REFLEKSI KASUS
Oleh:
Melinda balqis Annur zahwa
30101306992
Pembimbing:
dr. Zuhriah Hidajati, Sp.A, M.Si, M.Ed
dr. Lilia Dewiyanti, Sp.A, M.Si, M.Ed
dr.Neni Sumarni, Sp.A
dr. Adriana Lukmasari, Sp.A
dr. Harancang Pandih Kahayana, Sp.A
REFLEKSI KASUS
1
Seorang Anak 8 Bulan dengan Bronkopneumonia dan status gizi baik
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melangkapi Salah Satu Syarat
Pembimbing,
2
LAPORAN KASUS
1. IDENTITAS PASIEN
1.1. Nama Pasien : An. S
Umur : 8 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Jl. Tlogo Biru II 0
Bangsal : Nakula IV Bed 3.7
No. CM : 400083
Tanggal Masuk RS : 5 Maret 2018
Tanggal Keluar RS : 9 Maret 2018
2. DATA DASAR
2.1. Anamnesis (Alloanamnesis)
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu kandung pasien pada tanggal
6 Maret 2018 jam 15.00 WIB di ruang Nakula IV.
Keluhan utama : Demam
3
2 hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengalami demam yang muncul
pada malam hari. Demam dirasakan terus-menerus, selama demam pasien tidak
mengalami kejang, tidak menggigil, dan tidak mengigau saat tidur. Pasien juga
mengalami batuk pilek yang muncul sekitar 2 hari sebelum demam. Batuk
berbunyi grok-grok. lalu ibu memberi obat sirup yang dibeli sendiri namun batuk
tidak membaik.ayah pasien adalah perokok berat dan sering merokok didalam
1 hari sebelum masuk rumah sakit pasien masih demam, batuk dan pilek, lalu
pada pagi hari oleh ibu dibawa ke dokter di dekat rumah dan mendapat obat
puyer. Setelah meminum obat, demam turun namun naik lagi pada sore hari. Pada
malam hari sekitar jam 20.00 demam sangat tinggi dan anak tampak sesak dan
disertai batuk grok-grok, sehingga ibu membawa pasien ke IGD RSUD K.R.M.T
Wongsonegoro Semarang.
Tidak terdapat keluhan mual, muntah ataupun diare. Tidak pernah tersedak
saat minum susu. Pasien mengatakan tidak ada keluarga pasien yang menderita
Hari ke-1 perawatan di rumah sakit pasien masih demam namun suhu sudah
menurun. Masih terdapat batuk grok-grok disertai pilek.Tidak ada keluhan pada
BAK dan BAB. Pasien mau minum tetapi nafsu makan masih turun.
4
- Tidak ada anggota keluarga yang menderita batuk lama atau mendapat
pengobatan selama 6 bulan.
6
2.2.3. Data Antropometri
Anak Laki- laki , usia 8 bulan
Berat Badan : 8 ,9kg
Panjang Badan : 70 cm
Pemeriksaan status gizi ( Z score ) :
Z score : (BB saat ini - BB median rujukan) : (nilai simpang baku)
Nilai simpang baku : selisih kasus dengan standar +1SD atau -1SD. (BB anak
bila lebih besar dari median berarti nilai +1SD dikurangi median, BB anak bila
kurang dari median berarti nilai median dikurangi -1SD)
Mata : pupil isokor (+), konjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-)
7
Abdomen : supel, datar, BU (+) ,nyeri tekan (-)
Ekstremitas
Superior Inferior
Akral dingin -/- -/-
Akral sianosis -/- -/-
Oedem -/- -/-
Capillary refill < 2 detik/< 2detik < 2 detik/< 2detik
8
X-Foto Thorax AP
3. RESUME
Telah diperiksa seorang anak laki-laki berusia 8 bulan, BB 8,9 kg PB 70 cm
dengan keluhan demam sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengalami
demam terus-menerus yang turun setelah diberi obat, namun beberapa lama kemudian
meningkat kembali. Keluhan disertai batuk berbunyi grok-grok dan pilek. 2 jam
sebelum masuk rumah sakit pasien demam sangat tinggi disertai sesak dan batuk
9
grok-grok. Ayah pasien merupakan perokok berat dan sering merokok di dalam
rumah.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan nadi 132 x/menit, RR 40 x/menit, dan suhu
