Anda di halaman 1dari 23

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Perkembangan ilmu pengetahuan semakin lama semakin maju dengan


munculnya ilmu-ilmu baru yang pada akhirnya memunculkan pula sub-sub ilmu
pengetahuan baru bahkan ke arah ilmu pengetahuan yang lebih khusus lagi seperti
spesialisasi-spesialisasi. Oleh karena itu tepatlah apa yang dikemukakan oleh Van
Peursen (1985), bahwa ilmu pengetahuan dapat dilihat sebagai suatu sistem yang
jalin-menjalin dan taat asas (konsisten) dari ungkapan-ungkapan yang sifat benar-
tidaknya dapat ditentukan. Implikasi yang timbul menurut Koento Wibisono
(1984), adalah bahwa ilmu yang satu sangat erat hubungannya dengan cabang
ilmu yang lain serta semakin kaburnya garis batas antara ilmu dasar-murni atau
teoritis dengan ilmu terapan atau praktis. Untuk mengatasi gap antara ilmu yang
satu dengan ilmu yang lainnya, dibutuhkan suatu bidang ilmu yang dapat
menjembatani serta mewadahi perbedaan yang muncul. Oleh karena itu, maka
bidang filsafatlah yang mampu mengatasi hal tersebut.

Seiring dengan perjalanan waktu ternyata filsafat selalu berhubungan


dengan disiplin ilmu. Menyebabkan filsafat menjadi induk dari berbagai ilmu
pengetahuan karena adanya pertanyaan-pertanyaan itu akan terselesaikan oleh
filsafat dengan menggunakan akal dan pikiran. Filsafat selalu berhubungan
dengan disiplin ilmu, seperti agama, antropologi, pendidikan, dan sosiologi.
Antara filsafat dan disiplin ilmu tidak dapat dipisahkan karena adanya
ketergantungan yang salig melengkapi dikeduanya. Karena disiplin ilmu akan
mampu membuat pertanyaan yang dipertanyakan dan memberikan jawaban bagi
pertanyaan para filosof yang meyakinkan. Karena itu hubungan antara filsafat
dengan berbagai disiplin ilmu (agama, sosiologi, antropologi, dan pendidikan)
sangat diperlukan karena akan menimbulkan keteraturan antara ilmu pengetahuan
dan kehidupan dalam berfilsafat.

1
2

Konflik merupakan suatu tingkah laku yang dibedakan dengan emosi-


emosi tertentu yang sering dihubungkan dengannya, misal kebencian atau
permusuhan. Konflik dapat terjadi pada lingkungan yang paling kecil yaitu
individu sampai kepada lingkup yang luas, Tipe konflik ini timbul dari proses-
proses yang tidak rasional dan emosional dari pihak-pihak yang terlibat di
dalamnya. Upaya untuk memecahkan konflik selalu timbul selama
berlangsungnya kehidupan suatu kelompok, namun terdapat perbedaan-perbedaan
di dalam sifat dan intensitas konflik pada berbagai tahap perkembangan
kelompok.

Dalam setiap kelompok sosial selalu ada benih-benih pertentangan antara


individu dengan individu, kelompok dan kelompok, individu atau kelompok
dengan pemerintah. Pertentangan ini biasanya berbentuk non fisik. Tetapi dapat
berkembang menjadi benturan fisik, kekerasaan dan tidak berbentuk kekerasaan.
Konflik berasal dari kata kerja Latin, yaitu configure yang berarti saling memukul.
Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang
atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan
pihak lain dengan menghancurkan atau membuatnya tidak berdaya.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Konflik Di Lihat Dari Aspek Ontologi ?
2. Bagaimana Konflik Di Lihat Dari Aspek Epistimologi ?
3. Bagaimana Konflik Di Lihat Dari Aspek Aksiologi ?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk Mengetahui Konflik Di Lihat Dari Aspek Ontologi
2. Untuk Mengetahui Konflik Di Lihat Dari Aspek Epistimologi
3. Untuk Mengetahui Konflik Di Lihat Dari Aspek Aksiologi
3

BAB II

PEMBAHASAN

KONFLIK SOSIAL DIKAJI MELALUI ASPEK ONTOLOGI,


EPISTIMOLOGI, DAN AKSIOLOGI.

A. Di Pandang Dari Aspek Ontologi

Didalam konflik, ontologi memandang konflik sebagai sebuah tindakan


atau perilaku yang menyimpang yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, hal itu
benar-benar ada dan realitas dan merupakan wujud dari perbuatan manusia yang
dilakukan oleh beberapa kalangan atau kelompok tertentu demi tujuan yang ingin
dicapai, dengan cara melumpuhkan pihak lain demi kemenangan seseorang,
kelompok tertentu.

Oleh karena itu, setiap ilmu termasuk sosiologi yang membahas tentang
konflik sosial memiliki masing-masing ontologi ( misalnya ontology dari konflik
social adalah masyarakat sebagai objek kajian yaitu ditinjau dari masalah social
yaitu konflik, wujud dari konflik itu sendiri adalah,sumber-sumber konflik, factor-
faktor penyebab konflik, dampak dari konflik, dan cara mnyelesaikankan
konflik.dll).

Menurut suriasumantri (1985)

Ontology membahas tentang apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin
tahu, atau, dengan kata lain suatu pengkajian mengenai teori tentang “ada”.

Telaah ontologi menjawab pertanyaan-pertanyaan:

a) Apakah objek ilmu yang ditelaah.


b) Bagaimana wujud yang hakiki dari objek tersebut.
c) Bagaimana hubungan antara objek tadi dengan daya tangkap manusia
(seperti berfikir, merasa, dn mengindera) yang membuahkan pengetahuan.

3
4

 Objek yang menjadi telaah konflik sosial

Objek dari konflik sosial adalah masyarakat yang bertikai atau berselih,
yaitu dengan membahas tentang konflik yang terjadi dalam kehidupan masyarakat
dengan berbagai sebab akibat dan dan dampak dari pada konflik itu sendiri
terhadap kehidupan masyarakat.

Kajian tentang konflik sosial dalam masyarakat telah banyak dilakukan


berbagai lembaga, organisasi maupun perorangan sebagai karya ilmiah. Perspektif
konflik, antara lain pandangan Karl Marx, bahwa hubungan sosial merupakan
hubungan kelas yang bersifat eksploitatif dan berorientasi pada hubungan konflik.
Konflik akan semakin mudah timbul bila interdependensi makin meningkat. Bila
interaksi menjadi semakin kerap dan melibatkan berbagai kegiatan dan hal-hal
yang semakin luas, peluang untuk munculnya ketidaksesuaian akan semakin besar
(Sears, 1985).

Masyarakat adalah sekelompok individu yang mempunyai hubungan,


memiliki kepentingan bersama, dan memiliki budaya berbeda-beda. Konflik
artinya percekcokan, perselisihan dan pertentangan. Sedangkan konflik sosial
yaitu pertentangan antar anggota atau masyarakat yang bersifat menyeluruh
dikehidupan. Konflik yaitu proses pencapaian tujuan dengan cara melemahkan
pihak lawan, tanpa memperhatikan norma dan nilai yang berlaku.

1. Pengertian Konflik

Konflik merupakan gejala sosial yang serba hadir dalam kehidupan sosial,
sehingga konflik bersifat inheren artinya konflik akan senantiasa ada dalam setiap
ruang dan waktu, dimana saja dan kapan saja.

Dari berbagai pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa konflik


adalah percekcokan, perselisihan dan pertentangan yang terjadi antar anggota atau
masyarakat dengan tujuan untuk mencapai sesuatu yang diinginkan dengan cara
saling menantang dengan ancaman kekerasan.
5

konflik sosial adalah salah satu bentuk interaksi sosial antara satu pihak
dengan pihak lain didalam masyarakat yang ditandai dengan adanya sikap saling
mengancam, menekan, hingga saling menghancurkan. Konflik sosial
sesungguhnya merupakan suatu proses bertemunya dua pihak atau lebih yang
mempunnyai kepentingan yang relative sama terhadap hal yang sifatnya terbatas.

2. Bentuk-Bentuk Konflik

Secara garis besar berbagai konflik dalam masyarakat dapat diklasifikasikan ke


dalam beberapa bentuk konflik berikut ini :

a. Berdasarkan sifatnya

Berdasarkan sifatnya, konflik dapat dibedakan menjadi konflik destruktuif dan


konflik konstruktif.

1. Konflik Destruktif

2. Konflik Konstruktif

b. Berdasarkan Posisi Pelaku yang Berkonflik

1. Konflik Vertikal .

2. Konflik Horizontal

3. Konflik Diagonal

Soerjono Soekanto membagi konflik sosial menjadi lima bentuk yaitu:

1. Konflik atau pertentangan pribadi, yaitu konflik yang terjadi antara dua
individu atau lebih karena perbedaan pandangan dan sebagainya.

2. Konflik atau pertentangan rasial, yaitu konflik yang timbul akibat perbedaan-
perbedaan ras.

3. Konflik atau pertentangan antara kelas-kelas sosial, yaitu konflik yang terjadi
disebabkan adanya perbedaan kepentingan antar kelas sosial.
6

4. Konflik atau pertentangan politik, yaitu konflik yang terjadi akibat adanya
kepentingan atau tujuan politis seseorang atau kelompok.

5. Konflik atau pertentangan yang bersifat internasional, yaitu konflik yang terjadi
karena perbedaan kepentingan yang kemudian berpengaruh pada kedaulatan
negara.

Sementara itu, Ralf Dahrendorf mengatakan bahwa konflik dapat


dibedakan atas empat macam, yaitu sebagai berikut :

1. Konflik antara atau yang terjadi dalam peranan sosial, atau biasa disebut
dengan konflik peran. Konflik peran adalah suatu keadaan di mana individu
menghadapi harapanharapan yang berlawanan dari bermacam-macam peranan
yang dimilikinya.

2. Konflik antara kelompok-kelompok sosial.

3. Konflik antara kelompok-kelompok yang terorganisir dan tidak terorganisir.

4. Konflik antara satuan nasional, seperti antar partai politik, antar negara, atau
organisasi internasional.

3. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Konflik

Para sosiologi berpendapat bahwa akar dari timbulnya konflik yaitu


adanya hubungan sosial, ekonomi, politik yang akarnya adalah perebutan atas
sumber-sumber kepemilikan, status sosial dan kekuasaan yang jumlah
ketersediaanya sangat terbatas dengan pembagian yang tidak merata di
masyarakat.

