Anda di halaman 1dari 2

Borneo FC Bukan Hanya Tibo

Starberita - Jakarta, Nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) semakin
menjauh dari level Rp15.000 per USD. Dan langkah-langkah itu ternyata tidak efektif sebab
hanya mampu mengobati gejolak pasar untuk sementara saja, tapi belum menyentuh pokok
masalahnya, yaitu scarcity atau kekurangan dolar di pasar. Dengan menukarkan cadangan
devisa ke dalam mata uang lokal, financial institution sentral berharap nilai uang lokal
terjaga. Namun pada Februari 2018, dolar AS mulai menguat.

Meski melemah, bursa saham Asia lebih beruntung daripada bursa saham Amerika Serikat
di Wall Street. Menurut dia, mata uang rupiah yang tertekan menyusul stimulus pemerintah
AS yang memangkas pajak korporasi, sehingga berpeluang bagi financial institution sentral
AS (The Fed) dalam menaikkan suku bunga. Selain meningkatkan suku bunga the Fed
mengurangi stimulus lainnya yakni mengurangi quantitatif.
Dan semoga Indonesia bisa menjadi terbaik nomor 3 di dunia itu lebih dari cukup. Di sisi lain,
pertumbuhan ekonomi dunia yang lebih cepat pada 2017 juga berpeluang meningkatkan
permintaan world terhadap komoditas ekspor non-energi Indonesia, misalnya produk tekstil.
Bank Indonesia kembali berancang-ancang menaikkan suku bunga acuan untuk ketiga
kalinya pada tahun ini.
PT RIFAN FINANCINDO JAKARTA
Seretnya arus modal membuat mata uang lain berpotensi melemah, termasuk rupiah. Faisal
menilai kebijakan biodiesel maupun rencana pengereman laju impor 900 komoditas sudah
tepat. Analis Sucorinvest Central Gani Ariawan sepakat penguatan rupiah menopang
positifnya pasar obligasi. Sebagai informasi, dolar AS melemah terhadap sebagian besar
mata uang Asia pada saat laporan ini dituliskan, dan keadaan ini merambat ke sebagian
besar G10 saat sesi Eropa berjalan.
In case your request is concerning the establishment publication or other supplies, you may
handle your e-mail to the Department of Public Relations (PR) in humas@. Josua
menambahkan, greenback masih kuat jika dibandingkan dengan mata uang negara
berkembang. Itu terjadi 1985 ketika AS dan negara negara G5 mendesak Jepang
merevaluasi Yen-nya karena dianggap undervalued.

Anda mungkin juga menyukai