Anda di halaman 1dari 19

REFERAT

GIZI BURUK

Disusun oleh :
Stevani
1461050058

Pembimbing :
dr. Samuel H, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
PERIODE 23 JULI 2018 – 29 SEPTEMBER 2018
RUMAH SAKIT UMUM UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
BAB I

PENDAHULUAN

Pada era globalisasi seperti sekarang ini, masih banyak dtemukan masalah gizi di
kalangan anak-anak. Masalah gizi muncul akibat masalah ketahanan pangan ditingkat rumah
tangga (kemampuan memperoleh makanan untuk semua anggotanya), masalah kesehatan,
kemiskinan, pemerataan, dan kesempatan kerja. Indonesia mengalami masalah gizi kurang atau
malnutrisi dan belum dapat diatasi secara menyeluruh. Sekarang ini, malnutrisi masih
melatarbelakangi berbagai penyakit pada anak dan bahkan kematian pada anak. Keadaan
kesehatan gizi tergantung dari tingkat konsumsi yaitu kualitas hidangan yang mengandung
semua kebutuhan tubuh. Akibat dari kesehatan gizi yang tidak baik, maka timbul penyakit gizi,
umumnya pada anak balita diderita penyakit gizi buruk. Berbagai penyakit gangguan gizi dan
gizi buruk akibatnya tidak baiknya mutu/jumlah makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan
tubuh masing-masing orang. Masalah gizi semula dianggap sebagai masalah kesehatan yang
hanya dapat ditanggulangi dengan pengobatan medis/kedokteran. Gizi seseorang dapat
dipengaruhi terhadap prestasi kerja dan produktivitas. Pengaruh gizi terhadap perkembangan
mental anak.

Hal ini sehubungan dengan terhambatnya pertumbuhan sel otak yang terjadi pada anak
yang menderita gangguan gizi pada usia sangat muda bahkan dalam kandungan. Berbagai
factor yang secara tidak langsung mendorong terjadinya gangguan gizi terutama pada balita.
Ketidaktahuan akan hubungan makanan dan kesehatan, prasangka buruk terhadap bahan
makanan tertentu, adanya kebiasaan/pantangan yang merugikan, kesukaan berlebihan terhadap
jenis makanan tertentu, keterbatasan penghasilan keluarga, dan jarak kelahiran yang rapat
Kemiskinan masih merupakan bencana bagi jutaan manusia. Sekelompok kecil penduduk
dunia berpikir “hendak makan dimana” sementara kelompok lain masih berkutat memeras
keringat untuk memperoleh sesuap nasi. Dibandingkan orang dewasa, kebutuhan akan zat gizi
bagi bayi, balita, dan anak – anak boleh dibilang sangat kecil. Namun, jika diukur berdasarkan
% berat badan, kebutuhan akan zat gizi bagi bayi, balita, dan anak – anak ternyata melampaui
orang dewasa nyaris dua kali lipat. Kebutuhan akan energi dapat ditaksir dengan cara
mengukur luas permukaan tubuh/menghitung secara langsung konsumsi energi itu (yang hilang
atau terpakai).
Asupan energi dapat diperkirakan dengan jalan menghitung besaran energi yang
dikeluarkan. Jumlah keluaran energi dapat ditentukan secara sederhana berdasarkan berat
badan Kekurangan berat badan yang berlangsung pada anak yang sedang tumbuh merupakan
masalah serius.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II. 1 Definisi Gizi Buruk

Gizi buruk adalah keadaan dimina tubuh tidak mendapat asupan gizi yang
cukup, malnutrisi dapat juga disebut keadaaan yang disebabkan oleh ketidak
seimbangan di antara pengambilan makanan dengan kebutuhan gizi untuk
mempertahankan kesehatan. Ini bias terjadi karena asupan makan terlalu sedikit
ataupun pengambilan makanan yang tidak seimbang. Selain itu, kekurangan gizi dalam
tubuh juga berakibat terjadinya malabsorpsi makanan atau kegagalan metabolik. Gizi
buruk juga didefinisikan sebagai terdapatnya edema pada kedua kaki atau adanya
severe wasting (BB/TB < 70% atau <-3SD), atau ada gejala klinis gizi buruk
(kwashiorkor, marasmus, atau marasmik-kwashiorkor)

Marasmus adalah keadaan gizi buruk yang ditandai dengan tampak sangat
kurus, iga gambang, perut cekung, wajah seperti orang tua dan kulit keriput.
Kwashiorkor adalah keadaan gizi buruk yang ditandai dengan edema seluruh tubuh
terutama di punggung kaki, wajah membulat dan sembab, perut buncit, otot mengecil,
pandangan mata sayu dan rambut tipis / kemerahan. Marasmik-kwashiorkor adalah
keadaan gizi buruk dengan tanda-tanda gabungan dari marasmus dan kwashiorkor.

Sedangkan menurut Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit Departemen


Kesehatan RI 2003 marasmik-kwashiorkor adalah gizi buruk dengan gambaran klinik
yang merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan marasmus
dengan BB/U < 60 % baku median WHO-NHCS disertai edema yang tidak mencolok.

Dapat disimpulkan dari penjelasan di atas bahwa Malnutrisi adalah suatu


keadaan dimana tubuh mengalami gangguan dalam penggunaan zat gizi untuk
pertumbuhan, perkembangan dan aktivitass akibat konsumsi pangan tidak cukup
mengandung energy dan protein.

II. 2 Klasifikasi Gizi Buruk

Fenomena gizi buruk biasanya melibatkan kurangnya asupan kalori baik dari
karbohidrat atau protein (protein-energy malnutrition–PEM). Kurangnya pasokan
energi sangat mempengaruhi kerja masing-masing organ tubuh. Keadaan gizi buruk ini
secara klinis dibagi menjadi 3 tipe: Kwashiorkor, Marasmus, dan Kwashiorkor-
Marasmus. Ketiga kondisi patologis ini umumnya terjadi pada anak-anak di negara
berkembang yang berada dalam rentang usia tidak lagi menyusui.

Perbedaan antara marasmus dan kwashiorkor tidak dapat didefinisikan secara


jelas menurut perbedaan kurangnya asupan makanan tertentu, namun dapat teramati
dari gejala yang ditunjukkan penderita.

a. Marasmus

Kasus marasmik atau malnutrisi berat karena kurang karbohidrat disertai


tangan dan kaki bengkak, perut buncit, rambut rontok dan patah, gangguan
kulit. Pada umumnya penderita tampak lemah sering digendong, rewel dan
banyak menangis. Pada stadium lanjut anak tampak apatis atau kesadaran yang
menurun

Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala


yang timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak
dan otot di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah
dan kemerahan, gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare),
pembesaran hati dan sebagainya. Anak tampak sering rewel dan banyak
menangis meskipun setelah makan, karena masih merasa lapar. Berikut adalah
gejala pada marasmus adalah:

- Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak


dan otot-ototnya, tinggal tulang terbungkus kulit
- Wajah seperti orang tua
- Iga gambang dan perut cekung
- Otot paha mengendor (baggy pant)
- Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar

b. Kwarshiorkor
Kwashiorkor sering juga diistilahkan sebagai busung lapar atau HO.
Penampilan anak-anak penderita HO umumnya sangat khas, terutama bagian
perut yang menonjol. Berat badannya jauh di bawah berat normal. Edema
stadium berat maupun ringan biasanya menyertai penderita ini. Beberapa ciri
lain yang menyertai di antaranya:

- Perubahan mental menyolok. Banyak menangis, pada stadium lanjut


anak terlihat sangat pasif.
- Penderita nampak lemah dan ingin selalu terbaring.
- Anemia.
- Diare dengan feses cair yang banyak mengandung asam laktat
karena berkurangnya produksi laktase dan enzim penting lainnya.
- Kelainan kulit yang khas, dimulai dengan titik merah menyerupai
petechia, yang lambat laun kemudian menghitam. Setelah
mengelupas, terlihat kemerahan dengan batas menghitam. Kelainan
ini biasanya dijumpai di kulit sekitar punggung, pantat, dan
sebagainya.
- Pembesaran hati. Bahkan saat rebahan, pembesaran ini dapat diraba
dari luar tubuh, terasa licin dan kenyal.

Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby),


bilamana dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein,
walaupun dibagian tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi.
Tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh
tubuh :
- Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis
- Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah
dicabut, pada penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut
kepala kusam.
- Wajah membulat dan sembab
- Pandangan mata anak sayu
- Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba
dan terasa kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir
yang tajam.
- Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah
menjadi coklat kehitaman dan terkelupas

c. Marasmik-Kwarshiorkor
Penyakit ini merupakan gabungan dari marasmus dan kwashirkor
dengan gabungan gejala yang menyertai :

- Berat badan penderita hanya berkisar di angka 60% dari berat


normal. Gejala khas kedua penyakit tersebut nampak jelas, seperti
edema, kelainan rambut, kelainan kulit dan sebagainya.
- Tubuh mengandung lebih banyak cairan, karena berkurangnya
lemak dan otot.
- Kalium dalam tubuh menurun drastis sehingga menyebabkan
gangguan metabolic seperti gangguan pada ginjal dan pankreas.
- Mineral lain dalam tubuh pun mengalami gangguan, seperti
meningkatnya kadar natrium dan fosfor inorganik serta menurunnya
kadar magnesium.

Gejala klinis Kwashiorkor-Marasmus tidak lain adalah kombinasi dari


gejala-gejala masing-masing penyakit tersebut.

II. 3 Faktor Penyebab Penyakit Gizi Buruk

Faktor – faktor penyebab penyakit gizi buruk :

a. Menurut UNICEF ada dua penyebab langsung terjadinya gizi buruk, yaitu
- Kurangnya asupan gizi dari makanan. Hal ini disebabkan
terbatasnya jumlah makanan yang dikonsumsi atau makanannya
tidak memenuhi unsur gizi yang dibutuhkan karena alasan sosial dan
ekonomi yaitu kemiskinan.
- Akibat terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi.
b. Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), ada tiga faktor penyebab gizi
buruk pada balita, yaitu :
- Keluarga miskin.
- Ketidaktahuan orang tua atas pemberian gizi yang baik bagi anak.
- Faktor penyakit bawaan pada anak, seperti: jantung, TBC,
HIV/AIDS, saluran pernapasan dan diare.
c. Faktor lain yang menyebabkan gizi buruk, yaitu:
- Faktor ketersediaan pangan yang bergizi dan terjangkau oleh
masyarakat.
- Perilaku dan budaya dalam pengolahan pangan dan pengasuhan asuh
anak.
- Pengelolaan yang buruk dan perawatan kesehatan yang tidak
memadai.

Penyebab utama gizi kurang dan gizi buruk tidak satu. Ada banyak. Penyebab
pertama adalah faktor alam. Secara umum tanah terkenal sebagai daerah tropis yang
minim curah hujan. Kadang curah hujannya banyak tetapi dalam kurun waktu yang
sangat singkat. Akibatnya, hujan itu bukan menjadi berkat tetapi mendatangkan
bencana banjir. Tetapi, beberapa tahun belakangan ini tidak ada hujan menjadi kering
kerontang Tanaman jagung yang merupakan penunjang ekonomi keluarga sekaligus
sebagai makanan sehari-hari rakyat gagal dipanen.

Akibatnya, banyak petani termasuk anak-anak, terutama yang tinggal di daerah


pelosok, memakan apa saja demi mempertahankan hidup. Dikhawatirkan gizi yang
kuang dan bahkan buruk akan memperburuk pertumbuhan fisik dan fungsi-fungsi otak.
Kalau ini terjadi, masa depan anak-anak ini dipastikan akan sangat kelam dan buram.

Penyebab kedua adalah faktor manusiawi yaitu berasal dari kultur sosial
masyarakat setempat. Kebanyakan masyarakat petani bersifat 'one dimensional,' yakni
masyarakat yang memang sangat tergantung pada satu mata pencaharian saja. Banyak
orang menanam makanan 'secukup'nya saja, artinya hasil panen itu cukup untuk
menghidupi satu keluarga sampai masa panen berikutnya. Belum ada pemikiran untuk
membudidayakan hasil pertanian mereka demi meraup keuntungan atau demi
meningkatkan pendapatan keluarga. Adanya budaya 'alternatif' yaitu memanfaatkan
halaman rumah untuk menanam sayur-mayur demi menunjang kebutuhan sehari-hari.

Penyebab ketiga masih berkisar soal manusiawi tetapi kali ini lebih
berhubungan dengan persoalan struktural, yaitu kurangnya perhatian pemerintah. Pola
relasi rakyat dan pemerintah masih vertikal bukan saja menghilangkan kontrol sosial
rakyat terhadap para pejabat, tetapi juga membuka akses terhadap penindasan dan
ketidakadilan dan, yang paling berbahaya, menciptakan godaan untuk menyuburkan
budaya korupsi. Tentu saja tidak semua aparat dan pejabat seperti itu. Terlepas dari itu
semua nampaknya masyarakat membutuhkan pendampingan agar mereka memahami
hak-hak individu dan hak-hak sosial mereka sebagai warganegara.
II. 4 Patogenesis Gizi Buruk

Makanan yang tidak adekuat, akan menyebabkan mobilisasi berbagai cadangan


makanan untuk menghasilkan kalori demi penyelamatan hidup, dimulai dengan
pembakaran cadangan karbohidrat kemudian cadangan lemak serta protein dengan
melalui proses katabolik. Kalau terjadi stres katabolik (infeksi) maka kebutuhan akan
protein akan meningkat, sehingga dapat menyebabkan defisiensi protein yang relatif,
kalau kondisi ini terjadi pada saat status gizi masih diatas -3 SD (-2SD-- 3SD), maka
terjadilah kwashiorkor (malnutrisi akut / ”decompensated malnutrition). Pada kondisi
ini penting peranan radikal bebas dan anti oksidan. Bila stres katabolik ini terjadi pada
saat status gizi dibawah -3 SD, maka akan terjadilah marasmik-kwashiorkor. Kalau
kondisi kekurangan ini terus dapat teradaptasi sampai dibawah -3 SD maka akan
terjadilah marasmik (malnutrisikronik / compensated malnutrition). Dengan demikian
pada KEP dapat terjadi: gangguan pertumbuhan, atrofi otot, penurunan kadar albumin
serum, penurunan hemoglobin, penurunan sistem kekebalan tubuh, penurunan berbagai
sintesa enzim.

Penyakit marasmus-kwashiorkor memperlihatkan gejala campuran antara


penyakit marasmus dan kwashiorkor. Makanan sehari-harinya tidak cukup
mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita
demikian, di samping menurunnya berat badan di bawah 60% dari normal,
memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut, kelainan
kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula. Pada KEP terdapat perubahan nyata
dari komposisi tubuhnya, seperti jumlah dan distribusi cairan, lemak, mineral, dan
protein, terutama protein otot.

Kurangnya protein dalam diet akan menimbulkan kekurangan berbagai asam


amino essensial yang dibutuhkan untuk sintesis albumin, sehingga terjadi
hipoalbuminemia dan edema. Anak dengan marasmus kwashiorkor juga
seringmenderita infeksi multipel, seperti tuberkulosis dan gastroenteritis. Infeksi akan
mengalihakan penggunaan asam amino ke sintesis protein fase akut, yang semakin
memperparah berkurangnya sintesis albumin di hepar. Penghancuran jaringan akan
semakin lanjut untuk memenuhi kebutuhan energi, memungkinkan sintesis glukosa dan
metabolit essensial lainnya seperti asam amino. Kurangnya kalori dalam diet akan
meningkatkan kadar kortisol dan menurunkan kadar insulin. Ha ini akan menyebabkan
atrofi otot dan menghilangnya lemak di bawah kulit. Pada awalnya, kelaina ini
merupakan proses fisiologis. Untuk kelangsungan hidup, jaringan tubuh memerlukan
energi yang dapat dipenuhi oleh makanan yang diberikan, jika hal ini tidak terpenuhi
maka harus didapat dari tubuh sendiri sehingga cadangan protein digunakan juga untuk
memenuhi kebutuhan energi. Tubuh akan mengandung lebih banyak cairan sebagai
akibat menghilangnya lemak dan otot sehingga tampak edema.
II. 5 Kriteria Anak Gizi Buruk

1. Gizi Buruk Tanpa Komplikasi


a. BB/TB: < -3 SD dan atau;
b. Terlihat sangat kurus dan atau;
c. Adanya Edema dan atau;
d. LILA < 11,5 cm untuk anak 6-59 bulan
2. Gizi Buruk dengan Komplikasi Gizi buruk dengan tanda-tanda tersebut di atas disertai
salah satu atau lebih dari tanda komplikasi medis berikut:
a. Anoreksia
b. Pneumonia berat
c. Anemia berat
d. Dehidrasi berat
e. Demam sangat tinggi
f. Penurunan kesadaran

II. 6 Alur Pemeriksaan

Berikut penjelasan alur pemeriksaan yang dapat di gunakan untuk menentukan


langkah-langkah yang dilakukan dalam menangani penemuan kasus anak gizi buruk
berdasarkan kategori yang telah ditentukan :

1. Penemuan Anak Gizi Buruk, dapat menggunakan data rutin hasil


penimbangan anak di posyandu, menggunakan hasil pemeriksaan di fasilitas
kesehatan (Puskesmas dan jaringannya, Rumah Sakit dan dokter/bidan
praktek swasta), hasil laporan masyarakat (media massa, LSM dan
organisasi kemasyarakatan lainnya) dan skrining aktif (operasi timbang
anak).
2. Penapisan Anak Gizi Buruk, anak yang dibawa oleh orangtuanya atau anak
yang berdasarkan hasil penapisan Lila < 12,5 cm, atau semua anak yang
dirujuk dari posyandu (2T dan BGM) maka dilakukan pemeriksaan
antropometri dan tanda klinis, semua anak diperiksa tanda-tanda komplikasi
(anoreksia, pneumonia berat, anemia berat, dehidrasi berat, demam sangat
tinggi, penurunan kesadaran), semua anak diperiksa nafsu makan dengan
cara tanyakan kepada orang tua apakah anak mau makan/tidak mau makan
minimal dalam 3 hari terakhir berturut-turut.
3. Bila dalam pemeriksaan pada anak didapatkan satu atau lebih tanda berikut:
tampak sangat kurus, edema minimal pada kedua punggung kaki atau tanpa
edema, BB/PB atau BB/TB < -3 SD, LiLA < 11,5 cm (untuk anak usia 6-59
bulan), nafsu makan baik, maka anak dikategorikan gizi buruk tanpa
komplikasi dan perlu diberikan penanganan secara rawat jalan.
4. Bila hasil pemeriksaan anak ditemukan tanda-tanda sebagai berikut: tampak
sangat kurus, edema pada seluruh tubuh, BB/PB atau BB/TB < -3 SD, LiLA
< 11,5 cm (untuk anak usia 6-59 bulan) dan disertai dari salah satu atau lebih
tanda komplikasi medis sebagai berikut: anoreksia, pneumonia berat,
anemia berat, dehidrasi berat, demam sangat tinggi, penurunan kesadaran,
maka anak dikategorikan gizi buruk dengan komplikasi sehingga perlu
penanganan secara rawat inap.
5. Bila hasil pemeriksaan anak ditemukan tanda-tanda sebagai berikut: BB/TB
< -2 s/d -3 SD, LiLA 11,5 s/d 12,5 cm, tidak ada edema, nafsu makan baik,
tidak ada komplikasi medis, maka anak dikategorikan gizi kurang dan perlu
diberikan PMT Pemulihan.
6. Bila kondisi anak rawat inap sudah membaik dan tidak lagi ditemukan tanda
komplikasi medis, tanda klinis membaik (edema kedua punggung tangan
atau kaki), dan nafsu makan membaik maka penanganan anak tersebut
dilakukan melalui rawat jalan.
7. Bila kondisi anak rawat inap sudah tidak lagi ditemukan tandatanda
komplikasi medis, tanda klinis baik dan status gizi kurang, nafsu makan baik
maka penanganan anak dengan pemberian PMT pemulihan.
8. Anak gizi buruk yang telah mendapatkan penanganan melalui rawat jalan
dan PMT pemulihan, jika kondisinya memburuk dengan ditemukannya
salah satu tanda komplikasi medis, atau penyakit yang mendasari sampai
kunjungan ke tiga berat badan tidak naik (kecuali anak dengan edema),
timbulnya edema baru, tidak ada nafsu makan maka anak perlu penanganan
secara rawat inap.

Untuk lebih jelasnya alur pemeriksaan atau penemuan kasus dapat dilihat pada
bagan berikut :
II. 7 Penanganan Gizi Buruk

Banyaknya masalah gizi buruk yang terjadi di Indonesia membuat beberapa ahli
membuat metode untuk mengurangi masalah tersebut. Berikut beberapa cara untuk
menanggulangi masalah tersebut:

1. Asupan Gizi

Banyaknya produk suplemen vitamin yang kini beredar secara bebas


bisa berdampak baik sekaligus berdampak buruk. suatu produk suplemen
harus menjalani uji klinis dulu sebelum dipasarkan. kita tidak terlena begitu
saja dengan rayuan iklan yang terlalu bombastis. Tapi di sisi lain produk
suplemen yang memang bisa dipercaya kebenarannya sangat berguna bagi
kebanyakan orang yang tidak sempat mendapatkan gizi tersebut dari
makanan sehari-hari.

Lebih baik kalau berbagai kebutuhan gizi didapat dari makanan


langsung, bukan asupan atau suplemen yang dijual bebas. Sebab tak seorang
pun yang bisa menjamin keamanannya, Kecuali kalau asupan itu memang
dianjurkan oleh dokter atau didapat dari dokter. Anak usia 0-2 tahun
sebaiknya mendapatkan Air Susu Ibu (ASI). ASI mengandung semua zat
yang dibutuhkan dalam perkembangan otak anak. Air susu ibu cocok sekali
untuk memenuhi kebutuhan bayi dalam segala hal Banyak produk susu
kaleng atau susu formula mengandung asam linoleat, DHA dan sebagainya.
ASI juga mengandung zat anti efeksi.

Untuk memulihkan kondisi Balita pada status normal, dibutuhkan


asupan susu yang mudah diserap tubuh yakni Entrasol. Tiap Balita
diharuskan mengkonsumsi 60 kotak susu, dimana dalam hitungan 90 hari
berat badan anak kembali normal. Kriteria yang dicantumkan antara lain:
biasa makan beraneka ragam makanan (makan 2-3 kali sehari dengan
makanan pokok, sayur, dan lauk pauk), selalu memantau kesehatan anggota
keluarga, biasanya menggunakan garam beryodium, dan khusus ibu hamil,
didukung untuk memenuhi kebutuhan ASI bayi minimal sampai 4 bulan
setelah kelahiran. Kriteria ini tentunya masih sulit dipenuhi oleh masyarakat
Indonesia.

Adapun ciri-ciri klinis yang biasa menyertainya antara lain:

a. Kenaikan berat badan berkurang, terhenti, atau bahkan menurun.


b. Ukuran lingkaran lengan atas menurun.
c. Maturasi tulang terlambat.
d. Rasio berat terhadap tinggi, normal atau cenderung menurun.
e. Tebal lipat kulit normal atau semakin berkurang.
2. Langkah Pengobatan

Pengobatan pada penderita kekurangan energi protein tentu saja


harus disesuaikan dengan tingkatannya. Penderita kurang gizi stadium
ringan, contohnya, diatasi dengan perbaikan gizi. Dalam sehari anak-anak
ini harus mendapat masukan protein sekitar 2-3 gram atau setara dengan
100-150 Kkal. Langkah penanganan harus didasarkan pada penyebab serta
kemungkinan pemecahnya.

Sedangkan pengobatan kekurangan energi protein berat cenderung


lebih kompleks karena masing-masing penyakit yang menyertai harus
diobati satu per satu. Penderita pun sebaiknya dirawat di rumah sakit untuk
mendapat perhatian medis secara penuh. Sejalan dengan pengobatan
penyakit penyerta maupun infeksinya, status gizi anak tersebut terus
diperbaiki hingga sembuh. Memulihkan keadaan gizinya dengan cara
mengobati penyakit penyerta, peningkatan taraf gizi, dan mencegah gejala
atau kekambuhan dari gizi buruk.

II. 8 Pencegah Gizi Buruk

a. Pencegahan Primer
1. Promosi Kesehatan
Penyuluhan gizi masyarakat baik di Puskesmas maupun di luar
Puskesmas tentang pentingnya vitamin A dan zat besi dan sumber makanan
yang mengandung zat tersebut serta tentang pentingnya ASI eksklusif.
- Pemantauan kadarzi (Keluarga Sadar Gizi)
- Penyebarluasan pedoman umum gizi seimbang (PUGS)
2. Proteksi Spesifik

Pemberian kapsul vitamin A untuk mencegah kekurangan vitamin A


pada bayi, balita dan ibu nifas serta pemberian tablet Fe untuk mencegah anemia
pada ibu hamil. Tablet Fe diberikan secara rutin kepada bumil melalui bidan
desa yang sudah ditunjuk sehingga tidak perlu lagi ke puskesmas. Memberikan
makanan tambahan yang mengandung kalori dan protein pada anak sekolah.

b. Pencegahan Sekunder
1. Deteksi Dini
- Pemantauan tumbuh kembang balita (penimbangan dan pelayanan terpadu)
di Posyandu setiap bulan.
- Pemantauan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR), kurang energi
kalori (KEK), kurang energi protein (KEP) dan pemantauan status gizi
(PSG).
- Pemantauan pola konsumsi pangan keluarga.
- Pemantauan bumil KEK dari saat hamil hingga melahirkan.
- Pemantauan garam beryodium dan distribusi kapsul yodium.
- Pemeriksaan Hemoglobin (Hb) dan berat badan (BB) pada ibu hamil secara
rutin.
2. Pengobatan Tepat
- Pengobatan kasus gizi buruk, kunjungan rumah bila menemukan kasus.
- Memberikan bahan makanan kepada keluarga dengan anggota gizi kurang.
c. Pencegahan Tersier

Pemberian pendidikan di sekolah luar biasa kepada penderita dengan gizi


kurang yang mengalami kecacatan seperti kebutaan, idiot atau retardasi mental.
DAFTAR PUSTAKA

1. Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Gizi Buruk 2005-2009.


Depkes RI 2005
2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bina Kesehatan
Masyarakat Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) KLB-
Gizi Buruk. Departemen Kesehatan RI, 2008.
3. Pusat Data dan Informasi Departemen Kesehatan RI. Glosarium Data dan Informasi
Kesehatan. Departemen Kesehatan RI. 2006.
4. Muller O, Krawinkel M. Malnutrition and Health in Developing Countries. CMAJ
173:279-86
5. Pudjiadi, S. Penyakit KEP (Kurang Energi Protein). Dalam Ilmu Gizi Klinis pada Anak.
Edisi 4 2000. Hal 97-190.
6. Heird, WC. Food Insecurity, Hunger, and Undernutrition In Nelson Textbook of
Pediatrics, 19th ed. P. 167-73. Philadelphia: Sauders Elsevier.
7. Shetty, P. Malnutrition and Undernutrition. Medicine, 2006. 34:524-29.
8. Gulden, MHN. Malnutrition. In Textbook of Pediatric Gastroenterology and Nutrition.
2004. USA: Taylor and Franchis. P.489-523.
9. Braun TV, McComb J, et al. Urban Food Inseconts and Malnutrition in Developing
Countries. 1993. USA: International Food Policy Research Institute. P. 12-16.
10. World Health Organization. Gizi Buruk. Dalam Buku Saku Pelayanan Kesehatan

Anda mungkin juga menyukai