Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN DEFISIT PERAWATAN DIRI

Praktik Klinik Keperawatan Jiwa

Disusun oleh
Masrurotul Ulyana Isna Setiawati – 1614301040

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG


DIV KEPERAWATAN TANJUNGKARANG
TAHUN AKADEMIK 2016/2017
BANDAR LAMPUNG
LAPORAN PENDAHULUAN DEFISIT PERAWATAN DIRI

A. Kasus (Masalah Utama)


1. Pengertian DPD
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi
kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan
sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan
dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri ( Depkes 2000).
Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas
perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah, 2004).
Menurut Poter. Perry (2005), Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk
memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan
psikis. Kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu
melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya ( Tarwoto dan Wartonah 2000 ).
2. Komponen Perawatan Diri
1) Kategori I : Perawatan Mandiri, yang meliputi;
a. Aktivitas Sehari-hari, pada kategori ini, seperti makan daminum; dapat
dilakukansecara mandiri atau dengan sedikit bantuan. Merapikan diri,
kebutuhan eliminasi dan kenyamana posisi tubuh dapat dilakukan secara
mandiri.
b. Keadaam umum, baik seperti klien yang masuk rumah sakit untuk keperluan
pemeriksaan.
c. Kebutuhan pendidikan kesehatan dan dukungan emosi, membutuhkan
penjelasan untuk tiap prosedur tindakan.
d. Pengobatan atau tindakan tidak ada atau hanya pengobatan sederhana.
2) Kategori II : Perawatan Minimal, yang meliputi;
a. Aktivitas sehari-hari, pada kategori ini, seperti makan dan minum perlu
bantuan dalam persiapannya dan masih dapat makan sendiri. Merapikan diri
perlu sedikit bantuan. Kebutuhan eliminasi perlu dibantu ke kamar mandi atau
menggunakan urinal. Kenyamanan posisi tubuh dapat melakukan sendiri.
b. Keadaan Umum; tampak sakit ringan, perlu pemantauan tanda vital.
c. Kebutuhan pendidikan kesehatan dan dukungan emosi, membutuhkan 10-15
menit per shift, sedikit bingung atau agitasi, tapi terkendari dengan obat.
d. Pengobatan dan tindakan; membutuhkan waktu 20-30 menit per shidt, perlu
sering dievaluasi kefektifan pengobatan dan tindakan, perlu observasi status
mental setiap 2 jam.
3) Kategori III : Perawatan Moderat, meliputi
a. Aktivitas sehari-hari, pada kategori ini seperti makan dan minum harus
disuapi, masih dapat menngunyah dan menelan. Merapikan diri tidak dapat
melakukan sendiri. Kebutuhan eliminasi disediakan pispot/uriinal, sering
ngompol. Kenyaman posisi tubuh bergantung pada perawat.
b. Keadaan umum; gejala akut, bisa hilang timbul, perlu pemantauan fisik dan
emosi tiap 2-4 jam.
c. Kebutuhan pendidikan kesehatan dan dukungan emosi; membuthkan 10-30
menit per shift, gelisah, menolak bantuan, cukup dikendalikan dengan obat.
d. Pengobatan dan tindakan; membutuhkan waktu 30-60 menit per shift, perlu
sering diawasi terhadap efek samping pengobatan dan tindakan, perlu
observasi mental setiap 1 jam.
4) Kategori IV: Perawatan Ekstensif (Semi total), meliputi;
a. Aktivtas sehari-hari, pada kategori ini, seperti makan dan minum; tidak bisa
menguunyah dan menelan, perlu makan lewat sonde. Merapka diri; perlu
diurus semua, dimandikan, penataan rambut dan kebersihan mulut.
Kebutuhan eliminasi sering ngompol lebih dari 2 kali per shift. Kenyamanan
posisi tubuh perlu dibantu oleh 2 orang.
b. Keadaan umum; tampak sakit berat, dapat kehilangan cairan atau darah,
gangguan sistem pernafasan akut.
c. Kebutuha pendidikan kesehatan dan emosi; membutuhkan waktu lebih dari
30 menit pershift, gelisah, agitasi dan tidak dapat dikendalikan dengan obat.
d. Pengobatan dan tindakan; membutuhkan waktu lebih dari 60 menit pershift,
perlu observasi status mental setiap kurang dari 1 jam.
5) Kategori V : Perawatan Intensif (Total, pada kategori ini, pemenuhan
kebutuhan dasar seluruhnya bergantung pada perawat. Keadaan umum harus
diobservasi secara terus menerus. Perlu frekuensi pengobatan dan tindakan lebih
sering, maka klien harus dirawat oleh seorang perawat per shift.
3. Rentang Respons
 Pola perawatan diri seimbang, saat klien mendapatkan stressor dan mampu
untuk berprilaku adaptif, maka pola perawatan yang dilakukan klien seimbang,
klien masih melakukan perawatan diri.
 Kadang perawatan diri kadang tidak, saat klien mendapatkan stresor kadang-
kadang klien tidak memperhatikan perawatan dirinya.
 Tidak melakukan perawatan diri, klien mengatakan dia tidak peduli dan tidak bisa
melakukan perawatan saat stresor.

