Makalah Kimia Medik
Makalah Kimia Medik
Penulis
Kelompok : 7 (tujuh)
Anggota : Nisa Amalia Rhaudah (1413023045)
Dewi Nawang Wulan (1513023023)
Nurul Mufidah (1513023042)
Fina Septi Aristya (1613023039)
Siti Nurjanah (1613023003)
Mata kuliah : Kimia Medik
Dosen : Dr. Ratu Beta Rudibyani, M.Si.
Emmawaty Sofya, S.Si., M.Si.
PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami mengucapkan
terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan
makalah ini.
Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
COVER ............................................................................................... i
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI ............................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
BAB I
PENDAHULUAN
Neurofisiologi adalah bagian ilmu fisiologi, yang mempelajari studi fungsi sistem
saraf. Ilmu ini berkaitan erat dengan neurobiologi, psikologi, neurologi,
neurofisiologi klinik, elektrofisiologi, etologi, aktivitas saraf tinggi,
neuroanatomi, ilmu kognitif, dan ilmu otak lainnya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Neuron
Sel saraf merupakan yang sangat khusus yang menghantarkan dan memicu
rangsang listrik secara hayati. Mereka berkomunikasi dengan sesama sel saraf lain
melalui jaringan kerja yang rumit, dan mengatur semua jaringan dan organ.
Membran sel saraf dapat ‘terangsang’ karena kepermeabelannya dapat berubah,
yang dipicu oleh molekul kecil neurotransmiter endogen atau oleh obat.
Gambar 4.1 menunjukkan organisasi suatu sel saraf (motoneuron) bersama semua
komponennya.
Gambar 4.1 Struktur suatu neuron gerak: (1) dendrit, (2) nukleoulus, (3) ujung saraf datang, (4)
duri-duri dendrit, (5) mitokondria, (6) inti, (7) retikulum endoplasma, (8) alat Golgi, (9) akson
Hillock, (10) akson, (11) simpul Ranvier, (12) selubung mielin, (13) inti sel Schwann, (14) butiran
neurotransmiter, (15) sel dendroglia, (16) lempeng ujung neuromuskular, (17) lipatan sambungan,
lempeng ujung, (18) inti sel otot. (diubah-suai dari Schade dan Ford, 1973).
4
Pada badan sel terdapat banyak dendrit pendek bercabang yang menerima dan
meneruskan isyarat yang datang ke sel saraf; isyarat ini kemudian ditransmisikan
ke neuron sebelahnya (atau ke suatu jaringan) melalui akson yang panjang. Akson
suatu motoneuron, yang terpampang pada gambar tersebut, diselimuti oleh
selaput mielin yang berupa lemak, yang terpenggal-penggal oleh simpul Ranvier.
Lekukan diantara penggalan-penggalan ini memungkinkan terjadinya pertukaran
ion antara akson dan lingkungannya. Akson berakhir pada suatu ujung saraf,
dalam hal ini lempeng ujung neuromuskular yang berkomunikasi dengan
membran sel otot. Pada neuron lain, ujung saraf dapat berupa bulatan sinaps yang
mirip tombol (gambar 4.2). tombol ini berkontak dengan dendrit, akson, atau
badan sel dari sel saraf lain, dengan isyarat kimia, bukan dengan impuls listrik
yang digunakan untuk transmisi. Pada sinaps terdapat mitokondria serta satu
macam atau lebih butiran sinaps bundar berdiameter 0,3 – 0,9 µm, dikelilingi
oleh suatu membran dan berisi neurotransmiter yang sering membentuk senyawa
kompleks dengan protein dan ATP. Membran prasinaps nampaknya mempunyai
kisi-dalam yang terdiri dari sinaptopori, yang diduga mengarahkan butiran sinaps
ke membran pada saat butiran tersebut akan mengeluarkan neurotransmiter. Celah
sinaps memisahkan dua neuron yang saling berhubungan yang hanya kadang-
kadang saja saling berkomunikasi secara listrik. Biasanya, neurotransmiter yang
dilepaskan ke celah sinaps diarahkan oleh filamen ke membran pascasinaps dan
reseptornya, yang sebetulnya merupakan bagian dari neuron tetangganya,
Gambar 4.2 bulatan sinaps: (1) akson, (2) mitokondrion, (3) butiran sinaps, (4) celah sinaps, (5)
membran pascasinaps, (6) reseptor pascasinaps, (7) kisi sinaptopor, (8) reseptor prasinaps, (9)
neuron datang yang menunjukkan hubungan akson-akson
5
Pada semua sel terdapat potensial listrik lintas membran. Suatu mikroelektrode
yang dimasukkan ke dalam suatu sel akan menunjukkan potensial sebesar 50-80
mV lebih negatif daripada potensial yang tercatat oleh suatu elektrode di luar sel.
Hal ini diakibatkan oleh ketidakseimbangan ion. Di dalam sel terdapat ion K+
berkonsentrasi tinggi (sekitar 120 mM) dan ion Na+ berkonsentrasi rendah
(sekitar 20 mM), sedangkan keadaan di luar sel sebaliknya. Karena diameter ion
kalium berhidrat lebih kecil daripada diameter ion natrium berhidrat serta akibat
adanya perbedaan konsentrasi di dalam dan di luar sel, maka ion kalium dapat
berdifusi ke luar sel, sedangkan ion natrium tidak. Hal ini membuat bagian dalam
sel bermuatan negatif karena anion protein yang terdapat pada sitosol tidak
terimbangi. Pembentukan muatan negatif ini pada akhirnya mencegah kehilangan
ion K+ lebih banyak, dan tercapailah kesetimbangan; sel menjadi terpolarisasi dan
potensial lintas membran (potensial istirahat) memantap.
Perbedaan antara sel biasa dan sel yang terangsang menjadi jelas pada saat
diterapkan arus yang mendepolarisasi. Pada sel biasa, misalnya eritrosit, potensial
membran hampir sama dengan nol. Namun, pada neuron, proses yang melonjak
dan membatasi diri ini memungkinkan potensial melebihi nol dan menjadi sekitar
30 mV lebih positif di dalam sel dibandingkan dengan di luar sel. Depolarisasi ini
disebut potensial kerja, yang mula-mula terjadi akibat ion natrium dan kemudian
oleh ion kalium. Depolarisasi ini berlangsung hanya sekitar satu milidetik, dan
selama itu natrium menyerbu ke dalam dan kalium berbondog-bondong ke luar
melalui saluran ion yang terbuka akibat terjadi perubahan konformasi dalam
membran. Ketidak-seimbangan ion yang sebelumnya ada kemudian
diseimbangkan kembali melalui penghilangan cepat ion Na+. Gambar 4.3
menunjukkan urut-urutannya. Pada saraf bermielin, pertukaran ion demikian
dapat terjadi hanya pada simpul Ranvier, dan potensial kerjanya meloncat dengan
cepat dari satu simpul ke simpul lain tanpa kehilangan potensial. Gelombang
6
depolarisasi ini menjalar sepanjang akson ke ujung saraf dan dapat terulang
beberapa ratus kali per detik.
ditinjau oleh Reichardt dan Kelly (1983). Di samping itu, reseptor prasinaps lain
dapat memberikan respons terhadap neurotransmiter yang dikeluarkan oleh
neuron jenis lain maupun terhadap obat, yang semuanya mengatur pelepasan dan
biosintesis neurotransmiter. Semua kejadian ini ditunjukkan dengan cara yang
diidealkan pada gambar 4.4, dan dibahas terinci secara mengagumkan oleh
Cooper, Bloom, dan Roth (1996).
Gambar 4.4 Sepuluh tahap transmisi di sinaps: (1) transpor lewat akson, (2) perangsangan
membran oleh listrik, (3) sintesis, penyimpanan, dan pelepasan neurotransmiter, (4) enzim
mengkatabolisis transmiter yang berlebihan, (5) reseptor pascasinaps memberi tanggapan terhadap
neurotransiter, (6) orgnel pascasinaps memberi tanggapan terhadap picuan reseptor, (7) antraksi
genetik sel saraf dan organel sel, (8) berbagai perubahan akibat kontak sinaps, (9) integrasi
potensial membran, (11) pengaturan pelepasan neurotransmiter akson-akson prasinaps, (12)
autoreseptor. (Dikutip seizin Cooper, Bloom, dan Roth (1986), Oxford University Press, New
York)
2.4 Neurotransmiter
terikat pada dua reseptor yang berbeda pada sasaran yag sama, atau dapat
terikat pada dua reseptor yang berbeda pada dua sasaran yang berbeda.
Kereaktifan yamg banyak kemungkinannya ini dapat menjelaskan mengapa
beberapa obat dan zat endogen hanyalah merupakan agonis-sebagian:
senyawa tersebut mungkin kehilangan ‘bantuan’ suatu kontransmiter yang
biasa diterima oleh agonis penuh. Kereaktifan silang gabungan kontransmiter
dapat juga menjelaskan banyaknya efek samping serta kelemahan obat
neuroaktif yang telah dirancang tanpa memanfaatkan pengetahuan riwayat
lengkap poses in vivo pada sasarannya.
Sistem neuron vertebrata dibagi menjadi sistem saraf pusat (SSP), yang meliputi
otak dan sumsum tulang belakang, dan sistem saraf perifer, yang melayani bagian
tubuh lainnya.
Perintah dari SSP ke perifer dan ke semua organ tubuh disampaikan melalui
sistem saraf autonom, sedangkan perintah ke otot kerangka ditransmisikan
melalui sistem skeletomotor. Ada perbedaan struktur antara berbagai neutron
yang ada pada kedua sistem ini (gambar 4.6).
Gambar 4.6 Skema struktur motoneuron, neuron simpatik (adrenergik), dan neuron parasimpatik
(kolinergik)
Sistem saraf autonom berbeda dari sistem di atas dalam hal letak sinaps ganglion
perifer, yaitu antara SSP dan suatu organ, selain itu juga bekerja semacam stasiun
pemindah. Neuron pada sistem saraf simpatik berpangkal di bagian atas dan
bagian tengah sumsum tulang belakang, dan membentuk serat B bermielin.
Sistem saraf dapat sangat rumit dan dapat mengatur fungsi faali melalui antaraksi
sel saraf yang berdampingan berurutan, yang menggunakan neurotransmiter yang
berbeda. Juga harus diingat bahwa suatu neurotransmiter tertentu pada suatu
sistem dapat bersifat merangsang, tetapi pada sistem lain bersifat menghambat.
Misalnya, ganglion simpatik telah ditunjukkan mempunyai tiga jenis reseptor,
seperti digambarkan dengan skema diagram pada gambar 4.7. Ganglion tersebut,
yang biasanya bekerja dengan mekanisme kolinergik, juga meliputi neuron kecil
yang berfluoresensi kuat yang menghasilkan dopamina dan menghiperpolarisasi
neuron pascaganglion, sehingga terbentuklah sistem pengendalian yang rumit.
14
Gambar 4.7 Antaraksi beberapa neuron yang berbeda pada ganglion simpatik. DA, reseptor
dopaminergik; M, reseptor kolinergik muskarinik; N, reseptor kolinergik nikotinik; AK,
asetilkolina; SIFN, antarneuron kecil yang berfluoresensi kuat.
Gambar 4.8 jaringan kerja neuron. Motoneuron pada striatum diatur oleh neuron perangsangan
kolinergik dan neuron penghambatan dopaminergik, yang ada pada gilirannya dipengaruhi oleh
serat GABAergik. Ketiadaan serat nigrostriatum dopaminergik menyebabkan motoneuron
mengalami perangsangan kolinergik yang berlebihan, terjadilah penyakit Parkinson.
16
BAB III
KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang didapat dari makalah ini yaitu sebagai berikut
1. .
17
DAFTAR PUSTAKA