GIZI BURUK
Disusun oleh :
Stevani
1461050058
Pembimbing :
dr. Samuel H, Sp.A
PENDAHULUAN
Pada era globalisasi seperti sekarang ini, masih banyak dtemukan masalah gizi di
kalangan anak-anak. Masalah gizi muncul akibat masalah ketahanan pangan ditingkat rumah
tangga (kemampuan memperoleh makanan untuk semua anggotanya), masalah kesehatan,
kemiskinan, pemerataan, dan kesempatan kerja. Indonesia mengalami masalah gizi kurang atau
malnutrisi dan belum dapat diatasi secara menyeluruh. Sekarang ini, malnutrisi masih
melatarbelakangi berbagai penyakit pada anak dan bahkan kematian pada anak. Keadaan
kesehatan gizi tergantung dari tingkat konsumsi yaitu kualitas hidangan yang mengandung
semua kebutuhan tubuh. Akibat dari kesehatan gizi yang tidak baik, maka timbul penyakit gizi,
umumnya pada anak balita diderita penyakit gizi buruk. Berbagai penyakit gangguan gizi dan
gizi buruk akibatnya tidak baiknya mutu/jumlah makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan
tubuh masing-masing orang. Masalah gizi semula dianggap sebagai masalah kesehatan yang
hanya dapat ditanggulangi dengan pengobatan medis/kedokteran. Gizi seseorang dapat
dipengaruhi terhadap prestasi kerja dan produktivitas. Pengaruh gizi terhadap perkembangan
mental anak.
Hal ini sehubungan dengan terhambatnya pertumbuhan sel otak yang terjadi pada anak
yang menderita gangguan gizi pada usia sangat muda bahkan dalam kandungan. Berbagai
factor yang secara tidak langsung mendorong terjadinya gangguan gizi terutama pada balita.
Ketidaktahuan akan hubungan makanan dan kesehatan, prasangka buruk terhadap bahan
makanan tertentu, adanya kebiasaan/pantangan yang merugikan, kesukaan berlebihan terhadap
jenis makanan tertentu, keterbatasan penghasilan keluarga, dan jarak kelahiran yang rapat
Kemiskinan masih merupakan bencana bagi jutaan manusia. Sekelompok kecil penduduk
dunia berpikir “hendak makan dimana” sementara kelompok lain masih berkutat memeras
keringat untuk memperoleh sesuap nasi. Dibandingkan orang dewasa, kebutuhan akan zat gizi
bagi bayi, balita, dan anak – anak boleh dibilang sangat kecil. Namun, jika diukur berdasarkan
% berat badan, kebutuhan akan zat gizi bagi bayi, balita, dan anak – anak ternyata melampaui
orang dewasa nyaris dua kali lipat. Kebutuhan akan energi dapat ditaksir dengan cara
mengukur luas permukaan tubuh/menghitung secara langsung konsumsi energi itu (yang hilang
atau terpakai).
Asupan energi dapat diperkirakan dengan jalan menghitung besaran energi yang
dikeluarkan. Jumlah keluaran energi dapat ditentukan secara sederhana berdasarkan berat
badan Kekurangan berat badan yang berlangsung pada anak yang sedang tumbuh merupakan
masalah serius.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gizi buruk adalah keadaan dimina tubuh tidak mendapat asupan gizi yang
cukup, malnutrisi dapat juga disebut keadaaan yang disebabkan oleh ketidak
seimbangan di antara pengambilan makanan dengan kebutuhan gizi untuk
mempertahankan kesehatan. Ini bias terjadi karena asupan makan terlalu sedikit
ataupun pengambilan makanan yang tidak seimbang. Selain itu, kekurangan gizi dalam
tubuh juga berakibat terjadinya malabsorpsi makanan atau kegagalan metabolik. Gizi
buruk juga didefinisikan sebagai terdapatnya edema pada kedua kaki atau adanya
severe wasting (BB/TB < 70% atau <-3SD), atau ada gejala klinis gizi buruk
(kwashiorkor, marasmus, atau marasmik-kwashiorkor)
Marasmus adalah keadaan gizi buruk yang ditandai dengan tampak sangat
kurus, iga gambang, perut cekung, wajah seperti orang tua dan kulit keriput.
Kwashiorkor adalah keadaan gizi buruk yang ditandai dengan edema seluruh tubuh
terutama di punggung kaki, wajah membulat dan sembab, perut buncit, otot mengecil,
pandangan mata sayu dan rambut tipis / kemerahan. Marasmik-kwashiorkor adalah
keadaan gizi buruk dengan tanda-tanda gabungan dari marasmus dan kwashiorkor.
Fenomena gizi buruk biasanya melibatkan kurangnya asupan kalori baik dari
karbohidrat atau protein (protein-energy malnutrition–PEM). Kurangnya pasokan
energi sangat mempengaruhi kerja masing-masing organ tubuh. Keadaan gizi buruk ini
secara klinis dibagi menjadi 3 tipe: Kwashiorkor, Marasmus, dan Kwashiorkor-
Marasmus. Ketiga kondisi patologis ini umumnya terjadi pada anak-anak di negara
berkembang yang berada dalam rentang usia tidak lagi menyusui.
a. Marasmus
b. Kwarshiorkor
Kwashiorkor sering juga diistilahkan sebagai busung lapar atau HO.
Penampilan anak-anak penderita HO umumnya sangat khas, terutama bagian
perut yang menonjol. Berat badannya jauh di bawah berat normal. Edema
stadium berat maupun ringan biasanya menyertai penderita ini. Beberapa ciri
lain yang menyertai di antaranya:
c. Marasmik-Kwarshiorkor
Penyakit ini merupakan gabungan dari marasmus dan kwashirkor
dengan gabungan gejala yang menyertai :
a. Menurut UNICEF ada dua penyebab langsung terjadinya gizi buruk, yaitu
- Kurangnya asupan gizi dari makanan. Hal ini disebabkan
terbatasnya jumlah makanan yang dikonsumsi atau makanannya
tidak memenuhi unsur gizi yang dibutuhkan karena alasan sosial dan
ekonomi yaitu kemiskinan.
- Akibat terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi.
b. Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), ada tiga faktor penyebab gizi
buruk pada balita, yaitu :
- Keluarga miskin.
- Ketidaktahuan orang tua atas pemberian gizi yang baik bagi anak.
- Faktor penyakit bawaan pada anak, seperti: jantung, TBC,
HIV/AIDS, saluran pernapasan dan diare.
c. Faktor lain yang menyebabkan gizi buruk, yaitu:
- Faktor ketersediaan pangan yang bergizi dan terjangkau oleh
masyarakat.
- Perilaku dan budaya dalam pengolahan pangan dan pengasuhan asuh
anak.
- Pengelolaan yang buruk dan perawatan kesehatan yang tidak
memadai.
Penyebab utama gizi kurang dan gizi buruk tidak satu. Ada banyak. Penyebab
pertama adalah faktor alam. Secara umum tanah terkenal sebagai daerah tropis yang
minim curah hujan. Kadang curah hujannya banyak tetapi dalam kurun waktu yang
sangat singkat. Akibatnya, hujan itu bukan menjadi berkat tetapi mendatangkan
bencana banjir. Tetapi, beberapa tahun belakangan ini tidak ada hujan menjadi kering
kerontang Tanaman jagung yang merupakan penunjang ekonomi keluarga sekaligus
sebagai makanan sehari-hari rakyat gagal dipanen.
Penyebab kedua adalah faktor manusiawi yaitu berasal dari kultur sosial
masyarakat setempat. Kebanyakan masyarakat petani bersifat 'one dimensional,' yakni
masyarakat yang memang sangat tergantung pada satu mata pencaharian saja. Banyak
orang menanam makanan 'secukup'nya saja, artinya hasil panen itu cukup untuk
menghidupi satu keluarga sampai masa panen berikutnya. Belum ada pemikiran untuk
membudidayakan hasil pertanian mereka demi meraup keuntungan atau demi
meningkatkan pendapatan keluarga. Adanya budaya 'alternatif' yaitu memanfaatkan
halaman rumah untuk menanam sayur-mayur demi menunjang kebutuhan sehari-hari.
Penyebab ketiga masih berkisar soal manusiawi tetapi kali ini lebih
berhubungan dengan persoalan struktural, yaitu kurangnya perhatian pemerintah. Pola
relasi rakyat dan pemerintah masih vertikal bukan saja menghilangkan kontrol sosial
rakyat terhadap para pejabat, tetapi juga membuka akses terhadap penindasan dan
ketidakadilan dan, yang paling berbahaya, menciptakan godaan untuk menyuburkan
budaya korupsi. Tentu saja tidak semua aparat dan pejabat seperti itu. Terlepas dari itu
semua nampaknya masyarakat membutuhkan pendampingan agar mereka memahami
hak-hak individu dan hak-hak sosial mereka sebagai warganegara.
II. 4 Patogenesis Gizi Buruk
Untuk lebih jelasnya alur pemeriksaan atau penemuan kasus dapat dilihat pada
bagan berikut :
II. 7 Penanganan Gizi Buruk
Banyaknya masalah gizi buruk yang terjadi di Indonesia membuat beberapa ahli
membuat metode untuk mengurangi masalah tersebut. Berikut beberapa cara untuk
menanggulangi masalah tersebut:
1. Asupan Gizi
a. Pencegahan Primer
1. Promosi Kesehatan
Penyuluhan gizi masyarakat baik di Puskesmas maupun di luar
Puskesmas tentang pentingnya vitamin A dan zat besi dan sumber makanan
yang mengandung zat tersebut serta tentang pentingnya ASI eksklusif.
- Pemantauan kadarzi (Keluarga Sadar Gizi)
- Penyebarluasan pedoman umum gizi seimbang (PUGS)
2. Proteksi Spesifik
b. Pencegahan Sekunder
1. Deteksi Dini
- Pemantauan tumbuh kembang balita (penimbangan dan pelayanan terpadu)
di Posyandu setiap bulan.
- Pemantauan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR), kurang energi
kalori (KEK), kurang energi protein (KEP) dan pemantauan status gizi
(PSG).
- Pemantauan pola konsumsi pangan keluarga.
- Pemantauan bumil KEK dari saat hamil hingga melahirkan.
- Pemantauan garam beryodium dan distribusi kapsul yodium.
- Pemeriksaan Hemoglobin (Hb) dan berat badan (BB) pada ibu hamil secara
rutin.
2. Pengobatan Tepat
- Pengobatan kasus gizi buruk, kunjungan rumah bila menemukan kasus.
- Memberikan bahan makanan kepada keluarga dengan anggota gizi kurang.
c. Pencegahan Tersier