Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejarah telah menyatakan bahwa ilmu-ilmu pengetahuan telah
dilahirkan oleh tokoh-tokoh Muslim. Tetapi seperti yang kita ketahui
sekarang ini bahwa sumber ilmu pengetahuan berasal dari Barat. Dari
sisnilah, pentingnya untuk mempelajari sejarah. Karena dengan mempelajari
sejarah inilah, kita akan mengetahui bagaimana kronologi kejadian masa lalu
dapat terjadi.
Peradaban Islam dibagi dalam beberapa babakan mulai dari zaman
Rasullah SAW sampai sekarang ini. Babakan tersebut mempunyai ciri dan
khas tersendiri, mereka telah mencatat sejatrah yang berbeda.
Era Abbasiah dikenal sebagai masa keemasan Islam, namun budaya
masa itu memulai sejak era Umayyah. Mekah, Madinah, Kufah, dan Basrah
sentris dialog dan pembelajaran tentang al-Qur’an, hadist, bahasa dan sastra
Arab, qawaid dan ilmu keagamaan yang memulai pada era Umayyah yang
pengaruh positifnya tampak pada era berikutnya di ibu kota Abbasiah,
Baghdad. Namun, para amir, wazir, dan tentara bataran dari Turki
menjadikan kemudian hari para khalifah Abbasiyah menjadi boneka mereka,
yang akhirnya menjadi penyebab kemunduran dan kehancuran Abbasiah.1
Dalam hal ini dapat dijelaskan bahwa pada masa bani Abbasiyah
telah terjadi perkembangan ilmu pengetahuan yang luas, dimana banyak
buku-buku dari bahasa asing yang kemudian diterjemahkan kedalam bahasa
Arab dan dipelajari. Dinasti ini merupakan dinasti yang paling berhasil dalam
mengembangkan peradaban Islam.

1
M. Abdul karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta: Pustaka Book
Publisher. 2007)hal. 365.

1
A. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah lahirnya Dinasti Abbasiyah?
2. Kemajuan Dinasti Bani Abbasiyah??

B. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui Sejarah lahirnya Dinasti Abbasiyah
2. Untuk mengetahui Kemajuan Kemajuan Dinasti Bani Abbasiyah

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Dinasti Abbasiyah

Nama Dinasti Abbasiyah (sebut Abbasiah) diambilkan dari nama


salah seorang paman nabi Muhammad SAW yang bernama al-Abbas ibn
Abd al-Muttalib ibn Hasyim. Orang Abbasiyah merasa lebih berhak dari
pada Bani Umayyah atas kekhalifaan Islam, sebab mereka adalah cabang
Bani Hasyim yang secara nasab keturunan lebih dekat dengan Nabi.
Menurut mereka, orang Umayyah secara paksa menguasai khilafah melalui
tragedi perang siffin. Oleh karena itu, untuk mendirikan dinasti Abbasiah
mereka mengadakan gerakan yang luar biasa melakukan pemberontakan
terhadap Dinasti Umayyah.2
Kekuasaan dinasti Bani Abbasiah atau Khilafah Abbasiyah,
sebagaimana disebutkan, melanjutkan kekuasaan dinasti Bani Umayyah.
Dinamakan khilafah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini
adalah keturunan Al-Abbas paman Nabi Muhammad SAW. Dinasti
Abbasiyah didirikan oleh Abdullah Al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn
Abdullah ibn Al-Abass. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu
yang panjang, dari tahun 132 H (750 M) s.d 656 H (1258 M).3

Pada abad ketujuh terjadi pemberontakan diseluruh negeri.


Pemberontakan yang paling dahsyat dan merupakan puncak dari segala
pemberontakan yakni perang antara pasukan Abbul Abbas melawan
pasukan Marwan ibn Muhammad (Dinasti Bani Umayyah). Yang akhirnya
dimenangkan oleh pasukan Abbul Abbas. Dengan jatuhnya negeri Syiria,
berakhirlah riwayat Dinasti Bani Umayyah dan bersama dengan itu
bangkitlah kekuasaan Abbasiyah.

