Anda di halaman 1dari 12

Mosharafa

Jurnal Pendidikan Matematika


Volume 3, Nomor 1, Januari 2014

MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA


DALAM MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA
DENGAN MODEL PEMBELAJARAN TREFFINGER
(Studi Penelitian Eksperimen di SMP Al-Hikmah Tarogong Kaler Garut)
(STKIP Garut Tahun 2012/2013)

Neng Yani Permatasari


Akhmad Margana

STKIP Garut

Abstract :
To realize the expectation that students be creative and have a mathematical problem-solving ability
is good, of course also needed a learning model based on creative problem solving. Among the
learning model in question is the learning model Treffinger. This learning model will make students
more active and make learning more fun activities. The author would like to see if an increase in the
ability of students to solve problems that get Treffinger models better than the students who received
the conventional model?. The method that I use in this study is the experimental method, that is by
giving the treatment at two different sample classes. Based on the research results of the final test
can be concluded there is an increase in the ability of students to solve problems that get better
Treffinger models compared with the students who get a conventional model.
Abstrak :
Untuk mewujudkan harapan agar siswa menjadi kreatif dan memiliki kemampuan pemecahan
masalah matematika yang baik, tentu dibutuhkan pula model pembelajaran yang berbasis pada
pemecahan masalah secara kreatif. Diantaranya model pembelajaran yang dimaksud adalah model
pembelajaran Treffinger. Model pembelajaran ini akan menjadikan siswa lebih aktif serta menjadikan
kegiatan pembelajaran lebih menyenangkan. Penulis ingin melihat apakah peningkatan kemampuan
siswa dalam memecahkan masalah yang mendapatkan model treffinger lebih baik dibandingkan
dengan yang siswa yang mendapatkan model konvensional?. Metode yang penulis gunakan dalam
penelitian ini adalah metode eksperimen, yaitu dengan cara memberikan perlakuan pada dua kelas
sampel yang berbeda. Berdasarkan hasil penelitian tes akhir dapat diambil kesimpulan terdapat
peningkatan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah yang mendapatkan model treffinger
lebih baik dibandingkan dengan yang siswa yang mendapatkan model konvensional.

A. Latar Belakang Masalah Kemampuan ini sangat penting, karena dalam


Menghadapi tantangan masa depan kehidupan sehari-hari setiap orang selalu
dalam era globalisasi dan canggihnya teknologi dihadapkan pada berbagai masalah yang harus
komunikasi, menuntut individu untuk memiliki dipecahkan dan menuntut kreativitas untuk
berbagai keterampilan dan kemampuan. menemukan solusi dari permasalahan yang
Keterampilan dan kemampuan yang harus dihadapinya.
dimiliki tersebut antara lain adalah kemampuan Pemecahan masalah (problem solving)
pemecahan masalah. Menurut Pomalato (2005: merupakan kegiatan pembelajaran yang sangat
2) “Ada dua keterampilan yang harus dimiliki penting dalam matematika. Dalam standar
seseorang dalam menghadapi kompetisi di kurikulum National Council of Teachers of
masa depan, yaitu keterampilan memecahkan Mathematics (NCTM) (Susilawati, 2007 : 2)
masalah dan keterampilan berpikir kreatif”. yang menjadi rujukan Kurikulum 2004

ISSN 2086-4280 31
Mosharafa
Jurnal Pendidikan Matematika
Volume 3, Nomor 1, Januari 2014

