kota;
g. mengawasi pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi Bawaslu tentang pengenaan sanksi kepada anggota
KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota, sekretaris dan pegawai sekretariat KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan
penyelenggaraan Pemilihan yang sedang berlangsung;
h. mengawasi pelaksanaan sosialisasi penyelenggaraan Pemilihan; dan
i. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan.

Pasal 31
Dalam pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Bawaslu Provinsi berwenang:
a. memberikan rekomendasi kepada KPU dan KPU Provinsi untuk menonaktifkan sementara dan/atau
mengenakan sanksi administratif atas pelanggaran sebagaimana dimaksud pada Pasal 28 huruf g dan
Pasal 30 huruf g;
b. memberikan rekomendasi kepada yang berwenang atas temuan dan laporan terhadap tindakan yang
mengandung unsur tindak pidana Pemilihan.

Pasal 32
Dalam Pemilihan Bupati dan Walikota, Panwas Kabupaten/Kota wajib:
a. bersikap tidak diskriminatif dalam menjalankan tugas dan wewenangnya;
b. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas Panwas pada tingkatan di
bawahnya;
c. menerima dan menindaklanjuti laporan yang berkaitan dengan dugaan adanya pelanggaran terhadap
pelaksanaan peraturan perundang-undangan mengenai Pemilihan;
d. menyampaikan laporan hasil pengawasan kepada Bawaslu sesuai dengan tahapan Pemilihan secara
periodik dan/atau berdasarkan kebutuhan;
e. menyampaikan temuan dan laporan kepada Bawaslu berkaitan dengan adanya dugaan pelanggaran yang
dilakukan oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota yang mengakibatkan terganggunya
penyelenggaraan tahapan Pemilihan; dan

17 / 76
www.hukumonline.com

f. melaksanakan kewajiban lain yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan.

Pasal 33
Tugas dan wewenang Panwas Kecamatan dalam Pemilihan meliputi:
a. mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilihan di wilayah Kecamatan yang meliputi:
1. pemutakhiran data Pemilih berdasarkan data kependudukan dan penetapan Daftar Pemilih
Sementara dan Daftar Pemilih Tetap;
2. pelaksanaan Kampanye;
3. perlengkapan Pemilihan dan pendistribusiannya;
4. pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara hasil Pemilihan;
5. penyampaian surat suara dari TPS sampai ke PPK;
6. proses rekapitulasi suara yang dilakukan oleh PPK dari seluruh TPS; dan;
7. pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara ulang, Pemilihan lanjutan, dan Pemilihan
susulan;
b. mengawasi penyerahan kotak suara tersegel kepada KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota;
c. menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap tahapan penyelenggaraan Pemilihan yang dilakukan
oleh penyelenggara Pemilihan sebagaimana dimaksud pada huruf a;
d. menyampaikan temuan dan laporan kepada PPK untuk ditindaklanjuti;
e. meneruskan temuan dan laporan yang bukan menjadi kewenangannya kepada instansi yang berwenang;
f. mengawasi pelaksanaan sosialisasi penyelenggaraan Pemilihan;
g. memberikan rekomendasi kepada yang berwenang atas temuan dan laporan mengenai tindakan yang
mengandung unsur tindak pidana Pemilihan; dan
h. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan.

Pasal 34
Dalam Pemilihan, Panwas Kecamatan wajib:
a. bersikap tidak diskriminatif dalam menjalankan tugas dan wewenangnya;
b. menyampaikan laporan kepada Panwas Kabupaten/Kota berkaitan dengan adanya dugaan tindakan yang
mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilihan di tingkat Kecamatan;
c. menyampaikan laporan pengawasan atas tahapan penyelenggaraan Pemilihan di wilayah kerjanya
kepada Panwas Kabupaten/Kota;
d. menyampaikan temuan dan laporan kepada Panwas Kabupaten/Kota berkaitan dengan adanya dugaan
pelanggaran yang dilakukan oleh PPK yang mengakibatkan terganggunya penyelenggaraan tahapan
Pemilihan di tingkat Kecamatan; dan
e. melaksanakan kewajiban lain yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan.

Pasal 35

18 / 76
www.hukumonline.com

Tugas dan wewenang PPL meliputi:


a. mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilihan di tingkat Desa atau sebutan lain/Kelurahan yang
meliputi:
1. pelaksanaan pemutakhiran data Pemilih berdasarkan data kependudukan dan penetapan Daftar
Pemilih Sementara, daftar Pemilih hasil perbaikan, dan Daftar Pemilih Tetap;
2. pelaksanaan Kampanye;
3. perlengkapan Pemilihan dan pendistribusiannya;
4. pelaksanaan pemungutan suara dan proses penghitungan suara di setiap TPS;
5. pengumuman hasil penghitungan suara di setiap TPS;
6. pengumuman hasil penghitungan suara dari TPS yang ditempelkan di sekretariat PPS;
7. penyampaian surat suara dari TPS sampai ke PPK; dan
8. pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara ulang, Pemilihan lanjutan, dan Pemilihan
susulan.
b. menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap tahapan penyelenggaraan Pemilihan yang dilakukan
oleh penyelenggara Pemilihan sebagaimana dimaksud pada huruf a;
c. meneruskan temuan dan laporan dugaan pelanggaran terhadap tahapan penyelenggaraan Pemilihan
sebagaimana dimaksud pada huruf b kepada instansi yang berwenang;
d. menyampaikan temuan dan laporan kepada PPS dan KPPS untuk ditindaklanjuti;
e. memberikan rekomendasi kepada yang berwenang atas temuan dan laporan tentang adanya tindakan
yang mengandung unsur tindak pidana Pemilihan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
f. mengawasi pelaksanaan sosialisasi penyelenggaraan Pemilihan; dan
g. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh Panwas Kecamatan.

Pasal 36
Dalam Pemilihan, PPL wajib:
a. bersikap tidak diskriminatif dalam menjalankan tugas dan wewenangnya;
b. menyampaikan laporan kepada Panwas Kecamatan berkaitan dengan adanya dugaan tindakan yang
mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilihan di tingkat Desa atau sebutan
lain/Kelurahan;
c. menyampaikan temuan dan laporan kepada Panwas Kecamatan berkaitan dengan adanya dugaan
pelanggaran yang dilakukan oleh PPS dan KPPS yang mengakibatkan terganggunya penyelenggaraan
tahapan Pemilihan di tingkat Desa atau sebutan lain/Kelurahan;
d. menyampaikan laporan pengawasan atas tahapan penyelenggaraan Pemilihan di wilayah kerjanya
kepada Panwas Kecamatan; dan
e. melaksanakan kewajiban lain yang diberikan oleh Panwas Kecamatan.

BAB V
PENDAFTARAN BAKAL CALON

19 / 76
www.hukumonline.com

Pasal 37
(1) KPU Provinsi mengumumkan masa pendaftaran bakal Calon Gubernur bagi warga negara Indonesia
yang berminat menjadi bakal Calon Gubernur yang diusulkan Partai Politik, gabungan Partai Politik, atau
perseorangan.
(2) KPU Kabupaten/Kota mengumumkan masa pendaftaran bakal Calon Bupati dan Walikota bagi warga
negara Indonesia yang berminat menjadi bakal Calon Bupati dan Calon Walikota yang diusulkan Partai
Politik, gabungan Partai Politik, atau perseorangan.
(3) Pendaftaran bakal Calon Gubernur, bakal Calon Bupati, dan bakal Calon Walikota dilaksanakan 6 (enam)
bulan sebelum pembukaan pendaftaran Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota.
(4) KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota mengumumkan bakal Calon Gubernur, bakal Calon Bupati, dan
bakal Calon Walikota kepada masyarakat untuk memperoleh masukan dan tanggapan.
(5) Bakal calon dapat mengenalkan dirinya kepada masyarakat sebelum dimulainya pendaftaran Calon
Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota.

BAB VI
UJI PUBLIK

Pasal 38
(1) Warga negara Indonesia yang mendaftar sebagai bakal Calon Gubernur, bakal Calon Bupati, dan bakal
Calon Walikota yang diusulkan oleh Partai Politik, gabungan Partai Politik, atau perseorangan wajib
mengikuti Uji Publik.
(2) Partai Politik atau gabungan Partai Politik dapat mengusulkan lebih dari 1 (satu) bakal Calon Gubernur,
bakal Calon Bupati, dan bakal Calon Walikota untuk dilakukan Uji Publik.
(3) Uji Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh panitia Uji Publik.
(4) Panitia Uji Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) beranggotakan 5 (lima) orang yang terdiri atas 2
(dua) orang berasal dari unsur akademisi, 2 (dua) orang berasal dari tokoh masyarakat, dan 1 (satu)
orang anggota KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.
(5) Uji Publik dilaksanakan secara terbuka paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum pendaftaran Calon Gubernur,
Calon Bupati, dan Calon Walikota.
(6) Bakal Calon Gubernur, bakal Calon Bupati, dan bakal Calon Walikota yang mengikuti Uji Publik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperoleh surat keterangan telah mengikuti Uji Publik dari panitia
Uji Publik.

BAB VII
PENDAFTARAN CALON GUBERNUR, CALON BUPATI, DAN CALON WALIKOTA

Pasal 39
Peserta Pemilihan adalah:
a. Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota yang diusulkan oleh Partai Politik atau gabungan

20 / 76
www.hukumonline.com

Partai Politik; dan/atau


b. calon perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang.

Pasal 40
(1) Partai Politik atau gabungan Partai Politik dapat mendaftarkan calon jika telah memenuhi persyaratan
perolehan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPRD atau 25% (dua puluh lima
persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang
bersangkutan.
(2) Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik dalam mengusulkan pasangan calon menggunakan
ketentuan memperoleh paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPRD sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), jika hasil bagi jumlah kursi DPRD menghasilkan angka pecahan maka perolehan
dari jumlah kursi dihitung dengan pembulatan ke atas.
(3) Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik mengusulkan pasangan calon menggunakan
ketentuan memperoleh paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketentuan itu hanya berlaku untuk Partai Politik yang memperoleh
kursi di DPRD.
(4) Partai Politik atau gabungan Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat
mengusulkan 1 (satu) calon, dan calon tersebut tidak dapat diusulkan lagi oleh Partai Politik atau
gabungan Partai Politik lainnya.

Pasal 41
(1) Calon perseorangan dapat mendaftarkan diri sebagai Calon Gubernur jika memenuhi syarat dukungan
dengan ketentuan:
a. Provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan 2.000.000 (dua juta) jiwa harus didukung paling
sedikit 6,5% (enam setengah persen);
b. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 2.000.000 (dua juta) jiwa sampai dengan 6.000.000
(enam juta) jiwa harus didukung paling sedikit 5% (lima persen);
c. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 6.000.000 (enam juta) jiwa sampai dengan 12.000.000
(dua belas juta) jiwa harus didukung paling sedikit 4% (empat persen);
d. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 12.000.000 (dua belas juta) jiwa harus didukung paling
sedikit 3% (tiga persen); dan
e. jumlah dukungan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c dan huruf d tersebar di
lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah Kabupaten/Kota di Provinsi dimaksud.
(2) Calon perseorangan dapat mendaftarkan diri sebagai Calon Bupati dan Calon Walikota, jika memenuhi
syarat dukungan dengan ketentuan:
a. Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk sampai dengan 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) jiwa
harus didukung paling sedikit 6,5% (enam koma lima persen);
b. Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk lebih dari 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) sampai
dengan 500.000 (lima ratus ribu) jiwa harus didukung paling sedikit 5% (lima persen);
c. Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk lebih dari 500.000 (lima ratus ribu) sampai dengan
1.000.000 (satu juta) jiwa harus didukung paling sedikit 4% (empat persen);
d. Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk lebih dari 1.000.000 (satu juta) jiwa harus didukung

21 / 76
www.hukumonline.com

paling sedikit 3% (tiga persen); dan


e. Jumlah dukungan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d tersebar di
lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah Kecamatan di Kabupaten/Kota dimaksud.
(3) Dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dibuat dalam bentuk surat dukungan yang
disertai dengan fotokopi Kartu Tanda Penduduk Elektronik atau surat keterangan tanda penduduk sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya diberikan kepada 1 (satu) calon perseorangan.

Pasal 42
(1) Calon Gubernur didaftarkan ke KPU Provinsi oleh Partai Politik, gabungan Partai Politik, atau
perseorangan.
(2) Calon Bupati dan Calon Walikota didaftarkan ke KPU Kabupaten/Kota oleh Partai Politik, gabungan Partai
Politik, atau perseorangan.
(3) Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7.
(4) Pendaftaran Calon Gubernur oleh Partai Politik ditandatangani oleh ketua Partai Politik dan sekretaris
Partai Politik tingkat Provinsi.
(5) Pendaftaran Calon Bupati dan Calon Walikota oleh Partai Politik ditandatangani oleh ketua Partai Politik
dan sekretaris Partai Politik tingkat Kabupaten/Kota.
(6) Pendaftaran Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota oleh gabungan Partai Politik
ditandatangani oleh para ketua Partai Politik dan para sekretaris Partai Politik di tingkat Provinsi atau para
ketua Partai Politik dan para sekretaris Partai Politik di tingkat Kabupaten/Kota.
(7) Pendaftaran calon perseorangan ditandatangani oleh yang bersangkutan.

Pasal 43
(1) Partai Politik atau gabungan Partai Politik dilarang menarik calonnya dan/atau calonnya dilarang
mengundurkan diri terhitung sejak pendaftaran sebagai calon pada KPU Provinsi atau KPU
Kabupaten/Kota.
(2) Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik menarik calonnya atau calonnya mengundurkan diri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang mencalonkan tidak
dapat mengusulkan calon pengganti.
(3) Calon perseorangan dilarang mengundurkan diri terhitung sejak pendaftaran sebagai calon pada KPU
Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.
(4) Dalam hal calon perseorangan mengundurkan diri dengan alasan yang tidak dapat diterima setelah
pendaftaran pada KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota, yang bersangkutan dikenai sanksi
administratif berupa denda sebesar Rp.20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah) untuk Calon Gubernur
dan Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) untuk Calon Bupati atau Calon Walikota.

Pasal 44
Masa pendaftaran Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak
pengumuman pendaftaran Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota.

22 / 76
www.hukumonline.com

Pasal 45
(1) Pendaftaran Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota disertai dengan penyampaian
kelengkapan dokumen persyaratan.
(2) Dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. surat pernyataan, yang dibuat dan ditandatangani oleh calon sendiri, sebagai bukti pemenuhan
syarat calon sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 huruf a, huruf b, huruf i, huruf n, huruf o, huruf p,
huruf r, huruf s, dan huruf t;
b. surat keterangan hasil pemeriksaan kemampuan secara rohani dan jasmani dari tim dokter yang
ditetapkan oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota, sebagai bukti pemenuhan syarat calon
sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 huruf f;
c. surat tanda terima laporan kekayaan calon dari instansi yang berwenang memeriksa laporan
kekayaan penyelenggara negara, sebagai bukti pemenuhan syarat calon sebagaimana dimaksud
pada Pasal 7 huruf j;
d. surat keterangan tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau secara
badan hukum yang menjadi tanggungjawabnya yang merugikan keuangan negara, dari Pengadilan
Negeri yang wilayah hukumnya meliputi tempat tinggal calon, sebagai bukti pemenuhan syarat
calon sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 huruf k;
e. surat keterangan tidak dinyatakan pailit dari Pengadilan Negeri yang wilayah hukumnya meliputi
tempat tinggal calon, sebagai bukti pemenuhan syarat calon sebagaimana dimaksud pada Pasal 7
huruf l;
f. surat keterangan tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap, dari Pengadilan Negeri yang wilayah hukumnya meliputi tempat
tinggal calon, sebagai bukti pemenuhan syarat calon sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 huruf h;
g. fotokopi kartu Nomor Pokok Wajib Pajak atas nama calon, tanda terima penyampaian Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi atas nama calon, untuk
masa 5 (lima) tahun terakhir, dan tanda bukti tidak mempunyai tunggakan pajak dari Kantor
Pelayanan Pajak tempat calon yang bersangkutan terdaftar, sebagai bukti pemenuhan syarat calon
sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 huruf m;
h. daftar riwayat hidup calon yang dibuat dan ditandatangani oleh calon perseorangan dan bagi calon
yang diusulkan dari Partai Politik atau gabungan Partai Politik ditandatangani oleh calon, pimpinan
Partai Politik atau pimpinan gabungan Partai Politik;
i. fotokopi Kartu Tanda Penduduk Elektronik dengan Nomor Induk Kependudukan;
j. fotokopi ijazah yang telah dilegalisir oleh pihak yang berwenang, sebagai bukti pemenuhan syarat
calon sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 huruf c;
k. surat keterangan tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap, karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana
penjara 5 (lima) tahun atau lebih dari Pengadilan Negeri yang wilayah hukumnya meliputi tempat
tinggal calon, sebagai bukti pemenuhan syarat calon sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 huruf g;
l. pas foto terbaru Calon Gubernur, Calon Bupati dan Calon Walikota;
m. surat keterangan telah mengikuti Uji Publik; dan
n. naskah visi dan misi Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota.

23 / 76
www.hukumonline.com

Pasal 46
Calon perseorangan pada saat mendaftar wajib menyerahkan:
a. surat pencalonan yang ditandatangani oleh yang bersangkutan;
b. berkas dukungan dalam bentuk pernyataan dukungan yang dilampiri dengan identitas diri berupa fotokopi
Kartu Tanda Penduduk Elektronik atau surat keterangan tanda penduduk; dan
c. dokumen persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45.

Pasal 47
(1) Partai Politik atau gabungan Partai Politik dilarang menerima imbalan dalam bentuk apapun pada proses
pencalonan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
(2) Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik terbukti menerima imbalan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang bersangkutan dilarang mengajukan calon
pada periode berikutnya di daerah yang sama.
(3) Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang menerima imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
harus dibuktikan dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
(4) Setiap orang atau lembaga dilarang memberi imbalan kepada Partai Politik atau gabungan Partai Politik
dalam bentuk apapun dalam proses pencalonan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
(5) Dalam hal putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap menyatakan setiap orang
atau lembaga terbukti memberi imbalan pada proses pencalonan Gubernur, Bupati, atau Walikota maka
penetapan sebagai calon, calon terpilih, atau sebagai Gubernur, Bupati, atau Walikota dibatalkan.

BAB VIII
VERIFIKASI DUKUNGAN CALON DAN PENELITIAN KELENGKAPAN PERSYARATAN CALON

Bagian Kesatu
Verifikasi dan Rekapitulasi Dukungan Calon Perseorangan

Pasal 48
(1) Verifikasi dukungan calon perseorangan untuk Pemilihan Gubernur dilakukan oleh KPU Provinsi dan
untuk Pemilihan Bupati dan Pemilihan Walikota dilakukan oleh KPU Kabupaten/Kota yang dibantu oleh
PPK dan PPS.
(2) Calon perseorangan menyerahkan dokumen syarat dukungan kepada PPS untuk dilakukan verifikasi
paling lambat 21 (dua puluh satu) hari sebelum waktu pendaftaran calon dimulai.
(3) Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan paling lama 14 (empat belas) hari sejak
dokumen syarat dukungan calon perseorangan diserahkan ke PPS.
(4) Hasil verifikasi dokumen syarat dukungan calon perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dituangkan dalam berita acara yang selanjutnya diteruskan kepada PPK dan salinan hasil verifikasi
disampaikan kepada calon.
(5) PPK melakukan verifikasi dan rekapitulasi jumlah dukungan calon untuk menghindari adanya seseorang
yang memberikan dukungan kepada lebih dari 1 (satu) calon dan adanya informasi manipulasi dukungan

24 / 76
www.hukumonline.com

yang dilaksanakan paling lama 7 (tujuh) hari.


(6) Hasil verifikasi dukungan calon perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dituangkan dalam
berita acara yang selanjutnya diteruskan kepada KPU Kabupaten/Kota dan salinan hasil verifikasi dan
rekapitulasi disampaikan kepada calon.
(7) Dalam Pemilihan Gubernur, Pemilihan Bupati, dan Pemilihan Walikota, salinan hasil verifikasi dan
rekapitulasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dipergunakan oleh calon dari perseorangan sebagai
bukti pemenuhan persyaratan dukungan pencalonan.
(8) KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota melakukan verifikasi dan rekapitulasi jumlah dukungan calon
untuk menghindari adanya seseorang yang memberikan dukungan kepada lebih dari 1 (satu) calon dan
adanya informasi manipulasi dukungan yang dilaksanakan paling lama 7 (tujuh) hari.
(9) Mekanisme dan tata cara verifikasi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Bagian Kedua
Penelitian Kelengkapan Persyaratan Calon

Pasal 49
(1) KPU Provinsi meneliti kelengkapan persyaratan administrasi Calon Gubernur dan dapat melakukan
klarifikasi kepada instansi yang berwenang jika diperlukan, dan menerima masukan dari masyarakat
terhadap keabsahan persyaratan Calon Gubernur.
(2) Penelitian persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan paling lama 7 (tujuh) hari
sejak penutupan pendaftaran Calon Gubernur.
(3) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberitahukan secara tertulis kepada Partai Politik,
gabungan Partai Politik, atau calon perseorangan paling lambat 2 (dua) hari setelah penelitian selesai.
(4) Apabila hasil penelitian sebagaimana dimaksud ayat (3) dinyatakan tidak memenuhi syarat, Partai Politik,
gabungan Partai Politik, atau calon perseorangan diberi kesempatan untuk melengkapi dan/atau
memperbaiki persyaratan pencalonan paling lama 3 (tiga) hari sejak pemberitahuan hasil penelitian
persyaratan oleh KPU Provinsi.
(5) Dalam hal Calon Gubernur yang diajukan Partai Politik atau gabungan Partai Politik berhalangan tetap
sampai dengan tahap penelitian kelengkapan persyaratan, Partai Politik atau gabungan Partai Politik
diberi kesempatan untuk mengajukan Calon Gubernur pengganti paling lama 3 (tiga) hari sejak
pemberitahuan hasil penelitian persyaratan oleh KPU Provinsi diterima.
(6) KPU Provinsi melakukan penelitian kelengkapan dan/atau perbaikan persyaratan Calon Gubernur
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dan memberitahukan hasil penelitian kepada pimpinan
Partai Politik atau pimpinan gabungan Partai Politik paling lama 7 (tujuh) hari sejak kelengkapan
persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diterima.
(7) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (6), menetapkan calon yang diajukan tidak
memenuhi syarat, Partai Politik atau gabungan Partai Politik tidak dapat mengajukan Calon Gubernur
pengganti.
(8) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (7) menghasilkan calon yang memenuhi
persyaratan kurang dari 2 (dua) calon, tahapan pelaksanaan Pemilihan ditunda paling lama 10 (sepuluh)
hari.
(9) KPU Provinsi membuka kembali pendaftaran Calon Gubernur paling lama 3 (tiga) hari setelah penundaan

25 / 76
www.hukumonline.com

tahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (8).


(10) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penelitian persyaratan Calon Gubernur sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan KPU.

Pasal 50
(1) KPU Kabupaten/Kota meneliti kelengkapan persyaratan administrasi Calon Bupati atau Calon Walikota
dan dapat melakukan klarifikasi kepada instansi yang berwenang jika diperlukan, dan menerima masukan
dari masyarakat terhadap keabsahan persyaratan Calon Bupati dan Calon Walikota.
(2) Penelitian persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan paling lama 7 (tujuh) hari
sejak penutupan pendaftaran Calon Bupati dan Calon Walikota.
(3) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberitahukan secara tertulis kepada Partai Politik,
gabungan Partai Politik, atau calon perseorangan paling lambat 2 (dua) hari setelah penelitian selesai.
(4) Apabila hasil penelitian sebagaimana dimaksud ayat (3) dinyatakan tidak memenuhi syarat, Partai Politik,
gabungan Partai Politik, atau calon perseorangan diberi kesempatan untuk melengkapi dan/atau
memperbaiki persyaratan pencalonannya paling lama 3 (tiga) hari sejak pemberitahuan hasil penelitian
persyaratan oleh KPU Kabupaten/Kota diterima.
(5) Dalam hal Calon Bupati dan Calon Walikota diajukan oleh Partai Politik atau gabungan Partai Politik
berhalangan tetap sampai dengan tahap penelitian kelengkapan persyaratan, Partai Politik atau
gabungan Partai Politik diberi kesempatan untuk mengajukan Calon Bupati dan Calon Walikota pengganti
paling lama 3 (tiga) hari sejak pemberitahuan hasil penelitian persyaratan oleh KPU Kabupaten/Kota
diterima.
(6) KPU Kabupaten/Kota melakukan penelitian tentang kelengkapan dan/atau perbaikan persyaratan Calon
Bupati dan Calon Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dan memberitahukan
hasilnya kepada pimpinan Partai Politik atau pimpinan gabungan Partai Politik paling lama 7 (tujuh) hari
sejak kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diterima.
(7) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (6), menetapkan calon yang diajukan tidak
memenuhi syarat, Partai Politik atau gabungan Partai Politik tidak dapat mengajukan Calon Bupati dan
Calon Walikota pengganti.
(8) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (7) menghasilkan calon yang memenuhi
persyaratan kurang dari 2 (dua) calon, tahapan pelaksanaan pemilihan ditunda paling lama 10 (sepuluh)
hari.
(9) KPU Kabupaten/Kota membuka kembali pendaftaran Calon Bupati dan Calon Walikota paling lama 3
(tiga) hari setelah penundaan tahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (8).
(10) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penelitian persyaratan Calon Bupati dan Calon Walikota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan KPU.

BAB IX
PENETAPAN CALON

Pasal 51
(1) KPU Provinsi menuangkan hasil penelitian syarat administrasi dan penetapan calon dalam Berita Acara
Penetapan Calon Gubernur.

26 / 76
www.hukumonline.com

(2) Berdasarkan Berita Acara Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPU Provinsi menetapkan
paling sedikit 2 (dua) Calon Gubernur dengan Keputusan KPU Provinsi.
(3) Calon Gubernur yang telah ditetapkan oleh KPU Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan
pengundian nomor urut Calon Gubernur.
(4) Pengundian nomor urut Calon Gubernur dilaksanakan KPU Provinsi yang disaksikan oleh Partai Politik,
gabungan Partai Politik, dan calon perseorangan.
(5) Nomor urut Calon Gubernur bersifat tetap dan sebagai dasar KPU Provinsi dalam pengadaan surat suara.
(6) Calon yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diumumkan secara terbuka paling
lambat 1 (satu) hari sejak tanggal penetapan.

Pasal 52
(1) KPU Kabupaten/Kota menuangkan hasil penelitian syarat administrasi dan penetapan calon dalam Berita
Acara Penetapan Calon Bupati dan Calon Walikota.
(2) Berdasarkan Berita Acara Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPU Kabupaten/Kota
menetapkan paling sedikit 2 (dua) Calon Bupati dan Calon Walikota dengan Keputusan KPU
Kabupaten/Kota.
(3) Calon Bupati, dan Calon Walikota yang telah ditetapkan oleh KPU Kabupaten/Kota sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), dilakukan pengundian nomor urut Calon Bupati dan Calon Walikota.
(4) Pengundian nomor urut Calon Bupati dan Calon Walikota dilaksanakan KPU Kabupaten/Kota yang
disaksikan oleh Partai Politik, gabungan Partai Politik, dan calon perseorangan.
(5) Nomor urut Calon Bupati dan Calon Walikota bersifat tetap dan sebagai dasar KPU Kabupaten/Kota
dalam pengadaan surat suara.
(6) Calon yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diumumkan secara terbuka paling
lambat 1 (satu) hari sejak tanggal penetapan.

Pasal 53
(1) Partai Politik atau gabungan Partai Politik dilarang menarik calonnya dan/atau calonnya dilarang
mengundurkan diri terhitung sejak ditetapkan sebagai calon oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.
(2) Dalam hal Partai Politik dan gabungan Partai Politik menarik calonnya dan/atau calonnya mengundurkan
diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang mencalonkan
tidak dapat mengusulkan calon pengganti.
(3) Calon perseorangan dilarang mengundurkan diri terhitung sejak ditetapkan sebagai calon oleh KPU
Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.
(4) Apabila calon perseorangan mengundurkan diri dari Calon Gubernur setelah ditetapkan oleh KPU
Provinsi atau Calon Bupati dan Calon Walikota setelah ditetapkan oleh KPU Kabupaten/Kota, calon
dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah) untuk
Calon Gubernur dan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) untuk Calon Bupati dan Calon
Walikota.

Pasal 54
(1) Dalam hal calon berhalangan tetap sejak penetapan calon sampai pada saat dimulainya hari Kampanye,
Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang calonnya berhalangan tetap dapat mengusulkan calon

27 / 76
www.hukumonline.com

pengganti paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak calon berhalangan tetap.
(2) KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota melakukan penelitian persyaratan administrasi calon pengganti
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal pengusulan.
(3) Dalam hal calon pengganti berdasarkan hasil penelitian administrasi memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), paling lama 1 (satu) hari KPU Provinsi/Kabupaten/Kota, menetapkannya sebagai
calon.
(4) Dalam hal calon berhalangan tetap sejak penetapan calon sampai pada saat dimulainya hari Kampanye
sehingga jumlah calon kurang dari 2 (dua) orang, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota membuka
kembali pendaftaran pengajuan calon paling lama 7 (tujuh) hari.
(5) Dalam hal calon berhalangan tetap pada saat dimulainya Kampanye sampai hari pemungutan suara dan
terdapat 2 (dua) calon atau lebih, tahapan pelaksanaan Pemilihan dilanjutkan dan calon yang
berhalangan tetap tidak dapat diganti serta dinyatakan gugur.
(6) Dalam hal calon berhalangan tetap pada saat dimulainya Kampanye sampai hari pemungutan suara calon
kurang dari 2 (dua) orang, tahapan pelaksanaan Pemilihan ditunda paling lama 14 (empat belas) hari.

Pasal 55
(1) Dalam hal salah satu calon yang perolehan suaranya terbesar pertama dan terbesar kedua berhalangan
tetap setelah pemungutan suara putaran pertama sampai dimulainya hari pemungutan suara putaran
kedua, tahapan pelaksanaan Pemilihan ditunda paling lama 14 (empat belas) hari.
(2) Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang calonnya berhalangan tetap sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) mengusulkan calon pengganti paling lambat 3 (tiga) hari sejak calon berhalangan tetap.
(3) KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota melakukan penelitian persyaratan administrasi terhadap calon
pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan menetapkannya paling lama 3 (tiga) hari terhitung
sejak pendaftaran calon pengganti.
(4) Dalam hal calon berhalangan tetap pada hari pemungutan suara putaran kedua sehingga jumlah calon
kurang dari 2 (dua), KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota menetapkan calon yang memperoleh suara
terbanyak di bawah calon yang memperoleh suara terbanyak kedua untuk mengikuti pemungutan suara
putaran kedua.

BAB X
HAK MEMILIH DAN PENYUSUNAN DAFTAR PEMILIH

Bagian Kesatu
Hak Memilih

Pasal 56
(1) Warga negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara sudah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau
sudah/pernah kawin, mempunyai hak memilih.
(2) Warga negara Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didaftar 1 (satu) kali oleh penyelenggara.
(3) Jika Pemilih mempunyai lebih dari 1 (satu) tempat tinggal, Pemilih tersebut harus memilih salah satu
tempat tinggalnya yang dicantumkan dalam daftar pemilih berdasarkan Kartu Tanda Penduduk Elektronik

28 / 76
www.hukumonline.com

dan/atau surat keterangan domisili dari Kepala Desa atau sebutan lain/ Lurah.

Pasal 57
(1) Untuk dapat menggunakan hak memilih, warga negara Indonesia harus terdaftar sebagai Pemilih.
(2) Dalam hal warga negara Indonesia tidak terdaftar sebagai Pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Pemilih menunjukkan Kartu Tanda Penduduk Elektronik atau surat keterangan penduduk pada saat
pemungutan suara.
(3) Untuk dapat didaftar sebagai Pemilih, warga negara Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus memenuhi syarat:
a. tidak sedang terganggu jiwa/ingatannya; dan/atau
b. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap.
(4) Warga negara Indonesia yang tidak terdaftar dalam daftar Pemilih dan pada saat pemungutan suara tidak
memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau ayat (3), yang bersangkutan tidak dapat
menggunakan hak memilihnya.

Bagian Kedua
Penyusunan Daftar Pemilih

Pasal 58
(1) Daftar penduduk potensial pemilih dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil dan daftar pemilih pada
saat pelaksanaan pemilihan umum terakhir di daerah, digunakan sebagai bahan penyusunan daftar
Pemilih untuk Pemilihan.
(2) Daftar Pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh PPS dilakukan pemutakhiran berdasarkan
perbaikan dari RT/RW atau sebutan lain dan tambahan Pemilih yang telah memenuhi persyaratan
sebagai Pemilih.
(3) Daftar Pemilih hasil pemutakhiran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan sebagai Daftar
Pemilih Sementara.
(4) Daftar Pemilih Sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diumumkan secara luas dan melalui
papan pengumuman RT/RW atau sebutan lain oleh PPS, untuk mendapatkan masukan dan tanggapan
dari masyarakat selama 10 (sepuluh) hari.
(5) PPS memperbaiki Daftar Pemilih Sementara berdasarkan masukan dan tanggapan dari masyarakat
paling lama 5 (lima) hari terhitung sejak masukan dan tanggapan dari masyarakat sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) berakhir.
(6) Daftar Pemilih Sementara yang telah diperbaiki sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan sebagai
Daftar Pemilih Tetap dan diumumkan oleh PPS paling lama 2 (dua) hari terhitung sejak jangka waktu
penyusunan Daftar Pemilih Tetap berakhir.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemutakhiran data Pemilih diatur dengan Peraturan KPU.

Pasal 59
(1) Penduduk yang telah terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat

29 / 76
www.hukumonline.com

(6) diberikan surat pemberitahuan sebagai Pemilih oleh PPS.


(2) Penduduk yang mempunyai hak pilih dan belum terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap dapat mendaftarkan
diri sebagai Pemilih kepada PPS untuk dicatat dalam Daftar Pemilih Tambahan.
(3) Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak
pengumuman Daftar Pemilih Sementara.
(4) Pemilih tambahan yang sudah didaftar sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diberikan surat
pemberitahuan sebagai Pemilih oleh PPS.

Pasal 60
Daftar Pemilih Tetap harus ditetapkan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal pemungutan suara
Pemilihan.

Pasal 61
(1) Dalam hal masih terdapat penduduk yang mempunyai hak pilih belum terdaftar dalam Daftar Pemilih
Tetap, yang bersangkutan dapat menggunakan hak pilihnya dengan menunjukkan Kartu Tanda Penduduk
Elektronik atau surat keterangan penduduk.
(2) Penggunaan hak pilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat digunakan di tempat
pemungutan suara yang berada di RT/RW atau sebutan lain sesuai dengan alamat yang tertera dalam
Kartu Tanda Penduduk Elektronik atau surat keterangan penduduk.
(3) Sebelum menggunakan hak pilihnya penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlebih dahulu
mendaftarkan diri pada KPPS setempat dan dicatat dalam Daftar Pemilih Tambahan.
(4) Penggunaan hak pilih penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan 1 (satu) jam sebelum
selesainya pemungutan suara di TPS.

Pasal 62
(1) Pemilih yang telah terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (6)
kemudian berpindah tempat tinggal atau karena ingin menggunakan hak pilihnya di tempat lain, Pemilih
yang bersangkutan harus melapor kepada PPS setempat.
(2) PPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencatat nama Pemilih dari daftar pemilih dan memberikan
surat keterangan pindah tempat memilih.
(3) Pemilih melaporkan kepindahannya kepada PPS di tempat Pemilihan yang baru.

BAB XI
KAMPANYE

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 63

30 / 76
www.hukumonline.com

(1) Kampanye dilaksanakan sebagai wujud dari pendidikan politik masyarakat yang dilaksanakan secara
bertanggung jawab.
(2) Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh KPU Provinsi untuk Pemilihan
Gubernur dan KPU Kabupaten/Kota untuk Pemilihan Bupati dan Pemilihan Walikota.
(3) Jadwal pelaksanaan Kampanye ditetapkan oleh KPU Provinsi untuk Pemilihan Gubernur dan KPU
Kabupaten/Kota untuk Pemilihan Bupati dan Pemilihan Walikota dengan memperhatikan usul dari calon.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diatur dengan Peraturan KPU.

Bagian Kedua
Materi Kampanye

Pasal 64
(1) Calon wajib menyampaikan visi dan misi yang disusun berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Daerah Provinsi atau Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten/Kota secara
lisan maupun tertulis kepada masyarakat.
(2) Calon berhak untuk mendapatkan informasi atau data dari Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3) Penyampaian materi Kampanye dilakukan dengan cara yang sopan, tertib, dan bersifat edukatif.

Bagian Ketiga
Metode Kampanye

Pasal 65
(1) Kampanye dapat dilaksanakan melalui:
a. pertemuan terbatas;
b. pertemuan tatap muka dan dialog;
c. debat publik/debat terbuka antarcalon;
d. penyebaran bahan Kampanye kepada umum;
e. pemasangan alat peraga;
f. iklan media massa cetak dan media massa elektronik; dan/atau
g. kegiatan lain yang tidak melanggar larangan Kampanye dan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(2) Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, huruf e dan huruf f difasilitasi oleh KPU
Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota yang didanai APBN.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan metode Kampanye diatur dengan Peraturan KPU.

Pasal 66

31 / 76
www.hukumonline.com

(1) Media cetak dan media elektronik dapat menyampaikan tema, materi, dan iklan Kampanye.
(2) Pemerintah Daerah dapat memberikan kesempatan penggunaan fasilitas umum untuk kegiatan
Kampanye pada KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.
(3) Semua yang hadir dalam pertemuan terbatas yang diadakan oleh calon hanya dibenarkan membawa atau
menggunakan tanda gambar dan/atau atribut calon yang bersangkutan.
(4) KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah untuk menetapkan
lokasi pemasangan alat peraga untuk keperluan Kampanye.
(5) Pemasangan alat peraga Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (4) oleh KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota dilaksanakan dengan mempertimbangkan etika, estetika, kebersihan, dan keindahan
kota atau kawasan setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(6) Pemasangan alat peraga Kampanye pada tempat yang menjadi milik perseorangan atau badan swasta
harus seizin pemilik tempat tersebut.
(7) Alat peraga Kampanye harus sudah dibersihkan paling lambat 3 (tiga) hari sebelum hari pemungutan
suara.
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai tatacara pemasangan alat peraga dan penyebaran bahan Kampanye
diatur dengan Peraturan KPU.

Bagian Keempat
Jadwal Kampanye

Pasal 67
(1) Kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) dilaksanakan 3 (tiga) hari setelah penetapan
calon peserta Pemilihan sampai dengan dimulainya masa tenang.
(2) Masa tenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlangsung selama 3 (tiga) hari sebelum hari
pemungutan suara.

Pasal 68
(1) Debat publik/debat terbuka antarcalon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) huruf c
dilaksanakan paling banyak 3 (tiga) kali oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.
(2) Debat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disiarkan secara langsung melalui lembaga penyiaran publik.
(3) Moderator debat dipilih oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dari kalangan profesional dan
akademisi yang mempunyai integritas, jujur, simpatik, dan tidak memihak kepada salah satu calon.
(4) Materi debat adalah visi dan misi Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota dalam rangka:
a. meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
b. memajukan daerah;
c. meningkatkan pelayanan kepada masyarakat;
d. menyelesaikan persoalan daerah;
e. menyerasikan pelaksanaan pembangunan daerah kabupaten/kota dan provinsi dengan nasional;
dan

32 / 76
www.hukumonline.com

f. memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia dan kebangsaan.

Bagian Kelima
Larangan dalam Kampanye

Pasal 69
Dalam Kampanye dilarang:
a. mempersoalkan dasar negara Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
b. menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, Calon Gubernur, Calon Bupati, Calon Walikota,
dan/atau Partai Politik;
c. melakukan Kampanye berupa menghasut, memfitnah, mengadu domba Partai Politik, perseorangan,
dan/atau kelompok masyarakat;
d. menggunakan kekerasan, ancaman kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan kepada
perseorangan, kelompok masyarakat dan/atau Partai Politik;
e. mengganggu keamanan, ketenteraman, dan ketertiban umum;
f. mengancam dan menganjurkan penggunaan kekerasan untuk mengambil alih kekuasaan dari
pemerintahan yang sah;
g. merusak dan/atau menghilangkan alat peraga Kampanye;
h. menggunakan fasilitas dan anggaran Pemerintah dan Pemerintah Daerah;
i. menggunakan tempat ibadah dan tempat pendidikan;
j. melakukan pawai yang dilakukan dengan berjalan kaki dan/atau dengan kendaraan di jalan raya;
dan/atau
k. melakukan kegiatan Kampanye di luar jadwal yang telah ditetapkan oleh KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota.

Pasal 70
(1) Dalam Kampanye, calon dilarang melibatkan:
a. pejabat badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah;
b. aparatur sipil Negara, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan anggota Tentara
Nasional Indonesia; dan
c. Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dan perangkat Desa atau sebutan lain/perangkat Kelurahan.
(2) Gubernur, Bupati, Walikota, dan pejabat negara lainnya dapat ikut dalam Kampanye dengan mengajukan
izin cuti Kampanye sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Pejabat negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang menjadi Calon Gubernur, Calon Bupati, Calon
Walikota dalam melaksanakan Kampanye tidak menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya.

Pasal 71

33 / 76
www.hukumonline.com

(1) Pejabat negara, pejabat aparatur sipil negara, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dilarang
membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu calon selama
masa Kampanye.
(2) Petahana dilarang melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum masa jabatannya berakhir.
(3) Petahana dilarang menggunakan program dan kegiatan Pemerintahan Daerah untuk kegiatan Pemilihan
6 (enam) bulan sebelum masa jabatannya berakhir.
(4) Dalam hal petahana melakukan hal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), petahana dikenai
sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.

Pasal 72
(1) Pelanggaran atas ketentuan larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 huruf a sampai dengan
huruf h merupakan tindak pidana dan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(2) Pelanggaran atas ketentuan larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 huruf i dan huruf j, dikenai
sanksi:
a. peringatan tertulis walaupun belum menimbulkan gangguan; dan/atau
b. penghentian kegiatan Kampanye di tempat terjadinya pelanggaran atau di seluruh daerah
Pemilihan setempat jika terjadi gangguan terhadap keamanan yang berpotensi menyebar ke
daerah lain.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi terhadap pelanggaran larangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan KPU.

Pasal 73
(1) Calon dan/atau tim Kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk
mempengaruhi Pemilih.
(2) Calon yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh
KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dan dikenai sanksi pidana sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
(3) Tim Kampanye yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan
putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dikenai sanksi pidana sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Keenam
Dana Kampanye

Pasal 74
(1) Dana Kampanye Calon yang diusulkan Partai Politik atau gabungan Partai Politik dapat diperoleh dari:
a. sumbangan Partai Politik dan/atau gabungan Partai Politik yang mengusulkan Calon; dan/atau
b. sumbangan pihak lain yang tidak mengikat yang meliputi sumbangan perseorangan dan/atau
badan hukum swasta.

34 / 76
www.hukumonline.com

(2) Dana Kampanye calon perseorangan dapat diperoleh dari sumbangan pihak lain yang tidak mengikat
yang meliputi sumbangan perseorangan dan/atau badan hukum swasta.
(3) Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang mengusulkan Calon wajib memiliki rekening khusus dana
Kampanye atas nama Calon dan didaftarkan kepada KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.
(4) Calon perseorangan bertindak sebagai penerima sumbangan dana Kampanye sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dan wajib memiliki rekening khusus dana Kampanye dan didaftarkan kepada KPU Provinsi
atau KPU Kabupaten/Kota.
(5) Sumbangan dana Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan ayat (2) dari
perseorangan paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan dari badan hukum swasta
paling banyak Rp500.000.000.00 (lima ratus juta rupiah).
(6) Partai Politik dan/atau gabungan Partai Politik yang mengusulkan calon dan calon perseorangan dapat
menerima dan/atau menyetujui pembiayaan bukan dalam bentuk uang secara langsung untuk kegiatan
Kampanye yang jika dikonversi berdasar harga pasar nilainya tidak melebihi sumbangan dana Kampanye
sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
(7) Pemberi sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) harus mencantumkan identitas
yang jelas.
(8) Penggunaan dana Kampanye calon wajib dilaksanakan secara transparan dan akuntabel.
(9) Pembatasan dana Kampanye Pemilihan ditetapkan oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dengan
mempertimbangkan jumlah penduduk, cakupan/luas wilayah, dan standar biaya daerah.

Pasal 75
(1) Laporan sumbangan dana Kampanye dan pengeluaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (5)
dan ayat (6), disampaikan oleh Calon Gubernur kepada KPU Provinsi dan Calon Bupati/Calon Walikota
kepada KPU Kabupaten/Kota dalam waktu 1 (satu) hari sebelum masa Kampanye dimulai dan 1 (satu)
hari sesudah masa Kampanye berakhir.
(2) KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota wajib menyerahkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) kepada kantor akuntan publik untuk diaudit paling lambat 2 (dua) hari setelah KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota menerima laporan dana Kampanye.
(3) Kantor akuntan publik wajib menyelesaikan audit paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak laporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dari KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota diterima.
(4) Hasil audit sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diumumkan oleh KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota paling lambat 3 (tiga) hari setelah KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota menerima
laporan hasil audit dari kantor akuntan publik.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai sumbangan dan pengeluaran dana Kampanye calon diatur dengan
Peraturan KPU.

Pasal 76
(1) Partai Politik dan/atau gabungan Partai Politik yang mengusulkan calon dan calon perseorangan dilarang
menerima sumbangan atau bantuan lain untuk Kampanye yang berasal dari:
a. negara asing, lembaga swasta asing, lembaga swadaya masyarakat asing dan warga negara
asing;
b. penyumbang atau pemberi bantuan yang tidak jelas identitasnya;

35 / 76
www.hukumonline.com

c. Pemerintah dan Pemerintah Daerah; dan


d. badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan badan usaha milik desa atau sebutan
lain.
(2) Partai Politik dan/atau gabungan Partai Politik yang mengusulkan calon dan calon perseorangan yang
menerima sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dibenarkan menggunakan dana
tersebut dan wajib melaporkannya kepada KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota paling lambat 14
(empat belas) hari setelah masa Kampanye berakhir dan menyerahkan sumbangan tersebut kepada kas
negara.
(3) Partai Politik dan/atau gabungan Partai Politik yang mengusulkan calon, yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi berupa pembatalan calon yang diusulkan.
(4) Calon yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi berupa
pembatalan sebagai calon.
(5) Pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dilakukan oleh KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota.

BAB XII
PERLENGKAPAN PEMILIHAN

Pasal 77
(1) KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota bertanggung jawab dalam merencanakan dan menetapkan
standar serta kebutuhan pengadaan dan pendistribusian perlengkapan pemungutan suara.
(2) Sekretaris KPU Provinsi dan sekretaris KPU Kabupaten/Kota bertanggung jawab dalam pelaksanaan
pengadaan dan pendistribusian perlengkapan pemungutan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 78
(1) Jenis perlengkapan pemungutan suara terdiri atas:
a. kotak suara;
b. surat suara;
c. tinta;
d. bilik pemungutan suara;
e. segel;
f. alat untuk memberi tanda pilihan; dan
g. TPS.
(2) Selain perlengkapan pemungutan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk menjaga
keamanan, kerahasiaan, dan kelancaran pelaksanaan pemungutan suara dan penghitungan suara,
diperlukan dukungan perlengkapan lainnya.
(3) Bentuk, ukuran, dan spesifikasi teknis perlengkapan pemungutan suara ditetapkan dengan Keputusan
KPU.
(4) Pengadaan perlengkapan pemungutan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai

36 / 76
www.hukumonline.com

dengan huruf f dilaksanakan oleh sekretariat KPU Provinsi dan sekretariat KPU Kabupaten/Kota sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Pengadaan perlengkapan pemungutan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g dilaksanakan
oleh KPPS bekerja sama dengan masyarakat.
(6) Perlengkapan pemungutan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan, huruf f
harus sudah diterima KPPS paling lambat 1 (satu) hari sebelum hari/tanggal pemungutan suara.
(7) Pendistribusian perlengkapan pemungutan suara dilakukan oleh sekretariat KPU Provinsi dan sekretariat
KPU Kabupaten/Kota.
(8) Dalam pendistribusian dan pengamanan perlengkapan pemungutan suara, KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota dapat bekerja sama dengan Pemerintah, Pemerintah Daerah, Kepolisian Negara
Republik Indonesia, dan Tentara Nasional Indonesia.

Pasal 79
(1) Surat suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (1) huruf b memuat foto, nama, dan nomor urut
calon.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai surat suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan KPU.

Pasal 80
(1) Jumlah surat suara yang dicetak sama dengan jumlah Pemilih tetap ditambah dengan 2,5% (dua
setengah persen) dari jumlah Pemilih tetap sebagai cadangan, yang ditetapkan dengan Keputusan KPU
Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.
(2) Selain menetapkan pencetakan surat suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota menetapkan besarnya jumlah surat suara untuk pelaksanaan pemungutan suara ulang.
(3) Jumlah surat suara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota sebanyak 2.000 (dua ribu) surat suara untuk pemungutan suara ulang yang diberi tanda
khusus.

Pasal 81
(1) Tambahan surat suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (1) digunakan sebagai cadangan di
setiap TPS untuk mengganti surat suara Pemilih yang keliru memilih pilihannya, mengganti surat suara
yang rusak, dan untuk Pemilih tambahan.
(2) Penggunaan tambahan surat suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuatkan berita acara.

Pasal 82
(1) Perusahaan pencetak surat suara dilarang mencetak surat suara lebih dari jumlah yang ditetapkan oleh
KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dan harus menjaga kerahasiaan, keamanan, serta keutuhan
surat suara.
(2) KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dapat meminta bantuan Pemerintah, Pemerintah Daerah,
Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Tentara Nasional Indonesia untuk mengamankan surat suara
selama proses pencetakan berlangsung, penyimpanan, dan pendistribusian ke tempat tujuan.

37 / 76
www.hukumonline.com

(3) KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota memverifikasi jumlah surat suara yang telah dicetak, jumlah yang
sudah dikirim dan/atau jumlah yang masih tersimpan, dengan membuat berita acara yang ditandatangani
oleh pihak percetakan dan petugas KPU Provinsi atau petugas KPU Kabupaten/Kota.
(4) KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota mengawasi dan mengamankan desain, film separasi, dan plat
cetak yang digunakan untuk membuat surat suara, sebelum dan sesudah digunakan serta menyegel dan
menyimpannya.
(5) Dalam hal pencetakan surat suara melebihi yang dibutuhkan, dilakukan pemusnahan surat suara oleh
KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dengan disaksikan oleh aparat Kepolisian Negara Republik
Indonesia setempat, Bawaslu Provinsi, dan/atau Panwas Kabupaten/Kota.
(6) Pemusnahan surat suara sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dibuatkan berita acara.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan pengamanan terhadap pencetakan,
penghitungan, penyimpanan, pengepakan, pendistribusian surat suara ke tempat tujuan, dan
pemusnahan surat suara diatur dengan Peraturan KPU.

Pasal 83
Pengawasan atas pelaksanaan tugas dan wewenang KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota serta sekretariat
KPU Provinsi dan sekretariat KPU Kabupaten/Kota mengenai pengadaan dan pendistribusian perlengkapan
pemungutan suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 dilaksanakan oleh Bawaslu Provinsi dan Panwas
Kabupaten/Kota serta Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia.

BAB XIII
PEMUNGUTAN SUARA

Pasal 84
(1) KPPS memberikan undangan kepada Pemilih untuk menggunakan hak pilihnya paling lambat 3 (tiga) hari
sebelum tanggal pemungutan suara.
(2) Pemungutan suara dilakukan dengan memberikan tanda melalui surat suara.
(3) Pemungutan suara dilakukan pada hari libur atau hari yang diliburkan.
(4) Hari, tanggal, dan waktu pemungutan suara Pemilihan ditetapkan dengan Keputusan KPU Provinsi dan
KPU Kabupaten/Kota.

Pasal 85
(1) Pemberian suara untuk Pemilihan dapat dilakukan dengan cara:
a. memberi tanda satu kali pada surat suara; atau
b. memberi suara melalui peralatan Pemilihan suara secara elektronik.
(2) Pemberian tanda satu kali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan berdasarkan prinsip
memudahkan Pemilih, akurasi dalam penghitungan suara, dan efisiensi dalam penyelenggaraan
Pemilihan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan KPU.

38 / 76
www.hukumonline.com

Pasal 86
(1) Pemilih tunanetra, tunadaksa, atau yang mempunyai halangan fisik lain pada saat memberikan suaranya
di TPS dapat dibantu oleh petugas KPPS atau orang lain atas permintaan Pemilih.
(2) Petugas KPPS atau orang lain yang membantu Pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
merahasiakan pilihan Pemilih yang dibantunya.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian bantuan kepada Pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan KPU.

Pasal 87
(1) Pemilih untuk setiap TPS paling banyak 800 (delapan ratus) orang.
(2) TPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan lokasinya di tempat yang mudah dijangkau.
(3) Jumlah, lokasi, bentuk, dan tata letak TPS ditetapkan oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.
(4) Jumlah surat suara di setiap TPS sama dengan jumlah Pemilih yang tercantum di dalam Daftar Pemilih
Tetap dan Daftar Pemilih Tambahan ditambah dengan 2,5% (dua koma lima persen) dari Daftar Pemilih
Tetap sebagai cadangan.
(5) Penggunaan surat suara cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibuatkan berita acara.

Pasal 88
(1) Untuk keperluan pemungutan suara dalam Pemilihan disediakan kotak suara sebagai tempat surat suara
yang digunakan oleh Pemilih.
(2) Ketentuan mengenai jumlah, bahan, bentuk, ukuran, dan warna kotak suara sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Peraturan KPU.

Pasal 89
(1) Pelaksanaan pemungutan suara di TPS dipimpin oleh KPPS.
(2) Pemberian suara dilaksanakan oleh Pemilih.
(3) Pelaksanaan pemungutan suara disaksikan oleh saksi calon.
(4) Saksi calon sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus menyerahkan mandat tertulis dari calon.
(5) Penanganan ketenteraman, ketertiban, dan keamanan di setiap TPS dilaksanakan oleh 2 (dua) orang
petugas yang ditetapkan oleh PPS.
(6) Pengawasan pemungutan suara dilaksanakan oleh PPL dan Pengawas TPS.
(7) Pemantauan pemungutan suara dilaksanakan oleh pemantau Pemilihan yang telah diakreditasi oleh KPU
Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.

Pasal 90
(1) Dalam rangka persiapan pemungutan suara, KPPS melakukan kegiatan yang meliputi:
a. penyiapan TPS;

39 / 76
www.hukumonline.com

b. pengumuman dengan menempelkan Daftar Pemilih Tetap, Daftar Pemilih Tambahan, serta nama
dan foto Calon di TPS; dan
c. penyerahan salinan Daftar Pemilih Tetap dan Daftar Pemilih Tambahan kepada saksi yang hadir
dan Pengawas TPS.
(2) Dalam pelaksanaan pemungutan suara, KPPS melakukan kegiatan yang meliputi:
a. pemeriksaan persiapan akhir pemungutan suara;
b. rapat pemungutan suara;
c. pengucapan sumpah atau janji anggota KPPS dan petugas ketenteraman, ketertiban, dan
keamanan TPS;
d. penjelasan kepada Pemilih tentang tata cara pemungutan suara; dan
e. pelaksanaan pemberian suara.

Pasal 91
(1) Sebelum melaksanakan pemungutan suara, KPPS:
a. membuka kotak suara;
b. mengeluarkan seluruh isi kotak suara;
c. mengidentifikasi jenis dokumen dan peralatan;
d. menghitung jumlah setiap jenis dokumen dan peralatan;
e. memeriksa keadaan seluruh surat suara; dan
f. menandatangani surat suara yang akan digunakan oleh Pemilih.
(2) Kegiatan KPPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dihadiri oleh saksi calon, panitia pengawas,
pemantau, dan masyarakat.
(3) Kegiatan KPPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dibuatkan berita acara yang ditandatangani
oleh Ketua KPPS dan paling sedikit 2 (dua) anggota KPPS serta dapat ditandatangani oleh saksi calon.

Pasal 92
(1) Setelah melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91, KPPS memberikan penjelasan
mengenai tata cara pemungutan suara.
(2) Dalam memberikan suara, Pemilih diberi kesempatan oleh KPPS berdasarkan prinsip urutan kehadiran
Pemilih.
(3) Dalam hal surat suara yang diterima rusak atau terdapat kekeliruan dalam cara memberikan suara,
Pemilih dapat meminta surat suara pengganti kepada KPPS.
(4) KPPS memberikan surat suara pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya 1 (satu) kali.
(5) Penentuan waktu pemungutan suara dimulai pukul 07.00 dan berakhir pada pukul 13.00 waktu setempat.

Pasal 93
(1) Pemilih yang telah memberikan suara di TPS diberi tanda khusus oleh KPPS.

40 / 76
www.hukumonline.com

(2) Ketentuan mengenai tanda khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan KPU.

Pasal 94
Surat suara untuk Pemilihan dinyatakan sah jika:
a. surat suara ditandatangani oleh Ketua KPPS; dan
b. pemberian tanda satu kali pada nomor urut, foto, atau nama salah satu Calon Gubernur, Calon Bupati,
dan Calon Walikota dalam surat suara.

Pasal 95
(1) Pemilih yang berhak mengikuti pemungutan suara di TPS meliputi:
a. Pemilih yang terdaftar pada Daftar Pemilih Tetap pada TPS yang bersangkutan; dan
b. Pemilih yang terdaftar pada Daftar Pemilih Tambahan.
(2) Pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan haknya untuk memilih di TPS lain
dengan menunjukkan surat pemberitahuan dari PPS untuk memberikan suara di TPS lain.
(3) Dalam hal Pemilih tidak terdaftar dalam daftar Pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemilih
dapat menggunakan haknya untuk memilih di TPS sesuai domisili dengan menunjukkan Kartu Tanda
Penduduk Elektronik atau surat keterangan penduduk.
(4) Dalam hal terdapat Pemilih tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), KPPS pada TPS tersebut
mencatat dan melaporkan kepada KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota melalui PPK.

Pasal 96
(1) Pemilih tidak boleh membubuhkan tulisan dan/atau catatan lain pada surat suara.
(2) Dalam hal surat suara terdapat tulisan dan/atau catatan lain maka surat suara dinyatakan tidak sah.

Pasal 97
(1) Dalam hal terjadi pelanggaran ketenteraman, ketertiban, dan keamanan dalam pelaksanaan pemungutan
suara oleh anggota masyarakat atau pemantau Pemilihan, petugas ketenteraman, ketertiban, dan
keamanan melakukan penanganan sesuai prosedur yang telah ditetapkan.
(2) Dalam hal anggota masyarakat dan/atau pemantau Pemilihan tidak mematuhi penanganan yang
dilakukan oleh petugas ketenteraman, ketertiban, dan keamanan maka yang bersangkutan diserahkan
kepada petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.

BAB XIV
PENGHITUNGAN SUARA

Bagian Kesatu
Penghitungan Suara di TPS

41 / 76
www.hukumonline.com

Pasal 98
(1) Penghitungan suara di TPS dilakukan oleh KPPS setelah pemungutan suara berakhir.
(2) Sebelum penghitungan suara dimulai, KPPS menghitung:
a. jumlah Pemilih yang memberikan suara berdasarkan salinan Daftar Pemilih Tetap untuk TPS;
b. jumlah Pemilih dari TPS lain;
c. jumlah Pemilih yang menggunakan dasar Kartu Tanda Penduduk Elektronik dan/atau surat
keterangan penduduk;
d. jumlah surat suara yang tidak terpakai; dan
e. jumlah surat suara yang dikembalikan oleh Pemilih karena rusak atau keliru ditandai.
(3) Dalam hal pemberian suara dilakukan dengan cara elektronik, penghitungan suara dilakukan dengan cara
manual dan/atau elektronik.
(4) Penggunaan surat suara cadangan wajib dibuatkan berita acara yang ditandatangani oleh Ketua KPPS
dan paling sedikit 2 (dua) orang anggota KPPS.
(5) Penghitungan suara dilakukan sampai dengan selesai di TPS oleh KPPS dan dihadiri oleh saksi calon,
pengawas TPS, pemantau, dan masyarakat.
(6) Saksi calon harus membawa surat mandat dari calon yang bersangkutan dan menyerahkannya kepada
Ketua KPPS.
(7) Penghitungan suara dilakukan dengan cara yang memungkinkan saksi calon, panitia pengawas,
pemantau, dan masyarakat yang hadir dapat menyaksikan secara jelas proses penghitungan suara.
(8) Dalam hal terdapat proses penghitungan suara yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan, saksi calon yang hadir dapat mengajukan keberatan kepada KPPS.
(9) Dalam hal keberatan yang diajukan oleh saksi calon sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dapat diterima,
KPPS seketika itu juga mengadakan pembetulan.
(10) Segera setelah selesai penghitungan suara di TPS, KPPS membuat berita acara dan sertifikat hasil
penghitungan suara yang ditandatangani oleh Ketua KPPS dan paling sedikit 2 (dua) orang anggota
KPPS serta dapat ditandatangani oleh saksi calon.
(11) KPPS wajib memberikan 1 (satu) eksemplar salinan berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara
kepada saksi calon Gubernur, saksi calon Bupati, saksi calon Walikota, PPL, PPS, PPK melalui PPS serta
menempelkan 1 (satu) eksemplar sertifikat hasil penghitungan suara pada tempat pengumuman di TPS
selama 7 (tujuh) hari.

Pasal 99
PPS wajib mengumumkan salinan sertifikat hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98
ayat (11) dari seluruh TPS di wilayah kerjanya dengan menempelkan salinan tersebut di tempat umum selama 7
(tujuh) hari.

Bagian Kedua
Rekapitulasi Penghitungan Suara di PPS

Pasal 100

42 / 76
www.hukumonline.com

(1) PPS membuat berita acara penerimaan hasil penghitungan perolehan suara calon peserta Pemilihan dari
KPPS.
(2) PPS melakukan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara calon peserta Pemilihan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dalam rapat yang dihadiri saksi calon, PPL, pemantau, dan masyarakat.
(3) Rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dilakukan dengan membuka kotak suara tersegel untuk
mengambil sampul yang berisi berita acara pemungutan suara dan sertifikat hasil penghitungan perolehan
suara, kemudian kotak ditutup dan disegel kembali.
(4) PPS membuat berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara calon peserta Pemilihan dan
membuat sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara.
(5) PPS mengumumkan hasil rekapitulasi penghitungan perolehan suara calon peserta Pemilihan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) di tempat umum selama 7 (tujuh) hari.
(6) PPS menyerahkan berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara calon peserta Pemilihan
serta sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara tersebut kepada saksi calon, PPL, dan
PPK.
(7) Saksi calon sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (6) harus membawa surat mandat dari calon
yang bersangkutan.
(8) Dalam hal proses penghitungan suara oleh PPS tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan, saksi calon yang hadir dapat mengajukan keberatan kepada PPS.
(9) Dalam hal keberatan yang diajukan oleh saksi calon sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dapat diterima,
PPS seketika itu juga mengadakan pembetulan.

Pasal 101
(1) PPL wajib menyampaikan laporan atas dugaan pelanggaran, penyimpangan, dan/atau kesalahan dalam
pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Calon Gubernur, Calon Bupati, atau Calon
Walikota kepada PPS.
(2) PPS wajib langsung menindaklanjuti laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada hari
pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara calon peserta Pemilihan.

Pasal 102
(1) Rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara di PPS dituangkan ke dalam berita acara rekapitulasi
hasil penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara calon
Peserta Pemilihan dengan menggunakan format yang diatur dalam Peraturan KPU.
(2) Berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan
perolehan suara calon peserta Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh
seluruh anggota PPS dan saksi calon yang hadir yang bersedia menandatangani.

Pasal 103
(1) Dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari setelah pemungutan suara, PPS wajib menyerahkan kepada PPK:
a. surat suara Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota dari TPS dalam kotak suara
tersegel;
b. berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara; dan

43 / 76
www.hukumonline.com

c. sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara calon peserta Pemilihan di tingkat PPS.
(2) Penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri berita acara pemungutan suara dan sertifikat
hasil penghitungan perolehan suara dari PPS.

Bagian Ketiga
Rekapitulasi Penghitungan Suara di PPK

Pasal 104
(1) Setelah menerima berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara dari PPS, PPK membuat berita
acara penerimaan dan melakukan rekapitulasi jumlah suara untuk tingkat Kecamatan yang dapat dihadiri
oleh saksi calon, Panwas Kecamatan, pemantau, dan masyarakat.
(2) Saksi calon harus membawa surat mandat dari calon yang bersangkutan dan menyerahkannya kepada
PPK.
(3) Dalam hal proses penghitungan suara oleh PPK tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan,
saksi calon yang hadir dapat mengajukan keberatan terhadap jalannya penghitungan suara kepada PPK.
(4) Dalam hal keberatan yang diajukan oleh saksi calon sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diterima,
PPK seketika itu juga mengadakan pembetulan.
(5) Setelah selesai melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara yang berasal dari seluruh PPS dalam
wilayah kerja Kecamatan yang bersangkutan, PPK membuat berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil
penghitungan suara yang ditandatangani oleh ketua dan paling sedikit 2 (dua) orang anggota PPK serta
saksi calon yang hadir yang bersedia menandatangani.
(6) PPK wajib memberikan 1 (satu) eksemplar salinan berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil
penghitungan suara di PPK kepada para Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota atau saksi
calon dan Panwas Kecamatan yang ditunjuk serta menempelkan 1 (satu) eksemplar sertifikat hasil
penghitungan suara pada papan pengumuman di PPK selama 7 ( tujuh) hari.
(7) PPK wajib menyerahkan berita acara pemungutan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan
suara kepada KPU Kabupaten/Kota paling lambat 3 (tiga) hari setelah berita acara dan sertifikat
rekapitulasi hasil penghitungan suara dari PPS diterima.
(8) Berita acara dan sertifikat rekapitulasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) beserta kelengkapannya
dimasukkan dalam sampul khusus dan dimasukkan ke dalam kotak suara yang disediakan yang pada
bagian luar ditempel label atau disegel.
(9) PPK wajib menjaga dan mengamankan keutuhan kotak suara.
(10) Penyerahan berita acara dan sertifikat beserta kelengkapannya sebagaimana dimaksud pada ayat (7)
wajib diawasi oleh Panwas Kecamatan dan wajib dilaporkan kepada Panwas Kabupaten/Kota.

Bagian Ketiga
Rekapitulasi Penghitungan Suara di KPU Kabupaten/Kota

Pasal 105
(1) Setelah menerima berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara dari PPK, KPU Kabupaten/Kota
membuat berita acara penerimaan dan melakukan rekapitulasi jumlah suara untuk tingkat

44 / 76
www.hukumonline.com

Kabupaten/Kota yang dapat dihadiri oleh saksi calon, Panwas Kabupaten/Kota, pemantau, dan
masyarakat.
(2) Saksi calon harus membawa surat mandat dari calon yang bersangkutan dan menyerahkannya kepada
KPU Kabupaten/Kota.
(3) Dalam hal rekapitulasi jumlah suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan, saksi calon yang hadir dapat mengajukan keberatan kepada KPU
Kabupaten/Kota.
(4) Dalam hal keberatan yang diajukan oleh saksi calon sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diterima,
KPU Kabupaten/Kota seketika itu juga mengadakan pembetulan.
(5) Setelah selesai melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara dari semua PPK dalam wilayah kerja
Kabupaten/Kota yang bersangkutan, KPU Kabupaten/Kota membuat berita acara dan sertifikat
rekapitulasi hasil penghitungan suara yang ditandatangani oleh Ketua KPU Kabupaten/Kota dan paling
sedikit 2 (dua) orang anggota KPU Kabupaten/Kota serta saksi calon yang hadir yang bersedia
menandatangani.
(6) KPU Kabupaten/Kota wajib memberikan 1 (satu) eksemplar salinan berita acara dan sertifikat rekapitulasi
hasil penghitungan suara di KPU Kabupaten/Kota kepada Calon Gubernur, Calon Bupati, atau Calon
Walikota atau saksi calon dan Panwas Kabupaten/Kota dan menempelkan 1 (satu) eksemplar sertifikat
hasil penghitungan suara pada tempat pengumuman di KPU Kabupaten/Kota selama 7 (tujuh) hari.
(7) Setelah membuat berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud
pada ayat (5), KPU Kabupaten/Kota menetapkan Calon Bupati dan Calon Walikota terpilih dalam pleno
KPU Kabupaten/Kota dalam waktu paling lama 1 (satu) hari.
(8) KPU Kabupaten/Kota mengumumkan penetapan rekapitulasi hasil penghitungan suara dan penetapan
Calon Bupati dan Calon Walikota terpilih dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari.

Pasal 106
(1) Dalam hal Pemilihan Gubernur, KPU Kabupaten/Kota wajib menyerahkan berita acara pemungutan suara
dan sertifikat hasil penghitungan suara kepada KPU Provinsi dalam waktu paling lambat 3 (tiga) hari
setelah berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara dari KPPS melalui PPK diterima.
(2) Berita Acara dan sertifikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beserta kelengkapannya dimasukkan
dalam sampul khusus dan selanjutnya dimasukkan dalam kotak suara yang disediakan yang pada bagian
luar ditempel label atau disegel.
(3) KPU Kabupaten/Kota wajib menjaga dan mengamankan keutuhan kotak suara.
(4) Penyerahan berita acara dan sertifikat beserta kelengkapannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib diawasi oleh Bawaslu Provinsi.

Pasal 107
(1) Calon Bupati dan Calon Walikota yang memperoleh suara lebih dari 30% (tiga puluh persen) dari jumlah
suara sah ditetapkan sebagai Calon Bupati terpilih dan Calon Walikota terpilih.
(2) Dalam hal tidak ada Calon Bupati dan Calon Walikota yang memperoleh suara sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), diadakan Pemilihan Bupati dan Pemilihan Walikota putaran kedua yang diikuti oleh calon
yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua pada putaran pertama.
(3) Calon Bupati dan Calon Walikota yang memperoleh suara lebih dari 50% (lima puluh persen) dari jumlah
suara sah pada putaran kedua ditetapkan sebagai Bupati terpilih dan Walikota terpilih.

45 / 76
www.hukumonline.com

Bagian Keempat
Rekapitulasi Penghitungan Suara di KPU Provinsi

Pasal 108
(1) Setelah menerima berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara dari KPU Kabupaten/Kota, KPU
Provinsi membuat berita acara penerimaan dan melakukan rekapitulasi jumlah suara untuk tingkat
Provinsi yang dapat dihadiri oleh saksi calon, Bawaslu Provinsi, pemantau, dan masyarakat.
(2) Saksi calon harus membawa surat mandat dari calon yang bersangkutan dan menyerahkannya kepada
KPU Provinsi.
(3) Dalam hal penghitungan suara oleh KPU Provinsi tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan, saksi calon yang hadir dapat mengajukan keberatan kepada KPU Provinsi.
(4) Dalam hal keberatan yang diajukan oleh saksi calon sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diterima,
KPU Provinsi seketika itu juga mengadakan pembetulan.
(5) Setelah selesai melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara dari semua KPU Kabupaten/Kota, KPU
Provinsi membuat berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara yang ditandatangani
oleh Ketua KPU Provinsi dan paling sedikit 2 (dua) orang anggota KPU Provinsi serta saksi calon yang
hadir yang bersedia menandatangani.
(6) KPU Provinsi wajib memberikan 1 (satu) eksemplar salinan berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil
penghitungan suara di KPU Provinsi kepada para Calon Gubernur atau saksi calon dan Bawaslu Provinsi
dan menempelkan 1 (satu) eksemplar sertifikat hasil penghitungan suara pada tempat pengumuman di
KPU Provinsi selama 7 (tujuh) hari.
(7) Setelah membuat berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud
pada ayat (5), KPU Provinsi menetapkan Calon Gubernur terpilih dalam pleno KPU dalam waktu paling
lama 1 (satu) hari.
(8) KPU Provinsi mengumumkan penetapan rekapitulasi hasil penghitungan suara dan penetapan calon
Gubernur terpilih dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari.

Pasal 109
(1) Calon Gubernur yang memperoleh suara lebih dari 30% (tiga puluh persen) dari jumlah suara sah
ditetapkan sebagai Gubernur terpilih.
(2) Dalam hal tidak ada Calon Gubernur yang memperoleh suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
diadakan Pemilihan Gubernur putaran kedua yang diikuti oleh calon yang memperoleh suara terbanyak
pertama dan kedua pada putaran pertama.
(3) Calon Gubernur yang memperoleh suara lebih dari 50% (lima puluh persen) dari jumlah suara sah pada
putaran kedua ditetapkan sebagai Gubernur terpilih.

Bagian Kelima
Pengawasan dan Sanksi dalam Penghitungan Suara dan Rekapitulasi Penghitungan Suara

Pasal 110

46 / 76
www.hukumonline.com

(1) Bawaslu Provinsi, Panwas Kabupaten/Kota, Panwas Kecamatan, dan PPL melakukan pengawasan atas
rekapitulasi penghitungan suara yang dilaksanakan oleh KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, dan
KPPS.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap kemungkinan adanya
pelanggaran, penyimpangan, dan/atau kesalahan oleh anggota KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota,
PPK, dan KPPS dalam melakukan rekapitulasi penghitungan suara.
(3) Dalam hal terdapat bukti permulaan yang cukup adanya pelanggaran, penyimpangan, dan/atau kesalahan
dalam rekapitulasi penghitungan suara, Bawaslu Provinsi, Panwas Kabupaten/Kota, Panwas Kecamatan,
dan PPL melaporkan adanya pelanggaran, penyimpangan, dan/atau kesalahan kepada petugas
Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(4) Anggota KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, dan KPPS yang melakukan pelanggaran,
penyimpangan, dan/atau kesalahan dikenai tindakan hukum sesuai dengan ketentuan dalam Undang-
Undang ini.

Pasal 111
(1) Mekanisme penghitungan dan rekapitulasi suara Pemilihan secara manual dan/atau menggunakan sistem
penghitungan suara secara elektronik diatur dengan Peraturan KPU.
(2) Peraturan KPU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan setelah dikonsultasikan dengan
Pemerintah.

BAB XV
PEMUNGUTAN SUARA ULANG, PENGHITUNGAN SUARA ULANG, DAN REKAPITULASI HASIL
PENGHITUNGAN SUARA ULANG

Bagian Kesatu
Pemungutan Suara Ulang

Pasal 112
(1) Pemungutan suara di TPS dapat diulang jika terjadi gangguan keamanan yang mengakibatkan hasil
pemungutan suara tidak dapat digunakan atau penghitungan suara tidak dapat dilakukan.
(2) Pemungutan suara di TPS dapat diulang jika dari hasil penelitian dan pemeriksaan Panwas Kecamatan
terbukti terdapat 1 (satu) atau lebih keadaan sebagai berikut:
a. pembukaan kotak suara dan/atau berkas pemungutan dan penghitungan suara tidak dilakukan
menurut tata cara yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;
b. petugas KPPS meminta Pemilih memberi tanda khusus, menandatangani, atau menulis nama atau
alamatnya pada surat suara yang sudah digunakan;
c. petugas KPPS merusak lebih dari satu surat suara yang sudah digunakan oleh Pemilih sehingga
surat suara tersebut menjadi tidak sah;
d. lebih dari seorang Pemilih menggunakan hak pilih lebih dari satu kali, pada TPS yang sama atau
TPS yang berbeda; dan/atau
e. lebih dari seorang Pemilih yang tidak terdaftar sebagai Pemilih, mendapat kesempatan memberikan

47 / 76
www.hukumonline.com

suara pada TPS.

Bagian Kedua
Penghitungan Suara Ulang dan Rekapitulasi Penghitungan Suara Ulang

Pasal 113
(1) Penghitungan suara ulang meliputi:
a. penghitungan ulang surat suara di TPS; atau
b. penghitungan ulang surat suara di PPS.
(2) Penghitungan ulang suara di TPS dilakukan seketika itu juga jika:
a. penghitungan suara dilakukan secara tertutup;
b. penghitungan suara dilakukan di tempat yang kurang terang atau yang kurang mendapat
penerangan cahaya;
c. penghitungan suara dilakukan dengan suara yang kurang jelas;
d. penghitungan suara dicatat dengan tulisan yang kurang jelas;
e. saksi calon, PPL, dan masyarakat tidak dapat menyaksikan proses penghitungan suara secara
jelas;
f. penghitungan suara dilakukan di tempat lain atau waktu lain dari yang telah ditentukan; dan/atau
g. terjadi ketidakkonsistenan dalam menentukan surat suara yang sah dan surat suara yang tidak sah.
(3) Dalam hal terjadi keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), saksi calon atau PPL dapat
mengusulkan penghitungan ulang surat suara di TPS yang bersangkutan.
(4) Dalam hal TPS sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat melakukan penghitungan suara ulang,
saksi calon atau PPL dapat mengusulkan penghitungan ulang surat suara di PPS.
(5) Penghitungan ulang surat suara di TPS atau PPS harus dilaksanakan dan selesai pada hari yang sama
dengan hari pemungutan suara.

Pasal 114
Dalam hal TPS atau PPS tidak dapat melakukan penghitungan suara ulang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 113 ayat (5), pelaksanaan penghitungan suara ulang dilakukan oleh panitia pemilihan setingkat di atasnya
paling lama 2 (dua) hari setelah hari pemungutan suara.

Pasal 115
Rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara di PPS, PPK, KPU Kabupaten/Kota, dan KPU Provinsi dapat
diulang jika terjadi keadaan sebagai berikut:
a. kerusuhan yang mengakibatkan rekapitulasi hasil penghitungan suara tidak dapat dilanjutkan;
b. rekapitulasi hasil penghitungan suara dilakukan secara tertutup;
c. rekapitulasi hasil penghitungan suara dilakukan di tempat yang kurang terang atau kurang mendapatkan
penerangan cahaya;

48 / 76
www.hukumonline.com

d. rekapitulasi hasil penghitungan suara dilakukan dengan suara yang kurang jelas;
e. rekapitulasi hasil penghitungan suara dicatat dengan tulisan yang kurang jelas;
f. saksi calon, pengawas penyelenggara Pemilihan, pemantau, dan masyarakat tidak dapat menyaksikan
proses rekapitulasi hasil penghitungan suara secara jelas; dan/atau
g. rekapitulasi hasil penghitungan suara dilakukan di tempat lain di luar tempat dan waktu yang telah
ditentukan.

Pasal 116
(1) Dalam hal terjadi keadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115, saksi calon dan pengawas
penyelenggara Pemilihan dapat mengusulkan untuk dilaksanakan rekapitulasi hasil penghitungan suara
ulang di PPS, PPK, KPU Kabupaten/Kota, dan KPU Provinsi yang bersangkutan.
(2) Rekapitulasi hasil penghitungan suara ulang di PPS, PPK, KPU Kabupaten/Kota, dan KPU Provinsi harus
dilaksanakan dan selesai pada hari yang sama dengan pelaksanaan rekapitulasi.

Pasal 117
(1) Dalam hal terdapat perbedaan jumlah suara pada sertifikat hasil penghitungan suara dari TPS dengan
sertifikat hasil penghitungan suara yang diterima PPS dari TPS, saksi calon tingkat Kecamatan dan saksi
calon di TPS, Panwas Kecamatan, atau PPL maka PPS melakukan penghitungan suara ulang untuk TPS
yang bersangkutan.
(2) Penghitungan dan rekapitulasi hasil penghitungan suara ulang di PPS sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan paling lama 4 (empat) hari setelah tanggal pemungutan suara.

Pasal 118
Penghitungan suara ulang untuk TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 ayat (1) dilakukan dengan cara
membuka kotak suara yang hanya dilakukan di PPS.

Pasal 119
(1) Dalam hal terdapat perbedaan jumlah suara dalam sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan
suara pemilihan Gubernur dari PPS dengan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara
yang diterima oleh PPK, KPU Kabupaten/Kota, saksi calon tingkat Kabupaten/Kota, dan saksi calon
tingkat Kecamatan, Panwas Kabupaten/Kota, atau Panwas Kecamatan, maka KPU Kabupaten/Kota
melakukan pembetulan data melalui pengecekan dan/atau rekapitulasi ulang data yang termuat dalam
sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara untuk PPS yang bersangkutan.
(2) Dalam hal terdapat perbedaan jumlah suara dalam sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan
suara pemilihan Bupati dan Walikota dari PPS dengan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara
yang diterima oleh PPK, KPU Kabupaten/Kota, saksi calon tingkat Kabupaten/Kota, dan saksi calon
tingkat Kecamatan, Panwas Kabupaten/Kota, atau Panwas Kecamatan maka KPU Kabupaten/Kota
melakukan pembetulan data melalui pengecekan dan/atau rekapitulasi ulang data yang termuat dalam
sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara untuk PPS yang bersangkutan.
(3) Dalam hal terdapat perbedaan jumlah suara dalam sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan
suara Pemilihan Gubernur dari KPU Kabupaten/Kota dengan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan
suara yang diterima oleh KPU Provinsi, saksi peserta tingkat Provinsi, saksi peserta tingkat
Kabupaten/Kota, Panwas Kabupaten/Kota, dan Bawaslu Provinsi maka KPU Provinsi melakukan

49 / 76
www.hukumonline.com

pembetulan data melalui pengecekan dan/atau rekapitulasi ulang data yang termuat dalam sertifikat
rekapitulasi hasil penghitungan suara untuk KPU Kabupaten/Kota yang bersangkutan.

BAB XVI
PEMILIHAN LANJUTAN DAN PEMILIHAN SUSULAN

Pasal 120
(1) Dalam hal sebagian atau seluruh wilayah Pemilihan terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana
alam, atau gangguan lainnya yang mengakibatkan sebagian tahapan penyelenggaraan Pemilihan tidak
dapat dilaksanakan maka dilakukan Pemilihan lanjutan.
(2) Pelaksanaan Pemilihan lanjutan dimulai dari tahap penyelenggaraan Pemilihan yang terhenti.

Pasal 121
(1) Dalam hal di suatu wilayah Pemilihan terjadi bencana alam, kerusuhan, gangguan keamanan, dan/atau
gangguan lainnya yang mengakibatkan terganggunya seluruh tahapan penyelenggaraan Pemilihan maka
dilakukan Pemilihan susulan.
(2) Pelaksanaan Pemilihan susulan dilakukan untuk seluruh tahapan penyelenggaraan Pemilihan.

Pasal 122
(1) Pemilihan lanjutan dan Pemilihan susulan dilaksanakan setelah penetapan penundaan pelaksanaan
Pemilihan diterbitkan.
(2) Penetapan penundaan pelaksanaan Pemilihan dilakukan oleh:
a. KPU Kabupaten/Kota atas usul PPK dalam hal penundaan pelaksanaan Pemilihan meliputi 1 (satu)
atau beberapa Desa atau sebutan lain/Kelurahan;
b. KPU Kabupaten/Kota atas usul PPK dalam hal penundaan pelaksanaan Pemilihan meliputi 1 (satu)
atau beberapa Kecamatan; atau
c. KPU Provinsi atas usul KPU Kabupaten/Kota dalam hal penundaan pelaksanaan Pemilihan meliputi
1 (satu) atau beberapa Kabupaten/Kota.
(3) Dalam hal pemilihan Gubernur tidak dapat dilaksanakan di 40% (empat puluh persen) jumlah
Kabupaten/Kota atau 50% (lima puluh persen) dari jumlah Pemilih terdaftar tidak dapat menggunakan
haknya untuk memilih, penetapan Pemilihan Gubernur lanjutan atau Pemilihan Gubernur susulan
dilakukan oleh Menteri atas usul KPU Provinsi.
(4) Dalam hal pemilihan Bupati dan Walikota tidak dapat dilaksanakan di 40% (empat puluh persen) jumlah
Kecamatan atau 50% (lima puluh persen) dari jumlah pemilih terdaftar tidak dapat menggunakan haknya
untuk memilih, penetapan Pemilihan Bupati/Walikota lanjutan atau Bupati dan Walikota susulan dilakukan
oleh Gubernur atas usul KPU Kabupaten/Kota.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan waktu pelaksanaan Pemilihan lanjutan dan Pemilihan
susulan diatur dalam Peraturan KPU.

BAB XVII

50 / 76
www.hukumonline.com

PEMANTAU

Pasal 123
(1) Pelaksanaan Pemilihan dapat dipantau oleh pemantau Pemilihan.
(2) Pemantau Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. organisasi kemasyarakatan pemantau Pemilihan dalam negeri yang terdaftar di Pemerintah; dan
b. lembaga pemantau Pemilihan asing.
(3) Lembaga pemantau Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi persyaratan yang
meliputi:
a. bersifat independen;
b. mempunyai sumber dana yang jelas; dan
c. terdaftar dan memperoleh akreditasi dari KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota sesuai dengan
cakupan wilayah pemantauannya.
(4) Selain harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pemantau Pemilihan asing
juga harus memenuhi persyaratan khusus:
a. mempunyai kompetensi dan pengalaman sebagai pemantau pemilihan di negara lain yang
dibuktikan dengan surat pernyataan dari organisasi pemantau yang bersangkutan atau dari
pemerintah negara lain tempat yang bersangkutan pernah melakukan pemantauan;
b. memperoleh visa untuk menjadi pemantau pemilihan dari Perwakilan Republik Indonesia di luar
negeri; dan
c. memenuhi tata cara melakukan pemantauan yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(5) Lembaga pemantau Pemilihan asing sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b wajib melapor dan
mendaftar ke KPU atas rekomendasi Kementerian Luar Negeri.

Pasal 124
(1) Lembaga pemantau Pemilihan wajib menyampaikan laporan hasil pemantauannya kepada KPU Provinsi
dan KPU Kabupaten/Kota dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari setelah pelantikan Gubernur, Bupati,
dan Walikota terpilih.
(2) Lembaga pemantau Pemilihan wajib mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Lembaga pemantau Pemilihan yang tidak mematuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan/atau tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123 ayat (3), dicabut
haknya sebagai pemantau Pemilihan.

Pasal 125
(1) Untuk menjadi pemantau Pemilihan, lembaga pemantau mendaftarkan kepada KPU Provinsi untuk
Pemilihan Gubernur dan kepada KPU Kabupaten/Kota untuk Pemilihan Bupati dan Walikota.
(2) Pendaftaran sebagai pemantau Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
mengisi formulir pendaftaran dengan menyerahkan kelengkapan administrasi yang meliputi:

51 / 76
www.hukumonline.com

a. profil organisasi lembaga pemantau;


b. nama dan jumlah anggota pemantau;
c. alokasi anggota pemantau Pemilihan Gubernur masing-masing di Provinsi, Kabupaten/Kota, dan
Kecamatan;
d. alokasi anggota pemantau pemilihan Bupati dan Walikota masing-masing di Kabupaten/Kota dan
Kecamatan;
e. rencana dan jadwal kegiatan pemantauan serta daerah yang ingin dipantau;
f. nama, alamat, dan pekerjaan pengurus lembaga pemantau;
g. pas foto terbaru pengurus lembaga pemantau; dan
h. sumber dana.
(3) KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota melakukan penelitian terhadap kelengkapan persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123.
(4) Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terpenuhi, KPU Provinsi memberikan
akreditasi kepada lembaga pemantau Pemilihan Gubernur.
(5) Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terpenuhi, KPU Kabupaten/Kota
memberikan akreditasi kepada lembaga pemantau Pemilihan Bupati dan Walikota.

Pasal 126
Lembaga pemantau Pemilihan mempunyai hak:
a. mendapatkan akses di wilayah Pemilihan;
b. mendapatkan perlindungan hukum dan keamanan;
c. mengamati dan mengumpulkan informasi jalannya proses pelaksanaan Pemilihan dari tahap awal sampai
tahap akhir;
d. berada di lingkungan TPS pada hari pemungutan suara dan memantau jalannya proses pemungutan dan
penghitungan suara;
e. mendapat akses informasi dari KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota; dan
f. menggunakan perlengkapan untuk mendokumentasikan kegiatan pemantauan sepanjang berkaitan
dengan pelaksanaan Pemilihan.

Pasal 127
Lembaga pemantau Pemilihan wajib:
a. mematuhi kode etik pemantau Pemilihan yang diterbitkan oleh KPU;
b. mematuhi permintaan untuk meninggalkan atau tidak memasuki daerah atau tempat tertentu atau untuk
meninggalkan TPS atau tempat penghitungan suara dengan alasan keamanan;
c. menanggung sendiri semua biaya selama kegiatan pemantauan berlangsung;
d. menyampaikan hasil pemantauan mengenai pemungutan dan penghitungan suara kepada KPU Provinsi
dan/atau KPU Kabupaten/Kota, serta pengawas penyelenggara Pemilihan sebelum pengumuman hasil
pemungutan suara;

52 / 76
www.hukumonline.com

e. menghormati peranan, kedudukan, dan wewenang penyelenggara Pemilihan serta menunjukkan sikap
hormat dan sopan kepada penyelenggara Pemilihan dan kepada Pemilih; dan
f. melaksanakan perannya sebagai pemantau secara tidak berpihak dan obyektif.

Pasal 128
Lembaga pemantau Pemilihan dilarang:
a. melakukan kegiatan yang mengganggu proses pelaksanaan Pemilihan;
b. mempengaruhi Pemilih dalam menggunakan haknya untuk memilih;
c. mencampuri pelaksanaan tugas dan wewenang penyelenggara Pemilihan;
d. memihak kepada peserta Pemilihan tertentu;
e. menggunakan seragam, warna, atau atribut lain yang memberikan kesan mendukung atau menolak
peserta Pemilihan;
f. menerima atau memberikan hadiah, imbalan, atau fasilitas apapun dari atau kepada peserta Pemilihan;
g. mencampuri dengan cara apapun urusan politik dan Pemerintahan dalam negeri Indonesia dalam hal
pemantau merupakan pemantau Pemilihan asing;
h. membawa senjata, bahan peledak, dan/atau bahan berbahaya lainnya selama melakukan pemantauan;
i. masuk ke dalam TPS;
j. menyentuh perlengkapan/alat pelaksanaan Pemilihan termasuk surat suara tanpa persetujuan petugas
Pemilihan; dan
k. melakukan kegiatan lain selain yang berkaitan dengan pemantauan Pemilihan.

Pasal 129
(1) Lembaga pemantau Pemilihan yang melanggar kewajiban dan larangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 127 dan Pasal 128 dicabut status dan haknya sebagai pemantau Pemilihan.
(2) Sebelum mencabut status dan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPU Provinsi atau KPU
Kabupaten/Kota wajib mendengarkan penjelasan lembaga pemantau Pemilihan.
(3) Pencabutan status dan hak lembaga pemantau Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Keputusan KPU Provinsi atau Keputusan KPU Kabupaten/Kota.
(4) Lembaga pemantau Pemilihan yang telah dicabut status dan haknya sebagai lembaga pemantau
Pemilihan dilarang menggunakan atribut lembaga pemantau Pemilihan dan melakukan kegiatan yang ada
hubungannya dengan pemantauan Pemilihan.
(5) Pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan yang bersifat tindak pidana dan/atau perdata yang
dilakukan oleh pemantau Pemilihan, dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Pasal 130
(1) Setiap anggota lembaga pemantau Pemilihan wajib memakai kartu tanda pengenal pemantau Pemilihan
dalam melaksanakan pemantauan Pemilihan.
(2) Kartu tanda pengenal pemantau Pemilihan diberikan oleh KPU Provinsi untuk Pemilihan Gubernur dan

53 / 76
www.hukumonline.com

oleh KPU Kabupaten/Kota untuk Pemilihan Bupati dan Walikota.


(3) Lembaga pemantau Pemilihan wajib menaati dan mematuhi semua ketentuan yang berkenaan dengan
Pemilihan serta memperhatikan kode etik pemantau Pemilihan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pemantauan Pemilihan diatur dalam Peraturan KPU.

BAB XVIII
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENYELENGGARAAN PEMILIHAN

Pasal 131
(1) Untuk mendukung kelancaran penyelenggaraan Pemilihan dapat melibatkan partisipasi masyarakat.
(2) Partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam bentuk pengawasan
pada setiap tahapan Pemilihan, sosialisasi Pemilihan, pendidikan politik bagi Pemilih, survei atau jajak
pendapat tentang Pemilihan, dan penghitungan cepat hasil Pemilihan.
(3) Partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan ketentuan:
a. tidak melakukan keberpihakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu Calon Gubernur,
Calon Bupati, dan Calon Walikota;
b. tidak mengganggu proses penyelenggaraan tahapan Pemilihan;
c. bertujuan meningkatkan partisipasi politik masyarakat secara luas; dan
d. mendorong terwujudnya suasana yang kondusif bagi penyelenggaraan Pemilihan yang aman,
damai, tertib, dan lancar.

Pasal 132
(1) Pelaksana survei atau jajak pendapat dan pelaksana penghitungan cepat hasil Pemilihan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 131 ayat (2) wajib melaporkan status badan hukum atau surat keterangan
terdaftar, susunan kepengurusan, sumber dana, alat, dan metodologi yang digunakan kepada KPU
Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.
(2) KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota menetapkan lembaga yang dapat melaksanakan survei atau
jajak pendapat dan pelaksana penghitungan cepat hasil Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Pelaksana survei atau jajak pendapat dan Pelaksana penghitungan cepat hasil Pemilihan dalam
mengumumkan dan/atau menyebarluaskan hasilnya wajib memberitahukan bahwa hasil penghitungan
cepat yang dilakukannya bukan merupakan hasil resmi penyelenggara Pemilihan.
(4) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penetapan lembaga yang dapat melaksanakan survei atau jajak
pendapat dan pelaksana penghitungan cepat hasil Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur
dalam Peraturan KPU.

Pasal 133
Partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 ayat (2) wajib mengikuti ketentuan yang diatur
oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.

54 / 76
www.hukumonline.com

BAB XIX
PENANGANAN LAPORAN PELANGGARAN PEMILIHAN

Pasal 134
(1) Bawaslu Provinsi, Panwas Kabupaten/Kota, Panwas Kecamatan, PPL, dan Pengawas TPS menerima
laporan pelanggaran Pemilihan pada setiap tahapan penyelenggaraan Pemilihan.
(2) Laporan pelanggaran Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan oleh:
a. Pemilih;
b. pemantau Pemilihan; atau
c. peserta Pemilihan.
(3) Laporan pelanggaran Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan secara tertulis yang
memuat paling sedikit:
a. nama dan alamat pelapor;
b. pihak terlapor;
c. waktu dan tempat kejadian perkara; dan
d. uraian kejadian.
(4) Laporan pelanggaran Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan paling lama 7 (tujuh)
hari sejak diketahui dan/atau ditemukannya pelanggaran Pemilihan.
(5) Dalam hal laporan pelanggaran Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah dikaji dan terbukti
kebenarannya, Bawaslu Provinsi, Panwas Kabupaten/Kota, Panwas Kecamatan, PPL, dan Pengawas
TPS wajib menindaklanjuti laporan paling lama 3 (tiga) hari setelah laporan diterima.
(6) Dalam hal diperlukan, Bawaslu Provinsi, Panwas Kabupaten/Kota, Panwas Kecamatan, PPL, dan
Pengawas TPS dapat meminta keterangan tambahan dari pelapor dalam waktu paling lama 2 (dua) hari.

Pasal 135
(1) Laporan pelanggaran Pemilihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 ayat (1) yang merupakan:
a. pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilihan diteruskan oleh Bawaslu kepada DKPP;
b. pelanggaran administrasi Pemilihan diteruskan kepada KPU, KPU Provinsi, atau KPU
Kabupaten/Kota;
c. sengketa Pemilihan diselesaikan oleh Bawaslu; dan
d. tindak pidana Pemilihan ditindaklanjuti oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(2) Laporan tindak pidana Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diteruskan kepada
Kepolisian Negara Republik Indonesia paling lama 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam sejak
diputuskan oleh Bawaslu Provinsi, Panwas Kabupaten/Kota, dan/atau Panwas Kecamatan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penanganan laporan pelanggaran Pemilihan diatur dengan Peraturan
Bawaslu.

BAB XX

55 / 76
www.hukumonline.com

PELANGGARAN KODE ETIK, PELANGGARAN ADMINISTRASI, PENYELESAIAN SENGKETA, TINDAK


PIDANA PEMILIHAN, SENGKETA TATA USAHA NEGARA, DAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN

Bagian Kesatu
Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilihan

Pasal 136
Pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilihan adalah pelanggaran terhadap etika penyelenggara Pemilihan
yang berpedoman pada sumpah dan/atau janji sebelum menjalankan tugas sebagai penyelenggara Pemilihan.

Pasal 137
(1) Pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136 diselesaikan
oleh DKPP.
(2) Tata cara penyelesaian pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilihan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penyelenggara
pemilihan umum.

Bagian Kedua
Pelanggaran Administrasi

Pasal 138
Pelanggaran administrasi Pemilihan meliputi pelanggaran terhadap tata cara yang berkaitan dengan
administrasi pelaksanaan Pemilihan dalam setiap tahapan Pemilihan.

Pasal 139
(1) Bawaslu Provinsi dan/atau Panwaslu Kabupaten/Kota membuat rekomendasi atas hasil kajiannya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 ayat (5) terkait pelanggaran administrasi Pemilihan.
(2) KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota wajib menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu Provinsi
dan/atau Panwaslu Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota menyelesaikan pelanggaran administrasi Pemilihan
berdasarkan rekomendasi Bawaslu Provinsi dan/atau Panwaslu Kabupaten/Kota sesuai dengan
tingkatannya.

Pasal 140
(1) KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota memeriksa dan memutus pelanggaran administrasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 ayat (2) paling lama 7 (tujuh) hari sejak rekomendasi Bawaslu
Provinsi dan/atau Panwaslu Kabupaten/Kota diterima.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelesaian pelanggaran administrasi Pemilihan diatur dalam
Peraturan KPU.

56 / 76
www.hukumonline.com

Pasal 141
Dalam hal KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, atau peserta Pemilihan tidak menindaklanjuti
rekomendasi Bawaslu Provinsi dan/atau Panwas Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 ayat
(2), Bawaslu Provinsi dan/atau Panwas Kabupaten/Kota memberikan sanksi peringatan lisan atau peringatan
tertulis.

Bagian Ketiga
Sengketa Antarpeserta Pemilihan dan Sengketa Antara Peserta dengan Penyelenggara Pemilihan

Pasal 142
Sengketa Pemilihan terdiri atas:
a. sengketa antarpeserta Pemilihan; dan
b. sengketa antara Peserta Pemilihan dengan penyelenggara Pemilihan.

Pasal 143
(1) Bawaslu Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota berwenang menyelesaikan sengketa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 142.
(2) Bawaslu Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota memeriksa dan memutus sengketa Pemilihan paling
lama 12 (dua belas) hari sejak diterimanya laporan atau temuan.
(3) Bawaslu Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota melakukan penyelesaian sengketa melalui tahapan:
a. menerima dan mengkaji laporan atau temuan; dan
b. mempertemukan pihak yang bersengketa untuk mencapai kesepakatan melalui musyawarah dan
mufakat.

Pasal 144
(1) Keputusan Bawaslu Provinsi dan Keputusan Panwaslu Kabupaten/Kota mengenai penyelesaian sengketa
Pemilihan merupakan keputusan terakhir dan mengikat.
(2) Seluruh proses pengambilan Keputusan Bawaslu Provinsi dan Keputusan Panwaslu Kabupaten/Kota
wajib dilakukan melalui proses yang transparan dan dapat dipertanggungjawabkan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelesaian sengketa diatur dengan Peraturan Bawaslu.

Bagian Keempat
Tindak Pidana Pemilihan

Paragraf 1
Umum

57 / 76
www.hukumonline.com

Pasal 145
Tindak pidana Pemilihan merupakan pelanggaran atau kejahatan terhadap ketentuan Pemilihan sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang ini.

Paragraf 2
Penyelesaian Tindak Pidana

Pasal 146
(1) Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia menyampaikan hasil penyidikannya disertai berkas
perkara kepada penuntut umum paling lama 14 (empat belas) hari sejak laporan diterima.
(2) Dalam hal hasil penyidikan belum lengkap, dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari penuntut umum
mengembalikan berkas perkara kepada Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia disertai petunjuk
tentang hal yang harus dilakukan untuk dilengkapi.
(3) Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari sejak tanggal
penerimaan berkas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus sudah menyampaikan kembali berkas
perkara tersebut kepada penuntut umum.
(4) Penuntut umum melimpahkan berkas perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) kepada
Pengadilan Negeri paling lama 5 (lima) hari sejak menerima berkas perkara.

Pasal 147
(1) Pengadilan Negeri dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana Pemilihan
menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, kecuali ditentukan lain dalam Undang-
Undang ini.
(2) Sidang pemeriksaan perkara tindak pidana Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
oleh majelis khusus.

Pasal 148
(1) Pengadilan Negeri memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana Pemilihan paling lama 7
(tujuh) hari setelah pelimpahan berkas perkara.
(2) Dalam hal putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan banding, permohonan
banding diajukan paling lama 3 (tiga) hari setelah putusan dibacakan.
(3) Pengadilan Negeri melimpahkan berkas perkara permohonan banding kepada Pengadilan Tinggi paling
lama 3 (tiga) hari setelah permohonan banding diterima.
(4) Pengadilan Tinggi memeriksa dan memutus perkara banding sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling
lama 7 (tujuh) hari setelah permohonan banding diterima.
(5) Putusan Pengadilan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan putusan terakhir dan
mengikat serta tidak dapat dilakukan upaya hukum lain.

Pasal 149

58 / 76
www.hukumonline.com

(1) Putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148 ayat (1) dan ayat (4) harus sudah
disampaikan kepada penuntut umum paling lambat 3 (tiga) hari setelah putusan dibacakan.
(2) Putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148 harus dilaksanakan paling lambat 3 (tiga)
hari setelah putusan diterima oleh jaksa.

Pasal 150
(1) Putusan pengadilan terhadap kasus tindak pidana Pemilihan yang menurut Undang-Undang ini dapat
mempengaruhi perolehan suara peserta Pemilihan harus sudah selesai paling lama 5 (lima) hari sebelum
KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota menetapkan hasil Pemilihan.
(2) KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota wajib menindaklanjuti putusan pengadilan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(3) Salinan putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sudah diterima KPU Provinsi,
KPU Kabupaten/Kota, dan peserta Pemilihan pada hari putusan pengadilan tersebut dibacakan.

Paragraf 3
Majelis Khusus Tindak Pidana

Pasal 151
(1) Majelis khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 147 ayat (2) terdiri atas hakim khusus yang
merupakan hakim karier pada Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi yang ditetapkan secara khusus
untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana Pemilihan.
(2) Hakim khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan Keputusan Ketua
Mahkamah Agung Republik Indonesia.
(3) Hakim khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat telah melaksanakan
tugasnya sebagai hakim paling singkat 3 (tiga) tahun, kecuali dalam suatu pengadilan tidak terdapat
hakim yang masa kerjanya telah mencapai 3 (tiga) tahun.
(4) Hakim khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selama memeriksa, mengadili, dan memutus tindak
pidana Pemilihan dibebaskan dari tugasnya untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara lain.
(5) Hakim khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menguasai pengetahuan tentang Pemilihan.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai hakim khusus diatur dengan Peraturan Mahkamah Agung.

Paragraf 4
Sentra Penegakan Hukum Terpadu

Pasal 152
(1) Untuk menyamakan pemahaman dan pola penanganan tindak pidana Pemilihan, Bawaslu Provinsi,
dan/atau Panwas Kabupaten/Kota, Kepolisian Daerah dan/atau Kepolisian Resor, dan Kejaksaan Tinggi
dan/atau Kejaksaan Negeri membentuk sentra penegakan hukum terpadu.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai sentra penegakan hukum terpadu diatur berdasarkan kesepakatan
bersama antara Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, dan

59 / 76
www.hukumonline.com

Ketua Bawaslu.

Bagian Kelima
Sengketa Tata Usaha Negara

Pasal 153
Sengketa tata usaha negara Pemilihan merupakan sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara
Pemilihan antara Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota dengan KPU Provinsi dan/atau KPU
Kabupaten/Kota sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota.

Paragraf 1
Penyelesaian Sengketa Tata Usaha Negara

Pasal 154
(1) Pengajuan gugatan atas sengketa tata usaha negara Pemilihan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
dilakukan setelah seluruh upaya administratif di Bawaslu Provinsi dan/atau Panwas Kabupaten/Kota telah
dilakukan.
(2) Pengajuan gugatan atas sengketa tata usaha negara Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan paling lama 3 (tiga) hari setelah dikeluarkannya Keputusan Bawaslu Provinsi dan/atau Panwas
Kabupaten/Kota.
(3) Dalam hal pengajuan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kurang lengkap, penggugat dapat
memperbaiki dan melengkapi gugatan paling lama 3 (tiga) hari sejak diterimanya gugatan oleh
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.
(4) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) penggugat belum menyempurnakan
gugatan, hakim memberikan putusan bahwa gugatan tidak dapat diterima.
(5) Terhadap putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dapat dilakukan upaya hukum.
(6) Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara memeriksa dan memutus gugatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) paling lama 21 (dua puluh satu) hari sejak gugatan dinyatakan lengkap.
(7) Terhadap putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (6) hanya
dapat dilakukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung Republik Indonesia.
(8) Permohonan kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diajukan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak
putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (6).
(9) Mahkamah Agung Republik Indonesia wajib memberikan putusan atas permohonan kasasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (7) paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak permohonan kasasi diterima.
(10) Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (9) bersifat final dan
mengikat serta tidak dapat dilakukan upaya hukum lain.
(11) KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota wajib menindaklanjuti putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha
Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (6) atau putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud pada ayat (9) paling lama 7 (tujuh) hari.

60 / 76
www.hukumonline.com

Paragraf 2
Majelis Khusus Tata Usaha Negara

Pasal 155
(1) Dalam memeriksa, mengadili, dan memutus sengketa tata usaha negara Pemilihan dibentuk majelis
khusus yang terdiri dari hakim khusus yang merupakan hakim karier di lingkungan Pengadilan Tinggi Tata
Usaha Negara dan Mahkamah Agung Republik Indonesia.
(2) Hakim khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan Keputusan Ketua
Mahkamah Agung Republik Indonesia.
(3) Hakim khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah hakim yang telah melaksanakan tugasnya
sebagai hakim minimal 3 (tiga) tahun, kecuali apabila dalam suatu pengadilan tidak terdapat hakim yang
masa kerjanya telah mencapai 3 (tiga) tahun.
(4) Hakim khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selama menangani sengketa tata usaha negara
Pemilihan dibebaskan dari tugasnya untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara lain.
(5) Hakim khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menguasai pengetahuan tentang Pemilihan.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai hakim khusus diatur dengan Peraturan Mahkamah Agung.

Bagian Keenam
Perselisihan Hasil Pemilihan

Pasal 156
(1) Perselisihan hasil Pemilihan adalah perselisihan antara KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota dan
peserta Pemilihan mengenai penetapan perolehan suara hasil Pemilihan.
(2) Perselisihan penetapan perolehan suara hasil Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
perselisihan penetapan perolehan suara yang signifikan dan dapat mempengaruhi penetapan calon untuk
maju ke putaran berikutnya atau penetapan calon terpilih.

Pasal 157
(1) Dalam hal terjadi perselisihan penetapan perolehan suara hasil Pemilihan, peserta Pemilihan dapat
mengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Provinsi
dan KPU Kabupaten/Kota kepada Pengadilan Tinggi yang ditunjuk oleh Mahkamah Agung.
(2) Peserta Pemilihan mengajukan permohonan kepada Pengadilan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) paling lama 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sejak diumumkan penetapan perolehan suara hasil
Pemilihan oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.
(3) Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilengkapi dengan alat bukti dan surat
keputusan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota tentang hasil rekapitulasi perhitungan suara.
(4) Dalam hal pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kurang lengkap, pemohon dapat
memperbaiki dan melengkapi permohonan paling lama 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sejak
diterimanya permohonan oleh Pengadilan Tinggi.
(5) Pengadilan Tinggi memutuskan perkara perselisihan sengketa hasil Pemilihan paling lama 14 (empat
belas) hari sejak diterimanya permohonan.

61 / 76
www.hukumonline.com

(6) Pihak yang tidak menerima Putusan Pengadilan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat
mengajukan permohonan keberatan ke Mahkamah Agung paling lama 3 (tiga) hari sejak putusan
Pengadilan Tinggi dibacakan.
(7) Mahkamah Agung memutuskan permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) paling
lama 14 (empat belas) hari sejak diterimanya permohonan.
(8) Putusan Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud pada ayat (7) bersifat final dan mengikat.
(9) KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota wajib menindaklanjuti putusan Pengadilan Tinggi atau
Mahkamah Agung.

Pasal 158
(1) Peserta pemilihan Gubernur dapat mengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan
suara dengan ketentuan:
a. Provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan 2.000.000 (dua juta) jiwa, pengajuan
perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 2% (dua
persen) dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Provinsi;
b. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 2.000.000 (dua juta) sampai dengan 6.000.000 (enam
juta), pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak
sebesar 1,5% (satu koma lima persen) dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh
KPU Provinsi;
c. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 6.000.000 (enam juta) sampai dengan 12.000.000 (dua
belas juta) jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling
banyak sebesar 1% (satu persen) dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU
Provinsi; dan
d. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 12.000.000 (dua belas juta) jiwa, pengajuan
perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 0,5% (nol
koma lima persen) dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Provinsi.
(2) Peserta Pemilihan Bupati dan Walikota dapat mengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil
penghitungan perolehan suara dengan ketentuan:
a. Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk sampai dengan 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) jiwa,
pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar
2% (dua persen) dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Kabupaten/Kota;
b. Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk sampai dengan 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) jiwa
sampai dengan 500.000 (lima ratus ribu) jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan
apabila terdapat perbedaan paling banyak sebesar 1,5% (satu koma lima persen) dari penetapan
hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Kabupaten/Kota;
c. Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk sampai dengan 500.000 (lima ratus ribu) jiwa sampai
dengan 1.000.000 (satu juta) jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat
perbedaan paling banyak sebesar 1% (satu persen) dari penetapan hasil penghitungan perolehan
suara oleh KPU Kabupaten/Kota; dan
d. Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk lebih dari 1.000.000 (satu juta) jiwa, pengajuan
perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 0,5% (nol
koma lima persen) dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Kabupaten/Kota.

Pasal 159

62 / 76
www.hukumonline.com

(1) Penyelesaian sengketa hasil Pemilihan ditangani oleh hakim adhoc di Pengadilan Tinggi yang ditetapkan
oleh Mahkamah Agung.
(2) Mahkamah Agung menetapkan 4 (empat) Pengadilan Tinggi yang menangani sengketa hasil Pemilihan
yang tersebar di seluruh Indonesia.
(3) Mahkamah Agung menetapkan hakim adhoc dan masa tugas hakim adhoc untuk penyelesaian sengketa
Pemilihan.
(4) Hakim adhoc memutuskan sengketa Pemilihan paling lama 14 (empat belas) hari sejak perkara diregister.
(5) Pihak yang tidak menerima putusan Pengadilan Tinggi sebagai mana dimaksud pada ayat (4) dapat
mengajukan keberatan ke Mahkamah Agung paling lama 3 (tiga) hari sejak putusan Pengadilan Tinggi
dibacakan.
(6) Mahkamah Agung memutuskan permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) paling
lama 14 (empat belas) hari sejak diterimanya permohonan.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelesaian sengketa hasil pemilihan diatur dengan Peraturan
Mahkamah Agung.

BAB XXI
PENGESAHAN PENGANGKATAN DAN PELANTIKAN

Bagian Kesatu
Pengesahan Pengangkatan

Pasal 160
(1) Pengesahan pengangkatan Gubernur terpilih dilakukan berdasarkan penetapan calon terpilih oleh KPU
Provinsi yang disampaikan oleh DPRD Provinsi kepada Presiden melalui Menteri.
(2) Pengesahan pengangkatan calon Gubernur terpilih dilakukan oleh Presiden dalam waktu paling lama 14
(empat belas) hari terhitung sejak tanggal usul dan berkas diterima secara lengkap.
(3) Pengesahan pengangkatan Bupati dan Walikota terpilih dilakukan berdasarkan penetapan calon terpilih
oleh KPU Kabupaten/Kota yang disampaikan oleh DPRD Kabupaten/Kota kepada Menteri melalui
Gubernur.
(4) Pengesahan pengangkatan Bupati dan Walikota terpilih dilakukan oleh Menteri dalam waktu paling lama
14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal usul dan berkas diterima secara lengkap.

Bagian Kedua
Pelantikan

Pasal 161
(1) Gubernur sebelum memangku jabatannya dilantik dengan mengucapkan sumpah/janji yang dipandu oleh
pejabat yang melantik.
(2) Sumpah/janji Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut:

63 / 76
www.hukumonline.com

"Demi Allah (Tuhan), saya bersumpah/berjanji akan memenuhi kewajiban saya sebagai Gubernur dengan
sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 dan menjalankan segala Undang-Undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya, serta
berbakti kepada masyarakat, nusa, dan bangsa."
(3) Bupati dan Walikota sebelum memangku jabatannya dilantik dengan mengucapkan sumpah/janji yang
dipandu oleh pejabat yang melantik.
(4) Sumpah/janji Bupati dan Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah sebagai berikut:
"Demi Allah (Tuhan), saya bersumpah/berjanji akan memenuhi kewajiban saya sebagai Bupati dan
Walikota dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dan menjalankan segala Undang-Undang dan peraturannya dengan
selurus-lurusnya, serta berbakti kepada masyarakat, nusa, dan bangsa."

Pasal 162
(1) Gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 161 ayat (1) memegang jabatan selama 5 (lima) tahun
terhitung sejak tanggal pelantikan dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya
untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
(2) Bupati dan Walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 161 ayat (3) memegang jabatan selama 5
(lima) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang
sama hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
(3) Gubernur, Bupati, atau Walikota dilarang melakukan penggantian pejabat di lingkungan Pemerintah
Daerah Provinsi atau Kabupaten/Kota, dalam jangka waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal
pelantikan.

Pasal 163
(1) Gubernur dilantik oleh Presiden di ibu kota negara.
(2) Dalam hal Presiden berhalangan, pelantikan Gubernur dilakukan oleh Wakil Presiden.
(3) Dalam hal Wakil Presiden berhalangan, pelantikan Gubernur dilakukan oleh Menteri.

Pasal 164
(1) Bupati dan Walikota dilantik oleh Gubernur di ibu kota Provinsi yang bersangkutan.
(2) Dalam hal Gubernur berhalangan, pelantikan Bupati dan Walikota dilakukan oleh Wakil Gubernur.
(3) Dalam hal Gubernur dan/atau Wakil Gubernur tidak dapat melaksanakan sebagaimana dimaksud pada
ketentuan ayat (1) dan ayat (2), Menteri mengambil alih kewenangan Gubernur sebagai wakil Pemerintah
Pusat.

Pasal 165
Ketentuan mengenai tata cara pelantikan Gubernur, Bupati, dan Walikota diatur dengan Peraturan Presiden.

BAB XXII
PENDANAAN

64 / 76
www.hukumonline.com

Pasal 166
Pendanaan kegiatan Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara dan dapat didukung melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB XXIII
PENGISIAN WAKIL GUBERNUR, WAKIL BUPATI, DAN WAKIL WALIKOTA

Pasal 167
(1) Gubernur, Bupati, dan Walikota dibantu oleh Wakil Gubernur, Wakil Bupati dan Wakil Walikota.
(2) Wakil Gubernur, Wakil Bupati dan Wakil Walikota menjalankan tugas membantu Gubernur, Bupati, dan
Walikota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemerintahan daerah.

Pasal 168
(1) Penentuan jumlah Wakil Gubernur berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan 1.000.000 (satu juta) jiwa tidak memiliki Wakil
Gubernur;
b. Provinsi dengan jumlah penduduk di atas 1.000.000 (satu juta) jiwa sampai dengan 3.000.000 (tiga
juta) jiwa memiliki 1 (satu) Wakil Gubernur;
c. Provinsi dengan jumlah penduduk di atas 3.000.000 (tiga juta) sampai dengan 10.000.000 (sepuluh
juta) jiwa dapat memiliki 2 (dua) Wakil Gubernur;
d. Provinsi dengan jumlah penduduk di atas 10.000.000 (sepuluh juta) dapat memiliki 3 (tiga) Wakil
Gubernur.
(2) Penentuan jumlah Wakil Bupati/Wakil Walikota berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk sampai dengan 100.000 (seratus ribu) jiwa tidak memiliki
Wakil Bupati/Wakil Walikota;
b. Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk di atas 100.000 (seratus ribu) jiwa sampai dengan
250.000 (dua ratus lima puluh ribu) jiwa memiliki 1 (satu) Wakil Bupati/Wakil Walikota;
c. Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk di atas 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) jiwa dapat
memiliki 2 (dua) Wakil Bupati/Wakil Walikota.

Pasal 169
Persyaratan calon Wakil Gubernur, calon Wakil Bupati, dan calon Wakil Walikota adalah sebagai berikut:
a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. setia kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, cita-cita
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c. berpendidikan paling rendah sekolah lanjutan tingkat atas atau sederajat;

65 / 76
www.hukumonline.com

d. mempunyai kecakapan dan pengalaman pekerjaan yang cukup di bidang pelayanan publik;
e. calon Wakil Gubernur, calon Wakil Bupati, dan calon Wakil Walikota yang berasal dari Pegawai Negeri
Sipil dengan golongan kepangkatan paling rendah IV/c untuk calon Wakil Gubernur, dan golongan
kepangkatan paling rendah IV/b untuk calon Wakil Bupati /calon Wakil Walikota dan pernah atau sedang
menduduki jabatan eselon II/a untuk calon Wakil Gubernur dan eselon II/b untuk calon Wakil Bupati dan
calon Wakil Walikota;
f. berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk calon Wakil Gubernur dan 25 (dua puluh lima) tahun
untuk calon Wakil Bupati/calon Wakil Walikota;
g. mampu secara jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari tim dokter
daerah;
h. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau
lebih;
i. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap;
j. menyerahkan daftar kekayaan pribadi dan bersedia untuk diumumkan;
k. tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau secara badan hukum yang
menjadi tanggung jawabnya yang merugikan keuangan negara;
l. tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap;
m. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak dan laporan pajak pribadi;
n. tidak memiliki konflik kepentingan dengan Gubernur, Bupati, dan Walikota;
o. tidak pernah dijatuhi hukuman disiplin berat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
mengenai aparatur sipil negara dalam hal calon berasal dari Pegawai Negeri Sipil;
p. menyerahkan surat kesediaan mengundurkan diri bagi Pegawai Negeri Sipil sejak diangkat menjadi Wakil
Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota; dan
q. menyerahkan daftar riwayat hidup.

Pasal 170
(1) Pengisian Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota dilaksanakan paling lambat 1 (satu) bulan
setelah pelantikan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
(2) Masa jabatan Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berakhir bersamaan dengan masa jabatan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
(3) Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari
Pegawai Negeri Sipil atau nonpegawai negeri sipil.

Pasal 171
(1) Gubernur, Bupati, dan Walikota wajib mengusulkan Calon Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil
Walikota dalam waktu paling lambat 15 (lima belas) hari setelah pelantikan Gubernur, Bupati, dan
Walikota.
(2) Wakil Gubernur diangkat oleh Presiden berdasarkan usulan Gubernur melalui Menteri.

66 / 76
www.hukumonline.com

(3) Wakil Bupati/Wakil Walikota diangkat oleh Menteri berdasarkan usulan Bupati/Walikota melalui Gubernur
sebagai wakil Pemerintah.
(4) Gubernur, Bupati, dan Walikota yang tidak mengusulkan Calon Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil
Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengusulan dan pengangkatan Wakil Gubernur, Wakil Bupati,
dan Wakil Walikota diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 172
(1) Wakil Gubernur dilantik oleh Gubernur.
(2) Wakil Bupati dilantik oleh Bupati dan Wakil Walikota dilantik oleh Walikota.
(3) Dalam hal Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota tidak dilantik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2), Wakil Gubernur dilantik oleh Menteri dan Wakil Bupati/Wakil Walikota dilantik oleh
Gubernur.
(4) Dalam hal Wakil Bupati dan Wakil Walikota tidak dilantik sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Wakil
Bupati dan Wakil Walikota dilantik oleh Menteri.

Pasal 173
(1) Dalam hal Gubernur, Bupati, dan Walikota berhalangan tetap, Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil
Walikota tidak serta merta menggantikan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
(2) Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjalankan
tugas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemerintahan daerah.

Pasal 174
(1) Apabila Gubernur berhenti atau diberhentikan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap dan sisa masa jabatan kurang dari 18 (delapan belas) bulan, Presiden menetapkan
penjabat Gubernur atas usul Menteri sampai dengan berakhirnya masa jabatan Gubernur.
(2) Apabila sisa masa jabatan Gubernur berhenti atau diberhentikan berdasarkan putusan pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan sisa masa jabatan lebih dari 18 (delapan belas) bulan maka
dilakukan Pemilihan Gubernur melalui DPRD Provinsi.
(3) Gubernur hasil Pemilihan melalui DPRD Provinsi meneruskan sisa masa jabatan Gubernur yang berhenti
atau yang diberhentikan.
(4) Apabila Gubernur berhenti atau diberhentikan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap dicalonkan dari fraksi atau gabungan fraksi, fraksi atau gabungan fraksi yang
mengusung Gubernur yang berhenti atau yang diberhentikan mengusulkan 2 (dua) orang Calon Gubernur
kepada DPRD Provinsi untuk dipilih.
(5) Apabila Gubernur berhenti atau diberhentikan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap berasal dari perseorangan, fraksi atau gabungan fraksi yang memiliki kursi di
DPRD Provinsi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi atau memiliki paling sedikit 25%
(dua puluh lima persen) dari suara sah mengusulkan 2 (dua) orang Calon Gubernur kepada DPRD
Provinsi untuk dipilih.
(6) Presiden mengesahkan pengangkatan Calon Gubernur terpilih sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud

67 / 76
www.hukumonline.com

dalam Pasal 160 ayat (1) dan ayat (2).


(7) Ketentuan mengenai tata cara pemilihan Gubernur oleh DPRD Provinsi sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) dan ayat (5) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 175
(1) Apabila Bupati/Walikota berhenti atau diberhentikan berdasarkan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap dan sisa masa jabatan kurang dari 18 (delapan belas) bulan, Menteri
menetapkan penjabat Bupati/Walikota sampai dengan berakhirnya masa jabatan Bupati/Walikota atas
usul Gubernur sebagai wakil Pemerintah.
(2) Apabila sisa masa jabatan Bupati/Walikota berhenti atau diberhentikan berdasarkan putusan pengadilan
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan sisa masa jabatan lebih dari 18 (delapan belas) bulan
maka dilakukan Pemilihan Bupati/Walikota melalui DPRD Kabupaten/Kota.
(3) Bupati/Walikota hasil Pemilihan melalui DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meneruskan sisa
masa jabatan Bupati/Walikota yang berhenti atau yang diberhentikan.
(4) Apabila Bupati/Walikota berhenti atau diberhentikan berdasarkan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap dicalonkan dari fraksi atau gabungan fraksi maka fraksi atau gabungan
fraksi yang mengusung Bupati/Walikota yang berhenti atau yang diberhentikan mengusulkan 2 (dua)
orang calon Bupati/Walikota kepada DPRD Kabupaten/Kota untuk dipilih.
(5) Apabila Bupati/Walikota berhenti atau diberhentikan berdasarkan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap berasal dari perseorangan, fraksi atau gabungan fraksi yang memiliki
kursi di DPRD Kabupaten/Kota paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi atau memiliki
paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah mengusulkan 2 (dua) orang Calon
Bupati/Walikota kepada DPRD Kabupaten/Kota untuk dipilih.
(6) Menteri mengesahkan pengangkatan Calon Bupati/Walikota terpilih sesuai ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 160 ayat (3) dan ayat (4).
(7) Ketentuan mengenai tata cara pemilihan Bupati/Walikota oleh DPRD Kabupaten/Kota sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 176
(1) Apabila Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota berhenti atau diberhentikan, dapat dilakukan
pengisian Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota paling lama 1 (satu) bulan setelah yang
bersangkutan berhalangan tetap.
(2) Apabila Wakil Gubernur berhenti atau diberhentikan berdasarkan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap, Gubernur mengusulkan calon Wakil Gubernur yang memenuhi
persyaratan kepada Presiden melalui Menteri untuk diangkat sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 171.
(3) Apabila Wakil Bupati dan Wakil Walikota berhenti atau diberhentikan berdasarkan putusan pengadilan
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, Bupati/Walikota mengusulkan calon Wakil Bupati/Wakil
Walikota yang memenuhi persyaratan kepada Menteri melalui Gubernur sebagai wakil Pemerintah untuk
diangkat sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 172.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengusulan dan pengangkatan calon Wakil Gubernur, calon
Wakil Bupati, dan calon Wakil Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

68 / 76
www.hukumonline.com

BAB XXIV
KETENTUAN PIDANA

Pasal 177
Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar mengenai diri sendiri atau diri
orang lain tentang suatu hal yang diperlukan untuk pengisian daftar pemilih, dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga
juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).

Pasal 178
Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling
sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta
rupiah).

Pasal 179
Setiap orang yang dengan sengaja memalsukan surat yang menurut suatu aturan dalam Undang-Undang ini
diperlukan untuk menjalankan suatu perbuatan dengan maksud untuk digunakan sendiri atau orang lain sebagai
seolah-olah surat sah atau tidak dipalsukan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh
enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh
enam juta rupiah) dan paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).

Pasal 180
(1) Setiap orang yang dengan sengaja secara melawan hukum menghilangkan hak seseorang menjadi Calon
Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga
puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00
(tiga puluh enam juta rupiah) dan paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
(2) Setiap orang yang karena jabatannya dengan sengaja secara melawan hukum menghilangkan hak
seseorang menjadi Gubernur, Bupati, dan Walikota, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 48
(empat puluh delapan) bulan dan paling lama 96 (sembilan puluh enam) bulan dan denda paling sedikit
Rp48.000.000,00 (empat puluh delapan juta rupiah) dan paling banyak Rp96.000.000,00 (sembilan puluh
enam juta rupiah).

Pasal 181
Setiap orang yang dengan sengaja dan mengetahui bahwa suatu surat adalah tidak sah atau dipalsukan,
menggunakannya, atau menyuruh orang lain menggunakannya sebagai surat sah, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling
sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta
rupiah).

Pasal 182
Setiap orang yang dengan kekerasan atau dengan ancaman kekuasaan yang ada padanya saat pendaftaran

69 / 76
www.hukumonline.com

pemilih menghalang-halangi seseorang untuk terdaftar sebagai pemilih dalam Pemilihan menurut Undang-
Undang ini, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh
enam) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak
Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).

Pasal 183
Setiap orang yang melakukan kekerasan terkait dengan penetapan hasil Pemilihan menurut Undang-Undang ini,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan
dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga
puluh enam juta rupiah).

Pasal 184
Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar atau menggunakan surat palsu
seolah-olah sebagai surat yang sah tentang suatu hal yang diperlukan bagi persyaratan untuk menjadi Calon
Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh
enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh
enam juta rupiah) dan paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).

Pasal 185
Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar atau menggunakan identitas diri
palsu untuk mendukung bakal Calon perseorangan Gubernur, bakal Calon perseorangan Bupati, dan bakal
Calon perseorangan Walikota, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling
lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling
banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).

Pasal 186
(1) Anggota PPS, anggota PPK, anggota KPU Kabupaten/Kota, dan anggota KPU Provinsi yang dengan
sengaja memalsukan daftar dukungan terhadap calon perseorangan sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang ini, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72
(tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan
paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
(2) Anggota PPS, anggota PPK, anggota KPU Kabupaten/Kota, dan anggota KPU Provinsi yang dengan
sengaja tidak melakukan verifikasi dan rekapitulasi terhadap calon perseorangan sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang ini, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan
paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta
rupiah) dan paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).

Pasal 187
(1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan Kampanye di luar jadwal waktu yang telah ditetapkan oleh
KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota untuk masing-masing calon, dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 15 (lima belas) hari atau paling lama 3 (tiga) bulan dan/atau denda paling sedikit
Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
(2) Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan larangan pelaksanaan Kampanye sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 69 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, atau huruf f dipidana dengan pidana

70 / 76
www.hukumonline.com

penjara paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 18 (delapan belas) bulan dan/atau denda paling
sedikit Rp600.000.00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000.00 (enam juta rupiah).
(3) Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan larangan pelaksanaan Kampanye Pemilihan
Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 huruf g, huruf h, huruf i, atau huruf j dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda
paling sedikit Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
(4) Setiap orang yang dengan sengaja mengacaukan, menghalangi, atau mengganggu jalannya Kampanye,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau
denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000,00 (enam
juta rupiah).
(5) Setiap orang yang memberi atau menerima dana Kampanye melebihi batas yang ditentukan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (5), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4
(empat) bulan atau paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan/atau denda paling sedikit
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) atau paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(6) Setiap orang yang dengan sengaja menerima atau memberi dana Kampanye dari atau kepada pihak yang
dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1) dan/atau tidak memenuhi kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) bulan
atau paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus
juta rupiah) atau paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(7) Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar dalam laporan dana
Kampanye sebagaimana diwajibkan oleh Undang-Undang ini, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 2 (dua) bulan atau paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000,00
(satu juta rupiah) atau paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
(8) Calon yang menerima sumbangan dana Kampanye dan tidak melaporkan kepada KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota dan/atau tidak menyetorkan ke kas negara, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 48 (empat puluh delapan) bulan dan denda sebanyak 3
(tiga) kali dari jumlah sumbangan yang diterima.

Pasal 188
Setiap pejabat negara, pejabat Aparatur Sipil Negara, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah yang dengan
sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus
ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).

Pasal 189
Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota yang dengan sengaja melibatkan pejabat badan usaha milik
negara, pejabat badan usaha milik daerah, Aparatur Sipil Negara, anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia, anggota Tentara Nasional Indonesia, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah serta perangkat Desa
atau sebutan lain/perangkat Kelurahan sebagaimana dimaksud Pasal 70 ayat (1), dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit
Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).

Pasal 190
Pejabat yang melanggar ketentuan Pasal 71 ayat (2) atau Pasal 162 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00

71 / 76
www.hukumonline.com

(enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).

Pasal 191
(1) Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota yang dengan sengaja mengundurkan diri setelah
penetapan Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota sampai dengan pelaksanaan pemungutan
suara putaran pertama, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan
paling lama 60 (enam puluh) bulan dan denda paling sedikit Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar
rupiah) dan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).
(2) Pimpinan Partai Politik atau gabungan pimpinan Partai Politik yang dengan sengaja menarik calonnya
dan/atau calon yang telah ditetapkan oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota sampai dengan
pelaksanaan pemungutan suara putaran pertama, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 (dua
puluh empat) bulan dan paling lama 60 (enam puluh) bulan dan denda paling sedikit
Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh
miliar rupiah).

Pasal 192
(1) Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota yang dengan sengaja mengundurkan diri setelah
pemungutan suara putaran pertama sampai dengan pelaksanaan pemungutan suara putaran kedua,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh
puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) dan paling
banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
(2) Pimpinan Partai Politik atau gabungan pimpinan Partai Politik yang dengan sengaja menarik calonnya
dan/atau calon yang telah ditetapkan oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota sampai dengan
pelaksanaan pemungutan suara putaran kedua, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga
puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit
Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar
rupiah).

Pasal 193
(1) Dalam hal KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota tidak menetapkan pemungutan suara ulang di TPS
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 tanpa alasan yang dibenarkan berdasarkan Undang-Undang ini,
anggota KPU Provinsi dan anggota KPU Kabupaten/Kota dipidana dengan pidana penjara paling singkat
6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00
(enam juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
(2) Ketua dan anggota KPPS yang dengan sengaja tidak membuat dan/atau menandatangani berita acara
perolehan suara Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota, dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit
Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
(3) Ketua dan anggota KPPS yang dengan sengaja tidak melaksanakan ketetapan KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota untuk melaksanakan pemungutan suara ulang di TPS, dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit
Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
(4) Setiap KPPS yang dengan sengaja tidak memberikan salinan 1(satu) eksemplar berita acara pemungutan
dan penghitungan suara dan/atau sertifikat hasil penghitungan suara pada saksi calon Gubernur, Bupati
dan Walikota, PPL, PPS dan PPK melalui PPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (12) dipidana

72 / 76
www.hukumonline.com

dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda
paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta
rupiah).
(5) Setiap KPPS yang tidak menjaga, mengamankan keutuhan kotak suara, dan menyerahkan kotak suara
tersegel yang berisi surat suara, berita acara pemungutan suara, dan sertifikat hasil penghitungan suara
kepada PPK pada hari yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf q, dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 18 (delapan belas) bulan dan denda paling
sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp18.000.000,00 (delapan belas juta
rupiah).
(6) Setiap PPS yang tidak mengumumkan hasil penghitungan suara dari seluruh TPS di wilayah kerjanya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan
paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling
banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah)

Pasal 194
Panwas Kecamatan yang tidak mengawasi penyerahan kotak suara tersegel kepada KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf b, dipidana dengan pidana penjara paling singkat
6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam
juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).

Pasal 195
Setiap orang yang dengan sengaja merusak, mengganggu, atau mendistorsi sistem informasi penghitungan
suara hasil Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 60 (enam
puluh) bulan dan paling lama 120 (seratus dua puluh) bulan dan denda paling sedikit Rp2.500.000.000,00 (dua
miliar lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 196
Ketua dan anggota KPPS yang dengan sengaja tidak membuat dan/atau menandatangani berita acara
perolehan suara Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit
Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).