2
Ahmad Syafii Maarif & M. Amin Abdullah, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam,
(Yogyakarta: Pustaka Book Publisher. 2007)hal. 143.
3
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah islamiyah II, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2010)hal. 49.

3
Dari sini dapat diketahui bahwa bangkitnya Daulah Abbasiyah
bukan saja pergantian Dinasti akan tetapi lebih dari itu adalah penggantian
struktur sosial dan ideologi.4 Sehingga dapat dikatakan kebangkitan Daulah
Bani Abbasiyah merupakan suatu revolusi. Menurut Crane Brinton dalam
Mudzhar, ada 4 ciri yang menjadi identitas revolusi yaitu :

1. Bahwa pada masa sebelum revolusi ideologi yang berkuasa mendapat


kritik keras dari masyarakat disebabkan kekecewaan penderitaan
masyarakat yang di sebabkan ketimpangan-ketimpangan dari ideologi
yang berkuasa itu.

2. Mekanisme pemerintahannya tidak efesien karena kelalaiannya


menyesuaikan lembaga-lembaga sosial yang ada dengan perkembangan
keadaan dan tuntutan zaman.

3. Terjadinya penyeberangan kaum intelektual dari mendukung ideologi


yang berkuasa pada wawasan baru yang ditawarkan oleh para kritikus.

4. Revolusi itu pada umumnya bukan hanya dipelopori dan digerakkan oleh
orang-orang lemah dan kaum bawahan, melainkan dilakukan oleh para
penguasa oleh karena hal-hal tertentu yang merasa tidak puas dengan
syistem yang ada .

Jadi, dari beberapa referensi yang telah didapat dapat di ambil


kesimpulan bahwa nama Dinasti ini diambil dari nama paman Nabi SAW,
yaitu al-Abbas ibn Abd al-Muttalib ibn Hasyim. Dinasti ini merasa lebih
berhak menjadi khalifah, karena dinasti ini secara nasab lebih dekat
dengan keturunan Nabi SAW. Untuk mendirikan dinasti ini mereka
melakukan pemberontakan yang luar biasa terhadap Bani Umayyah, yang
di anggap bahwa Bani Umauyah menjadi khilafah karena tragedy perang
siffin. Masa kepemimpinan Dinasti ini cukup lama sejak tahun 132 H (750
M) s.d 656 H (1258 M). Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah Al-
Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn Al-Abass.

4
http//alfianawal.wordpress.com,Daulah Bani Abbasiyah / 2012/02.

4
B. Kemajuan Bani Abbasiyah

Setiap dinasti atau rezim mengalami fase-fase yang dikenal dengan fase
pendirian, fase pembangunan dan kemajuan, fase kemunduran dan
kehancuran. Akan tetapi durasi dari masing-masing fase itu berbeda-beda
karena bergantung pada kemampuan penyelenggara pemerintahan yang
bersangkutan. Pada masa pemerintahan, masing-masing memiliki berbagai
kemajuan dari beberapa bidang, diantaranya bidang politik, bidang ekonomi,
bidang social-budaya. Pada masing-masing bidang memiliki kelebihan dan
kekurangan.

1. Kemajuan dalam Bidang Sosial Budaya

Sebagai sebuah dinasti, kekhalifahan Bani Abbasiyah yang berkuasa


lebih dari lima abad, telah banyak memberikan sumbangan positif bagi
pengembangan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam. Dari sekitar 37
orang khalifah yang pernah berkuasa, terdapat beberapa orang khalifah yang
benar-benar memliki kepedulian untuk mengembangkan ilmu pengetahuan
dan peradaban Islam, serta berbagai bidang lainnya, seperti bidang-bidang
sosial dan budaya.

