Laporan Pendahuluan Fraktur Silvi
Laporan Pendahuluan Fraktur Silvi
FRAKTUR
DI SUSUN OLEH
SILVI MALIA SINTA
G3A017250
2018
A. Definisi Fraktur
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang
bersifat total maupun sebagaian (Chairudin, 2010). Fraktur dikenal dengan
istilah patah tulang. Biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.
Kekuatan, sudut, tenaga, kedaan tulang, dah jaringan lunak di sekitar tulang
akan menentukan apakah fraktur yang terjadi tersebut lengkap atau tidak
lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan
fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang.
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis
dan luasnya fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang
dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan pukulan langsung, gaya
meremuk, gerakan punter mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem
(Bruner & Sudarth, 2002).
Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. Kebanyakan
fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada
tulang, baik berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung
(Sjamsuhidajat & Jong, 2005).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer,
2010).
B. Etiologi Fraktur
a. Trauma Langsung
Yaitu fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat ruda
paksa misalnya benturan atau pukulan pada anterbrachi yang
mengakibatkan fraktur
b. Trauma Tak Langsung
Yaitu suatu trauma yang menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh
dari tempat kejadian kekerasan.
c. Fraktur Patologik
Stuktur yang terjadi pada tulang yang abnormal (kongenital, peradangan,
neuplastik dan metabolik).
C. Klasifikasi Fraktur
a. Fraktur traumatik. Terjadi karena trauma yang tiba-tiba mengenai tulang
dengan kekuatan yang besar dan tulang tidak mampu menahan trauma
tersebut sehingga terjadi patah.
b. Fraktur patologis. Terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya akibat
kelainan patologis di dalam tulang. Fraktur patologis terjadi pada daerah-
daerah tulang yang telah menjadi lemah karena tumor atau proses
patologis lainnya. Tulang sering kali menunjukkan penurunan densitas.
Penyebab yang paling sering dari fraktur-fraktur semacam ini adalah
tumor, baik tumor primer maupun tumor metastasis.
c. Fraktur stres. Terjadi karena adanya trauma yang terus menerus pada
suatu tempat tertentu.
Dalam beberapa keadaan gangguan sistem muskuloskeletal, perawat
dihadapkan pada beberapa masalah klinis klien akibat trauma pada tulang.
Manifestasi kelainan akibat trauma pada tulang bervariasi. Pengamatan
secara klinis memberikan gambaran kelainan pada tulang. Secara umum,
keadaan patah tulang secara klinis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Fraktur tertutup (simple fracture). Fraktur tertutup adalah fraktur yang
fragmen tulangnya tidak menembus kulit sehingga tempat fraktur tidak
tercemar oleh lingkungan/tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar.
b. Fraktur terbuka (compound fracture). Fraktur terbuka adalah fraktur yang
mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan
jaringan lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam), ataufrom
without (dari luar).
c. Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture). Fraktur dengan
komplikasi adalah fraktur yang disetai dengan komplikasi, misalnyamal-
union, delayed union, non-union, dan infeksi tulang.
D. Patofisiologis
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya
pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih
besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang
yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah
terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks,
marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan
terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga
medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang
patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya
respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan
leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan
dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur:
1. Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang
tergantung terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat
menyebabkan fraktur.
2. Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan
daya tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi
dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau
kekerasan tulang.
H. Penatalaksanaan fraktur
Pada umumnya, metode pengobatan yang digunakan sebagai berikut:
a. Penatalaksanaan konservatif. Penatalaksanaan konservatif merupakan
penatalaksanaan nonpembedahan agar imobilisasi pada patah tulang dapat
terpenuhi.
a) Proteksi. Proteksi fraktur terutama mencegah trauma lebih lanjut
dengan cara memberikan sling (mitela).
b) Imobilisasi dengan bidai eksterna. Imobilisasi pada fraktur dengan bidai
eksterna hanya memberikan sedikit imobilisasi. Biasanya menggunakan
balut elastis.
c) Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna yang
menggunakan gips. Reduksi tertutup yang diartikan manipulasi
dilakukan dengan pembiusan umum dan lokal. Reposisi yang dilakukan
melawan kekuatan terjadinya fraktur. Penggunaan gips untuk
imobilisasi merupakan alat utama pada teknik ini.
d) Reduksi tertutup dengan traksi. Traksi yang digunakan untuk
meminimalkan spasme otot; untuk mereduksi, menyejajarkan, dan
mengimobilisasi fraktur; dan untuk mengurangi deformitas.
b. Penatalaksanaan pembedahan sangat penting diketahui oleh perawat
sebagai dasar pemberian asuhan keperawatan. Jika ada keputusan bahwa
klien diindikasikan untuk menjalani pembedahan, perawat mulai berperan
dalam memberikan asuhan keperawatan perioperatif. Penatalaksanaan
pada klien fraktur meliputi hal-hal sebagai berikut.
a) Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkutan dengan
K-Wire. Setelah dilakukan reduksi tertutup pada fraktur yang bersifat
tidak stabil, reduksi dapat dipertahankan dengan memasukkan K-Wire
perkutan.
b) Reduksi terbuka dan fiksasi inetrnal. Perawat perlu mengenal tindakan
medis operasi reduksi terbuka, baik fiksasi internal/ORIF (Open
Reduction Internal Fixation) maupun fiksasi eksternal/OREF (Open
Reduction External Fixation) karena suhan keperawatan yang
diperlukan berbeda. Implikasi keperawatan yang perlu dikenal perawat
setelah operasi adalah adanya nyeri dan risiko infeksi yang merupakan
masalah utama. Beberapa indikasi keadaan klien yang mengalami
fraktur dan dislokasi perlu diketahui untuk menjelaskan kemungkinan
tindakan medis dan masalah keperawatan yang akan timbul dari
tindakan medis ORIF dan OREF.
I. Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “ pencitraan”
menggunakan sinar rontgen (sinar X). Untuk mendapatkan gambar tiga
dimensi dari keadaan dan kedudukan tulang yang sulit kita memerlukan dua
proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan
proyeksi tambahan (khusus) jika ada indikasi untuk memperlihatkan
patologi yang dicari karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa
permintaan sinar X harus ada dasar kegunaan. Pemeriksaan penunjang dan
hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan.
Selain foto polos sinar X (plane X-ray) mungkin diperlukan teknik khusus,
seperti hal-hal berikut:
a) Tomografi, menggambarkan tidak hanya satu struktur saja, tetapi juga
strukur tertup yang sulit divisualisasikan. Pada kasus ini ditemukan
kerusakan struktur yang kompleks, tidak hanya pada satu struktur saja,
tetapi pada struktur lain yang juga mengalami kerusakan
b) Mielografi, menggambrkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh
darah diruang tulang vertebra yang mengalami kerusakan akibat trauma
c) Artrografi, menggambarkan jaringan ikat yang rusak ruda paksa
d) Coumputed Tomography- Scanning, menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang tempat terdapatnya struktur tulang yang rusak.
b. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang lazim digunakan untuk mengetahui lebih
jauh kelainan yang terjadi meliputi hal-hal sebagai berikut:
a) Kalsium serum dan fosfor serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang
b) Fosfatase alkali meningkat pada saat kerusakan tulang dan
menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang
c) Enzim otot seperti kreatinin kinase, laktat dehidroginasi (LDH-5),
aspartat amino transferase (AST) dan aldolase meningkat pada tahap
penyembuhan tulang
c. Pemeriksaan lain-lain
Pada pemeriksaan kultut mikroorganisme dan tes sensitivitas didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi
a) Biopsi tulang dan otot : pada intinya, pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas, tetapi lebih diindikasikan bila terjadi infeksi
b) Elektromiografi: Terdapat kerusakan konduksi saraf akibat fraktur
c) Artroskopi: Didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena
trauma yang berlebihan.
d) Indium imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang
e) MRI : Menggambarkan kerusakan akibat fraktur
A. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
a. Anamnesis
1) Keluhan utama. Nyeri pada bagian lengan dan bahu kanan.
2) Riwayat penyakit sekarang. Klien mengatakan terjatuh dari pohon, lalu
tangan dan bahu kanannya sakit.
3) Riwayat penyakit dahulu. Apakah klien pernah mengalami gangguan
tulang.
4) Riwayat penyakit keluarga. Apakah ada keluarga yang mengalami
abnormalitas tulang.
b. Pemeriksaan Fisik
Hal yang perlu diketahui dalam pemeriksaan fisik klien fraktur adalah
sebagai berikut:
1) Gambaran umum. Perawat pemeriksa perlu memerhatikan pemeriksaan
secara umum yang meliputi hal-hal sebaga berikut.
2) keadaan umum. Keadaan baik atau buruknya klien. Keadaan yang perlu
dicatat adalah sebagai berikut.
a) Kesadaran klien: apatis, sopor, koma, gelisah, kompos mentis, yang
bergantung pada keadaan klien.
b) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronis, ringan, sedang, berat,
dan pada kasus fraktur biasanya akut.
c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan.
3) Secara sistemik, dari kepala sampai kelamin.
Perawat harus memperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal
klien, terutama mengenai status neurovaskular.
4) Keadaan lokal. Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah
sebagai berikut.
a) look (inspeksi). Perhatikan apa yang dapat dilihat, antara lain
sebagai berikut.
Sikatriks (jaringan parut)
Fistula
Warna kemerahan atau kebiruan (livid) atau hiperpigmentasi
Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang
tidak biasa (abnormal)
Posisi dan bentuk ekstremitas (deformitas)
b) feel (palpasi). Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi
kliendiperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada
dasranya, hal ini merupakan pemeriksaan yang memberikan
informasi dua arah, baik pemeriksa maupun klien. Hal yang perlu
dicatat adalah sebagai berikut.
perubahan suhu di sekitar trauma (hangat) dan kelembapan
kulit.
apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau
edema terutama di sekitar persendian.
nyeri tekan (tenderness), krepitasi, letak kelainan (1/3
proksimal, tengah, atau distal).
tonus otot pada waktu relaksasi atau kontraksi, benjolan yang
terdapat di permukaan atau melekat pada tulang. selain itu,
periksa status neurovaskular. apabila ada benjolan, peraat perlu
mendeskripsikan permukaannya, konsistensinya, pergerakan
terhadap dasar atau permukaan, nyeri atau tidak, dan ukurannya.
move (pergerakan terutama rentang gerak).
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b.d agen cedera fisik ditandai dengan keluhan nyeri, distraksi,
fokus pada diri sendiri / fokus menyempit wajah menunjukkan nyeri,
perilaku berhati-hati , melindungi, perubahan tonus otot, respon otonomik
b. Kerusakan integritas jaringan b.d mekanik (tekanan, teriris, gesekan)
ditandai dengan keluhan gatal, nyeri, tekanan pada area yang sakit / area
sekitar, gangguan permukaan invasi struktur tubuh, destruksi lapisan kulit
/ jaringan
c. Kerusakan mobilitas fisik b.d kerusakan rangka neuromuskular : nyeri /
ketidaknyamanan, terapi restriktif (imobilisasi tungkai) ditandai dengan
ketidakmampuan untuk bergerak sesuai tujuan dalam lingkungan fisik,
menolak untuk bergerak, keterbatasan rentang gerak, penurunan kekuatan /
kontrol otot
d. Resiko infeksi b.d tidak adekuatnya pertahanan primer, kerusakan kulit,
trauma jaringan prosedur invasive, traksi tulang.
e. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan b.d kurang terpajannya informasi, salah interpretasi informasi
ditandai dengan pernyataan / permintaan informasi, pernyataan alah
konsepsi
3. Intervensi Keperawatan
DX.1. Nyeri akut b.d agen cedera fisik. Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama ...X24 jam, diharapkan nyeri yang dialami pasien
terkontrol dengan kriteria hasil :
a. Pasien dapat mengkaji faktor penyebab, durasi terjadinya nyeri
b. Pasien melaporkan nyerinya terkontrol
c. Pasien dapat menggunakan teknik non-analgetik untuk menangani nyeri
Intervensi :
a. Lakukan pengkajian secara komprehensif tentang nyeri meliputi lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, qualitas, intensitas nyeri dan faktor
presipitasi
R/ : Mempengaruhi pilihan / pengawasan keefektifan intervensi
b. Observasi respon nonverbal dari ketidaknyamanan terutama
ketidakmampuan untuk berkomunikasi secara efektif
R/ : Tingkat ansietas dapat mempengaruhi persepsi / reaksi terhadap
nyeri
c. Gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman
nyeri dan penerimaan respon nyeri pasien
R/ : Strategi komunikasi terapeutik dapat membantu untuk menentukan
intervensi yang diperlukan
d. Kaji efek pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup (ex. Tidur, aktivitas,
kognisi, oerasaan, hubungan, pekerjaan)
R/ : Mengetahui pengaruh nyeri terhadap kualitas hidup pasien.
e. Ajarkan menggunakan teknik nonanalgetik (relaksasi, nafas dalam,
imajinasi visualisasi, sentuhan terapeutik, akupresure)
R/ : Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol dan
dapat meningkatkan kekuatan otot; dapat meningkatkan harga diri dan
kemampuan koping.
f. Sediakan informasi tentang nyeri seperti : penyebab nyeri, berapa alam
nyeri itu akan berakhir, antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur
R/ : Meningkatkan pengetahuan pasien
g. Laksanakan penggunaan kontrol analgetik, jika perlu
R/ : Analgetik dapat menurunkan nyeri dan spasme otot
DX.2. Kerusakan Integritas Jaringan. Setelahdilakukan tindakan keperawatan
selama ...X24 Jam diharapkan luka dapat sembuh dengan kriteria hasil :
a. Tidak ada bau
b. Tidak ada kemerahan disekiar luka
c. Tidak terjadi peningkatan suhu tubuh
d. Luka menjadi kering
e. Cairan pada luka telah kering
Intervensi :
a. Catat karakteristik luka
R/: Memberikan informasi tentang masalah yang mungkin disebabkan
oleh alat pemasangan gips, bebat / traksi
b. Catat karakteristik cairan
R/: Untuk mengobservasi adanya cairan yang timbul dari luka
c. Berikan masase pada area sekitar luka
R/: Mempunyai efek pengering, yang menguatkan kulit. Krim dan losion
tidak dianjurkan karena terlalu banyak minyak dapat menutup perimeter
gips, tidak memungkinkan gips untuk “bernapas”. Bedak tidak
dianjurkan karena potensial akumulasi berlebihan di dalam gips.
d. Memelihara kepatenan pada saluran drainage
R/: Untuk mengurangi resiko terjadinya infeksi
e. Berikan balutan
R/: Untuk mencegah terkontaminasi dengan lingkungan
f. Memelihara kesterilan dalam merawat luka
R/: Untuk mencegah terkontaminasi dengan bakteri
g. Memberi posisi pada bagian yang terluka agar tidak menjadi tegang
R/ : Untuk meminimalkan tekanan pada bagian yang terluka
h. Ajari pasien dan keluarga bagaiamana cara merawat luka
R/ : Untuk memberikan informasi kepada keluarga dan pasien tentang
cara perawatan luka yang baik dan benar untuk mencegah terjadinya
infeksi.
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Vol 3.
Jakarta : EGC.
Carpenitto, Lynda Juall. (2006). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Alih bahasa :
Monica Ester, Edisi 8. EGC : Jakarta.
Mansjoer, A dkk. 2010. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Potter, P. A, & Perry, A.G (2006). Buku ajar fundamental keperawatan: Konsep,
proses, dan praktik, Jakarta: EGC.
Smeltzer, S.C., 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.