PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah telah menyatakan bahwa ilmu-ilmu pengetahuan telah
dilahirkan oleh tokoh-tokoh Muslim. Tetapi seperti yang kita ketahui
sekarang ini bahwa sumber ilmu pengetahuan berasal dari Barat. Dari
sisnilah, pentingnya untuk mempelajari sejarah. Karena dengan mempelajari
sejarah inilah, kita akan mengetahui bagaimana kronologi kejadian masa lalu
dapat terjadi.
Peradaban Islam dibagi dalam beberapa babakan mulai dari zaman
Rasullah SAW sampai sekarang ini. Babakan tersebut mempunyai ciri dan
khas tersendiri, mereka telah mencatat sejatrah yang berbeda.
Era Abbasiah dikenal sebagai masa keemasan Islam, namun budaya
masa itu memulai sejak era Umayyah. Mekah, Madinah, Kufah, dan Basrah
sentris dialog dan pembelajaran tentang al-Qur’an, hadist, bahasa dan sastra
Arab, qawaid dan ilmu keagamaan yang memulai pada era Umayyah yang
pengaruh positifnya tampak pada era berikutnya di ibu kota Abbasiah,
Baghdad. Namun, para amir, wazir, dan tentara bataran dari Turki
menjadikan kemudian hari para khalifah Abbasiyah menjadi boneka mereka,
yang akhirnya menjadi penyebab kemunduran dan kehancuran Abbasiah.1
Dalam hal ini dapat dijelaskan bahwa pada masa bani Abbasiyah
telah terjadi perkembangan ilmu pengetahuan yang luas, dimana banyak
buku-buku dari bahasa asing yang kemudian diterjemahkan kedalam bahasa
Arab dan dipelajari. Dinasti ini merupakan dinasti yang paling berhasil dalam
mengembangkan peradaban Islam.
1
M. Abdul karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta: Pustaka Book
Publisher. 2007)hal. 365.
1
A. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah lahirnya Dinasti Abbasiyah?
2. Kemajuan Dinasti Bani Abbasiyah??
B. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui Sejarah lahirnya Dinasti Abbasiyah
2. Untuk mengetahui Kemajuan Kemajuan Dinasti Bani Abbasiyah
2
BAB II
PEMBAHASAN
2
Ahmad Syafii Maarif & M. Amin Abdullah, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam,
(Yogyakarta: Pustaka Book Publisher. 2007)hal. 143.
3
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah islamiyah II, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2010)hal. 49.
3
Dari sini dapat diketahui bahwa bangkitnya Daulah Abbasiyah
bukan saja pergantian Dinasti akan tetapi lebih dari itu adalah penggantian
struktur sosial dan ideologi.4 Sehingga dapat dikatakan kebangkitan Daulah
Bani Abbasiyah merupakan suatu revolusi. Menurut Crane Brinton dalam
Mudzhar, ada 4 ciri yang menjadi identitas revolusi yaitu :
4. Revolusi itu pada umumnya bukan hanya dipelopori dan digerakkan oleh
orang-orang lemah dan kaum bawahan, melainkan dilakukan oleh para
penguasa oleh karena hal-hal tertentu yang merasa tidak puas dengan
syistem yang ada .
4
http//alfianawal.wordpress.com,Daulah Bani Abbasiyah / 2012/02.
4
B. Kemajuan Bani Abbasiyah
Setiap dinasti atau rezim mengalami fase-fase yang dikenal dengan fase
pendirian, fase pembangunan dan kemajuan, fase kemunduran dan
kehancuran. Akan tetapi durasi dari masing-masing fase itu berbeda-beda
karena bergantung pada kemampuan penyelenggara pemerintahan yang
bersangkutan. Pada masa pemerintahan, masing-masing memiliki berbagai
kemajuan dari beberapa bidang, diantaranya bidang politik, bidang ekonomi,
bidang social-budaya. Pada masing-masing bidang memiliki kelebihan dan
kekurangan.
5
Kemajuan juga terjadi pada bidang sastra bahasa dan seni musik. Pada
masa inilah lahir seorang sastrawan dan budayawan terkenal, seperti Abu
Nawas, Abu Athahiyah, Al Mutanabby, Abdullah bin Muqaffa dan lain-
lainnya. Karya buah pikiran mereka masih dapat dibaca hingga kini, seperti
kitab Kalilah wa Dimna. Sementara tokoh terkenan dalam bidang musik
yang kini karyanya juga masih dipakai adalah Yunus bin Sulaiman, Khalil
bin Ahmad, pencipta teori musik Islam, Al farabi dan lain-lainnya.
6
dipengaruhi oleh kebudayaan Persia. Pada posisi inilah Khalifah
mengadakan konsolidasi dan penertiban pemerintahan dan mengangkat
orang-orang Persia menduduki jabatan penting dalam pemerintah.
