STKIP Garut
Abstract :
To realize the expectation that students be creative and have a mathematical problem-solving ability
is good, of course also needed a learning model based on creative problem solving. Among the
learning model in question is the learning model Treffinger. This learning model will make students
more active and make learning more fun activities. The author would like to see if an increase in the
ability of students to solve problems that get Treffinger models better than the students who received
the conventional model?. The method that I use in this study is the experimental method, that is by
giving the treatment at two different sample classes. Based on the research results of the final test
can be concluded there is an increase in the ability of students to solve problems that get better
Treffinger models compared with the students who get a conventional model.
Abstrak :
Untuk mewujudkan harapan agar siswa menjadi kreatif dan memiliki kemampuan pemecahan
masalah matematika yang baik, tentu dibutuhkan pula model pembelajaran yang berbasis pada
pemecahan masalah secara kreatif. Diantaranya model pembelajaran yang dimaksud adalah model
pembelajaran Treffinger. Model pembelajaran ini akan menjadikan siswa lebih aktif serta menjadikan
kegiatan pembelajaran lebih menyenangkan. Penulis ingin melihat apakah peningkatan kemampuan
siswa dalam memecahkan masalah yang mendapatkan model treffinger lebih baik dibandingkan
dengan yang siswa yang mendapatkan model konvensional?. Metode yang penulis gunakan dalam
penelitian ini adalah metode eksperimen, yaitu dengan cara memberikan perlakuan pada dua kelas
sampel yang berbeda. Berdasarkan hasil penelitian tes akhir dapat diambil kesimpulan terdapat
peningkatan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah yang mendapatkan model treffinger
lebih baik dibandingkan dengan yang siswa yang mendapatkan model konvensional.
ISSN 2086-4280 31
Mosharafa
Jurnal Pendidikan Matematika
Volume 3, Nomor 1, Januari 2014
ISSN 2086-4280 32
Mosharafa
Jurnal Pendidikan Matematika
Volume 3, Nomor 1, Januari 2014
model pengembangan kreativitas itu dalam masalah pada penelitian ini adalah: “Apakah
proses belajar mengajar matematika. Dalam hal peningkatan kemampuan siswa dalam
ini, walaupun materi pembelajaran memiliki memecahan masalah matematik dengan model
tingkatan kesulitan yang tinggi, akan tetapi jika pembelajaran Treffinger lebih baik daripada
guru mampu meramu dan menyajikan dengan peningkatan kemampuan siswa dalam
menerapkan model-model pembelajaran yang memecahan masalah matematik dengan model
menarik bagi siswa dan sesuai dengan pembelajaran konvensional?”
karakteristik materi, dimungkinkan mereka tak
akan mengalami kesulitan. Mereka akan C. Manfaat Penelitian
mendapat kemudahan dalam menerima materi Hasil penelitian ini diharapkan
pembelajaran dalam rangka mencapai tujuan dapat bermanfaat bagi perbaikan
pembelajaran. Upaya ini harus dilakukan pendidikan matematika, antara lain sebagai
karena proses pembelajaran merupakan faktor berikut:
determinan terhadap mutu hasil 1.Bagi Guru
belajar. Dengan demikian model pembelajaran a. Dapat dijadikan salah satu model
yang dilakukan di kelas harus disetting pembelajaran alternatif dalam pembelajaran
berdasarkan kebutuhan dan karakteristik siswa matematika.
yang belajar serta karakteristik materi yang b.Dapat memberikan masukan kepada guru
akan diajarkan. matematika dalam rangka meningkatkan
Untuk mewujudkan harapan agar siswa hasil kerja siswa secara optimal.
menjadi kreatif dan memiliki kemampuan 2.Bagi Siswa
pemecahan masalah matematika yang baik, a. Siswa dapat meningkatkan kemampuan
tentu dibutuhkan pula model pembelajaran pemecahan masalaha matematika dengan
yang berbasis pada pemecahan masalah secara pembelajaran Treffinger.
kreatif. Diantaranya model pembelajaran yang b.Untuk menumbuhkan dan mengembangkan
dimaksud adalah model pembelajaran minat dan motivasi siswa dalam
Treffinger. pembelajaran matematika.
Mengingat matematika tidak mudah
dipelajari, maka pembelajaran matematika D. Tinjauan Pustaka
harus dibuat sedemikian rupa sehingga dapat 1. Masalah Matematik
menarik siswa untuk belajar. Hal ini sangat Sebagian besar dalam kehidupan
penting karena biasanya seseorang akan senang manusia sehari-hari akan berhadapan dengan
pada sesuatu apabila hal itu disampaikan dalam persoalan, tetapi tidak semua persoalan
bentuk-bentuk yang menarik. Oleh karena itu, merupakan suatu masalah. Suatu masalah akan
matematika yang diajarkan harus mendorong seseorang untuk
memperlihatkan unsur-unsur menariknya baik menyelesaikannya. Hayes dan Mayer (Rohaeti,
bagi diri secara individual maupun secara 2003:8) mengemukakan bahwa ‘suatu masalah
kelompok. Untuk itu pembelajaran matematika akan muncul apabila ada sesuatu kesenjangan
dengan model Treffinger harus dilakukan antara dimana kita sekarang (apa yang
dalam kerangka pengembangan diri secara diketahui dari masalah tersebut) dan dimana
individual dengan teknik-teknik pembelajaran kita ingin berada (tujuan yang hendak dicapai)
yang dilakukan secara berkelompok, serta dan kita tidak mengetahui bagaimana
bahan-bahan dan metode pembelajarannya mengatasi kesenjangan itu’.
dilakukan secara integratif. Masalah dalam matematika sendiri
adalah sesuatu persoalan yang mampu
B. Rumusan Masalah diselesaikan oleh siswa tanpa menggunakan
Dari uraian latar belakang masalah yang cara atau algoritma yang rutin
telah dikemukakan di atas, maka rumusan
ISSN 2086-4280 33
Mosharafa
Jurnal Pendidikan Matematika
Volume 3, Nomor 1, Januari 2014
(Ruseffendi, 1991 : 335). Menurut dari menghadapi masalah. Hal ini tentu
Hudojo (Rohaeti, 2003:14), syarat suatu menuntut kemampuan untuk memecahkannya,
masalah bagi seorang siswa adalah ; antara lain melalui metode coba-coba atau yang
1.Pertanyaan yang dihadapkan kepada dikenal dengan istilah trial and error menthod.
seorang siswa haruslah dapat dimengerti Kemampuan seseorang dalam
oleh siswa tersebut, namun pertanyaan itu mengidentifikasi/mengenal masalah, apalagi
harus merupakan tantangan baginya untuk memecahkannya itu berbeda-beda.
menjawabnya. Kemampuan ini banyak sekali ditunjang oleh
2.Pertanyaan tersebut tidak dapat dijawab latar belakang akademis, seperti spesialisasi
dengan prosedur rutin yang telah diketahui keahlian, banyaknya membaca atau studi
siswa. pustaka, program pendidikan yang ditempuh,
Dari uraian tersebut dapat dikatakan menganalisis suatu bidang, ataupun karena
bahwa suatu soal merupakan masalah bagi memberi perhatian khusus terhadap praktek
siswa apabila soal tersebut tidak dikenalnya kehidupan. Namun demikian tidak semua
atau belum memiliki algoritma tertentu untuk faktor yang disebutkan itu selalu menyebabkan
menyelesaikannya, tetapi siswa tersebut seseorang mempunyai kemampuan dalam
memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk memecahkan masalah. Kemampuan ini akan
menyelesaikannya.Hal ini merupakan suatu muncul terutama jika yang bersangkutan
dorongan bagi siswa, karena siswa dituntut terbiasa atau terlatih dalam hal itu.
untuk dapat menemukan jawabannya. Kemampuan dalam memecahkan
Dalam suatu masalah memuat beberapa masalah banyak ditunjang oleh kemampuan
komponen. Menurut Glass, Holyoak, dan Santa menggunakan penalaran, yaitu kemampuan
(Rohaeti, 2003:10) paling sedikit terdapat tiga dalam melihat hubungan sebab akibat.
komponen dalam setiap masalah , yaitu: Kenyataan ini memang demikian adanya.
1.Diberikan (given), yaitu diberikannya suatu Namun seringkali terjadi seseorang mempunyai
informasi apabila masalah itu disajikan , kemampuan penalaran cukup baik, tetapi gagal
2.Tujuan (goal), yaitu tujuan akhir yang ingin dalam memecahkan suatu permasalahan. Hal
dicapai; ini disebabkan orang yang bersangkutan
3.Operasi (operation), yaitu suatu tindakan memilih langkah-langkah yang salah. Langkah-
yang dapat dilakukan untuk mencapai suatu langkah dlam pemecahan masalah merupakan
tujuan. sesuatu yang dapat menuntun ke arah
penyelesaian yang tepat.
2. Kemampuan Pemecahan Masalah John Dewey dalam buku How We Think
Masalah pada dasarnya merupakan (1910) (Asra:2008) mengemukakan langkah-
suatu hambatan atau rintangan yang harus langkah dalam pemecahan masalah atu problem
disingkirkan, atau pertanyaan yang harus solving sebagai berikut:
dijawab atau dipecahkan. Masalah diartikan a. Merasakan adanya kesulitan atau masalah
pula sebagai kesenjangan antara kenyataan dan yang menuntut pemecahan.
apa yang seharusnya. Situasi yang b.Merumuskan dan membatasi masalah sebagai
mencerminkan adanya kesenjangan itu disebut dasar untuk mencari fakta dalam upaya
dengan situasi problematis. Dalam rangka menemukan pemecahannya.
pengenalan terhadap situasi problematis itu, c. Mengajukan suatu rumusan kesimpulan
upaya yang dapat dilakukan adalah mengenali sementara terhadap pemecahan masalah
terlebih dahulu berbagai fakta yang ada, (hipotesis) yang akan diuji kebenaran
terutama yang terkait dengan munculnya situasi berdasarkan fakta atau argumentasi (alasan-
problematis tadi. Dalam segala aspek alasan) yang nalar.
kehidupan dapat dijumpai berbagai masalah. d.Menguji hipotesis yang diajukan dengan satu
Oleh karena itu, setiap orang tidak pernah luput bukti yang dapat menjadi dasar untuk
ISSN 2086-4280 34
Mosharafa
Jurnal Pendidikan Matematika
Volume 3, Nomor 1, Januari 2014
menolak atau menerima kebenaran hipotesis memecahkan masalah secara bebas dan
yang dibuat. mandiri.
e. Merumuskan kesimpulan dari hasil pengujian Sebagaimana diketahui bahwa pada
hipotesis. umumnya dalam pembelajaran matematika
yang menjadi perhatian guru adalah siswa yang
3. Model Pembelajaran Treffinger memiliki kemampuan tinggi, sedangkan siswa
Model treffinger adalah salah satu model dengan kemampuan rendah yang umumnya ada
pembelajaran kreatif yang meliputi dua ranah di sekolah peringkat rendah kurang
yaitu afektif dan kognitif. Keterampilan afektif memperoleh perhatian. Oleh sebab itu
dan kognitif ditonjolkan dalam model tiga penerapan model treffinger akan dapat
tingkat yaitu tingkat dasar sampai tingkat mengakomodasikan keinginan semua siswa
fungsi berpikir yang lebih majemuk yaitu; untuk diperhatikan dan diberi kesempatan
a) Basic tool atau teknik kreativitas I, meliputi menunjukkan potensi-potensi kemampuan
keterampilan berpikir divergen (Guildford, yang dimilikinya termasuk kemampuan kreatif
dalam Parke, 2007) dan teknik-teknik matematika.
kreatif. Keterampilan teknik-teknik ini Sementara itu, untuk siswa yang ada
meliputi bagaimana pengembangan pada sekolah peringkat sedang dan sekolah
kelancaran dan kelenturan serta kesediaan peringkat tinggi melalui pembelajaran model
mengungkapkan pemikiran kreatif kepada treffinger juga akan berkembang kemampuan
orang lain. kreatif matematikanya, namun perkembangan
b) Practice with process atau tingkat II, yaitu itu diduga kurang signifikan.
memberi kesempatan kepada siswa untuk Oleh sebab itu, dapat dikemukakan
menerapkan apa yang telah dipelajari pada bahwa apabila dalam pembelajaran matematika
tingkat I dalam situasi praktis. Kemahiran diterapkan model treffinger, maka
dalam berpikir kreatif menuntut siswa kemungkinan besar siswa pada sekolah
memiliki keterampilan untuk melakukan peringkat rendah yang umumnya memiliki
fungsi-fungsi seperti analisis, evaluasi, kemampuan akademik rendah akan tertolong
imajinasi dan fantasi. untuk meningkatkan hasil belajarnya.
c) Working with real problem atau tingkat III, Ruseffendi (1991) menegaskan bahwa,
yaitu menerapkan keterampilan yang matematika modern lebih baik untuk anak
dipelajari pada tingkat I terhadap tantangan pandai tetapi lebih jelek untuk anak lemah,
pada dunia nyata. Disini siswa sedangkan back to basic lebih jelek untuk anak
menggunakan kemampuannya dengan cara- pandai tetapi lebih baik untuk anak lemah.
cara yang bermakna bagi kehidupannya.
Dari pernyatan di atas, model treffinger 4. Model Pembelajaran Konvensional
terdiri atas tiga tahap yaitu; pertama, tahap Model pembelajaran konvensional
pengembangan fungsi-fungsi divergen, dengan adalah model pembelajaran klasikal yang
penekanan keterbukaan kepada gagasan- berpusat pada guru atau dengan kata lain guru
gagasan baru dan berbagai kemungkinan. sebagai subjek serta siswa sebagai objek
Kedua, tahap pengembangan berpikir dan pembelajaran. Aktivitas dalam model
merasakan secara lebih kompleks, dengan pembelajaran konvensional guru menjelaskan
penekanan kepada penggunaan gagasan dalam materi kemudian memberikan contoh
situasi kompleks disertai ketegangan dan penyelesaian soal. Komunikasi berjalan searah,
konflik. Ketiga, tahap pengembangan siswa hanya mendapatkan pengetahuan dari apa
keterlibatan dalam tantang nyata, dengan yang disampaikan oleh guru dan tidak
penekanan kepada penggunaan proses-proses diberikan kesempatan untuk menemukan
berpikir dan merasakan secara kreatif untuk sendiri. Metode yang biasa digunakan adalah
ceramah atau eksporasi klasikal.
ISSN 2086-4280 35
Mosharafa
Jurnal Pendidikan Matematika
Volume 3, Nomor 1, Januari 2014
Menurut Djamarah (2006: 97), ada diberikan soal latihan. Sehingga siswa jarang
beberapa kelebihan yang terdapat dalam diberikan kesempatan untuk berpikir sendiri
metode ceramah, yaitu: secara kreatif dalam belajar atau menyelesaikan
1. Guru mudah menguasai kelas. masalah.
2. Pembelajaranya dapat diikuti oleh jumlah Pada umumnya di setiap sekolah,
siswa yang besar. metode ceramah adalah metode yang paling
3. Guru mudah mempersiapkannya dan populer dikalangan guru. Sebelum metode lain
melaksanakannya. yang dipakai untuk mengajar, metode ceramah
4. Guru mudah menerangkan dengan baik. yang paling dulu digunakan. Sagala (2007: 202)
Selain itu, model pembelajaran mengatakan: ”bukanlah metode ceramah itu
konvensional juga memiliki kekurangan- harus dihilangkan sama sekali, melainkan
kekurangan, diantaranya: bagaimana menggunakan metode cearmah
1. Proses pembelajaran berjalan yang efektif dan efesien”. Dalam pembelajaran
membosankan para murid karena murid matematika, metode ceramah juga seringkali
menjadi pasif dan tidak berkesempatan lebih disukai oleh guru dalam mengajar. Karena
untuk menempuh sendiri konsep yang dianggap dengan metode ceramah siswa akan
diajarkan mampu memahami materi dengan baik.
2. Murid hanya aktif dalam membuat catatan
3. Kepadatan konsep-konsep yang diberikan E. Variabel dan Desain Penelitian
dapat berakibat murid tidak mampu Pada penelitian ini terdiri dari dua
menguasai bahan yang diajarkan variabel, yaitu variabel bebas dan variabel
4. Pengetahuan yang diperoleh melalui terikat.
metode ceramah lebih cepat terlupakan a. Variabel bebas : model pembelajaran
5. Metode ceramah menyebabkan belajar treffinger dan model pembelajaran
murid menjadi “belajar menghafal” (Rote konvensional.
Learning) yang tidak mendapatkan b. Variabel terikat : kemampuan pemecahan
timbulnya pengertian. masalah matematik.
Pada dasarnya pembelajaran matematika
yang selama ini terjadi adalah tidak lebih dari Dalam penelitian ini sampel terdiri dari
belajar menghapal fakta, prinsip atau rumus. dua kelas yang diambil secara acak. Adapun
Menurut Burton (Kamal, 2005: 81) “Pandangan sampel yang dimaksud adalah kelas yang
tradisional memandang matematika sebagai pertama sebagai kelas eksperimen yaitu yang
pengetahuan dan keterampilan yang terdefinisi diberikan model pembelajaran treffinger,
secara ketat (a) belajar melalui tranmisi, (b) sedangkan kelas yang kedua sebagai kelas
belajar dengan sikap yang compliant (selalu kontrol yang diberikan model pembelajaran
mengalah), (c) menilai siswa melalui tes konvensional. Adapun desain penelitiannya
menggunakan kertas dan pensil tanpa perlu menurut Rahadi (2012: 12) adalah sebagai
terlihat”. Pembelajaran matematika tradisional berikut :
pada umunya memilki kekhasan tertentu, Kelompok Pretest Perlakuan Posttest
misalnya lebih mengutamakan hapalan dari
pada pengertian, menekankan kepada E1 T1 X1 T2
keterampilan berhitung, mengutamakan hasil E2 T1 X2 T2
dari pada proses dan pengajaran berpusat
kepada guru. Keterangan :
Dalam model pembelajaran konvesional, E1= Kelompok eksperimen
peranan siswa adalah mendengarkan dengan E2= Kelompok kontrol
teliti dan mencatat pokok bahasan penting yang T1= Instrumen tes awal (pretest)
telah disampaikan oleh guru dan sesekali T2= Instrumen tes akhir (postest)
ISSN 2086-4280 36
Mosharafa
Jurnal Pendidikan Matematika
Volume 3, Nomor 1, Januari 2014
Dari tabel di atas maka - Ztabel = - 2,58 < Pada tabel di atas, terlihat bahwa kelas
Zhitung = 0,4916 < Ztabel= 2,58. dengan kata lain eksperimen mempunyai nilai 2 hitung =
Zhitung berada diantara batas interval -2,57 dan
2,57 maka Zhitung berada di daerah penerimaan 95,9148 dan tabel
2
= 2 (0,99)(3) = 11,34, maka
Ho. Dengan demikian, dapat diambil 2 hitung > tabel
2
, sehingga data hasil tes awal
kesimpulan bahwa rata-rata kemampuan awal kelas eksperimen tidak berdistribusi normal.
siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol Sedangkan kelas kontrol mempunyai nilai
adalah sama (tidak terdapat perbedaan).
2 hitung = 27,0745 dan tabel
2
= 2 (0,99)(3) =
2. Analisis Data Tes Akhir 11,34, maka 2 hitung > tabel
2
, sehingga data
Tes akhir diberikan pada kedua kelas hasil tes awal kelas kontrol tidak berdistribusi
setelah diberikan perlakuan. Tes akhir (post- normal.
test) diberikan untuk mengetahui hasil belajar Karena kedua data hasil tes akhir tidak
siswa dari kedua kelas tersebut serta sejauh berdistribusi normal, maka pengujian
mana kompetensi yang dimiliki siswa setelah perbedaan rata-rata dilakukan dengan Uji Mann
diberikan perlakuan. Berikut ini disajikan Whitney.
analisis statistik deskriptif data skor post-test
kelas eksperimen dan kelas kontrol. b. Uji Mann Whitney
Tabel 4 Tabel 6
Statistik Deskriptif Data Tes Akhir Data Uji Mann Whitney
NilaiU u u
Standar
Kelas n Xmin Xmax Rata-Rata
Deviasi
T Zhitung Ztabel
ISSN 2086-4280 38
Mosharafa
Jurnal Pendidikan Matematika
Volume 3, Nomor 1, Januari 2014
ISSN 2086-4280 39
Mosharafa
Jurnal Pendidikan Matematika
Volume 3, Nomor 1, Januari 2014
ISSN 2086-4280 40
Mosharafa
Jurnal Pendidikan Matematika
Volume 3, Nomor 1, Januari 2014
ISSN 2086-4280 41
Mosharafa
Jurnal Pendidikan Matematika
Volume 3, Nomor 1, Januari 2014
ISSN 2086-4280 42