Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH

PENGEMBANGAN PROGRAM PENGAJARAN FISIKA

Model Pembelajaran Project Based Learning, Problem Based Learning


(PBL), dan Problem Solving

Di Susun Oleh :

Kelompok :3

Anggota:

Fheby Framestya A1C316075

Monika Tiara Darma A1C316007

Nadya Putri A1C316031

Nurdatul Jannah A1C316019

Rasta Fanny A1C316044

Venny Mulyana A1C316053

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS JAMBI

2018

DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ivor K. Davis dalam Rusman (2013:229) mengemukakan bahwa “salah
satu kecendrungan yang sering dilupakan adalah melupakan hakikat pembelajaran
adalah belajarnya siswa bukan mengajarnya guru”. Perubahan cara padang
terhadap proses belajar mengajar saat ini sudah mulai diterapkan. Pada proses
pembelajaran di kelas, peserta didik tidak lagi menjadi objek melainkan sebagai
subjek.

2
Seperti yang kita ketahui pada Kurikulum 2013 terdapat pendidikan
berkarakter yang bertujuan untuk meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan,
yang mengarah pada pembentukan budi pekerti dan akhlak mulia peserta didik
secara utuh, terpadu dan seimbang, sesuai dengan standar kompetensi lulusan pada
setiap satuan pendidikan. Melalui implementasi Kurikulum 2013 yang berbasis
kompetensi sekaligus berbasis karakter, dengan pendekatan tematik dan
kontekstual diharapkan peserta didik mampu secara madiri meningkatkan dan
menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta
mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam
perilaku sehari-hari (Mulyasa, 2014: 7).

Dalam mewujudkan pendidikan berkarakter yang ditekankan pada


Kurikulum 2013, maka terdapat beberapa model pembelajaran yang dapat
dikembangkan dalam proses belajar mengajar. Beberapa model pembelajaran
tersebut diantara adalah Problem Based Learning, Project Based Learning, dan
Problem Solving.

Mengingat pentingnya kreativitas siswa, maka di sekolah perlu disusun


suatu strategi pembelajaran yang dapat mengembangkan kreativitas. Strategi
tersebut diantaranya meliputi pemilihan pendekatan, metode atau model
pembelajaran. Salah satu pembelajaran yang saat ini sedang berkembang ialah
pembelajaran berbasis masalah. Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based
Learning) merupakan suatu pembelajaran yang menuntut aktivitas mental siswa
untuk memahami suatu konsep pembelajaran melalui situasi dan masalah yang
disajikan pada awal pembelajran. Masalah yang disajikan pada siswa merupakan
masalah kehidupan sehari-hari (kontekstual). Pembelajaran berbasis masalah ini
dirancang dengan tujuan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan
berpikir dan mengembangkan kemampuan dalam memecahkan masalah.

Saat ini peserta didik juga dituntut agar dapat berpikir inovatif dan kreatif.
Untuk mendorong kemampuan peserta didik dalam menghasilkan karya
kontekstual baik individu maupun kelompok maka sangat disarankan

3
menggunakan model pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis proyek
(Project Based Learning).

Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning) adalah model


pembelajaran yang menggunakan proyek/kegiatan sebagai inti pembelajaran.
Peserta didik melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi, sintesis dan informasi
untuk menghasilkan berbagai bentuk hasil belajar. Pembelajaran Berbasis Proyek
merupakan model belajar yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam
mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan
pengalamannya dalam beraktivitas secara nyata. PjBL merupakan investigasi
mendalam tentang sebuah topik dunia nyata. Langkah-langkah pelaksanaan
pembelajaran berbasis proyek adalah penentuan pertanyaan mendasar, menyusun
perencanaan proyek, menyususn jadwal, monitoring, menguji hasil, dan evaluasi
pengalaman (Permendikbud, 2014 : 975-976).

Sedangkan kemampuan problem solving pada dasarnya merupakan hakikat


tujuan pembelajaran yang menjadi kebutuhan peserta didik dalam menghadapi
kehidupan nyata. Di dalam kehidupan sehari-hari peserta didik telah banyak
dihadapkan dengan sebuah masalah baik dilingkungan rumah, sekolah ataupun di
masyarakat. Kurangnya kepercayaan yang diberikan kepada peserta didik di
lingkungan keluarga untuk menghadapi masalah-masalah yang ada merupakan
salah satu faktor yang menyebabkan peserta didik tidak terlatih untuk melakukan
problem solving. Selain itu kurangnya pengalaman yang dimiliki oleh peserta didik
dalam menghadapi masalah dalam kehidupan sehari-hari juga faktor yang
membuat susah terlaksananya problem solving. Faktor lain yang menyebabkan
terlaksananya kemampuan problem solving adalah kurangnya kesiapan sekolah,
guru dan peserta didik untuk melakukan kegiatan problem solving dalam
pembelajaran. Hal ini disebabkan karena belum adanya pendekatan yang cocok
untuk menunjang kegiatan problem solving dalam pembelajaran.

Berdasarkan hal tersebut, maka kami menyusun makalah tentang apa dan
bagaimana Pembelajaran Berbasis Masalah, Pembelajaran Berbasik Proyek, dan

4
Penyelesaian Masalah dapat menjadi model pembelajaran yang efektif dalam
menunjang peserta didik agar dapat aktif, inovatif, serta kreatif bahkan dalam
penyelesaian masalah sekalipun.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah maka dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut :

1. Apa hakekat, tujuan, dan karakteristik dari model pembelajaran


Problem Based Learning, Project Based Learning, dan Problem Solving?

2. Bagaimana dukungan teoristik dari model pembelajaran Problem


Based Learning, Project Based Learning, dan Problem Solving?

3. Bagaimana bentuk perencanaan dan pelaksanaan dari model


pembelajaran Problem Based Learning, Project Based Learning, dan
Problem Solving?

4. Bagaimana mengelola lingkungan belajar berdasarkan model


Problem Based Learning, Project Based Learning, dan Problem Solving?

5. Bagaimana bentuk penilaian dari model Problem Based Learning,


Project Based Learning, dan Problem Solving?

BAB II

ISI

2.1 Project Based Learning


Project Based Learning adalah model atau metode belajar yang menggunakan
masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan
pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya dalam beraktivitas secara nyata.
Pembelajaran Berbasis Proyekdirancang untuk digunakan pada permasalahan

5
komplek yang diperlukan peserta didik dalam melakukan insvestigasi dan
memahaminya.

2.1.1 Hakikat Project Based Learning


Hakikatnya, model pembelajan berbasis proyek merupakan model
pembelajaran yang dilaksanakan untuk menghasilkan suatu produk sebagai solusi dari
masalah yang siswa temukan sendiri. Pembelajaran berbasis proyek ini mendorong
kemampuan siswa yang meliputi pengetahuan, masalah teknis, keterampilan praktis,
menemukan informasi yang lebih lengkap serta menentukan tujuan sendiri dan
kerjasama kelompok.

Model pembelajaran adalah “pola yang digunakan sebagai pedoman dalam


melakukan suatu kegiatan” (Agus Suprijono : 2011).

Di pihak lain, dikemukakan bahwa model mengajaradalah “suatu kerangka


konseptual yang berisi prosedur sistematik danmengorganisasikan pengalaman
belajar siswa untuk mencapai tujuan belajar tertentu sebagai pedoman bagi guru
dalam pembelajaran” (Syaiful Sagala : 2010).

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa modelpembelajaran


adalah suatu kerangka konseptual dan sistematis dan terorganisirdengan pengalaman
belajar siswa untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.Model pembelajaran
digunakan oleh guru sebagai pedoman dalam proses belajar mengajar.

2.1.2 Tujuan Project Based Learning


Pembelajaran berbasis proyek memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Meningkatkan kemampuan siswa dalam mencari solusi untuk masalah proyek.

2. Memperoleh pengetahuan dan keterampilan baru dalam pembelajaran.

3. Mendorong siswa untuk berpikir kritis.

4. Membuat siswa lebih aktif dalam memecahkan masalah proyek yang


kompleks dengan hasil produk nyata.

6
5. Mengembangkan dan meningkatkan keterampilan siswa dalam mengelola
bahan atau alat untuk menyelesaikan tugas atau proyek.

6. Meningkatkan kolaborasi atau kerjasama siswa yang bersifat kelompok.

2.1.3 Karakteristik Project Based Learning


Menurut Wina Sanjaya, ciri utama strategi pembelajaran berdasarkanmasalah
(SPBM) yang pertama adalah rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya peserta didik
tidak hanya mendengarkan ceramah dan menghafal namun dititikberatkan pada
kegiatan peserta didik dalam berpikir, berkomunikasi, mengolah data, dan
menyimpulkan. Kedua, aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan
masalah. Dalam proses pembelajaran perlu adanya masalah yang diteliti. Ketiga,
pemecahan masalah dilakukan menggunakan pendekatan berfikir secara ilmiah.
Proses berfikir ini dilakukan secara sistematis dan empiris.

Selain pendapat di atas, Rusman berpendapat karakteristik


pembelajaranberbasis masalah antara lain sebagai berikut:

a) masalah sebagai starting point dalam belajar,


b) masalah yang disajikan ada dalam dunia nyata,
c) permasalahan membutuhkan pespektif ganda,
d) permasalahan menarik dan memancing rasa ingin tahu siswa,
e) diutamakan belajar mandiri,
f) sumber belajar dari aneka sumber,
g) belajar bekerja sama dan berkomunikasi,
h) proses pemecahan masalah sekaligus sebagai penguasaan isi
pengetahuan,
i) keterbukaan dalam pembelajaran, dan
j) melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses belajar.

7
2.1.4 Dukungan Teoritis Project Based Learning
Pembelajaran berbasis proyek didukung teori belajar konstruktivisme.
Konstruktivisme adalah teori belajar yang mendapat dukungan luas yang bersandar
pada ide bahwa siswa membangun pengetahuannya sendiri di dalam konteks
pengalamannya sendiri. “Strategi pembelajaran yang menonjol dalam pembelajaran
kontstruktivistik antara lain adalah strategi belajar kolaboratif, mengutamakan
aktivitas siswa daripada guru, mengenai kegiatan laboratorium, pengalaman
lapangan,, studi kasus, pemecahan masalah, diskusi dan simulasi” (Rahmawati, 2011,
p. 11).

Pendekatan proyek ini dilakukan dalam modus belajar kolaboratif dalam


kelompok kecil siswa, pendekatan ini juga mendapat dukungan teoretik yang
bersumber dari konstruktivisme sosial Vygotsky yang memberikan landasan
pengembangan kognitif melalui peningkatan intensitas interaksi antarpersonal. Siswa
memiliki peluang untuk menyampaikan ide, mendengarkan ide-ide orang lain, dan
merefleksikan ide sendiri pada ide-ide orang lain. Proses interaksi dengan teman
sebaya membantu proses konstruksi pengetahuan. Proses negosiasi kognitif
interpersonal sebagai bentuk dari pengajuan gagasan, debat, dan menerima atau
menolak selama proses interaksi dengan kawan sejawat memungkinkan perluasan dan
penghalusan pengetahuan dan keterampilan. Dari perspektif teoretik ini, pendekatan
belajar berbasis proyek ini memberikan alternatif lingkungan belajar otentik di mana
pembelajar dapat membantu memudahkan mahasiswa meningkatkan kecakapan
mereka di dalam bekerja dan pemecahan masalah secara kolaboratif (Kamdi, 2010).

Abiddin Nata menyatakan bahwa PBL memiliki beberapa kelebihan antara lain: a)
dapat membuat pendidikan di sekolah menjadi lebih relevan dengan kehidupan, b)
dapat membiasakan siswa menghadapai dan memecahkan masalah secara terampil,
yang selanjutnya dapat digunakan untuk menghadapi masalah yang sesungguhnya di
masyarakat c) dapat merangsang kemampuan berpikir secara kreatif dan mnyeluruh,
karena dalam proses pembelajarannya siswa banyak melakukan proses mental dengan
menyoroti permasalahan dari berbagai aspek.

8
2.1.5 Perencanaan dan Pelaksanaan Project Based Learning
a. Perencanaan Project Based Learning

Pembelajaran berbasis proyek secara umum memiliki beberapa langkah dan


satu diantaranya yakni, tahap perencanaan. Sebelum masuk pada tahap selanjutnya,
rencana pembuatan proyek merupakan hal yang sangat penting untuk dikerjakan
terlebih dahulu. Hal yang pertama kali dilakukan pada tahap perencanaan ini yaitu
mengidentifikasi masalah. Siswa akan dihadapkan pada suatu permasalahan di
lapangan agar dapat mendorong siswa tersebut mengidentifikasi masalah nyata yang
ditemukannya sekaligus menemukan topik permasalahan. Selanjutnya siswa dapat
menemukan alternatif lain dalam pemecahan masalah yang ada. Sedangkan pada
kegiatan berikutnya siswa akan lebih mengidentifikasi lagi secara detail dengan cara
mengumpulkan informasi serta menemukan referensi yang relevan agar dapat
menunjang ke langkah berikutnya pada tahapan perencanaan.

Berikut ini merupakan langkah yang paling penting pada tahapan ini, yakni
merancang proyek yang dimaksud untuk pemecahan masalah. Dalam merancang
proyek siswa akan mengolah informasi berdasarkan tujuan pembelajaran. Walaupun
demikian, guru tetap berperan membimbing siswa agar menemukan sumber
permasalahan yang nyata dari informasi yang tersedia. Kemudian siswa dapat
merancang proyek secara lebih rinci dengan merumuskan proyek yang akan
dikerjakan, sekaligus menentukan bahan yang diperlukan, prosedur yang sesuai dan
membuat desain produk serta laporan investigasi.

b. Pelaksanaan pembelajaran berbasis proyek

Berdasarkan definisi yang kita ketahui, Project Based Learning merupakan


tugas kompleks yang didasarkan atas permasalahan atau pertanyaan dari peserta
didik, penyelesaian masalah, pembuat keputusan atau aktivitas investigasi yang
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bekerja dalam jangka waktu
tertentu dan menghasilkan sebuah produk yang realistik atau presentasi. Menurut The

9
George Lucas Foundation (2017) langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran
berbasis proyek adalah sebagai berikut:

1. Penentuan Pertanyaan Mendasar (Start With the Essential Question).

Pembelajaran dimulai dengan pertanyaan esensial yaitu pertanyaan yang


dapat memberi penugasan kepada siswa dalam melakukan suatu aktivitas.
Topik penugasan sesuai dengan dunia nyata yang relevan untuk siswa. dan
dimulai dengan sebuah investigasi mendalam.

2. Mendesain Perencanaan Proyek (Design a Plan for the Project)

Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara guru dan siswa. Dengan


demikian siswa diharapkan akan merasa “memiliki” atas proyek tersebut.
Perencanaan berisi tentang aturan main, pemilihan aktivitas yang dapat
mendukung dalam menjawab pertanyaan esensial, dengan cara
mengintegrasikan berbagai subjek yang mungkin, serta mengetahui alat dan
bahan yang dapat diakses untuk membantu penyelesaian proyek.

3. Menyusun Jadwal (Create a Schedule) Guru dan siswa secara kolaboratif


menyusun

jadwal aktivitas dalam menyelesaikan proyek. Aktivitas pada tahap ini


antara lain: (1) membuat timeline(alokasi waktu) untuk menyelesaikan
proyek,

(2) membuat deadline(batas waktu akhir) penyelesaian proyek,

(3) membawa peserta didik agar merencanakan cara yang baru,

(4)imembimbing peserta didik ketika mereka membuat cara yang tidak


berhubungan dengan proyek, dan

(5)imeminta peserta didik untuk membuat penjelasan (alasan) tentang


pemilihan suatu cara.

10
4. Memonitor siswa dan kemajuan proyek (Monitor the Students and the
Progress of the Project)

Guru bertanggungjawab untuk melakukan monitor terhadap aktivitas siswa


selama menyelesaikan proyek. Monitoring dilakukan dengan cara
menfasilitasi siswa pada setiap proses. Dengan kata lain guru berperan
menjadi mentor bagi aktivitas siswa. Agar mempermudah proses
monitoring, dibuat sebuah rubrik yang dapat merekam keseluruhan aktivitas
yang penting.

5. Menguji Hasil (Assess the Outcome)

Penilaian dilakukan untuk membantu guru dalam mengukur ketercapaian


standar, berperan dalam mengevaluasi kemajuan masing- masing siswa,
memberi umpan balik tentang tingkat pemahaman yang sudah dicapai
siswa, membantu guru dalam menyusun strategi pembelajaran berikutnya.

6. Mengevaluasi Pengalaman (Evaluate the Experience)

Pada akhir pembelajaran, guru dan siswa melakukan refleksi terhadap


aktivitas dan hasil proyek yang sudah dijalankan. Proses refleksi dilakukan
baik secara individu maupun kelompok

2.1.6 Mengelola Lingkungan Belajar Project Based Learning


Menurut Kamdi (2010) ada beberapa pengelolaan lingkungan belajar pada
pembelajaran berbasis proyek. Pengelolaan ini berupa sebagai berikut :

a. Pengelolaan peserta didik


Pengelolaan pembelajaran berbasis proyek diharapkan menumbuh
kembangkan multi kecakapan. Guru menetapkan jenis-jenis kecakapan
yang ingin dicapai melalui kerja proyek siswa. Dalam rencana

11
pembelajaran, kecakapan-kecapakan tersebut ditetapkan secara sadar
sebagai tujuan pembelajaran.

b. Pengelolaan waktu kegiatan proyek


Dalam implementasinya, pembelajaran berbasis proyek memberikan
pengalaman belajar untuk pengembangan diri. Cara-cara yang digunakan
guru antara lain: pemberian tanggung jawab individual dan kelompok,
pemberian keleluasaan mengambil keputusan pengelolaan kelompok
siswa dalam melaksanakan tugas-tugas, pemberian pengarahan dan
pendampingan pelaksanaan belajar, serta pengukuran hasil belajar. Pada
umumnya cara-cara itu dilakukan di semua program keahlian.

c. Pengelolaan Pembelajaran
Memperhatikan deskripsi data, model pembelajaran berbasis proyek
yang diimplementasikan mengarah pada tiga konfigurasi model.
Konfigurasi pertama, model pembelajaran berbasis proyek yang
menempatkan kerja proyek sebagai wahana pengembangan keterampilan
teknikal, dan dominasi peran guru dalam proses penyelesaian kerja
proyek sangat besar. Konfigurasi kedua, model pembelajaran berbasis
proyek yang menempatkan kerja proyek sebagai wahana mendekatkan
belajar teoretik dan praktikal, kontekstual, tetapi kontrol guru dalam
proses penyelesaian proyek masih cukup tinggi. Kon-figurasi ketiga,
model pembelajaran berbasis proyek yang menempatkan kerja proyek
sebagai wahana pengintegrasian belajar teroretik-praktikal, belajar
pemecahan masalah kontekstual, kolaboratif, dan pemberian otonomi
yang besar kepada siswa dalam pengambilan keputusan penyelesaian
kerja proyek. Konfigurasi yang ketiga inilah yang ideal sebagai model.

Berdasarkan pendapat tersebut, dalam mengelola lingkungan belajar dengan


menggunakan model pembelajaran berbasis proyek membutuhkan peranan guru dan
siswa yang aktif. Guru berperan sebagai motivator dan fasilitator dengan memberikan

12
bimbingan kepada siswa untuk menyelesaikan masalah yang mereka rumuskan
sendiri atau secara berkelompok.

2.1.7 Penilaian Project Based Learning


Penilaian proyek merupakan kegiatan penilaian terhadap suatu tugas yang harus
diselesaikan dalam periode atau waktu tertentu. Tugas tersebut berupa suatu
investigasi atau penyelidikan sejak dari perencanaan, pengumpulan data,
pengorganisasian, pengolahan dan penyajian data. Penilaian proyek dapat digunakan
untuk mengetahui pemahaman, kemampuan mengaplikasikan, kemampuan
penyelidikan dan kemampuan siswa memberikan informasi tentang sesuatu yang
menjadi penyelidikannya pada materi tertentu secara jelas. Menurut Widyantini
(2014, p. 7) ada penilaian proyek ada 3 (tiga) hal yang perlu dipertimbangkan yaitu:

a. Kemampuan pengelolaan yaitu kemampuan siswa dalam memilih topik


apabila belum ditentukan oleh guru, mencari informasi dan mengelola waktu
pengumpulan data serta penulisan laporan,

b. Relevansi yaitu kesesuaian dengan mata pelajaran dengan mempertimbangkan


tahap pengetahuan, pemahaman dan keterampilan dalam pembelajaran)

c. Keaslian yaitu proyek yang dilakukan siswa harus merupakan hasil karyanya,
dengan mempertimbangkan kontribusi guru berupa petunjuk dan dukungan
terhadap proyek siswa.

Pelaksanaan penilaian dapat menggunakan alat/instrumen penilaian berupa daftar


cek ataupun skala penilaian. Sumber-sumber data penilaian tersebut meliputi
(Kemdikbud, 2014: 85):

a. Self-assessment (penilaian diri) penting dilakukan untuk merefleksikan


diri siswa sendiri, tidak hanya menunjukkan apa yang siswa rasakan dan apa
yang seharusnya siswa berhak dapatkan. Siswa merefleksikan dirinya
seberapa baik mereka bekerja dalam kelompok dan seberapa baik siswa
berkontribusi, bernegosiasi, mendengar dan terbuka terhadap ide-ide teman

13
dalam kelompoknya. Siswa pun mengevaluasi hasil proyeknya sendiri, usaha,
motivasi, ketertarikan dan tingkat produktivitas.

b. Peer Assessment (penilaian antar siswa) merupakan elemen penting


pada penilaian Project Based Learning: guru tidak akan selalu bersama semua
siswa di setiap waktu dalam proses pengerjaan proyek, dan peer assessment
akan memudahkan untuk menilai siswa secara individu dalam sebuah
kelompok. Siswa menjadi kritis terhadap kerja temannya dan berupaya untuk
saling memberikan umpan balik.

c. Rubrik penilaian produk, Penilaian produk adalah penilaian terhadap


proses pembuatan dan kualitas suatu produk. Penilaian produk meliputi
penilaian kemampuan peserta didik membuat produk-produk teknologi dan
seni, seperti: makanan, pakaian, hasil karya seni (patung, lukisan, gambar),
barangbarang terbuat dari kayu, keramik, plastik, dan logam atau alat-alat
teknologi tepat guna yang sederhana. Pengembangan produk meliputi 3 (tiga)
tahap dan setiap tahap perlu diadakan penilaian yaitu:

1)iTahap persiapan, meliputi: penilaian kemampuan peserta didik dan


merencanakan, menggali, dan mengembangkan gagasan, dan mendesain
produk.
2) Tahap pembuatan produk (proses), meliputi: penilaian kemampuan
peserta didik dalam menyeleksi dan menggunakan bahan, alat, dan teknik.
3) Tahap penilaian produk (appraisal), meliputi: penilaian produk yang
dihasilkan peserta didik sesuai kriteria yang ditetapkan

2.2 Problem Based Learning


Model Problem Based Learning adalah model pembelajaran dengan
pendekatan pembelajaran siswa pada masalah autentik sehingga siswa dapat
menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuh kembangkan keterampilan yang

14
lebih tinggi dan inkuiri, memandirikan siswa dan meningkatkan kepercayaan diri
sendiri (menurut Arends dalam Abbas, 2000:13).

2.2.1 Hakekat PBL


Menurut Komalasari (dalam erik 2018) pembelajaran berbasis masalah
adalah: Model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu
konteks bagi siswa utuk belajar tentang berfikir kritis dan keterampilan pemecahan
masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari mata
pelajaran. Dalam hal ini siswa terlibat dalam penyelidikan untuk pemecahan masalah
yang mengintegrasikan keterampilan dan konsep dari berbagai isi materi pelajaran.
PBL dikembangkan dari filsafat konstruksionisme, yang mengatakan bahwa
kebenaran merupakan konstruksi pengetahuan secara otonom. Artinya, peserta didik
akan menyusun pengetahuan dengan membangun penalaran dari semua pengetahuan
yang dimilikinya dan dari semua pengetahuan yang baru ia peroleh.
Pembelajaran berbasis masalah atau problem based learning melibatkan
peserta didik dalam proses pembelajaran aktif dan kolaboratif, serta berpusat
pada peserta didik. Hal tersebut mengakibatkan peserta didik mampu
mengembangkan kemampuan pemecahan masalah secara mandiri. Peran guru
dalam pembelajaran-berbasis-massalah adalah menyodorkan berbagai masalah,
memberikan pertanyaan, dan memfasilitasi investigasi dan dialog. Dimana
masalah yang diberikan berfungsi sebagai batu loncatan untuk investigasi dan
penyelidikan(Arends, 1994 : 41).

2.2.2 Tujuan PBL


Problem based learning tidak dirancang untuk membantu guru menyampaikan
informasi dengan jumlah besar kepada siswa, pengajaran langsung dan ceramah lebih
cocok untuk itu.

Menurut (Arends, 1994:43-44) tujuan dari PBL meliputi :

- Untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir, keterampilan


menyelesaikan masalah, dan keterampilan intelektualnya.

15
Berpikir adalah kemampuan untuk menganalisis , mengkritik, dan mencapai
kesimpulan berdasarkan interferensi atau judgement yang baik.

Sebagai contoh, proses yang kita gunakan untuk memikirkan matematika


berbeda dengan yang kita gunakan untuk memikirkan tentang puisi. Proses
untuk memikirkan tentang ide-ide abstrak berbeda dengan yang digunakan
untuk memikirkan tetang kehidupan dunia nyata. Oleh karena sifat kompleks
dan kontekstualnya, keterampilan berpikir tingkat tinggi tidak dapat diajarkan
dengan menggunakan pendekatan-pendekatan yang lebih cocok untuk
mengajarkan ide-ide dan keterampilan-keterampilan.

- Untuk mempelajari dan meniru peran-peran orang dewasa dengan


mengalaminya melalui berbagai situasi real atau situasi yang disimulasikan

- Untuk membuat siswa menjadi pelajar yang mandiri dan otonom

2.2.3 Ciri dan Karakteristik Problem Based Learning


Problem Based learning atau pembelajaran berbasis masalah merupakan
model pembelajaran yang menggunakan berbagai kecerdasan untuk menghadapi
berbagai masalah yang ada. Karakteristik pembelajaran berbasis masalah adalah
sebagai berikut:Menurut Arends dalam Trianto (2009: 213), karakteristik
pembelajaran berbasis masalah adalah:

- Pengajuan pertanyaan atau masalah.

16
Pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan pengajaran di sekitar
pertanyaan dan masalah yang keduanya secara sosial penting dan secara pribadi
bermakna bagi siswa;

- Berfokus pada keterkaitan antardisiplin.

Masalah yang akan diselidiki telah dipilih benar-benar nyata agar dalam
pemecahannya siswa meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran;

- Penyelidikan autentik.

Siswa dituntut untuk menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan


hipotesis, membuat ramalan, mengumpulkan dan menganalisa informasi,
melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi, dan merumuskan
kesimpulan;

- Menghasilkan produk dan memamerkannya.

Produk itu dapat berupa laporan, model fisik, video maupun program komputer;
dan

- Kolaborasi.

Pembelajaran berdasarkan masalah dicirikan oleh siswa yang bekerjasama satu


dengan yang lainnya, secara berpasangan atau dalam kelompok kecil. Berkerja
sama memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas
kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog dan untuk
mengembangkan keterampilan social dan keterampilan berpikir.

2.2.4 Dukungan Teoritis Problem Based Learning


Problem based learning merupakan pembelajaran yang secara teoritis dilandasi
oleh psikologi kognitif. Fokus PBL bukan berdasar pada apa yang sedang dikerjakan
siswa, melainkan apa yang mereka pikirkan selama mengerjakannya. Pembelajaran
berbasis masalah atau Problem based Learning (PBL) didasarkan pada teori belajar
kontruktivisme dengan ciri-cirinya sebagai berikut:

17
a. Pemahaman diperoleh dari interaksi dengan permasalahan dan
lingkungan belajar.

b. Identifikasi masalah secara mendalam akan memperoleh konsep baru


yang menstimulasi siswa untuk terus belajar.

c. Pengetahuan terjadi melalui proses interaksi sosial dan evaluasi


terhadap keberadaan sebuah sudut pandang.

Selain berlandaskan psikologi kognitif dan kontruktivisme, terdapat beberapa


teori yang mendasari problem based learning, diantaranya:

1. Teori Belajar Jean Piaget


Menurut Piaget yang dikutip oleh Abdullah dan Ridwan (2008, p. 2) terkenal
dengan teori belajarnya yang biasa disebut perkembangan mental manusia atau teori
perkembangan kognitif atau disebut juga teori perkembangan intelektual yang
berkenaan dengan kesiapan anak untuk mampu belajar. Kaitan antara teori belajar.
Siswa secara aktif mengkonstruksi sendiri pemahamannya, dengan cara interaksi
dengan lingkungannya.
2. Teori Belajar Vygotsky
Teori belajar Vygotsky sejalan dengan teori belajar Piaget yang meyakini bahwa
perkembangan intelektual terjadi pada saat individu berhadapan dengan pengalaman
baru dan menantang, dan ketika mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang
dimunculkan. Upaya mendapatkan pemahaman dilakukan oleh individu dengan
menghubungkan pengetahuan awal dengan pengetahuan baru yang akan
menghasilkan informasi baru. Menurut Abdulah dan Ridwan, 2008, p. 3) “keyakinan
Vigotsky berbeda dengan Piaget, dimana Vygotsky memberi tempat yang lebih
penting pada aspek sosial dengan teman lain memacu terbentuknya ide baru dan
memperkaya perkembangan intelektual siswa”.
3. Teori Belajar Jerome S. Bruner
Bruner terkenal dengan metode penemuannya, yang dimaksud dengan penemuan
disini adalah siswa menemukan kembali, bukan menemukan yang sama sekali benar-

18
benar baru. Bruner yang ada kaitannya dengan pembelajaran berbasis masalah yaitu
scaffolding dan interaksi sosial di kelas maupun di luar kelas. Menurut Bruner dalam
(Abdulah dan Ridwan, 2008, p. 3) scaffolding merupakan suatu proses untuk
membantu siswa menuntaskan masalah tertentu melampaui kapasitas
perkembangannya melalui bantuan guru, teman atau orang lain yang memiliki
kemampuan lebih.

2.2.5 Perencanaan dan Pelaksanaan PBL


2.2.5.1 perencanaan

Model pembelajaran berdasarkan masalah membutuhkan banyak perencanaan


seperti halnya model-model pembelajaran yang berpusat pada siswa lainnya.
Berikut perencanaan pembelajaran berbasis masalah menurut (Arends,
1994:52-54) :

o memutuskan sasaran dan tujuan

sebagai contoh, seorang guru mungkin merancang sebuah pelajaran


berbasis-masalah tentang isu-isu lingkungan . akan tetapi alih-alih
memerintahkan siswa untuk mensimulasikan peran orang dewasa atau
mencari solusi untuk beragam masalah lingkungan, guru mungkin
memerintahkan siswa untuk melaksanakan sebuah pencarian online
terhadap topic itu untuk mengembangkan tipe investigasi ini. Terlepas
dari apakah pelajaran itu difokuskan pada sebuah tujuan tunggal atau
memiliki tujuan-tujuan luas, penting untuk sebelumnya memutuskan
sasaran dan tujuan yang ingin dicapai sehingga mereka
dapatdikomunikasikan dengan jelas kepada siswa

o merancang situasi bermasalah yang tepat

19
Problem Based Learning didasarkan pada premis bahwa situasi
bermasalah yang membingungkan atau tidak jelas akan
membangkitkan rasa ingin tahu siswa sehingga membuat mereka
tertarik untuk menyelidiki. Merancang situasi bermasalah yang tepat
atau merencanakan cara untuk memfasilitasi proses perencanaannya
adalah salah satu tugas perencanaan yang penting bagi guru.

o learning expeditions

expeditionary learning berusaha menarik minat siswa dengan


menyodorkan situasi-situasi bermasalah yang auttentik, membantu
siswa untuk terlibat dalam investigasi berorientasi-lapangan, dan
membantu mereka sampai mencapai solusinya sendiri.

o mengorganisasikan SDM dan Merencanakan logistic

peoblem based learning mendorong siswa untuk bekerja dengan


beragambahan dan alat, sebagian berlokasi di ruang kelas dan sebagian
kainnya diperpustakaan sekolah atau laboratorium computer dan
sebagian lagi diluar sekolah. Mengorganisasikan sumber daya dan
merencanakan logistic untuk investigasi siswa adalah tugas
perencanaan utama para guru PBL

3 pelaksanaan

Pelaksanaan pembelajaran berbasis masalah dilakukan dengan


langkah-langkah berikut.

o memberikan orientasi tentang permasalahannya kepada siswa

20
orientasi tentang situasi bermasalah itumenyiapkan panggung untuk
investigasi selanjutnya, jadi presentasinya harus dapat memikat siwa dan
membangkitkan rasa ingin tahu dan gairah mereka untuk menyelidiki

o mengorganisasikan siswa untuk meneliti

PBL mengharuskan guru untuk mengembangkan keterampilan


kolaboraasi diantara siswa dan membantu mereka untuk
menginvestigasi masalah secara bersama-sama. PBL juga
mengharuskan guru untuk membantu siswa untuk merencanakan tugas
investigative dan pelaporannya.

o tim-tim studi

tim-tim studi dibentuk sesuai dengan tujuan yang dimiliki guru untuk
proyek-proyek tertentu.

Atau pada saat yang lain guru mungkin memutuskan untuk


mengorganisasikan siswa menurut minat yang sama atau memberikan
kesempatan untuk membentuk kelompok-kelompok diseputar pola
pertemanan yang sudah ada. Jadi, tim investigasi dapat dibentuk secara
sukarela. Selama fase pelajaran ini guru semestinya memberikan alas
an yang kuat untkpengorganisasian tim-tim itu.

o Menekankan belajar kooperatif

Setelah siswa menerima orientasi tentang situasi bermasalah yang


dimaksudkan dan telah membentuk tim-tim studi guru dan siswa harus
meluangkan waktu yang cukup untuk menentukan sub-topik, tugas-
tugas investigative dan jadwal yang spesifik.

o Membantu investigasi mandiri dan kelompok

21
Investigasi yang dilakukan secara mandiri, berpasangan, atau dalam
tim-tim studi kecil adalah inti dari PBL.

o mengumpulkan data dan eksperimentasi

Aspek investigasi ini sangat penting. Langkah inilah yang digunakan


guru untuk mendorong siswa mengummpulkan data dan melaksanakan
eksperimen mental atau actual sampai mereka memahami sepenuhnya
dimensi-dimensi situasi bermasalahnya.

o mengembangkan hipotesis, menjelaskan dan memberikan solusi

setelah siswa mengumpulkan data yang cukup dan melaksanakan


eksperimen terhadap fenomena yang mereka selidiki, mereka akan
menawarkan hipotesis, penjelasan dan solusi. Selama fase iini guru
mendorong segala macam ide dan menerima sepenuhnya macam-
macam ide itu.

o pengembangan dan presentasi artefak dan exhibits

artefak lebih dari sekedar laporan tertulis. Artefak termasuk hal-hal


seperti rekaman video yang memperlihatkan situasi yang bermasalah
dan solusi yang diusulkan, model-model yang mencakup repsentasi
fisik dari stuasi masalah atau solusinya dan program computer serta
prentasi multimedia.

Setelah artefak dikembangkan guru sering mengorganisasikan exhibits


untuk memamerkan hasil karya siswa didepan umum dan
memperhatikan siapa audiensnya. Exhibits dapat berupa pekan ilmu
pengetahuan tradisional yang masing-masing siswa nya memamerkan
hasil karya nya untuk diobservasi dan dinilai oleh orang lain atau
presentasi verbal dan atau visual yang mempertukarkan ide-ide dan
memberikan umpan balik.

22
o menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah

selama fase ini guru meminta siswa untuk mengkonstruksikan pikiran


dan kegiatan mereka selama berbagai fase pelajaran.

2.2.6 Mengelola Lingkungan Belajar PBL


 menangani situasi multitugas

untuk membuat pekerjaan kelas yang multitugas ini bekerja,


siswa harus diajari untuk bekerja secara mandiri maupun
bersama-sama.

menyesuaikan
 dengan tingkat penyelesaian yang berbeda

salah satu masalah pengelolaan yang paling komplek yang


dihadapi guru-guru adalah segala yang akan dilakukan dengan
individu-individu ataukelompok-kelompok yang selesai lebih
awal atau tertinggal dengan yang lain. Aturan, prosedur dan
downtime activities dibutuhkan untuk siswa-siswa yang selesai
lebih awal dan memiliki sisa waktu. Hal ini termasuk high-
interest seperti menyediakan bahan-bahan bacaan khusus atau
permainan edukasional yang dapat dikerjakan sendiri oleh
siswa.

 memantau dan mengelola pekerjaan siswa

PBL melahirkan banyak tugas, banyak artefak, dan sering kali


tanggal penyelesaian yang bervariasi. Konsekuensinya,
memantau dan mengelola pekerjaan siswa menjadi krusial bila
menggunakan model pengajaran ini .untuk itu digunakan
student project form.

 mengatur gerakan dan perilaku diluar kelas

23
guru harus menetapkan aturan dan rutinitas untuk mengatur
prilaku siswa ketika mereka melakukan investigasi di
masyarakat.

2.2.7 Penilaian Problem Based Learning


Menurut Sudarman(2007), penilaian dalam Pembelajaran Berbasis
Masalah (PBM) atau Problem Based Learning (PBL) dilakukan dengan
memadukan tiga aspek pengetahuan (knowledge), kecakapan (skill), dan sikap
(attitude). Penilaian terhadap penguasaan pengetahuan yang mencakup seluruh
kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan ujian akhir semester (UAS), ujian
tengah semester (UTS), kuis, PR, dokumen, dan laporan.Penilaian terhadap
kecakapan dapat diukur dari penguasaan alat bantu pembelajaran, baik software,
hardware, maupun kemampuan perancangan dan pengujian. Sedangkan penilaian
terhadap sikap dititikberatkan pada penguasaan soft skill, yaitu keaktifan dan
partisipasi dalam diskusi, kemampuan bekerjasama dalam tim, dan kehadiran
dalam pembelajaran. Bobot penilaian untuk ketiga aspek tersebut ditentukan oleh
guru mata pelajaran yang bersangkutan.

Penilaian hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran


berbasis masalah tidak cukup jika hanya menilai dengan tes tertulis.Menurut Trianto
(2007: 72) “teknik penilaian dan evaluasi yang sesuai dengan model pengajaran
berdasarkan masalah adalah menilai pekerjaan yang dihasilkan siswa yang
merupakan hasil penyelidikan mereka”.

Berdasarkan pendapat tersebut, pembelajaran menggunakan model


pembelajaran berbasis masalah menilai proses, tanggung jawab dalam menangani
masalah serta pekerjaan yang dihasilkan.

2.3 Problem Solving


Belajar diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku pada diri individu
berkat adanya interaksi individu dengan lingkungannya. Misalnya dari tidak bisa
menjadi bisa, dari tidak mengerti menjadi mengerti (Usman, 2009).Hasil belajar

24
seseorang ditentukan oleh berbagai faktor yang mempengaruhinya.Salah satu faktor
dari luar peserta didik adalah guru professional yang mampu mendidik dengan baik.

Dalam proses pembelajaran dikenal istilah model pembejaran. Menurut


Sudrajat (2008) “Model pembelajaran merupakan bentuk pemebelajaran yang
tergambara dari awal hingga akhir pembelajaran”. Salah satu model pembelajaran
yang dapat menambah kemampuan berpikir peserta didik adalah model
pemebelajaran problem solving atau model pembelajaran berbasis pemacahan
masalah. Dimana peserta didik dituntut mampu mencari solusi atas permasalahan
yang dihadapkan kepada mereka.

2.3.1 Hakekat Problem Solving


Hakikatnya, model pembelajan berbasis pemecahan masalah merupakan
model pembelajaran yang dilaksanakan dengan tujuanmeransang peserta didik untuk
menganalisa dan melakukan sintesa dalam kesatuan struktur atau situasi dimana
masalah itu berada atas inisiatif peserta didik itu sendiri.Model ini menuntut
kemampuan untuk dapat melihat sebab akibat atau relasi-relasi diantara berbagai data,
sehingga pada akhirnya dapat menemukan kunci pembuka masalah.Kemampuan
problem solving pada dasarnya merupakan hakikat tujuan pembelajaran yang menjadi
kebutuhan peserta diidk dalam menghadapi kehidupan nyata. Problem solving adalah
proses mencari jalan keluar tehadap masalah melalui proses berpikir yang lebih tinggi
dengan tujuan tertentu.

Menurut Syaiful dan Zain (2002:102). Problem solving adalah suatu cara
berpikir secara ilmiah untuk mencari pemecahan suatu masalah. Pembeleajaran
dengan problem solving ini dimaksud agar siswa dapat menggunakan pemikiran
(rasio) seluas-luasnya sampai titik maksimal dari daya tangkpanya. Sehingga siswa
terlatih untuk terus berpikir dengan menggunakan kemampuan berpikirnya
(Arif,2002:101).

Pada umumnya siswa yang berpikir rasional akan menggunakan prinsip-


prinsip dana dasar-dasar pengertian dalam menjawab pertanyaan dan masalah. Dalam

25
berpikir rasional siswa dituntut menggunakan logika untuk menentukan sebab-akibat,
menganalisa, menarik kesimpulan dan bahkan menciptakan hukum-hukum.

2.3.2 Tujuan Problem Solving


Model pembelajran problem solving mengembangkan kemampuan berfikir
yang dipupuk dengan adanya kesempatan ntuk mengobservasi problema,
mengumpukan data, menganalisa data, menyusun suatu hipotesa, memcari hubungan
(data) yang hilang dari data yang telah terkumpul kemudian untuk menarik
kesimpulan yang merupakan hasil pemecahan masalah tersebut.

Tujuan utama penggunaan model pemecahan masalah ini adalah:

1. Mengembangkan kemampuan berfikir, terutama didalam mencari sebab-


akibat dan tujuan suatu masalah. Model ini melatih peserta didik dalam cara-
cra mendekat dan cara-cara mengambil langkah-langkah apabila kakan
memecahkan suatu masalah.

2. Memberikan kepada peserta didik pengetahuan dan kecakpan praktis yang


bernilai atau bermamfaat bagi keperluan hidup sehari-hari. Model
memberikan dasar-dasar pengalaman yang praktis mengenai bagaimana cara-
ra memecahkan masalah dan kecakapan ini dapat diterapakan bagi keperluan
menghadapai masalah-masalah didalam masyarakat.

3. Melatih peserta didik mencari informasi dan menegcek silang validitas


informasi itu dengan sumber lainnya dan juga membantu peserta didik dalam
memecahkan masalah sehingga peserta didik menegrti bagaimana cara
memecahkan masalah yang akan dihadapi pada kehidupan nyata atau diluar
lingkungan sekolah.

2.3.3 Ciri dan Karakteristik Problem Solving


Karakteristik khusus model pemecahan masalah menurut Taplin dalam Murni
(2011) adalah sebagai berikut:

1. Adanya interaksi antar siswa dan interaksi antara guru dan siswa

26
2. Adanya dialog matematis dan konsersur antar siswa

3. Guru menyediakan informasi yang cukup meneganai masalah, dam siswa


mengklasifikasi, menginterprestasi dan mencoba mengkontruks
penyelesainnya

4. Guru menerima jawaban “ya” atau “tidak” dan bukan untuk mengevaluasi

5. Guru membimbing, melatih dan menanyakan dengan pertanyaan-pertanyaan


berwawasan dan menanyakan proses pemecahan masalah.

6. Sebaikanya guru mengetahui kapan campur tangan dan kapan mundur


membiarkan siswa menggunakan caranya sendiri.

7. Karakteristik lanjutan adalah bahwa pendekatan problem solving dapat


menggiatakan siswa untuk melakukan generalisasi aturan dan konsep sebuah
proses ssentral dalam fisika

2.3.4 Dukungan teoritis problem solving


Secara bahasa problem solving berasal dari dua kata yaitu problem dan solves.
Makna bahasa dari problem yaitu “a thing that is difficukt to deal with or
understand”(suatu hal yang sulit untuk melakukannya atau memahaminya), dpat jika
diartikan “a question to be answered or solved”(pertanyaan yang butuh jawaban dan
jalan keluar. Sedangkan solved dapat diartikan “to find an answer to problem”
(mencari jawaban suatu masalah.

secara terminologi problem solving seperti yang diartika Djumarah dan Zain
(2002:102) adalah suatu cara berpikir secara ilmiah untuk mencari pemecahan suatu
masalah. Sedangkan menurut istilah Mulyasa (2004:111) problem solving adalah
suatu pendekatan pengajaran menghadapakan pada peserta didik permasalahan
sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara befikir kritis dan
keterampilan permasalahan, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep
esensial dari materi pembelajaran. Problem yang dimaksud adlaah suatu

27
pembelajaran yang menjadikan masalah kehidupan nyata, dan masalah-masalah
tersebu dijawab dengan metode ilmiah, rasional dan sistematis.

Munculnya teori belajar Problem Solving didasari oleh teori konstruktivisme


yang berprinsip bahwa siswa harus membangun pengetahuaanya sendiri, agar
pembelajaran yang dialaminya bermakna. Seorang matematikawan bernama George
Polya tertarik terhadap teori ini dan Polya banyak membahas mengenai Problem
solving, maka dari itu Polya disebut sebagai Bapak Problem Solving.

Problem Solving didasari oleh teori belajar konstruktivistik. Teori


konstruktivistik muncul sebagai reaksi terhadap kelemahan teori
behavioristic.Penganut paradigm pembelajaran yang dilakukan dengan strategi yang
mengikuti paradigm behavioristic dikembangkann hany menghasilkan pendidikan
atau pembelajaran yang terfokus pada perilaku yang bisa diamati.

Konstruktivisme dalam hal ini mengembangkan pembelajaran dengan kepada


siswa berbasis pemahaman (pemahaman siswa). Kalau ingin memahami apa yang
sudah diketahui siswa dapat memonitor perkembangan proses prestasi siswa
pembelajaran proses pengetahuan maka faktor pemahaman siswa harus menjadi
faktor guru. Pada paradigm behavioristic, tugas menciptakan lingkungan
pembelajaran yang kondusif adalah sepenuhnya tugas guru. Guru harus bisa
menciptakan alat yang penguatan bagus. Sebaliknya dalam paradigm konstrutivistik,
siswa juga memiliki potensi instrinsik dalam menciptakan lingkungan belajar yang
kondusif.

problem solving padangan diatas dikembangkan konstruktivis-kognitif. Yang


melandasi teori problem solving ini adalah teori belajar konstruktivistik, dimana
kegiatan pembelajaran dimulai dengan mengeksploitasi, proses bertanya memimpin
penyelidikan terhadap pertanyaan, masasalah atau suatu ide yang tercakup pertanyaan
didalamnya mengungkapkan, mengumpulkan proses menganalisis informasi,
menyelesaikan masalah, cara membuat keputusan, memberikan kesimpulan dan
mengambil tindakan.

28
Menurut Gora dan Sunarto dalam buku pakematik strategi pembelajran
inovatif berbasis TIK, model dari memecahkan masalah (problem solving)
memberikan struktur untuk mendukung siswa bekerja secara logis dan kaku menuju
kea rah sebuahsolusi/cara penyelesaian masalah. Terdapat banyak sekali model-
model proses problem solving atau pemecahan masalah yang melibatkan pemikiran
tingkat tinggi (high order thinking skills) untuk menentukan startegi yang tepat.
Misalnya modelTASC yang dikembangkan olej Belle Wallace dalam buku Thinking
Activety in a social context (1993) yang menyebutkan bahwa problem solving
mengharuskan siswa menggunakan pemikiran tingkat tinggi untuk:

1. Menjelaskan apa yang harus diselesaikan

2. Mengenali dan berdasar pada pengetahuan awal yang menggiring ke


pemecahan masalah

3. Menguji ide-ide yang relevan dengan permasalahan

4. Merencanakan dan mengimplementasikan sebuah solusi/pemecahan


masalah

5. Mengkomunikasikan solusi

2.3.5 perencanaan dan pelaksanaan problem solving


2.3.5.1 Perencanaan Problem Solving

Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan problem solving membimbing


siswa untuk menyelesaikan permasalahan yang membentuk langkah-langkah yang
jelas untuk mendapatkan hasilnya, sehingga siswa dapat menyusun pengetahuannya
sendiri, lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran, menumbuhkembangkan pendekatan
problem solving adalah cara mengajar dengan membimbing siswa untuk
menyelesaikan soal yang diberikan dengan tidak didahului dengan adanya contoh
yang relevan dan mengarahkan untuk mendapatkan hasilnya. Dalam arti bahwa
belajar dengan pendekatan problem solving materi yang disampaikan masih
merupakan masalah diserahkan kepada siswa untuk menyelesaikannya. Guru dan

29
siswa harus berinteraksi bila terdapat kesulitan dalam menyelesaikan masalah fisika.
Dalam menyelesaikan masalah siswa dalam memahami soal tersebut juga peran serta
guru selalu aktif dalam membimbing anak didiknya.Dalam menyelesaikan masalah
siswa perlu dilatih untuk mendapatkan langkah-langkah penyelesaian secara teratur,
sistematis dan penarikan kesimpulan secara sah berdasarkan kaidah yang telah
ditetapkan. Adapun langkah-langkah dalam menyelesaikan masalah fisika dalam
penelitian menurut Polya (Suherman, 2001: 84) adalah sebagai berikut:

1. Memahami masalah

Memahami masalah disini yaitu menyatakan dengan rinci tentang apa yang
diketahui, dinyatakan atau dan syarat-syarat yang harus dipenuhi.

2. Membuat rencana penyelesaian

Membuat rencana penyelesaian yaitu mencari hubungan antara apa yang


dinyatakan dengan apa yang diketahui serta memilih strategi pemecahan
masalah.

3. Melaksanakan rencana penyelesaian

Melakasanakan rencana penyelesaian di sini yaitu menyelesaiakan masalah


sesuai dengan strategi pemecahan masalah yang telah dipilih dalam
pembuatan rencana penyelesaian di atas.

4. Melihat kembali penyelesaian

Melihat kembali penyelesaian berarti mengecek hasil yang diperoleh. Apakah


ada cara lain untuk mendapatkan penyelesaian yang sama dan apakah hasil
yang diperoleh sudah cocok dengan permasalahan semula.

2.3.5.2 Pelaksanaan Problem Solving

30
Mengingat pentingnya kemampuan pemecahan masalah dalam pembelajaran
maka peserta didik membutuhkan banyak kesempatan untuk memecahkan masalah
dalam bidang sains dan dalam konteks kehidupan nyara. Untuk itu dalam proses
pembelajaran diperlukan suatu strategi pembelajaran yang dapat mengembangkan
kemampuan penyelesaian masalah yakni pendekatan problem solving.

Dengan demikian dalam mengembangkan dan meningkatkan kemampuan


pemecahan masalah dalam proses pembelajaran ialah dengan penerapan pendekatan
problem solving pendekatan problem solving membimbing siswa untuk mendapatkan
hasilnya, sehingga siswa dapat menyusun pengetahuannya sendiri, lebih aktif dalam
kegiatan pembelajaran, menumbuhkembangkan keterampilan yang tinggi dan
meningkatkan kepercayaan dirinya. Penerapan problem solving:

Menurut Dewey dalam W.Gulo (2002:115). Langkah langkah pelaksanaan


model pembelajaran problem solving adalah :

1) Merumuskan masalah

Kemampuan yang diperlukan adalah : mengetahui dan merumuskan


masalah secara jelas.

2) Menelaah masalah

Kemampuan yang diperlukan adalah : menggunakan pengetahuan untuk


memperinci, menganalisis masalah dari berbagai sudut.

3) Merumuskan hipotesis

Kemampuan yang diperlukan adalah : berimajinasi dan menghayatu ruang


lingkup, sebab akibat dan alternative penyelesaian.

4) Mengumpulkan dan mengelompokkan data sebagai bahan pembuktian


hipotesis

31
Kemampuan yang diperlukan adalah : kecakapan mencari dan menyusun
data. Menyajikan data dalam bentuk diagram, gambar atau tabel.

5) Pembuktian hipotesis

Kemampuan yang diperlukan adalah : kecapakan menelaah dan


membahas data, kecakapan menghubungkan dan menghitung, serta
keterampilan mengambil keputusan dan kesimpulan

6) Menentukan pilihan penyelesaian

Kemampuan yang diperlukan adalah : kecakapan alternative penyelesaian,


kecapakan menilai pilihan dengan memperhitungkan akibat yang akan
terjadi pada setiap pilihan.

2.3.6 mengelola lingkungan belajar problem solving

2.3.7 penilaian problem solving


Model ini menggunakan evaluasi berbantuan portofolio (portofolio-assited
evaluation).Portofolio tampilan dan dokumentasi selanjutnya disajikan dalam suatu
simulasi “Public Hearing” atau dengar pendapat yang menghadirkan pejabat setempat
yang terkait dengan masalah portofolio tersebut untuk berperan sebagai juri.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Bedasarkan pembahasan diatas maka, dapat disimpulkan bahwa:
1. Pada kesempatan ini kami mengajak pembaca untuk meningkatkan
pengetahuan dan pemahaman mengenai model pembelajaran problem
solving yang bisa digunakan saat proses belajar mengajar baik di sekolah
maupun di perguruan tinggi untuk meningkatkan kemampuan siswa.

32
2. Model Problem Based Learning adalah model pembelajaran dengan
pendekatan pembelajaran siswa pada masalah autentik sehingga siswa
dapat menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuh kembangkan
keterampilan yang lebih tinggi dan inkuiri, memandirikan siswa dan
meningkatkan kepercayaan diri sendiri.

3. ). Problem solving adalah suatu cara berpikir secara ilmiah untuk mencari
pemecahan suatu masalah. Pembeleajaran dengan problem solving ini
dimaksud agar siswa dapat menggunakan pemikiran (rasio) seluas-luasnya
sampai titik maksimal dari daya tangkpanya.

3.2 Saran
Pada kesempatan ini kami mengajak pembaca untuk meningkatkan
pengetahuan dan pemahaman mengenai model pembelajaran yang bisa
digunakan saat proses belajar mengajar baik di sekolah maupun di perguruan
tinggi untuk meningkatkan kemampuan siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Agus, Suprijono. 2011. Model-Model Pembelajaran. Jakarta: Gramedia Pustaka Jaya


Ahmawati, D. 2011. Skripsi Pengaruh model pembelajaran berbasis proyek terhadap
hasil belajar fisika siswa (studi quasi eksperimen di SMPN 48 Jakarta). Jakarta :
UIN Syarif Hidayatullah.

Andriani, Mestawaty, AS.A. dan Ritman Ishak Paudi. Jurnal Kreatif Tadulako
Online, Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Dalam

33
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Tentang Pengaruh Gaya Terhadap Gerak
Benda di Kelas IV SDN 1 Ogowele, Vol. 5 No. 5 ISSN 2354-614X

Kamdi, W. 2010. Implementasi Project-Based Learning di Sekolah Menengah


Kejuruan. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, 17(1), 99-106.

Kemdikbud. 2014. Materi Implementasi Kurikulum 2013. Badan Pengembangan


Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan. Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan

Mulyasa, H.E. 2014. Pengembangan Implementasi Kurikulum 2013. Bandung : PT.


Remaja Rosdakarya

Rusman. 2014. Model-model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisma Guru


edisi kedua. Depok: Rajagrafindo Persada.

Sudarman. 2007. Problem Based Learning: Suatu Model Pembelajaran untuk


Mengembangkan dan Meningkatkan Kemampuan Memecahkan Masalah.
Jurnal Pendidikan Inovatif Vol.2 No.2. hal. 72

Syaiful, Sagala. 2010. Supervisi Pembelajaran Dalam Profesi Pendidikan :


Membantu Mengatasi Kesulitan Guru Memberikan Tujuan Belajar Yang
Bermutu. Bandung: Alfabeta

The George Lucas Educaional Foundation. 2017. Instructional Module Project Based
Learning. http//www.edutopia.org.modules/PBL/whatpbl.php.2017 Diakses pada
16 Agustus 2018, pukul 12.09 WIB.

Trianto. (2007). Model-model pembelajaran inovatif berorientasi konstruktivisme.


Jakarta: Prestasi pustaka.

Widyantini, T. 2014. Penerapan Model Project Based Learning (Model


Pembelajaran Berbasis Proyek) dalam Materi Pola Kelas VII. Pusat
Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan
(PPPPTK) Matematika. Yogyakarta. PPPTK

34
35

Anda mungkin juga menyukai