Cendekiawan-cendekiawan Persialah yang mereka pakai sebagai
pembesar-pembesar di Istana dan yang terbesar dan banyak
berpengaruh pada mulanya ialah keluarga dari Barmak. Jabatan Wazir
diberikan oleh Al-Mansur kepada Khalid bin Barmak kemudian turun
temurun sampai ke anak dan cucu-cucunya. Keluarga Barmak sebagian
yang berasal dari Balkh (Bactra), yaitu suatu tempat pusat ilmu
pengetahuan dan falsafah Yunani di Persia. Dari sinilah mulai pengaruh
orang-orang Persia dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan falsafah
Yunani di Baghdad. 5
Ilmu pengetahuan pada masa Bani Abbasiyah tumbuh dan
berkembang dengan suburnya disebabkan oleh duafaktor :
1) Terjadinya asimilasi budaya antara bangsa Arab dan bangsa-bangsa lain
seperti Persia, Yunani, India, yang sudah maju Iptek-nya. Di masa ini
banyak bangsa non Arab yang masuk Islam dan sangat besar sahamnya
dalam perkembangan Iptek. Bangsa Persia berjasa dalam ilmu
pemerintahan, filsafat dan sastra. Pengaruh bangsa India terlihat pada
ilmu kedokteran, matematika dan astronomi. Pengaruh Yunani masuk
melalui terjemahan-terjemahan berbagai bidang ilmu, terutama filsafat.6
2) Gerakan penterjemahan
Gerakan intelektual itu ditandai oleh proyek penerjemahan karya-karya
berbahasa Persia, sanskerta, Suriah, dan Yunani ke bahasa Arab. Kegiatan
penerjemahan ini sangat berkembang dnegan pesat.Kegiatan penerjemahan
ini sangat berkembang dnegan pesat. Gerakan ini terjadi secara besar-
besaran pada masa Harun ar-Rasyid. Ketika itu khalifah dinasti bani
Abbasiyah sangat mencintai ilmu, sehingga ia melakukan gerakan
penerjemah dengan member gaji yang cukup tinggi pada penerjemah
5
M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam (Cet. I; Yogyakarta: Pustaka
Book Publisher, 2007), hlm. 143.
6
M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam (Cet. I; Yogyakarta: Pustaka
Book Publisher, 2007), hlm. 143
7
tersebut, oleh karena itulah banyak dari rakyat yang benar-benar belajar
untuk menerjemahkan karya-karya yang tertulis dalam bahasa Asing.
Dengan adanya penerjemahan yang besar tersebut maka lahirlah tokoh-
tokoh ilmuwan. Dan pada masa dinasti ini banyak melahirkan tokoh
ilmuwan yang sangat menguasai bidang tersebut, misal Jabir ibn Hayyan
yang disebut sebagai bapak kimia. Setelah ia belajar dan menjadi ilmuwan
yang akhirnya melahirkan bebrapa karya yang istimewa. Gerakan
penerjemahan ini juga tidak lepas dari unsure politik, seperti yang telah
disebutkan bahwa “Dapat dipastikan bahwa perjalanan umat Islam selalu
didampingi oleh persoalan politik, karena politik adalah bagian yang
menyatu dengan segala bentuk kemajuan peradaban Islam maupun
kemundurannya, tidak terkecuali di bidang pendidikan. Keduanya
memiliki hubungan yang sangat kuat dalam perjalanan pemikiran dan
keilmuan umat Islam. Pendidikan telah sukses menjadi konstalasi politik
untuk melanggengkan kekuasaan, sebaliknya kekuasaan telah menjadi
patronase gerakan keilmuan dan pendidikan Islam hingga kepuncak
kejayaannya.7 Jadi unsure politik juga mempegaruhi masa keemasan pada
masa tersebut.
Adapun Perkembangan kemajuan ilmu Agama yang dicapai sebagai
berikut :
1. Ilmu Hadis
Diantara tokoh yang terkenal di bidang ini adalah:
a. Imam Bukhari (810-870 M). Nama : Abu Abdullah Muhammad bin
Ismail bin Ibrahim bin al-Mughirah bin Bardzibah al-Bukhari.
Karyanya : kitab “al-Jami’ al-Shahih al-Bukhari”, “at-Tarikh as-
Sagir”, “at-Tarikh al-Ausat”, “Tafsir al-Musnad al-Kabir”, dll.
b. Imam Muslim (817 – 875 M). Nama : Abu al-Husain Muslim bin al-
Hajjaj al-Qusyairi an-Nisaburi. Dalam rawi hadits, Imam Bukhari dan
Imam Muslim sering disebut Syaikhoni (Dua Syekh). Karyanya : kitab
7
Ali Murtopo,” Politik Pendidikan Pada Masa Daulah Abbasiyah (Kasus Madrasah
Nizhamiyah Di Baghdad)”, TA’DIB, Vol. XIX, No. 02, Edisi November 2014 hal. 327
8
“al-Jami’ al-shahih al-muslim”. Para ulama’ menempatkan kitab Sahih
Muslim pada peringkat kedua sesudah Sahih Bukhari.
c. Ibnu Majah (823-887 M). Nama : Abu Abdillah Muhammad bin
Yazid ar-Raba’I al-Qazwani. Karyanya: kitab “Sunan Ibnu Majah”.
d. Abu Daud (817-888 M). Nama : Abu Dawud Sulaiman bin al-asy’as
bin Ishaq bin Basyir bin Syidad bin Amr bin Amran al-Azdi as-
Sijistani. Karyanya: kitab “Sunan Abu Dawud”.
e. At-Tirmidzi (209-279 H). Nama : Abu Isa Muhammad bin Isa bin
Saurah bin Musa bin Da Dahlat as-Sulami al-Bugi. Dalam bidang
hadits, at_Tirmizi adalah murid Imam Bukhari. Pendapat Imam
Bukhari tentang nilai hadits sering ditampilkan dalam karyanya,
“Sunan at-Tirmizi”.
f. An-Nasa’i (830-915 M). Nama : Ahmad bin Syu’aib bin Ali bin Bahr
bin sinan. An-Nasa’i menulis beberapa kitab : as-Sunan al-Kubra, as-
Sunan al-Mujtaba’, Kitab Tamyiz, Kitab ad-Du’afa’, Khasa’is Amirul
Mu’minin Ali bin Abi thalib, Musnad Ali, dan Musnad Malik.8
2. Ilmu Tafsir
Dalam bidang tafsir, sejak awal sudah dikenal dua metode
penafsiran: Pertama, tafsir bil-ma’tsur yaitu, interpretasi tradisional
dengan mengambil interpretasi dari hadis Nabi SAW dan para
sahabatnya. Mufassir masyhur golongan ini antara lain
a. Ibn Jarir at-Thabary dengan tafsirnya sebanyak 30 juz
b. Ibn Athiyah al-Andalusy (Abu Muhammad bin Athiyah)
c. al-Sud’a Muqatil bin Sulaiman yang mendasarkan penafsirannya pada
Ibnu Abbas, Ibn Mas’ud, dan para sahabat lainnya.
Kedua, tafsir bil-ra’yi yaitu metode rasional yang lebih banyak
bertumpu kepada pendapat dan pikiran dari pada hadis dan pendapat
sahabat. Mufassir golongan ini antara lain :
a. Abu Bakar Asma (mu’tazilah),
8
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1993) hlm.68
9
b. Abu Muslim Muhammad bin Nashr al-Isfahany (mu’tazilah) dengan
kitab tafsirnya 14 jilid.9
3. Ilmu Fiqih
Dalam bidang fiqih, para fuqaha’ yang ada pada masa Bani Abbasiyah
mampu menyusun kitab-kitab fiqih terkenal hingga saat ini. Ada 4
fuqoha’ yang terkenal dengan sebutan “Imam mazhab empat”
a. Imam Abu Hanifah (700-767 M). Nama : Nukman bin Tsabit, dikenal
sebagai pembangun madzhab Hanafi. Pendapat-pendapat hukumnya
dipengaruhi oleh perkembangan yang terjadi di Kuffah, karena itu
mazhab ini lebih banyak menggunakan pemikiran rasional dari pada
hadits. Karyanya: kitab “Musnad al-Imam al-A’dzam” atau fiqih al-
akbar. Muridnya dan sekaligus pelanjutnya, Abu Yusuf, menjadi
Qodhi Al-Qudhal di zaman Harun Al-Rasyid.
b. Imam Malik (713-795 M). Nama: Anas bin Malik, terkenal sebagai
ahli hadis dan pembangun Madzhab Maliki. Dia lebih cenderung
menggunakan dalil naqli (nash Qur'an dan hadis) dan tradisi
masyarakat Madinah daripada dalil aqli (rasional). Karyanya : yang
terbesar berjudul Al-Muwattha', yang berisi kumpulan Hadits Nabi.
Perkembangan madzhabnya tersebar di negara Tunisia, Libiya, Mesir,
Spanyol dan daerah Afrika lainnya.
c. Imam Syafi’I (767-820 M). Nama: Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i,
terkenal sebagai pembangun madzhab Syafi’i. corak pemikiran
madzhab nya: berusaha memadukan antara madzhab Hanafi yang
rasionalis dan Madzhab Maliki yang ortodoks (salafi) 10
9
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1993) hlm.70
10
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1993) hlm.73
10
pemikir muslim mencoba mencari bentuk gerakan lain seperti tasawuf.
