Sistem informasi manajemen puskesmas (SIMPUS) adalah sebuah sistem informasi yang
terintegrasi dan di disain multi user yang disiapkan untuk menangani keseluruhan proses manajemen
puskesmas. Simpus terdiri dari berbagai modul yaitu admin sistem (manajemen user), loket, kegiatan
luar gedung atau UKM, poli BP atau umum, poli gigi, poli radiologi, poli KIA, UGD dan rawat inap.
Simpus menggunakan sistem yang berbasis web sehingga memungkinkan koneksi online dinas
kesehatan ke puskesmas atau pustu secara real time.
Sejak Januari tahun 2014 ini telah digunakan aplikasi verivikasi kepesertaan JKN (BPJS
Kesehatan) untuk layanan primer (Puskesmas dan Dokter Keluarga yang bekerjasama dengan BPJS
Kesehatan) dengan nama ” P-Care “. Dengan sistem yang online sehingga harus terkoneksi langsung
jaringan internet.
P-CARE atau kepanjangannya Primary Care merupakan sistem informasi pelayanan pasien
yang ditujukan untuk pasien berstatus BPJS-Kesehatan (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Bidang
Kesehatan) berbasis komputer dan online via internet. Sesuai dengan namanya maka P-CARE yang
ditujukan bagi pelayanan primer (puskesmas) dan didalamnya melakukan pengolahan data mulai dari
pendaftaran, bagian penegakan diagnosa, pemberian terapi, hingga pemeriksaan laboratorium. P-
CARE dikembangkan oleh PT. ASKES, merupakan pengembangan dari aplikasi pelayanan kesehatan
yang dulunya digunakan untuk SIDokkel digunakan juga di Puskesmas terutama untuk verivikasi
peserta secara online.
Dengan fungsi utama sebagai gatekeeper, maka Puskesmas (dan dokter keluarga) sebagai
PPK I memegang kunci siapa saja pasien di depan meja pendaftaran yang berhak untuk mendapatkan
faslitas pelayanan dengan “gratis”. Kemampuan P-Care dalam hal mendeteksi pasien yang dijamin
tersebut terdaftar dan “aktif” dan apabila dipandang perlu dirujuk sehingga ada output nomor
rujukan yang dibaca oleh referral sistem diatasnya (PPK II dan PPK III/Rumah Sakit Rujukan) akan
meningkatkan aspek continuity of care(kesinambungan pelayanan) dengan dasar patient
safety (keselamatan pasien).
P-CARE atau kepanjangannya Primary Care merupakan sistem informasi pelayanan pasien
yang ditujukan untuk pasien berstatus BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) berbasis komputer
dan online via internet. Sesuai dengan namanya maka PCARE yang disosialisasikan kepada saya
ditujukan bagi pelayanan primer (puskesmas) dan didalamnya melakukan pengolahan data mulai dari
pendaftaran, bagian penegakan diagnosa, pemberian terapi, hingga pemeriksaan laboratorium.
PCARE ini dikembangkan oleh PT.ASKES, merupakan pengembangan dari aplikasi pelayanan
kesehatan yang telah dilaksanakan di DI Aceh, Manado, dan Jakarta. Pada dasarnya dengan adanya
PCARE, diharapkan semua data kesehatan, khususnya yang berhubungan dengan pelayanan pasien
bersifat real time, terintegrasi dari setiap bagian di suatu institusi pelayanan kesehatan.
Seperti diketahui bahwa PCARE akan diterapkan pada institusi pelayanan kesehatan primer
seperti Puskesmas, namun jika ditelisik lebih dalam, maka ada banyak hambatan yang kemungkinan
akan terjadi jika akan dilaksanakan, antara lain: (1) Sumber Daya Manusia: SDM di Puskesmas saat ini
masih minim dibidang teknologi informasi, sedangkan PCARE idealnya dilaksanakan oleh semua
bagian yang melaksanakan pelayanan pasien dari suatu puskesmas (Alhamdulillah di Puskesmas saya
lebih dari 50% sudah “melek komputer”). (2) Sarana/fasilitas: Seperti diketahui secara umum
pastinya masih sedikit Puskesmas yang memiliki komputer di setiap ruangan yang ada terlebih jika
harus ditambah dengan terkoneksi internet. Belum lagi masalah listrik yang tentunya kita semua
pahami. (3) Kebutuhan end user yang belum terpenuhi: Saya tidak tahu apakah seluruh tahapan dari
metode pengembangan sistem, utamanya analisis kebutuhan pemakai telah dilalui atau belum,
namun saya merasa masih ada kebutuhan end user yang belum dapat dicapai dengan sistem ini,
meskipun pihak PT.ASKES secara terbuka menerima saran untuk perbaikan sistem ini.
Pada dasarnya, P-Care mempunyai 2 fungsi besar, yaitu (1) Pendaftaran Pasien, dimana entry
data dilaksanakan oleh petugas pendaftaran, dan (2) Pelayanan Pasien, dimana entry data
dilaksanakan oleh dokter (atau petugas Balai Pengobatan), didalamnya juga terdapat fitur
pembuatan rujukan, dimana datanya akan dapat langsung terbaca di FasKes Rujukan. Selain kedua
fungsi tersebut terdapat fitur tambahan seperti preview data kunjungan, jumlah peserta BPJS yang
terdaftar di suatu faskes primer, serta pengolahan data tenaga medis dan fitur penggantian
password.
e-puskesmas
Aplikasi e-Puskesmas
e-Puskesmas adalah aplikasi yang dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan pencatatan data
secara digital pada Puskesmas. e-Puskesmas merupakan sistem terintegrasi yang
mengimplementasikan aplikasi berbasis desktop dengan aplikasi berbasis online (website). Aplikasi
berbasis desktop (e-Puskesmas Client Desktop) digunakan oleh Puskesmas untuk melakukan
pencatatan data pelayanan sehari-hari mulai dari data pasien, rekam medik, obat dan masih banyak
lagi dengan dukungan berbagai fitur menarik. Pada aplikasi online e-Puskesmas mempunyai aplikasi
e-Puskesmas Client Website dan Reporting System
e-Puskesmas Client Website
Merupakan duplikasi dari aplikasi e-Puskesmas Client Desktop yang digunakan oleh Puskesmas.
Aplikasi ini dikembangkan untuk menjadi alternatif apabila terjadi masalah pada aplikasi Desktop
Client, selain itu e-Puskesmas Client berbasis web ini dapat menjadi pilihan Anda apabila tidak ingin
melakukan instalasi pada komputer. Karena identik dengan aplikasi Client Desktop, aplikasi Client
Website ini juga dapat digunakan apabila petugas Puskesmas melakukan kegiatan dilapangan.
Kegiatan pencatatan data tetap dapat dilakukan pada e-Puskesmas sehingga dan data yang diisikan
dilapangan akan terhubung dengan aplikasi Client Desktop di komputer Puskesmas melalui fitur
sinkronisasi.
Reporting System e-Puskesmas
Adalah aplikasi yang didesain khusus untuk merepresentasikan informasi yang berasal dari hasil
pengolahan data-data yang sebelumnya telah disinkronisasi di Puskesmas. Dengan sistem yang
terintegrasi, pengguna e-Puskesmas sangat memungkinkan untuk dapat secara realtime memantau
segala kejadian pada setiap Puskesmas melalui aplikasi ini.
Seiring kemajuan teknologi informasi, e-Puskesmas juga akan selalu dikembangkan guna memenuhi
kebutuhan akan sistem informasi kesehatan di Indonesia sehingga diharapkan e-Puskesmas dapat
menjadi pilihan utama dalam implementasi dukungan teknologi informasi dalam meningkatkan
kualitas pelayanan dan kesehatan di Indonesia.
IV.4 Pembahasan
E-Puskesmas merupakan aplikasi untuk layanan kesehatan yang dikembangkan untuk memberikan
pelayanan dasar kepada masyarakat yang sudah berjalan di 10 Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kota
Makassar. Dengan e-Puskesmas pencatatan dan pendataan pasien dilakukan secara elektronik.
Layanan aplikasi e-Puskesmas juga semakin memudahkan Dinas Kesehatan dalam memonitor data
kesehatan masyarakat.
E-Puskesmas merupakan produk PT Telkom dan merupakan bagian dari modul aplikasi untuk
perancangan Smart City Pemerintah Kota Makassar kerjasama dengan PT Telkom. Jalinan kerja sama
itu berupa memorandum of understanding (MoU) atau nota kesepahaman yang dilakukan pada
tanggal 8 Mei 2014.