37,9°C (Axilla). Pada pemeriksaan ekstremitas didapatkan akral hangat (+), pada
pemeriksaan auskultasi didapatkan ronkhi basah halus pada kedua basal paru. Pada
bronkopneumonia)
1. Non TB
o Bronkopneumonia
o Bronkiolitis
o Asma
2. TB
1. ISPA
Atas :
- Faringitis
- Tonsilitis
- Sinusitis
- Rhinitis
Bawah :
10
- Bronkopneumonia
- Bronkiolitis
- Pneumonia
- OMA
2. Demam Dengue
3. DHF
4. DIAGNOSIS KERJA
4.1. Bronkopneumonia
4.2. Status Gizi Baik
5. TERAPI
1. Non Medikamentosa
- Diet : ASI, makan dan minum biasa sama seperti sebelum anak sakit
- Edukasi
2. Medikamentosa
11
- Nebul / 8 jam
- Peroral Paracetamol syr Cth I setiap 4-6 jam jika suhu ≥ 38,5
A. EDUKASI
a. Menjelaskan kepada orang tua pasien agar menjauhkan pasien dari paparan asap
b. Motivasi keluarga pasien agar ventilasi udara di rumah baik, menjaga kebersihan
c. Menjelaskan pada keluarga pasien bahwa penyakit ini bisa dicegah dengan
melakukan imunisasi HiB dan vaksin pneumokokal, terutama bagi golongan risiko
B. PROGNOSIS
12
TINJAUAN PUSTAKA
BRONCHOPNEUMONIA
Bronchopneumonia merupakan salah satu bagian dari penyakit Pneumonia.
Bronchopneumonia adalah suatu infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah dari
parenkim paru yang melibatkan bronkus / bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk
bercak-bercak yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus,
jamur dan benda asing.
FAKTOR RESIKO
Terdapat beberapa factor resiko yang menyebabkan tingginya angka mortalitas
pada anak balita di Negara berkembang. Factor resiko tersebut adalah : berat badan
lahir rendah (BBLR), tidak mendapat imunisasi, tidak mendapat ASI yang adekuat,
malnutrisi, defisiensi vitamin A, tingginya prevalens kolonisasi bakteri pathogen di
nasofaring, dan tingginya pajanan terhadap polusi udara (polusi industri atau asap
rokok)
ETIOLOGI
Berbagai bentuk klinis pneumonia sering kali di klasifikasikan berdasarkan
pembagian serta penyebaran anatomis dan etiologinya.
1. Berdasarkan anatominya pneumonia di bagi atas :
a. Pneumonia Lobaris
b. Pneumonia Lobularis (Bronchopneumonia)
c. Pnemonia Interstitialis (Bronkiolitis)
2. Berdasarkan etiologinya dibagi atas :
a. Bakteri : Diplococcus pneumoniae, Pneumococcus, Streptococcus hemolyticus,
Streptococcus aureus, Hemophilus influenza, Bacillus friedlander,
Mycobacterium tuberculosis
b. Virus : Respiratory syncytial virus, Virus influenza, adenovirus, Virus sitomegalik
Virus penyebab pneumonia yang paling lazim adalah virus respiratori sinsitial,
virus para influenza, virus influenza, virus adeno, virus cytomegalo virus.
virusrespiratori sinsitial yang paling sering menyebabkan pneumonia terutama
13
pada bayi. Pneumonia virus paling sering terjadi pada bulan-bulan musim
dingin. Angka serangan puncak untuk pneumoniavirus adalah 2-3 tahun dan
menurun untuk sesudahnya.
c.Jamur : Histoplasma capsulatum, Cryptococcus neoformis, Blastomyces
dermalitides, Coccidiodes limmitis, Aspergylus species, Candida albicans.
d. Aspirasi : Makanan, kerosene (bensin, minyak tanah), cairan amnion, benda asing.
e. Pneumonia hipostatik
Disebabkan oleh tidur terlentang terlalu lama, misalnya pada anak yang sakit
dengan kesadaran menurun, penyakit lain yang harus istirahat di tempat tidur
yang lama sehingga terjadi kongesti pada paru belakang bawah. Kuman yang
tadinya komensal berkembang biak menjadi patogen dan menimbulkan
radang. Oleh karena itu pada anak yang menderita penyakit dan memerlukan
istirahat panjang seperti tifoid harus diubah – ubah posisi tidurnya.
f. Sindrom Loeffler (Etiologi oleh larva A. Lumbricoedes.)
Secara klinis biasa, berbagai etiologi ini sukar dibedakan. Untuk pengobatan
tepat, pengetahuan tentang penyebab pneumonia perlu sekali, sehingga
pembagian etiologis lebih rasional dari pada pembagian anatomis.
Pneumokokus merupakan penyebab utama pneumonia. Pneumokokus dengan
serotipe 1 sampai 8 menyebabkan pneumonia pada orang dewasa lebih dari 80
% sedangkan pada anak ditemukan tipe 14, 1, 6 dan 9.
Angka kejadian tertinggi ditemukan pada usia kurang dari 4 tahun dan
berkurang dengan meningkatnya umur.
14
Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang
Bakteri Bakteri
Streptococcus pneumonia
Ureaplasma Urealyticum
Virus
Virus cytomegalo
Bakteri Bakteri
Bakteri Bakteri
15
4 bulan sampai 5 tahun Virus Staphylococcus Aureus
Virus Rhino
Bakteri Bakteri
Virus
Virus Epstein-barr
Virus Influenza
Virus Parainfluenza
Virus Rhino
PATOGENESIS
Mikroorganisme masuk ke dalam paru melalui jalan nafas secara percikan (droplet),
proses radang pneumonia dapat dibagi atas 4 stadium, yaitu
1. Stadium kongesti (4-12 jam pertama)
Kapiler melebar dan kongesti serta di dalam alveolus terdapat eksudat jernih, bakteri
dalam jumlah banyak, beberapa neutrofil dan makrofag.
16
2. Stadium hepatisasi merah (48 jam berikutnya)
Lobus dan lobulus yang terkena menjadi padat dan tidak mengandung udara, warna
menjadi merah. Dalam alveolus didapatkan fibrin, leukosit netrofil, eksudat dan
banyak sekali eritrosit dan kuman. Stadium ini berlangsung sangat pendek.
3. Stadium hepatisasi kelabu (3-8 hari)
Lobus masih tetap padat dan warna merah menjadi pucat kelabu. Permukaan pleura
suram karena diliputi oleh fibrin. Alveolus terisi fibrin dan leukosit, tempat terjadi
fagositosis pneumokokus. Kapiler tidak lagi kongestif.
4. Stadium resolusi (8-11 hari)
Eksudat berkurang. Dalam alveolus makrofag bertambah dan leukosit mengalami
nekrosis dan degenerasi lemak. Fibrin diresorbsi dan menghilang. Secara patologi
anatomis bronkopneumonia berbeda dari pneumonia lobaris dalam hal lokalisasi
sebagai bercak – bercak dengan distribusi yang tidak teratur. Dengan pengobatan
antibiotika urutan stadium khas ini tidak terlihat.
GEJALA KLINIS
Bronchopneumonia biasanya di dahului oleh infeksi saluran napas bagian atas
selama beberapa hari. Suhu dapat naik sangat mendadak sampai 39 – 400 C dan
mungkin disertai kejang demam yang tinggi. Anak megalami kegelisahan, kecemasan,
dispnoe pernapasan. Kerusakan pernapasan diwujudkan dalam bentuk napas cepat dan
dangkal, pernapasan cuping hidung, retraksi pada daerah supraclavikular, ruang-ruang
intercostal, sianosis sekitar mulut dan hidung, kadang-kadang disertai muntah dan
diare. Pada awalnya batuk jarang ditemukan tetapi dapat dijumpai pada perjalanan
penyakit lebih lanjut, mula-mula batuk kering kemudian menjadi produktif.
Pada bronkopneumonia, pemeriksaan fisik tergantung dari pada luas daerah
yang terkena. Pada perkusi toraks sering tidak ditemukan kelainan. Pada auskultasi
mungkin terdengar ronki basah nyaring halus – sedang.
Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu (konfluens), mungkin pada perkusi
terdengar keredupan dan suara pernapasan pada auskultasi terdengar mengeras. Pada
stadium resolusi, ronki terengar lagi. Tanpa pengobatan biasanya penyembuhan dapat
terjadi sesudah 2 – 3 minggu.
Gejala klinik pada bronkopneumonia juga dapat dibagi berdasarkan usia penderita.
1. Neonatus
17
Pneumonia pada neonatus jarang menimbulkan gejala batuk. Biasanya gejala yang
muncul adalah adanya apnea, takipnea, sianosis, retraksi pada pernapasan, muntah,
lethargi, tidak mau minum dan merintih. Merintih pada neonatus disebabkan oleh
pendekatan dari pita suara untuk mengusahakan peningkatan tekanan positif akhir
ekspirasi dan menjaga agar jalan napas bawah tetap terbuka. Merintih menandakan
adanya penyakit pada saluran napas bagian bawah. Retraksi muncul karena usaha untuk
meningkatkan tekanan intrathoraks untuk mengkompesasi menurunnya compliance
paru.
2. Bayi sampai usia 1 tahun
Merintih lebih jarang muncul, namun takipnea dan retraksi sering muncul dan mungkin
diikuti dengan batuk persisten, sumbatan, demam, iritabilitas, nafsu makan yang
menurun, demam menggigil serta gejala gastrointestinal seperti muntah dan diare.
3. Balita usia pra sekolah
Gejala yang sering muncul adalah demam dan batuk, baik produktif ataupun
nonproduktif, takipnea, dan sumbatan. Terdapat juga muntah setelah batuk.
4. Anak dan remaja
Pada kelompok usia ini gejala yang sering muncul adalah demam, batuk, sumbatan,
nyeri dada, dehidrasi dan letargi. Dapat juga muncul gejala ekstrapulmonal seperti nyeri
perut dan muntah pada penderita pneumonia paru lobus inferior.
PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda klinis seperti pekak perkusi, suara
napas melemah dan ronki . Akan tetapi, pada neonatus dan bayi kecil, gejala dan tanda
pneumonia lebih beragam dan tidak selalu jelas terlihat. Pada perkusi dan auskultasi paru
umumnya tidak ditemukan kelainan.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
18
komplikasi lebih tinggi. Pada infeksi Chlamydia pneumoniae kadang-kadang
ditemukan eosinofilia. Efusi pleura merupakan cairan eksudat dengan sel PMN
berkisar antara 300 - 100.000/mm3, protein lebih dari 2,5g/dl dan glukosa relatif lebih
rendah dari glukosa darah. Kadang-kadang terdapat anemia ringan dan LED yang
meningkat. Secara umum, hasil pemeriksaan darah perifer lengkap dan LED tidak
dapat membedakan antara infeksi virus dan infeksi bakteri secara pasti
2. C-Reactive Protein
C-Reactive Protein adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh
hepatosit, Sebagai respon inflamasi atau infeksi jaringan,produksi CRP distimulasi
secara cepat oleh sitokin terutama IL-6 dan tumor necrosis factor. Meskipun fungsi
pastinya belum diketahui CRP sangat mungkin berperan dalam opsonisasi
mikroorganisme atau sel yang rusak.Secara klinis CRP digunakan sebagai alat
diagnostik untuk membedakan antara faktor infeksi dan non-infeksi, infeksi virus dan
bakteri atau infeksi bakteri superfisialis dan profunda. Kadar CRP biasanya lebih
rendah pada infeksi virus dan bakteri superfisialis daripada bakteri profunda. CRP
kadang-kadang digunakan untuk evaluasi respon terhadap antibiotik. Suatu penelitian
melaporkan bahwa CRP cukup sensitif tidak hanya untuk mendiagnosis empiema
torasis, tetapi juga untuk memantau respon pengobatan. Dengan pengobatan antibiotik
, kadar CRP turun secara meyakinkan pada hari pertama pengobatan.
3. Uji Serologis
Uji serologis untuk membedakan antigen dan antibodi pada infeksi bakteri
tipik mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang rendah. Akan tetapi infeksi
Streptococcus grup A dapat dikonfirmasi dengan peningkatan titer antibodi seperti
anti-streptolisin O, sterptozim atau anti-Dnase B. Peningkatan titer juga berarti adanya
infeksi terdahulu. Untuk konfirmasi diperlukan serum fase akut dan serum fase
konvalesen.
19
4. Pemeriksaan Mikrobiologis
Foto rontgen toraks pada pneumonia ringan tidak rutin dilakukan, hanya
direkomendasikan pada pneumonia berat yang dirawat. Kelainan foto rontgen toraks
tidak selalu berhubungan dengan gambaran klinis. Kadang-kadang bercak-bercak
sudah ditemukan pada gambaran radiologis sebelum timbul gejala klinis. Akan tetapi,
resolusi inflitrat sering memerlukan waktu yang lebih lama setelah gejala klinis
menghilang. Pada pasien dengan penumonia tanpa komplikasi ulangan foto rontgen
toraks tidak diperlukan. Ulangan foto rontgen toraks diperlukan apabila gejala klinis
menetap, penyakit memburuk atau untuk tindak lanjut.
20
1. Infiltrat interstitial, ditandai dengan corakan bronkovaskular, peribronchial cuffing,
dan hiperaerasi
3. Bronkopneumonia ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru, berupa
bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru disertai dengan
peningkatan corakan peribronkial.
Gambaran foto rontgen pada pneumonia anak meliputi infiltrat ringan pada satu paru
hingga konsolidasi luas pada kedua paru. Pada suatu penelitian ditemukan bahwa lesi
pneumonia pada anak banyak ditemukan pada paru kanan, terutama lobus bawah,
maka hal itu menjadi prediktor perjalanan penyakit yang lebih berat dengan risiko
pleuritis lebih meningkat
DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan : Gejala klinis, Pemeriksaan fisik,
Pemeriksaan laboratorium dan gambaran radiologis.
Diagnosis etiologik berdasarkan pemeriksaan mikrobiologis dan atau/ serologis
merupakan dasar terapi yang optimal. Akan tetapi, penemuan bakteri penyebab tidak
selalu mudah karena memerlukan laboratorium penunjang yang memadai. Oleh karena
itu, pneumonia pada anak didiagnosis berdasarkan gambaran klinis yang menunjukkan
21
keterlibatan sistem respiratori serta gambaran radiologis. Prediktor paling kuat adalah
adanya demam, sianosis, dan lebih dari satu gejala respiratori sebagai berikut :
Takipnea, batuk, napas cuping hidung, retraksi, ronki dan suara napas melemah.
Akibat tingginya angka morbiditas dan mortalitas pnemonia pada balita,maka
dalam upaya penanggulangannya WHO mengembangkan pedoman diagnosis dan tata
laksana yang sederhana. Pedoman ini terutama ditujukan untuk pelaksana Pelayanan
Kesehatan Primer, dan sebagai pendidikan kesehatan masyarakat di negara
berkembang. Tujuannya ialah menyederhanakan kriterai diagnosis berdasarkan gejala
klinis yang langsung dapat dideteksi; menetapkan klasifikasi penyakit, dan menentukan
dasar pemakaian antibiotik. Gejala klinis sederhana tersebut dapat meliputi napas cepat,
sesak napas, dan berbagai tanda bahaya agar anak dapat ,langsung dirujuk ke pusat
pelayanan kesehatan. Napas cepat dinilai dengan menghitung frekuensi napas selama
satu menit penuh ketika bayi dalam keadaan tenang. Sesak napas dilihat dengan adanya
tarikan dinding dada bagian bawah kedalam ketika menarik napas (retraksi
epigastrium). Tanda bahaya pada anak berusia 2 bulan-5 tahun adalah tidak dapat
minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, dan gizi buruk; tanda bahaya untuk bayi
berusia dibawah 2 bulan adalah malas minum, kejang, kesadaran menurun,
stridor,mengi dan demam atau terasa dingin.
Frekuensi pernapasan (hitung napas selama 1 menit ketika anak tenang). Napas
cepat :
Pneumonia
22
1. Bila tidak ada sesak napas
Bukan pneumonia
2. Tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya pengobatan simptomatis
seperti penurun panas.
Pada bayi berusia bibawah 2 bulan, perjalanan penyakitnya lebih bervariasi, mudah
terjadi komplikasi dan sering menyebabkan kematian.
1. Pneumonia
2. Bukan pneumonia
PENGOBATAN
Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi
perawatan terutama berdasarkan berat ringannya penyakit, misalnya toksis, distres
pernapasan, tidak mau makan/minum atau ada penyakit dasar yang lain, komplikasi dan
terutama mempertimbangkan usia pasien. Neonatus dan bayi kecil dengan
kemungkinan klinis pneumonia harus dirawat inap.
23
Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan
antibiotik yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi pemberian
cairan intravena, terapi oksigen dan koreksi terhadap gangguan keseimbangan asam-
basa, elektrolit dan gula darah. Untuk nyeri dan demam dapat diberikan
analgetik/antipiretik. Suplementasi vitamin A tidak terbukti efektif. Penyakit penyerta
harus ditanggulangi dengan adekuat, komplikasi yang mungkin terjadi harus dipantau
dan diatasi.
Penggunaan antibiotik yang tepat merupakan kunci utama keberhasilan
pengobatan. Terapi antibiotik harus segera diberikan pada anak dengan pneumonia
yang diduga disebabkan oleh bakteri.
Identifikasi dini mikroorganisme penyebab tidak dapat dilakukan karena tidak
tersedianya uji mikrobiologis cepat. Oleh karena itu,antibiotik dipilih berdasarkan
pengalaman empiris sesuai pola kuman tersering yaitu streptococcus pneumonia dan
haemophilus pneumoniae. Umumnya pemilihan antibiotik empiris didasarkan pada
kemungkinan etologi penyebab dengan mempertimbangkan usia dan keadaan klinis
pasien serta faktor epidemiologis.
Pemberian antibiotic sesuai dengan kelompok umur:
o Bila keadaan pasien berat atau terdapat empiema, antibiotic pilihan adalah
golongan sefalosporin. Antibiotic parenteral diberikan sampai 48-72 jam
setelah panas turun, dilanjutkan dengan pemberian per oral selama 7-10 hari.
24
terhadap penisilin dapat diberikan cefazolin, klindamicin atau vancomycin.
Lama pengobatan untuk stafilokok adalah 3-4 mgg.
o Dilakukan teapi bedah bila ditemukan komplikasi pneumothoraks atau
pneumomediastinum. Pemberiaan terapi suportif dapat berupa pemberian
oksigen sesuai derajat sesaknya. Tunda pemberian nutrisi secara oral bila anak
masih sesak dan mulai dengan nutrisi parenteral. Bila terjadi atelektasis
diperlukan rujukkan ke rehabilitasi medic.
KOMPLIKASI
Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis, perikarditis
purulenta, pneumotoraks, atau infeksi ekstrapulmonar seperti menigitis purulenta.
Empiema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura
terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura. Empiema torasis merupakan
komplikasi tersering yang terjadi pada pneumonia bakteri.
Ilten F, dkk melaporkan mengenai komplikasi miokarditis (tekanan sistolik
ventrikel kanan meningkat, kreatinin kinase meningkat, dan gagal jantung) yang cukup
tinggi pada seri pneumonia anak berusia 2-24 bulan. Oleh karena miokarditis
merupaakn keadaan yang fatal, maka dianjurkan untuk melakukan deteksi dengan
teknik noninvasif seperti EKG, ekokardiografi dan pemeriksaan enzim.
PROGNOSIS
Dengan pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat yang dimulai secara dini
pada perjalanan penyakit tersebut maka mortalitas selam masa bayi dan maas kanak-
kanak dapat di turunkan sampai kurang 1 % dan sesuai dengan kenyataan ini morbiditas
yang berlangsung lama juga menjadi rendah.
Anak dalam keadaan malnutrisi energi protein dan yang datang terlambat
menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi.
PENCEGAHAN
a. Perbaikan sosial ekonomi: perumahan, sanitasi, nutrisi, hygiene
b. Imunisasi: terhadap infeksi lain, kadang menurunkan pula pneumonia
c. Bila ada faktor predisposisi: pengobatan dini dan adekuat, bila mungkin menjauhkan
infeksi.
25
d. Vaksin khusus: pneumococcus dengan vaksin 23-valent pneumococcal, haemophillus
influenza dengan vaksin konjugat h. Influenza memiliki jadwal yang rutin diberikan
pada anak-anak, atau dengan rifampin prophylaxis untuk yang beresiko tinggi terkena.
DAFTAR PUSTAKA
1. Antonius., editor. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Edisi 2;
2011.Jilid 1 Hal 250
2. Said M. Pneumonia. Dalam: Supriyatno B., Rahajoe N., editors. Buku Ajar
Respirologi Anak.
3. Sectish T. Pneumonia. In: Behrman M., Kliegman S., editors. Nelson Textbook of
Pediatric. 17th edition. Wisconsin. Elsevier.2004. p. 1432-1435.
26
27