Di antara kemajuan dalam bidang sosial-budaya adalah terjadinya proses


akulturasi dan asimilasi masyarakat. Keadaan sosial masyarakat yang
majemuk itu membawa dampak positif dalam perkembangan dan kemajuan
peradaban Islam pada masa ini. Hal itu terjadi karena dengan ilmu
pengetahuan dan keterampilan yang mereka miliki, dapat dipergunakan
untuk memajukan bidang-bidang sosial budaya lainnya yang kemudian
menjadi lambang bagi kemajuan bidang sosial budaya dan ilmu pengetahuan
lainnya. Diantara kemajuan ilmu pengetahuan sosial budaya yang ada pada
masa Khalifah Dinasi Abbasiyah adalah seni bangunan dan arsitektur, baik
untuk bangunan istana, masjid, bangunan kota dan sebagainya. Seni
asitektur yang dipakai dalam pembangunan istana dan kota-kota, seperti
pada istana Qashrul dzahabi, dan Qashrul Khuldi, sementara bangunan kota
seperti pembangunan kota Baghdad, Samarra dan sebagainya.

5
Kemajuan juga terjadi pada bidang sastra bahasa dan seni musik. Pada
masa inilah lahir seorang sastrawan dan budayawan terkenal, seperti Abu
Nawas, Abu Athahiyah, Al Mutanabby, Abdullah bin Muqaffa dan lain-
lainnya. Karya buah pikiran mereka masih dapat dibaca hingga kini, seperti
kitab Kalilah wa Dimna. Sementara tokoh terkenan dalam bidang musik
yang kini karyanya juga masih dipakai adalah Yunus bin Sulaiman, Khalil
bin Ahmad, pencipta teori musik Islam, Al farabi dan lain-lainnya.

2. Kemajuan bidang politik dan kemiliteran

Pemerintah Dinasti Bani Umayyah, yaitu orientasi kebijakan yang


dikeluarkannya selalu pada upaya perluasan wilayah kekuasaanya.
Sementara, pemerintah Dinasti Bani Abbasiyah, lebih menfokuskan diri
pada upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam, sehingga
masa pemerintahan ini dikenal sebagai masa keemasan peradaban Islam.
Meskipun begitu, usaha untuk mempertahankan wilayah kekuasaan tetap
merupakan hal penting yang harus dilakukan. Untuk itu, pemerintahan
Dinasti Bani Abbasiyah memperbaharui sistem politik pemerintahan dan
tatanan kemiliteran. Agar semua kebijakan militer terkoordinasi dan berjalan
dengan baik, maka pemerintah Dinasti Abbasiyah membentuk departemen
pertahanan dan keamanan, yang disebut diwanul jundi. Departemen inilah
yamg mengatur semua yang berkaiatan dengan kemiliteran dan pertahanan
keamanan. Pembentukan lembaga ini berdasarkan pada kenyataan politik-
militer bahwa pada masa pemertintahan Dinasti Abbasiyah, banyak terjadi
pemebrontakan dan bahkan beberapa wilayah berusaha memisahkan diri dari
pemerintahan Dinasti Abbasiyah.

3. Kemajuan-kemajuan yang dicapai dalam Bidang Ilmu Pengetahuan

Dengan kebijakan Khalifah Bani Abbas yang lebih mengutamakan


pembentukan dan perkembangan kebudayaan serta pembinaan
peradaban Islam daripada perluasan wilayah, dan memindahkan ibukota
negara sebagai pusat pemerintahan dari Kota Damaskus yang banyak
dipengaruhi kebudayaan Arab ke Kota Baghdad yang banyak

6
dipengaruhi oleh kebudayaan Persia. Pada posisi inilah Khalifah
mengadakan konsolidasi dan penertiban pemerintahan dan mengangkat
orang-orang Persia menduduki jabatan penting dalam pemerintah.
Cendekiawan-cendekiawan Persialah yang mereka pakai sebagai
pembesar-pembesar di Istana dan yang terbesar dan banyak
berpengaruh pada mulanya ialah keluarga dari Barmak. Jabatan Wazir
diberikan oleh Al-Mansur kepada Khalid bin Barmak kemudian turun
temurun sampai ke anak dan cucu-cucunya. Keluarga Barmak sebagian
yang berasal dari Balkh (Bactra), yaitu suatu tempat pusat ilmu
pengetahuan dan falsafah Yunani di Persia. Dari sinilah mulai pengaruh
orang-orang Persia dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan falsafah
Yunani di Baghdad. 5
Ilmu pengetahuan pada masa Bani Abbasiyah tumbuh dan
berkembang dengan suburnya disebabkan oleh duafaktor :
1) Terjadinya asimilasi budaya antara bangsa Arab dan bangsa-bangsa lain
seperti Persia, Yunani, India, yang sudah maju Iptek-nya. Di masa ini
banyak bangsa non Arab yang masuk Islam dan sangat besar sahamnya
dalam perkembangan Iptek. Bangsa Persia berjasa dalam ilmu
pemerintahan, filsafat dan sastra. Pengaruh bangsa India terlihat pada
ilmu kedokteran, matematika dan astronomi. Pengaruh Yunani masuk
melalui terjemahan-terjemahan berbagai bidang ilmu, terutama filsafat.6