menegaskan bahwa pemecahan masalah kemampuan pemecahan masalah bagi


merupakan salah satu bagian dari standar seseorang akan membantu keberhasilan orang
kompetensi atau kemahiran matematika yang tersebut dalam kehidupan sehari-hari’.
diharapkan, setelah pembelajaran siswa Pentingnya kemampuan pemecahan masalah
dituntut dapat menunjukkan kemampuan untuk dikemukakan oleh Brannca (Hidayatulloh,
membuat atau merumuskan, menafsirkan, dan 2010:3) yaitu:
menyelesaikan model matematika dalam (1) Dalam kemampuan pemecahan
pemecahan masalah. NCTM juga menjelaskan masalah merupakan tujuan umum
bahwa pemecahan masalah matematika dalam pembelajaran matematika, bahkan sebagai
pengertian yang lebih luas hampir sama dengan jantungnya matematika; (2) pemecahan
melakukan matematika (doing mathematics). masalah meliputi model, prosedur dan
Menurut standar NCTM tahun 2000 (Susilawati strategi dalam pemecahan masalah
, 2007 : 3) pemecahan masalah merupakan merupakan proses inti dan utama dalam
esensi dari daya matematik (mathematical kurikulum matematika; (3) pemecahan
power). masalah merupakan kemampuan dasar
Matematika adalah salah satu mata dalam pembelajaran matematika.
pelajaran yang ikut membantu dalam Dalam pemecahan masalah matematika
pemecahan suatu masalah. Matematika sebagai setiap siswa harus mempunyai kemampuan
salah satu ilmu dasar, peranan penting dalam yang berbeda-beda. Memahami rendahnya
berbagai disiplin dan memajukan daya pikir mutu hasil belajar matematika siswa,
manusia. Menurut Ruseffendi (2006 : 70) “ khususnya dalam pemecahan masalah
Matematika adalah ilmu atau pengetahuan yang matematika tidak dapat terlepas dari konteks
termasuk kedalam atau mungkin yang paling yang melengkapi proses pembelajaran, seperti
tepat padat dan tidak mendua arti”. Adapun diri siswa sendiri, fasilitas pembelajaran, serta
menurut Susanti ( 2010 :1) ''matematika adalah guru yang mengajar. Fasilitas pembelajaran
ilmu terstruktur yang tersusun secara hierarkis terkait dengan berbagai daya dukung sarana
sehingga penguasaan materi prasyarat menjadi maupun prasarana pembelajaran yang
sangat penting bagi keberhasilan siswa dalam dioptimalkan dalam proses pembelajaran. Guru
mempelajari matematika.'' harus pandai memilih strategi pembelajaran
Sehingga pada prinsipnya pembelajaran sesuai dengan kondisi dan potensi yang dimiliki
matematika adalah pembelajaran yang terjadi oleh anak tersebut, guna memfasilitasi anak-
dalam ilmu pasti yang merupakan sebuah anak dengan kemampuan berbeda-beda. Salah
proses belajar mengajar. Adapun pengertian satunya dengan memperhatikan bagaimana
dari belajar adalah proses perubahan tingkah menentukan model pembelajaran yang sesuai
laku sebagai akibat dari interaksi antara siswa sehingga dapat mengakomodasi kemampuan
dengan sumber-sumber belajar, baik yang anak yang berbeda-beda tersebut.
secara sengaja dirancang (by design) maupun Kegiatan pembelajaran saat ini lebih
yang secara tidak disengaja dirancang namun menekankan peranan aktif siswa, dan guru
dimanfaatkan (by utilization). Sehingga proses lebih diharapkan untuk menjadi motivator dan
belajar tidak hanya terjadi karena adanya fasilitator dalam proses pembelajaran tersebut.
interaksi antara siswa dan guru tetapi dapat pula Oleh karena itu, guru harus mampu memilih
diperoleh lewat interaksi antara siswa dengan dan menggunakan model pembelajaran agar
sumber-sumber belajar lainnya. sarana interaksi antara guru dengan murid
Dalam pembelajaran matematika berlangsung dengan baik.
kemampuan pemecahan masalah sangat Salah satu ikhtiar yang dapat
penting. Hal ini sesuai dengan pendapat yang diupayakan untuk menjadikan pembelajaran
dikemukakan oleh Soedjadi (Hidayattuloh, matematika dapat mengembangkan kreativitas
2010: 2) bahwa, ‘Dalam matematika adalah dengan cara mengintegrasikan suatu

ISSN 2086-4280 32
Mosharafa
Jurnal Pendidikan Matematika
Volume 3, Nomor 1, Januari 2014

model pengembangan kreativitas itu dalam masalah pada penelitian ini adalah: “Apakah
proses belajar mengajar matematika. Dalam hal peningkatan kemampuan siswa dalam
ini, walaupun materi pembelajaran memiliki memecahan masalah matematik dengan model
tingkatan kesulitan yang tinggi, akan tetapi jika pembelajaran Treffinger lebih baik daripada
guru mampu meramu dan menyajikan dengan peningkatan kemampuan siswa dalam
menerapkan model-model pembelajaran yang memecahan masalah matematik dengan model
menarik bagi siswa dan sesuai dengan pembelajaran konvensional?”
karakteristik materi, dimungkinkan mereka tak
akan mengalami kesulitan. Mereka akan C. Manfaat Penelitian
mendapat kemudahan dalam menerima materi Hasil penelitian ini diharapkan
pembelajaran dalam rangka mencapai tujuan dapat bermanfaat bagi perbaikan
pembelajaran. Upaya ini harus dilakukan pendidikan matematika, antara lain sebagai
karena proses pembelajaran merupakan faktor berikut:
determinan terhadap mutu hasil 1.Bagi Guru
belajar. Dengan demikian model pembelajaran a. Dapat dijadikan salah satu model
yang dilakukan di kelas harus disetting pembelajaran alternatif dalam pembelajaran
berdasarkan kebutuhan dan karakteristik siswa matematika.
yang belajar serta karakteristik materi yang b.Dapat memberikan masukan kepada guru
akan diajarkan. matematika dalam rangka meningkatkan
Untuk mewujudkan harapan agar siswa hasil kerja siswa secara optimal.
menjadi kreatif dan memiliki kemampuan 2.Bagi Siswa
pemecahan masalah matematika yang baik, a. Siswa dapat meningkatkan kemampuan
tentu dibutuhkan pula model pembelajaran pemecahan masalaha matematika dengan
yang berbasis pada pemecahan masalah secara pembelajaran Treffinger.
kreatif. Diantaranya model pembelajaran yang b.Untuk menumbuhkan dan mengembangkan
dimaksud adalah model pembelajaran minat dan motivasi siswa dalam
Treffinger. pembelajaran matematika.
Mengingat matematika tidak mudah
dipelajari, maka pembelajaran matematika D. Tinjauan Pustaka
harus dibuat sedemikian rupa sehingga dapat 1. Masalah Matematik
menarik siswa untuk belajar. Hal ini sangat Sebagian besar dalam kehidupan
penting karena biasanya seseorang akan senang manusia sehari-hari akan berhadapan dengan
pada sesuatu apabila hal itu disampaikan dalam persoalan, tetapi tidak semua persoalan
bentuk-bentuk yang menarik. Oleh karena itu, merupakan suatu masalah. Suatu masalah akan
matematika yang diajarkan harus mendorong seseorang untuk
memperlihatkan unsur-unsur menariknya baik menyelesaikannya. Hayes dan Mayer (Rohaeti,
bagi diri secara individual maupun secara 2003:8) mengemukakan bahwa ‘suatu masalah
kelompok. Untuk itu pembelajaran matematika akan muncul apabila ada sesuatu kesenjangan
dengan model Treffinger harus dilakukan antara dimana kita sekarang (apa yang
dalam kerangka pengembangan diri secara diketahui dari masalah tersebut) dan dimana
individual dengan teknik-teknik pembelajaran kita ingin berada (tujuan yang hendak dicapai)
yang dilakukan secara berkelompok, serta dan kita tidak mengetahui bagaimana
bahan-bahan dan metode pembelajarannya mengatasi kesenjangan itu’.
dilakukan secara integratif. Masalah dalam matematika sendiri
adalah sesuatu persoalan yang mampu
B. Rumusan Masalah diselesaikan oleh siswa tanpa menggunakan
Dari uraian latar belakang masalah yang cara atau algoritma yang rutin
telah dikemukakan di atas, maka rumusan

ISSN 2086-4280 33
Mosharafa
Jurnal Pendidikan Matematika
Volume 3, Nomor 1, Januari 2014

(Ruseffendi, 1991 : 335). Menurut dari menghadapi masalah. Hal ini tentu
Hudojo (Rohaeti, 2003:14), syarat suatu menuntut kemampuan untuk memecahkannya,
masalah bagi seorang siswa adalah ; antara lain melalui metode coba-coba atau yang
1.Pertanyaan yang dihadapkan kepada dikenal dengan istilah trial and error menthod.
seorang siswa haruslah dapat dimengerti Kemampuan seseorang dalam
oleh siswa tersebut, namun pertanyaan itu mengidentifikasi/mengenal masalah, apalagi
harus merupakan tantangan baginya untuk memecahkannya itu berbeda-beda.
menjawabnya. Kemampuan ini banyak sekali ditunjang oleh
2.Pertanyaan tersebut tidak dapat dijawab latar belakang akademis, seperti spesialisasi
dengan prosedur rutin yang telah diketahui keahlian, banyaknya membaca atau studi
siswa. pustaka, program pendidikan yang ditempuh,
Dari uraian tersebut dapat dikatakan menganalisis suatu bidang, ataupun karena
bahwa suatu soal merupakan masalah bagi memberi perhatian khusus terhadap praktek
siswa apabila soal tersebut tidak dikenalnya kehidupan. Namun demikian tidak semua
atau belum memiliki algoritma tertentu untuk faktor yang disebutkan itu selalu menyebabkan
menyelesaikannya, tetapi siswa tersebut seseorang mempunyai kemampuan dalam
memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk memecahkan masalah. Kemampuan ini akan
menyelesaikannya.Hal ini merupakan suatu muncul terutama jika yang bersangkutan
dorongan bagi siswa, karena siswa dituntut terbiasa atau terlatih dalam hal itu.
untuk dapat menemukan jawabannya. Kemampuan dalam memecahkan
Dalam suatu masalah memuat beberapa masalah banyak ditunjang oleh kemampuan
komponen. Menurut Glass, Holyoak, dan Santa menggunakan penalaran, yaitu kemampuan
(Rohaeti, 2003:10) paling sedikit terdapat tiga dalam melihat hubungan sebab akibat.
komponen dalam setiap masalah , yaitu: Kenyataan ini memang demikian adanya.
1.Diberikan (given), yaitu diberikannya suatu Namun seringkali terjadi seseorang mempunyai
informasi apabila masalah itu disajikan , kemampuan penalaran cukup baik, tetapi gagal
2.Tujuan (goal), yaitu tujuan akhir yang ingin dalam memecahkan suatu permasalahan. Hal
dicapai; ini disebabkan orang yang bersangkutan
3.Operasi (operation), yaitu suatu tindakan memilih langkah-langkah yang salah. Langkah-
yang dapat dilakukan untuk mencapai suatu langkah dlam pemecahan masalah merupakan
tujuan. sesuatu yang dapat menuntun ke arah
penyelesaian yang tepat.
2. Kemampuan Pemecahan Masalah John Dewey dalam buku How We Think
Masalah pada dasarnya merupakan (1910) (Asra:2008) mengemukakan langkah-
suatu hambatan atau rintangan yang harus langkah dalam pemecahan masalah atu problem
disingkirkan, atau pertanyaan yang harus solving sebagai berikut:
dijawab atau dipecahkan. Masalah diartikan a. Merasakan adanya kesulitan atau masalah
pula sebagai kesenjangan antara kenyataan dan yang menuntut pemecahan.
apa yang seharusnya. Situasi yang b.Merumuskan dan membatasi masalah sebagai
mencerminkan adanya kesenjangan itu disebut dasar untuk mencari fakta dalam upaya
dengan situasi problematis. Dalam rangka menemukan pemecahannya.
pengenalan terhadap situasi problematis itu, c. Mengajukan suatu rumusan kesimpulan
upaya yang dapat dilakukan adalah mengenali sementara terhadap pemecahan masalah
terlebih dahulu berbagai fakta yang ada, (hipotesis) yang akan diuji kebenaran
terutama yang terkait dengan munculnya situasi berdasarkan fakta atau argumentasi (alasan-
problematis tadi. Dalam segala aspek alasan) yang nalar.
kehidupan dapat dijumpai berbagai masalah. d.Menguji hipotesis yang diajukan dengan satu
Oleh karena itu, setiap orang tidak pernah luput bukti yang dapat menjadi dasar untuk

ISSN 2086-4280 34
Mosharafa
Jurnal Pendidikan Matematika
Volume 3, Nomor 1, Januari 2014

menolak atau menerima kebenaran hipotesis memecahkan masalah secara bebas dan
yang dibuat. mandiri.
e. Merumuskan kesimpulan dari hasil pengujian Sebagaimana diketahui bahwa pada
hipotesis. umumnya dalam pembelajaran matematika
yang menjadi perhatian guru adalah siswa yang
3. Model Pembelajaran Treffinger memiliki kemampuan tinggi, sedangkan siswa
Model treffinger adalah salah satu model dengan kemampuan rendah yang umumnya ada
pembelajaran kreatif yang meliputi dua ranah di sekolah peringkat rendah kurang
yaitu afektif dan kognitif. Keterampilan afektif memperoleh perhatian. Oleh sebab itu
dan kognitif ditonjolkan dalam model tiga penerapan model treffinger akan dapat
tingkat yaitu tingkat dasar sampai tingkat mengakomodasikan keinginan semua siswa
fungsi berpikir yang lebih majemuk yaitu; untuk diperhatikan dan diberi kesempatan
a) Basic tool atau teknik kreativitas I, meliputi menunjukkan potensi-potensi kemampuan
keterampilan berpikir divergen (Guildford, yang dimilikinya termasuk kemampuan kreatif
dalam Parke, 2007) dan teknik-teknik matematika.
kreatif. Keterampilan teknik-teknik ini Sementara itu, untuk siswa yang ada
meliputi bagaimana pengembangan pada sekolah peringkat sedang dan sekolah
kelancaran dan kelenturan serta kesediaan peringkat tinggi melalui pembelajaran model
mengungkapkan pemikiran kreatif kepada treffinger juga akan berkembang kemampuan
orang lain. kreatif matematikanya, namun perkembangan
b) Practice with process atau tingkat II, yaitu itu diduga kurang signifikan.
memberi kesempatan kepada siswa untuk Oleh sebab itu, dapat dikemukakan
menerapkan apa yang telah dipelajari pada bahwa apabila dalam pembelajaran matematika
tingkat I dalam situasi praktis. Kemahiran diterapkan model treffinger, maka
dalam berpikir kreatif menuntut siswa kemungkinan besar siswa pada sekolah
memiliki keterampilan untuk melakukan peringkat rendah yang umumnya memiliki
fungsi-fungsi seperti analisis, evaluasi, kemampuan akademik rendah akan tertolong
imajinasi dan fantasi. untuk meningkatkan hasil belajarnya.
c) Working with real problem atau tingkat III, Ruseffendi (1991) menegaskan bahwa,
yaitu menerapkan keterampilan yang matematika modern lebih baik untuk anak
dipelajari pada tingkat I terhadap tantangan pandai tetapi lebih jelek untuk anak lemah,
pada dunia nyata. Disini siswa sedangkan back to basic lebih jelek untuk anak
menggunakan kemampuannya dengan cara- pandai tetapi lebih baik untuk anak lemah.
cara yang bermakna bagi kehidupannya.
Dari pernyatan di atas, model treffinger 4. Model Pembelajaran Konvensional
terdiri atas tiga tahap yaitu; pertama, tahap Model pembelajaran konvensional
pengembangan fungsi-fungsi divergen, dengan adalah model pembelajaran klasikal yang
penekanan keterbukaan kepada gagasan- berpusat pada guru atau dengan kata lain guru
gagasan baru dan berbagai kemungkinan. sebagai subjek serta siswa sebagai objek
Kedua, tahap pengembangan berpikir dan pembelajaran. Aktivitas dalam model
merasakan secara lebih kompleks, dengan pembelajaran konvensional guru menjelaskan
penekanan kepada penggunaan gagasan dalam materi kemudian memberikan contoh
situasi kompleks disertai ketegangan dan penyelesaian soal. Komunikasi berjalan searah,
konflik. Ketiga, tahap pengembangan siswa hanya mendapatkan pengetahuan dari apa
keterlibatan dalam tantang nyata, dengan yang disampaikan oleh guru dan tidak
penekanan kepada penggunaan proses-proses diberikan kesempatan untuk menemukan
berpikir dan merasakan secara kreatif untuk sendiri. Metode yang biasa digunakan adalah
ceramah atau eksporasi klasikal.

ISSN 2086-4280 35
Mosharafa
Jurnal Pendidikan Matematika
Volume 3, Nomor 1, Januari 2014

Menurut Djamarah (2006: 97), ada diberikan soal latihan. Sehingga siswa jarang
beberapa kelebihan yang terdapat dalam diberikan kesempatan untuk berpikir sendiri
metode ceramah, yaitu: secara kreatif dalam belajar atau menyelesaikan
1. Guru mudah menguasai kelas. masalah.
2. Pembelajaranya dapat diikuti oleh jumlah Pada umumnya di setiap sekolah,
siswa yang besar. metode ceramah adalah metode yang paling
3. Guru mudah mempersiapkannya dan populer dikalangan guru. Sebelum metode lain
melaksanakannya. yang dipakai untuk mengajar, metode ceramah
4. Guru mudah menerangkan dengan baik. yang paling dulu digunakan. Sagala (2007: 202)
Selain itu, model pembelajaran mengatakan: ”bukanlah metode ceramah itu
konvensional juga memiliki kekurangan- harus dihilangkan sama sekali, melainkan
kekurangan, diantaranya: bagaimana menggunakan metode cearmah
1. Proses pembelajaran berjalan yang efektif dan efesien”. Dalam pembelajaran
membosankan para murid karena murid matematika, metode ceramah juga seringkali
menjadi pasif dan tidak berkesempatan lebih disukai oleh guru dalam mengajar. Karena
untuk menempuh sendiri konsep yang dianggap dengan metode ceramah siswa akan
diajarkan mampu memahami materi dengan baik.
2. Murid hanya aktif dalam membuat catatan
3. Kepadatan konsep-konsep yang diberikan E. Variabel dan Desain Penelitian
dapat berakibat murid tidak mampu Pada penelitian ini terdiri dari dua
menguasai bahan yang diajarkan variabel, yaitu variabel bebas dan variabel
4. Pengetahuan yang diperoleh melalui terikat.
metode ceramah lebih cepat terlupakan a. Variabel bebas : model pembelajaran
5. Metode ceramah menyebabkan belajar treffinger dan model pembelajaran
murid menjadi “belajar menghafal” (Rote konvensional.
Learning) yang tidak mendapatkan b. Variabel terikat : kemampuan pemecahan
timbulnya pengertian. masalah matematik.
Pada dasarnya pembelajaran matematika
yang selama ini terjadi adalah tidak lebih dari Dalam penelitian ini sampel terdiri dari
belajar menghapal fakta, prinsip atau rumus. dua kelas yang diambil secara acak. Adapun
Menurut Burton (Kamal, 2005: 81) “Pandangan sampel yang dimaksud adalah kelas yang
tradisional memandang matematika sebagai pertama sebagai kelas eksperimen yaitu yang
pengetahuan dan keterampilan yang terdefinisi diberikan model pembelajaran treffinger,
secara ketat (a) belajar melalui tranmisi, (b) sedangkan kelas yang kedua sebagai kelas
belajar dengan sikap yang compliant (selalu kontrol yang diberikan model pembelajaran
mengalah), (c) menilai siswa melalui tes konvensional. Adapun desain penelitiannya
menggunakan kertas dan pensil tanpa perlu menurut Rahadi (2012: 12) adalah sebagai
terlihat”. Pembelajaran matematika tradisional berikut :
pada umunya memilki kekhasan tertentu, Kelompok Pretest Perlakuan Posttest
misalnya lebih mengutamakan hapalan dari
pada pengertian, menekankan kepada E1 T1 X1 T2
keterampilan berhitung, mengutamakan hasil E2 T1 X2 T2
dari pada proses dan pengajaran berpusat
kepada guru. Keterangan :
Dalam model pembelajaran konvesional, E1= Kelompok eksperimen
peranan siswa adalah mendengarkan dengan E2= Kelompok kontrol
teliti dan mencatat pokok bahasan penting yang T1= Instrumen tes awal (pretest)
telah disampaikan oleh guru dan sesekali T2= Instrumen tes akhir (postest)

ISSN 2086-4280 36
Mosharafa
Jurnal Pendidikan Matematika
Volume 3, Nomor 1, Januari 2014

Kelas n Xmin Xmax Rata-Rata


Standar rata dan standar deviasinya yang disajikan pada
Deviasi tabel berikut :
Ekspe 36 2 23 14,22 5,25 Tabel 1
Kontrol 36 8 35 18,92 9,64 Deskripsi Data Tes Awal
Dari tabel di atas, terlihat bahwa data
X1= Perlakuan pada kelompok eksperimen
tes awal yang diperoleh pada kelas eksperimen
dengan menggunakan pembelajaran
yaitu sebagai berikut: jumlah peserta tes
Treffinger
sebanyak 36 peserta dengan skor terkecil 2 dan
X2 = Perlakuan pada kelompok kontrol
skor terbesar 23, maka diperoleh rata-rata
dengan menggunakan pembelajaran
dengan nilai 14,22 dan standar deviasi dengan
konvensional
nilai 5,25. Sedangkan pada kelas kontrol
diperoleh data yaitu sebagai berikut: jumlah
F. Populasi dan Sampel
peserta tes sebanyak 36 peserta dengan skor
Populasi yang digunakan dalam
terkecil 8 dan skor terbesar 35, maka diperoleh
penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII
rata-rata dengan nilai 18,92 dan standar deviasi
SMP Al-Hikmah Tarogong Kaler Garut
dengan nilai 9,64.
Adapun teknik pengambilan sampel
.
dalam penelitian ini diambil secara acak
a. Uji Normalitas
sebanyak dua kelas, yaitu kelas VIII-A sebagai
Tabel 2
kelas eksperimen dan kelas VIII-C sebagai
kelas kontrol. Uji Normalitas Data Tes Awal
Kelas 𝝌𝟐𝐡𝐢𝐭𝐮𝐧𝐠 𝝌𝟐𝐭𝐚𝐛𝐞𝐥 Kesimpulan
G. Instrumen Penelitian Eksp 13,801 11,34 Tidak Normal
Instrumen penelitian yang digunakan Kontro 48,815 11,34 Tidak Normal
dalam penelitian ini adalah tes yaitu tes l
kemampuan pemecahan masalah dalam bentuk Pada tabel di atas, terlihat bahwa kelas
soal uraian. Tes tersebut digunakan untuk eksperimen mempunyai nilai  2 hitung = 13,801
mengetahui apakah ada penigkatan
kemampuan siswa dalam memecahkan masalah dan  tabel
2
=  2 (0,99)(3) = 11,34, maka  2 hitung >
matematik antara dua kelompok siswa yang  tabel
2
, sehingga data hasil tes awal kelas
menjadi subjek (sampel penelitian). eksperimen tidak berdistribusi normal.
Instrumen penelitian yang digunakan Sedangkan kelas kontrol mempunyai nilai
berupa tes awal (pre-test) dan tes akhir (pos-
test). Tes awal digunakan untuk mengetahui  2 hitung = 46,185 dan  tabel
2
=  2 (0,99)(3) = 11,34,
sejauh mana siswa telah menguasai materi yang maka  2 hitung >  tabel
2
, sehingga data hasil tes
akan diajarkan, sedangkan tes akhir digunakan awal kelas kontrol tidak berdistribusi normal.
untuk mengatahui hasil belajar yang telah Karena sebaran data kelas eksperimen
dilakukan siswa selama penelitian. . Dalam dan kelas kontrol tidak berdistribusi normal,
penelitian ini instrumen yang digunakan berupa maka pengujian perbedaan rata-rata dilakukan
tes tentang Persamaan Garis Lurus. dengan Uji Mann Whitney.
H. Hasil Penelitian b. Uji Mann Whitney
1. Analisis Data Tes Awal Tabel 3
Analisis data tes awal (pretest) yang Data Uji Mann Whitney
diperoleh dari kelompok eksperimen dan
NilaiU u  T u Zhitung Ztabel
kelompok kontrol bertujuan untuk mengetahui
sejauh mana kemampuan awal siswa sebelum
695,1 648 202 88,49 0,4916 2,58
diberikan perlakuan atau pembelajaran.
Berdasarkan perhitungan diperoleh nilai rata-
Nilai U u T u Zhitung Ztabel
ISSN 2086-4280 37
695,1 648 202 88,49 0,4916 2,58
Mosharafa
Jurnal Pendidikan Matematika
Volume 3, Nomor 1, Januari 2014

Dari tabel di atas maka - Ztabel = - 2,58 < Pada tabel di atas, terlihat bahwa kelas
Zhitung = 0,4916 < Ztabel= 2,58. dengan kata lain eksperimen mempunyai nilai  2 hitung =
Zhitung berada diantara batas interval -2,57 dan
2,57 maka Zhitung berada di daerah penerimaan 95,9148 dan  tabel
2
=  2 (0,99)(3) = 11,34, maka
Ho. Dengan demikian, dapat diambil  2 hitung >  tabel
2
, sehingga data hasil tes awal
kesimpulan bahwa rata-rata kemampuan awal kelas eksperimen tidak berdistribusi normal.
siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol Sedangkan kelas kontrol mempunyai nilai
adalah sama (tidak terdapat perbedaan).
 2 hitung = 27,0745 dan  tabel
2
=  2 (0,99)(3) =
2. Analisis Data Tes Akhir 11,34, maka  2 hitung >  tabel
2
, sehingga data
Tes akhir diberikan pada kedua kelas hasil tes awal kelas kontrol tidak berdistribusi
setelah diberikan perlakuan. Tes akhir (post- normal.
test) diberikan untuk mengetahui hasil belajar Karena kedua data hasil tes akhir tidak
siswa dari kedua kelas tersebut serta sejauh berdistribusi normal, maka pengujian
mana kompetensi yang dimiliki siswa setelah perbedaan rata-rata dilakukan dengan Uji Mann
diberikan perlakuan. Berikut ini disajikan Whitney.
analisis statistik deskriptif data skor post-test
kelas eksperimen dan kelas kontrol. b. Uji Mann Whitney
Tabel 4 Tabel 6
Statistik Deskriptif Data Tes Akhir Data Uji Mann Whitney
NilaiU  u u
Standar
Kelas n Xmin Xmax Rata-Rata
Deviasi
T Zhitung Ztabel

Ekspe 36 67 95 89,89 5,38


1004 648 448,5 88,14 4,14 2,33
Kontrol 36 64 93 86,56 6,09
Dari tabel di atas, terlihat bahwa data tes Dari tabel di atas maka - Ztabel = - 2,33
akhir yang diperoleh pada kelas eksperimen < Zhitung = 4,14 > Ztabel= 2,33. dengan kata lain
yaitu sebagai berikut: jumlah peserta tes Zhitung berada diluar batas interval -2,57 dan
sebanyak 36 peserta dengan skor terkecil 67 2,57 maka Zhitung berada di daerah penolakan
dan skor terbesar 95, maka diperoleh rata-rata Ho. Dengan demikian, dapat diambil
dengan nilai 89,89 dan standar deviasi dengan kesimpulan bahwa peningkatan kemampuan
nilai 5,38. Sedangkan pada kelas kontrol siswa dalam memecahkan masalah matematika
diperoleh data yaitu sebagai berikut: jumlah dengan model pembelajaran Treffinger lebih
peserta tes sebanyak 36 peserta dengan skor baik dari pada peningkatan kemampuan siswa
terkecil 64 dan skor terbesar 93, diperoleh rata- dalam memecahkan masalah matematika
rata dengan nilai 86,56 dan standar deviasi dengan model pembelajaran konvensional.
dengan nilai 6,09.
I. Pembahasan
a. Uji Normalitas Penelitian ini bertujuan untuk
Tabel 5 mengetahui apakah peningkatan kemampuan
Hasil Uji Normalitas Data siswa dalam memecahkan masalah matematika
lebih baik dari pada peningkatan kemampuan
Kelas 𝝌𝟐𝐡𝐢𝐭𝐮𝐧𝐠 𝝌𝟐𝐭𝐚𝐛𝐞𝐥 Kesimpulan siswa dalam memecahkan masalah matematika
Eks 95,914 11,14 TidakNormal dengan model pembelajaran konvensional.
8 Penelitian tersebut dilakukan dengan cara
Kontro 27,074 11,14 Tidak Normal memberi perlakuan di dua kelas yaitu kelas
VIII-A berjumlah 36 siswa (kelas eksperimen)
l 5
mendapatkan model pembelajaran Treffinger
dan kelas VIII-C berjumlah 36 siswa (kelas