Ilmu tasawuf adalah ilmu hakekat yang pada intinya mengajarkan
penyerahan diri kepada Allah, meninggalkan kesenangan dunia dan
hidup menyendiri untuk beribadah kepada Allah.
11
dizaman Harun Al-Rasyid dan Al-Ma’mun. Pada saat itu banyak
buku-buku filsafat didatangkan dari Bizantium untuk diterjemahkan
ke dalam bahasa Arab. Para Cendekiawan Islam disamping
menguasai ilmu pengetahuan dan falsafah yang dipelajari dari buku-
buku itu, juga mereka memperdalam melalui hasil penyelidikan di
lapangan. Dengan demikian lahirlah ahli-ahli ilmu pengetahuan dan
filosof-filosof Islam yang bukan hanya memiliki sifat filosof saja
tetapi juga ahli dalam ilmu pengetahuan.
12
Harun Nasution, Islam ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid I, (Jakarta: UI-Press, 1985), hlm.
69.
12
Ibnu Rusyd juga diakui sebagai seorang ahli hukum dan filsafat.
Bukunya yang terkenal sampai sekarang ialah Bidayat Al-Mujtahid yang
menyangkut tentang hukum Islam.13
a. Ibnu Sina’ (980 – 1037 M.), ia sebagai filosof juga seorang dokter
yang telah mengarang sebuah buku ensiklopedia dalam ilmu
kedokteran yang terkenal dengan nama Al-Qanun fi Al-Tib, telah
dicetak berpuluh kali dan diterjemahkan ke dalam bahasa Latin. Buku
ini masih dipakai di Eropa sampai pertengahan kedua dari abad XVII.
b. Abu Ali Al-Hasan Ibn Al-Haythami (Abad X) di Eropa dikenal
dengan nama Al-Hasen, menekuni bidang optika. Beliau ini terkenal
orang yang menentang pendapat yang mengatakan bahwa mata yang
mengirim cahaya kepada benda yang dilihat. Beliau berpendapat
menurut teorinya yang kemudian ternyata kebenarannya bahwa
bendalah yang mengirim cahaya ke mata dan karena menerima cahaya
itu mata melihat benda yang bersangkutan.
13
Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme Dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), hlm. 14
14
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (cet. II; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), hlm.
52.
13
3. Kemajuan dalam bidang Kimia
Perkembangan dalam bidang kimia juga banyak dipengaruhi dari
gerakan penerjemahan pada masa Daulah Abbasiyah. Dalam bidang kimia
tokoh yang terkenal sebagai Bapak kimia adalah Jabir Ibn Hayyan. Beliau
berpendapat bahwa logam seperti timah, besi dan tembaga dapat diubah
menjadi emas atau perak dengan mencampurkan suatu zat tertentu.
15
Ahmad Hasymy, Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta: PT. Bulan Bintang), hlm. 276-278
14
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pendiri bani Abbasiyah adalah Abdullah Al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali
ibn Abdullah ibn Al-Abass. Untuk mendirikan dinasti ini mereka melakukan
pemberontakan yang luar biasa terhadap Bani Umayyah, yang di anggap bahwa
Bani Umauyah menjadi khilafah karena tragedy perang siffin. Masa
kepemimpinan Dinasti ini cukup lama sejak tahun 132 H (750 M) s.d 656 H (1258
M). selama dinasti ini berdiri terdapat 37 khalifah dan telah di akhiri oleh
khalifah Abu ahmad Abdullah al-Musta’shim.
Ilmu pengetahuan pada masa Bani Abbasiyah tumbuh dan berkembang dengan
suburnya disebabkan oleh dua faktor :
1. Terjadinya asimilasi budaya antara bangsa Arab dan bangsa-bangsa lain
seperti Persia, Yunani, India, yang sudah maju Iptek-nya. Di masa ini
banyak bangsa non Arab yang masuk Islam dan sangat besar sahamnya
dalam perkembangan Iptek. Bangsa Persia berjasa dalam ilmu
pemerintahan, filsafat dan sastra. Pengaruh bangsa India terlihat pada ilmu
kedokteran, matematika dan astronomi. Pengaruh Yunani masuk melalui
terjemahan-terjemahan berbagai bidang ilmu, terutama filsafat.
2. Gerakan penterjemahan Gerakan intelektual itu ditandai oleh proyek
penerjemahan karya-karya berbahasa Persia, sanskerta, Suriah, dan Yunani
ke bahasa Arab. Kegiatan penerjemahan ini sangat berkembang dnegan
pesat.
15
DAFTAR PUSTAKA
Hitti, Philip K., History Of The Arabs, Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2006.
Yatim, Badri , Sejarah Peradaban Islam Dirasah islamiyah II, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2010.
Nasution Harun, Islam ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid I, Jakarta: UI-Press,
1995.
Nasution Harun, Filsafat dan Mistisme Dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang,
1992.
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Cet. 11; Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2000.
16