Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN CEDERA KEPALA

A. Konsep Dasar Medis


1. Pengertian
Cedera kepala sudah menjadi masalah utama kesehatan masyarakat di
seluruh negara dan lebih dari dua per tiga dialami oleh negara berkembang
(Riyadina dan Suhardi, 2009)
Cedera kepala merupakan adanya pukulan atau benturan mendadak
pada kepala dengan atau tanpa kehilangan kesadaran (Wijaya & Putri,
2013).
Cedera otak sering terjadi karena trauma mekanik pada kepala yang
terjadi baik secara langsung atau tidak langsung yang kemudian dapat
berakibat kepada gangguan fungsi neurologis, fungsi fisik, kognitif,
psikososial, bersifat tempoer atau permanen (Nasution, 2014)
Jadi, cedera kepala adalah suatu masalah yang berada di otak yang
disebabkan oleh benturan keras yang tepat di kepala. Bisa berasal dari
benda tumpul atau tajam. Yang bisa berakibatkan kematian otak.
2. Etiologi
mekanisme cedera kepala meliputi cedera ekselerasi, deselerasi,
akselerasi-deselerasi, coup-countre coup, dan cedera rotasional.
a. Cedera akselerasi, terjadi jika objek bergerak menghantam kepala
yang tidak bergerak (mis, alat pemukul menghantam kepala atau
peluru yang ditembakan ke kepala)
b. Cedera deselerasi, terjadi jika kepala yang bergerak membentur obyek
diam, seperti pada kasus jatuh atau tabrakan mobil ketika kepala
membentur depan mobil.
c. Cedera akselerasi-deselerasi sering terjadi dalam kasus kecelakaan
kendraan bermotor dan kekerasan fisik
d. Cedera coup-counture coup terjadi jika kepala terbentur yang
menyebabkan otak bergerak dalam ruang kranial dan dengan kuat
mengenai area tulang tengkorak yang berlawanan serta area kepala
yang pertama kali terbentur. Sebagai contoh pasien di pukul di bagian
belakang kepala.
e. Cedera rotasional, terjadi jika pukulan/benturan menyebabkan otak
berputar dalam rongga tengkorak, yang mengakibatkan peregangan
atau robeknya neuron dalam sustansiaalba serta robeknya pembuluh
darah yang memfiksasi otak dengan bagian dalam rongga tengkorak.
(nanda nic-noc, 2015)
3. Patofisiologi
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa
dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir
seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan
oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan
menyebabkan gangguan fungsi. Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh
berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui proses metabolik anaerob
yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat,
hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat
metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.
Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat
ringannya dampak yang akan diberikan pada otak. Cedera primer, yang
terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada permukaan
otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi. Sebagai
akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi
serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi
hiperemi (peningkatan volume darah) pada area peningkatan permeabilitas
kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi
intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK).
Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi
hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi. Genneralli dan kawan-kawan
memperkenalkan cedera kepala “fokal” dan “menyebar” sebagai kategori
cedera kepala berat pada upaya untuk menggambarkan hasil yang lebih
khusus.
Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml /
menit / 100 gr. jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.
Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas
atypicalmyocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru.
Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T
dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan vebtrikel, takikardia. Akibat
adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana
penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan
berkontraksi . Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada
pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar.
4. Manifestasi Klinik
a. Nyeri yang menetap atau setempat.
b. Bengkak pada sekitar fraktur sampai pada fraktur kubah cranial.
c. Fraktur dasar tengkorak: hemorasi dari hidung, faring atau telinga dan
darah terlihat di bawah konjungtiva, memar diatas mastoid (tanda
battle), otoreaserebro spiral ( cairan cerebros piral keluar dari telinga ),
minoreaserebrospiral (les keluar dari hidung).
d. Laserasi atau kontusio otak ditandai oleh cairan spinal berdarah.
e. Penurunan kesadaran.
f. Pusing / berkunang-kunang.Absorbsi cepat les dan penurunan volume
intravaskuler
g. Peningkatan TIK
h. Dilatasi dan fiksasi pupil atau paralysis edkstremita.
i. Peningkatan TD, penurunan frek. Nadi, peningkatan pernafasan
5. Komplikasi
a. Epilepsi Pasca Trauma
Suatu kelainan dimana kejang terjadi beberapa waktu setelah otak
mengalami cidera karena benturan dikepala. Kejang bisa terjadi
setelah beberapa tahun kemudian setelah terjadinya cidera.
b. Afasia
Hilangnya kemampuan untuk menggunakan bahasa karena terjadinya
cedera pada area bahasa di otak. Penderita tidak mampu
memahami/mengekspresikan kata-kata. Bagian otak yang
mengendalikan fungsi bahasa adalah lobus temporalis sebelah kiri &
bagian lobus frontalis disebelahnya.
c. Apraksia
Ketidakmampuan untuk melakukan tugas yang memerlukan
ingatan/serangkaian gerakan. Bagian otak yang mengalami kerusakan
adalah lobus parietalis / lobus frontalis.
d. Agnosis
Suatu kelainan dimana penderita tidak mampu mengenali wajah yang
dulu dikenalnya dengan baik atau benda-benda umum(sendok,pensil).
Bagian otak yang mengalami kerusakan adalah lobus parietalis &
temporalis.
e. Amnesia
Hilangnya sebagian atau seluruh kemampuan untuk mengingat
peristiwa yang baru saja terjadi / peristiwa yang sudah lama berlalu .
Amnesia hanya berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam dan
akan menghilang dengan sendirinya. Pada cedera otak yang hebat,
amnesia bisa bersifat menetap. Bagian otak yang mengalami
kerusakan adalah lobus oksipitalis, lobus parietalis, lobus temporalis.
f. Kejang Pasca Trauma
Dapat segera terjadi(dalam 24 jam pertama), dini(minggu pertama),
atau lanjut(setelah satu minggu).
g. Defisit Neurologis & Psikologis
Tanda awal penurunan fungsi neurologis: Perubanhan tingkat
kesadaran, nyeri kepala hebat, mual/muntah proyektil(tanda dari
peningkatan TIK.
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Foto polos tengkorak (skull X-ray)
b. Angiografi serebral
c. Pemeriksaan MRI
d. CT scan : indikasi ct scan nteri kepala atau muntah-muntah, penurunan
GCS kebih 1 pont, adanya lateralisasi brakikardi (nadi<60x/menit),
fraktur impresi dengan lateralisasi yang tiak seusai, tidak ada
perubahan selama 3 hari perawatan dan luka tempbus akibat benda
tajam atau peluru. (Nanda Nic-Noc, 2015)
7. Penatalaksanaan
a. Stabilisasi kardiopulmoner mencakup prinsip-prinsip ABC (airway-
breating-circulation). Keadaan hipoksemia, hipoksmia, hipotensi,
anemia akan cenderung memperhebat peninggian TIK dan
menghasilkan prognosis yang lebih buruk.
b. Semua cedera kepala berat memerlukan tindakan intubasi pada
kesempatan pertama.
c. Pemeriksaan umum untuk mendeteksi berbagai macam cedera atau
gangguan-gangguan dibagian tubuh lainnya.
d. Pemeriksaan neurologis mencakup respons mata, motorik, verbal,
pemeriksaan pupil, refleks okulosefalik dan reflex okuloves
tubuler.penilaian neurologis kurang bermanfaat bila tekanan
darahpenderita rendah (syok)
e. Penanganan cedera-cedera dibagian lainnya
f. Pemberian pengobatan seperti: antiedemaserebri, anti kejang, dan
natrium bikarbonat
g. Tindakan pemeriksaan diagnostic seperti: sken temografi computer
otak, angiografi serebral dan lainnya.

B. Konsep Dasar Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas klien
Nama, umur, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, golongan darah,
pendidikan terakhir, agama, suku, status perkawinan, pekerjaan,
TB/BB, alamat

b. Identitas Penanggung jawab


Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, hubungan dengan klien,
pendidikan terakhir, pekerjaan, alamat.

c. Riwayat kesehatan :
Tingkat kesadaran/GCS (< 15), konvulsi, muntah, dispnea /
takipnea, sakit kepala, wajah simetris / tidak, lemah, luka di kepala,
paralise, akumulasi sekret pada saluran napas, adanya liquor dari
hidung dan telinga dan kejang

Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang


berhubungan dengan sistem persarafan maupun penyakit sistem
sistemik lainnya. demikian pula riwayat penyakit keluarga terutama
yang mempunyai penyakit menular.

Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien atau keluarga


sebagai data subyektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat
mempengaruhi prognosa klien.

d. Pengkajian persistem
1) Keadaan umum
2) Tingkat kesedaran : composmetis, apatis, somnolen, sopor, koma
3) TTV
4) Sistem Pernapasan
Perubahan pola napas, baik irama, kedalaman maupun frekuensi,
nafas bunyi ronchi.
5) Sistem Kardiovaskuler
Apabila terjadi peningkatan TIK, tekanan darah meningkat, denyut
nadi bradikardi kemudian takikardi.
6) Sistem Perkemihan
Inkotenensia, distensi kandung kemih
7) Sistem Gastrointestinal
Usus mengalami gangguan fungsi, mual/muntah dan mengalami
perubahan selera
8) SistemMuskuloskeletal
Kelemahan otot, deformasi
9) Sistem Persarafan
Gejala: kehilangan kesadaran, amnesia, vertigo, syncope, tinitus,
kehilangan pendengaran, perubahan penglihatan, gangguan
pengecapan .

Tanda: perubahan kesadaran sampai koma, perubahan status


mental, perubahan pupil, kehilangan pengindraan, kejang,
kehilangan sensasi sebagian tubuh.

2. Pathway
Cedera Kepala

Kulit kepala Tulang kepala jaringan otak

Kerusakan itegritas fraktur linier, fraktur kontusio menekan


Kulit comminited, fraktur medulla oblongata
Depressed, fraktur basis
nyeri akut Gangguan kesadaran,
TIK meningkat TTV, kelainan neurology

Respon fisiologis kemampuan batuk


Menuru, kurang mobilitas
Kerusakan sel otak fisik dan produksi secret

Gangguan autoregulasi rangsangan simpatis ketidakefektifan


Kebersihan jalan nafas
Aliran darah ke otak tekanan vaskuler
sistemik
O2 Ggn metabolisme
edema otak tekanan pembuluh darah
pulmonal naik
resiko ketidakefektifan
perfusi jaringan otak tekanan hidrostatik naik

kebocoran cairan kapiler

edema paru

curah jantung menurun

difusi O2 terhambat

ketidakefektifan pola
nafas

3. Diagnosa Keperawatan
a. ketidakefektifas pola nafas
b. resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
c. ketidakefektifan jalan nafas
d. perubahan pemenuhan nutrisi
4. intervensi
NO Diagnosa Tujuan dan Intervensi
Keperawatan Kriteria Hasil
1. Ketidakefektifan NOC NIC
pola napas 1. Respiratory status: Airway Management
ventilation 1. Monitor respirasi dan
2. Respiratory status: status O2 oxygen
airway patency therapy
3. Vital sign status 2. Monitor TD, nadi, RR
Kriteria Hasil: sebelum, selama dan
1. Menunjukan jalan napas setelah aktivitas
yang paten (klien tidak 3. Buka jalan napas,
terasa tercekik, irama gunakan teknik chin lift
napas, frekuensi atau jaw thrust bila
pernapasan dalam perlu
rentang normal, tidak 4. Keluarkan sekret
ada suara napas dengan batuk atau
abnormal) suction
2. Tanda-tanda vital dalam 5. Pertahankan jalan napas
rentang normal (tekanan yang paten
darah, nadi, pernapasan)

NO Diagnosa Tujuan dan Intervensi


Keperawatan Kriteria Hasil
2. Resiko NOC NIC
ketidakefektifan 1. Circulation status Peripheral Sensation
perfusi jaringan 2. Tissue prefusion:
otak cerebral Management
Kriteria Hasil: 1. Monitor adanya daerah
1. Mendemonstrasikan tertentu yang hanya
status sirkulasi yang
ditandai dengan: peka terhadap
2. Tekanan systole dan panas/dingin/tajam/tum
diastole dalam rentang
yang diharapkan pul/
3. Tidak ada 2. Instruksikan keluarga
ortostatikhipertensi
untuk mengobservasi
4. Tidak ada tanda-tanda
peningkatan tekanan kulit jika ada isi atau
intracranial (tidak lebih
laserasi
dari 15 mmHg)
3. Batasi gerakan pada
kepala, leher dan
punggung
4. Kolaborasi pemberian
analgetik

NO Diagnosa Tujuan dan Intervensi


Keperawatan Kriteria Hasil
3. Ketidakefektifan NOC NIC
bersihan jalan 1. Respiratory status: Airway suction
napas ventilation 1. Monitor status oksigen
2. Respiratory status: Airway pasien
patency 2. Monitor respirasi dan
Kriteria Hasil: status O2
1. Menunjukan jalan napas 3. Anjurkan pasien untuk
yang paten (klien tidak istirahat dan napas
terasa tercekik, irama napas, dalam setelah kateter
frekuensi pernapasan dalam dikeluarkan dari
rentang normal, tidak ada nasotrakeal
suara napas abnormal) 4. Ajarkan keluarga
2. Mampu mengidentifikasi bagaimana cara
dan mencegah faktor yang melakukan suction
dapat menghambat jalan 5. Buka jalan napas,
napas gunakan teknik chin lift
atau juw thrust bila
perlu
6. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan
ventilasi
7. Keluarkan sekret
dengan batuk atau
section
DAFTAR PUSTAKA

Wijaya, Andra saferi dan putri, yessie mariza.2013.KMB2.Yogyakarta:nuha medika


Hokason. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 Buku 3. Elsevier
Hernanta,Iyan. 2013. Ilmu Kedokteran Lengkap Tentang Neurosains. Yogyakarta. D-
Medika
Ariani, T,A. 2012. Sistem Neurobehavior. Jakarta selatan: salemba medika
Brunner and suddarth. 2011. Keperawatan medikal bedah. Jakarta :kedokteran EGC
Nurarif, Amin Huda. 2015. Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Media
Nanda Nic-Noc. Yokyakarta. MediAction
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/article/viewFile/14739/14308
http://digilib.unmuhjember.ac.id/files/disk1/67/umj-1x-destyyurit-3312-1-jurnalf-
x.pdf
https://www.scribd.com/doc/61860406/ASKEP-CIDERA-KEPALA

Anda mungkin juga menyukai