Pasal 197
(1) Dalam hal KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota tidak menetapkan perolehan hasil Pemilihan
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, anggota KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan paling lama 60 (enam puluh) bulan
dan denda paling sedikit Rp240.000.000,00 (dua ratus empat puluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
(2) Setiap orang atau lembaga yang mengumumkan hasil penghitungan cepat pada hari/tanggal pemungutan
suara, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 18 (delapan belas)
bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp18.000.000,00
(delapan belas juta rupiah).

Pasal 198

73 / 76
www.hukumonline.com

Ketua dan anggota KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota yang tidak melaksanakan putusan pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 150 ayat (2), dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda
paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat
juta rupiah).

BAB XXV
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 199
Ketentuan dalam Undang-Undang ini berlaku juga bagi penyelenggaraan Pemilihan di Provinsi Aceh, Provinsi
Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Provinsi Papua, dan Provinsi Papua
Barat, sepanjang tidak diatur lain dalam Undang-Undang tersendiri.

BAB XXVI
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 200
(1) Pendanaan kegiatan Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang dilaksanakan pada tahun 2015
dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
(2) Bagi daerah yang sedang melaksanakan tahapan Pemilihan, tahapan Pemilihan yang sedang berjalan
menyesuaikan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.

Pasal 201
(1) Pemungutan suara serentak dalam Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang masa jabatannya
berakhir pada tahun 2015 dilaksanakan di hari dan bulan yang sama pada tahun 2015.
(2) Pemungutan suara serentak dalam Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang masa jabatannya
berakhir pada tahun 2016, tahun 2017 dan tahun 2018 dilaksanakan di hari dan bulan yang sama pada
tahun 2018, dengan masa jabatan Gubernur, Bupati, dan Walikota sampai dengan tahun 2020.
(3) Dalam hal Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat diselenggarakan karena tidak
terdapat calon yang mendaftar maka diangkat penjabat Gubernur, penjabat Bupati, dan penjabat Walikota
sampai terpilihnya Gubernur, Bupati, dan Walikota pada tahun 2020.
(4) Pemungutan suara serentak dalam Pemilihan yang masa jabatannya berakhir pada tahun 2019
dilaksanakan di hari dan bulan yang sama pada tahun 2020.
(5) Pemungutan suara serentak dalam Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota di seluruh wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan pada hari dan bulan yang sama pada tahun 2020.
(6) Untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang berakhir masa jabatan tahun
2016 dan tahun 2017 diangkat penjabat Gubernur, penjabat Bupati, dan penjabat Walikota sampai
dengan terpilihnya Gubernur, Bupati, dan Walikota yang definitif pada tahun 2018.
(7) Untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang berakhir masa jabatan tahun
2019, diangkat penjabat Gubernur, penjabat Bupati, dan penjabat Walikota sampai dengan terpilihnya

74 / 76
www.hukumonline.com

Gubernur, Bupati, dan Walikota yang definitif pada tahun 2020.

Pasal 202
(1) Gubernur, Bupati, dan Walikota yang dilantik pada tahun 2018 dengan masa jabatan sampai dengan
tahun 2020 maka masa jabatan tersebut tidak dihitung satu periode.
(2) Gubernur, Bupati, dan Walikota yang dilantik pada tahun 2018 dengan masa jabatan sampai dengan
tahun 2020 diberikan hak pensiun sebagai mantan Gubernur, Bupati, dan Walikota satu periode.
(3) Daerah yang Gubernur, Bupati, dan Walikota berakhir masa jabatannya tahun 2016, tahun 2017 dan
tahun 2018, karena sesuatu hal yang mengakibatkan tidak terselesaikannya tahapan pemilihan pada
Desember tahun 2018 maka untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur, Bupati, dan Walikota diangkat
penjabat Gubernur, penjabat Bupati, dan penjabat Walikota sampai dengan tahun 2020.
(4) Gubernur, Bupati, dan Walikota yang berakhir masa jabatannya pada tahun 2018 dan masa jabatannya
kurang dari 5 (lima) tahun dikarenakan pelaksanaan Pemilihan serentak maka diberikan kompensasi uang
sebesar gaji pokok dikalikan jumlah bulan yang tersisa serta mendapatkan hak pensiun untuk satu
periode.

Pasal 203
(1) Dalam hal terjadi kekosongan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang diangkat berdasarkan Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil
Walikota menggantikan Gubernur, Bupati, dan Walikota sampai dengan berakhir masa jabatannya.
(2) Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota yang diangkat
berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, mekanisme
pengisiannya dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang ini.

Pasal 204
Pada saat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-
undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari peraturan perundang-undangan mengenai
penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan
dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini.

BAB XXVIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 205
Pada saat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 243, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun Nomor 5586) dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku.

Pasal 206
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

75 / 76
www.hukumonline.com

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 2 Oktober 2014
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 2 Oktober 2014
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
AMIR SYAMSUDIN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 245

76 / 76
www.hukumonline.com

PENJELASAN
PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHUN 2014
TENTANG
PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

I. UMUM
Untuk menjamin Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota dilaksanakan secara demokratis sebagaimana
diamanatkan dalam Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
maka kedaulatan rakyat serta demokrasi dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat wajib dihormati
sebagai syarat utama pelaksanaan Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
Kedaulatan rakyat dan demokrasi tersebut perlu ditegaskan dengan pelaksanaan Pemilihan Gubernur,
Bupati, dan Walikota secara langsung oleh rakyat, dengan melakukan beberapa perbaikan mendasar atas
berbagai permasalahan pemilihan langsung yang selama ini telah dilaksanakan.
Namun, pembentukan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan
Walikota yang mengatur mekanisme pemilihan kepala daerah secara tidak langsung melalui Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah telah mendapatkan penolakan yang luas oleh rakyat dan proses pengambilan
keputusannya tidak mencerminkan prinsip demokrasi.
Selain berdasarkan alasan tersebut di atas, terdapat pertimbangan mengenai kegentingan yang memaksa
sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-VII/2009 yang di dalamnya memuat
tentang persyaratan perlunya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang apabila:
1. adanya keadaan yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat
berdasarkan Undang-Undang;
2. Undang-Undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum atau
ada Undang-Undang tetapi tidak memadai;
3. kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat Undang-Undang secara
prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan keadaan yang
mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan.
Atas dasar tersebut, maka perlu menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang
Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
Dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini diatur mengenai KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota sebagai lembaga penyelenggara Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. KPU
Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dalam menjalankan tugasnya melakukan seluruh tahapan Pemilihan
Gubernur, Bupati, dan Walikota.
Agar tercipta kualitas Gubernur, Bupati, dan Walikota yang memiliki kompetensi, integritas, dan
kapabilitas serta memenuhi unsur akseptabilitas maka selain memenuhi persyaratan formal administratif
juga dilakukan Uji Publik oleh akademisi, tokoh masyarakat, dan Komisioner KPU Provinsi dan/atau KPU
Kabupaten/Kota.
Guna menjamin transparansi dan efisiensi penyelenggaraan Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota
maka lembaga penegak hukum wajib mengawasi pelaksanaan seluruh tahapan Pemilihan Gubernur,
Bupati, dan Walikota.
Pendanaan penyelenggaraan Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara dan dapat didukung Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

1 / 24
www.hukumonline.com

Adapun pelaksanaan Kampanye difasilitasi oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dengan
menggunakan paradigma efisiensi, efektifitas, dan proporsionalitas.
Dalam rangka menegakkan supremasi hukum dalam konteks kesatuan hukum nasional, Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini mengatur penyelesaian baik penyelesaian untuk perselisihan
hasil Pemilihan Gubernur maupun perselisihan hasil Pemilihan Bupati dan Walikota di tingkat Pengadilan
Tinggi dan dapat mengajukan permohonan keberatan ke Mahkamah Agung yang putusannya bersifat final
dan mengikat serta tidak dapat dilakukan upaya hukum lain.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas.

Pasal 2
Cukup jelas.

Pasal 3
Cukup jelas.

Pasal 4
Cukup jelas.

Pasal 5
Cukup jelas.

Pasal 6
Cukup jelas.

Pasal 7
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d

2 / 24
www.hukumonline.com

Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Yang dimaksud dengan “melakukan perbuatan tercela” antara lain, judi, mabuk, pemakai/pengedar
narkoba, dan berzina serta perbuatan yang melanggar kesusilaan lainnya.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Huruf n
Cukup jelas.
Huruf o
Cukup jelas.
Huruf p
Cukup jelas.
Huruf q
Yang dimaksud dengan “tidak memiliki konflik kepentingan” adalah antara lain, tidak memiliki ikatan
perkawinan atau garis keturunan 1 (satu) tingkat lurus ke atas, ke bawah, ke samping dengan petahana
kecuali telah melewati jeda 1 (satu) kali masa jabatan.
Huruf r
Cukup jelas.
Huruf s
Cukup jelas.
Huruf t
Cukup jelas.

3 / 24
www.hukumonline.com

Huruf u
Cukup jelas.

Pasal 8
Cukup jelas.

Pasal 9
Cukup jelas.

Pasal 10
Cukup jelas.

Pasal 11
Cukup jelas.

Pasal 12
Cukup jelas.

Pasal 13
Cukup jelas.

Pasal 14
Cukup jelas.

Pasal 15
Cukup jelas.

Pasal 16
Cukup jelas.

Pasal 17
Cukup jelas.

Pasal 18
Cukup jelas.

4 / 24
www.hukumonline.com

Pasal 19
Cukup jelas.

Pasal 20
Cukup jelas.

Pasal 21
Cukup jelas.

Pasal 22
Cukup jelas.

Pasal 23
Cukup jelas.

Pasal 24
Cukup jelas.

Pasal 25
Cukup jelas.

Pasal 26
Cukup jelas.

Pasal 27
Cukup jelas.

Pasal 28
Cukup jelas.

Pasal 29
Cukup jelas.

Pasal 30

5 / 24
www.hukumonline.com

Cukup jelas.

Pasal 31
Cukup jelas.

Pasal 32
Cukup jelas.

Pasal 33
Cukup jelas.

Pasal 34
Cukup jelas.

Pasal 35
Cukup jelas.

Pasal 36
Cukup jelas.

Pasal 37
Cukup jelas.

Pasal 38
Cukup jelas.

Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.

Pasal 41
Cukup jelas.

Pasal 42

6 / 24
www.hukumonline.com

Cukup jelas.

Pasal 43
Cukup jelas.

Pasal 44
Cukup jelas.

Pasal 45
Cukup jelas.

Pasal 46
Cukup jelas.

Pasal 47
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “orang” termasuk Calon Gubernur, Calon Bupati, atau Calon Walikota.
Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 48
Cukup jelas.

Pasal 49
Cukup jelas.

Pasal 50
Cukup jelas.

7 / 24
www.hukumonline.com

Pasal 51
Cukup jelas.

Pasal 52
Cukup jelas.

Pasal 53
Cukup jelas.

Pasal 54
Cukup jelas.

Pasal 55
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Penetapan calon oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota yang memperoleh suara terbanyak di
bawah calon yang memperoleh suara terbanyak kedua dilakukan dengan memperhatikan urutan
perolehan suara terbanyak.

Pasal 56
Cukup jelas.

Pasal 57
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “surat keterangan penduduk”, antara lain, paspor atau Surat Izin Mengemudi
(SIM).
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)

8 / 24
www.hukumonline.com

Cukup jelas.

Pasal 58
Cukup jelas.

Pasal 59
Cukup jelas.

Pasal 60
Cukup jelas.

Pasal 61
Cukup jelas.

Pasal 62
Cukup jelas.

Pasal 63
Cukup jelas.

Pasal 64
Cukup jelas.

Pasal 65
Cukup jelas.

Pasal 66
Cukup jelas.

Pasal 67
Cukup jelas.

Pasal 68
Cukup jelas.

9 / 24
www.hukumonline.com

Pasal 69
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Ketentuan dalam huruf ini dikenal dengan istilah Kampanye hitam atau black campaign.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.

Pasal 70
Cukup jelas.

Pasal 71
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pengisian jabatan hanya dapat dilakukan untuk mengisi kekosongan jabatan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)

10 / 24
www.hukumonline.com

Cukup jelas.

Pasal 72
Cukup jelas.

Pasal 73
Cukup jelas.

Pasal 74
Cukup jelas.

Pasal 75
Cukup jelas.

Pasal 76
Cukup jelas.

Pasal 77
Cukup jelas.

Pasal 78
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “perlengkapan lainnya” meliputi sampul kertas, tanda pengenal KPPS, tanda
pengenal petugas keamanan TPS, tanda pengenal saksi, karet pengikat surat suara, lem/perekat,
kantong plastik, ballpoint, gembok, spidol, formulir untuk berita acara dan sertifikat, stiker nomor kotak
suara, tali pengikat alat pemberi tanda pilihan, dan alat bantu tuna netra.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.

11 / 24
www.hukumonline.com

Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.

Pasal 79
Cukup jelas.

Pasal 80
Cukup jelas.

Pasal 81
Cukup jelas.

Pasal 82
Cukup jelas.

Pasal 83
Cukup jelas.

Pasal 84
Cukup jelas.

Pasal 85
Cukup jelas.

Pasal 86
Cukup jelas.

Pasal 87
Cukup jelas.

Pasal 88
Cukup jelas.

12 / 24
www.hukumonline.com

Pasal 89
Cukup jelas.

Pasal 90
Cukup jelas.

Pasal 91
Cukup jelas.

Pasal 92
Cukup jelas.

Pasal 93
Cukup jelas.

Pasal 94
Cukup jelas.

Pasal 95
Cukup jelas.

Pasal 96
Cukup jelas.

Pasal 97
Cukup jelas.

Pasal 98
Cukup jelas.

Pasal 99
Cukup jelas.

Pasal 100
Cukup jelas.

13 / 24
www.hukumonline.com

Pasal 101
Cukup jelas.

Pasal 102
Cukup jelas.

Pasal 103
Cukup jelas.

Pasal 104
Cukup jelas.

Pasal 105
Cukup jelas.

Pasal 106
Cukup jelas.

Pasal 107
Cukup jelas.

Pasal 108
Cukup jelas.

Pasal 109
Cukup jelas.

Pasal 110
Cukup jelas.

Pasal 111
Cukup jelas.

Pasal 112

14 / 24
www.hukumonline.com

Cukup jelas.

Pasal 113
Cukup jelas.

Pasal 114
Cukup jelas.

Pasal 115
Cukup jelas.

Pasal 116
Cukup jelas.

Pasal 117
Cukup jelas.

Pasal 118
Cukup jelas.

Pasal 119
Cukup jelas.

Pasal 120
Cukup jelas.

Pasal 121
Cukup jelas.

Pasal 122
Cukup jelas.

Pasal 123
Cukup jelas.

15 / 24
www.hukumonline.com

Pasal 124
Cukup jelas.

Pasal 125
Cukup jelas.

Pasal 126
Cukup jelas.

Pasal 127
Cukup jelas.

Pasal 128
Cukup jelas.

Pasal 129
Cukup jelas.

Pasal 130
Cukup jelas.

Pasal 131
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Sosialisasi Pemilihan dan pendidikan politik bagi pemilih dilakukan dalam bentuk seminar, lokakarya,
pelatihan, simulasi, dan bentuk kegiatan lainnya.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 132
Cukup jelas.

Pasal 133
Cukup jelas.

16 / 24
www.hukumonline.com

Pasal 134
Cukup jelas.

Pasal 135
Cukup jelas.

Pasal 136
Cukup jelas.

Pasal 137
Cukup jelas.

Pasal 138
Cukup jelas.

Pasal 139
Cukup jelas.

Pasal 140
Cukup jelas.

Pasal 141
Cukup jelas.

Pasal 142
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “sengketa antara Peserta Pemilihan dengan penyelenggara Pemilihan” antara
lain, sengketa yang diakibatkan keluarnya Keputusan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.

Pasal 143
Cukup jelas.

17 / 24
www.hukumonline.com

Pasal 144
Cukup jelas.

Pasal 145
Cukup jelas.

Pasal 146
Cukup jelas.

Pasal 147
Cukup jelas.

Pasal 148
Cukup jelas.

Pasal 149
Cukup jelas.

Pasal 150
Cukup jelas.

Pasal 151
Cukup jelas.

Pasal 152
Cukup jelas.

Pasal 153
Cukup jelas.

Pasal 154
Cukup jelas.

Pasal 155
Cukup jelas.

18 / 24
www.hukumonline.com

Pasal 156
Cukup jelas.

Pasal 157
Cukup jelas.

Pasal 158
Cukup jelas.

Pasal 159
Cukup jelas.

Pasal 160
Cukup jelas.

Pasal 161
Cukup jelas.

Pasal 162
Cukup jelas.

Pasal 163
Ayat (1)
Serah terima jabatan Gubernur dilakukan di ibu kota provinsi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 164
Ayat (1)
Serah terima jabatan Bupati/Walikota dilakukan di ibu kota Kabupaten/Kota.
Ayat (2)
Cukup jelas.

19 / 24
www.hukumonline.com

Pasal 165
Cukup jelas.

Pasal 166
Pendanaan untuk seluruh kegiatan Pemilihan dibebankan pada APBN, kecuali kegiatan kampanye yang berupa
pertemuan terbatas dan pertemuan tatap muka dan dialog.
Dukungan dana melalui APBD antara lain berupa kegiatan sosialisasi, pengamanan, distribusi logistik dan lain-
lain.

Pasal 167
Cukup jelas.

Pasal 168
Cukup jelas.

Pasal 169
Cukup jelas.

Pasal 170
Cukup jelas.

Pasal 171
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.

20 / 24
www.hukumonline.com

Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Huruf n
Yang dimaksud dengan “tidak memiliki konflik kepentingan” adalah tidak memiliki ikatan perkawinan atau
garis keturunan 1 (satu) tingkat lurus ke atas, ke bawah dan ke samping dengan Gubernur, Bupati dan
Walikota.
Huruf o
Cukup jelas.
Huruf p
Cukup jelas.
Huruf q
Cukup jelas.

Pasal 172
Cukup jelas.

Pasal 173
Cukup jelas.

Pasal 174
Cukup jelas.

Pasal 175

21 / 24
www.hukumonline.com

Cukup jelas.

Pasal 176
Cukup jelas.

Pasal 177
Cukup jelas.

Pasal 178
Cukup jelas.

Pasal 179
Cukup jelas.

Pasal 180
Cukup jelas.

Pasal 181
Cukup jelas.

Pasal 182
Cukup jelas.

Pasal 183
Cukup jelas.

Pasal 184
Cukup jelas.

Pasal 185
Cukup jelas.

Pasal 186
Cukup jelas.

22 / 24
www.hukumonline.com

Pasal 187
Cukup jelas.

Pasal 188
Cukup jelas.

Pasal 189
Cukup jelas.

Pasal 190
Cukup jelas.

Pasal 191
Cukup jelas.

Pasal 192
Cukup jelas.

Pasal 193
Cukup jelas.

Pasal 194
Cukup jelas.

Pasal 195
Cukup jelas.

Pasal 196
Cukup jelas.

Pasal 197
Cukup jelas.

Pasal 198
Cukup jelas.

23 / 24
www.hukumonline.com

Pasal 199
Cukup jelas.

Pasal 200
Cukup jelas.

Pasal 201
Cukup jelas.

Pasal 202
Cukup jelas.

Pasal 203
Cukup jelas.

Pasal 204
Cukup jelas.

Pasal 205
Cukup jelas.

Pasal 206
Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5588

24 / 24

Anda mungkin juga menyukai