Pada dasarnya, secara sederhana penyebab konflik dibagi dua, yaitu:

1. Kemajemukan horizontal, yang artinya adalah struktur masyarakat yang


mejemuk secara kultural, seperti suku bangsa, agama, ras dan majemuk sosial
dalam arti perbedaan pekerjaan dan profesi seperti petani, buruh, pedagang,
pengusaha, pegawai negeri, militer, wartawan, alim ulama, sopir dan
cendekiawan.
7

2. Kemajemukan vertikal, yang artinya struktur masyarakat yang terpolarisasi


berdasarkan kekayaan, pendidikan, dan kekuasaan.

Namun beberapa sosiologi menjabarkan banyak faktor yang menyebabkan


terjadinya konflik-konflik, diantaranya yaitu:

1. Perbedaan pendirian dan keyakinan orang perorangan telah menyebabkan


konflik antar individu.
2. Perbedaan kebudayaan. Perbedaan kebudayaan tidak hanya akan
menimbulkan konflik antar individu, akan tetapi bisa juga antar kelompok.
3. Perbedaan kepentingan. Mengejar tujuan kepentingan masingmasing yang
berbeda-beda, kelompok-kelompok akan bersaing dan berkonflik untuk
memperebutkan kesempatan dan sarana.
4. Perbedaan pendirian, budaya, kepentingan, dan sebagainya tersebut diatas
sering terjadi pada situasi-situasi perubahan social.

4. Dampak dari Adanya Konflik terhadap Masyarakat

Tak perlu diragukan lagi, proses sosial yang namanya konflik itu adalah
suatu proses yang bersifat disosiatif. Namun demikian, sekalipun sering
berlangsung dengan keras dan tajam, proses-proses konflik itu sering pula
mempunyai akibat-akibat yang positif bagi masyarakat. Konflik-konflik yang
berlangsung dalam diskusi misalnya, jelas akan unggul, sedangkan pikiran-pikiran
yang kurang terkaji secara benar akan tersisih. Positif atau tidaknya akibat
konflik-konflik memang tergantung dari persoalan yang dipertentangkan, dan
tergantung pula dari struktur sosial yang menjadi ajang berlangsungnya konflik.
Oleh karena itu ada dua dampak dari adanya konflik terhadap masyarakat yaitu:

a. Dampak positif dari adanya konflik

1. Bertambahnya solidaritas intern dan rasa in-group suatu kelompok.16


Apabila terjadi pertentangan antara kelompok-kelompok, solidaritas antar
anggota di dalam masing-masing kelompok itu akan meningkat sekali.
Solidaritas di dalam suatu kelompok, yang pada situasi normal sulit
8

dikembangkan, akan langsung meningkat pesat saat terjadinya konflik


dengan pihak-pihak luar.
2. Konflik di dalam masyarakat biasanya akan menggugah warga masyarakat
yang semula pasif menjadi aktif dalam memainkan peranan tertentu di
dalam masyarakat.

b. Dampak negatif dari adanya konflik

1. Hancurnya kesatuan kelompok. Jika konflik yang tidak berhasil


diselesaikan menimbulkan kekerasan atau perang, maka sudah barang
tentu kesatuan kelompok tersebut akan mengalami kehancuran.
2. Adanya perubahan kepribadian individu. Artinya, di dalam suatu
kelompok yang mengalami konflik, maka seseorang atau sekelompok
orang yang semula memiliki kepribadian pendiam, penyabar menjadi
beringas, agresif dan mudah marah, lebih-lebih jika konflik tersebut
berujung pada kekerasan.
3. Hancurnya nilai-nilai dan norma sosial yang ada. Antara nilainilai dan
norma sosial dengan konflik terdapat hubungan yang bersifat korelasional,
artinya bisa saja terjadi konflik berdampak pada hancurnya nilai-nilai dan
norma sosial akibat ketidak patuhan anggota masyarakat akibat dari
konflik.

5. Upaya-upaya Untuk Mengatasi Konflik

Secara sosiologi, proses sosial dapat berbentuk proses sosial yang bersifat
menggabungkan (associative processes) dan proses sosial yang menceraikan
(dissociative processes). Proses sosial yang bersifat asosiatif diarahkan pada
terwujudnya nilai-nilai seperti keadilan sosial, cinta kasih, kerukunan, solidaritas.
Sebaliknya proses sosial yang bersifat dissosiatif mengarah pada terciptanya nilai-
nilai negatif atau asosial, seperti kebencian, permusuhan, egoisme, kesombongan,
pertentangan, perpecahan dan sebagainya. Jadi proses sosial asosiatif dapat
dikatakanproses positif. Proses sosial yang dissosiatif disebut proses negatif.
Sehubungan dengan hal ini, maka proses sosial yang asosiatif dapat digunakan
sebagai usaha menyelesaikan konflik.
9

Adapun bentuk penyelesaian konflik yang lazim dipakai, yakni konsiliasi,


mediasi, arbitrasi, koersi (paksaan), détente. Urutan ini berdasarkan kebiasaan
orang mencari penyelesaian suatu masalah, yakni cara yang tidak formal lebih
dahulu, kemudian cara yang formal, jika cara pertama membawa hasil.

Menurut Nasikun, bentuk-bentuk pengendalian konflik ada enam yaitu:

1. Konsiliasi (conciliation)

Pengendalian semacam ini terwujud melalui lembaga-lembaga tertentu yang


memungkinkan tumbuhnya pola diskusi dan pengambilan keputusan-keputusan
diantara pihak-pihak yang berlawanan mengenai persoalan-persoalan yang mereka
pertentangkan.

2. Mediasi (mediation)

Bentuk pengendalian ini dilakukan bila kedua belah pihak yang bersengketa
bersama-sama sepakat untuk memberikan nasihat-nasihatnya tentang bagaimana
mereka sebaiknya menyelesaikan pertentangan mereka.

3. Arbitrasi berasal dari kata latin arbitrium, artinya melalui pengadilan, dengan
seorang hakim (arbiter) sebagai pengambil keputusan.

Arbitrasi berbeda dengan konsiliasi dan mediasi. Seorang arbiter memberi


keputusan yang mengikat kedua belah pihak yang bersengketa, artinya keputusan
seorang hakim harus ditaati. Apabila salah satu pihak tidak menerima keputusan
itu, ia dapat naik banding kepada pengadilan yang lebih tinggi sampai instansi
pengadilan nasional yang tertinggi.

4. Perwasitan

Di dalam hal ini kedua belah pihak yang bertentangan bersepakat untuk
memberikan keputusan-keputusan tertentu untuk menyelesaikan konflik yang
terjadi diantara mereka
10

 Wujud Yang Hakiki Dari Konflik Sosial.

Tindakan konflik ini ada yang diwujudkan dalam bentuk lisan atau isyarat.
Dalam tingkat antara pribadi dan kelompok bisa juga disampaikan secara lain,
yaitu saling menghindar atau saling diam.

Dengan demikian perwujudan konflik tidak selalu terlihat dengan gamblang,


dan masih memerlukan interpretasi untuk memahaminya. Namun sesama apapun,
ungkapan konflik tersebut akan tetap terlihat. Dalam banyak hal, tindakan konflik
muncul karena ada pemicunya. Pemicu ini bisa kata-kata orang lain, sesuatu
keputusan, atau sikap tertentu.

a. Konflik merupakan gejala sosial yang bersifat inheren dalam masyarakat


dan tentunya masyarakatlah arena pertentangan dan integrasi yang senantiasa
berlangsung.
b. Konflik sosial berkaitan erat dengan interaksi sosial antara pihak-pihak
tertentu dalam masyarakat yang ditandai dengan sikap saling mengancam,
menekan, hingga tindakan ektrim.
c. Konflik sebagai proses pencapaian tujuan dengan cara melemahkan pihak
lawan, tanpa memperhatikan norma dan nilai yang berlaku.
d. Konflik tidak hanya sekedar dipandang atau dianggap ada, tetapi sudah
benar-benar dirasakan dan dikenali keberadaannya.
e. Konflik berakibat mencelakakan dan menciptakan pemisah.
f. Konflik dapat terselesaikan maka terjadi peningkatan dalam hubungan dan
jika tidak tepat dalam penyelesaiannya akan memicu konflik baru.
g. Konflik mungkin tidak membawa manfaat jangka panjang dan hanya
merupakan pemecahan jangka pendek.
h. Konflik akan muncul bila salah satu pihak menghambat pihak lain dalam
mencapai tujuannya.
i. Konflik sosial sebagai suatu perjuangan terhadap nilai dan pengakuan
terhadap status yang langka, kemudian kekuasaan dan sumber-sumber
pertentangan dinetralisir atau dilangsungkan atau dieliminir saingannya.
11

j. Konflik atau pertentangan rasial, yaitu konflik yang timbul Mengakibat


perbedaan-perbedaan ras.
k. Konflik social juga dapat mewujudkan persatuan atau integrasi dalam
kehidupan masyarakat.
 Bagaimana hubungan Konflik Dapat Ditangkap Oleh Manusia

Konflik sosial lebih mengkhususkan objeknya pada masyarakat dan


merupakan objek riil (berdasarkan fakta-fakta) dan abstrak yaitu hubungan yang
menjadi masalah sering terjadi dengan berbagai sebab akibat yang ada dalam
kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian-penelitian
terjadap objek konflik sosial dengan kekuatan pemikiran manusia. Pemikiran yang
dimaksudkan adalah pemikiran dengan menggunakan otak untuk menyelesaiakan
konflik atau permasalahan yang menjadi bagian yang sering terjadi dalam
kehidupan manusia. Apakah artinya itu semua? Apabila pembicaraan
dikembalikan pada pengetahuan, pengetahuan tersebut diperoleh melalui
kenyataan (fakta) dengan melihat dan mendengar sendiri, serta melalui alat
komunikasi, seperti misalnya dengan membaca surat kabar, mendengarkan radio
atau melihat televise dan Hand phone (HP) dll.

B. Dipandang Dari Aspek Epistimologi

Terdapat tiga persoalan yang mendasar dalam epistemologi yaitu: pertama


tentang sumber pengetahuan manusia, kedua tentang teori kebenaran pengetahuan
manusia, ketiga tentang watak pengetahuan manusia. (Kaelan, 2003: 67)

Epistimologi adalah pembahasan mengenai metode yang digunakan untuk


mendapatkan pengetahuan. Epistimologi membahas pertanyaan-pertanyaann
seperti: bagaimana proses yang memungkinkan diperolehnya suatu pengetahuan?
Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar ita
mendapatkan pengetahuan yang benar? Lalu itu sendiri apa? Kriterianya apa
saja?
12

 Landasan epistimologi konflik sosial

Istilah “konflik” secara etimologis berasal dari bahasa Latin “con” yang
berarti bersama dan “fligere” yang berarti benturan atau tabrakan. Pada umumnya
istilah konflik sosial mengandung suatu rangkaian fenomena pertentangan dan
pertikaian antar pribadi melalui dari konflik kelas sampai pada pertentangan dan
peperangan internasional.

Coser mendefinisikan konflik sosial sebagai suatu perjuangan terhadap


nilai dan pengakuan terhadap status yang langka, kemudian kekuasaan dan
sumber-sumber pertentangan dinetralisir atau dilangsungkan atau dieliminir
saingannya

Konflik artinya percekcokan, perselisihan dan pertentangan. Sedangkan


konflik sosial yaitu pertentangan antar anggota atau masyarakat yang bersifat
menyeluruh dikehidupan. Konflik yaitu proses pencapaian tujuan dengan cara
melemahkan pihak lawan, tanpa memperhatikan norma dan nilai yang berlaku

Dalam pengertian lain, konflik adalah merupakan suatu proses sosial yang
berlangsung dengan melibatkan orang-orang atau kelompokkelompok yang saling
menantang dengan ancaman kekerasan.

Menurut lawang konflik diartikan sebagai perjuangan untuk memperoleh


hal-hal yang langka seperti nilai, status, kekuasaan dan sebagainya dimana tujuan
mereka berkonflik itu tidak hanya memperoleh keuntungan tetapi juga untk
menundukkan pesaingnya.

Konflik dapat diartikan sebagai benturan kekuatan dan kepentingan antara


satu kelompok dengan kelompok lain dalam proses perebutan sumber
kemasyarakatan (ekonomi, politik, sosial dan budaya) yang relatif terbatas. Dari
berbagai pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa konflik adalah
percekcokan, perselisihan dan pertentangan yang terjadi antar anggota atau
masyarakat dengan tujuan untuk mencapai sesuatu yang diinginkan dengan cara
saling menantang dengan ancaman kekerasan. konflik sosial adalah salah satu
13

bentuk interaksi sosial antara satu pihak dengan pihak lain didalam masyarakat
yang ditandai dengan adanya sikap saling mengancam, menekan, hingga saling
menghancurkan.

Konflik sosial sesungguhnya merupakan suatu proses bertemunya dua


pihak atau lebih yang mempunnyai kepentingan yang relative sama terhadap hal
yang sifatnya terbatas. Dalam bentuknya yang ekstrem, konflik itu dilangsungkan
tidak hanya sekedar untuk mempertahankan hidup dan eksistensi, akan tetapi juga
bertujuan sampai ketaraf pembinasaan eksistensi orang atau kelompok lain yang
dipandang sebagai lawan atau saingannya.

a. Lewis A Coser memandang konflik sebagai suatu fenomena sosial yang


benar-benar terjadi dan merupakan kenyataan yang di alami oleh
manusia.

Coser dalam kajian sosiologisnya memfokuskan pada fungsi konflik


sosial. Coser berpendapat bahwa tak selamanya konflik berkonotasi negatif,
sebaliknya konflik sosial dapat menjadikan penguat kelompok sosial tertutup.
Dalam masyarakat tertentu secara internal bisa menampakkan kecenderungan
disintegrasi, namun konflik dengan masyarakat lain dapat memulihkan integrasi
internal tersebut. Konflik dengan sebuah kelompok mungkin membantu
menghasilkan kohesi karena ada serangkaian aliansi dengan kelompok-kelompok
lain.

Dalam penelitian yang akan dilakukan ini, peneliti menggunakan kerangka


pemikiran dari Lewis Coser yang membahas tentang konflik sosial. Sebuah teori
konflik merupakan suatu istilah yang masih samar, sebagaimana yang dapat kita
lihat pada sederetan tokoh dalam sejarah yang mewakilinya seperti Ibn Khaldun.
Pada umumnya istilah konflik sosial mengandung suatu rangkaian fenomena
pertentangan dan pertikaian antar pribadi melalui dari konflik kelas sampai pada
pertentangan dan peperangan internasional. Didalam buku yang dijelaskan Lewis
coser yang mengemukakan bahwa tidak ada teori konflik sosial yang mampu
14

merangkum seluruh fenomena tersebut. coser memulai dengan mendefinisikan


konflik sosial sebagi suatu perjuangan terhadap nilai dan pengakuan terhadap.

Dalam membahas berbagai situasi konflik Coser membedakan konflik yang


realistis dan yang tidak realistis.

1. Konflik Realistis, berasal dari kekecewaan terhadap tuntutan - tuntutan


khusus yang terjadi dalam hubungan dan dari perkiraan kemungkinan
keuntungan para partisipan, dan yang ditujukan pada obyek yang dianggap
mengecewakan.

2. Konflik Non - Realistis, konflik yang bukan berasal dari tujuan- tujuan
saingan yang antagonis, tetapi dari kebutuhan untuk meredakan
ketegangan, paling tidak dari salah satu pihak. Coser menjelaskan dalam
masyarakat yang buta huruf pembasan dendam biasanya melalui ilmu gaib
seperti teluh, santet dan lain- lain.

Dengan demikian dalam satu situasi bisa terdapat elemen-elemen konflik


dan non-realistis. Konflik realistis khususnya dapat diikuti oleh sentiment-
sentimen yang secara emosional mengalami distorsi oleh karena pengungkapan
ketegangan tidak mungkin terjadi dalam situasi konflik yang lain

b. Konflik adalah sebuah fenomena sosial dan itu merupakan kenyataan bagi
setiap masyarakat. Dan merupakan gejala sosial yang akan hadir dalam
kehidupan sosial, sehingga konflik bersifat inheren yang artinya konflik
akan senantiasa ada dalam setiap ruang dan waktu, dimana saja dan kapan
saja. Kunci untuk memahami Marx adalah idenya tentang konflik sosial.
Konflik sosial adalah pertentangan antara segmen-segmen masyarakat
untuk merebut aset-aset bernilai. Bentuk dari konflik sosial itu bisa
bermacam-macam, yakni konflik antara individu, kelompok, atau bangsa.
Marx mengatakan bahwa potensi-potensi konflik terutama terjadi dalam
bidang pekonomian, dan ia pun memperlihatkan bahwa perjuangan atau
konflik juga terjadi dalam bidang distribusi prestise/status dan kekuasaan
politik.
15

Ditinjau dari pendekataan ilmunya sosiologi sebagai ilmu yang


memperlajari tentang kehiudpan masyrakat untuk memperoleh jawaban terhadap
masalah sosial masyarakat salah satunya konflik maka, ada beberapa metode yang
dapat digunakan untuk menjelaskan fenomena atau masalah sosial “ada” dan
dapat membuktikan kebenaran yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.

1. Proses mendapatkan ilmu sosiologi dalam pengkajian terhadap konflik sosial

a. Metode Induktif

Induksi yaitu suatu metode yang menyimpulkan pernyataan pernyataan hasil


observasi dalam suatu pernyataan yang lebih umum dan menurut suatu pandangan
yang luas diterima, ilmu-ilrnu empiris ditandai oleh metode induktif, disebut
induktif bila bertolak dari pernyataan tunggal seperti gambaran mengenai hasil
pengamatan dan penelitian orang sampai pada pernyataan -pernyataan universal.

b. Metode Deduktif

Deduksi adalah suatu metode yang menyimpan bahwa data--data empirik diolah
lebih lanjut dalam suatu sistem pernyataan yang harus ada dalam metode deduktif
ialah adanya perbandingan logis antara kesimpulan-kesimpulan itu sendiri. Ada
bentuk logis teori itu dengan tujuan apakah teori tersebut mempunyai sifat empiris
atau ilmiah, ada perbandingan dengan teori-teori lain dan ada pengujian teori
dengan jalan rnenerapkan secara empiris kesimpulan-kesimpulan yang bisa ditarik
dari teori tersebut.

c. Metode Positivisme

Metode ini dikeluarkan oleh August Comte. Metode ini berpangkal dari apa yang
diketahui yang faktual yang positif. Dia menyampingkan segala uraian persoalan
di luar yang ada sebagai fakta oleh karena itu, ia menolak metafisika yang
diketahui positif, adalah segala yang nampak dan segala efode ini dalam bidang
filsafat dan ilmu pengetahuan diatasi kepada bidang gejala-gejala saja.
16

d. Metode Kontemplatif

Metode ini mengatakan adanya keterbatasan indera dan manusia untuk


memperoleh pengetahuan, sehingga objek yang dihasilkanpun akan berbeda-beda
seharusnya dikembangkan suatu kemampuan akal yang disebut dengan intuisi.
Pengetahuan yang lewat ini bisa diperoleh dengan cara seperti yang dilakukan
Imam Al-Ghazali.

e. Metode Dialektis

Dalam filsafat, dialektika mula-mula berarti metode tanya jaujab untuk mencapai
kejernihan filsafat. Metode ini diajarkan oleh Socrates. Namun Pidato
mengartikannya diskusi logika. Kini dialekta berarti tahap logika, yang
mengajarkan kaidah-kaidah dan metode-metode penuturan, juga analisis
sistematik tentang ide-ide untuk mencapai apa yang terkandung dalam dan metode
peraturan, juga analisis sistematika tentang ide mencapai apa yang terkandung
dalam pandangannya.

2. Cara mendapatkan ilmu sosiologi dalam mengkaji konflik sosial

 Metode kualitatif mengutamakan bahan yang sukar dapat diukur dengan


angka-angka atau dengan ukuran-ukuran lain yang bersifat eksak, walaupun
bahan-bahan tersebut tersebut terdapat dengan nyata atau riil di dalam
masyarakat. Didalam metode kualitatif termasuk metode historis dan metode
komparatif, keduanya dikombinasikan menjadi historis komparatif.
 Metode komparatif mementingkan perbandingan antara bermacam-macam
masyarakat beserta bidang-bidangnya untuk memperoleh perbedaan-
perbedaan dan persamaan-persamaan serta sebab-sebabnya.
 Metode study khusus (case study) bertujuan untuk mempelajari sedalam-
dalamnya salah satu gejala nyata dalam kehidupan masyarakat. Study khusus
dapat digunakan untuk menelaah suatu keadaan, kelo0mpok, masyarakat
setempat (community), lembaga-lembaga maupun individu-individu.
17

3. Syarat-syarat ilmu sosiologi

Sosiologi merupakan salah satu bidang ilmu sosial yang mempelajari


masyarakat. Sosiologi sebagai ilmu telah memenuhi semua unsur ilmu
pengetahuan. sosiologi sebagai ilmu mempunyai ciri-ciri, sebagai berikut.

Empiris, yaitu didasarkan pada observasi dan akal sehat yang hasilnya
tidak bersifat spekulasi (menduga-duga).

Teoritis, yaitu selalu berusaha menyusun abstraksi dari hasil observasi


yang konkret di lapangan, dan abstraksi tersebut merupakan kerangka dari unsur-
unsur yang tersusun secara logis dan bertujuan menjalankan hubungan sebab
akibat sehingga menjadi teori.

Komulatif, yaitu disusun atas dasar teori-teori yang sudah ada, kemudian
diperbaiki, diperluas sehingga memperkuat teori-teori yang lama.

Nonetis, yaitu pembahasan suatu masalah tidak mempersoalkan baik atau


buruk masalah tersebut, tetapi lebih bertujuan untuk menjelaskan masalah tersebut
secara mendalam.

C. Dipandang Dari Aspek Aksiologi

Pengertian Aksiologi

Secara etimologi aksiologi berasal dari kata “axios” (Yunani) yang berarti
“nilai”, dan “logos” yang berarti teori. Jadi secara singkat aksiologi dapat
diartikan sebagai teori nilai. Menurut Suriasumantri (dalam ismaliani, 2008: 1),
aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan
yang diperoleh.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa aksiologi adalah cabang filsafat yang


membahas tentang kegunaan pengetahuan dalam kehidupan manusia yang
mengkaji tentang nilai-nilai etika dan estetika. Kegunaan dari aksiologi melalui
dengan tiga cara, description (menjelaskan), prediction (meramal, memerkirakan),
dan controling (mengontrol)
18

Aksiologi dari konflik sendiri yaitu dapat menyatuhkan masyarakat atau


integritas, melahirkan nilai-nilai baru, dan merubah struktur sosial, dan
memperkuat solidaritas dalam kelompok masyarakat.

NILAI-NILAI MORAL DAN ETIKA YANG DAPT KITA PERLAJARI


DARI KONFLIK ITU SENDIRI YAITU:

MANFAAT KONFLIK

1. Konflik dapat menjadikan kita sadar bahwa ada masalah yang perlu
dipecahkan dalam interpersonal dengan orang lain. Jika orang tua ingin
nonton sinetron sementara anak ingin nonton film kartun.

2. Konflik dapat menyadarkan dan mendorong kita untuk melakukan


beberapa perubahan yang lebih positif. Jika suatu ketika karena kesibukan
terlambat menjemput anak atau sebaliknya, sebaiknya masing-masing
mulai belajar disiplin.

3. Konflik dapat menumbuhkan dorongan dalam diri kita untuk memecahkan


masalah yang selama ini tidak jelas disadari atau dibiarkan tidak muncul
dipermukaan. Jika salah satu tidak senang mendengarkan musik keras-
keras pada malam hari atau begadang sampai larut malam.

4. Konflik menjadikan kehidupan lebih menarik. Perbedaan pendapat tentang


suatu pokok permasalahan akan menimbulkan perdebatan yang memaksa
kita lebih mendalami serta memahami pokok persoalan dan menjadikan
hubungan tidak membosankan.

5. Konflik atau perbedaan pendapat dapat membimbing kea rah tercapainya


keputusan bersama yang lebih matang dan bermutu.

6. Konflik dapat menghilangkan beberapa ketegangan kecil yang sering


dialami antara orang tua dengan anak remaja.

7. Konflik dapat menjadikan kita sadar tentang siapa atau macam apa diri
kita yang sebenarnya.
19

8. Konflik dapat menjadi sumber hiburan, kita sengaja mencari sejenis


konflik dalam berbagai bentuk permainan (game) dan perlombaan.

9. Konflik dapat memperkaya hubungan. Hubungan yang tetap bertahan


kendati diwarnai konflik justru dapat membuat kedua belah pihak sadar
bahwa hubungan mereka kiranya sangat berharga.

Keuntungan konflik

1. adanya konflik membuat kita sadar bahwa akan ada masalah yang harus kita
selesaikan.
2. membuat kita menjadi lebih dewasa dan bertanggung jawap dalam mengatasi
konflik yang datang.
3. konflik dapat memotifasi kita untuk merubah menjadi yang lebih positif.

Memperkuat Ikatan In-groupdengan adanya konflik antara satu kelompok


dengan kelompok yang lainnya, justru akan mendapatkan hal yang positif dalam
kelompok tersebut.Dengan konflik atau perseteruan dengan kelompok lain justru
akan menyatukan orang-orang yang ada dalam kelompok tersebut yang dulunya
dalam kelompok tersebut mengalami perpecahan, namun dengan adanya konflik
dan menjaga identitas in-grup tersebut maka mereka akan bersatu, saya ambil
contoh agama, suku, dan negara.Identitas Struktur In-grupnyaDengan adanya
konflik dalam hal ini konflik dalam tubuh grup tersebut akan merubah struktur
organisasi grup tersebut dan berusaha untuk memperbaiki struktur grup tersebut
agar sesuai dengan hal-hal yang di inginkan, dan dalam hal ini grup juga akan
menyatakan identitas grupnya dalam hal pemecahan permasalahan yang ada
dalam grup tersebut.

Mengalami Perubahan dalam In-grupDengan adanya konfilk antara orang-


orang dalam grup tersebut maupun dengan orang yang di luar grup (out-grup)
tersebut, justru akan memberikan perubahan dalam grub itu baik itu sistem, cara
pandang grupnya maupun hal-hal yang lainnya untuk perkembangan dan
kemajuan grupnya (harapan). Saya ambil contoh konflik dalam suatu negara
biasanya konflik ini terjadi karena sebagian besar rakyatnya maupun golongan
20

orang-orang yang ada dalam negara tersebut tidak puas dengan situasi yang ada
dalam negara tersebut, sehingga membuat mereka melakukan gerakan-gerakan
yang berdampak terjadinya kerusuhan menuntuk perubahan dalam negara
tersebut. Terkadang hal ini bisa berhasil tapi tidak menuntut kemungkinan juga
bisa gagal, coba kalian tengok kembali sejarah.

Katup Penyelamat (Safety-valve) Maksudnya adalah terkadang konflik


yang terjadi akan menjadi penyelamat bagi organisasi, negara, suku, agama
maupun kelompok lainnya untuk berubah kearah yang diharapkan, dan jika hal
tersebut juga telah melenceng dari tujuan utama maka cara yang ditempuh untuk
memperbaikinya dengan cara konflik

Tujuan Dari Konflik

1. Mengembangkan suatu organisasi, terkadang suatu organisasi tidak akan


berjalan tanpa adanya konflik
2. Agar kedua belah pihak yang bertikai dapat berdamai dan tidak beranjut
pada terjadinya tindakan kekerasan. hal ini juga bertujuan untuk
menghindari konflik susulan antara kedua belah pihak. maka penyelesaian
konflik harus melalui pengadilan jika sudah menyangkut kekerasn atau
pelanggaran HAM
21

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Konflik merupakan masalah yang sering terjadi dan sulit dielakkan dalam
suatu organisasi, baik antar individu, individu dengan kelompok, maupun antar
kelompok. Bagaimanapun jenis konflik, baik yang mengganggu (disfungsional)
maupun yang bermanfaat (fungsional) harus dihilangkan, karena pada akhirnya
akan membawa kekacauan dan merintangi pencapaian tujuan organisasi.

Persoalannya sekarang bukan terletak pada konflik itu sendiri, tetapi


kepada cara kita untuk memahami konflik, menghindari sumber-sumber konflik;
mendeteksi konflik dan menyelesaikan konflik yang muncul sedini mungkin
dengan cara yang terbaik.

Konflik juga merupakan salah satu alat atau sarana utnuk menyatuhkan
masyarakat baik suku, agama, ras, dan budaya.

1. Menyingkap ilmu pengetahuan landasan yang digunakan adalah ontologi,


epistemologi dan aksiologi, atau dengan kata lain apa, bagaimana dan kemana
ilmu itu.
2. Hakekat obyek ilmu (ontologi) terdiri dari objek materi yang terdiri dari jenis-
jenis dan sifat-sifat ilmu pengetahuan dan objek forma yang terdiri dari sudut
pandang dari objek itu.
3. Epistemologi diawali dengan langkah-langkah : perumusan masalah,
penyusunan kerangka pikiran, perumusan hipotesis, dan penarikan
kesimpulan.
4. Nilai kegunaan ilmu tergantung dari manusia yang memanfaatkannya. Dalam
realitas manusia terdiri dari dua golongan ;pertama golongan yang
mengatakan bahwa ilmu itu bebas mutlak berdiri sendiri. Golongan kedua
berpendapat bahwa ilmu itu tidak bebas nilai. Adapun dalam Islam ilmu itu

21
22

tidak bebas nilai ia dilandasi oleh hokum normatif transendental. Nilai yang
menjadi dasar dalam penilaian baik buruknya segala sesuatu dapat dilihat dari
nilai etika (agama) dan estetika.
23

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Luber Yusuf Akhyar. 2016. Filsafat Ilmu (Klasik Hingga Kontemporer).


PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Upe Ambo. 2012. Tradisi Aliran Dalam Sosiologi Dari Filsafat Positivitik
ke Post Positivistik. PT.Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Wirawan. 2012. Teori-Teori Sosial Dalam Tiga Paradigma. PT. Kharisma


Putra Utama. Kencana. Jakarta.

Internet:

1. file:///C:/Users/ACER/Documents/MATERI%20KONFLIK.pdf
2. file:///C:/Users/ACER/Documents/MATERI%20KONFLIK.pdf
3. file:///C:/Users/ACER/Documents/EGDownloads/Bab%202(4).pdf
4. http://sosiologi2015.blogspot.com/2015/09/teori-konflik-lewis-coser.html
5. https://iinfouu.blogspot.com/2012/05/sosiologi-dikaji-melalui-aspek-
ontology_16.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai