Anda di halaman 1dari 11

TUGAS

MANAJEMEN AKUAKULTUR PAYAU

BUDIDAYA KERAPU (Epinephelus sp.)

OLEH :

MUHLISA DARWIS
L221 16 508
MANAJEMEN AKUAKULTUR PAYAU (B)

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN


DEPARTEMEN PERIKANAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Ikan Kerapu (Epinephelus sp sp) umumnya dikenal dengan istilah


"groupers" dan merupakan salah satu komoditas perikanan yang mempunyai
peluang baik dipasarkan domestik maupun padar internasional dan selain itu
nilai jualnya cukup tinggi. Eksport ikan kerapu melaju pesat sebesar 350%
yaitu dari 19 ton pada tahun 1987 menjadi 57 ton pada tahun 1988 (Deptan,
1990 dalam Tarwiyah, 2001).
Produksi ikan kerapu saat ini masih relatif rendah sehingga
mengakibatkan harga jual kerapu juga masih mahal dibandingkan dengan
keadaan mati (segar). Harga ikan kerapu bebek (Chmoreleptis altivelis) di
tingkat produsen atau pengusahaan KJA mencapi Rp 400.000 per kilogram,
sedangkan kerapu (Ephinephelus ) Rp 130.000 Per kilogram. Rendahnya
produksi kerapu disebabkan oleh masih tingginya penangkapan langsung dari
laut yang bisa menggunakan alat tangkap kail, yaitu hand
line dan longline. Alat tangkap ini hanya bisa satu per satu sehingga
dibutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkan kerapu dalam jumlah besar.
Selain itu jumlah kerapu di laut juga semakin berkurang karena terjadi over
fishing di beberapa daerah dan penggunaan bahan peledak serta potasium
sianida yang mengakibatkan anak-anak kerapu yang belum layak tangkap
mati. Penangkapan dengan menggunakan cara di atas juga mengakibatkan
ikan yang didapat dalam keadaan mati, padahal permintaan pasar luar negeri
maupun dalam negeri lebih banyak menginginkan kerapu dalam keadaan
hidup (Sulaiman, 2010).
Permintaan jenis kerapu di pasaran internasional terus meningkat
sehingga untuk keperluan ekspor cukup tinggi dibandingkan jenis kerapu
lainnya. Informasi dari salah satu perusahaan swasta yang mengekspor
berbagai jenis ikan ekonomis penting menjelaskan bahwa permintaan untuk
jenis kerapu sekitar 4.000 kg/hari (Anonim, 1998 dalamAlit, 2010)
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 BIOLOGI IKAN KERAPU


Ikan kerapu Epinepheus sp adalah komoditas perikanan Indonesia yang
diunggulkan dan mempunyai nilai ekonomis yang tinggi, mempunyai harga yang
mahal juga merupakan komoditas ekspor. Saat ini budidaya ikan kerapu sudah
berkembang, maka perlu ketersediaan benih secara kontinyu, untuk mencukupi
kebutuhan benih perlu adanya usaha pembenihan kerapu, yang teknologinya
sudah dapat diaplikasikan. Benih kerapu yang sudah dapat memasok kebutuhan
budidaya adalah kerapu bebek (Cromileptes altivelis) dan kerapu macan
(Epinephelus fuscoguttatus) (Sugama, et.al., 2001 dan Ismi, 2006a; 2008, 2010a,
2010b).
Klasifikasi Ilmiah Ikan Kerapu Menurut Ghufran (2001), ikan kerapu
dapat diklasifikasikan secara taksonomi sebagai berikut:

Filum : Chordata
Class : Chondrichthyes
Subclass : Ellasmobranchii
Ordo : Percomorphi
Divisi : Perciformes
Famili : Serranidae
Genus : Epinephelus sp
Species : Epinepheus sp

Morfologi Ikan Kerapu


Menurut wardana (1994) dalam Sulaiman (2010), ciri-ciri morfologi ikan
kerapu adalah sebagai berikut:
1). Bentuk tubuh pipih, yaitu lebar tubuh lebih kecil daripada panjang dan tinggi
tubuh.
2). Rahang atas dan bawah dilengkapi dengan gigi yang lancip dan kuat.
3). Mulut lebar, serong ke atas dengan bibir bawah yang sedikit menonjol
melibihi bibir atas.
4). Serip ekor berbentuk bundar, sirip punggung tunggal dan memanjang di mana
bagian yang berjari-jari keras kurang lebih sama dengan yang berjari-jari lunak.
5). Posisi sirip perut berada di bawah sirip dada.
6). Badan ditutupi sirip kecil yang bersisik stenoid.
Bentuk ikan kerapu (Epinephelus sp ) mirip dengan kerapu lumpur, tetapi
dengan badan yang agak lebar. Masyarakat Internasional menyebutnya dengan
sebutan flower atau carpet cod(Ghufran, 2001 dalamSulaiman, 2010). Ikan
kerapu memiliki mulut lebar serong ke atas dengan bibir bawah menonjol ke atas
dan sirip ekor yang umumnya membulat (rounded). Warna dasar sawo matang,
perut bagian bawah agak keputihan dan pada badannya terdapat titik berwarna
merah kecokelatan, serta tampak pula 4-6 baris warna gelap yang melintang
hingga ekornya. Badan ditutupi oleh sisik kecil, mengkilat dan memiliki ciri-ciri
loreng.
Ikan kerapu dikategorikan sebagai ikan konsumsi bila bobot tubuhnya
telah mencapai 0,5 kg–2 kg per ekor. Selain dijual sebagai ikan konsumsi, ikan
kerapu juga dapat dijual sebagai ikan hias dengan nama grace kelly. Ikan
kerapu memiliki bentuk sirip yang membulat. Sirip punggung tersusun dari 10
jari-jari keras dan 19 jari-jari lunak. Pada sirip dubur, terdapat 3 jari-jari keras dan
10 jari-jari lunak. Ikan ini bisa mencapai panjang tubuh 70 cm atau lebih, namun
yang dikonsumsi, umumnya berukuran 30 cm–50 cm. Ikan kerapu tergolong ikan
buas yang memangsa ikan-ikan dan hewan-hewan kecil lainnya. Ikan
kerapu merupakan salah satu ikan laut komersial yang mulai diusahakan baik
dengan tujuan pembenihan maupun pembesaran.

Kebiasaan Makan dan Makanannya


Ikan kerapu dikenal sebagai ikan pemangsa (predator) yang memangsa
jenis-jenis ikan kecil, zooplankton, dan udang-udang kecil lainnya. Tingkah laku
makan ikan kerapu sebelum umpan dimasukkan adalah bergerombol di pojok
aquarium. Ketika umpan dimasukkan ikan mulai merespon ke arah sekat gelap.
Fase ini disebut fase aurosal (timbul selera). Pada fase tersebut, organ yang
berperan adalah penciuman (olfactory).
Ketika ikan sampai pada dinding sekat gelap. Ikan bermaksud menerobos
dinding sekat gelap, kemudian bergerak naik turun mencari celah agar bisa
menerobos sekat dan memakan umpan.fase ini dinamakan search phrase atau
mencari lokasi.
Saat ikan kerapu mengamati umpan yang ada di depannya kemudian
melesat secara tiba-tiba menyergap umpan/makanan yang ada di depannya dan
menariknya ke tempat persembunyian, merupakan fase mengidentifikasi dan
memakan umpan (uptake and finding balt) (Mulyono dan Effendy, 2005 dalam
Dlan, dkk., 2007). Pada fase tersebut, organ yang digunakan adalah mata karena
kemampuan mata untuk mengidentifikasi suatu benda yang masuk ke area
pandangnya akibat intensitas sinar yang mengenai benda tersebut.
Ikan kerapu adalah ikan karang yang habitatnya di batu karang dan
merupakan ikan yang bergerombol dan selalu aktif mencari pakan, jika pemberian
pakan kurang terutama pada ukuran panjang di bawah 4 cm, ikan ini akan
memakan temannya (kanibal).

Cara Berkembang Biak


Ikan kerapu bersifat hermaphrodit protogynous (hermaprodit protogini),
yang berarti setelah mencapai ukuran tertentu, akan berganti kelamin (changce
sex) dari betina menjadi jantan. Selain itu ikan kerapu tergolong jenis ikan yang
bersifat hermaphrodit synchroni, yaitu di dalam satu gonad satu individu ikan,
terdapat sel seks betina dan sel seks jantan yang dapat masak dalam waktu yang
sama, sehingga ikan dapat mengadakan pembuahan sendiri dan dapat pula tidak.
Ikan kerapu merupakan ikan berukuran besar, yang bobotnya dapat mencapai 450
kg atau lebih. Jenis ikan kerapu ini terdapat di berbagai perairan antara lain di
Afrika, Taiwan, Filipina, Malaysia, Australia, Indonesia, dan Papua Nugini.
Sementara di Indonesia, kerapu ditemukan di Teluk Banten, Segara Anakan,
Kepulauan Seribu, Lampung, dan daerah muara sungai.

2.2 Benih Ikan Kerapu

Gambar. Bak Pemeliharaan Benih Ikan Kerapu

Benih atau larva yang baru menetas terlihat transparan, melayang-melayang dan
gerakannya tidak aktif serta tampak kuning telur dan oil globulenya. Larva akan
berubah bentuk menyerupai kerapu dewasa setelah berumur 31 hari.
Masa kritis kedua dijumpai pada waktu larva berumur 8 hari (D8)
memasuki umur 9 hari (D9), dimana pada saat itu mulai terjadi perubahan bentuk
tubuh yang sangat panjang dan spesifik, sampai pada hari ke 20 (D20) larva
berkembang dengan baik dan belum menunjukkan adanya tanda-tanda kematian,
akan tetapi memasuki hari ke 22 (D22), 23 (D23) sebagian dari larva baik yang
masih kecil maupun yang sudah besar mulai nampak adanya kematian. Diawali
dengan adanya gerakan memutar (whirling) yang tidak terkendali kemudian
terbalik lalu mati.
Benih kerapu yang baru menetas mempunyai cadangan makanan berupa
kuning telur. Pakan ini akan dimanfaatkan sampai hari ke 2 (D2) setelah menetas
dan selama kurun waktu tersebut larva tidak memerlukan dari luar. Umur 3 hari
(D3) kuning telur mulai terserap habis, perlu segera diberi pakan dari luar berupa
Rotifera Brachionus Plicatilis dengan kepadatan 1 – 3 ekor/ml. Disamping itu
ditambahkan pula Phytoplankton chlorella sp dengan kepadatan antara 5.10 - 10
sel/ml. Pemberian pakan ini sampai larva berumur 16 hari (D16) dengan
penambahan secara bertahap hingga mencapai kepadatan 5 - 10 ekor/ml
plytoplankton 10 - 2.10 sel/ml media.
Pada hari kesembilan (D9) mulai diberi pakan naupli artemia yang baru
menetas dengan kepadatan 0,25 - 0,75 ekor/ml media. Pemberian pakan naupli
artemia ini dilakukan sampai larva berumur 25 hari (D25) dengan peningkatan
kepadatan hingga mencapai 2 - 5 ekor/ml media. Disamping itu pada hari ke tujuh
belas (D17) larva mulai diberi pakan Artemia yang telah berumur 1 hari,
kemudian secara bertahap pakan yang diberikan diubah dari Artemia umur 1 hari
ke Artemia setengah dewasa dan akhirnya dewasa sampai larva berumur 50 hari.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim 1991. Operasional Pembesaran Ikan Kerapu dalam Keramba JaringApung .


Departemen Direktorat Perikanan Balai Bididaya Laut. Lampung.
Direktorat Jendral Perikanan, DepartemenPertanian, 1996, Pembenihan Ikan
Kerapu (Epinephelus sp ). Jakarta.
Ir. Sudjiharno dkk, 2004, Proyek Pengembangan Perekayasaan Teknologi BalaiBudidaya
Laut. Lampung.
Nybakken, W. 1988. Biologi laut, suatu pendekatan ekologi. Dalam: AnonimPembesaran
Ikan Kerapu dan Kerapu Tikus di Keramba JaringApung. Departemen Pertanian,
Direktorat Perikanan, Balai Laut. Lampung.
Subyakto, S. dan S. Cahyaningsih. 2003. Pembenihan Kerapu Skala RumahTangga. PT
Agromedia Pustaka, Depok.Direktorat Bina Pembenihan. Jakarta.
Suyoto, P. Mustahal. 2002. Pembenihan Ikan Laut Ekonomis: Kerapu,Kakap,Beronang.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Saanin,H.1968. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Banatjipta. Bandung.
Sugama, K., Tridjoko, B. Slamet, S. Ismi, E. Setiadi dan S. Kawahara. 2001. Petunjuk
teknis produksi benih ikan kerapu bebek, Cromileptes altivelis. Balai Riset
Budidaya Laut Gondol, Pusat Riset dan Pengembangan Eksploirasi laut dan
Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan dan Japan International
Cooperation Agency. 40 p.
Sugama, K., M.A. Rimmer, S. Ismi, I.Koesharyani, K. Suwirya, N.A. Giri and V.R.
Alava. 2012 . Hatchery management of tiger grouper (Epinephelus
fuscoguttatus): a best-practice manual. Australian Centre for Internation.

Anda mungkin juga menyukai