2) Gerakan penterjemahan
Gerakan intelektual itu ditandai oleh proyek penerjemahan karya-karya
berbahasa Persia, sanskerta, Suriah, dan Yunani ke bahasa Arab. Kegiatan
penerjemahan ini sangat berkembang dnegan pesat.Kegiatan penerjemahan
ini sangat berkembang dnegan pesat. Gerakan ini terjadi secara besar-
besaran pada masa Harun ar-Rasyid. Ketika itu khalifah dinasti bani
Abbasiyah sangat mencintai ilmu, sehingga ia melakukan gerakan
penerjemah dengan member gaji yang cukup tinggi pada penerjemah

5
M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam (Cet. I; Yogyakarta: Pustaka
Book Publisher, 2007), hlm. 143.
6
M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam (Cet. I; Yogyakarta: Pustaka
Book Publisher, 2007), hlm. 143

7
tersebut, oleh karena itulah banyak dari rakyat yang benar-benar belajar
untuk menerjemahkan karya-karya yang tertulis dalam bahasa Asing.
Dengan adanya penerjemahan yang besar tersebut maka lahirlah tokoh-
tokoh ilmuwan. Dan pada masa dinasti ini banyak melahirkan tokoh
ilmuwan yang sangat menguasai bidang tersebut, misal Jabir ibn Hayyan
yang disebut sebagai bapak kimia. Setelah ia belajar dan menjadi ilmuwan
yang akhirnya melahirkan bebrapa karya yang istimewa. Gerakan
penerjemahan ini juga tidak lepas dari unsure politik, seperti yang telah
disebutkan bahwa “Dapat dipastikan bahwa perjalanan umat Islam selalu
didampingi oleh persoalan politik, karena politik adalah bagian yang
menyatu dengan segala bentuk kemajuan peradaban Islam maupun
kemundurannya, tidak terkecuali di bidang pendidikan. Keduanya
memiliki hubungan yang sangat kuat dalam perjalanan pemikiran dan
keilmuan umat Islam. Pendidikan telah sukses menjadi konstalasi politik
untuk melanggengkan kekuasaan, sebaliknya kekuasaan telah menjadi
patronase gerakan keilmuan dan pendidikan Islam hingga kepuncak
kejayaannya.7 Jadi unsure politik juga mempegaruhi masa keemasan pada
masa tersebut.
Adapun Perkembangan kemajuan ilmu Agama yang dicapai sebagai
berikut :
1. Ilmu Hadis
Diantara tokoh yang terkenal di bidang ini adalah:
a. Imam Bukhari (810-870 M). Nama : Abu Abdullah Muhammad bin
Ismail bin Ibrahim bin al-Mughirah bin Bardzibah al-Bukhari.
Karyanya : kitab “al-Jami’ al-Shahih al-Bukhari”, “at-Tarikh as-
Sagir”, “at-Tarikh al-Ausat”, “Tafsir al-Musnad al-Kabir”, dll.
b. Imam Muslim (817 – 875 M). Nama : Abu al-Husain Muslim bin al-
Hajjaj al-Qusyairi an-Nisaburi. Dalam rawi hadits, Imam Bukhari dan
Imam Muslim sering disebut Syaikhoni (Dua Syekh). Karyanya : kitab

7
Ali Murtopo,” Politik Pendidikan Pada Masa Daulah Abbasiyah (Kasus Madrasah
Nizhamiyah Di Baghdad)”, TA’DIB, Vol. XIX, No. 02, Edisi November 2014 hal. 327

8
“al-Jami’ al-shahih al-muslim”. Para ulama’ menempatkan kitab Sahih
Muslim pada peringkat kedua sesudah Sahih Bukhari.
c. Ibnu Majah (823-887 M). Nama : Abu Abdillah Muhammad bin
Yazid ar-Raba’I al-Qazwani. Karyanya: kitab “Sunan Ibnu Majah”.
d. Abu Daud (817-888 M). Nama : Abu Dawud Sulaiman bin al-asy’as
bin Ishaq bin Basyir bin Syidad bin Amr bin Amran al-Azdi as-
Sijistani. Karyanya: kitab “Sunan Abu Dawud”.
e. At-Tirmidzi (209-279 H). Nama : Abu Isa Muhammad bin Isa bin
Saurah bin Musa bin Da Dahlat as-Sulami al-Bugi. Dalam bidang
hadits, at_Tirmizi adalah murid Imam Bukhari. Pendapat Imam
Bukhari tentang nilai hadits sering ditampilkan dalam karyanya,
“Sunan at-Tirmizi”.
f. An-Nasa’i (830-915 M). Nama : Ahmad bin Syu’aib bin Ali bin Bahr
bin sinan. An-Nasa’i menulis beberapa kitab : as-Sunan al-Kubra, as-
Sunan al-Mujtaba’, Kitab Tamyiz, Kitab ad-Du’afa’, Khasa’is Amirul
Mu’minin Ali bin Abi thalib, Musnad Ali, dan Musnad Malik.8

2. Ilmu Tafsir
Dalam bidang tafsir, sejak awal sudah dikenal dua metode
penafsiran: Pertama, tafsir bil-ma’tsur yaitu, interpretasi tradisional
dengan mengambil interpretasi dari hadis Nabi SAW dan para
sahabatnya. Mufassir masyhur golongan ini antara lain
a. Ibn Jarir at-Thabary dengan tafsirnya sebanyak 30 juz
b. Ibn Athiyah al-Andalusy (Abu Muhammad bin Athiyah)
c. al-Sud’a Muqatil bin Sulaiman yang mendasarkan penafsirannya pada
Ibnu Abbas, Ibn Mas’ud, dan para sahabat lainnya.
Kedua, tafsir bil-ra’yi yaitu metode rasional yang lebih banyak
bertumpu kepada pendapat dan pikiran dari pada hadis dan pendapat
sahabat. Mufassir golongan ini antara lain :
a. Abu Bakar Asma (mu’tazilah),

8
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1993) hlm.68

9
b. Abu Muslim Muhammad bin Nashr al-Isfahany (mu’tazilah) dengan
kitab tafsirnya 14 jilid.9

3. Ilmu Fiqih
Dalam bidang fiqih, para fuqaha’ yang ada pada masa Bani Abbasiyah
mampu menyusun kitab-kitab fiqih terkenal hingga saat ini. Ada 4
fuqoha’ yang terkenal dengan sebutan “Imam mazhab empat”
a. Imam Abu Hanifah (700-767 M). Nama : Nukman bin Tsabit, dikenal
sebagai pembangun madzhab Hanafi. Pendapat-pendapat hukumnya
dipengaruhi oleh perkembangan yang terjadi di Kuffah, karena itu
mazhab ini lebih banyak menggunakan pemikiran rasional dari pada
hadits. Karyanya: kitab “Musnad al-Imam al-A’dzam” atau fiqih al-
akbar. Muridnya dan sekaligus pelanjutnya, Abu Yusuf, menjadi
Qodhi Al-Qudhal di zaman Harun Al-Rasyid.
b. Imam Malik (713-795 M). Nama: Anas bin Malik, terkenal sebagai
ahli hadis dan pembangun Madzhab Maliki. Dia lebih cenderung
menggunakan dalil naqli (nash Qur'an dan hadis) dan tradisi
masyarakat Madinah daripada dalil aqli (rasional). Karyanya : yang
terbesar berjudul Al-Muwattha', yang berisi kumpulan Hadits Nabi.
Perkembangan madzhabnya tersebar di negara Tunisia, Libiya, Mesir,
Spanyol dan daerah Afrika lainnya.
c. Imam Syafi’I (767-820 M). Nama: Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i,
terkenal sebagai pembangun madzhab Syafi’i. corak pemikiran
madzhab nya: berusaha memadukan antara madzhab Hanafi yang
rasionalis dan Madzhab Maliki yang ortodoks (salafi) 10

4. Ilmu Akhlak dan Tasawuf


Kecenderungan pemikiran yang bersifat filosofi menimbulkan
gejolak pemikiran diantara umat islam, sehingga banyak diantara para

9
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1993) hlm.70
10
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1993) hlm.73

10
pemikir muslim mencoba mencari bentuk gerakan lain seperti tasawuf.
Ilmu tasawuf adalah ilmu hakekat yang pada intinya mengajarkan
penyerahan diri kepada Allah, meninggalkan kesenangan dunia dan
hidup menyendiri untuk beribadah kepada Allah.

Para Ulama’ ahli ilmu akhlak :


a. Imam Mawardi (975-1058 M). Karya tulisnya antara lain berjudul
: Al-Ahkamus Sulthaniyyah (berisi politik / tatanegara). Di bidang
Akhlak, ia menulis buku yang terkenal sampai saat ini
berjudul: Adabud-Dunya wad-Din.
b. Imam Ghazali (1058-1111 M). Ia lahir di Thus (Iran) dengan nama
lengkap Abu Hamid Muhamad bin Muhammad at-Tusi asy-Syafi'iy
al-Ghazali. Ia seorang multidisipliner, dan seorang penulis yang
sangat produktif dan berkualitas. Jumlah karangannya lebih dari 100
judul. Buku yang sangat terkenal di seluruh dunia dan menjadi puncak
karya intelektualnya berjudul : Ihya' 'Ulumuddin (Menghidup-
hidupkan ilmu agama), yang berisi pandangannya tentang ilmu tauhid,
syariat, akhlak dan tasawwuf. Di Indonesia, buku ini menjadi kajian
para kiyai, sarjana, dan santri senior di setiap pondok pesantren.
c. Imam Ibnu Miskawaih (932-1030 M). Ia seorang filsuf muslim yang
ahli di bidang etika. Bukunya berjudul : Tadzhibul Akhlaq wa Tat-
hirul A'raq (Pendidikan akhlak dan pencucian jiwa).
Dia juga ahli filsafat Aristoteles. Karena keahliannya di bidang
filsafat, ia mendapat julukan "Al-Mu'allimus Tsalits" (guru ketiga). Guru
pertamanya adalah Aristoteles, sedang Guru keduanya adalah Al-Farabi.11

3.) Perkembangan kemajuan-kemajuan ilmu pengetahuan umum yang


dicapai sebagai berikut:
1. Kemajuan dalam bidang filsafat
Pada masa pemerintahan Bani Abbas inilah perhatian kepada
ilmu pengetahuan dan falsafah Yunani memuncak, terutama
11
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1993) hlm.74

11
dizaman Harun Al-Rasyid dan Al-Ma’mun. Pada saat itu banyak
buku-buku filsafat didatangkan dari Bizantium untuk diterjemahkan
ke dalam bahasa Arab. Para Cendekiawan Islam disamping
menguasai ilmu pengetahuan dan falsafah yang dipelajari dari buku-
buku itu, juga mereka memperdalam melalui hasil penyelidikan di
lapangan. Dengan demikian lahirlah ahli-ahli ilmu pengetahuan dan
filosof-filosof Islam yang bukan hanya memiliki sifat filosof saja
tetapi juga ahli dalam ilmu pengetahuan.

Adapun tokoh-tokoh terkenal dalam bidang filsafat, antara lain :


a. Abu Ishak Al-Kindi, filosof Arab serta seorang penganut aliran
Mu’tazilah yang turut aktif dalam gerakan penerjemahan. Beliau
banyak menulis buku antara lain dalam bidang filsfat, logika,
astronomi kedokteran dan lain-lain.
b. Abu Nasr Al-Faraby (wafat 339 H.), beliau juga banyak menulis
buku-buku filsafat, logika, jiwa kenegaraan, etika dan interpretasi
terhadap filsafat Aritoteles dan sebagian dari karangan-karangannya
itu diterjemahkan ke dalam bahasa Latin. Buku-buku beliau ini masih
dipakai di Eropa pada Abad XVII.12
c. Ibnu Sina (wafat 1037 H.), beliau juga banyak mengarang buku
tentang filsafat. Bukunya yang terkenal diantaranya ialah Al-Sifa,
yaitu suatu buku ensiklopedia tentang fisika, metafisika dan
matematika yang terdiri atas 18 jilid. Di kawasan Eropa, Ibnu Sina
dengan tafsiran yang dikarangnnya tentang filsafat Aristoteles lebih
dikenal daripada Al-Faraby.
d. Ibnu Rusyd (wafat 595 H.), beliau sangat terkenal di barat dengan
nama Averros dan ia sangat berpengaruh di dunia barat dalam bidang
filsafat, sehingga di barat terdapat aliran yang cukup terkenal dengan
nama Averroisme.

12
Harun Nasution, Islam ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid I, (Jakarta: UI-Press, 1985), hlm.
69.

12
Ibnu Rusyd juga diakui sebagai seorang ahli hukum dan filsafat.
Bukunya yang terkenal sampai sekarang ialah Bidayat Al-Mujtahid yang
menyangkut tentang hukum Islam.13

2. Kemajuan dalam bidang Kedokteran

Pada masa pemerintahan Harun Al-Rasyid (786 – 809) Daulah


Abbasiyah mengalami perkembangan yang sangat pesat termasuk
menyangkut bidang kedokteran. Pada saat ini dibangun sarana dan
prasarana seperti rumah sakit, lembaga pendidikan kedokteran dan
farmasi sehingga pada masa itu Baghdad memiliki tenaga medis (dokter)
mencapai jumlah yang cukup banyak yakni diperkirakan 800 orang
dokter..14
Para tokoh di bidang kedokteran pada masa itu yang cukup
masyhur, antara lain :

a. Ibnu Sina’ (980 – 1037 M.), ia sebagai filosof juga seorang dokter
yang telah mengarang sebuah buku ensiklopedia dalam ilmu
kedokteran yang terkenal dengan nama Al-Qanun fi Al-Tib, telah
dicetak berpuluh kali dan diterjemahkan ke dalam bahasa Latin. Buku
ini masih dipakai di Eropa sampai pertengahan kedua dari abad XVII.
b. Abu Ali Al-Hasan Ibn Al-Haythami (Abad X) di Eropa dikenal
dengan nama Al-Hasen, menekuni bidang optika. Beliau ini terkenal
orang yang menentang pendapat yang mengatakan bahwa mata yang
mengirim cahaya kepada benda yang dilihat. Beliau berpendapat
menurut teorinya yang kemudian ternyata kebenarannya bahwa
bendalah yang mengirim cahaya ke mata dan karena menerima cahaya
itu mata melihat benda yang bersangkutan.

13
Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme Dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), hlm. 14
14
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (cet. II; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), hlm.
52.

13
3. Kemajuan dalam bidang Kimia
Perkembangan dalam bidang kimia juga banyak dipengaruhi dari
gerakan penerjemahan pada masa Daulah Abbasiyah. Dalam bidang kimia
tokoh yang terkenal sebagai Bapak kimia adalah Jabir Ibn Hayyan. Beliau
berpendapat bahwa logam seperti timah, besi dan tembaga dapat diubah
menjadi emas atau perak dengan mencampurkan suatu zat tertentu.

4. Kemajuan dalam bidang Matematika


Tokohnya adalah al-Fazzari, yang memperkenalkan sistem angka
Arab dan dikembangkan oleh al-Khawarizmi. Yang menemukan angka
nol, dan yang menyusun buku tentang aljabar (Hisab Aljabar wa al-
Mukabalah). beliau juga mahir dalam bidang astronomi. Dialah yang
menciptakan ilmu Al-Jabar.15
5. Kemajuan dalan bidang astronomi
Dengan adanya gerakan penerjemahan yang digalakkan pada
masa pemerintahan Khalifah Al-Mansyur hingga Pemerintahan Harun
Al-Rasyid membawa pengaruh yang cukup besar dalam perkembangan
ilmu pengetahuan umum terutama di bidang astronomi. Tokoh dalam
bidang astronomi yang terkenal antara lain :
a. Al-Farazi sebagai astronom Islam yang pertama kali menyusun
astrolobe.
b. Al-Fargani yang terkenal di Eropa dengan nama Al-Faragnus. Beliau
menulis ringkasan ilmu astronomi yang diterjemahkan ke dalam bahasa
Latin, oleh Gerard Cremona dan Johannes Hispalensis.

15
Ahmad Hasymy, Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta: PT. Bulan Bintang), hlm. 276-278

14
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Pendiri bani Abbasiyah adalah Abdullah Al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali
ibn Abdullah ibn Al-Abass. Untuk mendirikan dinasti ini mereka melakukan
pemberontakan yang luar biasa terhadap Bani Umayyah, yang di anggap bahwa
Bani Umauyah menjadi khilafah karena tragedy perang siffin. Masa
kepemimpinan Dinasti ini cukup lama sejak tahun 132 H (750 M) s.d 656 H (1258
M). selama dinasti ini berdiri terdapat 37 khalifah dan telah di akhiri oleh
khalifah Abu ahmad Abdullah al-Musta’shim.
Ilmu pengetahuan pada masa Bani Abbasiyah tumbuh dan berkembang dengan
suburnya disebabkan oleh dua faktor :
1. Terjadinya asimilasi budaya antara bangsa Arab dan bangsa-bangsa lain
seperti Persia, Yunani, India, yang sudah maju Iptek-nya. Di masa ini
banyak bangsa non Arab yang masuk Islam dan sangat besar sahamnya
dalam perkembangan Iptek. Bangsa Persia berjasa dalam ilmu
pemerintahan, filsafat dan sastra. Pengaruh bangsa India terlihat pada ilmu
kedokteran, matematika dan astronomi. Pengaruh Yunani masuk melalui
terjemahan-terjemahan berbagai bidang ilmu, terutama filsafat.
2. Gerakan penterjemahan Gerakan intelektual itu ditandai oleh proyek
penerjemahan karya-karya berbahasa Persia, sanskerta, Suriah, dan Yunani
ke bahasa Arab. Kegiatan penerjemahan ini sangat berkembang dnegan
pesat.

Kemajuan-kemajuan yang dicapai dalam bidang ilmu pengetahuan agama pada


masa pemerintahan Bani Abbas, adalah :
1. Kemajuan dalam ilmu hadist
2. Kemajuan dalam ilmu tafsir
3. Kemajuan dalam bidang fiqih.
4. Kemajuan dalam bidang akhlak dan Tasawwuf
Kemajuan-kemajuan yang dicapai dalam bidang ilmu pengetahuan umum
pada masa pemerintahan Bani Abbas, adalah :
1. Kemajuan dalam bidang filsafat.
2. Kemajuan dalam bidang kedokteran.
3. Kemajuan dalam bidang astronomi.
4. Kemajuan dalam bidang kimia
5. kemajuan dalam bidang matematika.

15
DAFTAR PUSTAKA

Hitti, Philip K., History Of The Arabs, Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2006.

Yatim, Badri , Sejarah Peradaban Islam Dirasah islamiyah II, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2010.

Yatim, Badri , Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,


1993.

Karim, M. Abdul, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta: Pustaka


Book Publisher. 2007.

http//alfianjawal.wordpress.com,Daulah Bani Abbasiyah /2012/02.

Nasution Harun, Islam ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid I, Jakarta: UI-Press,
1995.

Nasution Harun, Filsafat dan Mistisme Dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang,
1992.

Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Cet. 11; Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2000.

Hasyimy. 1979. Sejarah Kebudayaan Islam: Jakarta: Bulan Bintang.

16

Anda mungkin juga menyukai