ISSN 2086-4280 38
Mosharafa
Jurnal Pendidikan Matematika
Volume 3, Nomor 1, Januari 2014

kontrol) mendapatkan model pembelajaran memecahkan masalah matematik dengan


konvensional. model pembelajaran konvensional”.
Sebelum diberikan perlakuan, siswa
kelas eksperimen dan kelas kontrol terlebih J. Penutup
dahulu diberikan pre-test. Hal ini bertujuan 1. Kesimpulan
untuk mengetahui kemampuan awal kelas Penelitian ini dilaksanakan untuk
eksperimen dengan kelas kontrol. Setelah data mengetahui mengetahui penigkatan
diolah secara statistik, ternyata tidak terdapat kemampuan siswa dalam memecahkan masalah
perbedaan kemampuan awal siswa antara kelas matematik yang mendapatkan model
eksperimen dan kelas kontrol. Hal ini pembelajaran Treffinger dengan konvensional.
menunjukkan bahwa kemampuan awal siswa Penulis mengambil sampel sebanyak dua kelas,
kelas eksperimen dan kelas kontrol sama. yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Selanjutnya, kedua kelas tersebut Setelah data diolah secara statistik dan
diberikan perlakuan pembelajaran yang dengan dilakukannya uji Mann Whitney maka
berbeda. Kelas eksperimen dalam dapat diperoleh kesimpulan bahwa
pembelajarannya menggunakan model “Peningkatan kemampuan siswa dalam
pembelajaran Treffinger dan kelas control memecahkan masalah matematik dengan
menggunakan model pembelajaran model pembelajaran Treffinger leih aik
konvensional. Pada awal proses pelaksanaan daripada peningkatan kemampuan siswa dalam
pembelajaran di kelas eksperimen dengan memecahkan masalah matematik dengan
menggunakan model pembelajaran Treffinger, model pembelajaran konvensional”.
peneliti menemukan berbagai kendala, di 2. Saran
antaranya: kurangnya partisipasi siswa Berdasarkan hasil penelitian dan
terhadap materi yang disajikan, interaksi guru kesimpulan mengenai pemecahan masalah
dan siswa belum terlihat dan kemauan siswa matematika dengan menggunakan model
untuk merespon masih kurang. Namun pembelajaran Treffinger, dapat diajukan
demikian setelah guru memberikan bimbingan beberapa saran sebagai berikut:
dan arahan, siswa nampak lebih aktif. Hal ini 1.Untuk Guru
ditunjukkan dengan adanya keterlibatan antara a. Guru disarankan untuk lebih selektif dalam
guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa. menentukan model pembelajaran yang akan
Setelah pembelajaran dilaksanakan, digunakan agar sesuai dengan materi yang
kelas eksperimen dan kelas kontrol diberikan akan disampaikan.
post-test. Hal ini bertujuan untuk mengetahui b.Guru disarankan untuk lebih cermat dalam
perbedaan hasil belajar matematika antara menganalisis kelebihan dan kekurangan
siswa kedua kelas tersebut. Dengan peserta didik, serta kesulitan dalam
diberikannya pengertian oleh guru, siswa cukup berlangsungnya proses belajar dan
aktif dalam belajar dibanding sebelumya. pembelajaran yang dihadapi peserta didik.
Kemudian setelah didapat hasil post- c. Guru disarankan untuk mampu
test, karena pada hasil pre-test menunjukkan menciptakan suasana belajar dan
tidak terdapat perbedaan kemampuan awal pembelajaran menjadi menyenangkan dan
kelas eksperimen dan kelas kontrol maka tidak membosankan.
dilakukan uji Mann Whitney. Setelah data d.Guru disarankan untuk menggunakan
diolah secara statistik dan dengan dilakukannya model pembelajaran ketika mengajar
uji Mann Whitney maka dapat diperoleh dikelas, agar peserta didik belajar aktif dan
kesimpulan bahwa “Peningkatan kemampuan menyenangkan.
siswa dalam memecahkan masalah matematik e. Pembelajaran matematika dalam
dengan model pembelajaran Treffinger leih aik memecahkan masalah dengan
daripada peningkatan kemampuan siswa dalam menggunakan menggunakan model

ISSN 2086-4280 39
Mosharafa
Jurnal Pendidikan Matematika
Volume 3, Nomor 1, Januari 2014

pembelajaran Treffinger lebih baik


dibandingkan dengan model pembelajara Dzamarah, S.B (2006). Strategi Belajar
konvensional. Sehingga guru disarankan Mengajar. Banjarmasin: Rineka Cipta.
untuk menggunakan model pembelajaran
Treffinger pada pelajaran matematika Haryono. (2009). Pembelajaran model
khususnya dalam memecahkan masalah treffinger untuk menumbuhkan kreativitas
matematika. dalam pemecahan masalah operasi hitung
2.Untuk siswa pecahan siswa kelas V SD Islam Bani
a. Siswa disarankan agar lebih banyak berlatih Hasyim Singosari Malang. [online].
dengan mengerjakan soal-soal yang Tersedia : http://library.um.ac.id/free-
bervariasi. contents/index.php/pub/detail/pembelajara
b.Siswa disarankan agar lebih aktif ketika n-model-treffinger-untuk-menumbuhkan-
proses belajar dan pembelajaran kreativitas-dalam-pemecahan-masalah-
dilaksanakan, yaitu bertanya apabila tidak operasi-hitung-pecahan-siswa-kelas-v-sd-
mengerti dan memberikan reaksi apabila islam-bani-hasyim-singosari-malang-ari-
guru bertanya. dwi-haryono-39296.html . [12 Desember
3.Untuk Sekolah 2012].
Disarankan untuk pihak sekolah agar
model pembelajaran pembelajaran Treffinger Hidayatulloh, R. (2010). Perbedaan
ini dapat diaplikasikan sebagai bahan kebijakan Kemampuan Pemecahan Masalah
pengembangan kurikulum, karena berdasarkan Matematika Siswa Yang Menggunakan
penelitian menunjukkan bahwa kemampuan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
memecahkan masalah matematis siswa Numbered Head Together (NHT) dengan
mengalami peningkatan setelah diberikan Model Pembelajaran Konvensional. Skripsi
model pembelajaran Treffinger. pada Jurusan Pendidikan Matematika
4.Untuk Peneliti Lanjutan STKIP-Garut : Tidak diterbitkan
a. Untuk peneliti selanjutnya diharapkan
jangkauan penelitiannya bersifat lebih luas. Kamal A. (2008). Pembelajaran Metakognitif
b.Untuk peneliti selanjutnya diharapkan dalam Upaya Meningkatkan Berpikir
dapat meneliti keberhasilan model Kreatif Siswa dalam Pelajaran
pembelajaran Treffinger tidak hanya untuk Matematika. Skripsi STKIP Garut: tidak
pemahaman konsep matematis saja. diterbitkan.
Demikian hasil penelitian yang dapat
penulis laporkan dalam skripsi ini. Mudah- Pomalato, S.W. (2005) Pengaruh
mudahan ada manfaat khususnya bagi penulis Penerapan Model Treffinger pada
sendiri dan pembaca pada umumnya. Pembelajaran Matematika dalam
Pengembangkan Kemampuan Kreatif Dan
Daftar Pustaka Pemecahan Masalah Matematika Siswa.
Asra, M.Ed.. (2008). Metode Pembelajaran. Disertasi UPI. Bandung: tidak diterbitkan.
Bandung: CV Wacana Prima.
Rahadi, M. (2006). StatistikaParametrik.
Abdul Matin, Y. (2011). Perbandingan Garut: STKIP.
Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematik Antara Siswa Yang Rahadi, M. (2011). Evaluasi Proses Hasil
Mendapatkan Model Pembelajaran Pembelajaran Matematika. STKIP-Garut :
Creative Problem Solving (Cps) Dengan Tidak diterbitkan
Treffinger. Skripsi STKIP Garut: tidak
diterbitkan.

ISSN 2086-4280 40
Mosharafa
Jurnal Pendidikan Matematika
Volume 3, Nomor 1, Januari 2014

Rahadi, M. (2012). Metodologi Penelitian Sugiman. (2008). Acuan Menu Pembelajaran


Pendidikan. Modul STKIP. Garut: Tidak pada Pendidikan Anak Usia Dini . [online].
diterbitkan. Tersedia: http://sugiman-
bengkulu.blogspot.com/2009/02/acuan-
Rohaeti, E. (2003). Pembelajaran Matematika menu-pembelajaran-pada-pendidikan.html.
dengan Menggunakan Metode Improve [3 Januari 2013]
Untuk Meningkatkan Pemahaman dan
kemampuan Komunikasi Siswa SLTP. Yani (2008). Studi Perbandingan Pemahaman
Tesis pada UPI. : Tidak diterbitkan. Konsep dan Penalaran Siswa antara Siswa
yang Menggunakan Metode IMPROVE
Ruseffendi, E. T. (1991). Pengantar kepada dengan Konvensional. Skripsi STKIP Garut
Membantu Guru Mengembangkan : Tidak diterbitkan.
Kompetensinya dalam Pengajaran
Matematika untuk Meningkatkan CBSA.
Bandung: Tarsito. Riwayat Hidup Penulis
Neng Yani Permatasari : Lahir di Garut, 01
Ruseffendi, E. T. (2006). Pengantar kepada Desember 1991. Alumni SD Al-Hikmah, SMP
Membantu Guru Mengembangkan Al-Hikmah, SMA 1 Banyuresmi.
Kompetensinya dalam Pengajaran
Matematika untuk Meningkatkan CBSA.
Bandung: Tarsito.

Sagala, S. (2007). Konsep dan Makna


Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

Sudjana. 1982. Metoda Statistika. Tarsito:


Bandung

Sundayana, R. (2010). Komputasi Data


Statistika. Garut: STKIP.

Sundayana, R. (2013). Statistika Penelitian


Pendidikan. Garut: STKIP Garut Press.

Susilawati, E. (2007). Pemebelajaran


Matematika dengan Menggunakan Metode
Improve untuk Meningkatkan Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematis. Skripsi
UPI : tidak diterbitkan.

Susanti, S. (2010). Perbedaan Hasil Belajar


Matematika Antara Siswa Yang Belajar
Menggunakan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe jigsaw dengan Model
Konvensional. Skripsi pada Jurusan
Pendidikan Matematika STKIP-Garut :
Tidak diterbitkan

ISSN 2086-4280 41
Mosharafa
Jurnal Pendidikan Matematika
Volume 3, Nomor 1, Januari 2014

ISSN 2086-4280 42

Anda mungkin juga menyukai