Anda di halaman 1dari 16

asuhan keperawatan CVD

CVD INFARK (STROKE)

A. Definisi
1. Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh
berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler
selama beberapa tahun. (Smeltzer C. Suzanne, 2002)
2. Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresif cepat, berupa deficit
neurologist fokoal atau global, yang berlangsung selama 24 jam atau langsung menimbulkan
kematian dan semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah ke otak non traumatic.
(Mansjoer. 2002 )
3. Stroke / Gangguan peredaran darah diotak (GPDO) atau dikenal dengan CVA ( Cerebro
Vaskuar Accident) adalah gangguan fungsi syaraf yang disebabkan oleh gangguan aliran darah
dalam otak yang dapat timbul secara mendadak ( dalam beberapa detik) atau secara cepat (
dalam beberapa jam ) dengan gejala atau tanda yang sesuai dengan daerah yang
terganggu.(Harsono,1996)

B. Klasifikasi
Jenis – jenis Stroke :
 Stroke Hemorrhagic.
1. Perdarahan subaraknoid.
2. Hemorrhagic intraserebral.

 Stroke Non Hemorrhagic.


1. Trombosis serebri.
2. Emboli serebri.
C. Etiologi
Penyebab-penyebabnya antara lain:
1. Trombosis ( bekuan cairan di dalam pembuluh darah otak )
2. Embolisme cerebral ( bekuan darah atau material lain )
3. Iskemia ( Penurunan aliran darah ke area otak)

D. Faktor resiko pada stroke


1. Hipertensi
2. Penyakit kardiovaskuler: arteria koronaria, gagal jantung kongestif, fibrilasi atrium, penyakit
jantung kongestif)
3. Kolesterol tinggi
4. Obesitas
5. Peningkatan hematokrit ( resiko infark serebral)
6. Diabetes Melitus ( berkaitan dengan aterogenesis terakselerasi)
7. Kontrasepasi oral( khususnya dengan disertai hipertensi, merkok, dan kadar estrogen tinggi)
8. Penyalahgunaan obat ( kokain)
9. Konsumsi alkohol

E. Anatomi Fisiologi
1. Bagian-bagian Otak :
a. Serebrum (otak besar)
1) Secara umum dibagi menjadi 4 bagian yaitu :
a)Korteks sensoris, pusat sensori/sensori umum primer suatu alat atau bagian tubuh tergantung pada
fungsi alat yang bersangkutan.
b) Korteks asosiasi
c)Korteks motoris
d) Korteks pre-fronta
2) Fungsi serebrum
a)Mengingat pengalaman-pengalaman yang lalu
b) Pusat persyarafan yang menangani aktivitas mental, akal, intelegensi, keinginan dan memori.
c)Pusat menangis, buang air besar dan buang air kesil

b. Serebellum (otak besar)


Bagian-bagian dari serebellum yaitu :
1) Arkhioserebelum (vestibulo sereblum)
Serabut aferen berasal dari telinga dalam diteruskan oleh venus VIII (auditorius) untuk
keseimbangan dan rangsangan pendengaran ke otak.
2) Paleoserebelum (spino serebelum)
Sebagai pusat penerima impuls dari reseptor sensasi umum medula spinalis dari venus
vagus (iv. Trigeminus) kelompok mata, rahang atas dan bawah serta otot pengunyah)
3) Heoserebelum (ponto serebelum)
Korteks serebelum menerima informasi tentang gerakan yang sedang dan yang akan dikerjakan
dan mengatur gerakan sisi badan.

c. Batang otak (trunkus serebri) terdiri dari :


1) Diensepalon
Fungsi : - Vasokontruktor, mengecilkan pembuluh darah
- Respiratori membantu proses pernafasan.
- Mengontrol kegiatan refleks.
- Membantu pekerjaan jantung.
2) Mesenphalon
Fungsi : - Membantu pergerakan mata dan mengangkat kelopak mata.
- Memutar bola mata dan pusat pergerakan mata.
3) Pons Vacoli
Fungsi : - Penghubung antara kedua bagian serebelum dan juga antara medan
oblongata dengan serebelum atau otak besar.
- Pusat saraf nervus trigeminus.
4) Medula oblongata
Fungsi : - Mengontrol pekerjaan jantung.
- Mengecilkan pembuluh darah.
- Pusat pernafasan.
- Mengontrol kegiatan refleks.

2. Fisiologi Otak
Sistem karotis terutama melayani kedua hemisfer otak dan sistem vertebra basalis terutama
memberi darah bagi batang serebelum dan bagian posterior hemisfer. Aliran darah di otak
dipengaruhi 3 faktor yaitu:
1. Tekanan : untuk memompa darah dari sistem arteri-kapiler ke sistem vena
2. Penahan (perifer) pembuluh darah otak.
3. Darah, yaitu faktor visteositas darah dan koagulasinya.
Dari faktor yang pertama yang terpenting adalah tekanan darah sistemik (jantung, darah,
pembuluh darah) dan faktor kemampuan khusus pembuluh darah otak (anterior) untuk
menguncup bila tekanan menurun.
Daya akomodasi sistem arterior otak ini disebut daya autoregulasi pembuluh darah otak
(yang berfungsi normal bila tekanan sistolik antara 50-150 mmHg). Faktor darah, selain
vistiositas darah dan daya membekunya juga diantaranya seperti kadar/tekanan parsial CO 2 dan
O2 berpengaruh terhadap diameter arteriol. Kadar/tekanan parsial CO2 yangnaik, PO2 yang turun
serta suasananya jaringan yang aman, menyebabkan vasodilatasi sebaliknya bila tekanan parsial
CO2 turun, PO2 naik atau suasana pH tinggi maka terjadi vasokontriksi.
Viskositas/kekentalan daerah yang tinggi mengurangi aliran darah otak (ADO) sedangkan
koagulabilitasi yang besar juga memudahkan terjadinya trombosis dan aliran darah lambat akibat
ADO yang menurun

F. Patofisiologi
Iskemik disebabkan adanya penyumbatan aliran darah ke otak oleh trombus / embolus.
Trombus umumnya terjadi karena berkembangnya ateroskelorosis pada dinding pembuluh darah
sehingga arteri akan tersumbat, aliran darah kearea trombus menjadi berkurang, menyebabkan
iskemik kemudian menjadi kompleks iskemia akhirnya terjadi infark pada jaringan otak. Emboli
disebabkan oleh embolus yang berjalan menuju arteri serebral melalui aretri karotis. Terjadinya
blok pada arteri tersebut menyebabkan iskemik yang tiba – tiba berkembang cepat dan terjadi
gangguan neurologis fokal. Perdarahan otak dapat disebabkan oleh pecahnya dinding pembuluh
darah oleh emboli.
G. Manifestasi Klinik
Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak bergantung pada
berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi.Gejala utama stroke iskemik
akibattrombosis serebri ialah timbulnya deficit neurologik secara mendadak sub – akut.
Didahului gejala prodormal terjadi pada waktu istirahat atau saat bangun pagi dan kesadaran bisa
menurun.
 Lumpuh separuh badan ( bisa kanan, bisa kiri ).
 Gerakan bada tidak terkordinasi.
 Bicara menjadi pelo.
 Kesulitan berbicara atau memahami bicara.
 Pelupa.
 Banyak tidur.
 Tremor.
 Sulit menelan.
 Kesemutan

H. Pemeriksaan Diagnostik
1. CT – Scan otak : Untuk menentukan jenis stroke.
2. Pemeriksaan jantung EKG : Untuk mengetahui gangguan pasokan darah keotak yang
diakibatkan oleh jantung.
Angiografi serebral : Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang
pembuluh darah yang terganggu.
MRI : Mendeteksi infark serebri dini dan infark batang otak
Pemeriksaan Lab : - Hb, Ht, Eritrosit, leukosit, trombosit, LED.
- Ureum, kreatinin, fungsi ginjal, hati dan urine lengkap.
- Natrium , kalium.
6. Pemeriksaan Fisik : - Adanya deficit neurologik local.
- Ditemukan factor resiko (hypertensi, kelainan jantung).
- Bising pada auskultasi, kelaianan pembuluh darah
I. Penatalaksanaan Medis
1. Mengendalikan hypertensi dan peningkatan TK.
2. Mencegah Stroke berulang dini.
3. Menurunkan kerusakan iskemik,oksigen glukosa dan aliran darah yang adekuat.
4. Memberi terapi medik yang digunakan pada SNH,seperti.
a. Obat untuk edema otak.
Monitol 20 % larutan gliserol 10 % dan kortikosteroid, dapat juga dilakukan pembatasan cairan
untuk mencegah edema.
b. Obat antikoangulasi.
Heparin dan kumarin sintrom.

J. Komplikasi
1. Hipoksia serebral.
2. Embolisasi serebral.
3. Peningkatan TIK.
4. Aspirasi, atelektasis.
5. Infeksi pernafasan.
6. Nyeri tekan.
7. Konstipasi.
8. Malnutrisi.

K. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a) Aktivitas dan Istirahat
Gejala : Merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan, kehilangan
sensasi, atau paralysis (hemeflagia) merasa mudah lelah, susah untuk istirahat (nyeri ).
Tanda : Gangguan tonus otot, paralitik, dan terjadi kelemahan umum. gangguan
penglihatan, dan gangguan tingkat kesadaran.
b) Sirkulasi
Gejala : Adanya penyakit jantung, polisitemia, riwayat hipotensi postural.
Tanda : Hipertensi arterial sehubungan dengan adanya emboli / malformasi
vasekuler. Nadi → frekwensi dapat bervariasi, disritmia.
c) Integritas ego
Gejala : Perasaan putus asa.
Tanda : Emosi yang labil dan ketidaksiapan, marah, sedih, dan kesulitan untuk
mengekspresikan diri.
d) Eliminasi
Gejala : Perubahan pada berkemih, seperti inkontinensia urine, anuria, istensi abdomen, bising
usus negative ( ileus paralitik ).
e) Makan dan Minum
Gejala : Nafsu makan hilang, mual, muntah, selama fase akut (peningkatan TIK ).
Kehilangan sensasi ( rasa kecap ) pada lidah, dispagia, adanya riwayat DM, Hypertensi,
peningkatan lemak dalam darah.
Tanda : Kesulitan menelan.
f) Neurosensoris
Gejala : Pusing (sebelum serangan), sakit kepala, kelemahan, kesemutan penglihatan
menurun seperti ganda (diplopia) hilangnya ransang sensori kontra lateral pada ektrimitas dan
kadang-kadang pada bagian ipsilateral (satu sisi) pada wajah.
Tanda : Status mental, gangguan fungsi kognitif (penurunan memori dan pemecahan
masalah), Pada wajah terjadi paralysis, afasia, kehilangan kemampuan untuk mengenali
masuknya rangsangan visual, pendengaran taktil.
g) Nyeri/Keamanan
Gejala : Sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda (karena arteri karotis
terkena).
Tanda : Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada otot.
h) Pernapasan
Gejala : Faktor resiko merokok.
Tanda : Ketidakmampuan menelan / batuk / hambatan jalan nafas, timbul pernafasan sulit.
i) Keamanan
Tanda : Motorik/ sensori → Masalah dengan penglihatan, tidak mampu mengenal objek,
warna, kata, dan wajah yang pernah dikenalnya dengan baik. Gangguan berespon terhadap panas
dingin, kesulitan dalam menelan, tidak sabar / kurang kesadaran diri.
j) Interaksi Sosial
Tanda : Masalah berbicara, ketidakmampuan untuk berinteraksi
k) Penyuluhan
Tanda : Adanya riwayat hypertensi pada keluarga stroke (faktor resiko ).

2. Diagnosa Keperawatan

a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan aliran darah ke otak.
b. Resiko terjadinya aspirasi berhubungan dengan kelemahan/paralisis otot.
c. Gangguan menelan berhubungan dengan kelemahan/paralisis otot menelan.
d. Perubahan eliminasi: urine berhubungan dengan ketidakmampuan mengontrol urin.
e. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan kelemahan.
f. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kelemahan sebagian tubuh.
g. Gangguan harga diri berhubungan dengan kehilangan fungsi peran.
h. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan aphasia.
i. Ketidakefektifan manajemen terapeutik berhubungan dengan kurangnya informasi.

3. Perencanaan Keperawatan

DP.1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan aliran darah ke otak.
Kriteria evaluasi: Klien tidak mengalami peningkatan TIK, tidak terjadi penurunan tingkat kesadaran,
tidak mengeluh sakit kepala, stabilnya atau meningkatnya nilai GCS.
Intervensi:
a. Monitor tanda-tanda adanya peningkatan TIK tiap jam.
R/ Peningkatan TIK menyebabkan terganggunya perfusi jaringan serebral.
b. Kaji tanda-tanda delirium dan gelisah.
R/ Sebagai indikator adanya peningkatan TIK.
c. Observasi TTV (S, N, TD, HR).
R/ Indikator yang menunjukkan gangguan sirkulasi.
d. Observasi status neurologis dan bandingkan dengan keadaan normal.
R/ Menunjukkan perubahan tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK.
e. Atur posisi kepala maksimal 15oAtau tanpa bantal.
R/ Meningkatkan sirkulasi/perfusi serebral dan mengurangi resiko peningkatan TIK.
f. Berikan istirahat/tirah baring.
R/ Aktivitas berlebih dapat meningkatkan TIK.
g. Cegah mengejan saat defekasi.
R/ Defekasi dapat merangsang terjadinya valsava manuver dapat meningkatkan TIK dan
memperbesar resiko perdarahan.

h. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi antikoagulasi.


R/ Meningkatkan dan memperbaiki aliran darah serebral dan mencegah terjadinya trombus.

DP.2. Gangguan menelan berhubungan dengan kelemahan/paralisis otot menelan.


Kriteria evaluasi: - Klien dapat menelan dan tidak tersedak.
- Intake makan meningkat
Intervensi:
a. Kaji kemampuan pasien dalam menelan.
R/ Mengetahui sejauh mana pasien dapat menelan.
b. Beri posisi duduk saat makan atau sesudah makan + 30 menit.
R/ Mencegah aspirasi.
c. Berikan makan dalam porsi kecil.
R/ Stimulus untuk latihan menelan.
d. Berikan makan lunak.
R/ Mempermudah dalam menelan.
e. Kolaborasi dengan petugas gizi untuk pemberian diit yang sesuai.
R/ Menentukan diit yang sesuai dengan pasien.

DP.2. Resiko terjadinya aspirasi berhubungan dengan kelemahan/ paralisis otot.


Kriteria evaluasi : - Tidak ada tanda dan gejala aspirasi
- Mampu menelan makanan dan minuman tanpa tersedak.
Intervensi:
a. Kaji tingkat kemampuan pasien untuk menelan.
R/ Menentukan intervensi keperawatan selanjutnya.
b. Berikan perawatan oral setelah makan.
R/ Menjaga kebersihan mulut.
c. Berikan posisi duduk atau setengah duduk ketika makan dan 30 menit setelah makan.
R/ Merupakan teknik gravitasi untuk mencegah terjadinya aspirasi.
d. Ajarkan pasien untuk menggigit makanan sedikit demi sedikit dan meletakkan di bagian mulut
yang tidak lumpuh.
R/ Menstimulasi kemampuan menelan dan menghindari terjadinya aspirasi.
e. Konsultasikan dengan ahli diit kebutuhan akan perubahan makanan/ minuman bila diperlukan.
R/ Kolaborasi dalam merencanakan asuhan keperawatan untuk diit yang tepat.

DP.3. Perubahan eliminasi: urine berhubungan dengan ketidakmampuan mengontrol urin.


Kriteria evaluasi : Urine dalam keadaan normal + 1500 cc/hari.
Intervensi:
a. Kaji adanya inkontinensia urine.
R/ Menentukan intervensi selanjutnya.
b. Kaji warna dan jumlah urine tiap hari.
R/ Mendeteksi adanya infeksi.
c. Anjurkan minum 2000 cc/hari bila tidak ada kontraindikasi.
R/ Meningkatkan jumlah urine.
d. Rawat kateter tiap hari bila pasien menggunakan kateter.
R/ Mencegah timbulnya infeksi.

DP.4. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan kelemahan.


Kriteria evaluasi: - Klien dapat mobilisasi secara bertahap.
- Klien dapat menggerakkan ekstremitas yang mengalami kelemahan secara bertahap.
Intervensi:
a. Berikan latihan ROM pada ekstremitas sejak awal.
R/ Mempertahankan tonus otot, meningkatkan sirkulasi dan mencegah kontraktur.

b. Ubah posisi tiap 2 jam.


R/ Mencegah terjadinya kerusakan integritas kulit.
c. Beri sokongan pada ekstremitas.
R/ Mencegah terjadinya kontraktur.
d. Anjurkan klien melakukan latihan ROM sendiri selama 15-30 menit bila memungkinkan.
R/ Mencegah kekakuan otot.
e. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi relaksasi otot, antispasmodik sesuai indikasi,
seperti baklofen, dan trolen.
R/ Diperlukan untuk menghilangkan spastisitas pada ekstremitas yang terganggu.

DP.5. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kelemahan sebagian tubuh.


Kriteria evaluasi : Klien dapat melakukan perawatan diri secara bertahap.
Intervensi:
a. Kaji tingkat kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
R/ Mengetahui kebutuhan klien yang perlu bantuan.
b. Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan seperti: mandi, makan, BAK, BAB, berpakaian.
R/ Membantu kebutuhan dasar pasien sesuai kemampuannya.
c. Dekatkan alat-alat bantu dan peralatan yang biasa dipakai klien.
R/ Klien dapat menjangkau dengan mudah.
d. Pasang hek tempat tidur klien.
R/ Mencegah terjadinya cidera.
e. Berikan umpan balik positif untuk usaha yang dilakukan klien.
R/ Meningkatkan kemandirian dan mendorong pasien untuk berusaha secara kontinu.
DP.6. Gangguan harga diri berhubungan dengan kehilangan fungsi peran.
evaluasi : - Klien dapat berkomunikasi dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang telah
terjadi.
- Klien mampu mengungkapkan penerimaan pada diri sendiri.
Intervensi:
a. Kaji luasnya gangguan persepsi dan hubungkan dengan derajat ketidakmampuan.
R/ Penentuan faktor-faktor secara individu membantu dalam menyusun perencanaan asuhan
keperawatan.
b. Identifikasi arti dari kehilangan/disfungsi perubahan pada pasien.
R/ Respon klien berbeda bisa efektif dan tidak efektif.
c. Anjurkan klien untuk mengekspresikan perasaannya.
R/ Mengidentifikasikan terhadap penerimaan/penolakan klien terhadap keadaannya.
d. Gunakan teknik mendengarkan pada saat bersama klien.
R/ Menunjukkan perhatian kepada klien.
e. Kolaborasi ke psikolog bila klien mengalami gangguan jiwa karena keadaannya.
R/ Psikolog dapat memberikan bantuan penuh terhadap gangguan jiwa klien.

DP.7. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan aphasia.


Kriteria evaluasi: - Klien dapat memahami komunikasi dengan orang lain.
- Klien dapat menggunakan bahasa isyarat untuk berkomunikasi.
Intervensi:
a. Kaji kemampuan klien untuk berkomunikasi secara verbal.
R/ Mengetahui tingkat kemampuan klien untuk bicara.
b. Beri dukungan klien untuk aktif berkomunikasi secara verbal.
R/ Melatih dan mengembalikan minat bicara secara bertahap.
c. Anjurkan keluarga/orang terdekat untuk mempertahankan usahanya untuk berkomunikasi dengan
klien.
R/ Mengurangi isolasi sosial klien dan menciptakan komunikasi yang efektif.
d. Berdiri di depan klien saat berbicara.
R/ Membantu klien untuk dapat membaca gerakan bibir dan tangan perawat untuk
memperlancar komunikasi.
e. Bicara dengan nada normal dan hindari percakapan cepat.
R/ Nada tinggi dapat merusak fungsi telinga dan menimbulkan pasien marah.
f. Kolaborasi dengan ahli terapi wicara.
R/ Membantu klien latihan wicara.

DP.8. Ketidakefektifan manajemen terapeutik berhubungan dengan kurangnya informasi.


evaluasi : - Klien mampu mendemonstrasikan latihan gerak secara aktif dan pasif.
- Mampu mengungkapkan pemahaman tentang kondisi dan aturan terapeutik.
Intervensi:
a. Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga.
R/ Menentukan intervensi/tindakan selanjutnya.
b. Berikan penjelasan kepada klien/keluarga tentang proses penyakit, perawatan, diet dan obat.
R/ Klien dan keluarga dapat merawat selama di rumah.
c. Jelaskan tentang pentingnya pengobatan lanjutan di rumah dan kontrol teratur.
R/ Mencegah penyakit berulang dan tambah parah.
d. Jelaskan ke klien tentang latihan aktif dan pasif.
R/ Mencegah kekakuan otot ekstremitas.
DAFTAR PUSTAKA

Arief,Mansjoer. (2000). Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3. Cetakan 1. Jakarta : Media


Aesculapius.

Corwin,Elizabeth J. (2000). Buku Saku Patofisiologi.Jakarta : EGC.

Doenges, Marilynn E.(1999). Rencana Asuhan Keperawatan; Pedoman Untuk Perencanaan


dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta :EGC.

Lumban Tobing, SM, (1998). Stroke Bencana Peredaran Darah di Otak. Jakarta: FKUI.

Poppy, Kumala. (1998). Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai