Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH BIOTEKNOLOGI

PERKEMBANGAN KULTUR JARINGAN


DI INDONESIA

Disusun oleh :
Kelompok 1

1. Farida (15312241045)
2. Umi Ma’rufah (15312241047)
3. Umukhabibah (15312241048)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Penyediaan bibit merupakan salah satu hal penting pada bidang pertanian. Bibit
yang berkualitas baik merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan
dalam pengembangan pertanian di masa mendatang. Salah satu teknologi yang telah
terbukti berhasil adalah melalui teknik kultur jaringan.
Melalui kultur jaringan tanaman dapat diperbanyak setiap waktu sesuai
kebutuhan karena faktor perbanyakannya yang tinggi. Bibit dari varietas unggul
yang jumlahnya sangat sedikit dapat segera dikembangkan melalui kultur jaringan.
Pada tanaman perbanyakan melalui kultur jaringan, bila berhasil dapat lebih
menguntungkan karena sifatnya akan sama dengan induknya (seragam) dan dalam
waktu yang singkat bibit dapat diproduksi dalam jumlah banyak dan bebas
penyakit.
Kultur jaringan adalah memelihara dan menumbuhkan sel tanaman (kalus,
protoplas) dan organ tanaman (embrio, tunas, bunga, dan sebagainya) atau jaringan
tanaman (sel, kalus, protoplast) pada kondisi aseptik atau in vitro. Tanaman bisa
melakukan kultur jaringan jika memiliki sifat totipotensi, yaitu kemampuan sel
untuk beregenerasi menjadi tanaman lengkap kembali.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian kultur jaringan?
2. Apa saja manfaat kultur jaringan?
3. Bagaimana teknik dalam kultur jaringan?
4. Bagaimana tahapan dalam kultur jaringan?
5. Bagaimana perkembangan kultur jaringan di Indonesia?

C. TUJUAN
1. Menjelaskan pengertian kultur jaringan
2. Menjelaskan manfaat kultur jaringan
3. Menjelaskan teknik dalam kultur jaringan
4. Menjelaskan tahapan dalam kultur jaringan
5. Menjelaskan perkembangan kultur jaringan di Indonesia
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kultur Jaringan


Menurut Suryowinoto (1991), kultur jaringan dalam baha asing disebut sebagai
tissue culture. Kultur adalah budidaya dan jaringan adalah sekelompok sel yang
mempunyai bentuk dan fungsi yang sama. Jadi, kultur jaringan berarti
membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi tanaman kecil yang mempunyai sifat
seperti induknya.
Kultur jaringan merupakan teknik untuk menumbuhkembangkan bagian
tanaman baik berupa sel, jaringan ataupun organ dalam keadaan aseptik secara
in vitro, yang ditandai dengan kondisi kultur aseptik, penggunaan media buatan yang
mengandungan nutrisi lengkap, Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) serta kondisi ruang kultur,
suhu dan pencahayaan yang terkontrol (Yusnita, 2003)
Kultur jaringan tanaman adalah suatu teknik pengisolasian dan pemeliharaan
sel atau potongan jaringan tanaman yang dipindahkan dari lingkungan alaminya,
kemudian ditumbuhkan pada media buatan yang sesuai dan kondisinya aseptik (George
dan Sherrington, 1984). Bagian–bagian tersebut kemudian memperbanyak diri dan
beregenerasi menjadi tanaman lengkap kembali (Gunawan, 1987). Jadi, kultur jaringan
adalah memelihara dan menumbuhkan sel tanaman (kalus, protoplas) dan organ
tanaman (embrio, tunas, bunga, dan sebagainya) atau jaringan tanaman (sel, kalus,
protoplast) pada kondisi aseptik atau in vitro.
Teori yang mendasari tehnik kultur jaringan adalah teori sel oleh Schawann dan
Scheleiden (1838) yang menyatakan sifat totipotensi ( total genetic potential) sel, yaitu
bahwa setiap sel tanaman yang hidup dilengkapi dengan informasi genetik dan
perangkat fisiologis yang lengkap untuk tumbuh dan berkembang menjadi tanaman
utuh, jika kondisinya sesuai .
Berdasarkan bagian tanaman yang dikulturkan, secara spesifik terdapat
beberapa tipe kultur yaitu kultur pucuk tunas, kultur embrio, kultur akar, kultur ovul,
kultur anter, kultur kuncup bunga, kultur kalus dan kultur suspensi. Biondi and Thorpe
(Thorpe, 1981) menyatakan bahwa terdapat tiga prinsip utama yang terlibat dalam
tehnik kultur jaringan yaitu:
1. Isolasi bagian tanaman dari tanaman utuh seperti organ, jaringan, dan sel secara
aseptik.
2. Memelihara bagian tanaman tadi dalam lingkungan yang sesuai dan kondisi
kultur yang tepat
3. Pemeliharaan dalam kondisi aseptik
B. Manfaat Kultur Jaringan
Kegunaan utama dari kultur jaringan adalah untuk mendapatkan tanaman baru
dalam jumlah banyak dalam waktu yang relatif singkat, yang mempunyai sifat fisiologi
dan morfologi sama persis dengan induknya. Dari teknik kultur jaringan tanaman ini
diharapkan juga memperoleh tanaman baru yang bersifat unggul. Secara lebih rinci dan
jelas berikut ini akan dibahas secara khusus kegunaan dari kultur jaringan terhadap
berbagai ilmu pengetahuan.
Perbanyakan tanaman melalui kultur jaringan ini mempunyai keunggulan
seperti:
1. Pengadaan bibit.
Penyediaan bibit yang berkualitas baik merupakan salah satu faktor
yang menentukan keberhasilan dalam pengembangan pertanian di masa
mendatang.Pengadaan bibit pada suatu tanaman yang akan dieksploitasi secara
besar-besaran dalam waktu yang akancepat akan sulit dicapai dengan
perbanyakan melalui teknik konvensional. Pengadaan bibit membantu
memperbanyak tanaman (menyediakan bibit), khususnya untuk tanaman yang
sulit dikembangbiakkan secara generatif.
2. Menyediakan bibit bebas virus/penyakit.
Banyak virus yang tak menampakkan gejalanya, namun bersifat laten,
dan akan dapat mengurangi vigor, kualitas dan kuantitas produksi. Virus dalam
tanaman induk merupakan masalah untuk perbanyakan vegetatif tanaman
hortikultura secara konvensional. Pada daerah meristem, ternyata kandungan
virusnya paling rendah bahkan tidak ada. Hal ini mungkin karena virus bergerak
melalui sistem pembuluh, sedang daerah tersebut belum ada sistem
pembuluhnya, selain itu aktivitas metabolisme tinggi pada daerah tersebut tidak
mendukung replikasi virus, juga konsentrasi auksin yang tinggi menghambat
multiplikasi.
3. Membantu program pemuliaan tanaman.
Dengan kultur jaringan dapat membantu program pemuliaan tanaman
untuk menghasilkan tanaman yang lebih baik melalui : Keragaman Somaklonal,
Kultur Haploid, Embryo Rescue, Seleksi In Vitro, Fusiprotoplas, Transformasi
Gen /Rekayasa Genetika Tanaman dan lain-lain.
4. Membantu proses konservasi dan preservasi plasma nutfah.
Dilakukan dengan konservasi in vivo dalam bentuk penyimpanan biji
dan tanaman hidup (Kebun Raya), preservasi in vivo dengan cara menyimpan
biji. Penyimpanan secara kultur jaringan dapat dilakukan dengan menggunakan
teknik pertumbuhan minimal (minimal growth) dan kriopreservasi.Untuk biji
ortodoks dalam ruang dengan temperatur dan kelembaban yang terkendali.
Masalahnya pada biji rekalsitran (apalagi yang ukuran bijinya besar); perlu
secara kultur karingan, yaitu sel-sel kompeten (mampu beregenerasi) disimpan
dalam temperatur rendah dan dibekukan dalam cairan nitrogen
(Kriopreservasi). Adapun penelitian penyimpanan secara kultur jaringan telah
dilakukan suatu lembaga (BSJ) terhadap tanaman ubi-ubian, sepeti ubi kayu,
gembili, dan yam.
5. Memproduksi senyawa kimia untuk farmasi, industri makan dan industri
kosmetik.
Sel-sel tanaman yang dapat memproduksi senyawa tertentu,
ditumbuhkan dalam bioreaktor besar. Misalnya untuk produksi senyawa
antibiotik dari suatu jenis fungi. Senyawa hasil tersebut bisa didapatkan dari
hasil sintesis lengkap; juga dapat merupakan hasil transformasi oleh enzim
dalam sel tanaman. Misalnya pewarna merah untuk lipstik dari tanaman, yang
disebut dengan biolips (produk kosmetik Kanebo).
Kultur jaringan juga mempunyai manfaat yang besar dibidang farmasi,
karena dari usaha ini dapat dihasilkan metabolit skunder upaya untuk
pembuatan obat-obatan, yaitu dengan memisahkan unsur-unsur yang terdapat
di dalam kalus ataupun protokormus, misalnya alkoloid, steroid, dan terponoid.
Dengan ditemukannya cara mendapatkan metabolit skunderdari kalus suatu
eksplan yang di tumbuhkan dalam medium kultur jaringan, mak berarti dapat
menghemat waktu dan tenaga. Dengan cara biasa, untuk mendapatkannya harus
menunggu lama sampai tanaman cukup umur bahkan sampai berproduksi
hingga bertahun-tahun. Sedangkan dengan teknik kultur jaringan hanya
membuthkan waktu antara tiga minggu sampai satu bulan saja. Metabolit yang
dihasilkan dari kalus ternyata juga memiliki kadar yang lebih tinggi daripada
dengan cara biasa (langsung dari tanaman). Dengan cara pengambilan metabolit
skunder dari kalus, biasanya selalu diperoleh kandungan lain yang lebih banyak
jenisnya, karena seringkali timbul zat-zat alkaloid atau persenyawaan-
persenyawaan lainnya yang sangat berguna untuk pengobatan.

C. Media dan Faktor yang Mempengaruhi


Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan.
Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan
diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan
hormon. Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain.
Zat pengatur tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya
maupun jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan.
Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca. Media
yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoklaf.
Ada dua penggolongan media tumbuh yaitu media padat dan media cair. Media
padat pada umumnya berupa padatan gel, seperti agar. Nutrisi dicampurkan pada agar.
Media cair adalah nutrisi yang dilarutkan di air, dapat bersifat tenang atau dalam
kondisi selalu bergerak, tergantung kebutuhan.
Medium kultur jaringan atau kultur in vitro dapat berupa medium padat atau cair.
Medium ini terdiri atas :
1. garam-garam anorganik berupa unsur hara makro maupun mikro
Keperluan garam anorganik dalam jaringan hampir sama dengan
tanaman utuh. Setiap tanaman memerlukan paling sedikit 16 unsur untuk
pertumbuhan yang normal yang terdiri dari unsur esensiel makro dan mikro.
Konsentrasi optimal dari tiap komponen untuk mencapai kecepatan
pertumbuhan yang maksimal sangat bervariasi.
Unsur makro dibutuhkan dalam jumlah yang cukup besar, terdiri dari C,
H, O, N, S, P, K, Ca dan Mg. Unsur C, H dan O terrdapat di udara, unsur N,P
dan K merupakan unsur yang mutlak harus tersedia, sedangkan unsur S, Ca dan
Mg boleh ada atau tidak, tetapi karena fungsinya sangat mendukung
pertumbuhan jaringan, maka akan lebih baik apabila unsur-unsur tersebut juga
tersedia. Unsur makro biasanya diberikan pada media dalam bentuk
persenyawaan.
Unsur mikro seperti : Cl, B, Mo, Mn, Cu, Fe, Zn, dan Co diperlukan dalam
jumlah sedikit. Senyawa mikronutrient yang sering dipakai antara lain
MnSO4.4H2O, ZnSO4.7H2O, H3BO3.KI, CuSO4.5H2O NaMoO4.2H2O,
CoCl2.6H2O, FeCl3.6H2O, FeIII citrate, FeIII tartrate
2. Zat organik (vitamin, karbohidrat (gula), zat pengatur tumbuh, myo-inositol,
dan asam-asam amino)
Karbohidrat (gula) digunakan sebagai sumber energi untuk induksi
kalus dan pertumbuhan kalus, myo-inositol untuk membantu diferensiasi dan
pertumbuhan jaringan, dan vitamin berguna untuk mempercepat pertumbuhan
dan diferensiasi kalus.
Asam amino merupakan sumber N organik yang lebih cepat diserap
daripada N anorganik di dalam medium yang sama. Asam amino yang sering
dipakai adalah L-arginin, L-aspartic acid, L-cystein, L-glutamine, L-asparagin,
Lmethionin, L-tyrosin, Glycine.
Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) sangat diperlukan sebagai komponen
medium. Tanpa ZPT pertumbuhan eksplan sangat lambat atau sama sekali tidak
tumbuh. Menurut Torres (1989), ZPT yang penting untuk kultur jaringan
tanaman antara lain adalah auksin dan sitokinin. Zat pengatur tumbuh yang
termasuk dalam golongan auksin adalah IAA (Indole Acetic Acid), PAA
(Phenyl Acetic Acid), 4-chloroIAA (4-chloro Indole Acetic Acid), dan IBA.
Beberapa lainnya merupakan auksin sintetik, misalnya NAA (Napthalene
Acetic Acid), 2,4 D (2,4 Dichloro Phenoxy Acetic Acid), dan MCPA (2-methyl-
4 chloro Phenoxy Acetic Acid. IBA 2,4-D paling efektif untuk menginduksi
pembelahan sel dan pembentukan kalus. NAA dan 2,4-D lebih stabil
dibandingkan IAA, yaitu tidak mudah terurai oleh enzim-enzim yang
dikeluarkan oleh sel atau karena pemanasan pada saat proses sterilisasi. IAA
bersifat mudah rusak oleh cahaya dan oksidasi ensimatik.
Sitokinin berperan dalam pengaturan pembelahan sel dan morfogenesis.
Sitokinin yang banyak dipakai adalah Kinetin dan Benzylaminopurin (BAP).
Kinetin dan auksin memberikan pengaruh interaksi terhadap diferensiasi
jaringan. Giberellin berperan dalam pembesaran dan pembelahan sel, juga pada
pembentukan akar. Penggunaan giberellin dapat meningkatkan jumlah auksin
endogen. Giberellin dalam bentuk larutan mudah rusak dan kehilangan sifatnya
sebagai zpt pada perlakuan temperatur tinggi
3. Agar (untuk media padat)
Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Keberhasilan Kultur Jaringan Tanaman
1. Eksplan
Keberhasilan morfogenesis suatu budidaya jaringan, salah satunya
ditentukan oleh eksplan. Eksplan adalah bagian dari tanaman yang digunakan
sebagai bahan untuk inisiasi suatu kultur. Untuk teknik kultur jaringan, semua
bagian tanaman yang dapat diperoleh dan bebas mikroorganisme dapat dicoba
sebagai eksplan, walaupun demikian tidak semua jaringan tanaman mudah
ditumbuhkan.
Hal yang harus diperhatikan dalam memilih bahan eksplan untuk kultur
adalah ukuran eksplan, umur fisiologinya, dan organ yang menjadi sumber
bahan tanaman (Hartmann et al., 1990). Ukuran eksplan mempengaruhi
keberhasilan pertumbuhan planlet. Tunas dengan ukuran besar lebih tahan pada
saat dipindahkan ke dalam kondisi kultur, pertumbuhannya lebih cepat dan
menghasilkan lebih banyak mata tunas aksilar. Adapun kelemahannya adalah
sulit mendapatkan kultur yang aseptik dan memerlukan bahan tanaman yang
lebih banyak. Pengambilan bahan tanaman sebagai eksplan dari umur fisiologi
juvenil lebih baik dibanding jaringan tanaman yang tua karena bagian-bagian
tanaman yang masih muda (juvenil), terutama kecambah memiliki daya
regenerasi yang lebih tinggi daripada tanaman dewasa (Gunawan, 1995).
Jaringan muda mempunyai kemampuan morfogenetik yang lebih besar daripada
jaringan yang tua. Untuk tanaman tahunan berkayu misalnya tanaman jati,
bagian tanaman yang dapat digunakan sebagai bahan untuk kultur jaringan
adalah tunas juvenil. Tunas ini dapat diperoleh dengan melakukan pemangkasan
berat. Tunas yang muncul setelah pemangkasan, yang digunakan sebagai bahan
tanaman atau eksplan. Selain itu, fase juvenil kadangkadang dapat juga
diinduksi dengan cara melakukan penyemprotan tanaman dewasa dengan GA3
atau campuran antara auksin dan GA3 (George dan Sherrington, 1984). Untuk
memudahkan proses sterilisasi bahan tanaman, sebaiknya tanaman induk berada
atau ditanam di rumah kaca. Hal ini memudahkan perlakuan penyemprotan
dengan fungisida dan bakterisida secara periodik sehingga dapat mengurangi
tingkat kontaminasi bahan tanaman yang akan disterilisasi.
Eksplan yang telah terpilih disterilisasi permukaannya dengan berbagai
bahan sterilisasi. Tipe dan konsentrasi sterilisasi serta waktu yang digunakan
ditentukan berdasarkan pengalaman dan pengamatan. Bahan sterilisasi yang
digunakan untuk sterilisasi permukaan misalnya sodium hipoklorit, hidrogen
peroksida, bromine water, dan silver nitrat. Pada sterilisasi permukaan yang
penting adalah seluruh permukaan basah oleh larutan sterilisasi. Penggunaan
alkohol 70% dan penambahan deterjen atau tween 80 dapat lebih
mengefektifkan sterilisasi (Biondi dan Thorpe, 1981).
Wattimena (1992) menyatakan eksplan tanaman berkayu seringkali
mengeluarkan senyawa fenol yang menyebabkan terjadinya pencoklatan bila
jaringan diisolasi. Eksplan yang mengalami pencoklatan bila dibiarkan akan
mati. Untuk mengatasi masalah ini dapat dilakukan antara lain dengan
membilas terus-menerus dengan air atau menggunakan arang aktif yang dapat
mengabsorpsi senyawa fenol.
2. Media Kultur
Keberhasilan dalam penggunaan metode kultur jaringan sangat
tergantung pada media yang digunakan (Gunawan, 1987). Unsur-unsur yang
penting dalam media tersebut adalah garam garam anorganik, vitamin, zat
pengatur tumbuh, sumber energi, dan karbon.
Media kultur jaringan tanaman tidak hanya menyediakan unsur-unsur
hara makro dan mikro, tetapi juga karbohidrat yang pada umumnya berupa gula
untuk menggantikan karbon yang biasanya diperoleh dari atmosfer melalui
fosintesis (Gunawan, 1987). Gula yang digunakan sebagai sumber karbon
misalnya sukrosa atau glukosa. Konsentrasi sukrosa dalam media biasanya 2-
4%.
Komposisi media yang digunakan tergantung pada jenis tanaman yang
akan diperbanyak, misalnya media dasar Vacin dan Went biasanya digunakan
untuk kultur jaringan anggrek, media dasar B5 untuk kultur alfafa, kedelai, dan
legum lainnya. Media Woody Plant Media (WPM) biasanya digunakan untuk
tanaman kehutanan. Komposisi media Murashige dan Skoog mengandung
unsur-unsur yang lebih lengkap sehingga digunakan pada hampir semua jenis
kultur (Gunawan, 1987). Perbanyakan tanaman jati pada media MS
menghasilkan rata-rata tujuh tunas per sampel dan hasil ini lebih baik
dibandingkan media yang lain (Herawan dan Husnaeni, 2001).
3. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman
Menurut Moore (1979), zat pengatur tumbuh (ZPT) adalah senyawa
organik bukan nutrisi yang dalam jumlah sedikit (<1 milimole (mM)) mampu
memacu, menghambat atau mengubah proses fisiologi tanaman. Zat pengatur
tumbuh mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis dalam kultur sel,
jaringan, dan organ. Interaksi antara ZPT yang diberikan dalam media dan yang
diproduksi oleh sel secara endogen akan menentukan arah perkembangan suatu
kultur (Gunawan, 1987). Nisbah auksin-sitokinin yang tinggi akan mendorong
pembentukan akar, sedangkan nisbah sitokinin-auksin yang tinggi akan
mendorong pembentukan tunas. Tanaman-tanaman yang berbeda mempunyai
respon yang berbeda terhadap sitokinin dan auksin karena perbedaan hormon
alami yang dikandungnya (Hartmann et al., 1990).
D. Macam-macam Teknik Kultur Jaringan

Dasar teknik kultur jaringan adalah sel tanaman mempunyai sifat totipotensi yaitu
kemampuan sel untuk tumbuh dan berkembang membentuk tanaman lengkap dalam
medium aseptik. Sitokinin dan auksin merupakan zat pengatur tumbuh yang
ditambahkan dalam medium. Sitokinin untuk merangsang pembentukan pucuk,
sedangkan auksin untuk merangsang pembentukan akar.

Macam-macam teknik kultur jaringan antara lain:

1. Kultur kalus
Kultur kalus adalah membiakkan sekelompok sel yang berasal dari jaringan
tanaman yang tumbuh dalam medium hara. Medium tersebut terbuat dari garam
anorganik,sumber karbon(biasanya sukrosa), auksin dan sitokinin. Untuk
menghasilkan kalus yang baik, zat hara harus berperan merangsang pertumbuhan sel
secara cepat. Jaringan tananman yang dapat digunakan untuk membiakkan kalus adalah
akar,batang, daun,meristem dan anther(Nasir,2002:32-33).
Tembakau dapat diperbanyak melalui kultur kalus sejati, namun jarang
diperbanyak secara komersil melalui kultur in vitro. Hal ini karena banyak mutan yang
kurang menguntungkan dari segi komersialnya dan tembakau lebih mudah
dikembangkiakkan menggunakan biji. Tebu juga mudah dibiakkan dengan kultur in
vitro, tetapi sering menunjukan ketidak stabilan kromosom. Tanaman-tanaman yang
diregenerasi akan lebih stabil bila diperbanyak dengan stek vegetatif. Jadi pemulia
tanaman dapat menggunakan kultur in vitro dalam mengembangkan bahan genetik baru
namun harus berupaya mendapatkan klon stabil.
Hasil tanaman merupkan karakter multigenetik dan merupakan fungsi
keseluruhan tanaman dan interaksi dengan lingkungan. Shepard et al(1980) menyeleksi
protoklon(klon-klon dari protoplas) ‘Russet Burbank’ melalui kultur protoplas dan 65
galur kentang diuji di lapangan. Galur-galur ini berbeda sejumlah sifatnya seperti
kebiasaa tumbuh,umur masak,reaksi tehadap penyakit,persyaratan foto-periode dan
karakteristik umbi. Tidak ada sifat-sifat secara langsung berkaitan dengan peningkatan
hasil umbi.
2. Kultur meristem
Istilah meristem seringkali digunakan untuk menyebutkan ujung tunas dari
tunas apikal atau lateral. Meristem sebenarnya adalah apikal dome dengan primordia
daun terkecil, biasanya berdiameter kurang dari 2 mm.

Gambar 1. Kultur Meristem


(Henuhili,2013)
3. Kultur protoplas
Ini merupakan kultur dimana dinding sel dari sel – sel yang disuspensikan,
dihilangkan dengan menggunakan enzim yang mencerna selulosa sehingga didapatkan
protoplasma, yaitu isi sel yang dikelilingi oleh membran semipermeabel. Dengan
penghilangan dinding sel, materi asing dapat dimasukkan, termasuk materi genetik
dasar DNA dan RNA, atau mefusikan sel–sel dari spesies–spesies yang sepenuhnya
berbeda(Henuhili,2013:8).
Gambar 2. Kultur Protoplas
Sumber: http://2.bp.blogspot.com/

4. Kultur anther dan pollen


Produksi kalus dan embrio somatik dari kultur anther dan pollen telah berhasil
dilakukan pada berbagai spesies. Yang menarik disini adalah produksi embrio haploid,
yaitu embrio yang hanya memiliki 1 set dari pasangan kromosom normal. Ini dihasilkan
dari jaringan gametofitik pada anther. Jumlah kromosom dapat digandakan kembali
dengan pemberian bahan kimia seperti kolkisin, dan tanaman yang dihasilkan akan
memiliki pasangan kromosom identik, homozigot (Henuhili,2013:8).

Gambar 3. Kultur Anther dan Pollen


Sumber: http://1.bp.blogspot.com/
5. Kultur endosperm
Kultur ini diharapkan menghasilkan tanaman triploid. Pada kultur ini, yang
pertama kali dilakukan adalah menginduksi endosperm agar terbentuk kalus,
selanjutnya diusahakan agar terjadi diferensiasi, yaitu memacu terjadinya tunas dan
akar.
E. Tahapan-Tahapan Kultur Jaringan
Tahapan yang dilakukan dalam perbanyakan tanaman dengan kultur jaringan
adalah: pembuatan media,inisiasi,sterilisasi,multiplikasi,pengakaran dan aklimatisasi.

Gambar 4.Skema Kultur Jaringan


Sumber: https://jo3co3.wordpress.com/
1. Pembuatan Media
Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan
dibiakkan. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan
hormon. Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain.
Zat pengatur tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya
maupun jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan.
Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca. Media
yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoklaf
pada suhu 121º C selama 45 menit.
Perkembangan kalus dikendalikan oleh hormon yang ditambahkan kedalam
medium, khususnya auksin dan sitokinin. Perubahan kadar hormon dapat
mempengaruhi kalus apakah akan membentuk tunas atau akar. Salah atu auksin yang
berguna dalam pembentukan dan merangsang produksi kalus adalah 2,4-
diklorofenoksiasetikasid(2,4-D) yang merupakan zat pengatur tumbuh sintetik.
Media Tumbuh dapat digolongkan menjadi 2 yaitu media padat dan media
cair. Media padat pada umumnya berupa padatan gel,seperti agar. Media cair adalah
nutrisi yang dilarutkan di air. Media cair dapat bersifat tenang atau kondisi selalu
bergerak, tergantung kebutuhan.
2. Inisiasi
Inisiasi adalah pengambilan eksplan/inokulum dari bagian tanaman yang akan
dikulturkan. Bahan tanaman yang responsif dan dapat diperbanyak secara kultur in vitro
adalah bagian tanaman yang masih muda. Daya tumbuh tunas muda akan hilang secara
fisik apabila jarak antara ujung tunas dan akar semakin jauh karena pertumbuhan. Tunas
yang muncul pada bagian tanaman maupun yang muncul setalah pemangkasan dapat
digunakan sebagai bahan kultur(Sukmadjaja,2003:3).

Gambar 5 Pengambilan Eksplan


Sumber: (Henuhili,2013)
3. Sterilisasi
Sterilisasi biasanya dilakukan dalam beberapa tahap. Pertama eksplan dicuci
dengan deterjen atau bahan pencuci lain, selanjutnya direndam dalam bahan-bahan
sterilan baik yang bersifat sistemik atau desinfektan. Bahan-bahan yang biasa
digunakan untuk sterilisasi antara lain clorox, kaporit atau sublimat. Sebagai contoh,
sterilisasi eksplan tanaman dapat dilakukan sebagai berikut:
a. Tunas yang akan digunakan sebagai eksplan dicuci dengan deterjen sampai betul-
betul bersih.
b. Tunas diambil dan direndam berturut-turut dalam benlate (0,5%) selama 5 menit,
alkohol (70%) selama 5 menit, clorox (20%) selama 20 menit, dan HgCl2 (0,2%)
selama 5 menit.
c. Eksplan dibilas dengan aquades steril (3-5 kali) sampai larutan bahan kimia hilang.
Apabila kontaminan tetap ada maka konsentrasi dan lamanya perendaman sterilan
dapat ditingkatkan.
Bahan yang digunakan serta metode sterilisasi biasanya berbeda untuk setiap
bahan tanaman, sehingga bahan dan cara tersebut belum tentu berhasil apabila
diaplikasikan pada bahan yang berbeda serta waktu yang berlainan. Dengan demikian,
setiap pekerjaan kultur jaringan, cara sterilisasi eksplan harus dicoba beberapa kali.
4. Multiplikasi
Memperbanyak calon tanaman dengan menanam eksplan pada media. Pada
beberapa spesies, eksplan mungkin akan membentuk akar pada tahap awal
pertumbuhan di media yang sederhana. Spesies lain menghasilkan banyak tunas tanpa
perlakuan khusus. Dalam hal ini, kebutuhan akan media yang lebih kompleks
tergantung pada tingkat multiplikasi yang diperoleh atau diperlukan(Henuhili,2013:5)
Weier et al. (1974) dalam Abidin (1990) mengemukakan bahwa dalam
perbandingan sitokinin lebih besar dibandingkan dengan auksin, akan memperlihatkan
stimulasi pertumbuhan tunas dan daun, sebaliknya apabila sitokinin lebih rendah dari
auksin, akan mengakibatkan stimulasi pada pertumbuhan akar. Sedangkan apabila
perbandingan sitokinin dan auksin berimbang, maka pertumbuhan tunas, daun dan akar
akan berimbang pula. Tetapi bila konsentrasi sitokinin sedang dan konsentrasi auksin
lebih rendah maka akan membentuk kalus.

Gambar 6.Kemungkinan petumbuhan eksplan


(Henuhili,2013:5)

Multiplikasi tunas dapat diperoleh dengan beberapa cara.


a. Ujung tunas yang sudah ada akan memanjang menghasilkan ruas dan buku baru
yang nantinya dapat dipotong lagi
b. Tunas lateral yang ada pada eksplan akan menghasilkan tunas yang selanjutnya
akan menghasilkan tunas baru.
c. Perkembangan tunas adventif. Pada banyak spesies, organ tanaman seperti akar,
tunas, atau umbi dapat diinduksi untuk membentuk jaringan yang biasanya tidak
dihasilkan pada organ ini.
d. Somatik embryogenesis. Potensi terbesar multiplikasi klon adalah melalui somatic
embryogenesis, dimana 1 sel dapat menghasilkan 1 embrio dan menjadi tanaman
lengkap
(Henuhili,2013:6)

5. Pengakaran
Eksplan akan menunjukan pertumbuhan akar yang menandai proses kultur
jaringan berjalan baik. Persiapan planlet untuk ditanam di tanah, perakaran planlet
harus cukup mendukung. Jika banyak tunas sudah dihasilkan, tahap selanjutnya adalah
inisiasi akar in vitro. Cara mudah dan praktis adalah dengan mengakarkan stek mikro
di luar kultur, terutama untuk spesies – spesies yang mudah berakar. Kelembaban tinggi
diperlukan untuk menghindari kekeringan tunas baru yang masih lunak. Eksplan yang
terkontaminasi bakteri/jamur akan menunjukan gejala berwarna putih atau
biru(disebabkan jamur) atau busuk(disebabkan bakteri) (Henuhili,2013:6).
Keuntungan pengakaran di luar kultur adalah tipe akar yang dihasilkan lebih
beradaptasi pada lingkungan luar/tanah. Stek mikro yang diakarkan pada media kultur
biasanya memiliki morfologi yang beradaptasi pada air dan bukan pada tanah, sehingga
kadang tidak berfungsi normal saat dipindah ke lapang. Jika mengakarkan pada media
kultur, auksin diperlukan untuk menginduksi pembentukan akar. Sitokinin biasanya
menghambat pembentukan akar.
6. Aklimatisasi
Penanaman di tanah pada kondisi taraf penyesuaian dengan lingkungan yang
baru. Stek mikro, atau tanaman yang sudah berakar, selanjutnya ditransfer ke tanah,
akan mengalami perubahan lingkungan yang dapat menyebabkan stress pada tanaman.
Ini seringkali merupakan tahap kritis dalam keseluruhan kegiatan kultur jaringan.
Lingkungan kultur in vitro meliputi kelembaban yang tinggi, bebas pathogen,
suplai hara yang optimal, intensitas cahaya rendah dan suplai sukrosa dan media cair
atau gel. Tanaman yang dihasilkan dengan kultur in vitro beradaptasi pada kondisi
tersebut. Ketika terkespos pada lingkungan luar, tanaman kecil ini harus dapat
beradaptasi pada lingkungan yang baru. Jika transisinya terlalu keras, tanaman akan
mati.

F. Perkembangan Kultur Jaringan di Indonesia


Perkembangan Penelitian Kultur In Vitro pada Tanaman Industri, Pangan, dan
Hortikultura
Dengan semakin berkembangnya usaha di bidang pertanian maka kebutuhan
bibit semakin meningkat. Melalui perbanyakan konvensional sangat sulit
untukmemenuhi kebutuhan bibit yang sangat banyak dengan waktu relatif cepat.
Dengan demikian, teknologi kultur jaringan telah terbukti dapat digunakan sebagai
teknologi pilihan yang sangat menjanjikan untuk pemenuhan kebutuhan bibit tanaman
yang akan dieksploitasi secara luas.
Penelitian kultur jaringan yang sedang dan telah dilakukan di Balai Penelitian
Tanaman Rempah dan Obat (Balittro) dan Balai Penelitian Bioteknologi dan
Sumberdaya Genetik Pertanian (Balitbiogen) selama beberapa tahun ini dapat dibagi
menjadi tiga kelompok (Tabel 1), yaitu (1) tanaman semusim berdinding lunak, (2)
tanaman tahunan berkayu, dan (3) tanaman pangan.
Beberapa spesies tanaman yang sudah dan sedang diteliti dengan permasalahan
yang dihadapi antara lain:
1. Tanaman obat langka puar (Elettaria sumatrana) Secara visual tanaman
tersebut mirip jahe dan secara konvensional mudah diperbanyak. Dengan
kondisi tersebut timbul anggapan bahwa tanaman tersebut mudah
diperbanyak melalui kultur jaringan. Tetapi setelah dicoba, sistem
regenerasinya sa-ngat lambat dan terdapat masa-lah pelayuan yang cepat.
Apabila tumbuh sedikit, tunasnya cepat mati, keadaan yang sama dite-
mukan pada garut (Maranta arundinacea). Masalah oksidasi fenol yang
sering dijumpai pada tanaman lain tidak ditemukan pada tanaman tersebut.
Diduga masalah ini terjadi karena ada metabolik sekunder yang dikeluarkan
oleh jaringan tanaman dan masalah semakin meningkat dengan kondisi
formulasi media yang kaya akan garamgaram mineral yang dapat
menimbulkan tekanan osmosa tinggi.
2. Perakaran jambu mente (Anacardium occidentale) Jambu mente termasuk
tanaman tahunan berkayu yang sangat lambat daya regenerasinya dan
kesulitan meningkat apabila tunas in vitro diakarkan.
3. Perbanyakan vegetatif pepaya hasil persilangan pepaya Hawai dengan
pepaya Bangkok. Beberapa tahun yang lalu, penelitian perbanyakan pepaya
hasil persilangan antara pepaya Hawai dan pepaya Bangkok dilakukan
dengan hasil yang kurang memuaskan. Masalah yang dihadapi adalah tunas
tidak dapat tumbuh memanjang, rosette, daun cepat menguning, dan
akhirnya gugur.
Setelah dicoba penggunaan media dasar yang kaya mineral,
penambahan sitokinin konsentrasi rendah, beberapa asam amino, serta anti
auksin, tunas dapat memanjang dan tidak menguning.
4. Perbanyakan abaka (Musa textilis Nee.)
Abaka merupakan salah satu tanaman industri yang akan dikembangkan
secara besar-besaran. Serat batangnya dapat digunakan untuk kertas
berharga,uang dollar Amerika, tekstil, pembungkus teh celup, tissue,
pembungkus kabel laut (tahan air laut dan kelembaban tinggi) serta banyak
lagi kegunaannya. Dari hasil penelitian di laboratorium sampai lapang,
ternyata tanaman hasil perbanyakan kultur jaringan lebih seragam
pertumbuhannya, komponen pertumbuhan relatif lebih baik begitu pula
produksi serat batangnya dibandingkan dengan bibit asal bonggol atau
anakan. Di saat kondisi resesi ekonomi yang melanda Indonesia saat ini,
ternyata abaka merupakan tanaman potensial untuk dikem-bangkan.
Perkembangan dibidang kedokteran
Sejak dikembangkannya Laboratorium Kultur Sel dan Jaringan di Unit
Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran pada tahun 1997,
hingga kini beberapa jenis kultur sel telah berhasil dikembangkan, antara lain kultur sel
fibroblas. Kultur sel fibroblas diisolasi baik dari preputium maupun chick embryo, sel
endotel yang diisolasi dari porcine aorta, sel otot jantung yang diisolasi dari mouse
embryo, dan sel tiroid yang diisolasi dari jaringan tumor tiroid. Isolasi berbagai sel tadi
dilakukan dengan menggunakan teknik dispersi enzimatik maupun mekanik.
Pemanfaatan teknologi ini banyak membantu penyelesaian penelitian para peserta
program pascasarjana maupun para peneliti yang memperoleh hibah penelitian dari
berbagai sumber.

Hal yang menarik dari pengembangan teknologi ini di Indonesia adalah


tantangan mengatasi kontaminasi yang mendorong diterapkannya penggunaan
antibiotik di luar standar yang umumnya digunakan atau diperkenalkan pada berbagai
referensi atau industri penopang teknologi kultur jaringan. Selain tingkat kelembaban
yang cenderung tinggi di Indonesia sebagai negeri tropis, perilaku mikroba yang
berkembang di berbagai rumah sakit yang cenderung tidak lagi sensitif terhadap
antimikroba generasi pertama, telah mendorong penggunaan berbagai antibiotik
generasi lanjut. Misalnya golongan ciprofloxacin, untuk menggantikan gentamisin dan
streptomisin sebagai antibiotik standar yang lazim digunakan pada berbagai
referensi untuk menghambat pertumbuhan berbagai mikroba yang mungkin
mengkontaminasi kultur.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

1. Kultur jaringan teknik menumbuhkembangkan bagian tanaman baik berupa sel, jaringan
ataupun organ dalam keadaan aseptik pada media buatan yang mengandungan nutrisi
lengkap sehingga diperoleh tanaman yang sama dengan induknya.
2. Manfaat utama kultur jaringan adalah mendapatkan tanaman baru dalam jumlah banyak
dalam waktu yang relatif singkat, yang mempunyai sifat fisiologi dan morfologi sama persis
dengan induknya. Manfaat lainya antara lain pengadaan bibit, menyediakan bibit bebas
virus/penyakit,membantu program pemuliaan tanaman,membantu proses konservasi dan
preservasi plasma nutfah serta memproduksi senyawa kimia untuk farmasi, industri makan
dan industri kosmetik.
3. Teknik dalam kultur jaringan antara lain:
a. Kultur kalus yaitu kultur sel ke dalam medium kaya zat hara untuk mendapatkan kalus.
b. Kultur meristem yaitu kultur yang berasal dari jaringan meristem pada tanaman tertentu.
c. Kultur protoplas yaitu kultur dari sel yang telah dihilangkan dinding selnya lalu materi
asing dimasukan kedalamnya untuk mendapatkan tanaman baru.
d. Kultur anther dan pollen yaitu kultur yang berasal dari benang sari atau putik pada suatu
tanaman untuk dibiakkan.
e. Kultur endosperm yaitu menginduksi endosperm untuk menghasilkan kalus.
4. Tahapan dalam kultur jaringan antara lain:
a. Pembuatan media yang terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormon. Selain itu,
diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain.
b. Inisiasi adalah pengambilan eksplan/inokulum dari bagian tanaman yang akan
dikulturkan.
c. Sterilisasi adalah proses mensterilkan eksplan,peralatan yang digunakan dan orang yang
melakukan kultur.
d. Multiplikasi adalah memperbanyak calon tumbuhan dengan menanam eksplan pada
media.
e. Pengakaran adalah pengakaran pada eksplan yang menunjukan kultur berjalan dengan
baik.
f. Aklimatisasi adalah penanaman tanaman hasil kultur pada tanah.
5. Menjelaskan perkembangan kultur jaringan di Indonesia
Perkembangan kultur jaringan di Indonesia dapat dikatan kurang signifikan jika
dibandingkan dengan negara lain. Hal tersebut dikarenakan kultur jaringan hanya
dimanfaatkan oleh kalagan tertentu seperti untuk kepentingan penelitian, pemerintah dan
akademis. Tingginya biaya yang harus dikeluarkan untuk penelitin kultur jaringan masih
menjadi masalah utama dalam bidang ini, sekalipun Indonesia sangat berpotensi besar
dalam bidang ini mengingat tingginya keanekaragaman plasma nutfah di Indonesia.
Dalam bidang penelitian kultur in vitro pada tanaman industri, pangan, dan hortikultura,
Penelitian kultur jaringan yang sedang dan telah dilakukan di Balai Penelitian Tanaman
Rempah dan Obat (Balittro) dan Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik
Pertanian (Balitbiogen) selama beberapa tahun ini dapat dibagi menjadi tiga kelompok
(Tabel 1), yaitu (1) tanaman semusim berdinding lunak, (2) tanaman tahunan berkayu, dan
(3) tanaman pangan.
Sementara dalam bidang Kedokteran, sejak dikembangkannya Laboratorium Kultur Sel
dan Jaringan di Unit Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
pada tahun 1997, hingga kini beberapa jenis kultur sel telah berhasil dikembangkan, antara
lain kultur sel fibroblas.

Daftar Pustaka

Abidin, Zainal .1990. Dasar-Dasar Pengetahuan Tentang Kandungan Tanaman Sengon.


Bandung :Angkasa.

George, E. F. and P. D. Sherrington. 1984. Plant Propagation by Tissue Culture. Exegetics Ltd.
Eversley. England: Basingstoke.

Gunawan, L. W. 1987. Teknik Kultur Jaringan. Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman.


Bogor: IPB.

Hartmann, H.T., D.E. Kester, and F.T. Davies. 1990. Plant Propagation and Principles
Practices. New Jersey: Prentice-Hall Inc.

Henuhili, Victoria.2013.Kultur Jaringan Tanaman.Yogyakarta:FMIPA UNY.


Herawan, T. dan Y. Husnaeni. 2001. Perbanyakan Jati (Tectona grandis). Buletin Penelitian
Pemuliaan Pohon 5(2): 62-74. Yogyakarta: Puslitbang Bioteknologi dan Pemuliaan
Tanaman Hutan.

Moore, T.C. 1979. Biochemestry and Physiology of Plant Hormon. Berlin: Springer-Verlag.

Nasir,M.2002.Bioteknologi:Potensi dan Keberhasilannya dalam Bidang Pertanian.Jakarta:PT


Raja Grafindo Persada.

Sukmadjaja, Deden dan Ika Mariska.2003.Perbanyak Bibit Jati Kultur Jaringan.Bogor:Balai


Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian.

Suryowinoto, Moeso. 1991. Budidaya Jaringan Terobosan Bermanfaat dalam Bioteknologi.


Yogyakarta: UGM.

Thorpe, T. A. 1981. Plant Tissue Culture, methods & applications in agriculture. New York:
Academic Press.

Torres, K.C. 1989. Tissue Culture Technique for Holticultural Crop. New York: Von Hostrand
Reinheld

Wattimena, G.A. 1992. Bioteknologi Tanaman. Bogor: IPB.

Yusnita. 2003. Kultur Jringan, Cara Memperbanyak Tanaman secara Efisien. Jakarta:
Agromedia Pustaka.

Sumber Gambar:

https://jo3co3.wordpress.com/

http://2.bp.blogspot.com/

http://1.bp.blogspot.com/

Anda mungkin juga menyukai