Anda di halaman 1dari 15

TOKSOPLASMOSIS KUTANEUS

Diana Muchsin
Bag./SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, FK UNHAS/RS Dr.Wahidin Sudirohusodo,
Makassar

Abstract
Toxoplasma gondii is common worldwide; it usually causes systemic disease with rare
cutaneous manifestation only in pregnant women and immunocompromised patients. In
immunocompetent humans, Toxoplasma infection may be asymptomatic or cause flu-like symptoms,
cervical lymphadenopathy, or retinitis. Eventough cutaneous manifestation are rare but may occur in
both congenital and acquired forms of the disease. Cutaneous toxoplasmosis include hemorrhagic or
necrotic papules. Diagnosis is made via biopsy and serology. Treatment includes sulfadiazine with
pyrimethamine.
Key words: Cutaneous manifestation, toksoplasmosis

Abstrak
Toxoplasma gondii biasa ditemukan di seluruh dunia, dapat menyebabkan penyakit sistemik
dan jarang manifestasi di kulit, hanya pada wanita hamil atau pasien imunokompromis. Pada manusia
imunokompeten, infeksi toksoplasma dapat tidak bergejala atau menyebabkan flu-like symptoms,
limfadenopati servikal, atau retinitis. Meskipun manifestasi kutaneus jarang terjadi tetapi dapat muncul
pada bentuk kongenital maupun acquired, Toksoplasmosis kutaneus dapat berupa papul hemoragik
atau nekrotik. Diagnosis ditegakkan dengan biopsi dan serologi. Penanganan dengan sulfadiazin dan
pirimetamin.
Kata kunci: manifestasi kulit, toksoplasmosis.

PENDAHULUAN
Toksoplasmosis, disebabkan oleh protozoa parasit Toxoplasma gondii (kelas
Sporozoa), merupakan salah satu infeksi pada manusia yang paling umum di seluruh
dunia yang ditularkan dari hewan. Pertama kali diidentifikasi pada tahun 1908 pada
seekor tikus Afrika Utara, Ctenodactylus gondii. Reservoir utama infeksi T. gondii
adalah anggota famili kucing (Felidae); bentuk kista toksoplasma dapat ditemukan
dalam kotoran kucing. Reservoir infeksi yang telah dilaporkan adalah pada anjing,
kucing, sapi, domba, babi, kelinci, tikus, merpati, dan ayam. Organisme ini
menginvasi epitel usus kucing dimana mereka menjalani siklus aseksual diikuti oleh
siklus seksual dan kemudian membentuk ookista, yang diekskresikan dalam jumlah
besar dan tahan terhadap kondisi lingkungan yang keras dan disinfektan. Hasil infeksi
pada manusia terutama dari konsumsi daging mentah atau kurang matang atau susu
yang mengandung kista, dapat juga berasal dari oosit pada tangan yang
terkontaminasi tinja atau makanan, transplantasi organ, transfusi darah, atau transmisi

1
transplasental. Parasit menjadi takizoit dan bentuk jaringan kista, terutama di otot
rangka, miokardium, otak, mata dan plasenta, dan dapat tetap asimtomatik. Invasi
retikuloendotelial / sistem endotel menghasilkan nanah dan pembentukan granuloma.
Infeksi dapat berupa bawaan atau diperoleh. Tidak ada bukti langsung penularan dari
manusia ke manusia, selain dari ibu ke janin. 1-4
Toksoplasmosis kutaneus pertama kali dipaparkan oleh Pinkerton dan
Weinman pada tahun 1940, dengan pembuktian aktual parasit penyebab. Setelah itu
bermacam-macam lesi kulit dihubungkan dengan toksoplasmosis. Diagnosis
berdasarkan pemeriksaan serologis, meskipun toksoplasmosis kutaneus jarang
ditemukan.5
Leyva et al (1986) melaporkan satu kasus toksoplasmosis kutaneus pada
seorang pria usia 53 tahun dengan leukemia myelogenous kronik.5 Amir et al (2004)
melaporkan pula toksoplasmosis kutaneus setelah transplantasi sumsum tulang karena
leukemia myeloid akut.6 Zimmermann et al (2013) melaporkan satu kasus
toksoplasmosis kutaneus pada seorang wanita umur 60 tahun dengan anemia aplastik
yang lesinya mirip dengan lesi varicella. 7 Fong et al (2010) melaporkan satu kasus
toksoplasmosis kutaneus pada seorang pria usia 49 tahun pada penderita HIV (Human
Immunodeficiency Virus).8
Toxoplasma gondii menginfeksi hingga sepertiga dari populasi dunia.
Prevalensi infeksi bervariasi dengan penduduk dan dengan lokasi geografis.
Prevalensi infeksi meningkat dengan bertambahnya usia, tidak berbeda antara pria
dan wanita, dan lebih rendah pada ketinggian tinggi dan di tempat yang dingin, panas,
dan kering. Sekitar 50% dari populasi umum di Amerika Serikat memiliki antibodi
terhadap T.gondii.9,10

TOXOPLASMA GONDII
Toxoplasma gondii adalah organisme mikroskopis dari filum Apicomplexa
subkelas Coccidia, yang panjangnya sekitar 3-5 mikron (gambar 1). Merupakan
parasit usus pada kucing. Organisme ini termasuk parasit protozoa bersel satu, dengan
spesifitas hospes yang sangat rendah, sehingga T.gondii dapat menginfeksi hampir

2
semua jenis hewan berdarah panas termasuk unggas dan sangat sering menginfeksi
manusia. Pada semua jenis parasit, infeksi toksoplasma umumnya bersifat subklinis
meskipun kadang-kadang dapat menimbulkan gejala klinis yang ringan dan tidak
khas. Infeksi dapat menimbulkan gejala klinis yang berat pada hewan atau manusia
yang hamil atau berada dalam keadaan imunokompromis. 10,11

Gambar 1. Transmisi mikrograf elektron T.gondii di dalam sel


Dikutip dari kepustakaan no.11

Nama Toxoplasma gondii berasal dari dua suku kata. Toxoplasma berasal dari
kata toxon (bahasa Yunani) yang berarti busur yang mengacu pada bentuk bulan sabit
dari takizoit. Adapun nama gondii berasal dari kata Ctenodactylus gondii, seekor
rodensia dari Afrika Utara dimana parasit pertama kali diisolasi.10
Tiga strain T.gondii dari garis keturunan yang berbeda klonal telah
diidentifikasi dan disebut sebagai tipe I, II, dan III. Mereka secara genetik sangat
mirip, tetapi berbeda dalam virulensi dan pola epidemiologi kejadian. Tipe II paling
sering diisolasi dari pasien HIV, tipe III terutama diisolasi dari hewan, dan jenis I dan
II telah dilaporkan pada penyakit kongenital. Strain ini adalah produk dari
rekombinasi seksual dua garis klonal yang berbeda, mendorong evolusi alami dari
virulensi T.gondii. Keberhasilan luar biasa dari tiga strain tersebut relatif baru yang
mungkin disebabkan oleh perubahan dramatis dalam kehidupan siklus yang
difasilitasi transmisi oral langsung.10-15
Kucing adalah pejamu definitif T.gondii, meskipun pada berbagai mamalia
juga ada sebagai pejamu. Replikasi seksual parasit terjadi di usus kucing dan
menghasilkan ookista. Infeksi akut kucing menyebabkan penumpahan jutaan ookista
dalam tinja kucing selama 1 sampai 3 minggu. Sporulasi terjadi 1-21 hari kemudian,

3
dimana ookista yang mengandung sporozoit menjadi infektif jika tertelan oleh
mamalia. Konsumsi mamalia menimbulkan tahap takizoit. Para takizoit secara cepat
aktif menembus semua sel bernukleus membentuk vakuola sitoplasma. Sel inang
menjadi terganggu akibat replikasi berulang, yang menyebabkan kematian sel dan
invasi sel tetangga, memungkinkan untuk penyebaran hematogen dari takizoit.
Respon inflamasi yang kuat terhadap takizoit yang dihasilkan menyebabkan
kerusakan jaringan dan menyebabkan manifestasi klinis toksoplasmosis. Respon
imun juga menyebabkan transformasi takizoit ke bradizoit bersama dengan
pembentukan kista. Bradizoit, yang secara morfologis identik dengan takizoit,
bertahan tanpa batas dalam kista. Perkembangan bradizoit secara perlahan dan secara
fungsional berbeda dari takizoit. Ratusan hingga ribuan bradizoit terkandung dalam
setiap kista. Kista adalah bentuk infektif ke host definitif karena bradizoit dapat
dilepaskan dari kista dan berubah menjadi takizoit. Kista ditemukan di semua
jaringan pejamu, tetapi yang paling umum di susunan saraf pusat, mata,
muskuloskeletal, jantung, dan plasenta. 10,16,17
Siklus hidup parasit ini terdiri dari dua fase yaitu fase intestinal atau
enteroepitelial dan fase ekstraintestinal. Fase intestinal hanya terjadi pada golongan
kucing dan menghasilkan ookista yang ditemukan di dalam tinja kucing. Fase
ekstraintestinal dapat terjadi pada semua hewan yang terinfeksi (termasuk kucing)
dan menghasilkan takizoit dan bradizoit atau zoitokista. Toksoplasmosis dapat
ditularkan karena termakan ookista (yang berasal dari tinja kucing) atau terinfeksi
bradizoit (yang berasal dari daging mentah atau yang dimasak kurang matang).
Infeksi manusia diperoleh secara langsung melalui konsumsi oosit matang dievakuasi
dalam kotoran kucing, atau lebih umum melalui konsumsi bradizoit mengandung
kista di daging yang tidak matang atau susu. Transmisi terkontaminasi juga dapat
melalui plasenta dan melalui penerimaan produk darah yang terkontaminasi atau
organ transplantasi dari donor seropositif. 11,16,17
Pada infeksi akut toksoplasmosis parasit terdapat dalam bentuk takizoit yang
dapat memperbanyak diri dengan cepat. Pada penderita imunokompeten, parasit akan

4
membentuk kista yang mengandung bradizoit yang lambat dalam memperbanyak diri.
Bradizoit akan tetap bertahan hidup pasif dalam keadaan dorman sepanjang hidup
penderita. Seekor kucing yang menderita toksoplasmosis akut dalam waktu dua
minggu dapat mengeluarkan 20 juta ookista tidak berspora. Dalam waktu 1-5 hari
ookista akan membentuk spora dan menjadi dua sporokista yang masing-masing
mengandung empat sporozoit yang merupakan stadium infektif T.gondii, yang
bersama tinjanya mencemari lingkungan hidup manusia. Pada keadaan lingkungan
yang panas dan lembab ookista dapat bertahan tetap infektif sampai 1 tahun lamanya,
sedangkan di dalam air kista tersebut tetap infektif sampai enam bulan.11
Jika ookista termakan hospes termasuk manusia, sporozoit akan keluar dari
kista lalu masuk sel-sel usus dan kemudian membelah diri secara aseksual dan
membentuk takizoit. Takizoit akan menyebar ke seluruh tubuh memasuki sel-sel
jaringan dan memperbanyak diri di dalamnya sehingga sel-sel tersebut akan pecah.
Takizoit akan berkembang menjadi bradizoit yang kemudian menjadi kista jaringan di
dalam sel-sel sistem saraf pusat, sel-sel otot, dan juga di beberapa organ. Kista dapat
tetap hidup sampai terjadi kematian hospes tanpa menimbulkan gejala-gejala klinis.
Jika hospes termakan, di dalam usus bradizoit akan keluar dari kista dan proses
pembentukan kista jaringan yang baru akan berulang kembali. 11

Siklus hidup seksual terjadi karena adanya peleburan gamet yang masing-
masing berisi kromosom haploid. Adapun perkembangan aseksual terjadi karena
pembelahan vegetatif yaitu organisme berkembang dengan membelah diri. Pada
inang definitif yaitu Felidae, siklus hidup T.gondii terjadi perkembangan pada
enteroepitelial dan ekstraintestinal. 10

PATOGENESIS
Organisme ini cenderung menyerang sistem retikuloendotelial dan endotelium
pembuluh darah, membentuk granuloma dengan nekrosis jaringan yang terkena.
Toksoplasmosis menyebabkan empat jenis penyakit pada manusia:1,3
1. limfadenopati demam akut
2. infeksi janin, menyebabkan kerusakan otak

5
3. Penyakit okuler, biasanya akibat reaktivasi infeksi janin
4. Diseminata penyakit pada pasien immunokompromis, termasuk mereka yang
terinfeksi HIV, menyebabkan ensefalitis fulminan.
Hewan karnivora sering terinfeksi T.gondii karena termakan bradizoit yang
terdapat di dalam kista jaringan mangsanya, seperti yang terjadi pada manusia karena
makan daging mentah atau kurang matang, terutama daging babi, domba, atau
kambing. Kista toksoplasma jarang ditemukan pada daging unggas atau daging sapi.11
Ookista hanya dikeluarkan oleh kucing. Ookista tak berspora yang baru
dikeluarkan bersama tinja yang masih tidak infektif. Baru setelah berada di
lingkungan dengan kadar oksigen, kelembaban, dan temperatur tertentu, ookista akan
membentuk spora. Ookista berspora merupakan stadium toksoplasma yang sangat
resisten dan tahan terhadap pengaruh lingkungan.11
Takizoit adalah stadium yang infektif, yang dapat ditemukan di dalam
jaringan hewan yang aktif menderita toksoplasmosis, misalnya di dalam susu
kambing, domba, sapi, dan kadang juga ditemukan pada telur ayam. Takizoit infektif
ini mudah matikan dengan mudah dengan cara pasteurisasi dan memasaknya.
Toksoplasma juga dapat ditularkan melalui transplantasi organ dan transfusi darah
meskipun jarang terjadi. Kutaneus toksoplasmosis jarang dilaporkan namun dapat
terjadi.11

MANIFESTASI KLINIS

Tanda dan gejala infeksi T.gondii bervariasi tergantung pada status kekebalan
pasien dan daerah keterlibatan. Sekitar 10% dari individu imunokompeten (termasuk
wanita hamil) terinfeksi T.gondii akan bergejala. Biasanya, terisolasi limfadenopati
dan tidak nyeri tekan terlihat bersama dengan spesifik, self limiting. Limfadenopati
biasanya berlangsung selama 4 sampai 6 minggu; Sangat jarang bermanifestasi
sebagai miokarditis, polymyositis, pneumonitis, dan ensefalitis; dapat terjadi pada
orang sehat. Perubahan kulit pada toksoplasmosis langka dan tidak spesifik.10,18,19

Gejala toksoplasmosis pada individu imunokompeten relatif ringan,


sedangkan pada individu imunosupresi biasanya mengancam jiwa dan hampir selalu

6
disebabkan oleh reaktivasi infeksi kronis. Toksoplasmosis kronis cenderung tanpa
gejala; namun, beberapa pasien dapat menderita korioretinitis. Korioretinitis secara
klinis, ada gejala klasik '' lampu dalam kabut” karena lesi retina aktif dengan
peradangan intens. Pemeriksaan fisis menunjukkan lesi fokal putih dengan
peradangan vitreal di atasnya.10,19-22

Tiga gejala mayor:1

1) Toksoplasmosis kongenital terjadi pada 1 per 1.000 kelahiran hidup di


Amerika Serikat. Risiko penularan tertinggi pada trimester ketiga. Namun
penyakit ini lebih berat jika ditransmisikan pada awal kehamilan. Sekitar 10%
dari bayi yang baru lahir yang terkena akan memiliki korioretinitis dan
kebutaan, dan 20% generalisata atau penyakit susunan saraf pusat (SSP).
Infeksi dapat bermanifestasi sebagai aborsi, lahir mati, mikrosefali, kalsifikasi
intraserebral, tuli, hidrosefalus, retardasi mental, atau kejang. Lesi kulit erupsi
makula/papula hemoragik dan nekrotik mendominasi dan ditemukan terutama
pada trunkus (Gambar 2). Dapat pula berupa purpura, penyakit kuning, lesi
blueberry muffin (dermal eritropoiesis), dan eritroderma. Infeksi subklinis
yang tidak diobati dapat reaktif selama dekade kedua dan ketiga kehidupan,
terutama dalam bentuk retinokoroiditis.1-3,10,16
2) Toksoplasmosis acquired pada orang imunokompeten sering tanpa gejala
pada 80% -90% dari kasus. Namun, 10% - 20% dari pasien, lebih cenderung
pada wanita hamil, terdapat limfadenopati serviks atau oksipital dan flu-like
illness. Jarang dengan miokarditis, pneumonitis, ensefalitis, dan polymyositis.
Lesi dapat bervariasi, menyerupai roseola, eritema multiforme, atau papular
urtikaria, makula, vesikel. Manifestasi kulit yang ragam mencerminkan
respon imun heterogen untuk organisme, dan antara lain dermatomyositis-like
syndrome dan pityriasis likenoides. Toksoplasmosis sebaiknya ditelusuri pada
pasien dengan gambaran acute dermatomyositis-like. Ada juga datang dengan
eritroderma dan skleroderma, walaupun jarang; evolusi lesi berkorelasi

7
dengan titer antibodi untuk T.gondii. Antibodi IgG dan IgM spesifik terhadap
toksoplasma dapat dideteksi dalam sampel serum dari pasien akut maupun
yang sudah sembuh. 18,20,23-25
3) Toksoplasmosis pada pasien imunodefisiensi sering sekunder untuk reaktivasi
infeksi laten dan muncul sebagai diseminata. Ensefalitis toksoplasma adalah
penyebab paling umum dari lesi intraserebral pada pasien AIDS. Erupsi
papular/nodular diseminata mungkin terjadi. Kasus yang jarang graft-versus-
host disease-like rash telah dilaporkan pada pasien yang menjalani
transplantasi sel induk hematopoietik. Histologi mungkin tidak bermanfaat
dalam membedakan antara dua kondisi. Kecurigaan tinggi toksoplasmosis dan
konfirmasi molekular penting untuk membedakan antara dua kondisi.1

Gambar 2. Toksoplasmosis kongenital. Lesi hemoragik di trunkus


Dikutip dari kepustakaan no.6

Terdapat beberapa laporan kasus sindrom acute dermatomyositis-like setelah


infeksi T.gondi.26,27 Ekspresi HLA kelas I pada serat otot dan produksi sitokin
memainkan peran penting dalam patogenesis kedua penyakit tersebut. Polimiositis
dan dermatomiositis mungkin terkait dengan kanker dan penyakit jaringan ikat
(sindroma tumpang tindih), tetapi juga mungkin sekunder terhadap HIV, T-
lymphotropic virus 1, dan mungkin infeksi toksoplasmosis.10,28
Diagnosis untuk toksoplasmosis sangat penting secara khusus untuk tiga
kelompok orang dewasa, yaitu: ibu hamil sehat yang khawatir tentang eksposur;
orang dewasa dengan limfadenopati, demam, dan mialgia, yang mungkin memiliki
beberapa penyakit serius lainnya, seperti limfoma; dan orang dengan imunodefisiensi,
seperti penderita AIDS, pada kelompok ini, toksoplasmosis mungkin berakibat fatal.
Merupakan penyebab paling umum dari ensefalitis fokal pada pasien dengan AIDS
dan ini bisa disertai dengan erupsi papular luas.2

8
Gambar 3. A) Nodul besar (1-3 cm) pada lengan kiri pasien toksoplasmosis kutaneus dengan HIV-positif
B) Vesikel diseminata dengan dasar eritema di trunkus pada penderita toksoplasmosis kutaneus yang gambarannya
mirip varisella
Dikutip dari kepustakaan no.7 dan 8

Sindrom Blueberry Muffin


Dermal eritropoiesis, juga dikenal sebagai purpura trombositopenik atau
sindrom blueberry muffin, selain terdapat pada toksoplasmosis juga bisa terlihat pada
rubella kongenital dan diskrasia darah. Lesi purpura muncul pada saat lahir dan
berkembang selama 24-48 jam pertama kehidupan. Lesi berupa papul dengan ukuran
diameter berkisar antara 2 sampai 10 mm. Lesi awalnya berwarna biru gelap hingga
violaseus dan memudar menjadi merah atau coklat tembaga. Lesi
regresi selama 6 minggu pertama kehidupan meskipun keberadaan virus masih
berlanjut. Histologi menunjukkan seperti plak agregat sel eritrosit berinti dan tidak
berinti dalam dermis retikular.1

Gambar 4. Sindrom blueberry muffin


Dikutip dari kepustakaan no.1

DIAGNOSIS
Diagnosis tidak dapat
ditegakkan berdasarkan gejala klinis saja. Protozoa dapat diidentifikasi dalam bilas
bronkoalveolar atau biopsi kulit. Takizoit, divisualisasikan melalui pewarnaan Wright
atau Giemsa, yang berbentuk bulan sabit dan menonjol, terpusat pada nukleus.
Temuan histologis yang paling umum adalah histiolimfositik vaskulitis subakut
dengan trofozoit dalam makrofag. Infeksi epidermotropik dan infiltrasi saraf dapat
terjadi. Pewarnaan immunoperoksidase yang spesifik dan sangat membantu pada

9
spesimen jaringan kecil. Pengujian berdasarkan PCR memiliki nilai diagnostik yang
tinggi pada penyakit akut dan telah menjadi metode yang disukai dalam diagnosis,
terutama untuk diagnosis prenatal dari toksoplasmosis dan pada pasien
immunokompromis dengan toksoplasmosis diseminata. Deteksi PCR dari parasit
dalam spesimen cairan (darah, cairan ketuban, cairan serebrospinal, urin, vitreous)
serta jaringan janin dan otak merupakan indikasi dari infeksi aktif.1,2

Pemeriksaan Histopatologi
Gambaran histologis untuk tipe kongenital dan acquired yaitu adanya infiltrat
perivaskular dangkal dan jauh di dalam dermis terdiri dari limfosit, makrofag,
plasmosit, dan eosinofil. Selain itu, kapiler melebar, kesenjangan limfatik, dermal
hemoragik, dan vaskulitis dapat dilihat. Meskipun lesi kulit diyakini menjadi bagian
dari respon imun sistemik, bentuk jaringan T.gondii ditemukan pada sekitar 50% dari
biopsi. Trofozoit terlihat dalam sitoplasma makrofag, baik sendiri-sendiri atau dalam
pseudocysts (Gambar 5). Pewarnaan Immunoperoksidase yang sangat spesifik,
terutama bila hanya ada sampel jaringan kecil.10,18
Gambaran histologis pada toksoplasmosis kutaneus dapat ditemukan edema
dermal, ekstravasasi eritrosit, kolagen nekrotik, dan debris karyorrhectic yang
tersebar. Terlihat neutrofil dan tidak nampak sel-sel inflamasi. Kista kecil berisi
parasit kecil (bradizoit) yang terlihat tunggal pada epidermis. 10 (Gambar 6)

Gambar 5. Toksoplasmosis kutaneus. Tropozoit bersama dengan makrofag pada sitoplasma


(Pewarnaan Giemsa; pembesaran 250x)
Dikutip dari kepustakaan no.10

10
Gambar 6. Kista dengan sejumlah bradizoit nampak pada sel epithelial dari duktus kelenjar keringat
(Pewarnaan Hematoxylin-eosin; pembesaran 400x)
Dikutip dari kepustakaan no.10

Diagnosis biasanya dibuat pada saat autopsi karena insidensi yang rendah, sulit
mendiagnosis berdasarkan serologis pada pasien imunokompromis berat dan
gambaran morfologik yang mirip dengan mikroorganisme lainnya (Histoplasma,
Leishmania sp.) 6
Pemeriksaan Serologi
Pemeriksaan serologi umumnya dilakukan untuk membantu menegakkan
diagnosis toksoplasmosis. Suatu sampel serum yang positif hanya menunjukkan
bahwa hospes pernah terinfeksi T.gondii di masa lalu. Bukti serologi tentang adanya
infeksi akut toksoplasmosis acquired jika terjadi kenaikan titer antibodi sebesar 4-6
kali pada pemeriksaan serum yang diambil 2-4 minggu setelah pengambilan serum
pertama. Atau jika dapat dideteksi adanya antibodi IgM yang spesifik. Banyak jenis
pemeriksaan serologi telah digunakan untuk mendeteksi antibodi-antibodi terhadap
T.gondii. Akan tetapi metode ini tidak dapat dilakukan jika penderita berada dalam
keadaan imunodefisiensi. 10,11
Titer IgM akan meningkat pada waktu seseorang yang imunokompeten yang
baru mengalami infeksi toksoplasma. Pada penderita AIDS yang terinfeksi
toksoplasma dapat mengalami infeksi diseminata, tanpa menunjukkan adanya
peningkatan titer antibodi. Dalam keadaan normal, jika IgG dan IgM negatif, infeksi
toksoplasma dapat dinyatakan tidak terjadi. Jika IgG dan IgM keduanya positif,
penderita dinyatakan menderita toksoplasmosis akut. Karena itu jika pemeriksaan
awal IgG positif, sebaiknya dilanjutkan dengan melakukan pemeriksaan IgM. Jika
IgM menunjukkan titer positif berarti penderita mengalami toksoplasmosis akut.
Beberapa metode serologi yang tersedia, di antaranya: 3,11
1. Sabin-Feldman dye test, positif pada awal dan menurun selama 1-2 tahun,
dengan mengukur antibodi IgG
Pemeriksaan serologi ini merupakan pemeriksaan yang paling sensitif
terhadap toksoplasma. Sebagai antigen dalam pemeriksaan ini digunakan
takizoit hidup T.gondii yang virulen. Antigen direaksikan dengan larutan

11
serum uji dan faktor komplemen yang mirip komplemen yang terdapat dalam
serum manusia yang tidak mengandung antibodi terhadap toksoplasma.
Kendala utama pemeriksaan ini adalah biaya yang mahal dan risiko tinggi
karena menggunakan organisme hidup.
2. Aglutinasi langsung formalin parasit-berguna untuk skrining, mendeteksi
IgM dan antibodi IgG
Uji aglutinasi mudah dikerjakan dan larutan antigen yang dipakai telah dijual
bebas secara komersial di berbagai Negara. Uji ini menggunakan antigen dari
takizoit yang sudah dimatikan dan serum uji terlebih dahulu dicampur dengan
2-merkaptoetanol untuk menghilangkan agglutinin yang tidak spesifik.
3. Fluoresensi direk; sederhana dan aman, dapat digunakan untuk
membedakan IgM dan IgG.
Antigen yang digunakan berasal dari takizoit T.gondii yang dimatikan.
Kendala penggunaan uji ini karena memerlukan sinar ultraviolet dan untuk
setiap spesies yang diuji diperlukan globulin anti-spesies yang berfluoresen.
Uji ini bermanfaat untuk menegakkan diagnosis toksoplasmosis acquired.

DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding toksoplasmosis kongenital adalah sindrom TORCH
(toksoplasmosis, rubella, cytomegalovirus, dan herpes simplex). Toksoplasmosis
acquired, manifestasi kulit awal terdiri dari nodul kutaneus dan subkutan, serta erupsi
makular, papular, hemoragik. Kemudian dapat menjadi deskuamasi scarlatiniform,
erupsi menyerupai roseola, eritema multiforme, dermatomiositis atau liken planus,
serta dermatitis eksfoliatif, penyakit menular, seperti exanthems virus,
meningococcemia, dan sifilis, dan penyakit inflamasi, seperti vaskulitis urtikaria,
herpes simpleks, penyakit autoimun. Yang harus disingkirkan, exanthema disertai
dengan demam tinggi dan malaise. Manifestasi klinis pada toksoplasmosis
generalisata dengan malaria juga mirip; batuk prominen, demam tinggi, limfadenopati
dan ruam pada trunkus. 1-3,10

PENGOBATAN

12
Pengobatan harus dimulai pada semua pasien dengan penyakit akut atau aktif
atau infeksi bawaan, dan pada individu imunosupresi. Sulfadiazin dan pirimetamin
bekerja secara sinergis dan bersama-sama memberikan terapi yang efektif. Efek
samping yang parah dapat terjadi karena gangguan metabolisme asam folat. Untuk
alasan ini, infeksi pada individu secara imunologis yang normal biasanya tidak
diobati. Perawatan yang paling efektif adalah sulfadiazin (500 mg empat kali sehari
pada orang dewasa dan 25 mg / kg empat kali sehari untuk anak-anak) dalam
kombinasi dengan pirimetamin (75 mg sekali sehari untuk orang dewasa dan 1 mg /
kg / hari untuk anak-anak). Klindamisin dapat digunakan pada pasien alergi
sulfonamid. Kotrimoksazol dilaporkan efektif dalam pengobatan limfadenitis
toksoplasma. Dosis dan total waktu pengobatan bervariasi sesuai dengan usia dan
kompetensi imunologi dari pasien yang terinfeksi. Aplikasi lokal kortikosteroid
mempercepat stabilisasi evolusi lesi kulit. 10,29,30
KESIMPULAN
Organisme penyebab toksoplasmosis cenderung menyerang sistem
retikuloendotelial dan endotelium pembuluh darah, membentuk granuloma dengan
nekrosis jaringan yang terkena. Tiga gejala mayor terdiri dari toksoplasmosis
congenital, acquired, dan pada imunodefisiensi. Diagnosis Toksoplasmosis kutaneus
ditegakkan berdasarkan pemeriksaan serologis, meskipun demikian toksoplasmosis
kutaneus jarang ditemukan. Perawatan yang paling efektif adalah sulfadiazin
kombinasi dengan pirimetamin. Klindamisin dapat digunakan pada pasien alergi
sulfonamid.

DAFTAR PUSTAKA
1. Malek JM, Ghosn SH. Leishmaniasis and Other Protozoan Infections. In:
A.Goldsmith L, I.katz S, A.Gilchrest B, S.Paller A, J.Leffell D, Wolff K,
editors. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. New York: The
McGraw-Hill Companies; 2012. p. 3616-8.
2. James WD, Elston DM, Berger TG. Parasitic Infestations, Stings, and Bites.
In: James WD, Elston DM, Berger TG, editors. Andrews' Disease of The Skin
Clinical Dermatology. eleventh ed. San Fransisco: Saunders Aelsevier; 2011.
p.421.

13
3. Vega-López F, Hay RJ. Parasitic Worms and Protozoa. In: Burns T,
Breathnach S, Cox N, Griffths C, editors. Rook's Textbook of Dermatology.
Cambridge: Wiley-Blackwell; 2010. p. 37.44.
4. Rudolph AJ. Protozoal and Parasitic Infection. In: Rudolph AJ, editor.
Dermatology and Perinatal Infection. London: B.C. Decker Inc.; 1997. p. 135-
6.
5. Leyva WH, Cruz DJS. Cutaneous toksoplasmosis. JAAD. Dermatol.
1986;14:600-5.
6. Amir G, Salant H, Resnick IB, Karplus R. Cutaneous toksoplasmosis after
bone marrow transplantation with molecular confirmation. JAAD.
2008;59:781-4.
7. Zimmermann S, Hadaschik E, Dalpke A, Hassel JC, Ajzenberg D, Tenner-
Racz K, et al. Varicella-Like Cutaneous Toksoplasmosis in a Patient with
Aplastic Anemia. JCM. 2013;51:1341-4.
8. Fong MY, Wong KT, Rohela M, Tan LH, Adeeba K, Lee YY, et al. Unusual
manifestation of cutaneous toksoplasmosis in a HIV-positive patient. Tropical
Biomed. 2010;27:447-50.
9. Jones JL, Kruszon-Moran D, Wilson M, McQuillan G, Navin T, McAuley JB.
Toxoplasma gondii infection in the United States: seroprevalence and risk
factors. Am J Epidemiol 2001;154: 357-65.
10. Lupi O, Bartlett BL, Haugen RN, C L, Sethi A, Klaus SN, et al. Tropical
dermatology: Tropical diseases caused by protozoa. JAAD. 2009;60:897-925.
11. Soedarto. Toksoplasmosis. Surabaya: Sagung Seto; 2012.
12. Darde M-L. Genetic analysis of the diversity in Toxoplasma gondii. Ann Ist
Super Sanità. 2004;40:57-63.
13. Ajzenberg D, Cogne´ N, Paris L, Bessie`res MH, Thulliez P, Filisetti D, et al.
Genotype of 86 Toxoplasma gondii isolates associated with human congenital
toksoplasmosis and correlation with clinical findings. J Infect Dis
2002;186:684-9.
14. Grigg ME, Bonnefoy S, Hehl AB, Suzuki Y, Boothroyd JC. Success and
virulence in Toxoplasma as the result of sexual combination between two
distinct ancestries. Science 2001;294:161-5.
15. Sibley L. Recent origins among ancient parasites. Vet Parasitol 2003;115:185-
98.
16. Tekkesin N. Diagnosis of toksoplasmosis in pregnancy: a review. HOAJ.
2012:1-8.
17. Sangueza OP, Lu D, Sangueza M, Pereira CP. Protozoa and worms. In:
Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP, editors. Dermatology. London: Mosby;
2003. pp. 1295-307.
18. Mawhorter SD, Effron D, Blinkhorn R, Spagnuolo PJ. Cutaneous
manifestation of toksoplasmosis. Clin Infect Dis 1992;14:1084-8.
19. Montoya JG, Liesenfeld O. Toksoplasmosis. Lancet 2004;363:1965-76.

14
20. Lum F, Jones JL, Holland GN, Liesegang TJ. Survey of ophthalmologists
about ocular toksoplasmosis. Am J Ophthalmol 2005;140:724-6.
21. Montoya JG, Liesenfeld O. Toksoplasmosis. Lancet 2004;363:1965-76.
22. Talabani H, Mergey T, Yera H, Delair E, Brézin A, Langsley G, et al. Factors
of occurrence of ocular toksoplasmosis. A review. Parasite. 2010;17:177-82.
23. Delaporte E, Alfandari S, Piette F, Fortier B. Cutaneous manifestations of
toksoplasmosis. Int J Dermatol 1995;34:443
24. Fernandez DF, Wolff AH, Bagley MP. Acute cutaneous toksoplasmosis
presenting as erythroderma. Int J Dermatol 1994;33:129-30.
25. Solovastru L, Amalinei C. Morphea associated with toksoplasmosis. Rev Med
Chir Soc Med Nat Iasi 2003;107:646-9.
26. Saberin A, Lutgen C, Humbel RL, Hentges F. Dermatomyositis-like syndrome
following acute toksoplasmosis. Bull Soc Sci Med Grand Duche Luxemb
2004;2:109-19.
27. Kawakami Y, Hayashi J, Fujisaki T, Tani Y, Kashiwagi S, Yamaga S. A case of
toksoplasmosis with dermatomyositis. Kansenshogaku Zasshi 1995;69:1312-
5.
28. Eymard B. Polymyositis, dermatomyositis and inclusion body myositis,
nosological aspects. Presse Med 2003;32:1656-67.
29. Portegies P, Solod L, Cinque P, Chaudhuri A, Begovac J, Everall I, et al.
Guidelines for the diagnosis and management of neurological complications
of HIV infection. Eur J Neurol 2004;11:297-304.
30. Masur H, Kaplan JE, Holmes KK. U.S. Public Health Service; Infectious
Diseases Society of America. Guidelines for preventing opportunistic
infections among HIV-infected persons—2002. Recommendations of the U.S.
Public Health Service and the Infectious Diseases Society of America. Ann
Intern Med 2002;137:435-78.

15

Anda mungkin juga menyukai