Untuk mengukur efektivitas penerapan layanan e-Puskesmas di Kota Makssar digunakan 5 (lima)
indikator efektivitas menurut Gibson. Pertama kriteria produksi. Produksi yang dimaksud yaitu
produk yang dihasilkan melalui fasilitas yang terdapat dalam e-Puskesmas, yaitu : kartu berobat,
rekam medis pasien, resep, rujukan, dan laporan puskesmas. Dari hasil wawancara dan observasi
diketahui bahwa produk yang diproses melalui e-Puskesmas seperti kartu berobat, rekam medis
pasien, resep, rujukan, dan laporan belum cukup efektiv dimana masih digunakan kartu berobat
model lama, dan meskipun rekam medis diinput di e-Puskesmas tetapi masih dilakukan pencatatan
manual sehingga pencatatan rekam medis menjadi 2 (dua) kali, dan pencatatan rekam medis baru
digunakan untuk pasien rawat jalan sedangkan untuk rawat inap belum diterapkan, resep pasien
masih ditulis manual oleh dokter dan belum pernah cetak resep melalui aplikasi e-Puskesmas, dan
untuk rujukan secara online ke 114
rumah sakit belum bisa menggunakan e-Puskesmas, baru sebatas rujukan terhadap unit dalam
gedung atau antar unit pelayanan di puskesmas, serta laporan puskesmas masih dikumpul secara
manual, belum menggunakan e-Puskesmas.
Kedua, kriteria efisiensi. Efisiensi yang dimaksud adalah penggunaan sumber daya yang langka oleh
organisasi yaitu sumber daya teknis dan sumber daya manusia dalam mendukung penerapan layanan
e-Puskesmas. Dari hasil wawancara dan observasi diketahui sumber daya teknis yaitu sarana dan
prasarana yang digunakan dalam menerapkan e-Puskesmas belum efektif dimana puskesmas sering
mengalami gangguan jaringan saat pengoperasian e-Puskesmas sedangkan e-Puskesmas merupakan
aplikasi yang dijalankan secara online sehingga apabila mengalami gangguan jaringan membuat
pegawai terhambat untuk menginput data dan perlu penambahan sarana prasarana agar e-
Puskesmas dapat berjalan efektiv seperti penambahan printer untuk mencetak kartu berobat pasien.
Dan untuk sumber daya manusia (SDM) yakni pegawai yang mengoperasikan e-Puskesmas belum
efektif dimana belum pernah diadakan pelatihan secara khusus aplikasi e-Puskesmas, selama ini
hanya berupa Technical Assistance atau bantuan teknis dari PT Telkom berupa sosialisasi aplikasi,
pemberian username dan password untuk log-in ke aplikasi, dan penjelasan singkat mengenai isi
aplikasi e-Puskesmas. Dari hasil wawancara diketahui bahwa tidak ada petugas khusus untuk
penginputan rekam medis dan di Loket Kartu lebih banyak menggunakan tenaga magang, dan masih
ada pegawai yang belum memahami isi dan kegunaan aplikasi e-Puskesmas, dan masih ada ruang
pelayanan yang belum menerapkan e-Puskesmas 115
dikarenakan pegawai belum mengetahui cara penggunaan aplikasi e-Puskesmas.
Ketiga, kriteria kepuasan yang mengacu pada keberhasilan organisasi dalam memenuhi kebutuhan
karyawan anggotanya. Ukuran kepuasan meliputi sikap karyawan dan keluhan karyawan. Sikap kerja
adalah respon atau pernyataan baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan dalam
melakukan pekerjaan atau pengorbanan jasa, jasmani, dan pikiran untuk menghasilkan barang-
barang atau jasa-jasa yang dapat diukur dengan keyakinan bahwa kinerja baik berasal dari bekerja
keras, perasaan dan perilaku untuk mencapai tujuan. Sikap karyawan yang dimaksud adalah sikap
pegawai terhadap penerapan layanan e-Puskesmas. Dari hasil wawancara diketahui pegawai merasa
penerapan e-Puskesmas ini sebagai tugas tambahan yang membuat pencatatan data menjadi dua
kali yaitu input data di e-Puskesmas dan juga catat manual sehingga menambah pekerjaan. Dan
pegawai selaku pengguna belum merasakan banyak manfaat dari penerapan e-Puskesmas.
Berikutnya Keluhan karyawan. Keluhan karyawan yang dimaksud adalah keluhan pegawai terhadap
penggunaan layanan e-Puskesmas. Dari hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa pegawai
mengeluhkan jaringan yang sering bermasalah saat menggunakan aplikasi e-Puskesmas. E-Puskesmas
merupakan aplikasi yang dijalankan secara online sehingga apabila mengalami gangguan jaringan
maka pegawai tidak bisa menginput data pasien. Dan juga stok obat dimana obat yang expired tidak
otomatis keluar dari stok obat, jadi obat yang expired tetap bertumpuk dalam stok obat.
Keempat, kriteria keadaptasian. Keadaptasian sebagai kriteria efektivitas mengacu kepada tanggapan
organisasi terhadap perubahan eksternal dan 116
internal. Perubahan-perubahan eksternal seperti keinginan pelanggan dan kualitas produk, serta
perubahan internal seperti ketidakefisienan dan ketidakpuasan.
Ketidakefisienan, berasal dari kata efisien. Efisiensi diukur berdasarkan rasio antara keuntungan
dengan biaya atau waktu yang digunakan. Efisiensi yang dimaksud adalah segala pelayanan yang
dilakukan melalui e-Puskesmas dapat menghemat waktu dibandingkan dengan sebelum penerapan
e-Puskesmas. Ketidakefisienan beberarti tidak tercapainya efisiensi dalam penerapan layanan e-
Puskesmas. Dari hasil wawancara diketahui bahwa penerapan e-Puskesmas belum dapat menghemat
waktu atau tidak efisien yang disebabkan masih dilakukan pencatatan manual setelah penerapan e-
Puskesmas.
Ketidakpuasan, untuk mengetahui apakah pengguna sudah merasa puas dengan penggunaan e-
Puskesmas. Dari hasil wawancara diketahui pegawai sudah puas dengan aplikasi e-Puskesmas
walaupun masih banyak kekurangan seperti obat yang expired tidak terpotong atau hilang dalam
stok obat, dan item obat baru tidak bisa diinput sendiri sama puskesmas, kode diagnosa penyakit
(ICD-X) kurang jadi pencarian diagnosa penyakit agak susah dan fitur laporan yang belum memenuhi
kebutuhan pencatatan dan pelaporan di Dinas Kesehatan.
Keinginan pelanggan, untuk mengetahui apa keinginan pengguna maupun penerima layanan e-
Puskesmas. Dari hasil wawancara diketahui pegawai menginginkan e-Puskesmas lebih ditingkatkan
lagi kualitasnya dan untuk penerima layanan yakni masyarakat belum mengetahui mengenai e-
Puskesmas.
Kualitas produk, yang dimaksud adalah kualitas aplikasi e-Puskesmas. Dari hasil wawancara diketahui
bahwa kualitas aplikasi e-Puskesmas sudah bagus.
Kelima, kriteria kelangsungan hidup. Kelangsungan hidup yang dimaksud adalah bagaimana program
e-Puskesmas dapat terus bertahan guna membantu pelayanan kepada masyarakat. Dari hasil
wawancara diketahui bahwa puskesmas sebagai pengguna e-Puskesmas tidak bisa mengembangkan
aplikasi e-Puskesmas dikarenakan ini merupakan produk PT Telkom dan yang dapat dilakukan
puskesmas yaitu memaksimalkan sarana dan prasarana dan meningkatkan pengetahuan pegawai
selaku pengguna e-Puskesmas tetapi hal tersebut belum dilakukan oleh puskesmas.
Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan layanan e-Puskesmas di Kota
Makassar belum cukup efektif. Hal ini terlihat dari indikator Produksi, Efisiensi, Kepuasan, dan
Kelangsungan Hidup.
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan layanan e-
Puskesmas di Kota Makassar belum cukup efektif. Hal ini terlihat dari indikator Produksi,
Efisiensi, Kepuasan, dan Kelangsungan Hidup. Produk yang dihasilkan melalui fasilitas yang
terdapat dalam e-Puskesmas seperti kartu berobat, rekam medis, resep, rujukan dan
laporan belum cukup efektif dimana masih digunakan kartu berobat model lama, meskipun
rekam medis diinput di e-Puskesmas tetapi masih dilakukan pencatatan manual, resep
pasien masih ditulis manual dan belum pernah cetak resep melalui aplikasi e-Puskesmas,
dan untuk rujukan secara online ke rumah sakit belum bisa menggunakan e-Puskesmas
baru sebatas rujukan terhadap unit dalam gedung atau antar unit pelayanan di puskesmas,
serta laporan puskesmas masih dikumpul secara manual, belum menggunakan e-
Puskesmas. Dan untuk sumber daya teknis dimana puskesmas sering mengalami gangguan
jaringan saat saat pengoperasian e-Puskesmas. Dan untuk sumber daya manusia (SDM)
belum pernah ada pelatihan secara khusus aplikasi e-Puskesmas hanya Technical
Assistance dari PT Telkom untuk langsung penerapan aplikasi dan masih ada ruang
pelayanan yang belum menggunakan e-Puskesmas karena pegawai belum mengetahui
cara penggunaanya. Secara umum pegawai merasa penerapan e-Puskesmas ini sebagai
tugas tambahan yang membuat pencatatan data menjadi dua kali yaitu input data di e-
Puskesmas dan catat manual, dan pegawai mengeluhkan jaringan yang sering bermasalah
sehingga membuat 119
pegawai terhambat untuk menginput data dan stok obat dimana obat yang expired tidak
otomatis keluar dari stok obat.
Dinas Kesehatan dan puskesmas sebagai pengguna e-Puskesmas tidak bisa
mengembangkan aplikasi e-Puskesmas dikarenakan ini merupakan produk PT Telkom.
Yang dapat dilakukan puskesmas yaitu memaksimalkan sarana dan prasarana dan
meningkatkan pengetahuan pegawai selaku pengguna e-Puskesmas tetapi hal tersebut
belum dilakukan oleh puskesmas.
V.2 Saran
1. Perlu adanya pelatihan agar pegawai puskesmas bisa terus meningkatkan kemampuan
dalam mengelola program tersebut.
· Sejarah BPJS
Adanya pengeluaran yang tidak terduga apabila seseorang terkena penyakit, apalagi tergolong
penyakit berat yang menuntut stabilisasi yang rutin seperti hemodialisa atau biaya operasi yang
sangat tinggi. Hal ini berpengaruh pada penggunaan pendapatan seseorang dari pemenuhan
kebutuhan hidup pada umumnya menjadi biaya perawatan dirumah sakit, obat-obatan, operasi, dan
lain lain. Hal ini tentu menyebabkan kesukaran ekonomi bagi diri sendiri maupun keluarga. Sehingga
munculah istilah “SADIKIN”, sakit sedikit jadi miskin. Dapat disimpulkan, bahwa kesehatan tidak bisa
digantikan dengan uang, dan tidak ada orang kaya dalam menghadapi penyakit karena dalam sekejap
kekayaan yang dimiliki seseorang dapat hilang untuk mengobati penyakit yang dideritanya.
Begitu pula dengan resiko kecelakaan dan kematian. Suatu peristiwa yang tidak kita harapkan
namun mungkin saja terjadi kapan saja dimana kecelakaan dapat menyebabkan merosotnya
kesehatan, kecacatan, ataupun kematian karenanya kita kehilangan pendapatan, baik sementara
maupun permanen.
Belum lagi menyiapkan diri pada saat jumlah penduduk lanjut usia dimasa datang semakin
bertambah. Pada tahun Pada 2030, diperkirakan jumlah penduduk Indonesia adalah 270 juta orang.
70 juta diantaranya diduga berumur lebih dari 60 tahun. Dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2030
terdapat 25% penduduk Indonesia adalah lansia. Lansia ini sendiri rentan mengalami berbagai
penyakit degenerative yang akhirnya dapat menurunkan produktivitas dan berbagai dampak lainnya.
Apabila tidak aday ang menjamin hal ini maka suatu saat hal ini mungkin dapat menjadi masalah
yang besar .
Seperti menemukan air di gurun, ketika Presiden Megawati mensahkan UU No. 40/2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) pada 19 Oktober 2004, banyak pihak berharap
tudingan Indonesia sebagai ”negara tanpa jaminan sosial” akan segera luntur dan menjawab
permasalahan di atas.
Munculnya UU SJSN ini juga dipicu oleh UUD Tahun 1945 dan perubahannya Tahun 2002
dalam Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28H ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), serta Pasal 34 ayat (1) dan
ayat (2) mengamanatkan untuk mengembangkan Sistem Jaminan Sosial Nasional. Hingga disahkan
dan diundangkan UU SJSN telah melalui proses yang panjang, dari tahun 2000 hingga tanggal 19
Oktober 2004.
Diawali dengan Sidang Tahunan MPR RI Tahun 2000, dimana Presiden Abdurrahman Wahid
menyatakan tentang Pengembangan Konsep SJSN. Pernyataan Presiden tersebut direalisasikan
melalui upaya penyusunan konsep tentang Undang-Undang Jaminan Sosial (UU JS) oleh Kantor
Menko Kesra (Kep. Menko Kesra dan Taskin No. 25KEP/MENKO/KESRA/VIII/2000, tanggal 3 Agustus
2000, tentang Pembentukan Tim Penyempurnaan Sistem Jaminan Sosial Nasional). Sejalan dengan
pernyataan Presiden, DPA RI melalui Pertimbangan DPA RI No. 30/DPA/2000, tanggal 11 Oktober
2000, menyatakan perlu segera dibentuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional dalam rangka
mewujudkan masyarakat sejahtera.
Paling lambat 1 Januari 2019, seluruh penduduk Indonesia memiliki jaminan kesehatan nasional
untuk memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan
dasar kesehatannya yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan yang handal, unggul dan terpercaya.