Anda di halaman 1dari 22

Salam sejahtera

Yang saya hormati Ibu kepala sekolah,Bapak dan ibu guru sekalian,yang saya
sayangi teman-teman kelas VI dan adik - adik kelas semua. Pertama -tama marilah
kita ucapkan syukur kepada Tuhan atas Karunia-Nya sehingga kita dapat
berkumpul di tempat ini dengan sehat dan selalu diberikan berkatNya selalu. Pada
saat ini saya mewakili teman-teman kelas VI untuk menyampaikan pidato tentang
paskah.

Paskah bagi kita semua merupakan perayaan kemenangan atas hukuman dosa
karena penebusan Tuhan Yesus di kayu salib. Kita semua orang berdosa
seharusnya mendapat hukuman maut, tetapi karena kasih Tuhan terhadap kita
semua, maka Ia mengaruniakan anak-Nya yang tunggal untuk di salibkan. Oleh
karena itu kita tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan keselamatan yang
diberikan oleh Tuhan dan salah satunya dengan belajar dengan giat dan mendapat
prestasi di sekolah.

Demikian pidato yang dapat saya sampaikan.Apabila ada kata-kata yang salah,
saya mohon maaf. Tuhan Yesus memberkati.

Nama : My Chere Cordiaz Pastwyla

Kelas : VI
Cerita Timun Mas, Raksasa Jahat Menagih Janji

Dahulu kala di Jawa Tengah ada seorang Janda yang sudah tua. Mbok Rondo
namanya. Pekerjaannya hanya mencari kayu di hutan. Sudah lama sekali Mbok Rondo
ingin mempunyai seorang anak. Tapi dia hanya seorang janda miskin, lagi pula ia
sudah tua. Mana bisa ia mendapatkan anak.

Pada suatu hari, sehabis mengumpulkan kayu di hutan. Mbok Rondo duduk
beristirahat sambil mengeluh;

"Seandainya aku mempunyai seorang anak, beban hidupku agak ringan, sebab ada
yang membantuku bekerja."

Tiba-tiba bumi bergetar, seperti ada gempa bumi. Di depan Mbok Rondo muncul
raksasa bertubuh besar dan wajahnya menyeramkan. Mbok Rondo takut melihatnya.

"Hai, Mbok Rondo, kamu menginginkan anak, ya? Aku bisa mengabulkan keinginanmu,"
kata raksasa itu dengan suara keras."

"Benarkah?" tanya Mbok Rondo. Rasa takutnya mulai menghilang.

"Benar....Tapi, ada syaratnya. Kalau anakmu sudah berumur enam belas tahun, kau
harus menyerahkannya kepadaku. Dia akan kujadikan santapanku," jawab raksasa
itu.

Karena begitu inginnya dia punya anak, maka Mbok Rondo tidak berpikir panjang lagi.
Yang penting segera punya anak.
"Baiklah, aku tidak keberatan," jawab Mbok Rondo.

Kemudian, raksasa itu memberi biji mentimun kepada Mbok Rondo. Mbok Rondo
segera pulang dan menanam benih itu di halaman belakang.

Setiap hari Mbok Rondo menyirami biji timun itu.


Ajaib!!
Dua minggu kemudian, tanaman itu sudah berbuah. Buahnya lebat sekali.

Diantara sekian banyak buah mentimun yang tumbuh, ada satu satu buah yang
sangat besar. Warnanya kekuningan. Kalau tertimpa sinar matahari, buah itu
berkilau seperti emas. Mbok Rondo sangat tertarik pada buah mentimun yang paling
besar itu, ia memetiknya dan membawa pulang buah yang paling besar itu.
Sampai di rumahnya, Mbok Rondo mengambil pisau dan membelah buah itu. Lalu, ia
membukanya dengan hati-hati. Ajaib!
Ternyata ada seorang bayi perempuan yang cantik!

"Ah, ternyata raksasa itu tidak berbohong!" gumam Mbok Rondo.


"Sekarang aku punya anak perempuan. "Aduh senangnya hatiku."

Mbok Rondo sangat gembira. Ia menamakan bayi mungil itu Timun Emas dan
dipanggil "Timun Mas"

Hari, bulan, dan tahun pun berganti. Timun Mas tumbuh mejadi seorang gadis jelita.
Mbok Rondo sangat menyayangi Timun Emas.

Pagi itu sangat cerah. Mbok Rondo dan Timun Mas bersiap pergi ke hutan untuk
mencari kayu.
Tiba-tiba, Bum...Bum, bum ... Bumi bergetar. Lalu disusul suara tawa menggelegar.

"Hai, Mbok Rondo, keluarlah! Aku datang untuk menagih janji," kata raksasa itu.
Gemetar seluruh tubuh Mbok Rondo, cepat-cepat ia memeluk Timun Mas lalu
membisikinya agar gadis itu sembunyi di kolong tempat tidur. Lalu Mbok Rondo
keluar menemui raksasa itu.

"Aku tahu, kedatanganmu kemari untuk mengambil Timun Mas. Berilah aku waktu
dua tahun lagi. Kalau Timun Mas aku berikan sekarang, tentu kurang lezat untuk
disantap. Tubuhnya masih kecil."

"Benar juga, baiklah, dua tahun lagi aku akan datang. Kalau bohong, kamu akan
kutelan mentah-mentah," ancam raksasa itu.

Sambil tertawa, raksasa itu pergi meninggalkan rumah Mbok Rondo. Mbok Rondo
menghela nafas lega. Kemudian, ia masuk ke rumah menghampiri anaknya yang masih
bersembunyi di kolong tempat tidur.

"Anakku, Keluarlah. Raksasa itu sudah pergi," kata Mbok Rondo.


Dua tahun kemudian, Timun Mas sudah dewasa. Wajahnya semakin cantik. Kulitnya
kuning langsat. Tapi, Mbok Rondo cemas jika teringat akan janjinya kepada si
raksasa.

Pada suatu malam, ketika Mbok Rondo sedang tidur, ia mendengar suara gaib dalam
mimpinya.

"Hai, Mbok Rondo, kalau kau ingin anakmu selamat, mintalah bantuan kepada seorang
pertapa di bukit Gandul."

Esok harinya, Mbok Rondo pergi ke Bukit Gandul. Di sana, ia bertemu dengan
seorang pertapa. Pertapa itu memberikan empat bungkusan kecil yang isinya biji
timun, jarum, garam, dan terasi.

Mbok Rondo menerimanya dengan rasa heran. Sang pertapa menerangkan khasiat
benda-benda itu.

Sesampainya di rumah, ia menceritakan perihal pemberian pertapa itu kepada Timun


Mas.

"Anakku, mulai saat ini kamu tidak perlu cemas. Kamu tidak perlu takut kepada
raksasa itu, sebab kamu sudah memiliki penangkalnya. Berdoalah selalu supaya
Tuhan menyelamatkanmu," kata Mbok Rondo.

"Terima kasih Mbok...!"

Demikianlah haripun berganti hari. Hingga pada suatu ketika Mbok Rondo sedang
menjahit baju untuk Timun Mas, tiba-tiba bumi berguncang pertanda raksasa
datang.

"Hem, raksasa itu datang lagi rupanya." gumam Mbok Rondo.

Benar saja, tak lama kemudian raksasa itu sudah berada di ambang pintu.

"Ho... ho... ho... Mana Timun Mas! Ayo, cepat serahkan dia padaku. Aku sudah sangat
lapar!" kata raksasa dengan suara menggelegar.

Mbok Rondo keluar dengan tubuh gemetar.


"Baiklah. Akan kubawa dia keluar," kata Mbok Rondo.

Ia segera masuk ke rumah. Diambilnya bungkusan pemberian sang pertapa, kemudian


diberikan kepada Timun Mas.

"Anakku, bawalah bekal ini. Pergilah lewat pintu belakang sebelum raksasa itu
menangkapmu."

"Baiklah, Mbok," Timun Mas segera berlari lewat pintu belakang.

"Ingat anakku, jangan sampai lupa pesan pertapa. Kau masih ingat bukan?"

"Ingat Mbok!"

"Baik, sekarang cepat larilah!"

Tidak berapa lama kemudian, raksasa sudah memanggil Mbok Rondo.

"Mbok Rondo, mana Timun Mas?!" suara raksasa itu terdengar tidak sabar.

"Maafkan aku, Raksasa..!"

Apa? Ada apa?"

"Timun Mas ternyat sudah pergi."

"Apa kau bilang?" geram raksasa itu.

"Maafkan aku....!"

"Kurang ajar, mengapa kau tidak bilang sejak tadi?"

Dengan marah raksasa itu segera mengedarkan pandangan ke sekeliling. Lamat-


lamat dari kejauhan ia melihat seorang gadis sedang berlari cepat di padang rumput.

"Hehehe...mau lari kemana kau gadis kecil?"

Dengan modal tubuhnya yang besar dan kesaktiannya, raksasa itu segera
melangkahkan kakinya. Ia tidak perlu berlari kencang. Namun langkah-langkahnya
yang lebar bagaikan gerak kaki kuda yang berlari cepat. Timun Mas yang berada di
kejauhan dalam tempo singkat sudah hampir disusulnya.

"Walau lari ke ujung dunia, aku pasti dapat mengejarmu!" teriak si raksasa.

Karena terus menerus berlari, Timun Mas mulai kelelahan. Dalam keadaan terdesak,
Timun Mas teringat akan bungkusan pemberian sang pertapa.

Ia mengambil segenggam biji timun dalam bungkusan. Cepat ia taburkan biji


mentimun di sekitarnya. Sungguh ajaib. Mentimun itu langsung tumbuh dengan lebat.
Buahnya besar-besar. Raksasa itu berhenti ketika melihat buah mentimun
terhampar di hadapannya.

"Ha... ha... ha... buah mentimun ini akan dapat menambah tenagaku," kata raksasa.

Sejenak ia menatap Timun Mas yang terus berlari kencang menjauhinya.

Hehehe... tidak mengapa bocah manis, larilah sekuat tenagamu. Toh nanti aku akan
dapat menyusulmu."

Lalu ia mencabuti timun-timun itu sekalian dengan daunnya yang masih muda.

Dengan rakus ia segera melahap buah yang ada, sampai tak satu pun tersisa.

Setelah kenyang, raksasa itu sejenak beristirahat. Ia tidak begitu kuatir melihat
Timun Mas berlari cepat. Secepat-cepatnya gadis itu berlari, toh, ia akan dengan
mudah bisa menyusulnya.

Hehehe....! Sekarang tenagaku bertambah kuat ! Aku pasti dapat menangkap gadis
kecil itu!"

Benar saja, setelah cukup beristirahat, ia kembali mengejar Timun Mas. Hanya
dalam beberapa gerakan kaki saja, ia sudah dapat menyusul Timun Mas.

Timun Mas ketakutan, lalu ia mengambil jarum dari kayu bambu yang dipotong kecil-
kecil.
Di saat yang kritis. Timun Mas menaburkan jarum ke tanah. Sungguh ajaib! Jarum-
jarum itu berubah menjadi hutan bambu yang lebat.

Raksasa itu berusaha menembusnya. Namun tubuh dan kakinya terasa sakit karena
tergores dan tertusuk bambu yang patah.

Ia pantang menyerah. Dan berhasil melewati hutan bambu itu. Ia terus mengejar
Timun Mas.

"Hai, Timun Mas, jangan harap kamu bisa lolos!" seru si raksasa sambil membungkuk
untuk menangkap Timun Mas.

Dengan sigap. Timun Mas melompat ke samping dan berkelit menghindar. "Oh,
hampir saja aku tertangkap," Timun Emas terengah-engah.
Keringat mulai membasahi tubuhnya. Ia ingat pada bungkusan pemberian pertapa
yang tinggal dua itu. Isinya garam dan terasi.

Ia segera membuka tali pengikat bungkusan garam. Garam itu ditaburkan ke arah si
raksasa. Seketika butiran garam itu berubah menjadi lautan.

Raksasa itu sangat terkejut, karena tiba-tiba tubuhnya tercebur ke dalam laut.
Tapi, berkat kesaktiannya, ia berhasil berenang ke tepi. Ia kembali mengejar Timun
Mas.

Merasa dipermainkan, kemarahan raksasa itu semakin memuncak. "Bocah kurang


ajar! Kalau tertangkap, akan kutelan kau bulat-bulat!"

Timun Mas semakin khawatir karena raksasa itu berhasil melewati lautan yang
sangat luas itu. Akan tetapi, ia tidak putus asa. Ia terus berlari meskipun sudah
kelelahan. Raksasa itu terus mengejar.

Timun Mas melemparkan isi bungkusan yang terakhir. Terasi itu langsung
dilemparkan ke arah si raksasa. Tiba-tiba saja terbentuklah lautan lumpur yang
mendidih.

Raksasa itu terkejut sekali. Dalam sekejab, Tubuhnya ditelan lautan lumpur. Dengan
segala upaya, ia berusaha menyelamatkan diri. Ia meronta-ronta. Tapi, usahanya sia-
sia. Tubuhnya pelan-pelan tenggelam ke dasar.
Timun Mas, tolonglah aku!" Aku berjanji tidak akan memakanmu," raksasa itu
meminta belas kasihan.

Tapi lumpur panas itu menelan tubuh si raksasa. Matilah si raksasa di dasar danau.
Kini Timun Mas bisa bernafas legas karena selamat dari bahaya maut.

Ia segera berjalan ke arah rumahnya. Di kejauhan nampak Mbok Rondo berlari ke


arah Timun Mas, kiranya wanita itu mengkhawatirkan keselamatn anaknya.

"Syukurlah anakku, ternyata Tuhan masih melindungimu." kata Mbok Rondo setelah
keduanya saling mendekat.

Mereka berpelukan dengan rasa haru dan bahagia.

Anda mungkin juga menyukai