Anda di halaman 1dari 15

ANALISIS BIAYA VOLUME LABA

A. Definisi Break Event Point

Break Even Point/titik impas memiliki definisi yang berbeda-beda dari para ahli.
Berikut kami paparkan definisi break even point dari beberapa ahli :

1. Menurut Mulyadi (1997 : 232) Break Event Point adalah suatu usaha yang tidak
memperoleh laba dan tidak menderita rugi dengan kata lain suatu usaha dikatakan
impas jika jumlah pendapatan (revenue) sama dengan jumlah biaya, atau apabila laba
kontribusi hanya dapat digunakan untuk menutup biaya tetap saja.
2. Menurut Sofyan Syafri Harahap (1998 : 358) break event berarti suatu keadaan
dimana perusahaan tidak mengalami laba dan juga tidak mengalami rugi, artinya
seluruh biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan produksi itu dapat ditutupi oleh
penghasilan penjualan, dimana total biaya (tetap dan variabel) sama dengan total
penjualan sehingga tidak ada laba dan tidak rugi.
3. Menurut PS. Djarwanto (2002) break event point adalah suatu keadaan impas yaitu
apabila telah disusun perhitungan laba dan rugi suatu periode tertentu, perusahaan
tersebut tidak mendapat keuntungan dan sebaliknya tidak menderita kerugiaan.
4. Menurut Abdul Halim adalah “Titik break even dapat didefinisikan sebagai titik pada
saat pendapatan penjualan cukup untuk menutup semua biaya produksi dan penjualan
tetapi tidak ada laba yang diperoleh”.
5. Menurut Hansen dan Mowen “Titik impas (break event point) adalah titik dimana
total pendapatan sama dengan total biaya, titik di mana laba sama dengan nol”.
Perusahaan mendapatkan pendapatan yang sama besarnya dengan biaya produksi
yang dikeluarkan.
6. Menurut Henry Simamora “Titik impas (brek event point) adalah volume penjualan
dimana jumlah pendapatan dan jumlah bebannya sama, tidak terdapat laba atau rugi
bersih”. Hal tersebut dapat terjadi apabila perusahaan dalam operasinya menggunakan
biaya tetap dan volume penjualan hanya cukup untuk menutup biaya tetap dan biaya
variabel.

Jadi dapat diartikan bahwa, Break Even Point adalah suatu keadaan dimana dalam
suatu operasi perusahaan tidak mendapat untung maupun rugi dengan kata lain “impas”
(penghasilan = total biaya). Didalam break even terdapat suatu analisa yang mempelajari
hubungan antara biaya tetap, biaya variabel, keuntungan dan volume kegiatan yang biasa
disebut analisis break event.

Analisis break event digunakan untuk mengetahui tingkat volume penjualan sebelum
perusahaan mengalami untung dan mengalami rugi sehingga hal tersebut dapat digunakan
manajer untuk menentukan perencanaan penjualan.

B. Asumsi yang Mendasari Break Event Point


Asumsi yang mendasari BEP adalah :
1. Variabilitas biaya dianggap akan mendekati pola perilaku yang diramalkan. Biaya
tetap akan selalu konstan dalam kisar volume yang dipakai dalam perhitungan
impas, sedangkan biaya variabel berubah sebanding dengan perubahan volume
penjualan.
2. Harga jual produk dianggap tidak berubah-ubah pada berbagai tingkat kegiatan.
Jika dalam usaha menaikan volume penjualan dilakukan penurunan harga jual
atau dengan memberikan potongan harga, maka hal ini mempengaruhi hubungan
biaya volume laba.
3. Kapasitas produksi pabrik dianggap secara relatif konstan. Penambahan kapasitas
produksi akan berakibat pada penambahan biaya tetap dan akan mempengaruhi
hubungan biaya volume laba.
4. Harga faktor-faktor produksi dianggap tidak berubah. Jika harga bahan baku dan
tarif upah menyimpang terlalu jauh dibanding dengan data yang dipakai sebagai
dasar perhitungan impas, maka hal ini akan mempengaruhi hubungan biaya
volume laba.
5. Efesiensi produksi dianggap tidak berubah. Apabila terjadi penghematan biaya
karena adanya penggunaan bahan pengganti yang harganya lebih rendah atau
perubahan metode produksi, maka hal ini akan mempengaruhi hubungan biaya
volume laba.
6. Perubahan jumlah persediaan awal dan akhir dianggap tidak signifikan.
7. Komposisi produk yang akan dijual dianggap tidak berubah, jika perusahaan
menjual lebih dari satu macam produk, maka meskipun volume penjualan sama
tetapi apabila komposisinya berbeda,maka hal ini akan mempunyai pengaruh
terhadap pendapatan penjualan.
8. Bahwa volume merupakan faktor satu-satunya yang mempengaruhi biaya.
C. Perhitungan BEP, Laba dan MOS

1. Perhitungan Break-Even Point dengan Cara “Trial and Error”


Perhitungan break-even point dapat dilakukan dengan cara coba-coba, yaitu dengan
menghitung keuntungan operasi dan suatu volume produksi/penjualan tertentu. Apabila
perhitungan tersebut menghasilkan keuntungan maka diambil volume penjualan/produksi
yang lebih rendah. Apabila dengan mengambil suatu volume penjualan tertentu, perusahaan
menderita kerugian maka kita mengambil volume penjualan/produksi yang lebih besar,
Demikian dilakukan seterusnya hingga dicapai volume penjualan/produksi di mana
penghasilan penjualan tepat sama dengan besarnya biaya total. Misalkan dari contoh 22.1.
diambil volume produksi 6.000 unit. Dengan volume produksi 6.000 unit maka dapat
dihitung keuntungan operasi sebagai berikut:

= (6.000 x Rp100,00) − Rp300.000,00 + (6.000 x Rp40,00))


= Rp600.000.00 − (Rp300.000,00 + Rp240.000,00) = Rp60.000,00
Pada volume produksi 6.000 unit perusahaan masih mendapatkan keuntungan. Ini berarti
bahwa break-even pointnya terletak di bawah 6.000 unit. Misalkan diambil 4.000 unit, dan
hasil perhitungannya adalah sebagai berikut:
(4.000 x Rp100.00) — Rp300.000.00 + (4.000 x Rp40,00)
= Rp400.000,00 — (Rp300.000,00 + Rp160.000,00) = Rp- 60.000,00
Pada volume 4.000 unit ternyata diderita kerugian sebesar Rp60.000,00. Ini beranti bahwa
break-even pointnya lebih besar dan 4.000 unit. Misalkan kita ambil 5.000 unit, dan hasil
perhitungannya adalah sebagai berikut:
(5.000 x Rp100,00) — (Rp300.000,00 + Rp200.000,00)) =
Rp500.000,00 — (Rp300.000,00 + Rp200.000,00) = Rp0,00.
Ternyata pada volume produksi penjualan 5.000 unit tercapai break-even point yaitu yang di
mana keuntungan netonya sama dengan nol.

2. Perhitungan Break-Even Point dengan Menggunakan Rumus Aljabar


Perhitungan break-even point dengan menggunakan rumus aijabar dapat dilakukan dengan
dua cara, yaitu:
a) atas dasar unit
b) atas dasar sales dalam rupiah.
a) Perhitungan break-even point atas dasar unit dapat dilakukan dengan menggunakan
rumus:
𝐹𝐶
𝐵𝐸𝑃 (𝑄) =
𝑃−𝑉

dimana
P = harga jual per unit
V = biaya variabel per unit
FC = biaya tetap
Q = jumlah unit/kuantitas produk yang dihasilkan dan dijual.
Dari contoh 22.1. dapat dihitung secara Iangsung dalam unit dengan menggunakan rumus
tersebut di atas dan hasilnya adalah sebagai berikut.
𝑅𝑝. 300.000,00
𝐵𝐸𝑃 = = 5.000 𝑢𝑛𝑖𝑡
𝑅𝑝. 100,00 − 𝑅𝑝. 40,00
b) Perhitungan break-even point atas dasar sales dalam rupiah dapat dilakukan dengan
menggunakan rumus aljabar sebagai berikut:
𝐹𝐶
𝐵𝐸𝑃 = 𝑉𝐶
1− 𝑆

di mana:
PC = biaya tetap
VC = biaya variabel
S = volume penjualan.
Dari contoh 22.1. di muka, Sales pada break-even dinyatakan dalam rupiah dapat dihitung
dengan menggunakan rumus tersebut sebagai berikut:
𝑅𝑝. 300.000,00
𝐵𝐸𝑃 = 𝑅𝑝.400.000,00 = 𝑅𝑝. 500.000,00
1 − 𝑅𝑝.1.000.000,00

Dari perhitungan di atas dapat diketahui bahwa volume penjualan pada break-even
dinyatakan dalam rupiah adalah sebesar Rp500.000,00. Apabila volume penjualan tersebut
dibagi dengan harga jual per unit, hasilnya menunjukkan break-even point dalam unit yaitu:
𝑅𝑝. 500.000,00
= = 5.000 𝑢𝑛𝑖𝑡
𝑅𝑝. 100,00
Dalam analisa BEP perlu pula dipahami konsep “Margin of Safety”.Besarnya margin
of safety dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Margin of Safety menupakan angka yang menunjukkan jarak antara penjualan yang
direncanakan atau dibudgetkan (budgeted Sales) dengan penjualan pada break-even. Dengan
demikian maka margin of safety adalah juga menggambarkan batas jarak, di mana kalau
berkurangnya penjualan melampaui batas jarak tersebut, perusahaan akan menderita
kerugian. Dari contoh 22.1. besamya margin of safety dapat dihitung sebagai berikut:
𝑅𝑝. 1.000.000,00 − 𝑅𝑝. 500.000,00
𝑚𝑎𝑟𝑔𝑖𝑛 𝑜𝑓 𝑠𝑎𝑓𝑒𝑡𝑦 = × 100% = 50%
𝑅𝑝. 1.000.000,00
Angka margin of safety sebesar 50% menunjukkan kalau jumlah penjualan yang
nyata berkurang atau menyimpang lebih besar dari 50% (dari penjualan yang direncanakan)
perusahaan akan menderita kerugian. Kalau berkurangnya penjualan hanya 40% dan yang
direncanakan, perusahaan belum mendenita kerugian.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa makin kecilnya margin of safety berarti
makin cepat perusahaan menderita kerugian dalam hal ada penurunan jumlah penjualan yang
nyata. Untuk membedakan batas penyimpangan yang dapat menimbulkan kerugian
dinyatakan dalam angka absolut dan dalam angka relatif, kadang-kadang digunakan dua
macam istilah. Untuk batas penyimpangan yang absolut digunakan istilah “margin of Safety”
dan untuk batas penyimpangan dalam angka yang relatif (dalam persentase dari sales)
digunakan istilah “margin of safety ratio”. Untuk contoh tersebut di atas besarnya “margin of
safety’ adalab Rp500.000,00 dan besarnya “margin of safety ratio” adalah 50%.

Margin Of Safety
Analisis impas memberikan informasi mengenai berapa jumlah volume penjualan
minimum agar perusahaan tidak menderita rugi. Jika angka impas dihubungan dengan angka
pendapatan penjualan yang dianggarkan atau pendapatan penjualan tertentu, akan diperoleh
informasi berapa volume penjualan yang diangarkan atau pendapatan penjualan tertentu
boleh turun agar perusahaan tidak menderita rugi. Selisih antara volume penjualan yang
dianggarkan dengan volume penjualan impas merupakan angka margin of safety.
Contoh, PT ELIONA merencanakan volume penjualan sebesar Rp. 172.000.000,
sedangkan menurut perhitungan, impas tercapai pada volume penjualan sebesar Rp.
103.200.000. Angka margin of safety adalah sebesar Rp. 68.000.000 (172.000.000-
103.200.000), atau jika dinyatakan dalam persentase angka volume penjualan yang
dianggarkan adalah sebesar 40 % (Rp. 6.800.000 : Rp 172.000.000).
Angka margin of safety ini memberikan informasi berapa maksimum volume
penjualan yang direncanakan tersebut boleh turun, agar perusahaan tidak menderita rugi atau
dengan kata lain angka margin of safety memberikan petunjuk jumlah maksimum penurunan
volume penjualan yang direncakan, yang tidak mengakibatkan kerugian. Dari data di atas
dapat diambil kesimpulan bahwa jika volume penjualan yang dianggarkan tersebut tidak
dapat dicapai, maka maksimum penurunan yang boleh terjadi adalah sebesar Rp. 68.000.000
atau 40 % nya, agar perusahaan tidak menderita kerugian.

Angka margin of safety ini berhubungan langsung dengan laba apabila dihubungkan
dengan marginal income ratio (profit-volume ratio).

Laba = profit volume ratio x margin of safety ratio

𝑙𝑎𝑏𝑎 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑖𝑏𝑢𝑠𝑖 𝑀𝑎𝑟𝑔𝑖𝑛 𝑂𝑓 𝑆𝑎𝑓𝑒𝑡𝑦


𝑙𝑎𝑏𝑎 = 𝑥
𝑝𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛

Dengan memakai data di atas dapat diketahui :

Laba = 75 % x 40 % = 30 %

Margin of safety ratio (M/S ratio) dapat pula dihitung dengan rumus :

𝑝𝑟𝑜𝑓𝑖𝑡 𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜
𝑚𝑎𝑟𝑔𝑖𝑛 𝑜𝑓 𝑠𝑎𝑡𝑒𝑡𝑦 𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜 =
𝑝𝑟𝑜𝑓𝑖𝑡 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜

30 %
Dari contoh diatas M/S ratio = 75 % = 40 %

Margin of Safety

Margin of Safety adalah batas keamanan yang menyatakan sampai seberapa jauh
volume penjualan yang dianggarkan boleh turun agar perusahaan tidak menderita rugi
atau dengan kata lain, batas maksimum penurunan volume penjualan yang
dianggarkan, yang tidak mengakibatkan kerugian.
Misalnya margin of safety ditemukan 30%, artinya realisasi penjualan
dipertahankan jangan sampai turun lebih dari 30%. Apabila realisasi penjualan turun
lebih dari 30%, maka perusahaan akan menderita kerugian, sedang bila penurunan
sampai 30% perusahaan dalam kondisi Break even yang digunakan untuk mencari
tingkat keamanan atau MoS adalah sebagai berikut.

1.Penjualan MoS yang direncanakan

MoS = Penjualan per budget x 100

Penjualan per titik impas

2. Penjualan MoS

MoS = penjualan per budget – penjualan per titik impas x 100

penjualan per budget

Mencari Margin of safety :

sales budget/rencana penjualan = 50 juta

penjualan per BEP = 37,5 juta

= 133,33 %

Hal ini berarti bahwa tingkat penjualan perusahaan tersebut tidak boleh turun lebih
dari 33,33 % dari penjualan break even.

33,33 % X Rp 37 500 000= Rp 12.500.000,-

Realisasi penjualan tidak boleh turun lebih dari Rp. 12.500.000,- dari penjualan yang
direncanakan.

Atau bisa juga dihitung :


(sales budget-sales BE)/sales budget

(Rp 50 juta- Rp 37,50 juta)/Rp 50 juta= 25 %

Artinya penjualan tidak boleh turun lebih dari 25 % penjualan yang direncanakan.

25 % X Rp 50 juta = Rp 12 500 000,-

Realisasi penjualan tidak boleh turun lebih dari Rp. 12.500.000,- dari penjualan yang
direncanakan.

D. Perhitungan Break Even Point (BEP) beserta pembuktiannya, Margin of Safety


(MOS), Degree of Operating Leverage (DOL), Shut Down Point (SDP)

Contoh Soal :

Pada pembahasan ini, jumlah produksi celana jeans model standart yang
dihasilkan oleh home industry Aryo Collection pada bulan Maret 2012 adalah 3000
potong dengan komposisi produksinya adalah 1400 potong celana jeans pria dan 1600
potong celana jeans wanita. Untuk menganalisis biaya laba volume, terlebih dahulu
akan digolongkan biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh perusahaan kedalam biaya
tetap dan biaya variabel. Untuk kemudian dihitung besarnya Break Even Point (BEP)
beserta pembuktiannya, Margin of Safety (MOS), Degree of Operating Leverage
(DOL), Shut Down Point (SDP).

Tabel 4.1

Volume Produksi dan Harga Jual

Keterangan Celana Jeans Pria Celana JeansWanita Jumlah

Volume Produksi 1.400 1.600 3000

Harga Jual Rp 55.000 Rp 50.000

Rp 77.000.000 Rp 80.000.000
Tabel 4.2

Rincian Biaya Tetap, Biaya Variabel

No Keterangan Biaya Tetap Biaya Variabel

1 Biaya Depresiasi Mesin Rp 1.657.500

2 Biaya Sewa Gedung Rp 650.000

3 Biaya Tenaga Kerja Rp 12.050.000

4 Biaya Bahan Baku Rp 103.450.000

5 Biaya Bahan Penolong Rp 18.575.000

6 Biaya Telepon Rp 100.000

7 Biaya Listrik Rp 65.000 Rp 650.000

Jumlah Rp 14.422.500 Rp 122.775.000

Analisis Biaya Laba Volume

Perhitungan Break Even Point

a. Perhitungan margin kontribusi


1. Margin kontribusi celana jeans pria = Rp 55.000 – Rp 40.92
= Rp 14.075
2. Margin kontribusi celana jeans wanita = Rp 50.000 – Rp 40.925
= Rp 9.075

b. Perhitungan proporsi untuk setiap produk

1. Proporsi celana jeans pria = 1400 / 3000 = 47%


2. Proporsi celana jeans wanita = 1600 / 3000 = 53%

b. Perhitungan BEP multiproduk


Terjual sebanyak :

1. Celana Jeans Pria = 47% x 1264 unit = 589,963477 unit = 590 Unit

2. Celana Jeans Wanita = 53% x 1264 unit = 674,2439737unit = 674 Unit

Atau dapat dihitung dengan cara :

1. Celana Jeans Pria = Rp 55.000 x 590 unit = Rp 32.447.991

2. Celana Jeans Wanita = Rp 50.000 x 674 unit = Rp 33.712.199

Rp 66.160.190

Perhitungan Margin Of Safety (MOS)


Perhitungan Degree of Operating Leverage (DOL)

Perhitungan Shut Down Point (SDP)


E. BEP untuk Produk Lebih dari Satu

Dalam perusahaan yang memproduksi dan menjual lebih dari satu macam produk,
manajemen tidak hanya menghadapi masalah mencari komposisi produk yang dijual yang
menghasilkan laba maksimum, namun juga memerlukan informasi kontribusi masing-masing
produk dalam menghasilkan laba perusahaan secara keseluruhan.

Contoh :
Misalkan, PT El Sari menjual tiga macam produk dengan komposisi sebagai berikut :
Produk A = 10.000 unit; Produk B = 15.000 unit; Produk C = 10.000 unit. Perhitungan
laba kontribusi untuk masing-masing produk disajikan sebagai berikut :

Persentase
Biaya Profit
Variabel Volume
Pendapatan Laba dari Hasil Ratio (P/V
Produk Penjualan Biaya Variabel Kontribusi Penjualan Ratio
A 250.000 150.000 100.000 60 % 40 %
B 450.000 180.000 270.000 40 % 60 %
C 500.000 150.000 350.000 30 % 70 %
1.200.000 480.000 720.000 40 % 60 %
Biaya Tetap 500.000
Laba Bersih 220.000

500.000
Impas = = 833.333
0,6
Contoh
Suatu perusahaan menghasilkan dua macam produk yaitu Produk A dan B. dimana data
keuangannya sebagai berikut :
Pertanyaan :
a. BEP Total (Produk A dan B) ?
b. BEP (unit dan Rp) produk A dan BEP (unit dan Rp) produk B ?

Jawab :

Sales mix dalam satuan Rupiah (A: B) = Rp 200.000 : Rp 200.000 = 1 : 1.


Produk mix dalam satuan Unit (A: B) = 20.000 Unit : 8.000 Unit = 2,5 : 1.

BEP total (Rp)= Rp 240.000


Sales mix dalam satuan Rupiah (A: B) = 1 : 1.

Sales untuk Produk A =1/2 X Rp 240.000 = Rp 120.000


BEP Produk A ( Rp ) = Rp 120.000
BEP Produk A ( Unit ) = Rp 120.000/Rp 10/Unit = 12.000 Unit

Sales untuk Produk B =1/2 X Rp 240.000 = Rp 120.000


BEP Produk B ( Rp ) = Rp 120.000
BEP Produk B ( Unit ) = Rp 120.000/Rp 25/Unit = 4.800 Unit

Jadi Produk mix dalam satuan Unit (A: B) sesudah BEP = 12.000 Unit : 4.800 Unit = 2,5 : 1.
Sedangkan Produk mix dalam satuan Unit (A: B) sebelum BEP = 2,5 : 1.

Kesimpulan : Produk mix (Unit) sebelum dan sesudah BEP tetap konstan
BEP dalam multi produk tidak berarti bahwa :

 Masing-masing produk harus dalam keadaan BEP


 Dapat terjadi pada BEP total suatu perusahaan, suatu produk menderita keruggian dan
produk lain mendapatkan keuntungan, sehingga secara keseluruhan perusahaan tidak
mendapatkan keuntungan ataupun kerugian (BEP).
 Dari contoh diatas keuntungan dan kerugian dari kedua produk tersebut sebagai
berikut :

F. Aplikasi Manajerial dari Analisis Biaya-Volume-Laba

Analisis biaya-volume-laba (cost-volume-profit analysis-CVP analysis)


merupakan suatu alat yang sangat berguna untuk perencanaan danpengambilan
keputusan. Oleh karena analisis biaya-volume-laba (CVP) menekankan keterkaitan
antara biaya kuantitas yang terjual, dan harga,maka semua informasi keuangan
perusahaan terkandung di dalamnya.Analisis CVP dapat menjadi suatu alat yang
bermanfaat untuk mengidenifikasi cakupan dan besarnya kesulitan ekonomi yang
dihadapi suatu divisi dan membantu mencari pemecahannya.
Analisis CVP dapat juga mengatasi banyak isu lainnya, seperti jumlah unit
yang harus dijual untuk mencapai impas, dampak pengurangan biaya tetap terhadap
titik impas, dan dampak kenaikan harga terhadap laba. Selain itu, analisis CVP
memungkinkan para manajer untuk melakukan analisis sensitivitas dengan
mendampak dari berbagai tingkat harga atau biaya terhadap laba.

 Titik Impas dalam Unit


Untuk mengetahui bagaimana pendapatan, beban dan laba berperilaku ketika
volume berubah, dimulai dengan menentukan titik impas perusahaan dalam jumlah
unit yang terjual. Titik impas (break-even point) adalah titik di mana total pendapatan
sama dengan total biaya, titik di mana laba sama dengan nol. Untuk menemukan titik
impas dalam unit kita memfokuskan pada laba operasi. Pertama kita akan membahas
cara untuk menentukan titik impas, dan kemudian melihat bagaimana pendekatan kita
dapat dikembangkan untuk menentukan jumlah unit yang harus dijual guna
menghasilkan laba yang ditargetkan.

 Penggunaan Laba Operasi dalam Analisis CVP


Laporan laba rugi merupakan suatu alat yang berguna untuk
mengorganisasikan biaya biaya perusahaan ke dalam kategori tetap dan variabel.
Laporan laba rugi dapat dinyatakan sebagai persamaan berikut
Laba operasi = Pendapatan penjualan - Beban variabel - Beban tetap

Laba operasi (operating income) hanya mencakup pendapatan dan beban dari
operasional normal perusahaan. Net income menyatakan hasil dari laba operasi
dikurangi pajak penghasilan Setelah memiliki ukuran unit yang terjual dapat
dikembankan persamaan laba operasi dengan menyatakan pendapatan penjualan dan
beban variabel dalam jumlah unit dolar dan jumlah unit. Secara lebih spesifik,
pendapatan penjualan dinyatakan sebagai harga jual per unit dikali jumlah unit yang
terjual, dan total biaya variabel adalah biaya variabel per unit dikali jumlah unit yang
terjual. Dengan demikian, persamaan laba operasi menjadi:
Laba operasi = (Harga x Jumlah unit terjual) - (Biaya variabel per unit x Jumlah unit
terjual) -Total biaya tetap

 Jalan Pintas untuk Menghitung Unit Impas


Kredit dapat lebih cepat menghitung unit impas dengan memfokuskan pada
margin kontribusi. Margin kontribusi (contribusi again) adalah pendapatan penjualan
dikurangi total biaya variable. Pada impas, margin kontribusi sama dengan beban
tetap. Apabila kita mengganti margin kontribusi per unit untuk harga dikurangi biaya
variable per unit pada persamaan laba operasi dan memperoleh jumlah unit, maka kita
akan mendapatkan persamaan dasar impas sebagai berikut :
Jumlah unit = Biaya tetap/Margin kontribusi per unit atau Laba operasi = Laba
bersih/ (1- Tarif pajak)

Anda mungkin juga menyukai