Anda di halaman 1dari 9

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/319679465

STUDI PENGEMBANGAN ABON IKAN TONGKOL (Euthynus sp) DENGAN


BERBAGAI RASA UNTUK PENGEMBANGAN USAHA MASYARAKAT PESISIR
PULAU NATUNA PROP. KEP. RIAU

Conference Paper · September 2015

CITATIONS READS
0 1,655

3 authors, including:

Muhammad Fauzi
Universitas Riau
16 PUBLICATIONS   6 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Manajemen Sumberdaya Perairan View project

Pasca Panen Hasil Perikanan View project

All content following this page was uploaded by Muhammad Fauzi on 13 September 2017.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Prosiding Seminar Antarabangsa Ke 8: Ekologi, Habitat Manusia dan Perubahan Persekitaran 2015

16

STUDI PENGEMBANGAN ABON IKAN TONGKOL (Euthynus sp)


DENGAN BERBAGAI RASA UNTUK PENGEMBANGAN USAHA
MASYARAKAT PESISIR PULAU NATUNA PROP. KEP. RIAU

SUKIRNO MUS, IRASARI & MOHD. FAUZI

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan


Universitas Riau, INDONESIA

PENDAHULUAN

Wilayah perikanan tangkap seperti perairan Natuna menjadi menarik karena sebagian besar jenis
ikan yang tertangkap adalah jenis-jenis ikan ekonomis penting, antara lain dari jenis barracuda,
berbagai jenis kerapu, kakap merah, ekor kuning, baronang, tenggiri, kuwee, dll. Salah satu jenis
ikan yang juga banyak tertangkap adalah jenis ikan tongkol. Pada akhir tahun berkisar bulan
September dan Desember, jenis ikan ini tertangkap dalam jumlah yang besar, sehingga tidak
terserap oleh pasar lokal dalam keadaan segar. Rendahnya daya serap pasar lokal menyebabkan
harga hasil tengkapan menjadi turun drastis.

Akan tetapi hasil tangkapan dan kekayaan sumber alam perikanan setempat tidak selalu berkorelasi
langsung dengan dengan kesejahteraannya. Dalam kondisi apapun nelayan wilayah pesisir ini terus
dibelenggu oleh kemiskinan diantara sumberdaya alam yang kaya. Pembiaran terhadap kondisi
masyarakat nelayan Natuna ini cepat atau lambat akan menimbulan masalah sosial yang akan
berujung pada konflik. Oleh karena itu, pembangunan masyarakat nelayan perlu di arahkan dengan
cara mengoptimalkan sumberdaya alam yang tersedia dengan teknologi yang paling aplikatif bagi
mereka.

Pemberdayaan kaum wanita (ibu dan putri) nelayan untuk kegiatan ekonomi yang berbasis usaha
perikanan, diperkirakan akan menjadi lokomotif baru dalam membawa ekonomi masyarakat
nelayan yang lebih sejahtera. Keterampilan para wanita dapat ditingkatkan dengan memberi
pelatihan pembuatan komoditi baru berbasis ikan. Disisi lain diversifikasi komoditi perikanan
menjadi produk pangan yang sudah dikenal tidak saja sangat aplikatif, tetapi juga akan
mempermudah pemasaran produknya, sehingga memberikan nilai tambah yang signifikan dan pada
akhirnya memberikan multiplier effect ekonomi bagi masyarakat wilayah pesisir.
196 Sukirno Mus et al.

Oleh karena itu upaya memasyarakatkan pembuatan abon ikan tongkol bagi masyarakat Natuna,
khususnya masyarakat nelayan sekitar Ranai dapat menjadi alternative pilihan. Dengan
memberikan modifikasi, diversifikasi rasa, aroma, dan performa yang lebih baik, komoditi ini
diyakini akan cepat diterima masyarakat kota Ranai dan menggunakan produk sebagai mascot dan
cenderamata bagi pelancong yang mendatangi ibukota Kabupaten Natuna ini.

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode experimen, yaitu dalam bentuk ujicoba
pembuatan abon dengan bahan dasar ikan tongkol. Abon tongkol dibuat dengan berbagai variasi
rasa, seperti rasa abon sapi, rasa rendang, rasa kari, dan rasa asap asin. Masing-masing bumbu
didesign dengan intensitas lembut (soft), sedang (medium), dan keras (hard/sharp). Rancangan
penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap faktorial. Faktor pertama yaitu flavour abon
tongkol dengan 4 perlakuan yaitu standar, flavour rendang, flavour kari, dan flavour asap. Faktor
kedua yaitu tingkat rasa dari masing-masing flavour yaitu, soft, medium, dan hard (4 x 3).

Adapun model linear rancangan faktorial yaitu:


Yijk= µ + αi + βj +(αβ)ij + εijk

Seluruh jenis abon yang dibuat diuji untuk memilih 3 (tiga) jenis rasa abon yang terbaik dengan
menggunakan uji kesukaan (acceptability test). Untuk pengujian ini digunakan 120 orang panelist
dari seluruh ethnis masyarakat yang ada di kota Pekanbaru. Tiga jenis abon yang paling disenangi
kemudian akan pengembangan untuk mendapatkan kemasan yang terbaik.

Untuk melihat diskripsi umum kualitas abon yang dihasilkan, dilakukan analisis kimia dalam
bentuk proximate seperti protein, lemak, kadar air, dan kadar abu (AOAC 2006) terhadap 3 (tiga)
jenis abon terbaik. Analisis mikrobiologis dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Analisis
bersifat kuantitatif dalam bentuk analisis TPC, (Post. F.J, 1988). Sedangkan analisis kualitatif
dilakukan dalam bentuk identifikasi Salmonella dan Staphylococcus (Post. F.J, 1988).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Aspek teknologi

Uji pendahuluan yang dilakukan menunjukkan bahwa warna abon dipengaruhi oleh adanya proses
penggorengan setelah dilakukan pencampuran dengan bumbu. Sedangkan ketajaman rasa diperoleh
dengan cara memisahkan abon dengan bagian cairan minyak yang masih melekat pada abon.

Warna atau Penampakan

Abon yang disangrai tanpa penggorengan memiliki warna abu-abu kehitaman, sedangkan yang
diikuti dengan penggorengan memiliki warna kuning keemasan mengarah pada sedikit coklat
muda. Berdasarkan aspek warna produk ini, panelist umumnya lebih menyukai warna kuning
keemasan, ketimbang warna abu-abu kehitaman.

Rasa Abon

Prosiding Seminar Antarabangsa Ke 8 Ekologi, Habitat Manusia dan Perubahan Persekitaran 2015
Sukirno Mus et al. / 197

Beda halnya dengan warna, dari aspek rasa, ternyata abon yang dibuat tanpa penggorengan
pengaruh rasa bumbu dan daging ikan tongkol cukup tajam dirasakan, sementara abon yang dibuat
dengan penggorengan rasa bumbu kurang terasa, bahkan terkesan produk sedikit hambar. Akan
tetapi diketahui bahwa hilangnya rasa bumbu dipengaruhi oleh masih tingginya kandungan minyak
pada produk. Dengan cara pemisahan minyak, ternyata rasa adonan bumbu lebih tajam. Dengan
kata lain, semakin kecil kandungan minyak pada abon, maka rasa bumbu semakin terasa.

HASIL UJI PREFERENCES

Uji penerimaan konsumen yang telah dilakukan terhadap 4 (empat) jenis abon dengan rasa yang
berbeda, dan dengan 3 (tiga) jenis intensitas ketajaman rasa menunjukkan bahwa pada dasarnya
panelists menerima seluruh jenis variasi ke empat rasa yang diuji, dengan ukuran mulai dari
indikator suka dan sangat suka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh jenis rasa yang diuji
diterima dengan baik oleh panelists yang dianggap mewakili consumer secara umum, meskipun
dari uji statistik yang dilakukan menunjukkan bahwa abon rasa standard (rasa daging sapi) diterima
lebih baik ketimbang tiga jenis rasa lainnya. Dengan mengamati Table 4.1 terlihat bahwa untuk
semua jenis rasa abon lebih dari 90% panelist memilih suka dan sangat suka.

Table 4.1 : Tingkat Kesukaan Panelist Terhadap Beberapa Jenis Abon (120 orang)
Standard Rendang Kari Asap
Ulangan Indeks
S M H S M H S M H S M H
Sgt. Suka 70 75 97 65 66 81 63 71 77 79 68 63
Suka 47 40 22 50 50 37 54 45 40 37 44 49
1 Krg.
3 5 1 5 4 2 3 4 3 4 8 8
Suka
Tdk Suka 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Sgt. Suka 69 76 97 64 69 83 63 75 79 81 64 59
Suka 47 39 23 52 48 36 51 43 40 37 49 52
2 Krg.
4 5 0 4 3 1 6 2 1 2 7 9
Suka
Tdk Suka 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Sgt. Suka 72 77 96 64 68 82 65 72 78 80 67 61
Suka 44 38 23 52 49 30 51 44 40 37 46 52
3 Krg.
4 5 1 4 3 2 4 4 2 3 7 7
Suka
Tdk Suka 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Keterangan : S : Soft M : Medium H : Hard (Sharp)

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa panelists menyukai semua rasa abon. Namun sekitar
97% panelist lebih menyenangi intensitas adonan dengan intensitas rasa yang lebih keras untuk rasa
standard, rendang dan kari, sebaliknya instensitas rasa asap yang disukai justru yang dengan
intensitas rendah (soft).

Prosiding Seminar Antarabangsa Ke 8 Ekologi, Habitat Manusia dan Perubahan Persekitaran 2015
198 Sukirno Mus et al.

Dengan menggunakan analisis diskriptif terlihat bahwa acceptabilitas panelist diutamakan pada
penampakan (performa) abon. Hampir seluruh jenis abon disenangi karena memiliki performa yang
baik, yakni warna kuning ke emasan.

Tabel 4.2. Nilai rata-rata rupa abon ikan tongkol aneka rasa
Kombinasi perlakuan
Ulangan
A0S A0M A0H ARS ARM ARH AKS AKM AKH AAS AAM AAH
1 3,08 3,06 3,04 3,00 2,78 2,51 2,25 2,76 2,69 3,06 3,00 2,86
2 3,08 3,04 3,08 2,98 2,80 2,49 2,27 2,75 2,71 3,04 3,02 2,84
3 3,04 3,08 3,04 3,02 2,76 2,53 2,24 2,78 2,67 3,08 2,98 2,88
Total 9,20 9,18 9,16 9,00 8,35 7,53 6,76 8,29 8,06 9,18 9,00 8,59
Rata-rata 3,07 3,06 3,05 3,00 2,78 2,51 2,25 2,76 2,69 3,06 3,00 2,86
Keterangan : - A0 : Abon standar, AR : Abon rendang, AK : Abon kari, AA : Abon asap
- S : Soft, M : Medium, H : Hard.

Sebagaimana yang dikemukakan pada bahagian terdahulu, bahwa dari aspek rasa, seluruh jenis rasa
(keempat jenis produk) abon diterima dengan baik oleh panelist. Namun dari segi intensitasnya rasa
standard lebih disukai yang intensitas rendah (soft) dan medium dibanding dengan intensitas yang
keras, demikian juga dengan rasa rendang dan asap, tetapi berbeda dengan rasa kari yang justru
lebih disenangi yang intensitas tinggi (hard). Table 4.3 di bawah ini menjelaskan tentang perbedaan
bumbu terhadap persepsi rasa yang diterima oleh panelist.

Tabel 4.3. Nilai rata-rata rasa abon ikan tongkol aneka rasa
Kombinasi perlakuan
Ulangan
A0S A0M A0H ARS ARM ARH AKS AKM AKH AAS AAM AAH
1 2,98 2,96 2,94 2,94 2,90 2,65 2,71 2,78 2,76 2,69 2,80 2,65
2 2,96 2,98 2,92 2,96 2,88 2,67 2,69 2,80 2,75 2,71 2,78 2,67
3 3,00 2,94 2,96 2,92 2,92 2,63 2,73 2,76 2,78 2,67 2,82 2,63
Total 8,94 8,88 8,82 8,82 8,71 7,94 8,12 8,35 8,29 8,06 8,41 7,94
Rata-rata 2,98 2,96 2,94 2,94 2,90 2,65 2,71 2,78 2,76 2,69 2,80 2,65

Menurut Soekarto (1985), rasa makanan yang kita kenal sehari-hari sebenarnya bukanlah satu
tanggapan, melainkan campuran dari tanggapan cicip, bau, dan trigeminal yang diramu oleh kesan-
kesan lain seperti penglihatan, sentuhan, dan pendengaran. Jadi, kalau kita menikmati atau
merasakan makanan, sebenarnya kenikmatan tersebut diwujudkan bersama-sama oleh kelima
indera. Peramuan rasa itu ialah suatu sugesti kejiwaan terhadap makanan yang menentukan nilai
pemuasan orang yang memakannya.

Nilai Proksimat

Analisis nilai proksimat yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui perbandingan kandungan
komponen kimia yang terdapat pada tiap rasa abon. Gambaran komponen kimia pada bahan pangan
tidak saja akan mempengaruhi gambaran umum tentang nutrisi bahan pangan tersebut, akan tetapi
dalam beberapa hal akan sangat menentukan aspek masa simpan dan keamanan pangan. Namun
demikian peneliti berasumsi bahwa formulasi bumbu yang dibuat untuk membedakan rasa abon
Prosiding Seminar Antarabangsa Ke 8 Ekologi, Habitat Manusia dan Perubahan Persekitaran 2015
Sukirno Mus et al. / 199

tidak memberikan perbedaan yang signifikan terhadap nilai proksimat dari abon tersebut, sehingga
untuk menghemat waktu dan biaya maka analisis dilakukan terhadap perlakuan terbaik pada tiap
rasa yang mengacu pada nilai organoleptik dan didapatkan 4 perlakuan terbaik.

Kandungan Air

Kandungan air akan mempengaruhi terjadinga reaksi-reaksi biokimia yang dapat menurunkan mutu
bahan pangan sehingga sebagian air harus dikeluarkan dari bahan pangan (Buckle et all., 1987).
Semakin rendah kadar air suatu produk, maka semakin tinggi daya tahannya (Winarno, 1997).

Dari Table 4.4 di bawah ini terlihat bahwa kadar air seluruh jenis rasa abon tidak memperlihatkan
perbedaan yang significant, yakni dengan range rata-rata antara 8.72% dari abon ikan asap, dan
yang tertinggi diperoleh dari abon ikan rasa standard (9.35%). Tidak terdapatnya perbedaan
kandungan kadar air dapat dipahami mengingat lama pengorengan dan temperature penggorengan
yang sama pada dasarnya telah memisahkan air dari produk sampai mencapai kadar air yang
relative sama. Kadar air yang sedikit lebih rendah pada abon asap lebih disebabkan karena bahan
baku ikan asap memang sudah memiliki kadar air yang lebih rendah

Dari aspek kualitas, kandungan air pada abon ikan dari seluruh jenis rasa yang dibuat telah
memenuhi baku mutu dengan merujuk Standard Industri Indonesia untuk Abon No. 0368-80,0368-
85.

Tabel 4.4. Nilai rata-rata proksimat (%) abon ikan tongkol aneka rasa
Komponen Perlakuan
Kimia A0 AR AK AA
Kadar Air 9,35 9,60 9,28 8,72
Protein 40,72 39,75 40,9 41,66
Lemak 20,68 23,07 23,49 25,06
Abu 5,94 6,12 5,65 5,96
Karbohidrat 18,21 19,17 19,00 16,26
Komponen lain 2,10 1,29 1,68 2,34
Keterangan : - A0 : Abon standar, AR : Abon rendang, AK : Abon kari, AA : Abon asap

Meskipun standard kadar air berdasarkan SII relative baik, namun bila dibandingkan dengan
standard mutu abon yang ditentukan oleh SNI 01-3707-1995, kandungan air pada abon dengan
berbagai rasa ini masih relative tinggi, yakni di atas 7% sebagaimana yang dipersyaratkan.

Kandungan Protein

Table 4.4 di atas memperlihatkan bahwa kandungan protein yang terdapat pada abon dengan jenis
rasa yang berbeda relative tinggi yakni antara 39,75% pada abon rasa rendang dan tertinggi pada
abon rasa asap (41,66%). Kandungan protein yang relative tinggi ini diakibatkan adanya
pengurangan kadar air pada saat penggorengan, sehingga membuat persentase protein menjadi
meningkat. Sedangkan terdapatnya perbedaan protein antara jenis rasa, disebabkan karena pengaruh
berbagai formula bumbu dan bahan lain yang terbawa selama proses. Menurut Suzuki (1981), Ikan
Prosiding Seminar Antarabangsa Ke 8 Ekologi, Habitat Manusia dan Perubahan Persekitaran 2015
200 Sukirno Mus et al.

tongkol segar memiliki komponen gizi yang cukup tinggi, yaitu: kadar air 71.00-76.76%, protein
21.60-26.30%, lemak 1.30-2.10%, mineral 1.20-150% dan abu 1.45-3.40%.
Kandungan Lemak

Tabel 4.4 menunjukkan bahwa rata-rata persentase kadar lemak mengalami variasi yang cukup
jelas. Perbedaan nilai ini dipengaruhi oleh nilai kadar air dari abon itu sendiri. Nilai kadar lemak
sangat erat kaitannya dengan nilai kadar air. Semakin rendah nilai kadar air abon ikan akan
membuat nilai lemak semakin tinggi. Wibowo (1995), menyatakan bahwa susutnya air maka kadar
protein dan lemak meningkat. Tingginya kadar lemak juga dipengaruhi oleh penggunaan bumbu
dan adonan tambahan dalam proses pembuatan abon, seperti penggunaan santan kelapa, dll.

Akan tetapi tingginya kandungan lemak juga menjadi kekhawatiran rendahnya masa simpan akibat
terjadinya proses penengikan (rancidity). Kecepatan terjadinya rancidity akan mempercepat
penolakan consumer terhadap produk.

Kadar Abu

Berdasarkan Tabel 4.4 di atas dapat dilihat bahwa nilai kadar abu tiap perlakuan tidak terlalu
berbeda, hal ini terjadi karena faktor utama yang menjadi penentu nilai kadar abu abon masing-
masing perlakuan merupakan bahan yang sama yaitu ikan tongkol. Ikan tongkol memiliki
kandungan gizi antara lain kadar protein 26,2 %, kadar lemak 2,1 %, kadar air 70,4 %, dan kadar
abu 1,3 % (Nurwahyuningsih dan Vivit, 2010).

Berdasarkan SNI (1995), persyaratan standar mutu abon secara umum, nilai kadar abu maksimal
7%, dan nilai kadar abu tertinggi pada abon tongkol ini sebesar 6,12% (pada abon rasa rendang),
sehingga kadar abu pada abon tongkol secara keseluruhan memenuhi persyaratan standar mutu
SNI.

Karbohidrat

Terjadinya perbedaan nilai karbohidrat disebabkan oleh perbedaan jenis dan jumlah bumbu dari
masing-masing perlakuan. Pada umumnya bahan makanan tersusun oleh tiga pokok komponen
yaitu karbohidrat, protein dan lemak serta turunannya, sedangkan sisanya yang hanya sebagian
kecil terdiri dari bermacam-macam zat organic yaitu vitamin, enzim, zat penyebab asam, oksidan,
antioksidan dan pigmen dan zat penyebab rasa dan bau (falvor) serta air. Dalam setiap bahan
makanan komponen tersebut sangat bervariasi jumlahnya sehingga akan membentuk struktur,
tekstur, rasa, bau, warna serta kandungan gizi yang berlainan pula. Tingginya angka karbohidrat
pada abon dengan berbagai rasa ini tidak terlepas dari besarnya penggunaan bumbu-bumbu yang
sebenarnya mengandung unsure karbohoidrat yang tinggi.

Parameter Miktobiologi

Untuk mengetahui jumlah mikroba yang mampu tumbuh pada produk abon yang dibuat, maka
analisis mikrobiologi yang digunakan adalah analisis TPC (Total Plate Count). Selain mengetahui
jumlah mikroba yang tumbuh, maka perlu juga diketahui pertumbuhan mikroba Coliform dan
Salmonella. dan Staphilococcus untuk dijadikan acuan standard SNI.

Prosiding Seminar Antarabangsa Ke 8 Ekologi, Habitat Manusia dan Perubahan Persekitaran 2015
Sukirno Mus et al. / 201

Berdasarkan nilai yang tertera pada Tabel 4.5, dapat diketahui bahwa nilai mikroba yang tumbuh
abon bervariasi pada tiap perlakuan. Abon dengan flavour asap cenderung memiliki nilai
mikrobiologi yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan abon control dan abon rasa kari.
Terjadinya perbedaan ini disebabkan perbedaan formulasi tiap perlakuan, dimana abon flavour asap
dan abon dengan flavor rendang menggunakan bumbu/bahan tambahan yang memiliki sifat anti
bakteri.

Abon dengan flavour asap memiliki nilai mikroba yang paling sedikit dikarenakan pada
formulasinya menggunakan asap cair. Menurut Atmaja (2009) Asap cair memiliki senyawa asam,
karbonil dan fenol yang berfungsi sebagai zat antimikroba. Girard (1992), menambahkan bahwa
asap cair mengandung senyawa utama yang berperan terhadap efek bakterisidal yaitu senyawa
fenol dan efek bakteriostatik yaitu senyawa asam organik.

Tabel 4.5. Nilai rata-rata total plate count (sel/g) abon ikan tongkol aneka rasa
Perlakuan
Parameter
A0 AR AK AA
TPC 9,5 x 103 5,5 x 102 4,3 x 104 3,2 x 102
Coliform Negatif Negatif Negatif Negatif
Salmonella Negatif Negatif Negatif Negatif
Staphilococcus Negatif Negatif Negatif Negatif

Abon dengan flavour rendang juga memiliki nilai mikroba yang cukup rendah bila dibandingkan
dengan abon control dan abon rasa kari, hal ini terjadi karena pada bumbu abon flavour rendang
terdapat jahe dan lengkuas yang juga bersifat anti mikroba. Kandungan senyawa metabolit
sekunder pada tanaman jahe-jahean terutama dari golongan flavonoid, fenol, terpenoid dan minyak
atsiri.

KESIMPULAN

Dari hasil pengamatan dan analisis diskriptif yang dilakukan, dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
 Warna dan rasa abon ikan tongkol sangat dipengaruhi oleh procedure pembuatan abon, dan
sisa kadar minyak yang terkandung pada abon.
 Abon ikan tongkol yang dibuat dengan berbagai variasi rasa (rasa abon sapi, rendang, kari, dan
asap) diterima dengan baik oleh panelist, meskipun melalui uji statistik abon tongkol rasa
daging sapi lebih disenangi.
 Tingginya acceptabilitas panelist terhadap abon disebabkan oleh performa (penbampakan) dan
rasa ketajaman bumbu.
 Dari Aspek mikrobiologi, abon tongkol dengan berbagai rasa memenuhi standard kualitas SNI

RUJUKAN

Atmaja, A. K. 2009. Aplikasi Asap Cair Redestilasi pada Karakterisasi Kamaboko ikan Tongkol
(Euthnnus affinis) ditinjau dari Tingkat Keawetan dan Kesukaan Konsumen [Skripsi].
Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret.
Prosiding Seminar Antarabangsa Ke 8 Ekologi, Habitat Manusia dan Perubahan Persekitaran 2015
202 Sukirno Mus et al.

Buckle, K.A., R.A Edward., G.H. Fleet., and M. Wooton. 1978. Ilmu Pangan. Terjemahan. Hari
Purnomo. UI Press, Jakarta. 365 hal.
Deman and John. M., 1997. Kimia Makanan. ITB. Bandung. 664 hal.
Girard, J.P., 1992. Technology of Meat and Meat Product Smoking. Ellis Harwood.
Hadiwiyoto, S. 1993. Teknologi Pangolahan Hasil Peikanan. Liberty. Yogyakarta.
Kartika, B., P. Hastuti, W. dan Supartono. 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. PAU
Pangan dan Gizi, UGM. Yogyakarta.
Mardiana. 2011. Karakteristik Asam Lemak dan Kolesterol Rajungan (Portunus pelagius) akibat
Proses Pengukusan. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Marwati, T. 1996. Aktivitas Zat Anti Bakteri Pada Rimpang Kunyit.
www.Pustaka.Litbang.deptan.go.id/bptpi/lengkap/IPTANA/fullteks/ApinMap/ApMap5.p
df. [07 Agustus 2015].
Nursal, W., Sri dan Wilda S. 2006. Bioaktifitas Ekstrak Jahe (Zingiber officinale Roxb.) Dalam
Menghambat Pertumbuhan Koloni Bakteri Escherichia coli dan Bacillus subtilis. Jurnal
Biogenesis 2(2): 64-66..
Nurwahyuningsih dan Vivit. 2010. Pemanfaatan Air Rebusan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis)
sebagai Bahan Pembuatan Kerupuk. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Palupi, N.S., F.R. Zakaria, dan E. Prangdimurti, 2007. Pengaruh Pengolahan terhadap Nilai Gizi
Pangan. http://www.xa.yimg.com, [29 Juni 2015].
Rahman, M. 2009. Aktivitas Anti Bakteri Senyawa Hasil Biotransformasi Kurkumin Oleh Mikrob
Endofil Asal Kunyit. http://repository.ip b.ac.id/bitstream/handle/123456789/14837/
G09mnr.pdf [07 Agustus 2015].
Setha, B. 2011. Pengaruh Penggunaan Asap Cair Terhadap Kualitas Fillet Ikan Cakalang Asap.
Logika 9(1). p.28-37. [terhubung berkala]. http://
paparisa.unpatti.ac.id/paperrepo/ppr_iteminfo_lnk. (13 Maret 2015).
SNI 01-3707-1995. Abon. http://sisni.bsn.go.id/index.php?/sni_main/sni/detail_sni /4128. Diakses
pada tanggal 31 Juli 2015. Pukul 20.02 WIB
Soekarto S.T. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Jakarta:
Bhratara Karya Aksara.
Sudarmadji, S., B. Haryono, Suhardi. 2007. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit
Liberty. Yogyakarta.
Suseno, A. 2008. Diktat Penanganan Hasil Perikanan. Akademi Perikanan, Sidoarjo.
Suzuki T. 1981. Fish and Krill Protein in Processing Technology. London: Applied Science
Publishing. Ltd.
Wibowo, S., 1995. Bakso Ikan dan Bakso Daging. Penebar Swadaya, Jakarta.
. 1995. Industri Pengasapan Ikan. Penebar Swadaya : Jakarta.
Winarno, FG. 1993. Pangan Gizi, Teknologi dan Konsumen. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka
Utama.
___________. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama.
___________. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama.

Prosiding Seminar Antarabangsa Ke 8 Ekologi, Habitat Manusia dan Perubahan Persekitaran 2015

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai