Anda di halaman 1dari 39

PENGARUH PENGARUH KONSENTRASI PEWARNA TEKSTIL

WANTEX MERAH TERHADAP FREKUENSI PINDAH SILANG


(CROSSING OVER) PADA LALAT BUAH (Drosophila melanogaster)
PERSILANGAN STRAIN N dan bcl.

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Genetika 2

yang dibina oleh Prof. Dr. Siti Zubaidah, M.Pd dan Andik Wijayanto, S.Si, M.Si.

Disusun Oleh:

Kelompok 12

Offering C / S1 Pendidikan Biologi

Nanda Choirun Nisa Z.M 160341606088

Zahra zu lina 160341606029

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN BIOLOGI
November 2018
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar belakang.
Wantex merupakan salah satu pewarna sintetis tekstil yang
mengandung bahan/zat yang sangat berbahaya bila masuk ke dalam tubuh.
Sumarlin, La Ode (2009) menyatakan bahwa penggunaan pewarna sintetis
tekstil dalam makanan dapat memungkinkan terjadinya toksisitas, kanker,
deformasi dan lain-lain. Salah satu pewarna wantex yang sering digunakan
dalam makanan adalah wantex warna merah. Wantex warna merah ini
mengandung Rhodamin B. Rhodamin B berbentuk serbuk merah keunguan
yang mudah larut dalam air dengan warna warna merah unguan dan
berflourensi kuat. (Info POM, 2008).
Pindah silang atau crosing over adalah proses penukaran segmen dari
kromatid-kromatid bukan kakak beradik (non-sister chromatids) dari sepasang
kromosom homolog (Suryo, 2008). Pindah silang juga dapat melibatkan
kromatid sesaudara, namun sulit untuk dideteksi karena biasanya bersifat
identik (Gardner, 1991). Menurut Suryo (2008), nilai pindah silang tidak akan
melebihi 50%, atau bahkan kurang dari 50%, itu dikarenakan beberapa alasan
yaitu hanya dua dari empat kromatid saja yang ikut mengambil bagian pada
peristiwa pindah silang dan pindah silang ganda akan mengurangi banyaknya
tipe rekombinasi yang dihasilkan. Terbentuknya individu rekombinan tersebut
dapat menyebabkan terjadinya penyimpangan rasio hasil persilangan (F2) dari
Hukum Mendel II.
Penelitian lain juga dilakukan oleh Falya (2010) tentang pengaruh
Rhodamin dilakukan dengan menggunakan mencit, hasilnya ada nekrosis pada
sel hati dan ginjal mencit. Pindah silang juga dipengaruhi oleh faktor eksternal
misalnya zat-zat kimia yang masuk di dalam tubuh. Salah satu zat kimia
tersebut adalah pewarna sintetis pada makanan (Peters, 2007). Fenomena
pindah silang menghasilkan penemuan-penemuan dan laporan-laporan baru
yang berhubungan dengan peristiwa pindah silang pada Drosophila
melanogaster. Beberapa gen, seperti mei-9 (Peters, 2007). mei-41, c(3) G, mei-
W68, mei-352, serta mei-218 merupakan gen-gen yang mengkodekan protein
esensial dalam peristiwa pindah silang pada Drosophila (Hemmer L. W.,
Blumenstiel J. P.,.2016) . Gen mei-217 juga terlibat dalam peristiwa pindah
silang. menyertakan gen c(2) M, serta mei-P26 dalam publikasinya mengenai
gen yang turut meregulasi peristiwa pindah silang yang terjadi di Drosophila
(Anderson, 2005).
Penelitian tentang pengaruh wantex terhadap tubuh perlu diteliti lebih
jauh, yaitu yang terkait dengan proses ekspresi gennya. Maka peneliti
menggunakan lalat buah Drosophila melanogaster sebagai objek uji dalam
penelitian tentang pengaruh wantex pada tubuh. Alasan lain penggunaan
D.melanogaster adalah karena hal-hal berikut: 1) Muda dikawinkan dan
berkembang biak 2) pengaruh gen yang merugikan akan nampak dengan mudah
setelah beberapa generasi 3) jumlah kromosom di dalam inti sel lalat kecil,
sehingga kemungkinan adanya gen-gen yang terangkai sangat besar (Suryo,
2010).
Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas, maka peneliti ingin
melakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui “PENGARUH
KONSENTRASI PEWARNA TEKSTIL WANTEX MERAH
TERHADAP FREKUENSI PINDAH SILANG (CROSSING OVER)
PADA LALAT BUAH (Drosophila melanogaster) PERSILANGAN
STRAIN N dan bcl.
2. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat diambil rumusan masalah sebagai
berikut.
a. Bagaimana pengaruh konsentrasi pewarna tekstil wantex merah (0%,
0.3%, 0.9%, 1.2 %, 1.5%, ) pada frekuensi F2 crossing over persilangan
strain bcl ♂ >< N♀?
3. Tujuan penelitian.
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka dapat dikemukakan beberapa
tujuan sebagai berikut.
a. Mengetahui pengaruh konsentrasi pewarna tekstil wantex merah (0%,
0.3%, 0.6 %, 0.9 %, 1.2 %, 1.5 %) pada frekuensi F2 crossing over
persilangan strain bcl ♂ >< N♀.
4. Kegunaan penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa kegunaan antara lain
Bagi Mahasiswa
a. Menjadi dasar penelitian lebih lanjut mengenai fenomena pindah silang
(crossing over).
b. Memberikan informasi dan pemahaman kepada mahasiswa tentang
pengaruh wantex pada persilangan D. melanogaster.
c. Memberikan pengetahuan dan informasi kepada mahasiswa mengenai
kemungkinan terjadinya fenomena pindah silang pada persilangan
D.melanogaster strain N♂ >< bcl ♀.
Bagi Pembaca
a. Menjadi dasar penelitian lebih lanjut mengenai fenomena pindah silang
(crossing over).
b. Memberikan informasi dan pemahaman kepada pembaca tentang
pengaruh wantex pada persilangan D. melanogaster.
Bagi peneliti
a. Mengembangkan ilmu genetika dengan melakukan penerapan teori
melalui praktikum proyek D. melanogaster.
b. Memberikan informasi serta bukti tentang pengaruh wantex pada
persilangan strain bcl ♂ >< N ♀.
c. Memberikan pemahaman tentang pengaruh wantex pada persilangan D.
melanogaster.
d. Memberikan informasi mengenai fenotip yang dihasilkan pada
persilangan D. melanogaster strain bcl ♂ >< N ♀.
e. Memberikan informasi mengenai fenomena pindah silang (crossing
over) pada persilangan D. melanogaster strain bcl ♂ >< N♀.
f. Mengetahui frekuensi pindah silang pada persilangan D. melanogaster
strain bcl ♂ >< N♀.
5. Asumsi penelitian
a. Semua faktor lingkungan seperti suhu, intensitas cahaya, kelembapan, dan
tempat pembiakan dianggap sama.
b. Semua perlakuan yang dilakukan pada setiap ulangan persilangan selama
proses penelitian dianggap tidak sama, hal ini disebabkan karena ada
perbedaan konsentrasi yaitu: 0%, 0.3%, 0.6%, 0.9 %, 1.2 %, dan 1.5 %.
c. Pengambilan data pada hasil persilangan D. melanogaster strain bcl ♂ ><
N ♀ untuk F2 didasarkan pada warna tubuh, bentuk sayap,dan jumlah
anakan hasil persilangan.
d. Umur dan kondisi D. melanogaster yang digunakan dalam penelitian
dianggap sama.
6. Batasan masalah
a. fenotip yang diamati adalah warna tubuh, dan bentuk sayap,warna mata.
b. strain yang digunakan adalah N dan bcl
c. pewarna sintetik yang digunakan adalah pewarna pakaian dengan merek
dagang wantex merah
d. konsentrasi wantex merah yang digunakan dalam penelitian adalah 0%, 0.3
%, 0.6 %, 0.9 %, 1.2 %, dan 1,5%.
7. Definisi operasional.
a. Genotip adalah keseluruhan jumlah informasi genetik yang terkandung
pada suatu makhluk hidup ataupun konstitusi genetik dari suatu makhluk
hidup dalam hubungannya dengan satu atau beberapa lokus gen yang
sedang menjadi perhatian (Ayala, 1984 dalam Correbima, 2013; 36).
b. Fenotip adalah karakter – karakter yang dapat diamati pada suatu individu
(yang merupakan hasil interaksi antara genotip dan lingkungan tempat
hidup dan berkembang) (Ayala 1984 dalam Correbima, 2013; 36).
c. Strain adalah suatu kelompok intraspesifik yang hanya memiliki satu atau
sejumlah kecil ciri yang berbeda, biasanya secara genetik dalam keadaan
homozigot untuk ciri – ciri tersebut (Indayati, 1999 dalam Muliati, 2000).
d. Pindah silang adalah proses penukaran segmen dari kromatid-kromatid
bukan kakak beradik (non-sister chromatids) dari sepasang kromosom
homolog (Ayala, 1984 dalam Correbima, 2013; 36) .
e. Tipe rekombinan adalah tipe turunan yang bukan tipe parental yang muncul
akibat perubahan posisi faktor gen tertentu dari suatu kromosom ke
pasangan homolognya karena pertukaran bagian- bagian kromosom (Ayala,
1984 dalam Correbima, 2013; 36) .
f. Frekuensi pindah silang , Frekuensi pindah silang adalah tingkat jumlah
terjadinya peristiwa pindah silang (crossing over ) dalam satu waktu .
(Ayala, 1984 dalam Correbima, 2013; 36) .
g. Pewarna sintetik adalah salah satu zat pewarna sintetik yang biasa
digunakan pada industri tekstil dan kertas. (Ayala, 1984 dalam Correbima,
2013; 36) .
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
1. Sistematika Droshophila
Drosophila melanogaster adalah suatu serangga kecil dengan panjang
dua sampai lima milimeter dan komunitasnya sering kita temukan di sekitar
buah yang rusak/busuk. Drosophila melanogaster seringkali digunakan dalam
penelitian biologi terutama dalam perkembangan ilmu genetika. Ada beberapa
alasan Drosophila melanogaster dijadikan sebagai model organisme yaitu
karena Drosophila melanogaster ukuran tubuhnya kecil,mudah ditangani dan
mudah dipahami, praktis, siklus hidup singkat yaitu hanya dua minggu, murah
dan mudah dipelihara dalam jumlah besar, mudah berkembangbiak dengan
jumlah anak banyak, beberapa mutan mudah diuraikan (Yatim, 1995).
Klasifikasi Drosophila melanogaster
Menurut Balqis (1995) lalat buah diklasifikaskan sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Order : Diptera
Sub Order : Cyclorrhapha
Family : Drosophilidae Gambar 2.1 Drosophila
melanogaster
Genus : Drosophila
Sumber: Yatim, 1995
Species : Drosophila
melanogaster

Menurut Suryo (2010) pada Drosophila melanogaster selain dari


keadaan normal (N) ditemukan ada beberapa strain yang merupakan hasil
mutasi dan menghasilkan mutan-mutan yang berbeda dari keadaan
normalnya. Perbedaan tersebut terutama terkait dengan warna mata, bentuk
mata, dan bentuk sayap.Drosophila melanogaster strain N (wild type) memiliki
bentuk mata bulat, warna mata merah, warna tubuh kuning kecoklatan, ukuran
sayap menutupi seluruh tubuh.
Drossophilla melanogaster strain bcl terjadi mutasi pada gen b (kromosom II,
lokus 48.5) (kromosom II, lokus 16.5) menyebabkan warna tubuhnya hitam dan
matanya bewarna cokelat (Sinnot, 1958).

Gambar 2.2 Peta Kromosom pada Drosophila melanogaster


Sumber: (Ayala , 1984)
2. Pewarna Tekstil wanteks.
Wantex adalah pewarna sintesis untuk pewarna pakaian. Berdasarkan
rumus kimianya, zat warna sintetis dalam makanan menurut “Joint FAO/WHO
Expert Committee on Food Additives” (JECFA) dapat digolongkan dalam
beberapa kelas, yaitu : azo, triarilmetana, quinolin, xanten dan indigoid
(Siswati, 2006).
Rhodamin B merupakan zat pewarna sintetis berbentuk serbuk kristal berwarna
kehijauan, dalam bentuk larutan pada konsentrasi tinggi berwarna merah
keunguan dan konsentrasi rendah berwarna merah terang. Termasuk golongan
pewarna xanthenes basa, dan terbuat dari meta-dietilaminofenol dan ftalik
anhidrid, suatu bahan yang tidak bisa dimakan serta sangat berfluoresensi
(Rothwell, 1983).
Rhodamin B digunakan sebagai pewarna kertas, kapas, wool, serat kulit
kayu, nilon, sabun dan industri tekstil sebagai pewarna bahan kain atau pakaian
dan dalam laboratorium digunakan sebagai pereaksi (reagensia) untuk
identifikasi plumbum, bismuth, kobalt, merkuri (Cu), mangan (Mg), thalium
(Th) dan sebagai bahan uji pencemaran air. bahan pewarna kertas sehingga
dihasilkan warna-warna kertas yang menarik. Sayangnya zat yang seharusnya
digunakan sebagai pewarna tekstil dan kertas tersebut digunakan pula sebagai
pewarna makanan (Siswati, 2006).

Gambar 2.3 Struktur Kimia Rhodamine


Sumber: Siswati, 2006.
Di dalam struktur Rhodamin B terdapat ikatan dengan senyawa klorin
(Cl) dimana atom klorin tergolong sebagai senyawa halogen dan sifat halogen
yang berada di dalam senyawa organik sangat berbahaya dan memiliki
reaktivitas yang tinggi untuk mencapai kestabilan dalam tubuh dengan cara
berikatan terhadap senyawa-senyawa di dalam tubuh yang menimbulkan efek
toksik dan memicu kanker (Kusmayadi dan Sukandar 2009).
Menurut Luthana (2008) unsur Cl dapat menyebabkan gangguan
sintesis protein, dapat bereaksi dengan asam nukleat, purin dan pirimidin,
sehingga dapat mengganggu regulasi gen, menginduksi asam
deoksirilbonukleat (DNA) dengan diiringi kehilangan kemampuan DNA-
transforming, serta menjadi penyebab timbulnya penyimpangan kromosom.
Dalam struktur Rhodamin B juga terdapat ikatan dengan senyawa klorin (Cl)
di mana atom klorin tergolong sebagai senyawa halogen dan bersifat berbahaya
apabila terdapat di dalam tubuh makhluk hidup dapat memicu kanker (Mcheck,
2013).
Efek negatif lainnya adalah menyebabkan gangguan fungsi hati atau
bahkan bisa menyebabkan timbulnya kanker hati. Beberapa penelitian telah
membuktikan bahwa zat pewarna tersebut memang berbahaya bila digunakan
pada makanan. Hasil suatu penelitian menyebutkan bahwa pada uji terhadap
mencit, Rhodamine B menyebabkan terjadinya perubahan sel hati dari normal
menjadi nekrosis dan jaringan di sekitarnya mengalami disintegrasi. Kerusakan
pada jaringan hati ditandai dengan adanya piknotik (sel yang melakukan
pinositosis) dan hiperkromatik dari nukleus, degenerasi lemak dan sitolisis dari
sitoplasma. Dalam analisis yang menggunakan metode destruksi yang
kemudian diikuti dengan analisis metode spektrofometri, diketahui bahwa sifat
racun Rhodamine B tidak hanya disebabkan oleh senyawa organik saja tetapi
juga oleh kontaminasi senyawa anorganik terutama timbal dan arsen.
Keberadaan kedua unsur tersebut menyebabkan Rhodamine B berbahaya jika
digunakan sebagai pewarna pada makanan, obat maupun kosmetik sekalipun
(Siswati, 2006).
Terdapat pula senyawa Alkilating (CH3-CH3 ) dan bentuk struktur
kimia yang poli aromatik hidrokarbon (PAH) dimana bentuk senyawa tersebut
bersifat sangat radikal, menjadi bentuk metabolit yang reaktif setelah
mengalami aktivasi dengan enzim sitokrom P-450. Bentuk radikal ini akan
berikatan dengan protein, lemak dan DNA. (PAH) dimana bentuk senyawa
tersebut bersifat sangat radikal dan menjadi bentuk metabolit yang reaktif
setelah mengalami aktivasi oleh enzim sitokrom P-450. Bentuk radikal ini akan
berikatan dengan protein, lemak dan DNA sehingga menyebabkan tidak
terjadinya pindah silang. t senyawa poli aromatik hidrokarbon (PAH) yang
merupakan radikal bebas juga akan berikatan dengan atom H yang ada di DNA
yang secara langsung akan merubah komposisi dari DNA sehingga DNA
mengalami kerusakan dan menyebabkan fungsi dari DNA tersebut terganggu
(Poedjiadi ,2006).
3. CO (crossing over).
Pindah silang (crossing over) adalah peristiwa pertukaran bagian-
bagian antara kromosom-kromosom homolog (Corebima, 2013), sedangkan
menurut Suryo (2008), pindah silang atau crossing over merupakan proses
penukaran segmen dari kromatid-kromatid bukan kakak beradik (nonsister
chromatids) dari sepasang kromosom homolog.
Menurut Gardner (1991) peristiwa pindah silang terjadi selama sinapsis
dari kromosom-kromosom homolog pada saat zygoten dan pachiten dari
profase pada meiosis I, Champbell (2008) juga menjelaskan bahwa pindah
silang terjadi selama profase meiosis I.
Proses pindah silang dimulai Tahapan pembelahan meiosis terdiri atas
meiosis I dan meiosis II, masing-masing dengan tahap profase, metafase,
anafase dan telofase. Meiosis I adalah tahap reduksi kromosom. Tahap
profase I (fase terlama meiosis), dibagi lagi menjadi beberapa tahap: 1)
Leptoten Kromatin memadat membentuk kromosom. 2) Zigoten yaitu
Kromosom homolog saling berdekatan dan menempel (sinapsis). Sentrosom
membelah menjadi 2 sentriol, kemudian menuju kutub yang berlawanan. 3)
Pakiten yaitu Kromosom homolog saling menempel membentuk struktur
tetrad/bivalen dan mengganda. Pindah silang (crossing over) gen pada
kromosom homolog terjadi pada kiasma, yaitu bagian lengan dua kromosom
yang saling menempel . kiasma memperlihatkan konfigurasi yang
menyilang.Tiap silangan itu diinterpretasikan sebagai chiasma yang berarti
telah terjadi suatu pemutusan dan penyambungan kembali, yang diikuti
pertukaran resiprok antara kedua kromatid di dalam bentukan bivalen (satu
kromatid bersifat paternal, sedangkan yang lain bersifat maternal) Rothwell
(1983).
Kompleks sinaptonemal , kromosom-kromosom yang berpasangan di
saat profase meiosis sering Saat profase I, kromosom homolog membentuk
pasangan yang disebut sinapsis dengan bantuan protein pada kompleks
sinaptonemal. Kompleks protein yang amat besar, disebut modul rekombinasi
(diameternya kira-kira 90 nm) terjadi pada setiap jarak tertentu di sepanjang
kompleks sinaptonemal. Masing-masing modul rekombinasi itu diduga
berfungsi sebagai “mesin rekombinasi” multienzim yang mempengaruhi
sinapsis dan rekombinasi Champbell (2008).
Drosophila melanogaster jantan memiliki jumlah SC yang sedikit, hal
Ini bertepatan dengan fakta bahwa pada Drosophila melanogaster jantan tidak
pernah terjadi fenomena rekombinasi genetik.Beberapa protein SC dalam D.
melanogaster telah diidentifikasi dan dicirikan. Berdasarkan studi terbaru
menunjukkan bahwa synaptonemal complex (SC) yang dimiliki oleh
Drosophila melanogaster betina memiliki struktur yang serupa dengan SC
pada eukariota lainnya (Von, 1984).
Synaptonemal Complex (SC) terdiri dari tiga bagian utama pada
kebanyakan eukariota yaitu Lateral Element (LEs), Transverse Filament (TFs),
dan Central Element (CE) (Rasmusse, 1973). Menurut Collins, (2014)
menyatakan bahwa Synaptonemal complex pada Drosophila melanogaster
tersusun dari 5 protein yaitu gen C(3)G, gen C(2)M, gen ORD, gen CONA, dan
gen Corolla yang memiliki struktur dan fungsi spesifik di dalam satu susunan
tripartit.
Gambar 2.4 Susunan tripartit synaptonemal complex
(Sumber : Hemmer, 2016)
C(3)G , satu-satunya protein TFs Drosophila yang telah diketahui.
Seperti protein lainnya, ia memiliki domain N-terminal dan C-terminal yang
berbentuk bulat dan sebuah domain inti melingkar internal (Page, 2004).
Molekul gen c(3)G, yang ketiadaannya menguraikan pembentukan kompleks
synaptonemal, C(3)G diperlukan untuk synapsis, konversi DSB menjadi
crossover dan mungkin konversi gen (Page, 2004). C(2)M, merupakan
komponen LEs dan bertanggung jawab atas pembentukan bagian penting suatu
kromosom, perbaikan DSB meiosis, dan perakitan CE kontinu (Anderson,
2005). ORD, protein yang menyusun LEs .ORD memiliki fungsi melokalisasi
lengan kromosom selama awal profase I yakni diperlukan untuk pemisahan
kromosom, pemuatan kompleks kohesi pada sumbu kromosom, rekombinasi
meiotik normal, dan stabilitas SC. Hal tersebut menunjukkan bahwa ORD
menekan pertukaran kromatid sesaudara (Webber, 2004). CONA, adalah
protein mirip pilar yang sejajar di luar CE padat.CONA mempromosikan
pematangan DSB menjadi crossover dan synapsis tidak terjadi pada mutan cona
(Page, 2004). Selain itu, CONA keduanya bekerja sama dengan C(3)G dan
menstabilkan polikompleks C(3)G (Page, 2004). Corolla, CE dibentuk oleh
dua protein lain yaitu corona dan corolla. Corona, yang biasa disebut CONA.
Corolla juga dilokalisasi di dalam CE dan berinteraksi dengan CONA (Collins,
2014).Semua protein ini memiliki peran eksklusif untuk meiosis betina kecuali
ORD, yang juga berfungsi dalam kohesi antar kromatid sesaudara pada Meiosis
I dan II dan diperlukan untuk gametogenesis pada kedua jenis kelamin
Drosophila (Mason, 1976).
Pada dasarnya ATP digunakan individu dewasa untuk perbaikan
kerusakan DNA yang akan mengkode pembentukan enzim-enzim yang
berperan saat terjadi pembelahan Ketika pindah silang terjadi, ada beberapa gen
dan protein yang terlibat yaitu protein synaptonemal complex dan spo11 serta
gen mus309, gen MSH4, dan gen MSH5 ( Lewin,2004).
Nilai pindah silang , Telah kita ketahui dalam penjelasan sebelumnya
bahwa fenomena pindah silang menghasilkan dua jenis keturunan, yaitu tipe
parental dan tipe rekombinan. Perbandingan jumlah turunan keduanya dapat
dilihat dengan cara menghitung nilai (persentase) pada turunan rekombinan.
Besarnya nilai pindah silang dapat kita tentukan dari perbandingan jumlah
individu rekombinan dengan semua individu turunan dikali 100%. Biasanya
jumlah perbandingan antara individu tipe parental dengan individu rekombinan
terdapat perbedaan yang cukup jauh Suryo (2010),.
Menurut Suryo (2010), nilai pindah silang tidak akan melebihi 50%, atau
bahkan kurang dari 50%, itu dikarenakan beberapa alasan yaitu:
- Hanya dua dari empat kromatid saja yang ikut mengambil bagian pada
peristiwa pindah silang.
- Pindah silang ganda akan mengurangi banyaknya tipe rekombinasi yang
dihasilkan.
- Penghitungan nilai pindah silang dapat dihitung dengan rumus :
Frekuensi turunan tipe rekombinan

=  rekombinan X 100 %
 parental   rekombinan
Frekuensi tipe parental

=  totalparental x100%
 total(rekombinan  parental )
Faktor yang mempengaruhi Crossing over. Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi peristiwa pindah silang menurut Suryo (2008),
kemungkinannya dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti: (1) Temperatur
yang melebihi atau kurang dari temperatur biasa dapat memperbesar
kemungkinan terjadinya pindah silang. (2) Makin tua umur suatu individu,
makin kurang mengalami pindah silang. (3) Zat kimia tertentu dapat
memperbesar kemungkinan pindah silang. (4) Penyinaran dengan sinar-X dapat
memperbesar kemungkinan pindah silang. (5) Jarak antara gen-gen yang
terangkai. Makin jauh letak satu gen dengan gen lainnya, makin besar
kemungkinan terjadinya pindah silang.(6) Pada umumnya pindah silang
dijumpai pada makhluk hidup betina maupun jantan. Namun demikian ada
perkecualian, yaitu pada ulat sutera (Bombix mori) yang betina tidak pernah
terjadi pindah silang.
4. Pengaruh pewarna terhadap CO.
Konsentrasi pewarna wantex berpengaruh terhadap frekuensi pindah
silang, maka senyawa yang terkandung dalam pewarna wantex yang termakan
oleh D. melanogaster akan menyerang gen-gen pengkode protein
synaptonemal complex. Oleh sebab itu, terjadi gangguan yang menurunkan
frekuensi pindah silang. Selain itu, apabila gugus H pada gen-gen pengkode
protein synaptonemal complex berikatan dengan gugus N maka gen gen
tersebut tidak akan terekspresikan menjadi protein synaptonemal complex yang
secara otomatis akan mempengaruhi terjadinya proses pindah silang (Adrian,
1973).
ATP digunakan untuk perbaikan kerusakan DNA yang akan mengkode
pembentukan enzim-enzim yang berperan saat terjadi pembelahan Ketika
pindah silang terjadi, ada beberapa gen dan protein yang terlibat yaitu protein
synaptonemal complex dan spo11 serta gen mus309, gen MSH4, dan gen
MSH5. Jika konsentrasi berpengaruh terhadap frekuensi pindah silang, maka
senyawa yang terkandung dalam pewarna wantex yang termakan oleh D.
melanogaster akan menyerang gen-gen pengkode protein synaptonemal
complex. Oleh sebab itu, terjadi gangguan yang menurunkan frekuensi pindah
silang. Selain itu, apabila gugus H pada gen-gen pengkode protein
synaptonemal complex berikatan dengan gugus N maka gen gen tersebut tidak
akan terekspresikan menjadi protein synaptonemal complex yang secara
otomatis akan mempengaruhi terjadinya proses pindah silang (Adrian, 1973).
5. Kerangka konseptual

Pindah silang adalah pemotongan kromosom dan penyambungan kembali


yang terjadi pada Drosopila melanogaster selama profase meiosis I, dimana
dalam proses tersebut terjadi pertukaran gen

Peristiwa pindah silang (crossing over) dipengaruhi oleh beberapa hal baik
dari faktor luar maupun faktor dalam

Faktor Eksternal : Faktor Internal:


Zat kimia : Pewarna sintetis Macam Strain (N, dan bcl)
(Wantex) warna merah dengan
konsentrasi 0%; 0.3 %; 0.6 %; 0.9 Jarak antar gen
%; 1.2 %, 1.5 %)

Persilangan Drosophila melanogaster ♂bcl >< ♀N dengan masing-masing


konsentrasi Wantex warna merah dengan konsentrasi (0%; 0.3 %; 0.6 %; 0.9
%; 1.2 %, 1.5 %)
Muncul fenotip tipe rekombinan dan parental pada F2 dari persilangan
Drosophila melanogaster ♂ bcl >< ♀ N

Frekuensi pindah silang (crossing over) pada persilangan


D.melanogaster ♂ bcl >< ♀ N

6. Hipotesis
Ada pengaruh pemberian pewarna sintetis wantex (0%; 0.3 %; 0.6 %; 0.9 %;
1.2 %, 1.5 %) terhadap frekuensi pindah silang (crossing over) pada persilangan
Drosophila melanogaster ♂bcl >< ♀ N.
BAB III
METODE PENELITIAN
1. Rancangan penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental karena memberikan
perlakuan pada objek penelitian. Penelitian ini dilakukan dengan menyilangkan
D. melanogaster strain N dan bcl masing-masing sebanyak 4 kali ulangan
untuk memperoleh data F1. Pengambilan data dilakukan secara langsung
dengan menghitung dan mencatat semua fenotip yang muncul pada F2. Dari
penelitian ini dapat diketahui pengaruh pemberian wantex terhadap fenotip
yang muncul pada F1 maupun F2 terkait dengan fenomena crossing over.
2. Waktu dan tempat penelitian
Penelitian dilakukan di di Laboratorium Genetika Jurusan Biologi
FMIPA UM, mulai bulan Agustus sampai Desember 2018.
3. Populasi dan sampel
a. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah Drosophila melanogaster strain N
dan bcl yang dibiakkan di Laboratorium Genetika Jurusan Biologi FMIPA
UM.
b. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah Drosophila melanogaster starin N
dan bcl yang terisolasi di Laboratorium Genetika Jurusan Biologi FMIPA
UM.
4. Instrumen penelitian
Instrumen dalam penelitian ini mempersiapkan alat dan bahan yang
akan digunakan dalam penelitian.
Tabel 3.1 Tabel alat dan bahan .
No. Alat Fungsi Bahan
1. Pisau Memotong pisang. Kain kassa
2. Blender Menghaluskan Tisu
meidum medium
3. Panci Memasak medium Plastik

4. Selang Mengampul pupa Kertas pupasi


ampulan lalat
5. Selang Menyedot lalat Spons
sedotan
6. Kompor Memasak medium Kertas label
gas
7. Botol selai Mengembangbiaka Pisang Rajamala
n lalat
8. Timbangan Menimbang bahan Gula merah
medium
9. Sendok Mengambil Tape singkong
medium
10. Kuas Mengambil pupa Yeast

11. Pengaduk Mengaduk medium D.melanogaster strain N


kayu dan bcl
12. Gunting Memotong selang Pewarna Wantex merah
13. Spidol Menulis jumlah
14. Neraca Menimbang warna
Analitik wantex
15. Mikroskop Pengamatan
fenotip
5. Prosedur kerja
1. Pengamatan Fenotip
a. Menyiapkan mikroskop stereo
b. Mengeluarkan dari botol satu ekor jantan dan saru ekor betina
Drosophila melanogaster strain N dan bcl.
c. Memasukan ke dalam plastik.
d. Mengamati fenotip Drosophila melanogaster di bawah mikroskop.
e. Menggambar dan mencatat hasil amatan.
2. Pembuatan Medium
a. Menimbang bahan-bahan medium, yaitu : pisang rajamala, tape
singkong, gula merah dengan perbandingan 7:2:1 (untuk satu resep).
b. Mengiris pisang rajamala, tape singkong dan gula merah menjadi kecil-
kecil.
c. Memblender pisang dan tape hingga halus.
d. Memasak semua bahan yang telah dihaluskan selama 45 menit di atas
api dengan menambah air secukupnya (hingga tidak terlalu encer dan
tidak terlalu pekat).
e. Memasukkan gula merah dan terus diaduk.
f. Mematikan kompor dan memasukkan medium ke dalam botol selai
dengan volume sekitar seperempat bagian botol selai dalam keadaan
panas dan menutupnya dengan spons.
g. Membiarkan medium dingin dengan merendam botol pada air yang
diberi es batu.
h. Menambahkan kurang lebih 3 butir yeast ke dalam botol berisi medium.
i. Memasukkan kertas pupasi dan menutup botol kembali.
j. Untuk pembuatan medium perlakuan yaitu (0%; 0.3 %; 0.6 %; 0.9 %;
1.2 %, 1.5 %)
k. Pembuatan medium kontrol (0%) yaitu tanpa ada wantex warna merah,
medium 0.3% yaitu mencampurkan 0.15 gram wantex warna merah
dalam 50 gram medium, 0.6% yaitu mencampurkan 0.3 gram wantex
warna merah dalam 50 gram medium, 0.9% yaitu mencampurkan 0.45
gram wantex warna merah dalam 50 gram medium, 1.2% yaitu 0.6 gram
wantex warna merah dalam 50 gram medium, dan 1.5 % yaitu
mencampurkan 0.75 gram wantex warna merah dalam 50 gram medium.
3. Peremajaan Stok
a. Menyiapkan beberapa botol selai yang berisi medium baru dan telah
diberi yeast dan beserta kertas pupasi.
b. Memindahkan lalat dari masing-masing strain dari masing-masing stok
ke botol selai yang berbeda pada medium baru menggunakan selang
plastik.
c. Mengamati perkembangannya, jika muncul pupa warna hitam maka
dilakukan pengampulan untuk melakukan persilangan.
4. Pengampulan Stok
a. Pupa dari masing-masing strain yang sudah hitam diambil dengan
menggunakan kuas.
b. Memasukkan pupa tersebut ke dalam selang plastik kecil.
c. Mengisi sebagian tempat dengan irisan kecil pisang serta menutupnya
dengan potongan gabus.
d. Masing-masing selang diberi label nama strain maupun tanggal
mengampul.
e. Menunggu ampulan sampai menetas dan lalat siap untuk disilangkan.
Umur lalat dalam ampulan maksimal tiga hari untuk persilangan.
5. Persilangan P1
a. Menyiapkan botol yang berisi medium , yeast, dan kertas pupasi sesuai
jumlah persilangan dan ulangannya.
b. Menyilangkan Drosophila melanogaster hasil ampulan strain ♀N ><
♂bcl.
c. Memberi label tanggal persilangan dan jenis persilangannya.
d. Membuat ulangan sebanyak 4 kali untuk setiap persilangan.
e. Melepas induk jantan setelah persilangan berumur dua hari.
f. Menunggu munculnya pupa . Perlakuan hanya sampai botol A
g. Mengampul anakan F1.
h. Mencari anakan F1 yang ♀N untuk disilangkan dengan jantan resesif
dari stock.
6. Persilangan P2
a. Menyilangkan hasil ampulan F1 ♀N dengan jantan resesif dari stock
sebanyak 4 kali ulangan. Dengan menggunakan perlakuan penambahan
wantex pada medium sesuai konsentrasi pada P1.
b. Melepas induk jantan setelah umur persilangan berusia dua hari.
c. Menunggu sampai muncul larva dan induk betina dipindah ke medium
B sampai D induk mati.
d. Mengamati dan menghitung fenotip yang muncul sebagai F2.
e. Mencatat hasil pengamatan pada tabel pengamatan.
6. Teknik pengumpulan data
Data yang dikumpulkan pada penelitian ini terambil fenotipe Perhitungan
F2 pada persilangan N ♀ dan bcl ♂dengan empat ulangan selama 7 hari
berturut – turut.
Tabel 3.2 Data Perhitungan Jumlah Anakan F2 Konsentrasi 0 %
Persilangan Fenotip Konsentrasi Wantex
0%
U1 U2 U3 U4
N
N F1♀>< b
♂bcl stok bcl
cl
∑ Total

Tabel 3.3 . Data Perhitungan Jumlah Anakan F2 Konsentrasi 0.3%


Persilangan Fenotip Konsentrasi Wantex
0.3%
U1 U2 U3 U4
N
N F1♀>< b
♂bcl stok bcl
cl
∑ Total
Tabel 3.4 Data Perhitungan Jumlah Anakan F2 Konsentrasi 0.6%

Persilangan Fenotip Konsentrasi Wantex


1.5%
U1 U2 U3 U4
N
N F1♀>< b
♂bcl stok bcl
cl
∑ Total
Persilangan Fenotip Konsentrasi Wantex
0.6%
U1 U2 U3 U4
N
N F1♀>< b
♂bcl stok bcl
cl
∑ Total

Tabel 3.5 Data Perhitungan Jumlah Anakan F2 Konsentrasi 0.9%


Persilangan Fenotip Konsentrasi Wantex
0.9%
U1 U2 U3 U4
N
N F1♀>< b
♂bcl stok bcl
cl
∑ Total

Tabel 3.6 Data Perhitungan Jumlah Anakan F2 Konsentrasi 1.2%


Persilangan Fenotip Konsentrasi Wantex
1.2%
U1 U2 U3 U4
N
N F1♀>< b
♂bcl stok bcl
cl
∑ Total
Tabel 3.6 Data Perhitungan Jumlah Anakan F2 Konsentrasi 1.5%

Persilangan Fenotip Konsentrasi Wantex


1.5 %
U1 U2 U3 U4
N
N F1♀>< b
♂bcl stok bcl
cl
∑ Total

7. Teknik analisis data


Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini
menggunakan rekonstruksi persilangan F1 sampai F2, dilanjutkan dengan
membandingkan rasio dari kedua persilangan. Pada persilangan yang
menunjukkan fenomena pindah silang, maka dilakukan perhitungan
frekuensi pindah silang. Selain itu, jika data yang diperoleh sudah
mencukupi akan dilakukan analisis data secara statistika yaitu
menggunakan Anava.
Adapun rumus untuk menghitung frekuensi pindah silang :
Frekuensi turunan tipe parental

=  rekombinan
parental
X 100 %
 parental   rekombinan
Frekuensi turunan tipe rekombinan

=  rekombinan X 100 %
 parental   rekombinan
BAB IV
DATA DAN ANALISIS DATA

Berikut merupakan data hasil pengamatan jumlah anakan yang muncul beserta
jenis kelaminnya ketika pengamatan generasi F2 dari persilangan N♀ >< bcl♂.
Tabel 4.3. Data Jumlah Anakan Pengamatan F2 Konsentrasi 0%

Persilangan Fenotip Konsentrasi Wantex


0%
U1 U2 U3 U4
N 21 0 0 0
N F1♀>< b 16 0 0 0
♂bcl stok bcl 39 0 0 0
cl 15 0 0 0
∑ Total 91 0 0 0

Tabel 4.4. Data Perhitungan Jumlah Anakan F2 Konsentrasi 0.3%


Persilangan Fenotip Konsentrasi Wantex
0.3%
U1 U2 U3 U4
N 0 0 0 0
N F1♀>< b 0 0 0 0
♂bcl stok bcl 0 0 0 0
cl 0 0 0 0
∑ Total 0 0 0 0

Tabel 4.5. Data Perhitungan Jumlah Anakan F2 Konsentrasi 0.6%


Persilangan Fenotip Konsentrasi Wantex
0.6%
U1 U2 U3 U4
N 37 0 0 0
N F1♀>< b 23 0 0 0
♂bcl stok bcl 26 0 0 0
cl 28 0 0 0
∑ Total 114 0 0 0

Tabel 4.6. Data Perhitungan Jumlah Anakan F2 Konsentrasi 0.9%


Persilangan Fenotip Konsentrasi Wantex
0.9%
U1 U2 U3 U4
N 37 62 0 0
N F1♀>< b 23 39 0 0
♂bcl stok bcl 27 63 0 0
cl 24 53 0 0
∑ Total 111 217 0 0

Tabel 4.6. Data Perhitungan Jumlah Anakan F2 Konsentrasi 1.2%


Persilangan Fenotip Konsentrasi Wantex
1.2%
U1 U2 U3 U4
N 35 0 0 0
N F1♀>< b 13 0 0 0
♂bcl stok bcl 16 0 0 0
cl 27 0 0 0
∑ Total 91 0 0 0

Tabel 4.6. Data Perhitungan Jumlah Anakan F2 Konsentrasi 1.5%


Persilangan Fenotip Konsentrasi Wantex
1.5%
U1 U2 U3 U4
N 0 0 0 0
N F1♀>< b 0 0 0 0
♂bcl stok bcl 0 0 0 0
cl 0 0 0 0
∑ Total 0 0 0 0

4.1 Rekonstruksi Kromosom


Berikut akan disajikan susunan rekonstruksi kromosom persilangan N♀ ><
bcl ♂ yang tidak menunjukkan adanya peristiwa pindah silang pada kromatid
sesaudara dan persilangan yang menunjukkan adanya peristiwa pindah silang pada
kromatid tidak sesaudara. Strain bcl merupakan strain resesif yang memiliki 2 sifat
beda
1. Persilangan N♀ >< bcl♂
 Tidak terjadi pindah silang
P1 : N♀ >< bcl♂
b+ cl+ b cl
b+ cl+ b cl
G1 :b+cl+, bcl
F1 :b+ cl+ (N heterozigot)
b cl
P2 : ♀N (dari F1) >< ♂ bcl (induk dari stok)
b+ cl+ b cl
b cl b cl
G2 :b+cl+, bcl
F2 :
♂ Bcl

b+ cl+ b+ cl+
(N)
b cl

Bcl b cl
(bcl)
b cl

 Terjadi pindah silang


P1 : N♀ >< bcl♂
b+ cl+ b cl
b+ cl+ b cl
G1 :b+cl+, bcl
F1 :b+ cl+ (N heterozigot)
b cl
P2 : ♀N (dari F1) >< ♂ bcl (induk dari stok)
b+ cl+ b cl
b cl b cl

b+ b replikasi b+ b+ b b

cl+ cl cl+ cl+ cl cl


pindah silang
b+ b+ b b terbentuk 4 gamet b+ b+ b b

cl+ cl+ cl cl cl+ cl cl+ cl


G2 :b+cl+
b+ cl
bcl+
bcl
F2 :
♂ Bcl

b+ cl+ b+ bcl+
(N)
b cl

b+cl b+ cl
(b)
b cl

bcl+ b cl+
(cl)
b cl

Bcl b cl
(bcl)
b cl

Sehingga, anakan yang diperoleh pada persilangan F2 N♀ >< bcl ♂ yaitu N


(heterozigot), bcl, b, dan cl.
Analisis Data
Didalam membuat analisis karena data yang dimiliki belum memenuhi analisis
perhitungan statistik, maka peneliti menggunakan analisis deskriptif sebagai
analisis data. Berikut adalah jabaran analisis data yang digunakan.
Analisis Frekuensi Pindah Silang D. melanogaster
1) Perhitungan Frekuensi Pindah Silang Tipe Parental dan Rekombinan

jumlah tipepindah silang (rekombinan/parental)


NPS= X 100%
jumlah individu seluruhnya
Data Frekuensi Pindah Silang Tipe Parental dan Rekombinan

TIPE PARENTAL TIPE REKOMBINAN


Konsentrasi 0% Konsentrasi 0%
Ulangan 1 Ulangan 1
60 31
NPS= 91 x100 = 65,94% NPS= 91 x100 = 34,06%

Ulangan 2 Ulangan 2
0 0
Ulangan 3 Ulangan 3
0 0
Ulangan 4 Ulangan 4
0 0
Konsentrasi 0.3% Konsentrasi 0.3%
Ulangan 1 Ulangan 1
0 0
Ulangan 2 Ulangan 2
0 0
Ulangan 3 Ulangan 3
0 0
Ulangan 4 Ulangan 4
0 0
Konsentrasi 0.6% Konsentrasi 0.6%
Ulangan 1 Ulangan 1
63 51
NPS= 114 x100 = 55.27% NPS= 114 x100 = 44.73%

Ulangan 2 Ulangan 2
0 0
Ulangan 3 Ulangan 3
0 0
Ulangan 4 Ulangan 4
0 0
Konsentrasi 0.9% Konsentrasi 0.9%
Ulangan 1 Ulangan 1
64 47
NPS= 111 x100 = 57.65% NPS= 111 x100 = 42.35%

Ulangan 2 Ulangan 2
125 92
NPS= 217 x100 = 57.60% NPS= 217 x100 = 42.40%

Ulangan 3 Ulangan 3
0 0
Ulangan 4 Ulangan 4
0 0
Konsentrasi 1.2% Konsentrasi 1.2%
Ulangan 1 Ulangan 1
51 40
NPS= 91 x100 = 56.04% NPS= 91 x100 = 43.96%

Ulangan 2 Ulangan 2
0 0
Ulangan 3 Ulangan 3
0 0
Ulangan 4 Ulangan 4
0 0
Konsentrasi 1.5% Konsentrasi 1.5%
Ulangan 1 Ulangan 1
0 0
Ulangan 2 Ulangan 2
0 0
Ulangan 3 Ulangan 3
0 0
Ulangan 4 Ulangan 4
0 0

Berdasarkan analisis yang dilakukan menunjukan bahwa perhitungan F2


persilangan pada bcl ♂ >< N♀ menunjukan Data frekuensi pindah silang tipe
parental untuk konsentrasi 0% ulangan 1 menunjukan nilai pindah silang 65,94 %.
Konsentrasi 0.3% masih belum mendapatkan data. Konsentrasi 0.6% ulangan 1
menunjukan nilai pindah silang 55.27% . Konsentrasi 0.9% ulangan 1 menunjukan
nilai pindah silang 57.65 % . Konsentrasi 0.9% ulangan 2 menunjukan nilai pindah
silang 57.60 % . Konsentrasi 1.2 % ulangan 1 menunjukan nilai pindah silang 56.04
% . Konsentrasi 1.5 % masih belum mendapatkan data.

Grafik. 4.1 Frekuensi nilai pindah silang pada CO parental persilangan N


dan bcl.

CO PARENTAL
65.94

57.65

56.04
55.27

57.6
0

0
0

0
0
0 0.3 0.6 0.9 1.2 1.5

Data frekuensi pindah tipe rekombinan untuk konsentrasi 0% ulangan 1


menunjukan nilai pindah silang 34.06%. Konsentrasi 0.3% masih belum
mendapatkan data. Konsentrasi 0.6% ulangan 1 menunjukan nilai pindah silang
44.73%. Konsentrasi 0.9% ulangan 1 menunjukan nilai pindah silang 42.35% .
Konsetrasi 0.9% ulangan 2 menunjukan nilai pindah silang 42.40%. Konsentrasi
1.2% ulangan 1 menunjukan nilai pindah silang 43.96 % . Konsentrasi 1.5% masih
belum mendapatkan data.

Grafik. 4.2 Frekuensi nilai pindah silang pada CO rekombinan persilangan


N dan bcl.

CO REKOMBINAN
44.73

43.96
42.35
42.4
34.06

0
0

0
0

0
0

0 0.3 0.6 0.9 1.2 1.5


Kesimpulan sementara keberhasilan pewarna wantex yang mempengaruhi
nilai pindah silang pada persilangan D. melanogaster dibawah 50% yaitu pada data
rekombinan konsentrasi 0% ulangan 1 menunjukan nilai pindah silang 34.06%.
Konsentrasi 0.9% ulangan 1 menunjukan nilai pindah silang 42.35% . Konsentrasi
0.9% ulangan 2 menunjukan nilai pindah silang 42.40%. Konsentrasi 1.2% ulangan
1 menunjukan nilai pindah silang 43.96 % .

Kesimpulan sementara pewarna wantex yang tidak mempengaruhi nilai


pindah silang pada persilangan D. melanogaster pada data parental tipe parental
untuk konsentrasi 0% ulangan 1 menunjukan nilai pindah silang 65,94 %.
Konsentrasi 0.3% masih belum mendapatkan data. Konsentrasi 0.6% ulangan 1
menunjukan nilai pindah silang 55.27% . Konsentrasi 0.9% ulangan 1 menunjukan
nilai pindah silang 57.65 % . Konsentrasi 0.9% ulangan 2 menunjukan nilai pindah
silang 57.60 % . Konsentrasi 1.2 % ulangan 1 menunjukan nilai pindah silang 56.04
% . Konsentrasi 1.5 % masih belum mendapatkan data.

Berdasarkan data yang telah diperoleh, dapat disimpulkan belum bisa


mengetahui pengaruh nilai pindah silang terhadap pemberian pewarna wantex pada
D. melanogaster.
BAB V
PEMBAHASAN
1. Pengaruh Berbagai Konsentrasi Wantex terhadap Frekuensi Pindah
Silang D. melanogaster Strain N dan bcl.
Hasil penelitian yang dilakukan terhadap persilangan D.
melanogaster strain N♀>< bcl♂ terlihat adanya fenomena pindah silang
yang ditandai dengan munculnya strain rekombinan pada hasil persilangan
F2. Strain rekombinan dari hasil persilangan N♀>< bcl♂ adalah strain b
dan cl .
Berdasarkan analisis yang dilakukan menunjukan bahwa
perhitungan F2 persilangan pada bcl ♂ >< N♀ menunjukan Data frekuensi
pindah silang tipe parental untuk konsentrasi 0% ulangan 1 menunjukan
nilai pindah silang 65,94 %. Konsentrasi 0.3% masih belum mendapatkan
data. Konsentrasi 0.6% ulangan 1 menunjukan nilai pindah silang 55.27%
. Konsentrasi 0.9% ulangan 1 menunjukan nilai pindah silang 57.65 % .
Konsentrasi 0.9% ulangan 2 menunjukan nilai pindah silang 57.60 % .
Konsentrasi 1.2 % ulangan 1 menunjukan nilai pindah silang 56.04 % .
Konsentrasi 1.5 % masih belum mendapatkan data.
Data frekuensi pindah tipe rekombinan untuk konsentrasi 0%
ulangan 1 menunjukan nilai pindah silang 34.06%. Konsentrasi 0.3%
masih belum mendapatkan data. Konsentrasi 0.6% ulangan 1 menunjukan
nilai pindah silang 44.73%. Konsentrasi 0.9% ulangan 1 menunjukan nilai
pindah silang 42.35% . Konsetrasi 0.9% ulangan 2 menunjukan nilai
pindah silang 42.40%. Konsentrasi 1.2% ulangan 1 menunjukan nilai
pindah silang 43.96 % . Konsentrasi 1.5% masih belum mendapatkan data.
Kesimpulan sementara keberhasilan pewarna wantex yang
mempengaruhi nilai pindah silang pada persilangan D. melanogaster
dibawah 50% yaitu pada data rekombinan konsentrasi 0% ulangan 1
menunjukan nilai pindah silang 34.06%. Konsentrasi 0.9% ulangan 1
menunjukan nilai pindah silang 42.35% . Konsentrasi 0.9% ulangan 2
menunjukan nilai pindah silang 42.40%. Konsentrasi 1.2% ulangan 1
menunjukan nilai pindah silang 43.96 % . Frekuensi rekombinan yang
didapatkan dari masing-masing persilangan tidak lebih dari 50%. Tentunya
nilai pindah silang tidak akan melebihi 50%, dan bahkan kurang dari 50%
karena hanya dua dari empat kromatid saja ikut mengambil bagian pada
peristiwa pindah silang dan pindah silang ganda akan mengurangi
banyaknya tipe rekombinasi yang dihasilkan (Suryo, 2010).
Pindah silang (crossing over) adalah peristiwa pertukaran bagian-
bagian antara kromosom-kromosom homolog (Corebima, 2013),
sedangkan menurut Suryo (2008), pindah silang atau crossing over
merupakan proses penukaran segmen dari kromatid-kromatid bukan kakak
beradik (nonsister chromatids) dari sepasang kromosom homolog.
Peristiwa pindah silang terjadi selama sinapsis dari kromosom- kromosom
homolog pada zygoten dan pachyten dari profase I meiosis. Kromosom-
kromosom yang berpasangan pada saat meiosis sering memperlihatkan
konfigurasi menyilang (Gardner,et all, 1984 dalam Corebima, 2003).
Pindah silang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti: (1)
Temperatur. Temperatur yang melebihi atau kurang dari temperature
biasa dapat memperbesar kemungkinan terjadi pindah silang. (2) Umur.
Makin tua umur suatu individu maka terjadinya pindah silang semakin
berkurang. (3) Zat kimia tertentu dapat memperbesar terjadinya pindah
silang. (3) Penyinaran dengan sinar-X akan memperbesar kemungkinan
pindah silang. (4) Jarak antar gen-gen yang terangkai. Makin jauh letak
satu gen dengan gen lainnya, makin besar kemungkinan terjadinya pindah
silang. (5) Jenis kelamin. Pada umumnya pindah silang dijumpai pada
makhluk betina maupun jantan. Namun demikian ada pengecualian yaitu
pada ulat sutera (Bombox mori) yang betina tidak pernah terjadi pindah
silang (Suryo, 2010).
Banyak hal yang mempengaruhi keberhasilan pindah silang secara
internal akibat pengaruh pemberian wantex dengan berbagai konsentrasi.
(1) Pindah silang hanya terjadi pada Drosophila betina karena pada
individu betina mempunyai Sinaptynemal complex yang merupakan
struktur yang memperantarai terjadinya pindah silang. Struktur ini terdiri
dari protein dan RNA (Gardner, 1991). Synaptonemal compleks adalah
sebuah aparatus protein yang mempunyai fungsi untuk membawa
kromosom pada ikatan yang kuat. Struktur aparatus protein tersebut
merupakan struktur gabungan dari RNA dan protein untuk memperkuat
chiasma (Campbell, 2002). Selain synaptonemal complex, struktur lain
yang diyakini bertanggung jawab dalam peristiwa pindah silang adalah
recombination nodules. Recombination nodules merupakan struktur
sementara yang hadir ketika pembelahan sel dalam tahap pakiten yang
berasosiasi dengan synaptonemal complex. Recombination Nodules
muncul sebagai struktur sementara yang hadir hanya dipertengahan tahap
pakiten; dengan demikian meiotic crossing over dapat diperkirakan terjadi
dalam batasan waktu tersebut (Carpenter, 1975).
(2) Zat kimia yang ada di dalam wantex merah dapat
mempengaruhi kerja gen untuk proses sintesis protein synaptonemal
complex, yang akan mengakibatkan terjadinya pindah silang Suryo (2010).
Wantex merah memiliki kandungan rhodamine B dimana ia mengandung
logam berat . Rhodamin B memiliki rumus molekul C28H31N2O3Cl,
berbentuk kristal hijau atau serbuk ungu kemerah-merahan, sangat mudah
larut dalam air yang akan menghasilkan warna merah kebiru-biruan dan
berflouresensi kuat. Selain mudah larut dalam air juga larut dalam alkohol,
HCl dan NaOH (Lorenz, 2004.).Rhodamine B ini terdapat rantai CH3-
CH3 (alkylating) dimana ia bersifat radikal yang reaktif. Sifat radikal ini
dapat berikatan dengan DNA protein dan lemak . Ikatan yang terjadi di
DNA akan mengubah struktur DNA yang mengkode adanya proses pindah
silang , karena berubahnya struktur DNA menjadikan tidak dapat
mengkode protein complex synaptonemal sehingga saat complex
synaptonemal ini tidak terbentuk maka tidak akan terjadi pindah silang
(Watson, 1987). Senyawa Alkilating (CH3-CH3 ) dan bentuk struktur
kimia yang poli aromatik hidrokarbon (PAH) dimana bentuk senyawa
tersebut bersifat sangat radikal, menjadi bentuk metabolit yang reaktif
setelah mengalami aktivasi dengan enzim sitokrom P-450. Bentuk radikal
ini akan berikatan dengan protein, lemak dan DNA. (PAH) dimana bentuk
senyawa tersebut bersifat sangat radikal dan menjadi bentuk metabolit
yang reaktif setelah mengalami aktivasi oleh enzim sitokrom P-450.
Bentuk radikal ini akan berikatan dengan protein, lemak dan DNA
sehingga menyebabkan tidak terjadinya pindah silang. t senyawa poli
aromatik hidrokarbon (PAH) yang merupakan radikal bebas juga akan
berikatan dengan atom H yang ada di DNA yang secara langsung akan
merubah komposisi dari DNA sehingga DNA mengalami kerusakan dan
menyebabkan fungsi dari DNA tersebut terganggu (Poedjiadi ,2006).
Unsur Cl dapat menyebabkan gangguan sintesis protein, dapat
bereaksi dengan asam nukleat, purin dan pirimidin, sehingga dapat
mengganggu regulasi gen, menginduksi asam deoksirilbonukleat (DNA)
dengan diiringi kehilangan kemampuan DNA-transforming, serta menjadi
penyebab timbulnya penyimpangan kromosom. Dalam struktur Rhodamin
B juga terdapat ikatan dengan senyawa klorin (Cl) di mana atom klorin
tergolong sebagai senyawa halogen dan bersifat berbahaya apabila terdapat
di dalam tubuh makhluk hidup dapat memicu kanker (Mcheck, 2013).
(3) Gen yang berperan dalam proses pindah silang. Zat kimia yang
terkandung dalam wantex akan memicu gen-gen yang berperan dalam
proses pindah silang. Synaptonemal complex pada Drosophila
melanogaster tersusun dari 5 protein yaitu gen C(3)G, gen C(2)M, gen
ORD, gen CONA, dan gen Corolla yang memiliki struktur dan fungsi
spesifik di dalam satu susunan tripartit. C(3)G , satu-satunya protein TFs
Drosophila yang telah diketahui. Seperti protein lainnya, ia memiliki
domain N-terminal dan C-terminal yang berbentuk bulat dan sebuah domain
inti melingkar internal (Page, 2004). Molekul gen c(3)G, yang ketiadaannya
menguraikan pembentukan kompleks synaptonemal, C(3)G diperlukan
untuk synapsis, konversi DSB menjadi crossover dan mungkin konversi gen
(Page, 2004). C(2)M, merupakan komponen LEs dan bertanggung jawab
atas pembentukan bagian penting suatu kromosom, perbaikan DSB meiosis,
dan perakitan CE kontinu (Anderson, 2005). ORD, protein yang menyusun
LEs .ORD memiliki fungsi melokalisasi lengan kromosom selama awal
profase I yakni diperlukan untuk pemisahan kromosom, pemuatan
kompleks kohesi pada sumbu kromosom, rekombinasi meiotik normal, dan
stabilitas SC. Hal tersebut menunjukkan bahwa ORD menekan pertukaran
kromatid sesaudara (Webber, 2004). CONA, adalah protein mirip pilar
yang sejajar di luar CE padat.CONA mempromosikan pematangan DSB
menjadi crossover dan synapsis tidak terjadi pada mutan cona (Page, 2004).
Selain itu, CONA keduanya bekerja sama dengan C(3)G dan menstabilkan
polikompleks C(3)G (Page, 2004). Corolla, CE dibentuk oleh dua protein
lain yaitu corona dan corolla. Corona, yang biasa disebut CONA. Corolla
juga dilokalisasi di dalam CE dan berinteraksi dengan CONA (Collins,
2014).Semua protein ini memiliki peran eksklusif untuk meiosis betina
kecuali ORD, yang juga berfungsi dalam kohesi antar kromatid sesaudara
pada Meiosis I dan II dan diperlukan untuk gametogenesis pada kedua jenis
kelamin Drosophila (Mason, 1976). Gen yang mempengaruhi adanya
pindah silang antara lain c (3)G, c (2)M . Gen c (3)G dan c (2) M merupakan
komponen penyusun synaptonemal complex. Gen c (3)G mengkode
terbentuknya transverse filaments (TFs). TF adalah filamen yang menyusun
synaptonemal complex berupa kumparan yang berada di tengah bentukan
synaptonemal complex. Dengan tersintesisnya TF akan memicu
terbentuknya synaptonemal complex diantara dua kromosom yang homolog
(Page dan Hawley, 2001).
Pindah silang terjadi, ada beberapa gen dan protein yang terlibat
yaitu protein synaptonemal complex dan spo11 serta gen mus309, gen
MSH4, dan gen MSH5 yang dapat mempengaruhi frekuensi pindah silang
( Lewin,2004). Gen mei-9 yang berfungsi sebagai pemotong holiday
jungtion . Selain itu ada gen mei-W68 ,pada gen ini dibutuhkan dalam
inisiasi rekombinasi meiosis. Gen mei-W68 mengkode protein MEI-W68
yang merupakan protein sejenis topoisomerase II. Protein ini dibutuhkan
dalam peristiwa pemutusan unting ganda saat meiosis. Gen mei-218
dimana ia berfungsi sebagai protein intaseluler yang terlibat dalam pindah
silang. Gen mei-217 terlibat dalam pembentukan rekombinasi (holiday
jungtion) dan ada juga gen MUS 312 sebagi fasilitator.
(Elrod, 2002).
2. Macam Konsentrasi Wantex tidak berpengaruh terhadap Frekuensi
Pindah Silang D. melanogaster Strain N dan bcl.
Kesimpulan sementara pewarna wantex yang tidak mempengaruhi
nilai pindah silang pada persilangan D. melanogaster pada data parental
tipe parental untuk konsentrasi 0% ulangan 1 menunjukan nilai pindah
silang 65,94 %. Konsentrasi 0.3% masih belum mendapatkan data.
Konsentrasi 0.6% ulangan 1 menunjukan nilai pindah silang 55.27% .
Konsentrasi 0.9% ulangan 1 menunjukan nilai pindah silang 57.65 % .
Konsentrasi 0.9% ulangan 2 menunjukan nilai pindah silang 57.60 % .
Konsentrasi 1.2 % ulangan 1 menunjukan nilai pindah silang 56.04 % .
Konsentrasi 1.5 % masih belum mendapatkan data.
Pemberian pewarna wantex pada medium tidak mempengaruhi
frekuensi pindah silang karena pewarna sintetis yang digunakan dalam
pembuatannya memiliki kadar Rhodamin B pada pewarna sangat sedikit.
menjelaskan bahwa kadar zat kimia mutagenic yang kecil, tidak langsung
dapat menghasilkan mutasi yang signifikan terhadap makhluk hidup (
Sarikaya, 2012).
Pemberian pewarna wantex pada medium hanya dikonsumsi secara
oral saja tidak sampai pada sistem pencernaan dan absorbsi zat – zat
berbahaya dalam pewarna wantex. beberapa asumsi lain yaitu dikarenakan
strain yang digunakan sama – sama 1 spesies D. melanogaster ( Sarikaya,
2012).
BAB VI
PENUTUP
1. Kesimpulan
a. Ada pengaruh pemberian pewarna sintetis wantex (0%; 0.3 %; 0.6 %;
0.9 %; 1.2 %, 1.5 %) terhadap frekuensi pindah silang (crossing over)
pada persilangan Drosophila melanogaster ♂bcl >< ♀ N. Pengaruh
disebabkan , Sinaptynemal complex, Zat kimia, Gen.
b. Tidak Ada pengaruh pemberian pewarna sintetis wantex (0%; 0.3 %;
0.6 %; 0.9 %; 1.2 %, 1.5 %) terhadap frekuensi pindah silang (crossing
over) pada persilangan Drosophila melanogaster ♂bcl >< ♀ N. nilai
pindah silang tidak berpengaruh karena kadar Rhodamin B pada
pewarna sangat sedikit, Pemberian pewarna wantex pada medium hanya
dikonsumsi secara oral.
2. Saran
a. Membutuhkan ketelitian yang amat tinggi untuk mengamati fenotip
anakan F2 yang dihasilkan seperti fenotip b, cl, N, bcl .
b. Membutuhkan ketelitian tinggi dalam menimbang konsntrasi yang
diperlukan untuk tiap wantex.

Anda mungkin juga menyukai