PENDAHULUAN
di sebagian besar wilayah tropis dan subtropis, terutama Asia Tenggara, Amerika
tengah, Amerika dan Karibia. Host alami DBD adalah manusia, agent-nya adalah
virus dengue. Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan
oleh virus Dengue yang ditularkan dari orang ke orang melalui vektor nyamuk Aedes
kecuali di tempat yang memiliki ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan
laut. Penyakit DBD banyak dijumpai terutama di daerah tropis dan sering
munculnya DBD antara lain rendahnya status kekebalan kelompok masyarakat dan
Jumlah kasus DBD tidak pernah menurun di beberapa daerah tropis dan
subtropis bahkan cenderung terus meningkat. Indonesia, India, dan Myanmar adalah
tiga negara dengan case fatality rate (CFR) yang lebih tinggi dibandingkan dengan
negara Asia Tenggara lainnya. Di Indonesia, setiap tahunnya selalu terjadi KLB di
beberapa provinsi, yang terbesar terjadi tahun 1998 dan 2004 dengan jumlah
penderita 79.480 orang dengan kematian sebanyak 800 orang lebih. Pada tahun-tahun
1
berikutnya jumlah kasus terus naik tapi jumlah kematian turun secara bermakna
dibandingkan tahun 2004. Misalnya jumlah kasus tahun 2008 sebanyak 137.469
orang dengan kematian 1.187 orang atau case fatality rate (CFR) 0,86% serta kasus
tahun 2009 sebanyak 154.855 orang dengan kematian 1.384 orang atau CFR 0,89%.
Pada tahun 2014, sampai pertengahan bulan Desember tercatat penderita DBD di 34
provinsi di Indonesia sebanyak 71.668 orang, dan 641 diantaranya meninggal dunia.
Angka tersebut lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya, yakni tahun 2013
dengan jumlah penderita sebanyak 112.511 orang dan jumlah kasus meninggal
kesakitan karena berbagai faktor yang saling berinteraksi, diantaranya agent (virus
dengue), host yang rentan serta lingkungan yang memungkinan tumbuh dan
berkembang biaknya nyamuk Aedes spp. Selain itu, juga dipengaruhi faktor
jarak antar rumah, pendidikan, pekerjaan, sikap hidup, golongan umur, suku bangsa,
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. ETIOLOGI
dan sekarang dikenal sebagai genus flavivirus, famili Flaviviridae, yang mempunyai
4 jenis serotipe yaitu den-1, den-2, den-3, dan den-4. Infeksi dengan salah satu
bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe yang lain. Seseorang
yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi dengan 3 atau bahkan 4
serotipe selama hidupnya. Keempat jenis serotipe virus dengue dapat ditemukan di
sejak tahun 1975 di beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe
ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe den-3 merupakan serotipe yang
2. FAKTOR RISIKO
perkotaan yang cepat, mobilisasi penduduk karena membaiknya sarana dan prasarana
lain pihak, DBD juga bisa menyerang penduduk yang lebih makmur terutama yang
biasa bepergian. Dari penelitian di Pekanbaru Provinsi Riau, diketahui faktor yang
jarak antar rumah, keberadaan tempat, penampungan air, keberadaan tanaman hias
dan pekarangan serta mobilisasi penduduk, sedangkan tata letak rumah dan
keberadaan jentik tidak menjadi faktor risiko. Faktor risiko yang menyebabkan
munculnya antibodi IgM anti dengue yang merupakan reaksi infesksi primer,
berdasarkan hasil penelitian di wilayah Amazon Brasil adalah jenis kelamin laki-laki,
kemiskinan, dan migrasi. Sedangkan faktor risiko terjadinya infeksi sekunder yang
menyebabkan DBD adalah jenis kelamin laki-laki, riwayat pernah terkena DBD pada
Walaupun DD dan DBD disebabkan oleh virus yang sama, tapi mekanisme
adalah adanya renjatan yang khas pada DBD yang disebabkan kebocoran plasma
yang diduga karena proses immunologi, pada demam dengue hal ini tidak terjadi.
Manifestasi klinis DD timbul akibat reaksi tubuh terhadap masuknya virus yang
berkembang di dalam peredaran darah dan ditangkap oleh makrofag. Selama 2 hari
akan terjadi viremia (sebelum timbul gejala) dan berakhir setelah lima hari timbul
gejala panas. Makrofag akan menjadi antigen presenting cell (APC) dan mengaktifasi
sel T-helper dan menarik makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak virus. T-
4
helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis makrofag yang sudah
memfagosit virus juga mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi. Ada 3 jenis
tekanan darah. Pada kasus berat, volume plasma menurun lebih dari 20%, hal ini
hipoproteinemi. Setelah masuk dalam tubuh manusia, virus dengue berkembang biak
berlangsung 5-7 hari. Akibat infeksi ini, muncul respon imun baik humoral maupun
selular, antara lain anti netralisasi, anti-hemaglutinin dan anti komplemen. Antibodi
yang muncul pada umumnya adalah IgG dan IgM, pada infeksi dengue primer
antibodi mulai terbentuk, dan pada infeksi sekunder kadar antibodi yang telah ada
jadi meningkat. Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah
sekitar demam hari ke-5, meningkat pada minggu pertama sampai dengan ketiga, dan
menghilang setelah 60-90 hari. Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetik kadar
antibodi IgM, oleh karena itu kinetik antibodi IgG harus dibedakan antara infeksi
primer dan sekunder. Pada infeksi primer antibodi IgG meningkat sekitar demam hari
ke-14 sedang pada infeksi sekunder antibodi IgG meningkat pada hari kedua. Oleh
5
karena itu diagnosa dini infeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan mendeteksi
antibodi IgM setelah hari sakit kelima, diagnosis infeksi sekunder dapat ditegakkan
lebih dini dengan adanya peningkatan antibodi IgG dan IgM yang cepat. Patofisiologi
DBD dan DSS sampai sekarang belum jelas, oleh karena itu muncul banyak teori
Pada infeksi pertama terjadi antibodi yang memiliki aktivitas netralisasi yang
mengenali protein E dan monoklonal antibodi terhadap NS1, Pre M dan NS3 dari
virus penyebab infeksi akibatnya terjadi lisis sel yang telah terinfeksi virus tersebut
kekebalan seumur hidup terhadap serotipe virus yang sama, tetapi apabila terjadi
antibodi nonnetralisasi yang memiliki sifat memacu replikasi virus, keadaan penderita
akan menjadi parah apabila epitop virus yang masuk tidak sesuai dengan antibodi
yang tersedia di hospest. Pada infeksi kedua yang dipicu oleh virus dengue dengan
serotipe yang berbeda, virus dengue berperan sebagai super antigen setelah difagosit
oleh monosit atau makrofag. Makrofag ini menampilkan antigen presenting cell
(APC) yang membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari mayor
Nyamuk Aedes spp yang sudah terinfeksi virus dengue, akan tetap infektif
sepanjang hidupnya dan terus menularkan kepada individu yang rentan pada saat
menggigit dan menghisap darah. Setelah masuk ke dalam tubuh manusia, virus
dengue akan menuju organ sasaran yaitu sel Kuffer hepar, endotel pembuluh darah,
6
sel monosit dan makrofag mempunyai peran pada infeksi ini, dimulai dengan
menempel dan masuknya genom virus ke dalam sel dengan bantuan organel sel dan
struktur dirakit, virus dilepaskan dari dalam sel. Infeksi ini menimbulkan reaksi
immunitas protektif terhadap serotipe virus tersebut tetapi tidak ada cross protective
terhadap serotipe virus lainnya. Secara invitro, antobodi terhadap virus dengue
dari antobodi netralisasi atau neutralizing antibody yang memiliki serotipe spesifik
yang dapat mencegah infeksi virus, dan antibody non netralising serotype yang
mempunyai peran reaktif silang dan dapat meningkatkan infeksi yang berperan dalam
Terdapat dua teori atau hipotesis immunopatogenesis DBD dan DSS yang
antibody dependent enhancement (ADE). Dalam teori atau hipotesis infeksi sekunder
disebutkan, bila seseorang mendapatkan infeksi sekunder oleh satu serotipe virus
dengue, akan terjadi proses kekebalan terhadap infeksi serotipe virus dengue tersebut
untuk jangka waktu yang lama. Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi
sekunder oleh serotipe virus dengue lainnya, maka akan terjadi infeksi yang berat. Ini
terjadi karena antibody heterologus yang terbentuk pada infeksi primer, akan
membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue serotipe baru yang berbeda yang
tidak dapat dinetralisasi bahkan cenderung membentuk kompleks yang infeksius dan
7
IL-6, tumor necrosis factor-alpha (TNF-A) dan platelet activating factor (PAF);
akibatnya akan terjadi peningkatan (enhancement) infeksi virus dengue. TNF alpha
mekanismenya sampai saat ini belum diketahui dengan jelas. Pendapat lain
farmakologisnya cepat dan pendek dan bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga
usia 2 tahun yang lahir dari ibu yang terinfeksi virus dengue dan terjadi infeksi dari
ibu ke anak, dalam tubuh anak tersebut terjadi non neutralizing antibodies akaibat
adanya infeksi yang persisten. Akibatnya, bila terjadi infeksi virus dengue pada anak
tersebut, maka akan langsung terjadi proses enhancing yang akan memacu makrofag
mudah terinfeksi dan teraktifasi dan mengeluarkan IL-1, IL-6 dan TNF alpha juga
PAF.1,
Pada teori ADE disebutkan, jika terdapat antibodi spesifik terhadap jenis virus
tertentu, maka dapat mencegah penyakit yang diakibatkan oleh virus tersebut, tetapi
dalam serum penderita DD, DBD dan DSS, didominasi oleh IgM, IgG1 dan IgG3.
Selain kedua teori tersebut, masih ada teori-teori lain tentang pathogenesis DBD, di
antaranya adalah teori virulensi virus yang mendasarkan pada perbedaan serotipe
virus dengue yaitu den-1, den-2, den-3, dan den-4 yang kesemuanya dapat ditemukan
pada kasus-kasus fatal tetapi berbeda antara daerah satu dengan lainnya. Selanjutnya
8
ada teori antigen-antibodi yang berdasarkan pada penderita atau kejadian DBD terjadi
penurunan aktivitas sistem komplemen yang ditandai penurunan kadar C3, C4 dan
C5. Disamping itu, pada 48-72% penderita DBD, terbentuk kompleks imun antara
IgG dengan virus dengue yang dapat menempel pada trombosit, sel B dan sel organ
tubuh lainnya dan akan mempengaruhi aktivitas komponen sistem imun yang lain.
Selain itu ada teori moderator yang menyatakan bahwa makrofag yang terinfeksi
virus dengue akan melepas berbagai mediator seperti interferon, IL-1, IL-6, IL-12,
TNF dan lain-lain, yang bersama endotoksin bertanggungjawab pada terjadinya syok
septik, demam dan peningkatan permeabilitas kapiler. Pada infeksi virus dengue,
viremia terjadi sangat cepat, hanya dalam beberapa hari dapat terjadi infeksi di
beberapa tempat tapi derajat kerusakan jaringan (tissue destruction) yang ditimbulkan
tidak cukup untuk menyebabkan kematian karena infeksi virus, kematian yang terjadi
4. MANIFESTASI KLINIS
kepala, nyeri berbagai bagian tubuh, anoreksia, rasa menggigil, dan malaise.
Dijumpai trias sindrom, yaitu demam tinggi, nyeri pada anggota badan, dan
timbulnya ruam (rash). Ruam timbul pada 6-12 jam sebelum suhu naik pertama kali,
yaitu pada hari sakit ke 3-5 dan berlangsung selama 3-4 hari. Ruam bersifat
makulopapular yang menghilang pada tekanan. Ruam terdapat di dada, tubuh, serta
abdomen, menyebar ke anggota gerak, dan wajah. Pada beberapa penderita dapat
dilihat bentuk kurva suhu yang menyerupai pelana kuda atau bifasik, tetapi pada
9
penelitian selanjutnya bentuk kurva ini tidak didapatkan pada semua pasien sehingga
tidak dapat dianggap sebagai suatu patognomonik. Tiga fase presentasi klinis
diklasifikasikan sebagai demam, kritis, dan masa penyembuhan. Fase kritis, yang
berlangsung 24-48 jam, dengan kebocoran plasma cepat yang mengarah ke gangguan
peredaran darah.1,4
a. Fase demam2,4
Anamnesis:
Demam tinggi, 2-7 hari, dapat mencapai 40°C, serta terjadi kejang demam. Dijumpai
facial flush, muntah, nyeri kepala, nyeri otot dan sendi, nyeri tenggorok dengan faring
Pemeriksaan fisik:
- Manifestasi perdarahan
Mudah lebam dan berdarah pada daerah tusukan untuk jalur vena.
Hematuria (jarang)
Menorrhagia
10
- Hepatomegali teraba 2-4 cm di bawah arcus costae kanan dan kelainan fungsi hati
Berbeda dengan DD, pada DBD terdapat hemostasis yang tidak normal,
plasma yang mengakibatkan ekstravasasi cairan ke dalam rongga pleura dan rongga
b. Fase kritis2
Fase kritis terjadi pada saat perembesan plasma yang berawal pada masa transisi dari
saat demam ke bebas demam (disebut fase time of fever defervescence) ditandai
dengan:
- Tanda perembesan plasma seperti efusi pleura dan asites, edema pada
dinding kandung empedu. Foto dada (dengan posisi right lateral decubitus =
- Terjadi penurunan kadar albumin >0.5g/dL dari nilai dasar / <3.5 g% yang
sianosis, nafas cepat, nadi teraba lembut sampai tidak teraba. Hipotensi,
dingin, capillary refill time memanjang (>3 detik). Diuresis menurun (<
elektrolit, kegagalan multipel organ, dan perdarahan hebat apabila syok tidak
dapat ditemukan sinus bradikardia/ aritmia dan karakteristik confluent petechial rash
laboratorium.2
a. Kriteria klinis
- Pembesaran hati.
- Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi (≤20
mmHg), hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan pasien tampak
gelisah.
12
b. Kriteria laboratorium
- Trombositopenia (≤100.000/mikroliter).
o Hipoalbuminemia
syok sepsis.
13
Tabel 1. Derajat DBD berdasarkan klasifikasi WHO 2011
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan laboratorium2,4
dan trombosit. Antigen NS1 dapat dideteksi pada hari ke-1 setelah demam dan akan
menurun sehingga tidak terdeteksi setelah hari sakit ke-5-6. Deteksi antigen virus
ini dapat digunakan untuk diagnosis awal menentukan adanya infeksi dengue,
- Antibodi IgM anti dengue dapat dideteksi pada hari sakit ke-5 sakit, mencapai
puncaknya pada hari sakit ke 10-14, dan akan menurun/ menghilang pada akhir
14
- Antibodi IgG anti dengue pada infeksi primer dapat terdeteksi pada hari sakit ke-14.
dan menghilang setelah 6 bulan sampai 4 tahun. Sedangkan pada infeksi sekunder
- Rasio IgM/IgG digunakan untuk membedakan infeksi primer dari infeksi sekunder.
Apabila rasio IgM:IgG >1,2 menunjukkan infeksi primer namun apabila IgM:IgG
b. Pemeriksaan radiologis2
Pemeriksaan foto dada dalam posisi right lateral decubitus dilakukan atas
indikasi:
- Dalam keadaan klinis ragu-ragu, namun perlu diingat bahwa terdapat kelainan
- Pemantauan klinis, sebagai pedoman pemberian cairan, dan untuk menilai edema
- Kelainan radiologi yang dapat terjadi: dilatasi pembuluh darah paru terutama daerah
hilus kanan, hemitoraks kanan lebih radioopak dibandingkan yang kiri, kubah
6. DIAGNOSIS BANDING
Selama fase akut penyakit, sulit untuk membedakan DBD dari demam dengue
dan penyakit virus lain yang ditemukan di daerah tropis. Maka untuk membedakan
15
dengan campak, rubela, demam chikungunya, leptospirosis, malaria, demam tifoid,
perlu ditanyakan gejala penyerta lainnya yang terjadi bersama demam. Pemeriksaan
purpura idiopatik (ITP), leukemia, atau anemia aplastik, dapat dibedakan dari
tulang apabila diperlukan. Penyakit infeksi lain seperti sepsis, atau meningitis, perlu
7. TATALAKSANA2,4
Tanda kegawatan dapat terjadi pada setiap fase pada perjalanan penyakit
- Keadaan umum, nafsu makan, muntah, perdarahan, dan tanda dan gejala lain
16
- Perfusi perifer sesering mungkin karena sebagai indikator awal tanda syok,
- Tanda vital: suhu, nadi, pernapasan, tekanan darah, diperiksa minimal setiap
2-4 jam pada pasien non syok & 1-2 jam pada pasien syok.
- Pemeriksaan hematokrit serial setiap 4-6 jam pada kasus stabil dan lebih
- Diuresis setiap 8-12 jam pada kasus tidak berat dan setiap jam pada pasien
- Jumlah urin harus 1 ml/kg berat badan/jam ( berdasarkan berat badan ideal).
- Pasien tidak dapat asupan yang adekuat untuk cairan per oral ataumuntah
- Cairan koloid digunakan pada pasien dengan perembesan plasma hebat, dan
tidak ada respon pada minimal volume cairan kristaloid yang diberikan.
- Pada pasien dengan obesitas, digunakan berat badan ideal sebagai acuan
17
Kecepatan cairan intravena harus disesuaikan dengan keadaan klinis.
dianjurkan.
- Pemeriksaan laboratorium baik pada kasus syok maupun non syok saat tidak
(dekstrostik)
berikut:
- Perbaikan klinis, tidak ada demam, tidak ada distres pernafasan, dan nadi
teratur
- Diuresis baik
- Tidak ada kegawatan napas karena efusi pleura, tidak ada asites
umumnya jumlah trombosit akan meningkat ke nilai normal dalam 3-5 hari.
18
19
20
21
22
Tabel 2. Cairan yang dibutuhkan berdasarkan berat badan
8. PENCEGAHAN
dengan menjaga kebersihan lingkungan di dalam rumah maupun di luar rumah, antara
lain melalui peningkatan Gerakan Jumat Bersih untuk membrantas sarang dan jentik-
jentik nyamuk. Saat ini, pencegahan DBD yang paling efektif dan efisien adalah
air seperti bak mandi, ember air, tempat penampungan air minum, penampung air
penampungan air seperti drum, kendi, toren air, dan sebagainya; dan 3)
Memanfaatkan kembali atau mendaur ulang barang bekas yang memiliki potensi
23
untuk jadi tempat perkembangbiakan nyamuk penular DBD. Adapun yang dimaksud
Menggunakan obat nyamuk atau anti nyamuk; 3) Menggunakan kelambu saat tidur;
menggantung pakaian di dalam rumah yang bisa menjadi tempat istirahat nyamuk,
dan lain-lain. PSN perlu ditingkatkan terutama pada musim penghujan dan
24
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, seorang anak perempuan berumur 16 tahun datang ke RSDI
Idaman Banjarbaru dengan keluhan utama berupa demam mendadak yang muncul 3
hari sebelum masuk rumah sakit. Dari anamnesis juga ditemukan bahwa pasien
mengeluhkan nyeri kepala, nyeri seluruh badan, nyeri tenggorokan. Keluhan serupa
seperti :
1. Demam.
selama 2-7 hari. Pada pasien ini didapatkan bahwa demam yang terjadi merupakan
demam di hari ke-4, sesuai dengan kriteria diagnosis demam berdarah dengue.
demam yang mendadak tinggi dan naik turun dengan obat penurun demam. Saat
masuk rumah sakit, demam masih tinggi walaupun sudah dinerikan obat penurun
panas.
Mual dan muntah yang terjadi disini dicurigai akibat gangguan keseimbangan
karena turunnya jumlah trombosit di dalam tubuh yang dicurigai ikut berperan serta
25
Pasien pada kasus ini mengalami riwayat mual dan muntah 2x 5 hari sebelum
masuk rumah sakit. Pada saat dirawat di rumah sakit keluhan mual dan muntah
menghilang.
Batuk dan sesak nafas yang terjadi pada pasien demam berdarah dengue
yaitu efusi pleura. Pada pasien ini dicurigai terjadinya efusi pleura namun tidak
Penurunan nafsu makan dan lesu pada anak merupakan gejala penyerta yang
Menurut teori, pada hasil anamnesa telah ditemukan beberapa gejala klinis DBD.
Terdapat perdarahan spontan pada pasien yakni petekie. Pada DBD, terdapat
perdarahan kulit, uji torniket positif, memar, dan perdarahan pada tempat
pengambilan darah vena. Petekia halus yang tersebar di anggota gerah, wajah, dan
aksila merupakan tanda yang sering ditemukan pada masa dini demam. Pada pasien
ini tidak terdapat perburukan kondisi yang dapat mengarah ke DBD dengan syok.
Pasien tidak tampak lesu, gelisah, kulit lembab dan akral dingin disertai tekanan
darah yang menurun. Dari hasil laboratorium didapatkan penurunan trombosit sebesar
kerja pasien ini adalah DBD derajat II dimana ditemukan dua kriteria klinis DBD
berupa demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas dan berlangsung terus
26
menerus selama 2-7 hari, manifestasi perdarahan berupa uji bendung positif dan
DBD derajat II yaitu berupa terapi cairan, antipiretik, dan harus dimonitor ketat tanda
vital serta produksi urin. Pemberian cairan isotonik berupa larutan Ringer laktat
manintenance. Indikasi pemberian cairan intravena adalah pasien yang tidak dapat
Dilakukan pemantauan tanda vital setiap 6 jam dan pemeriksaan darah rutin
ulang setiap 6-12 jam untuk mengetahui apakah terdapat hemokonsentrasi yang dapat
mengarah ke syok. Palpasi hati setiap hari serta memastikan jumlah urin harus
berikut:
- Perbaikan klinis, tidak ada demam, tidak ada distres pernafasan, dan nadi
teratur
- Diuresis baik
- Tidak ada kegawatan napas karena efusi pleura, tidak ada asites
umumnya jumlah trombosit akan meningkat ke nilai normal dalam 3-5 hari.
27
28
BAB V
PENUTUP
ditangani di IGD RSUD Datu Sanggul Tapin. Pasien datang dengan keluhan demam
mendadak sejak 3 hari yang lalu. Anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium
mengarah pada diagnosis DBD derajat II. Penatalaksanaan awal pasien adalah terapi
cairan, antipiretik dan tirah baring yang sesuai untuk DBD derajat II.
29
DAFTAR PUSTAKA
4. Tim Unit Kerja Koordinasi Infeksi dan Pediatri Tropis Ikatan Dokter Anak
Indonesia. 2010. Buku ajar infeksi dan pediatri tropis. Jakarta: IDAI.
5. Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HR, Behrman RE. 2013. Nelson Ilmu
Kesehatan Anak Edisi 6. Jakarta: EGC.
30