B. Proses Terjadinya Masalah


1. Faktor Predisposisi
Stuart (2009) mendefinisikan stressor predisposisi sebagai faktor risiko yang
menjadi sumber terjadinya stres yang mempengaruhi tipe dan sumber dari individu
untuk menghadapi stres baik yang biologis, psikologis d an sosial kultural.
a. Biologis, terkait dengan adanya neuropatologi dan ketidakseimbangan dari
neurotransmitternya. Dampak yang dapat dinilai sebagai manifestasi adanya
gangguan adalah pada perlaku maladaptif klien (Townsend. 2005). Secara
Biologi riset neurobiologikal memfokuskan pada tiga area otak yaitu :
1) Sistem Limbik, Klien dengan defisit keperawatan diri mengalami gangguan
pada sistem limbik sehingga tidak bisa mengontrol perilaku untuk dapat
membersihkan diri.
2) Lobus Frontal, Klien defisit perawatan diri yang mengalami kerusakan pada
lobus frontal mengakibatkan timbulnya perilaku maladaptif yaitu tidak mampu
berperilaku untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.
3) Hypotalamus, Klien DPD yang terjadi kerusakan pada hipotalamus maka akan
terjadi ganggaun mood dan penurunan motivasi sehingga mengakibatkan
klien tidak dapat melakukan aktifitas perawatan diri.
Selain gangguan pada struktur otak, proses terjadinya gangguan defisit
perawatan diri berdasarkan faktor biologis disebabkan juga oleh adanya kondisi
patologis dan ketidakseimbangan dari beberapa neurotransmitter.
1) Dopamine, fungsinya mencakup regualsi gerak dan volunter. Apabila
gangguan fungsi dopamin ini terjadi pada klien skizofrenia, akan
menyebabkan klien mengalami gangguan dalam regulasi gerak dan
koordinasi, emosi, serta kemampuan pemecahan masalah sehinggaklien tidak
dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri.
2) Serotinin, berperan sebagai pengontrol nafsu makan, tidur, alam perasaan,
halusinasi, persepsi nyeri, muntah. Serotin dapat mempengaruhi sistem
kognitif yaitu alam pikir, afektif dan psikomotor. Klien akan cenderung
berperilaku maladaptif, yang dapat dilihat yaitu tidak adanya aktifitas dalam
melakukan aktifias perawatan diri seperri mandi, berganti pakaian, makan dan
toileting.
3) Norepineprin, berfungsi untuk kesiagaan, pusat perhatian dan orientasi
proses pembelajaran dan memori. Klien cenderung akan berperilaki negatif
seperti tidak melakukan aktifitas mandi, tidak berhias, tidak memperhatikan
makan dan minum, serta tidak melakukan aktifitas toileting dengan benar.
4) Acetylcholine (Ach) berperan penting untuk belajar dan memori. Jika terjadi
peningkatan kadar Ach akan dapat menurunkan atensi dan mood yang dapat
dilihat dengan adanya gejalan kurang perhatian untuk dirinya dan malas
dalam beraktifitas.
b. Psikologis
1) Konsep diri, mulai dari gambaran diri secara keseluruhan yang diterima
secara positif atau negatif oleh seseorang.
2) Identitas diri terkait dengan kemampuan seseorang dalam mengenal siapa
dirinya dengan segala keunikannya, dan mampu menghargai dirinya sendiri.
3) Intelektualitas ditentukan oleh tingkat pendidikan seseorang, pengalaman dan
interaksi dengan lingkungan.
4) Kepribadian, pada klien defisit perawatan diri biasnaya ditemukan klien
memiliki kepribadian yang tertutup.
5) Moralitas, klien defisit perawatan diri menganggap dirinya tidak beguna,
negatif terhadap diri sendiri ini menyebabkan klien mengalmai penuruan
motivasi untuk melakukan aktifitas perawatan diri.
c. Sosial Budaya
1) Faktor sosial ekonomi tersebut meliputi kemiskinan, tidak memadainya sarana
dan prasarana, tidak adekuatnya nutrisi, rendahnya pemenuhan kebutuhan
perawatan untuk anggota keluarga, dan perasaan tidak berdaya.
2) Tahap perkembangan, pelajaran kebersihan dari orang tua yang meliputi
kebiasaan keluarga.
3) Pengetahuan tentang pentingnya kebersihan diri dan implikasinya bagi
kesehatan mempengaruhi kebersihan diri.
4) Kultur atau budaya, kepercayaan kebudayaan klien dan nilai pribadi
mempengaruhi perawatan diri.
5) Motivasi, setiap orang memliki keinginan dan pilihan tentang waktu untuk
mandi, bercukur dan melakukan perawatan rambut sesuia dengan kebutuhan.
6) Kondisi fisik, orang yang mengalami atau menderita penyakit tertentu atau
yang akan menjalani operasi seringkali kekurangan energi fisik atau
ketangkasan untk melakukan perawatan kebersihan diri.
2. Faktor Presipitasi
Stuart (2009) mendefinisikan stressor presipitasi sebagai suatu stimulus yang
dipersepsikan oleh individu apakah dipersepsikan sebagai suati kesempatan,
tantangan, ancaman/tuntutan. Komponennya :
a. Sifat stressor, terjadinya defisit perawatan diri berdasarkan sifat terdiri dari
biologis (infeksi, peny. kronis), psikologis (intelegensi, verbal, moral, kepribadian),
dan sosial budaya (tuntutan masy. yang tidak sesuai dengan kemampuan
seseorang).
b. Asal stressor, terdiri dari internal dan eksternal. Stressor internal atau yang
berasal dari diri sendiri seperti persepsi individu yang tidak baik tentang dirinya,
orang lain dan lingkungan, merasa tidak mampu, ketidakberdaya.
c. Waktu, dilihat sebagai dimensi kapan stressor mulai terjadi dan beberapa lama
terpapat stressor sehingga menyebabkan munculnya gejala.
d. Lama dan jumlah stressor yaitu terkait dengan sejak kapan, sudah berapa lama,
berapa kali kejadiannya, serta jumlah stressor.
3. Penilaian Terhadap Stressor
Pada mulanya klien merasa dirinya tidak berharga lagi sehingga merasa tidak
aman dalam berhubungan dengan orang lain. Biasanya klien berasal dari lingkunga
yang penuh permasalahan, ketegangan, kecemasan dimana tidak mungkin
mengembangkan kehangatan emosional dalam hubungan yang positif dengan orang
lain yang menimbulkan rasa aman. Klien semakin tidak dapat melibatkan diri dalam
situasi yang baru. Ia berusaha mendapatkan rasa aman tetapi hidup itu sendiri begitu
menyakitkan dan menyulitkan sehingga rasa man itu tidak tercapai. Hal ini
menyebabkan ia mengembangkan rasionalisasi dan mengaburkan diri dengan
kenyataan. Keadaan dimana seorang individu mengalami atau beresiko mengalami
suatu ketidakmampuan dalam menangani stressor internal atau lingkungan dengan
adekuat karena ketidakadekuatan umber-sumber (fisik, psikologis, perilaku atau
kognitif).
4. Sumber Koping
Herdman (2012), kemampuan individu yang harus dimilki oleh klien defisit
perawatan diri adlah kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri dalam hal
pemenuhan kebutuhan mandi, berhias, makan dan minum, serta toileting.
Sedangkan pada klien yang sangat mempengaruhi dalam kemampuan perawatan diri
dan keterbatasan fisik serta ketidakmampuan memanfaatkan dukungan sosial.
5. Mekanisme Koping
a. Mekanisme koping adaptif
Mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi perumbuhan, belajar dan
menbapai tujuan.
b. Mekanisme koping mal adaptif
Mekanisme koping yang menghambat fungsi integras memecahkan
pertumbuhan, menurunkan otonoms dan cenderung menguasai lingkungan.
6. Tanda Gejala
Menurut Depkes (2000: 20) Tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan
diri adalah:
a. Fisik
 Badan bau, pakaian kotor
 Rambut dan kulit kotor
 Kuku panjang dan kotor
 Gigi kotor disertai mulut bau
 Penampilan tidak rapi.
b. Psikologis
 Malas, tidak ada inisiatif
 Menarik diri, isolasi diri
 Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.
c. Sosial
 Interaksi dan kegiatan kurang
 Tidak mampu berperilaku sesuai norma
 Cara makan tidak teratur
 BAK dan BAB di sembarang tempat, gosok gigi dan mandi tidak mampu
mandiri.

C. Daftar Masalah
1. Data Yang Perlu Dikaji

NO DATA YANG PERLU DIKAJI MASALAH


1 Subjektif Defisit Perawatan
Pasien mengatakan tentang : Diri
1. Malas mandi
2. Tidak mau menyisir rambut
3. Tidak mau menggosok gigi
4. Tidak mau memotong kuku
5. Tidak mau berhias/berdandan
6. Tidan bisa/mau menggunakan alat mandi.
7. Tidak menggunakan alat makan dan minum
8. BAB dan BAK sembarangan
9. Tidak membersihkan diri dan tempat BAB dan
BAK.
10. Tidak mengetahui cara perawatan diri yang
benar.
Objektif
1. Badan bau, kotor, berdaki, rambut kotor, gigi
kotor, kuku panjang, tidak menggunakan alat-alat
mandi, tidak mandi dengan benar.
2. Rambut kotor, berantakan, kumis dan jenggot
tidak rapi, pakain tidak rapi, tifak mampu
berdandan, memilih, mengambil, dan memakai
pakaian, memakai sandal, sepatu, memakai
resleting.
3. Makan dan mnum sembarangan, berceceran,
tidak menggunakan alat makan, tifak mampu
(Menyiapkan makanan, memindahkan makanan ke
alat makan, memegang alat makan, membawa
makanan dari piring ke mulut, mengunyah, menelan
makanan secara aman.
4. BAB & BAK tidak pada tempatnya, tifak
membersihkan diri setelah BAB dan BAK, tifak
mampu (Menjaga kebersihan toilet, menyiram toilet)
2. Pohon Masalah

Kerusakan Integritas Kulit

Defisit Perawatan Diri

Intoleransi Aktivitas

D. Diagnosa
1. Diagnosa Keperawatan
a. Kerusakan Integritas Kulit
Definisi : Kerusakan kulit (dermis dan/atau jaringan) atau jaringan
(membran mukosa, kornea, fasia, otot, tedon, tulang, kartilago, kapsul sendi
dan/atau ligamen). (SDKI Hal.282)
b. Defisit Perawatan Diri
Definisi : Tidak mampu melakukan atau menyelesaikan aktivitas
perawatan diri. (SDKI Hal.240)
c. Intoleransi Aktivitas
Definisi : Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivtas sehari-hari
(SDKI Hal.128)
2. Diagnosa Medis
a. Skizofrenia
Skizofrenia adalah sindrom heterogen kronis yang ditandai dengan
pola pikir yang tidak teratur, delusi, halusinasi, perubahan perilaku yang tidak
tepat serta adanya gangguan fungsi psikososial. (NIC-NOC Jilid 3 Hal.137)
b. Depresi
Menurut Kusumanto (1981), dalam psikologi definisi depresi adalah
gejala dan sindroma perasaan sedih yang bersifat psikopatologis yang
disertai dengan hilangnya minat, kurang energi, dan meningkatnya rasa lelah.
DAFTAR PUSTAKA

Timpokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar diagnosa keperawatan indonesia definsi +
indikator diagnosa Edisi I. Jakarta. DPP PPNI.
Amin, Hardhi. 2015. Asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis dan NANDA NIC
NOC Jilid 3. Yogyakarta. Mediaaction.
Kusumo, Ns. Satrio, dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Bandar Lampung: IAIN Raden
Intan Lampung
Kusumo, Ns. Satrio, dkk. 2018. Panduan Penegakkan Diagnosis Keperawatan. Surabaya:
CV. Gemilang
Nurjanah, Intisari. 2001. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa. Yogyakarta :
Momedia
Fik-Ui (2014). Standar Asuhan Keperawatan: Spesialis Keperawatan Jiwa. Workshops Ke-7,
Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia, Jakarta.
Perry, Potter. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta. EGC
Stuart, G.W., And Laraia (2005), Principles And Practice Of Psychiaatric Nursing, (7th Ed.) St.
Louis : Mosby Year Book.
Stuart, G.W. (2009). Principles And Pratice Of Psichiatric Nursing. ( 9th Ed.) St. Louis : Mosby
Suliswati, Dkk (2005). Konsep Dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai