Anda di halaman 1dari 2

Beberapa metode paleoklimatologi antara lain:

1. Inti es (ice core)


Es kutub yang tebal merupakan hasil dari densifikasi progresif salju yang tersimpan pada permukaan lapisan es.
Transformasi salju menjadi es umumnya terjadi dalam kedalaman 100 meter dan dalam jangka waktu ribuan tahun.
Hal ini tergantung pada suhu yang mempengaruhi waktu akumulasi salju menjadi es. Metode ice core dilakukan
dengan menganalisis silinder es berdiameter 10 cm yang didapatkan dari pengeboran gletser (Raynoud dan Parrenin
2009).
Metode ice core memiliki kontribusi dalam merekonstruksi iklim masa lalu. Pada lintang dan ketinggian yang
tertinggi, umumnya terdapat arsip data yang dibutuhkan. Diantaranya mengandung data rekonstruksi iklim dan iklim
yang berubah secara memaksa (misalnya kosmogenik isotop dan variabilitas radiasi matahari). Selain itu data spesies
di atmosfer juga tersedia di inti es. Data aerosol dan gas rumah kaca yang terkandung dalam atmosfer juga dapat
diindentifikasi dengan menganalisis akumulasi tutupan salju ini.
Catatan inti es dikenal menghasilkan data yang lebih lama dan panjang. Potensi inti es ini gunakan untuk
rekonstruksi iklim yang panjang. Kelemahan metode ini adalah terbatasnya jumlah es di dunia ini. Saat ini lokasi
pengeboran inti es semakin diperluas, untuk mendapatkan beberapa catatan inti es Antartika dari es Greenland, serta
di Andes, Amerika Utara, dan Asia (Steig 2008).
2. Tree Ring
Iklim dapat mempengaruhi pertumbuhan pohon yang melintasi ruang dan waktu. Pola cincin pohon
menggambarkan pertumbuhan pohon disetiap tahunnya. Sebaliknya, variabilitas iklim yang juga mengiringi
pertumbuhan pohon terekam dalam lingkar pertumbuhannya dan dipelajari dengan studi dendrokronologi (Buckley
2009).
Dendrokronologi saat ini masih dalam tahap ilmiah. Ada banyak masalah dalam penggunaan lingkaran pohon,
terutama karena pertumbuhan lingkaran pohon dapat dipengaruhi oleh banyak hal, bukan hanya curah hujan, suhu,
dan penutupan awan, tapi juga oleh angin, sifat tanah, penyakit, atau bahkan polusi. Ketidakpastian itu dapat diperkecil
dengan memperbanyak sampel pohon yang dianalis dalam suatu situs atau wilayah yang sama. Ditargetkan sampel
untuk suatu observasi metode tree ring ini adalah 15-20 pohon. Bahkan untuk istilah “mega sampling” dibutuhkan
lebih banyak sampel pohon, bukan hanya pohon yang tertua melainkan juga pohon yang dominan dan codominan di
wilayah tersebut. Akan tetapi, keterbatasan penyebaran menjadi kendala utama metode ini (Briffa dan Cook 2001).
3. Analisis Karang (Coral Analysis)
Karang (coral) tumbuh dengan merekam catatan tentang informasi suhu dan komposisi air di mana mereka tinggal.
Informasi tersebut terekam di dalam struktur fisik dan kimianya. Metode ini dapat berjalan dengan
mengkombinasikan perbandingan tingkat pertumbuhan yang cepat (10-20mm/tahun), dan umur koloni karang yang
biasanya lebih dari 200 tahun. Untuk saat ini, karang yang difokuskan untuk penelitian paleoklimatologi adalah karang
besar (berbentuk kubah) yang berasal dari genus Porites (Cobb et al. 2008).
Penelitian terutama terfokus pada catatan pertumbuhan karang, isotop yang terkandung dalam karang, dan catatan
elemen-elemen lain. Menghasilkan informasi tentang suhu permukaan laut masa lalu, curah hujan, limpasan sungai,
sirkulasi laut, dan sistim angin tropis. Sejauh ini, hanya beberapa studi yang membentang lebih dari satu abad (Bradley
1999).
4. Analisis serbuk sari (Pollen analysis)
Analisis serbuk sari adalah metode untuk mengungkapkan bukti-bukti perubahan ekologi dan iklim masa lalu.
Dengan menggabungkan prinsip stratigrafi dengan pengamatan aktual dari vegetasi untuk merekonstruksi vegetasi
terestrial masa lalu. Perubahan Regional iklim regional biasanya tidak dapat diturunkan dari metode serbuk sari
(Kneller 2009).
Butir serbuk sari yang tercuci atau tertiup angin ke danau dapat terakumulasi dalam sedimen dan memberikan
catatan vegetasi masa lalu. Berbagai jenis serbuk sari dalam sedimen danau mencerminkan vegetasi yang ada di sekitar
danau dan kondisi iklim yang menguntungkan bagi vegetasi tersebut (NOAA 2011). 5. Cave analysis (Speleothems)
Speleothems adalah deposit mineral yang terbentuk dari air tanah dalam gua bawah tanah. Stalagmit, stalaktit, dan
bentuk lainya mengandung senyawa yang dapat merenkonstruksi penanggalan radiometrik. Selain itu ketebalan
lapisan pengendapan dan catatan isotop yang terkandung di dalamnya dapat digunakan sebagai proxy iklim (NOAA
2011).
Dasar speleotherm yang diperiksa untuk mendapatkan informasi iklim adalah interval pertumbuhan yang
ditentukan oleh uranium dan digunakan untuk mengidentifikasi interval iklim. Analisis oksigen digunakan untuk
identifikasi suhu gua, sifat curah hujan, serta lintasan masa udara. Analisis isotop karbon diartikan sebagai perubahan
vegetasi di atasnya, juga menunjukan kerapatan vegetasi. Ketebalan lapisan tahunan juga digunakan sebagai indikator
jumlah curah hujan dan rata-rata suhu tahunan serta vegetasi (Fleitmann et al. 2011).
Dengan metode-metode paleoklimatologi di atas maka data iklim yang cukup panjang dapat direkonstruksi.
Dengan data tersebut dapat dilakukan analisis tentang perubahan iklim global dengan lebih akurat. Meskipun tidak
dapat dipungkiri bahwa setiap metode memiliki ketidakpastian yang menyebabkan kerancuan informasi.

Anda mungkin juga menyukai