Anda di halaman 1dari 6

1.

Pemeriksaan dan Interprestasi Tes Mantoux


 Prinsip Dasar Uji Tuberkulin

Infeksi TB -> Imunitas Seluler -> delayed type hypersensitivity -> reaksi
tuberkulin
 Uji tuberkulin cara mantoux
o Pemeriksaan paling akurat untuk menentukan adanya infeksi TB
o Paling reprodusibel
o Satu-satunya tekhnik uji kulit yang dianjurkan

 Prosedur uji Mantoux


o Gunakan PPD-S 5TU atau PPD RT 23 2TU sebanyak 0.1cc
o Gunakan spuit tuberkulin ukuran 3/8 inchi, jarum ukuran 26-27
o Bersihkan kulit permukaan lengan bawah kiri bagian dalam
(volar/fleksor), kurang lebih 5-10 cm dari lipatan siku, biarkan hingga
kering

o Suntikan secara intradermal, lubang jarum mengarah ke atas

o
o Jika penyuntikan dilakukan dengan benar, akan timbul gelembung putih
yang padat/keras berdiameter 6-10 mm

o
o Jika sebagian tuberkulin terbuang atau suntikan terlalu dalam, ulangi
suntikan di tempat lain (paling sedikit berjarak 5 cm dari tempat
suntikan sebelumnya).
o Catat lokasi suntikan ulangan ini di rekam medis
o Patuhi petunjuk standar yang dibuat oleh produsen bahan tuberkulin
o Larutan tuberkulin dapat rusak jika terkena cahaya atau suhu tinggi.
Penyimpannya harus memperhatikan hal-hal tersebut
o Uji tuberkulin sebaiknya dilakukan sebelum atau bersamaan dengan
pemberian vaksinasi yang menggunakan virus hidup(misalnya campak,
MMR, cacar, dan cacar air)
o Jika tidak, pelaksanaan uji tuberkulin harus menunggu 4-6 minggu
setelah pemberian vaksinasi
 Pembacaan
o Hasi tes mantoux dibaca dalam 48-72 jam (terutama) 72 jam
o Tentukan indurasi (bukan eritem) dengan cara palpasi

eritem

indurasi

o
o ukur diameter transversal terhadap sumbu panjang dan catat sebagai
pengukuran tunggal
o Catat hasil pengukuran dalam mm (misalnya 0 mm, 10 mm, 16 mm)
serta catat pula tanggal pembacaan dan bubuhkan nama dan tandatangan
pembaca

o
o Reaksi hipersensitivitas
 Reaksi hipersensitivitas cepat (kemerahan, edema,gatal panas)
dapat timbul segera setelah penyuntikan dan biasanya menhilang
dalam 24 jam
 Hal ini tidak bermakna secara klinis dan tidak dianggap sebagai
hasil yang positif.
 Interprestasi
o Tes Mantoux -> Positif : diameter indurasi ≥ 10mm
o Kemungkinan yang perlu dipikirkan pada anak dengan hasil tersebut :
 Terinfeksi tuberkulosis secara alamiah, infeksi TB mencakup
infeksi TB Laten, sakit TB aktif, atau pasca terapi TB
 Pernah mendapat imunisasi BCG (pada anak dengan usia kurang
dari 5 tahun)
 Infeksi mikobakterium atipik
 Pengulangan Uji Mantoux
o Tidak ada kontraindikasi untuk mengulang uji tuberkulin walaupun
pemeriksaan sebelumnya memberikan hasil positif
o Uji tuberkulin sebaiknya dilakukan lagi (diulang) jika tidak ada catatan/
dokumentasi hasil pembacaannya
2. Positif dan negatif palsu pada tes mantoux
 Hasil Test yang False Positive : yaitu reaksi yang seharusnya negatif, namun
karena suatu hal, sistim imunologi tubuh memberikan reaksi yang positif, ini
terjadi pada mereka yang pernah mendapatkan vaksinasi BCG sebelumnya.
Atau akibat infeksi dengan jenis kuman Mycobacterium yang lain, atau karena
memegang dan menyentuh tempat suntikan tuberkulin dilengan.
 Hasil Test yang False Negative : yaitu reaksi yang seharusnya menjadi positive,
namun karena beberapa hal yang menyebabkan gangguan sistim imunologi
tubuh, sehingga hasilnya menjadi negatif, misalnya karena menderita sakit
AIDs, mendapat obat kortikosteroid jangka panjang, atau karena mal nutrizi
(kurang gizi).
3. Reaksi Imun yang terjadi pada makrofag (Pathogenesis TB)

Ketika seseorang terkena basil tuberkulum untuk pertama kalinya, hasil infeksi
Tuberkulosis Primer dan ini biasanya terjadi pada anak-anak dan itu terdiri dari lesi
parenkim dan pembesaran kelenjar getah bening hilus. Setelah menghirup tetesan
infektif dari tubercle bacilli, sebagian besar disimpan di saluran udara bagian atas dan
dibersihkan oleh sel mukosa bersilia dengan hanya sebagian kecil yang sampai ke
alveoli. Basil biasanya disimpan di bagian sub pleura paru-paru.
Dalam alveoli paru-paru, basil tuberkulum tertelan oleh makrofag alveolar yang
tidak aktif dan fagositosis basil membentuk respons inflamasi yang melibatkan
monosit, limfosit T CD4 + dan selanjutnya, makrofag yang diaktifkan dengan aktivitas
spesifik terhadap Mycobacterium tuberculosis. Dengan perkembangan imunitas dan
akumulasi spesifik dari sejumlah besar makrofag yang diaktifkan di lokasi lesi primer,
lesi granulomatosa terbentuk yang disebut fokus Ghons. Makrofag yang terinfeksi
dapat membawa infeksi ini ke kelenjar getah bening yang mengering membentuk
kompleks utama.
Infeksi primer ini tidak terdeteksi karena kekebalan tubuh (pada orang dengan
kekebalan normal); biasanya self-limiting dan sembuh dengan kalsifikasi. Namun
ketika ada infeksi primer kekebalan rendah berkembang menjadi penyakit klinis
(tuberkulosis primer progresif). Penyakit tuberkulosis paru pada orang dewasa biasanya
disebabkan oleh aktivasi ulang infeksi primer dan biasanya simtomatik. Ini disebut
tuberkulosis pasca primer.

4. Polimorphisme pada manusia


Singkatnya, polimorphisme tersebar disetiap genom manusia dan meningkat
prevalensi seperti analisis individu dari berbagai latar belakang etnis akan berkembang.
Karena hubungan yang berkembang dengan patogen lingkungan, sepertinya sistem
imun termasuk sejumlah besar gen dikarakteristikan dengan polimorfisme fungsional
yang signifikan. Konsekuensinya, polimorfisme imun dapat berperan dalam
suspektibilitas dan responsitivitas terhadap terapi. Sangat mungkin, bahwa sebagian
besar polimorfisme yang relevan dengan patologi kekebalan masih belum diketahui
seperti yang disarankan oleh database yang meningkat pesat. Analisis dampak
keragaman loci individu pada penyakit dan pengobatan mungkin terlalu ketat. Ini
mungkin benar terutama pada penyakit kompleks yang dihasilkan dari keterlibatan
beberapa gen yang memiliki efek variabel, yang lebih lagi, dapat bervariasi sesuai
dengan kelompok etnis. Teknologi throughput yang tinggi dari biaya sedang harus
dipertimbangkan di masa depan sebagai bagian dari alat yang digunakan untuk
interpretasi uji klinis terutama dalam pengaturan eksperimental. Laboratorium "HLA"
harus, karena itu, memperluas cakupan mereka untuk profiling imunogenik daerah
genom yang mungkin mempengaruhi tidak hanya pada hasil transplantasi tetapi juga
pada autoimun, infeksi dan patologi neoplastik.
Daftar Pustaka
Ping Jin and Ena Wang. 2003. Polymorphism in clinical immunology – From HLA typing to
immunogenetic profilling
Knechel NA. 2009. Tuberculosis: Pathophysiology, clinical features, adn diagnosis
https://www.cdc.gov/tb/education/mantoux/pdf/mantoux.pdf

Anda mungkin juga menyukai