Anda di halaman 1dari 21

CHAPTER 6

PATIENT MONITORS
Monitoring Pasien

Konsep Utama
1. Kemungkinan penusukan carotis pada waktu kateterisasi vena juguler dapat dihindari dengan melihat
gelombang atau membandingkan warna darah atau PaO2 dengan sampel darah arteri.
2. Ujung kateter vena sentral seharusnya tidak dibiarkan untuk pindah ke ruang jantung.
3. Kontraindikasi relatif untuk kateterisasi arteri pulmonalis termasuk LBB komplit (karena resiko
untuk blok jantung komplit), sindrom Wolff-Parkinson-White dan malformasi Ebstein’s (karena
kemungkinan takiaritmia)
4. Tekanan arteri pulmonalis harus terus dimonitor untuk mendeteksi posisi over wedged yang
merupakan indikasi perpindahan kateter.
5. Pengukuran curah jantung yang akurat tergantung pada injeksi yang cepat dan lancer, suhu dan
volume suntikan dengan tepat diketahui, memperbaiki faktor kalibrasi pada tipe spesifik dari PAC pada
computer curah jantung, dan menghindari pengukuran saat elektrokauter.
6. Kapnograf secara cepat dan dapat dipercaya dalam mengindikasikan intubasi esofageal – penyebab
yang umum dari anestesi katastropik - tetapi tak dapat dipercaya untuk mendeteksi intubasi
endobronkial.
7. Perubahan EEG yang menyertai iskemia, seperti aktivitas frekuensi tinggi dapat disamarkan pada
keadaan hipotermia, obat anestesi, gangguan elektrolit dan hipokapnia yang jelas. Deteksi perubahan
EEG dapat membantu penilaian cepat tentang kemungkinan penyebab iskemia serebral sebelum
kerusakan otak ireversibel terjadi.
8. Hipotermia menurunkan kebutuhan oksigen metabolik karen itu terbukti protektif bagi iskemia
serebral dan kardiak.
9. Redistribusi dari ruang panas ke ruang hangat (misalnya abdomen, thoraks) ke jaringan yang lebih
dingin (tangan, kaki) dari vasodilatasi akibat anestesi menyebabkan perubahan yang tiba – tiba pada
suhu dan kehilangan panas memberikan kontribusi minor.
10. Selama anestesi umum, bagai-manapun juga tubuh tak dapat mentolerir hipotermia karena anestesi
menghambat pengaturan suhu sentral dengan melibatkan fungsi hypothalamus.

MONITORING JANTUNG

TEKANAN DARAH ARTERI

Kontraksi ritmis dari ventrikel kiri, memompa darah ke system vaskuler, menyebabkan denyut
tekanan arteri. Puncak tekanan yang dihasilkan selama kontraksi arteri disebut tekanan darah sistolik arteri,
tekanan yang dihasilkan selama relaksasi diastolik disebut tekanan darah diastolik arteri. Tekanan nadi adalah
perbedaan antara tekanan sistolik dan diastolik. Waktu rata-rata dari tekanan arteri selama siklus denyut adalah
tekanan arteri rata – rata (MAP). MAP dapat diperkirakan dengan rumus berikut :

1
(SBP) + 2 (DBP)
MAP = ---------------------
3

Pengukuran tekanan darah arteri sangat dipengaruhi dengan tempat pengukuran. Bila denyut bergerak
ke arah perifer melalui pohon arteri, refleksi gelombang menunjukan bentuk gelombang tekanan, mengarah
pada terciptanya tekanan sistolik dan nadi.
Vasodilatator (misalnya isofluran, notrogliserin) cenderung memperlemah kejadian ini. Tingkat tempat
pengukuran berhubungan dengan jantung akan menggantikan pengukuran tekanan darah karena efek gravitasi.
Pasien dengan penyakit vaskuler perifer yang berat akan mempunyai perbedaan yang bermakna pada
pengukuran tekanan darah antara tangan kanan dan kiri. Nilai yang tertinggi harus digunakan pada pasien ini.

1. Monitoring Tekanan Darah Arteri secara Non invasif

Indikasi

Anestesi umum atau regional merupakan indikasi absolut untuk pengukuran tekanan darah arterial.
Teknik dan frekuensi dari penentuan tekanan sangat bergantung pada kondisi pasien dan tipe operasi.
Pengukuran dengan auskultasi setiap 3 – 5 menit dinilai adekuat untuk kebanyakan kasus. Permasalahanseperti
kegemukan, akan membuat auskultasi tak dapat dipercaya, bagaimanapun juga pada kasus – kasus tersebut,
tehnik doppler atau oscilometrik mungkin lebih disukai.

Kontraindikasi

Meskipun beberapa metode pengukuran tekanan darah merupakan keharusan, tehnik yang bergantung
pada manset tekanan darah sangat dihindari pada ekstremitas dengan kelainan vaskuler (misalnya shunt dialisis
) atau dengan jalur intravena.

Teknik dan Komplikasi

A. Palpasi

Tekanan darah sistolik dapat ditentukan dengan (1) lokasi terabanya denyut perifer (2) memompa manset
tekanan darah proksimal samapi aliran terhenti (3) membuka tekanan manset2 – 3 mmHg tiap denyut nadi (4)
mengukur tekanan manset dimana denyut teraba lagi. Metode ini cenderung untung memperkecil tekanan
sistolik, bagaimanapun juga, karena ketidaksensitifan palpasi dan penundaan antara aliran dibawah manset dan
di distal denyutan, palpasi tidak menunjukan diastolik atau tekanan arteri rata – rata. Peralatan mudah dan
murah.

B. Probe Doppler

Ketika probe Doppler meng-gantikan jari seorang anestesiolog, pengukuran tekanan darah arteri
menjadi cukup sensitif untuk digunakan pada pasien yang gemuk, dan pada pasien dengan syok.
Efek doppler adalah pergeseran yang nyata pada frekuensi gelombang suara ketika sumber suara
bergerak mendekati pemeriksa. Pantulan gelombang suara yang bergerak menjauhi objek menyebabkan
pergeseran frekuensi yang jelas. Probe dopler mentransmisikan sinyal ultrasonik yang dipantulkan oleh
jaringan dibawahnya. Perbedaan antara frekuensi yang ditransmisikan dan yang diterima ditunjukan oleh
karakteristik suara monitor. Udara memantulkan ultrasonik, karena itu jelly (yang tidak korosif) harus
dioleskan antara probe dengan kulit. Posisi yang benar dari probe yang harus berada tepat diatas arteri, karena
sinyal harus melalui dinding pembuluh darah. Gangguan akibat gerakan probe atau elektrokauter merupakan
proses yang tidak menyenangkan.
Variasi dari teknologi Doppler menggunakan kristal piezoelektrik untuk mendeteksi gerakan lateral
dinding arteri pada saat penutupan dan pembukaan yang intermiten dari pembuluh darah selama tekanan
sistolik dan diastolik.

2
C. Auskultasi

Pengembangan dari manset tekanan darah menciptakan tekanan antara sistolik dan tekanan diastolik akan
kolaps parsial pada arteri tersebut, memproduksi aliran turbulen dan karakteristik suara Korotkoff. Suara ini
dapat didengar melalui stetoskop yang diletakkan dibawah atau hanya dibawah- distal sepertiga manset
tekanan darah yang dikembangkan. Tekanan darah sistolik bertepatan dengan mulai terdengarnya suara
korotkoff, tekanan diastolik ditentukan dengan menghilangnya suara korotkoff.
Kadangkala suara korotkoff tak dapat didengar pada rentang sistolik dan diastolik. Auskulatori gap sering
terdapat pada pasien hipertensi dan dapat menyebabkan pengukuran tekanan darah yang tak akurat.Suara
korotkoff kadang sering sulit didengar selama episode hipotensi atau vasokonstriksi perifer yang nyata.

D. Oscillometri

Pulsasi arteri menyebabkan oscilasi pada tekanan manset. Oscilasi akan melemah bila manset dipompa
melebihi tekanan sistolik. Ketika tekanan manset diturunkan ke tekanan sistolik, pulsasi diteruskan ke seluruh
manset dan oscilasi akan makin meningkat. Maksimal oscilasi timbul ketika tekanan arteri rata-rata, kemudian
oscilasi akan menurun. Karena beberapa oscilasi ada di atas atau di bawah tekanan darah arteri, manometer
aneroid atau raksa dapat memberikan pengukuran yang besar dan tak dapat dipercaya. Monitor tekanan darah
otomatis secara elektronik mengukur tekanan dimana amplitudo oscilasi berubah. Monitor oscilometer tidak
seharusnya digunakan pada pasien dengan bypass cardio-pulmonal.
Bagaimanapun juga, kecepatan, ketepatan dan kegunaan alat oscilometer telah banyak berubah, dan
menjadi monitor tekanan darah yang non invasif di Amerika Serikat.

E. Plethysmography

Pulsasi arteri meningkatkan tekanan darah di ekstremitas sementara. Fotoplethysmografi jari terdiri dari
light-emiting dioda dan sel fotoelektrik, yang mendeteksi perubahan di volume jari. Bila tekanan di proksimal
manset melebihi tekanan sistolik, denyutan dan perubahan di volume berhenti. Tekanan arteri jari
plethysmograf terus menerus mengukur tekanan minimal yang diperlukan di manset kecil jari untuk menjaga
volume jari konstan. Meskipun pengukuran monitor biasanya berhubungan dengan penentuan intra arteri,
plethysmograf terbukti kurang dapat dipercaya bagi pasien perfusi perifer yang buruk (seperti penyakit
vaskuler perifer atau hipotermi), karena itu tidak dianjurkan untuk penggunaan rutin.

F. Arterial Tonometri

Tonometri arterial secara non invasif mengukur tekanan darah arteri denyut perdenyut dengan merasakan
tekanan yang diperlukan untuk menekan sebagian arteri superfisial yang ditunjang oleh struktur tulang
(contohnya arteri radialis). Tonometer terdiri dari beberapa tranduser independent yang ditaruh di kulit di atas
arteri. Tegangan kontak antara tekanan tranduser yang langsung di atas arteri dan kulit memantulkan tekanan
intraluminal. Batasan pemakaian teknik ini termasuk sensitifitas pada artifak gerakan dan perlu sering
dikalibrasi.

Pertimbangan klinis

Pengantaran oksigen yang cukup ke organ vital harus dijaga selama anestesi. Sayangnya instrumen pada
organ perfusi tertentu dan oksigenasi sangat kompleks dan mahal, dan untuk itu tekanan darah arteri diduga
mencerminkan aliran darah organ. Aliran juga tergantung pada resistensi vaskuler :

Gradient tekanan
Aliran = -------------------------
Resistensi vaskuler

Bila tekanan tinggi dan resistensi juga cukup tinggi, maka aliran dapat rendah.
Akurasi dari pengukuran tekanan darah melibatkan manset tekanan darah tergantung ukuran manset yang
tepat. Kantung manset karet harus meliputi sampai paling separuh lingkar ekstremitas, dan lebarnya seharusnya

3
20 – 50% lebih besar dari diameter ekstremitas. Monitor tekanan darah otomatis menggunakan satu atau
kombinasi metode yang dikatakan di atas, sering digunakan di anestesiologi. Pompa udara manset otomatis
mengembangkan manset pada interval tertentu. Pada kerusakan alat, metode alternatif untuk penentuan
tekanan darah harus segera tersedia.

2. Monitoring Tekanan Darah Arteri secara Invasif

Indikasi

Indikasi pengukuran tekanan darah arteri invasif dengan kateterisasi termasuk hipotensi elektif,
antisipasi perubahan tekanan darah intraoperatif yang besar, penyakit end-organ yang butuh pengaturan
tekanan darah denyut per denyut secara tepat, dan kebutuhan analisa gas darah arteri.

Kontraindikasi

Kateterisasi seharusnya dihindari bila memungkinkan di arteri tanpa aliran darah kolateral yang
dicatat atau pada ekstremitas dimana ada kecurigaan insufisiensi vaskuler (contohnya fenomena Raynaud’s).

Teknik dan Komplikasi

A. Pemilihan Arteri untuk Kanulasi

(1) Arteri radialis yang sering dikanulasi karena letak yang superfisial dan aliran kolateral.
Lima persen pasien, bagaimanapun juga mempunyai aliran darah kolateral yang kurang dan arkus
palmaris yang tidak komplit. Allen’s test mudah dilakukan tetapi kurang dapat diandalkan metode ini
menentukan cukupnya sirkulasi kolateral pada kasus trombosis arteri radialis.
Untuk melakukan tes Allen, minta pasien untuk mengepalkan tangan seperti tinju. Sementara itu
operator menekan arteri ulnaris dan radialis dengan tekanan ujung jari. Aliran kolateral melalui arkus
arteri tangan dilakukan dengan membuat ibu jari tampak merah dalam 5 detik setelah tekanan pada
pelepasan arteri ulnaris. Penundaan pengembalian warna normal menandakan tes equivocal (5 – 10
detik) atau kurangnya sirkulasi kolateral (> 10 detik). Alternatif lainnya aliran darah distal
penyumbatan arteri radialis dapat dideteksi dengan palpasi, probe doppler, plethysmograf dan
oksimetri. Tak seperti tes Allen, metode ini tak membutuhkan kerjasama pasien.
(2). Arteri Ulnaris kateterisasi lebih sulit karena arteri lebih dalam dan lebih sulit. Karena resiko aliran
darah ke tangan, metode ini tak dipertimbangkan bila arteri radialis ipsilateral telah ditusuk dan gagal
dikanulasi.
(3). Arteri Brachialis yang besar dan mudah diidentifikasi pada fossa antecubiti. Karena terletak di dekat
siku menyebabkan kateter brachialis akan mudah kinking.
(4). Arteri Femoralis yang rentan pada pseudoaneurysma dan pembentukan atheroma tetapi sering
menyediakan akses terakhir bagi pasien trauma atau luka bakar. Tempat ini telah dikaitkan dengan
banyak kejadian komplikasi infeksi dan trombosis arteri. Nekrosis aseptik dari leher femur merupakan
komplikasi yang langka pada anak – anak.
(5). Arteri dorsalis pedis dan tibia posterior berada pada jarak tertentu pdari aorta dan karena itu
mempunya bentuk gelombang yang terganggu. Modifikasi tes Allen dapat dilakukan untuk mencatat
aliran kolateral yang cukup sekitar arteri ini.
(6). Arteri aksilari dikelilingi oleh pleksus aksilaris dan kerusakan saraf dapat disebebkan hematoma atau
kanulasi traumatik. Udara atau trombus dapat dengan cepat masuk ke sirkulasi serebral selama
pengisian arteri aksilaris kiri.

B. Teknik kanulasi Arteri Radialis

Supinasi dan ekstensi dari pergelangan tangan memberikan pemaparan yang cukup dari arteri radialis.
Sistem tekanan-tubing-tranduser harus dekat dan telah diisi dengan cairan salin dengan heparin (0,5 – 2,0 U
heparin per ml salin). Denyut radialis diraba dan arteri dietntukan dengan menekan perlahan ujung jari tengah
dan telunjuk anestesiolog tangan non dominan pada area dengan denyut maksimal.

4
Setelah mempersiapkan kulit dengan obat antibakteri, 0,5 ml lidokain diinfiltrasikan langsung di atas arteri
dengan jarum 25 atau 27. Jarum nomor 18 dapat digunakan sebagai penusuk kulit, membantu jalan masuk
jarum teflon kateter nomor 18, 20 atau 22 melalui kulit pada sudut 45 derajat, mengarah ke titik yang dipalpasi.
Bila ada darah yang tampak, jarum direndahkan membentuk sudut 30 derajat dan dimasukan 1 – 2 mm untuk
meyakinkan ujung kateter masuk dengan baik ke lumen pembuluh darah. Memutar kateter kadangkala
membantu memasukan kateter melalui dari jarum lalu ditarik. Kencangkan tekanan di atas arteri, proksimal
ujung kateter dengan ujung jari tengah dan manis mencegah darah menyembur ketika tube dihubungkan.
Gunakan selotip tahan air atau jahitan untuk menjaga kateter tetap pada tempatnya.

C. Komplikasi

Komplikasi intraarterial monitoring termasuk hematoma, perdarahan, vasospasme, arterial thrombosis,


embolisasi gelembung udara atau thrombi, nekrosis kulit sekitar kateter, kerusakan saraf, infeksi, kehilangan
jari dan injeksi intra arterial yang tak disengaja. Faktor yang berkaitan dengan meningkatnya komplikasi
termasuk kanulasi lama, hiperlipidemia, cobaan insersi yang berulang, wanita, sirkulasi ekstrakorporal dan
penggunaan vasopresor.
Resiko diperkecil bila rasio kateter dengan ukuran arteri adalah kecil, salin dengan heparin tetap
diinfuskan melalui kateter dengan kecepatan 2 – 3 ml/jam, mengisi kateter terbatas, dan perhatian untuk
menggunakan teknik aseptik. Perfusi yang adekuat dapat tetap dimonitor selama kanulasi arteri radialis dengan
memakaikan pulse oxymeter pada jari ipsilateral.

Pertimbangan klinis

Kanulasi intra-arterial memberikan pengukuran tekanan darah yang kontinyu denyut per denyut, maka
diperkirakan sebagai standar emas bagi tehnik monitoring tekanan darah. Kualitas gelombang tranduser
tergantung pada karakter dinamik dari sistem kateter-tube-tranduser. Pembacaan yang salah dapat
menyebabkan intervensi terapi yang salah.
Kebanyakan tranduser mempunyai frekuensi beberapa ratus Hz (> 200 Hz untuk tranduser sekali
pakai); penambahan tube dan stopcock dan udara dalam selang, semuanya akan mengurangi frekuensi sistem.
Bila frekuensi terlalu rendah, sistem akan overdamping dan tidak akan memproduksi gelombang terus
menerus, memperendah tekanan sistolik. Underdamping juga merupakan masalah yang serius, akan
menyebabkan tekanan darah sistolik tinggi yang palsu.
Kateter-tube-tranduser harus juga mencegah hiperresonansi atau artefak yang disebabkan oleh
pengacauan gelombang dalam sistem. Damping co-efficient (β) 0,6 – 0,7 adalah optimal.
Dinamisasi sistem dapat diperbaiki dengan memperkecil panjang tabung, menghilangkan stopcock
yang tidak perlu, membuang gelembung udara dan menggunakan tube dengan isi kecil. Meskipun diameter
kateter yang lebih kecil memperendah frekuensi alami, tetapi dapat memperbaiki sistem yang underdampened
dan makin jarang menyebabkan komplikasi vaskuler. Bila besar diameter kateter maka akan menyumbat arteri
secara total, gelombang yang dihasilkan akan dapat mengganggu pengukuran.
Ketepatan tranduser tergantung pada kalibrasi yang tepat dan prosedur meng“nol“kan alat. Stopcock
berada pada titik yang diinginkan untuk pengukuran, biasanya jalur midaxillaris dibuka dan penanda angka
nol pada monitor dinyalakan. Bila posisi pasien diubah dengan menaikan atau merendahkan meja operasi,
tranduser harus dipindahkan dalam tandem atau dibuat nol pada level baru dari jalur midaxillaris.
Pada pasien yang duduk, tekanan arteri di otak berbeda secara significan dari tekanan ventrikel kiri.
Pada keadaan ini tekanan serebral ditentukan dengan mengatur tranduser ke angka nol setinggi telinga, yang
kira – kira merupakan sirkulus Willis. Angka nol trenduser harus sering diperiksa untuk menghindari setiap
perubahan yang disebabkan oleh perubahan temperatur.
Pembacaan digital tekanan sistolik dan diastolik merupakan rata – rata dari yang tertinggi dan
terendah dalam interval tertentu. Sejak gerakan dan artefak dapat menyebabkan angka yang salah, gelombang
arteri seharusnya selalu diawasi. Bentuk gelombang arteri memberikan petunjuk pada beberapa variabel
hemodinamik. Angka bagian atas menunjukkan kontraktilitas, angka bagian bawah menunjukkan resistensi
vaskuler perifer dan menciptakan banyak variasi dalam ukuran selama siklus respirasi menunjukan
hipovolemia. Tekanan arteri rata-rata dihitung dengan menggabungkan daerah di bawah kurva tekanan.
Kateter intra-arterial juga menyediakan akses intravena yang intermiten untuk mengambil sampel dan
analisa gas darah arteri. Sensor fiberoptik yang dikembangkan yang dapat dimasukkan melalui jarum kateter

5
arteri nomor 20 menyediakan monitoring gas darah yang terus menerus. Sinar dengan energi yang tinggi
ditransmisikan melalui sensor ke ujung yang mengandung zat warna fluoresensi.
Responnya, zat warna fluoresensi bersinar panjang gelombang dan intensitas tertentu, tergantung pH,
CO2, dan O2 (fluoresensi optikal). Monitor mendeteksi perubahan pada fluoresensi dan menampilkan nilai gas
darah yang terkait. Sayangnya sensor ini cukup mahal dan kadang kurang akurat, sehingga jarang dipakai.

ELEKTROKARDIOGRAFI

Indikasi dan Kontraindikasi

Semua pasien seharusnya dimonitor ECGnya saat operasi. Tidak ada kontraindikasi.

Teknik dan Komplikasi

Pemilihan lead menentukan sensitivitas diagnosis dari ECG. Aksis elektrik dari lead II paralel dengan
atrium, menghasilkan gelombang P yang paling besar dari seluruh lead. Orientasi ini mendukung diagnosis
disritmia dan dekteksi iskemia diniding inferior. Lead V5 terletak pada ruang interkostal ke 5 pada garis
aksilaris anterior, posisi ini baik untuk mendeteksi iskemia dinding anterior dan lateral. Lead V5 yang
sesungguhnya memungkinkan hanya pada ECG kamar operasi dengan paling sedikit 5 kabel lead, tetapi
modifikasi V5 dapat diawasi dengan mengatur lagi peletakan lead standar 3 tungkai. Idealnya karena setiap
lead memberikan informasi yang unik, lead II dan V5 harus di monitor secara simultan dengan ECG dengan 2
channel. Bila hanya ada satu channel yang tersedia, lead yang lebih dipilih untuk monitoring tergantung pada
lokasi infark atau iskemia yang sebelumnya.
Jelly konduktif mengurangi resistensi listrik kulit, yang dapat dikurangi dengan membersihkan tempat
aplikasi dengan alkohol, melarutkan bahan atau dengan mengelupaskan lapisan kulit atas.

Pertimbangan klinis

ECG merekam potensial listrik yang ditimbulkan sel miokardium. Rutin dilakukan selama operasi
untuk mendeteksi disritmi, iskemia miokardium, abnormalitas konduksi, malfungsi pacu jantung dan gangguan
elektrolit. Karena voltase potensial yang diukur, artefak tetap merupakan problem untama ECG. Gerakan
pasien atau kabel lead, unit elektrokauter, gangguan 60 siklus dan kesalahan elektroda dapat menstimulasi
disritmia. Filter monitoring disertakan dalam amplifier akan dapat mengurangi artefak, tapi dapat
menyebabkan gangguan ST segmen dan menyebabkan kebingungan diagnosis iskemia. Pembacaan digital
denyut jantung mungkin dapat menyebabkan kesalahan karena salah interpretasi dari artefak atau gelombang T
yang besar, sering terlihat pada pasien anak – anak sebagai kompleks QRS.
Untuk dapat mengetahui perubahan pada ST segmen, ECG harus distandardisasi sehingga 1 mV
menghasilkan defleksi setinggi 10 mm pada kertas standar. Unit terbaru dapat menganalisa perubahan pada
segmen ST secara terus menerus untuk deteksi awal iskemia. Analisa segmen ST yang otomatis meningkatkan
sensitifitas deteksi iskemia lewat ECG.
Umumnya kriteria yang dapat diterima untuk mendeteksi iskemia myokardium adalah mendatar atau
depresi melebihi 1 mm, 60 atau 80 milidetik setelah titik J ( akhir kompleks gelombang QRS), terutama
berkaitan dengan inversi gelombang T. Beberapa alat ECG dapat menyimpan QRS aberan untuk analisa lebih
jauh.

KATETERISASI VENA SENTRAL

Indikasi

Kateterisasi vena sentral diindikasikan untuk pengawasan tekanan vena sentral untuk penatalaksanaan
cairan pada hipovolemia dan syok, infus obat kaustik dan nutrisi parenteral total, aspirasi emboli udara, insersi
lead intracutaneus dan untuk memperoleh akses vena pada pasien dengan vena perifer yang buruk.

Kontraindikasi

6
Kontraindikasi termasuk tumor sel renal yang metastase ke atrium kanan atau vegetasi fungi pada
katup trikuspid. Kontraindikasi lain berkaitan dengan tempat kanulasi.

Teknik dan Komplikasi

Pengukuran tekanan vena sentral mnenyangkut memasukkan kateter ke dalam vena sehingga ujung
kateter terletak di atas hubungan vena cava superior dengan atrium kanan. Karena lokasi ini menghubungkan
ujung kateter ke tekanan intrathoraks, inspirasi akan menurunkan atau meningkatkan tekanan vena sentral,
tergantung apakah ventilasi dikontrol atau spontan. Pengukuran tekanan vena sentral dibuat dengan kolom air
(cmH2O) atau lebih disukai dengan tranduser (mmHg). Tekanan vena seharusnya diukur selama akhir
ekspirasi.
Kanulasi dapat dilakukan di berbagai tempat. Kateterasi jangka panjang pada vena subclavia
dihubungkan dengan resiko nyata dari pneumothoraks selama insersi dan dengan infeksi yang terkait dengan
lamanya kateter terpasang. Vena jugularis internal kanan menyediakan kombinasi antara akses dan keamanan.
Kateterisasi pada sisi kiri menuingkatkan resiko erosi vaskuler, efusi pleura dan chylothoraks. Paling tidak ada
3 tehnik kanulasi : kateter pada jarum (sama dengan kateter perifer), kateter melalui jarum (membutuhkan
tongkat jarum ukuran besar) dan kateter melalui kawat pengarah (Seldinger’s tehnik).
Seldinger’s tehnik :
Pasien ditempatkan pada posisi Tredelenburg untuk mengurangi resiko emboli udara dan untuk
mendistensikan vena jugular interna. Kateterisasi vena membutuhkan tehnik aseptik penuh, termasuk sarung
tangan steril, masker, obat antibakteri kulit dan pembatas steril.
Dua ujung dari otot sternokleidomastoideus dan kalvikula membentuk tiga sisi dari segitiga. Sebuah jarum
ukuran 25 digunakan untuk infiltrasi apeks dari segitiga dengan anestesi lokal. Vena jugular interna ditemukan
dengan memanjangkan jarum nomor 25 tersebut atau jarum nomor 23 pada pasien yang lebih besar sepanjang
batas medial dari lateral otot sternokleidomastoideus, menuju puting susu ipsilateral dengan sudut 30 derajat
terhadap kulit.
Alternatif lainnya, vena dapat ditemukan dengan bantuan probe ultrasound. Aspirasi darah vena
meyakinkan letak vena. Kemungkinan dari tertusuknya carotis dapat disingkirkan dengan gelombang yang
dihasilkan atau membandingkan warna darah atau Pa O2 dengan sampel arteri. Jarum nomor 18 dengan dinding
tipis dimasukan sepanjang jalur yang sama dengan jarum penunjuk tempat. Bila aliran darah yang bebas
diperoleh, kawat J dengan kurva sejauh 3 mm dimasukkan. Jarum kemudian dicabut dan kateter – Silastic,
contohnya, dimasukkan sepanjang kabel. Kabel pengarah kemudian dicabut, letakkan ibu jari pada ujung
kateter yang terlihat untuk mencegah aspirasi udara sapai kateter intravena dihubungkan dengan tube. Kateter
kemudian difiksasi dan dibungkus steril. Lokasi yang benar dikonfirmasikan dengan foto thoraks. Ujung
kateter tidak seharusnya dibiarkan migrasi ke ruang jantung. Pemberian cairan harus diatur tiap 72 jam.
Resiko kanulasi vena sentral termasuk infeksi, emboli udara atau thrombus, disritmia (menandakan
ujung kateter berada pada atrium kanan atau ventrikel), hematoma, hidrothoraks, chylothoraks, perforasi
jantung, tamponade jantung, trauma pada saraf dan arteri yang terdekat dan trombosis. Komplikasi ini dapat
disebabkan oleh teknik yang buruk.

Pertimbangan klinis

Fungsi jantung normal membutuhkan pengisian ventrikel yang cukup oleh darah vena. CVP
memperkirakan tekanan atrium kanan, yang merupakan penentu utama dari volume akhir diastolik ventrikel
kanan. Pada jantung yang sehat, ventrikel kiri dan kanan bekerja paralel, jadi pengisian ventrikel kiri juga
dapat ditentukan dari CVP.
Bentuk dari gelombang CVP tergantung pada kejadian kontraksi jantung, gelombang a dari kontraksi
atrial tidak nampak pada atrial fibrilasi dan banyak pada irama junction., gelombang c terjadi karena
peningkatan katup trikuspid selama awal kontraksi ventrikel, gelombang v menggambarkan aliran kembali
terhadap katup trikuspid yang tertutup dan x dan y menurun disebabkan pergerakan ventrikel selama sistolik
dan pembukaan katup trikuspid waktu diastolik.

KATETERISASI ARTERI PULMONALIS

Indikasi

7
ASA telah mengembangkan panduan bagi pemakaian kateterisasi arteri pulmonalis. Meskipun
keefektifan monitoring dengan PAC tetap tidak terbukti pada banyak kelompok pasien bedah, ASA
menyimpulkan bahwa kegunaan PAC tergantung pada kombinasi resiko yang berkaitan dengan pasien, operasi
dan pengaturan.
Monitoring tekanan arteri pulmonalis dan curah jantung telah berulangkali terbukti memberikan
informasi yang lebih akurat tentang kardiovaskular pada pasien yang sakit kritis daripada pemeriksaan klinis.
Pada dasarnya, kateterisasi arteri pulmonal seharusnya dipertimbangkan bila sangat perlu untuk mengetahui
index jantung, preload, status volume dan derajat pencampuran oksigen darah vena. Hal ini mungkin cukup
penting pada pasien dengan ketidakstabilan hemodinamik atau selama prosedur bedah yang mempunya
kemungkinan insiden tinggi komplikasi hemodinamik.

Kontraindikasi

Kontraindikasi relatif pada kateterisasi arteri pulmonal termasuk left branch bundle block komplit
(karena resiko blok jantung komplit), Wolff-Parkinson-White syndrome dan malformasi Ebstein. Kateter
dengan kemampuan pacing lebih baik pada keadaan ini. PAC dapat berfungsi sebagai nidus infeksi pada pasien
bakteremia atau pembentukan thrombus pada mereka yang rentan pada hiperkoagulasi.

Teknik dan Komplikasi

Meskipun bermacam-macam PAC tersedia, desain yang paling populer terdiri dari 5 lumen dalam
kateter 7,5 dengan panjang 110 cm, dengan badan dari polivinylchloride. Lumen terdiri dari beberapa bagian;
kabel yang menghubungkan thermistor dekat ujung kateter ke thermodilution komputer , sebuah channel udara
untuk mengembangkan balon, port proximal 30 cm dari ujung untuk infus, injeksi curah jantung dan
pengukuran tekanan atrium kanan, port ventrikel pada 20 cm untuk menginfus obat dan bagian distal untuk
aspirasi sampel darah yang tercampur dan pengukuran tekanan arteri pulmonalis.
Insersi PAC membutuhkan akses vena sentral, yang dapat dikerjakan dengan tehnik seldinger,
sebagaimana dijelaskan di atas. Daripada kateter vena sentral, sebuah dilator dan pembungkus di masukkan
melalui kawat pengarah. Pembungkus lumen mengakomodasi PAC setelah pencabutan dilator dan kawat
pengarah.
Setelah diinsersi, kateter dicek dengan mengembangkan dan mengempiskan balonnya dan mengirigasi semua
lumen intravaskuler dengan salin yang diheparinisasi. Bagian distal dihubungkan pada tranduser yang
dipasang nol pada garis midaksilaris.
Kateter dimasukkan melalui pembungkus ke dalam vena juguler interna. Pada kira – kira 15 cm,
ujung distal seharusnya memasuki atrium kanan, dan vena sentral melacak variasi respirasi yang memastikan
posisi intrathoraks. Balon dikembangkan dengan udara berdasarkan rekomendasi pabrik, (biasanya 1,5 mL)
untuk melindungi endokardium dari ujung kateter dan menyebabkan curah jantung ventrikel kanan langsung
ke kateter sewaktu migrasi. Sebaliknya balon selalu dikempiskan sewaktu ditarik. Selama memasukkan kateter,
ECG dimonitor bila terjadi disritmia. Ektopik sementara akibat iritasi endokardium ventrikel kanan oleh balon
dan ujung kateter sering terjadi tetapi jarang membutuhkan terapi dengan lidokain intravena. Peningkatan tiba
– tiba pada tekanan sistolik pada pelacak distal mengindikasikan lokasi ujung kateter pada ventrikel kanan .
Jalan masuk ke arteri pulmonal biasanya terdapat pada 35 – 45 dan ditandai oleh peningkatan tiba – tiba saat
tekanan diastolik.
Untuk mencegah kateter terikat, balon harus dikempiskan dan kateter ditarik bila perubahan tekanan
tidak terjadi pada jarak yang diharapkan. Khususnya pada kasus yang sulit (curah jantung rendah, hipertensi
pulmonal, atau anomali jantung kongenital), pengembangan kateter dapat dilakukan ketika pasien menarik
nafas dalam, dengan memposisikan pasien dengan kepala tegak , posisi kanan lateral; lalu menginjeksi salin
dingin melalui lumen proksimal untuk membuat kateter kaku (meningkatkan resiko perforasi), atau dengan
memasukkan dosis kecil obat inotropik untuk meningkatkan curah jantung.
Ruptur arteri pulmonalis dapat menyebabkan kematian 50 – 70 % dan dapat terjadi karena terlalu
mengembangnya balon, frekuensi pembacaan wedge seharusnya diperkecil. Tekanan arteri pulmonal
seharusnya terus menerus dipantau untuk mendeteksi posisi overwedge merupakan indikasi migrasi kateter.
Lebih jauh lagi, bila kateter mempunyai port ventrikel kanan 20 cm dari ujung, perpindahan distal dapat
dideteksi dengan perubahan pada pelacakan tekanan yang mengindikasikan lokasi arteri pulmonalis.
Posisi kateter yang benar dapat dipastikan dengan radiografi thoraks lateral.

8
Komplikasi yang banyak dari kateterisasi arteri pulmonalis sama dengan kanulasi vena sentral,
ditambah bakteriemia, thrombogenesis endokarditis, infark paru, ruptur arteri dan perdarahan (terutama pada
pasien yang menggunakan antikoagulan, usia tua, wanita dan yang menderita hipertensi pulmonal), simpul
kateter, disritmia, konduksi yang abnormal dan kerusakan katup paru. Bahkan batuk darah yang sedikit tak
dapat diremehkan karena merupakan tanda rupturnya arteri pulmonalis. Resiko komplikasi meningkat karena
durasi kateterisasi, yang seharusnya tidak boleh melebihi 72 jam.

Pertimbangan klinis

Pemakaian PAC di kamar operasi merupakan pembaharuan penanganan pasien sakit kritis. PAC akan
memberikan perkiraan yang tepat tentang preload ventrikel daripada CVP atau pemeriksaan fisik. Kabel
fiberoptik tambahan dapat mengukur saturasi oksigen dan darah vena campur secara kontinyu.
Starling memperagakan hubungan antara fungsi ventrikel kiri dan panjang serabut otot ventrikel kiri
pada akhir daistolik, yang biasanya sesuai dengan volume akhir diastolik. Bila kapasitas tidak menurun secara
abnormal (misalnya oleh iskemia miokard, overload, hipertofi ventrikel dan tamponade perikardium), tekanan
ventrikel kiri pada akhir diastolik seharusnya menggambarkan panjang serabut. Pada keadaan katup mitral
yang normal, tekanan atrium kiri mendekati tekanan ventrikelkiri selama pengisian diastolik. Atrium kiri
menghubungkan bagian kanan jantung melalui pembuluh darah paru. Lumen distal dari PAC yang benar
terpisah dari tekanan bagian kanan oleh balon yang mengembang. Bagian distal yang terbuka terpapar hanya
dengan tekanan kapiler, yang mana- pada keadaan tidak adanya tekanan jalan nafas yang tinggi atau penyakit
pembuluh darah paru – sama dengan tekanan atrium kiri. Bahkan, aspirasi melalu bagian distal selama
pengembangan balon akan mengambil sampel darah arteri.
Sementara katerisasi vena sentral, secara akurat menggambarkan fungsi ventrikel kanan, PAC
diindikasikan bila ventrikel tersebut terdepresi, menyebabkandisosiasi hemodinamik kanan dan kiri. CVP tidak
memperkirakan tekanan kapiler paru pada pasien dengan ejeksi fraksi kurang dari 0,50. Hubungan antara
volume akhir diastolik ventrikel kiri (preload yang sebenarnya) dan PAOP (preload perkiraan) dapat tidak
dipercaya selama keadaan yang berhubungandengan perubahan kapasitas atrium atau ventrikelkiri., fungsi
katup mitral, atau resistensi vena pulmonal.

CURAH JANTUNG

Indikasi

Pasien yang memperoleh keuntungan dari prngukuran tekanan arteri pulmonal juga memperoleh
keuntungan dari penentuan curah jantung. Bahkan untuk menggunakan informasi yang berasal dari PAC
dengan lebih efektif, curah jantung harus diukur. Penyempurnaan tehnik non invasif dapat membawa ke
monitoring curah jantung intraoperatif.

Kontraindikasi

Tidak ada kontra indikasi untuk pengukuran curah jantung dengan thermodilution selain yang sama
dengan kontraindikasi kateterisasi arteri pulmonalis.

Teknik dan Komplikasi

A. Thermodilution

Injeksi sejumlah cairan (2,5, 5 atau 10 ml) dengan suhu dibawah suhu tubuh (biasanya pada suhu
ruangan atau didinginkan) ke atrium kanan akan mengubah suhu darah yang menyentuh thermistor pada ujung
PAC. Derajat perubahan akan mencerminkan curah jantung. Perubahan suhu minimal bila ada aliran darah
yang tinggi tetapi nyata bila aliran rendah. Menempatkan perubahan suhu sebagai fungsi waktu menghasilkan
kurva thermodilusi.
Curah jantung ditentukan dengan program komputer yang terintegrasi dengan daerah di bawah kurva.
Pengukuran curah jantung yang akurat tergantung pada injeksi yang cepat dan lancer, suhu dan volume

9
suntikan dengan tepat diketahui, memperbaiki faktor kalibrasi pada tipe spesifik dari PAC pada computer curah
jantung, dan menghindari pengukuran saat elektrokauter.
Infus cepat dari injeksi cairan dingin sangat jarang menyebabkan disritmia jantung.
Modifikasi tehnik thermodilusi menyebabkan pengukuran curah jantung yang kontinyu dengan
kateter khusus dan sistem monitor. Kateter berisi filamen thermal yang memberikan denyut kecil berisi panas
ke darah proksimal dari katup pulmonal dan thermistor yang mengukur perubahan dalam suhu darah arteri
pulmonalis.

B. Dye Dilution

Pewarna indosianin hijau (atau indikator lain) disuntikan melalui kateter vena snetral, yang kemudian
akan tampak pada sampel arteri yang dianalisa dengan detektor tertentu, sebuah densitometer untuk indosianin
hijau. Daerah yang dibawah kurva indikator pewarna dihubungkan dengan curah jantung. Tehnik dilusi
pewarna tersebut, bagaimanapun juga menggambarkan masalah dari resirkulasi, sampel darah arteri.

C. Ultrasonography

Dua dimensi gambaran jantung dapat diperoleh dengan melewatkan sebuah probe yang berisi kristal
piezoelektrik ke dalam esofagus. Probe esofagus yang berukuran besar dapat menyebabkan kompresi aorta
pasa bayi atau anak kecil.
Trans esofageal echocardiografi (TEE) memasuki ventrikel kiri saat pengisian (volume akhir
diastolik dan volume akhir sistolik), ejeksi fraksi, ketidaknormalan gerakan dinding jantung dan kontraktilitas.
Karena iskemia miokardium tidak menghambat gerakan atau penebalan normal selama sistolik, TEE terbukti
merupakan indikator yang sangat sensitif untuk iskemi miokardium intraoperatif. Gelembung udara mudah
dikenali pada emboli udara (termasuk emboli paradoksal). Batasan penggunaannya adalah kebutuhan pasien
untuk dianestesi dahulu sebelum insersi, kesulitan membedakan afterload yang meningkat dengan iskemia
miokardium dan interpretasi yang berbeda-beda.
Pulsed Doppler adalah teknologi yang mengukur kecepatan aliran darah aorta. Dikombinasikan
dengan TEE yang menentukan area cross section aorta, alat ini dapat mengukur stroke volume dan curah
jantung. Penggunaan yang lebih lanjut dari ultrasonografi termasuk transesofageal Doppler color flow
mapping yang menilai fungsi katup dan shunting intrakardiak.
Continous-wave suprasternal Doppler juga mengukur kecepatan darah aorta. Alat ini tidak
memerlukan TEE, tetapi normogram yang didasarkan pada umur, jenis kelamin dan berat pasien untuk
memperkirakan daerah cross section aorta untuk kalkulasi curah jantung.
Transtracheal Doppler terdiri dari tranduser Doppler yang dilekatkan pada ujung distal dari ETT.
Curah jantung diterima dari diameter aorta ascendens dan kecepata darah. Hasil yang akurat tergantung posisi
probe yang benar.

D. Thoracic Bioimpedance

Perubahan dari volume thoraks menyebabkan perubahan pada resistensi thoraks (bioimpedance). Bila
perubahan thoracic bioimpedance diukur seletah depolarisasi ventrikel, stroke volume dapat terus ditentukan.
Tehnik non invasif ini membutuhkan 4 pasang elektroda ECG untuk menginjeksi microcurrent dan
untuk merasakan bioimpedance pada kedua sisi dada. Kerugian teknik ini termasuk rentan pada gangguan
elektrik dan ketergantungan pada posisi elektroda yang benar.
Baik dengan cara suprasternal maupun transtracheal Doppler, ketepatan tehnik ini masih
dipertanyakan pada beberapa kelompok pasien termasuk yang menderita kelainan katup aorta atau operasi
jantung terdahulu.

E. Prinsip Fick

Jumlah oksigen yang dikonsumsi oleh seorang individual (VO 2) sama dengan perbedaan antara isi
oksigen (C) arteri dengan vena (a-v) dikalikan dengan curah jantung (CO).

Konsumsi O2 V O2
CO = -------------------------- = ---------------------

10
a-v O2 perbedaan isi Ca O2-Cb O2

Variasi dari prinsip Fick adalah dasar dari seluruh metode indikator-dilusi dari penentuan curah
jantung.

Pertimbangan klinis

Pengukuran curah jantung memberikan perhitungan dari banyak indeks yang menggambarkan fungsi
dari kardiovaskuler secara keseluruhan. Tekanan arteri pulmonal sulit dibaca bila tidak mengetahui curah
jantung. Contohnya pasien yang mempunyai perfusi organ vital yang buruk karena curah jantung yang rendah
dan resistensi perifer yang tinggi.
Manipulasi farmakologik yang efektif untuk preload, afterload dan kontraktilitas tergantung pada
penentuan yang akurat dari curah jantung.

MONITORING SISTEM RESPIRASI

STETOSKOP PRECORDIAL DAN ESOFAGEAL

Indikasi

Banyak anestesiolog yang percaya bahwa seluruh pasien seharusnya dimonitor dengan stetoskop
prekordial atau esofageal.

Kontraindikasi

Instrumentasi esofagus seharusnya dihindari pada pasien dengan varises atau striktur esofagus.

Teknik dan Komplikasi

Stetoskop prekordial (Wenger chestpiece) adalah logam berat, berbentuk bell yang diletakkan diatas
dada atau lekuk suprasternal. Meskipun beratnya menyebabkan posisinya tak berubah, pelekat dua sisi akan
merupakan segel akustik yang baik pada kebanyakan pasien. Banyak chest piece yang tersedia, tetapi ukuran
anak – anak dapat dipakai oleh semua pasien. Bagian bell dihubungkan dengan anestesiolog dengan tube
tambahan. Earpiece monoaural menyebabkan monitoring yang bersamaan untuk stetoskop dan ruangan
operasi. Komplikasi monitoring prekordial hampir tak ada, walaupun ada reaksi alergi lokal, abrasi kulit dan
nyeri saat pelepasan pelekatnya yang jarang terjadi.
Stetoskop esophageal adalah kateter plastik lembut dengan ditutupi balon pada ujung distal. Meskipun
kualitas nafas dan suara jantung lebih baik menggunakan cara ini, tetepi penggunaannya masih terbatas pada
pasien yang terintubasi. Probe suhu, lead ECG dan bahkan alat pace atrial telah disatukan dalam desain
stetoskop esophageal. Peletakan melalui mulut atau hidung kadangkala dapat menyebabkan iritasi mukosa dan
perdarahan. Sangat jarang, stetoskop bergeser ke trakea daripada esophagus, menyebabkan kebocoran gas
sekitar balon ETT.

Pertimbangan klinis

Informasi yang didapat oleh stetoskop prekordial dan esofageal termasuk konfirmasi ventilasi,
kualitas suara nafas, regularitas denyut jantung dan kualitas suara jantung. Konfirmasi suara nafas bilateral
setelah intubasi ETT, harus dibuat stetoskop binaural lebih sensitif.

PULSE OKSIMETRI

Indikasi dan Kontraindikasi

11
Pulse oksimetri wajib dipasang pada monitoring pasien intra operatif. Khususnya berguna ketika
oksigenasi pasien harus diukur sering karena adanya penyakit paru, prosedur bedahnya sendiri, atau kebutuhan
akan tehnik anestesi yang khusus. Pulse oksimetri juga membantu dalam monitoring neonatus untuk resiko
retinopati. Tidak ada kontraindikasinya.

Teknik dan Komplikasi

Pulse oksimetri mengkombinasikan prinsip oximeter dan plethysmograf untuk mengukur saturasi
oksigen secara non invasif pada darah arteri.sebuah sensor berisi sumber sinar (2 atau 3 light emiting dioda),
dan detektor sinar (photodiode) di letakkan pada jari tangan, jari kaki, cuping telinga dan jaringan perfusi
lainnya yang dapat ditransiluminasi.
Oksimetri tergantung pada observasi oksigenasi dan Hb yang menurun dibedakan absorpsinya dari
sinar merah dan infra merah (hukum Lambert-Beer). Khususnya, oxyhemoglobin (HbO 2) menyerap lebih
banyak sinar inframerah (960 nm), sementara deoxyhemoglobin lebih banyak menyerap sinar merah (660 nm)
dan tampak biru atau sianotik pada mata telanjang. Oleh karena itu, perubahan dari absorpsi sinar selama
pulsasi arteri adalah dasar penentuan oksimetri. Rasio absorpsi panjang gelombang merah dan inframerah
dianalisa oleh microprosesor untuk memberikan panjang gelombang saturasi oksigen (SpO2) pulsasi arteri.
Pulsasi arteri diidentifikasi oleh plethysmograf, menyajikan koreksi terhadap absorpsi oleh darah
vena yang tidak berdenyut dan jaringan. Panas dari sumber sinar atau sensor tekanan jarang sekali dapat
menyebabkan kerusakan jaringan bila monitor tidak dipindahkan secara periodik. Tidak perlu kalibrasi
penggunaan.

Pertimbangan klinis

Selain SpO2, pulse oksimetri juga sebagai indikasi perfusi jaringan dan mengukur denyut jantung.
Karena SpO2 normalnya mendekati 100%, hanya ketidaknormalan nyata yang dapat dideteksi pada kebanyakan
pasien yang dianestesi. Bergantung pada kurva disosiasi Hb pasien tertentu, saturasi 90% mungkin menandai
PaO2 kurang dari 65 mmHg. Hal ini dibandingkan dengan klinis yang terdapat sianosis, yang butuh 5 gr dari
HB desaturasi dan biasanya berhubungan dengan SpO 2 kurang dari 80 %. Pada intubasi endotrakeal biasanya
akan tidak terdeteksi lagi oleh pulse oksimetri akan adanya penyakit paru dan konsentrasi oksigen inspirasi
yang rendah.
Karboksihemoglobin dan HbO2 menyerap sinar pada 660nm, karena itu pulse oksimetri yang hanya
membandingkan 2 panjang gelombang akan menghasilkan banyak kesalahan pembacaan yang tinggi pada
pasien yang menderita keracunan CO. Methemoglobin mempunyai koefisien absorpsi pada panjang gelombang
merah dan inframerah. Hasil absorpsi 1 : 1 rasionya terkait pada pembacaan saturasi 85 %.
Methemoglobinemia menyebabkan kesalahan saturasi yang rendah dibaca ketika SaO 2 justru lebih besar dari
85 % dan kesalahan saturasi yang tinggi bila sebenarnya SaO2 < 85 %.
Kebanyakan pulse oxymetri didapatkan tidak akurat pada SpO 2 yang rendah dan semuanya
menunjukkan penundaan antara perubahan SaO2 dan SpO2.
Probe telinga mendeteksi perubahan dalam saturasi lebih cepat daripada probe jari sebagai akibat
waktu sirkulasi paru – telinga yang lebih cepat. Hilangnya sinyal dari vasokonstriksi perifer dapat disebabkan
oleh blok jari dengan cairan anestesi. Penyebab artifak pada pulse oksimetri lainnya termasuk bantaknya
gerakan cahaya sekitar, pewarna biru metilen, pulsasi vena, perfusi rendah (contohnya curah jantung yang
rendah, HB yang rendah, hipotermia, peningkatan resistensi perifer), posisi sensor yang salah dan kebocoran
sinar dari light emiting diode ke photodiode.
Bagaimanapun juga pulse oksimetri dapat membantu diagnostik cepat dari hipoksia katastropik, yang
dapat terjadi pada intubasi esofageal yang tidak disadari, dan dapat membantu pengantaran oksigen ke organ
vital. Di ruang pemulihan, pulse oksimetri membantu mengidentifikasi masalah respirasi paska operasi seperti
hipoventilasi berat, spasme bronkus dan atelektasis.

ANALISA END-TIDAL CARBON DIOXIDE

Indikasi dan Kontraindikasi

Penentuan konsentrasi end-tidal CO2 (ETCO2) untuk konfirmasi ventilasi yang adekuat selama
prosedur anestesi. Kontrol ventilator pada meningkatnya tekanan intrakranial dengan menurunkan PaCO2

12
mudah dimonitor dengan analisa ETCO2. Penurunan yang cepat dari ETCO2 merupakan indikator yang cepat
untuk emboli udara, komplikasi utama dari craniotomi duduk. Tidak ada kontraindikasi.

Teknik dan Komplikasi

Kapnografi adalah monitor yang berharga untuk sistem respirasi, jantung dan pernapasan anestesi. Dua
tipe dari kapnograf biasanya digunakan tergantung pada absorpsi sinar inframerah oleh CO2.

A. Flow-Through

Flow-through (aliran utama) kapnograf mengukur CO2 melewati sebuah adaptor yang diletakkan pada
sirkuit pernapasan. Transmisi sinar infra merah dan konsentrasi CO2 ditentukan oleh monitor. Karena
permasalahan dengan aliran, model flow-through yang lebih lama cenderung kembali ke nol selama inspirasi.
Karena itu alat tersebut tidak mampu mendeteksi CO2 inspirasi, yang dapat terjadi pada malfungsi sirkuit
pernapasan. Berat sensor menyebabkan traksi pada ETT dan panas yang dihasilkan dapat membakar kulit.
Desain terbaru mengatasi permasalahan ini.

B. Aspirasi

Aspirasi (aliran samping) kapnograf terus menerus menghisap gas dari sirkuit pernapasan ke sampel sel
dalam monitor. Konsentrasi CO2 ditentukan dengan membandingkan penyerapan sinar infra merah pada
sampel sel dengan sebuah rangan bebas CO 2. Aspirasi kontinyu dari gas anestesi biasanya menggambarkan
kebocoran dalam sirkuit pernapasan yang akan mengkontaminasi kamar operasi kecuali bila dibuang atau
dikembalikan ke sistem pernapasan.
Tingkat aspirasi yang tinggi (250ml/menit) dan sampel tubing dengan dead space rendah biasanya
meningkatkan sensitivitas dan menurunkan waktu lag. Bila volume tidal kecil (pada pediatrik), bagaimanapun
aspirasi yang tinggi dapat memasukkan gas segar dari sirkuit dan dilusi pengukuran ETCO2.
Aspirasi yang rendah (< 50 ml/menit) dapat menghambat pengukuran ETCO 2 dan mengecilkan hasilnya
selama ventilasi pernapasan cepat. Malfungsi katup ekspirasi dideteksi dengan adanya CO 2 dalam gas inspirasi.
Meskipun gagal katup inspirasi menyebabkan terhisapnya kembali CO 2, hali ini tidak tampak nyata karena
bagian volume inspirasi terbaca nol saat fase inspirasi.
Unit aspirasi rentan terhadap presipitasi air dalam tube aspirasi dan sampel sel yang dapat menyebabkan
obstruksi dalam selang sampel dan pembacaan yang salah.

Pertimbangan klinis

Gas lain (misalnya nitrogen oksida) juga mengabsorpsi sinar inframerah menyebabkan efek perluasan
tekanan. Untuk meminimalkan kesalahan oleh nitrogen oksida, macam – macam modifikasi dan filter telah
disatukan dalam desain monitor. Kapnograf secara cepat dan dapat dipercaya dalam mengindikasikan intubasi
esofageal – penyebab yang umum dari anestesi katastropik - tetapi tak dapat dipercaya untuk mendeteksi
intubasi endobronkial. Sementara mungkin ada CO2 dalam lambung dari udara luar yang tertelan (<10 mmHg)
ini seharusnya dibuang keluar dalam beberapa nafas. Berhenti tiba – tibanya CO 2 selama fase ekspirasi dapat
mengindikasikan kerusakan sirkuit. Meningkatnya tingkat metabolik disebabkan oleh hipertermi maligna yang
menyebabkan peningkatan yang nyata dalam ETCO2.
Gradien antara ETCO2 dan PaCO2 (normal 2 – 5 mmHg) menggambarkan ruang mati alveolar (alveoli
yang diventilasi tapi tidak memperfusi). Reduksi apapun terjadi dalam perfusi paru (misalnya emboli udara,
posisi ke kanan, menurunnya curah jantung atau menurunnya tekanan darah), meingkatnya ruang mati alveolar,
dilusi CO2 ekspirasi dan berkurangnya ETCO2. Kapnograf yang sebenarnya menampilkan bentuk gelombang
konsentrasi CO2 yang menampilkan bermacam – macam keadaan.

MONITORING OKSIGEN DAN KARBON DIOKSIDA TRANSKUTAN

Indikasi dan Kontraindikasi

13
Meskipun banyak manfaatnya dalam penangan banyak pasien penyakit kritis, monitor gas transkutan
telah banyak diterima di perawatan intensif pediatrik. Tidak ada kontraindikasi.

Teknik dan Komplikasi

Sensor yang mengandung CO2 atau oksigen (Clark) elektroda atau keduanya dan bagian yang
dipanaskan (kulit dipanaskan sampai 41,50C ke jaringan penunjang arteri) dilekatkan pada kulit. Elektroda
oksigen mendeteksi perubahan dalam kompisisi gas dengan perubahan dalam konduktivitas listrik dari cairan
elektrolit. Kebanyakan elektroda CO2 mengukur perubahan dalam pH :

PH = 0,97 (log PCO2)

Bagian yang dipanaskan akan menvasodilatasi pembuluh kapiler dan meningkatkan difusi gas dengan
mengarterialisasikan stratum korneum. Tergantung pada aliran darah, ketebalan kulit, dan pengaturan panas,
kebanyakan sensor membutuhkan 15 – 30 menit untuk mencapai plato yang stabil. Lokasi sensor seharusnya
diubah tiap 2 – 4 jam (tiap 8 jam bila hanya CO2 yang diukur) untuk mencegah kulit terbakar, kecuali bila
perfusi buruk.

Pertimbangan klinis

Sensor transkutan sebenarnya mengukur tekanan parsial kutaneus, yang mendekati nilai arterial bila
curah jantung dan perfusi adekuat. PtcO 2 (PsO2) adalah kira – kira 75% dari PaO 2 dan PtcCO2 (PsCO2) adalah
130 % PaCO2. Penurunan yang bertahan dari PtcO2 dapat terjadi pada PaO2 rendah atau penurunan perfusi
kulit. Kurangnya konsistensi hubungan antara PtcO2 dan PaO2 seharusnya tidak dilihat sebagai kesalahan dari
teknologi ini tetapi sebagai peringatan awal dari kurang adekuatnya perfusi jaringan (misalnya syok,
hiperventilasi, hipotermia). Indeks PtcO2 adalah rasio PtcO2 pada PaO2 dan bervariasi secara proporsional
dengan curah jantung dan aliran darah perifer. Peningkatan yang cepat pada PtcO 2 sampai 150 mmHg
mengindikasikan sensor yang bergeser dan terpapar udara ruangan.
Monitoring transkutan kurang populer dibandingkan pulse oksimetri karena waktu pemanasannya, kesulitan
prawatan sensor dan kompleksisitas interpretasinya. Hal ini sangat disayangkan karena indikastor sebenarnya
dari jaringan, kulit albeit-pengantaran oksigen. Pulse oximetri dengan oksigen transkutan seharusnya dilihat
sebagai saling mandukung bukan teknologi yang saling bersaing.

ANALISA GAS ANESTESI

Indikasi

Analisa gas anestesi seharusnya berguna selama prosedur apapun yang menyangkut anestesi inhalasi.
Tidak ada kontraindikasi untuk menganalisa gas – gas ini.

Teknik

Tehnik yang paling sering digunakan untuk menganalisa multipel gas anestesi menyangkut
spektrometri mass. Spektroskopi Raman atau absorpsi infra merah.
Pompa vakum didalam spektrometer mass mengambil sampel gas dari bagian samping dalam sirkuit
pernapasan, melalui tube panjang diameter 1 mm, ke dalam analyzer. Karena pertimbangan biaya, satu
spektrometri mass biasanya dibagi untuk beberapa kamar operasi (sistem multiplexes), dan sebuat katup inlet
selektor secara otomatis mengubah sampling dari satu ruangan ke ruangan yang berikutnya.
Sampel gas diionisasikan oleh gelumbang elektron dan melewati dareah magnetik. Ion – inon dengan
mass yang tertinggi untuk mengubah rasio paling tidak didefleksikan dan mengikuti kurva dengan radius
terbesar. Gas dengan berat molekul yang identik (CO2 dan N2O) didifferensiasikan dengan defleksi fragmen
yang dihasilkan selama elektron beam.
Raman Spektroskopi meng-identifikasikan dan mengukur konsentrasi gas dengan menganalisa
intensitas sinar yang dihasilkan ketika sampel gas kembali ke keadaan biasa setelah dihasilkan oleh sinar laser.

14
Inframerah unit menggunakan bermacam tehnik yang sama dengan yang dideskripsikan untuk
kapnografi. Karena molekul oksigen tidak menyerap sinar inframerah, konsentrasinya tak dapat diukur dengan
monitor yang memakai teknologi infra merah.

Pertimbangan klinis

Meskipun beberapa unit tersedia, kebanyakan spektrometer melayani lebih dari satu ruangan operasi.
Karena itu gas sampel biasanya dianalisa secara berkala dan hasilnya diperbaharui tiap 1 – 2 menit.
Unit terbaru dapat kontinyu mengukur CO2 dengan analisa inframerah dan mempunyai keuntungan
dari kapnograf yang terpisah. Gas lain yang diidentifikasi dan dikualifikasikan termasuk nitrogen, oksigen,
nitrogen oksida, halotan, desfluran, sevofluran , enfluran dan isofluran. Nitrogen end-tidal yang meningkat
secara kuantitatif mendeteksi emboli udara atau kebocoran udara dalam sistem pernapasan. Pengukuran volatil
menjaga overdosis dari vaporiser yang tidak disengaja akibat malfungsi vaporiser atau kesalahan pengisian
vaporiser tak disengaja.
Salah satu kerugian mass spektrometri adalah aspirasi konstan dari gas sampel mengacaukan
pengukuran konsumsi oksigen selama tehnik sistem tertutup. Pada keberadaan tidal kecil atau sistem Mapleson
tanpa katup, tingkat pengambilan sampel yang tinggi dapat memasukan gas segar dan mengencerkan
konsentrasi yang lama.

MONITORING SISTEM SARAF

ELECTROENCEPHALOGRAFI

Indikasi dan Kontraindikasi

Elektroencephalogram (EEG) kadang – kadang digunakan pada operasi cardiovaskular, bypass


kardiopulmonal dan hipotensi terkontrol untuk konfirmasi adekuat atau tidaknya oksigenasi serebral.
Monitoring kedalaman anestesia dengan 16 lead lengkap, 8 chanel EEG bukanlah suatu jaminan, mengingat
kemampuan dari tehnik yang lebih sederhana. Tidak ada kontraindikasi.
Teknik dan Komplikasi

EEG adalah rekaman potensial listrik yang dihasilkan sel di korteks serebri. Meskipun standar
elektroda EEG dapat digunakan, tetapi lempeng perak yang mengandung jelly konduktor lebih disukai.
Elektroda platinum atau jarum logam antikarat melukai kulit kepala dan mempunya impedansi (resistansi)
yang tinggi, bagaimanapun juga alat tersebut dapat disterilisasi dan diletakkan dalam daerah operasi. Posisi
elektroda (montage) diatur oleh sistem 10 – 20.
Perbedaan potensial listrik antar kombinasi elektroda disaring, diperkuat dan ditampilkan oleh sebuah
oscilloscope atau pena perekam.

Pertimbangan klinis

Pemakaian monitoring dengan EEG intra operatif dibatasi oleh kebutuhan tempatnya, kesulitan
interpretasi, effikasi ekuivocal dan kebutuhan untuk menghindari konsentrasi obat yang tinggi. Akurasinya
terbukti masih dipertanyakan pada pasien yang pernah menderita kerusakan otak sebelumnya (misalnya
stroke). Perubahan EEG yang menyertai iskemia, seperti aktivitas frekuensi tinggi dapat disamarkan pada
keadaan hipotermia, obat anestesi, gangguan elektrolit dan hipokapnia yang jelas. Deteksi perubahan EEG
dapat membantu penilaian cepat tentang kemungkinan penyebab iskemia serebral sebelum kerusakan otak
ireversibel terjadi.
Analisa bispektral mengambil data yang dihasilkan oleh EEG dan melalui beberapa langkah,
berhubungan dengan angka – angka tertentu yang berhubungan dengan kedalaman anestesia / hipnosis.
Nilai BIS 65 – 85 membantu untuk pengukuran sedasi dimana nilai 40 – 65 direkomendasikan untuk
anestesi umum. Hal itu menunjukkan potensial untuk mengurangi ksadaran pasien selama anestesi, sebuah isu
yang penting bagi pengetahuan masyarakat. Hal itu juga membantu untuk mengurangi penggunaan bahan –
bahan oleh karena lebih sedikit obat yang dibutuhkan untuk menjaga amnesia, membantu waktu bangun yang
lebih cepat dan mungkin waktu yang lebih pendek berada di ruang pemulihan.

15
Banyak studi awal tentang penggunaannya yang tidak prospektif, random, dan uji coba terkontrol,
tetapi secara alami dapat diobservasi. Artifak dapat menjadi masalah. Ditambah lagi adanya biaya tambahan
perkasus. Monitor sendiri memakai biaya beberapa ribu dolar dan elektroda harganya berkisar 10 – 15 dolar
US setiap tindakan anestesi dan tak dpat digunakan kembali.

EVOKED POTENTIAL

Indikasi

Indikasi untuk monitoring evoked potensial termasuk prosedur bedah yang berkaitan dengan
kemungkinan trauma neurologik, bypass kardiopulmonal, endarterektomi carotis, fusi spinal dengan rod
Harrington, perbaikan aneurisma aorta thorakoabdominal dan kraniotomi. Iskemia menyeluruh akibat hipoksia
atau overdosis obat anestes dapat terdeteksi. Monitoring potensial bangkitan (evoked potential) membantu
lokalisasi probe selama bedah saraf tertentu.

Kontraindikasi

Meskipun tidak ada kontraindikasi spesifik , modalitas alat ini sangat terbatas dengan perlunya
tempat, peralatan, dan petugas terlatih.

Teknik dan Komplikasi

Monitoring potensial bangkitan secara invasif memasuki fungsi saraf dengan mengukur respon
elektrofisiologik untuk stimulasi sensoris. Umumnya potensial bangkitan dimonitor secara visual,
pendengaran, somatosensory evoked potentials (SSEPs) dan peningkatan motor evkode potentials (MEPs).
Untuk SSEPs, aliran listrik yang singkat dihantarkan ke saraf sensoris atau perifer oleh sepasang
elektroda. Bila jalur interfensi intak, sebuah potensial bangkitan akan ditransmisikan ke korteks sensoris yang
kontralateral. Potensial diukur oleh elektroda yang di kulit kepala. Untuk membedakan respon kortikal dengan
stimulus spesifik, respon multipel diratakan dan suara latar dihilangkan. Potensial bangkitan diwakili oleh
serangkaian voltase dibandingkan dengan waktu.
Gelombang yang dihasilkan dianalisa untuk poststimulus latency (waktu antara stimulasi dan deteksi
potensial)dan peak amplitudo. Komponen ini dibandingkan dengan baseline. Perubahan signifikan harus
ditentukan.
Komplikasi dari monitoring potensial bangkitan sangat jarang tetapi termasuk syok listrik, iritasi kulit dan
iskemia akibat tekanan pada tempat penempelan elektroda.

Pertimbangan klinis

Potensial bangkitan digantikan oleh banyak variabel selain kerusakan saraf. Efek obat anestesi sangat
kompleks dan tidak mudah diartikan. Secara umum, tehnik balans anestesi dan opioid menyebabkan perubahan
minimal, sementara volatile sangat baik untuk dihindari. Pemunculan awal (spesifik) potensial bangkitan lebih
kecil dipengaruhi obat anestesi daripada pemunculan lambat (non spesifik). Bahkan perubahan dalam potensial
bangkitan pendengaran (auditory) dapat membantu pengukuran kedalaman anestesi. Faktor fisiologik (tekanan
darah, suhu dan saturasi oksigen) dan farmakologi seharusnya dijaga konstan.
Obliterasi persisten dari potensial bangkitan adalah perkiraan defisiensi neurologik post operatif.
Sayangnya, karena perbedaan jalur anatomiknya, Preservasi potensial bangkitan sensoris (medula spinalis
dorsalis) tidak menjamin fungsi motorik (medula spinalis ventralis) yang normal (false negatif).
Keuntungan menggunakan MEPs dibandingkan SSEPs untuk monitoring medula spinalis adalah
MEPs memonitor medula spinalis ventral dan cukup sensitif adn spesifik, dapat digunakan untuk
memperkirakan pasien – pasien yang mungkin mengalami defisit motorik paska operasi. Pertimbangan yang
sama untuk SSEPs dapat pula digunakan untuk MEPs dimana keduanya dipengaruhi oleh obat volatile, oleh
dosis tinggi benzodiazepine dan oleh hipotermia sedang (suhu tubuh kurang dari 320C).

16
MONITORING YANG LAIN

TEMPERATUR

Indikasi

Suhu tubuh pasien yang mengalami anestesi umum seharusnya diawasi. Prosedur yang sangat singkat
(kurang dari 15 menit) mungkin merupakan pengecualian dalam hal ini.

Kontraindikasi

Tidak ada kontraindikasi walaupun tempat pemeriksaan mungkin tak sesuai bagi pasien tertentu.

Teknik dan Komplikasi

Selama operasi, suhu biasanya diukur dengan thermistor atau thermocouple. Thermistor adalah
semikonduktor yang resistensinya menurun tanpa ada peringatan. Thermocouple adalah sirkuit 2 lempeng
logam yang digabungkan sehingga perbedaan potensial dihasilkan bila logam dalam suhu yang berbeda. Probe
thermistor dan thermocouple sekali pakai tersedia untuk monitoring temperatur dari membran timpani, rektum,
nasofaring, esofagus, kandunh kemih dan kulit.
Komplikasi pemeriksaan suhu adalah biasanya berhubungan dengan trauma yang disebabkan oleh
probe.

Pertimbangan klinis

Hipotermia biasanya didefinisikan sebagai suhu tubuh kurang dari 36 0C yang sering terjadi selama
anestesi dan operasi. Hipotermia menurunkan kebutuhan oksigen metabolik karen itu terbukti protektif bagi
iskemia serebral dan kardiak. Hipotermia yang tidak disengaja mempunyai beberapa efek fisiologik yang
merugikan. Bahkan, hipotermi perioperatif dihubungkan dengan meningkatnya angka kematian
Menggigil paska operasi meningkatkan konsumsi oksigen 5 kali lipat, menurunkan saturasi oksigen
arteri dan berhubungan dengan meningkatnya resiko iskemia miokard dan angina. Meskipun menggigil paska
operasi dapat diterapi secara efektif dengan meperidine 25 mg, pemecahan masalah terbaik adalah dengan
pencegahan utama dengan menjaga normotermia. Insidensi hipotermia perioperasi yang tidak diinginkan
meningkat dengan usia yang ekstrim, operasi abdomen, operasi lama dan suhu ruangan operasi yang dingin.
Suhu inti (suhu darah sentral) biasanya turun 1 – 2 derajat selama jam pertama anestesi umum (fase
I), diikuti dengan penurunan yang bertahap selama 3 – 4 jam berikutnya (fase II), bahkan mencapai titik tetap
atau ekuilibrium (fase III). Redistribusi dari ruang panas ke ruang hangat (misalnya abdomen, thoraks) ke
jaringan yang lebih dingin (tangan, kaki) dari vasodilatasi akibat anestesi menyebabkan perubahan yang tiba –
tiba pada suhu dan kehilangan panas memberikan kontribusi minor. Namun demikian, kehilangan panas yang
terus menerus terhadap lingkungan nampaknya merupakan penyebab utama atas penolakan terus menerus yang
lebih lambat. Selama kondisi stabil equilibrium, hilangnya panas sama dengan produksi panas metabolik.
Secara normal hypothalamus mempertahankan suhu tubuh inti dalam range yang sangat sempit
(interthreshold range). Meningkatkan suhu tubuh adalah sebuah fraksi derajat yang menginduksi keringat dan
vasodilatasi, sementara menurunkan suhu memacu vasokonstriksi dan menggigil. Selama anestesi umum,
bagaimanapun juga tubuh tak dapat mentolerir hipotermia karena anestesi menghambat pengaturan suhu
sentral dengan melibatkan fungsi hypothalamus.
Anestesi spinal dan epidural juga menyebabkan hipotermia dengan menyebabkan vasodilatasi dan
redistribusi panas tubuh yang jarang (fase I). Adanya kerusakan pada pengaturan suhu dari anestesi regional
yang menyebabkan hilangnya panas (fase II) tampaknya disebabkan oleh gangguan persepsi suhu pada
dermatom yang diblok- sebagai kebalikan dari efek obat sentral yang terdapat pada anestesi umum. Baik
anestesi umum maupun regional meningkatkan jangkauan ambang batas, dengan mekanisme yang berbeda.
Penghangatan selama setengah jam sebelumnya dengan selimut hangat secara efektif mencegah fase I
hipotermi dengan menghilangkan gradien suhu sentral-perifer. Metode untuk meminimalkan fase II dari

17
kehilangan panas termasuk selimut penghangat, gas inspirasi yang dihangatkan, penghangatan cairan intravena
dan meningkatkan suhu ruangan operasi. Insulator pasif seperti selimut katun hangat atau selimut seperti itu
hanya mempunyai sedikit kegunaan kecuali seluruh tubuh tertutup.
Setiap tempat monitoring mempunyai keuntungan dan kerugian. Membran timpani secara teori
menggambarkan temperatur otak karena suplai darah kanal auditoris adalah arteri karotis eksterna. Trauma
waktu insersi dan sumbatan serumen mengganggu penggunaan rutin dari probe timpani. Temperatur rektal
mempunyai respon yang lambat terhadap perubahan suhu inti. Probe nasofaring rentan menyebabkan mimisan
tetapi secara akurat mengukur suhu inti bila diletakkan menempel mukosa nasofaring. Thermistor pada kateter
arteri pulmonal juga mengukur suhu inti.
Ada korelasi antar variabel antara suhu aksilaris dengan suhu inti, tergantung perfusi kulit. Suhu
esophagus kadang disatukan dengan stetoskop esophagus, memberikan kombinasi yang baik antara ekonomis,
penampilan dan keamanan. Untuk menghindari mengukur suhu gas trakea, sensor suhu seharusnya diposisikan
di belakang jantung pada sepertiga bawah esophagus. Yang paling baik karena suara jantung paling jelas
terdengar pada tempat ini.

KELUARAN URIN

Indikasi

Kateterisasi kandung kemih adalah satu – satunya metode yang dapat dipercaya untuk mengawasi
keluaran urin. Insersi kateter urin diindikasikan pada pasien dengan gagal jantung kongesti, gagal ginjal,
penyakit hepar lanjut atau syok. Kateterisasi rutin pada beberapa prosedur bedah seperti operasi jantung,
operasi aorta atau renal, craniotomy, operasi abdomen mayor, atau operasi dengan pergeseran cairan yang
banyak terjadi. Operasi yang lama dan pemberian diuretik selama operasi merupakan indikasi.
Kadangkala, paska operasi kateterisasi kandung kemih diindikasikan untuk pasien yang sulit
mengosongkan kandung kemihnya di ruang pemulihan setelah anestesi umum atau regional.

Kontraindikasi

Kateterisasi kandung kemih seharusnya dilakukan dengan hati – hati pada pasien dengan resiko tinggi
infeksi.

Teknik dan Komplikasi

Kateterisasi kandung kemih biasanya dilakukan oleh personel bedah atau perawat. Untuk menghindari
trauma yang tidak perlu, seorang urolog seharusnya yang memasang kateter pasien yang diduga mempunyai
kelainan anatomi uretra. Kateter foley diinsersikan kedalam kandung kemih lewat uretra dan dihubungkan
dengan kantung pengumpul cairan yang sekali pakai. Untuk menghindari refluks urin, kantung tersebut harus
diletakan di bawah kandung kemih. Komplikasi dari kateterisasi termasuk trauma uretra dan infeksi saluran
kemih. Dekompresi cepat dari kandung kemih yang distensi dapat menyebabkan hipotensi. Kateterisasi
suprapubis dengan tube plastik yang dimasukan melalui jarum besar adalah alternatif yang jarang dipakai.

Pertimbangan klinis

Keuntungan tambahan dengan menaruh kateter foley adalah kemampuan untuk memasukkan
thermistor pada ujung kateter jadi kandung kemih atau suhu inti dapat dimonitor lebih baik. Nilai tambahan
dengan penggunaan urometer adalah kemampuan untuk monitor secara elektronik dan mencatat keluaran urin
dan suhu tubuh.
Keluaran urin merupakan gambaran dari perfusi ginjal. Merupakan indikator bagi ginjal,
kardiovaskuler, dan status volume cairan. Keluaran urin yang tidak cukup (oliguria) kadang didefinisikan
sebagai keluaran urin kurang dari 0,5 mL/jam, tetapi sebenarnya merupakan kemampuan pasien
mengkonsentrasikan dan beban osmotik.

STIMULASI SARAF PERIFER

18
Indikasi

Sensitivitas pasien pada obat neuromuskular blok berbeda – beda, karena itu fungsi neuromuskular
dari semua pasien yang menerima obat neuromuskular blok yang lama kerja panjang atau sedang harus
dimonitor. Sebagai tambahan, stimulasi saraf perifer berguna dalam menilai paralisis selama induksi rapid
sequence atau selama infus kontinyu dari obat lama kerja pendek. Lebih jauh lagi, stimulasi saraf perifer dapat
membantu saraf yang dimaksud untuk diblok oleh anestesi regional dan menentukan jauhnya blokade sensoris.

Kontraindikasi

Tidak ada kontraindikasi untuk monitoring neuromuskular, meskipun pada beberapa lokasi mungkin
akan menghalangi prosedur bedah.

Teknik dan Komplikasi

Stimulasi saraf perifer menghantarkan frekuensi variabel tertentu dan amplitudo pada sepasang
elektroda baik elektrokardiografik atau jarum subkutan yang diletakkan pada saraf motorik perifer. Meskipun
elektromyograf memberikan pengukuran yang cepat, akurat dan kuantitatif dari transmisi neuromuskular,
observasi visual atau taktil dari kontraksi otot biasanya tergantung pada praktek klinik.
Stimulasi ulnar dari otot adductor pollicis dan saraf wajah untuk orbicularis oculi adalah yang paling
sering dimonitor. Karena inhibisi reseptor neuromuskuler yang harus dimonitor, maka stimulasi langsung pada
otot harus dihindari dengan meletakkan elektroda pada daerah saraf dan tidak melebihi otot tersebut.
Komplikasi stimulasi saraf terbatas pada iritasi kulit dan abrasi pada tempat pelekatan elektroda.

Pertimbangan klinis

Derajat blok neuromuskuler dimonitor dengan menggunakan macam – macam pola dari stimulasi
elektrik. Semua stimuli adalah berdurasi 200 µdetik, berpola gelombang segiempat dan dengan intensitas aliran
yang sama. Twitch adalah satu denyutan yang dihantarkan tiap detik sampai tiap 10 detik (1 – 0,1 Hz). Blok
yang meningkat menghasilkan respon bangkitan yang berkurang pada setiap stimulasi.
Stimulasi Train of Four menandai 4 stimulus 200 µdetik yang berurutan dalam 2 detik (2 Hz). Twitch
dalam pola train of four secara berangsur melemah bila terjadi relaksasi. Rasio respon dari twitch pertama
sampai ke empat merupakan indikator yang sensitif untuk pelemas otot non depolarisasi. Karena sulitnya
memperkirakan rasio train of four, lebih nyaman untuk secara visual mengamati hilangnya twitch secara
bergantian, yang mana karena hal ini juga berhubungan dengan perluasan blok. Hilangnya twitch keempat
menggambarkan 75 % blok, ketiga 80% blok, dan kedua 90% blok. Relaksasi klinis biasanya membutuhkan
blok neuromuskuler 75 – 95%.
Tetani pada 50 atau 100 Hz merupakan tes yang sensitif untuk fungsi neuromuskuler. Kontraksi yang
menetap selama 5 detik mengindikasikan tetapi bukan komplit pemulihan dari blok neuromuskuler. Double
burst stimulation (DBS) menggambarkan 2 variasi dari tetani yang kurang begitu nyeri pada pasien. Pola
DBS3,3 terdiri dari 3 gelombang frekuensi tinggi yang pendek (200 µdetik) dipisahkan oleh interval 20 mdetik
(50Hz) diikuti 750mdetik kemudian oleh 3 gelombang lagi. Double burst lebih sensitif dari pada train of four
untuk evaluasi klinis.
Kelompok otot dibedakan atas sensitivitasnya terhadap obat pelemas otot, karena itu penggunaan
stimulator saraf perifer tidak dapat menggantikan observasi langsung dari otot (misalnya diafragma) yang
harus dilemaskan pada prosedur operasi tertentu. Lebih jauh lagi, pemulihan fungsi adduktor pollicis tidak
benar – benar paralel dengan otot yang dibutuhkan untuk menjaga jalan nafas.
Otot – otot diafragma, rektus abdominis, adduktor laringeal, dan orbikularis okuli pulih dari blok
nuromuskuler lebih cepat dari adduktor pollicis. Indikator dari pemulihan yang adekuat lainnya termasuk
kemampuan angkat kepala, kemampuan inspirasi -25 cm H 2O dan genggaman tangan yang kuat. Tegangan
Twitch dikurangi oleh hipotermi dari otot yang dimonitor (6% per derajat Celcius).
Standar Monitoring Dasar Untuk Anestesi

(Disetujui oleh delegasi ASA pada 21 Oktober 1986 dan terakhir diperbaharui pada 21 Oktober 1998)

Standar ini diaplikasikan pada semua tindakan anestesi meskipun pada keadaan gawat darurat, pengukuran life
support yang sesuai lebih diutamakan. Standa ini dapar dilebihi pada waktu kapanpun berdasarkan penilaian dari

19
anestesiolog yang bertugas. Hal ini dimaksudkan untuk membantu kualitas perawatan pasien, tetapi observasinya saja tidak
menjamin hasil spesifik pasien. Standar ini dapat direvisi dari waktu ke waktu, sebagaimana perkembangan teknologi dan
ilmu. Dapat diaplikasikan pada semua anestesi umum, anestesi regional dan monitoring perawatan. Set standar ini,
dialamatkan hanya untuk kepentingan monitoring dasar anestesia, yang merupakan komponen dari tindakan anestesi. Pada
keadaan yang jarang atau tak biasa; (1) beberapa metode ini dapat secara klinis tak dipakai dan (2) penggunaan yang tepat
dari metode monitoring yang telah dijelaskan dapat gagal untuk mendeteksi. Interupsi singkat dari monitoring yang terus
menerus mungkin tak terhindari. Pada keadaan tertentu, tanggung jawab anestesiolog ditandai dengan sebuah tanda simbol
bintang (*)., hal tersebut direkomendasikan bila hal ini telah dilakukan, seharusnya disertakan alasannya pada rekam medis
pasien. Standar ini tidak dimaksudkan untuk penanganan pasien obstetri dalam persalinan atau pelaksanaan manajemen
nyeri

STANDAR I

Petugas anestesi yang berkualitas harus hadir dalam ruangan selama pelaksanaan anestesi umum, anestesi regional dan
monitoring perawatan anestesi.
Tujuan : Karena perubahan yang cepat dari status pasien selama anestesi, petugas anestesi yang berkualitas harus terus
menerus mengawsi pasien dan memberikan penanganan anestesi. Pada kejadian yang diketahui bahaya langsung bagi
petugas anestesi, beberapa perubahan untuk monitoring pasien harus dibuat. Pada kejadian gawat darurat membutuhkan
ketidakberadaan sementara orang yang bertanggung jawab untuk anestesi tersebut, keputusan terbaik dari seorang
anestesiolog akan dinilai dalam membandingkan kegawatdaruratan dengan kondisi pasien yang sedang dianestesi dan
pilihan dari orang yang tinggal untuk bertanggung jawab selama ketidakberadaannya.

STANDAR II

Selama semua anestesi, oksigenasi, ventilasi, sirkulasi dan suhu pasien harus selalu tersu menerus dievaluasi.

OKSIGENASI

Tujuan : Untuk menjamin konsentrasi oksigen yang adekuat dalam gas inspirasi dan darah selama semua anestesi.
Metode :
(1). Gas inspirasi; Selama setiap memberi-kan anestesi umum menggunakan mesin anestesi, konsentrasi oksigen dalam
sistem pernapasan pasien harus diukur dengan penganalisa oksigen dengan penggunaan alarm konsentrasi oksigen
rendah.*
(2). Oksigenasi darah; Selama setiap anes-tesi, metode kuantitatif untuk mengukur oksigenasi seperti pulse oksimetri haris
dipakai.* Iluminasi dan pemaparan pasien penting untuk menilai warna.

VENTILASI

Tujuan : Untuk menjamin ventilasi yang adekuat dari pasien selama anestesi.
Metode :
(1) Setiap pasien anestesi umum harus dievaluasi secara kontinyu adekuat atau tidaknya ventilasi. Tanda klinis yang
kualitatif seperti gerakan dada, observasi kantung cadangan pernapasan dan auskultasi suara nafas sangatlah
berguna. Monitoring yang terus menerus untuk ada tidaknya karbon dioksida harus dilakukan kecuali bila
ketidakvalidan keadaan pasien, prosedur atau peralatan. Monitoring kuantitatif dari volume gas ekspirasi sangatlah
dianjurkan.*
(2) Bila ETT atau laryngeal mask dimasukkan, posisi yang benar harus diverifikasi dengan penilaian klinik dan
identifikasi dari karbon dioksida pada gas ekspirasi. Analisa karbon dioksida end tidal yang kontinu, digunakan dari
waktu ke waktu pada pemakaian ETT atau laryngeal mask, sampai ekstubasi/ pencabutan atau pemindahan ke
tempat perawatan paska operasi, harus menggunakan metode kuantitatif seperti kapnografi, kapnometri atau
spektroskopi mass.*
(3) Bila ventilasi dikontrol dengan ventilator mekanik, harus digunakan alat yang mampu mendeteksi putusnya
hubungan antar komponen sistem pernapasan. Alat ini harus diberikan sinyal yang dapat terdengar bila ambang
batas alarmnya terlampaui.
(4) Selama anestesi regional dan perawatan anestesi, ventilasi yang cukup harus dievaluasi, setidaknya dengan
observasi kontinyu dari tanda klinis kualitatif.

SIRKULASI

Tujuan : Untuk menjamin fungsi yang adekuat dari sirkulasi pasien selama anestesi.
Metode :
(1). Setiap pasien yang mengalami anestesi harus dipasang EKG kontinyu, ditampilan dari awal anestesi sampai persiapan
untuk meninggalkan lokasi anestesi.*
(2). Setiap pasien yang mengalami anestesi harus diukur tekanan darah dan denyut jantung setiap paling tidak 5 menit.
(3). Setiap pasien yang mengalami anestesi harus, sebagai tambahan yang di atas, fungsi sirkulasi harus diawasi oleh
setidaknya satu dari berikut : palpasi nadi, auskultasi suara jantung, monitoring tekanan intra arterial, ultrasound
peripheral pulse, atau pulse plethysmograf atau oksimetri.

20
SUHU TUBUH

Tujuan : Untuk membantu menjaga suhu tubuh yang cukup selama semua anestesi.
Metode : Seluruh pasien mengalami anestesi harus di ukur suhunya bila ada perubahan klinis pada suhu tubuh yang
disengaja, sebagai antisipasi atau diduga.

21

Anda mungkin juga menyukai