Anda di halaman 1dari 4

1.

Latar Belakang

Camilan atau snack adalah makanan ringan yang dikonsumsi diantara waktu makan
utama. Camilan disukai oleh anak-anak dan orang dewasa, yang umumnya dikonsumsi kurang
lebih 2-3 jam diantara waktu makan utama, yaitu pada pukul 10 pagi dan pukul 4 sore. Menururt
jenisnya snack yang banyak beredar di pasaran saat ini adalah snack yang mengandung
monosodium glutamate (MSG), kalori, lemak, dan zat-zat lain yang berbahaya (Unpad, 2012).
Konsumsi camilan dengan tinggi kandungan MSG, disertai dengan aktivitas ngemil setiap hari
dapat memberikan kontribusi besar pada seseorang menjadi gemuk. Hal ini karena sebagian
besar masyarakat kita tidak mengetahui jenis camilan yang baik untuk kesehatan, sehingga untuk
menjawab kebutuhan masyarakat supaya lebih memperhatikan kesehatan, saat ini banyak
diproduksi jenis camilan yang memproklamirkan diri sebagai camilan sehat. Camilan sehat mulai
banyak menjadi pembicaraan, karena masyarakat mulai menyadari akan pentingnya kualitas
makanan yang dikonsumsi untuk menjaga kesehatan. Konsumsi camilan sehat dapat
menyediakan energi ekstra untuk beraktivitas dan membantu mencukupi kebutuhan energi
sampai tiba waktu makan utama. Kriteria camilan sehat adalah mengandung vitamin, protein,
dan serat pangan (Kompas, 2009), sedangkan menurut Astawan (2013) dalam Kompas (2009),
salah satu indikasi pangan sehat adalah memiliki kandungan indeks glikemik (IG) rendah.
Masyarakat Indonesia memiliki kebiasaan tidak bisa berhenti ngemil. Kebiasaan tersebut
menjadi peluang bisnis bagi industri camilan untuk memproduksi berbagai jenis camilan. Produk
camilan makin membanjiri pasar dengan pilihan yang semakin 2 1 2 beragam, dari berbasis
tepung terigu, tepung kedelai, cokelat, buah, dan kacangkacangan. Keripik merupakan salah satu
jenis camilan yang sangat disukai oleh masyarakat kita, saat ini jenis keripik yang terdapat
dipasaran sangat beragam, diantaranya terdapat keripik pisang, singkong, kentang, dan yang
lainnya. Keripik umumnya diolah dalam bentuk utuh sesuai bahan bakunya sehingga tidak bisa
dilakukan pencampuran dengan bahan lain untuk meningkatkan nilai gizinya. Salah satu jenis
pengolahan keripik yang dapat dilakukan penambahan bahan lain dalam proses pengolahannya
dikenal dengan istilah keripik simulasi. Keripik simulasi adalah camilan yang diolah dengan cara
membentuk adonan, membuat lembaran-lembaran tipis, dicetak, dikeringkan, dan digoreng
(Matz, 1984). Pengolahan keripik dalam bentuk adonan memungkinkan menggunakan bahan
baku yang memiliki nilai gizi tinggi, mengandung serat pangan, dan antioksidan untuk
menghasilkan produk camilan sehat. Pemilihan bahan baku yang tepat dapat meningkatkan
kandungan gizi dan komponen bioaktif produk. Pemilihan bahan baku didasarkan pada
ketersedian dan kandungan zat gizinya. Bakatul dan labu kuning merupakan bahan pangan lokal
yang ketersediaannya berlimpah dan memiliki kandungan gizi lengkap, seperti karbohidrat,
protein, lemak, mineral dan vitamin, sumber serat pangan dan antioksidan. Bekatul hasil
penyosohan gabah berasal dari berbagai jenis varietas padi. Varietas padi yang banyak
dikembangkan di Indonesia diantaranya varietas padi IR 64, Ciherang, Cigeulis, Inpari, Cibogo,
Cisadane, Ciliwung, Memberano, Fatmawati dan masih banyak yang lainnya. Bekatul dari
varirtas padi berbeda menghasilkan bekatul yang memiliki komposisi penyusun yang berbeda. 3
1 3 Bekatul merupakan hasil samping dari proses pengilingan padi, yang terdiri dari sekam : 15-
20%, bekatul/dedak : 8-12%, dan menir : 5% (Widowati, 2001). Produksi bekatul berbanding
lurus dengan produksi padi. Data BPS menyebutkan produksi padi pada tahun 2014 sebesar
70,83 juta ton, akan menghasilkan 9,21 juta ton bekatul, sehingga ketersediaan bekatul sebagai
hasil proses penggilingan gabah sangat berlimpah. Namun demikian data statistik yang lebih
lengkap tentang produksi dan pemanfaatan bekatul masih sangat kurang dan sampai saat ini
pemanfaatan bekatul sebagai bahan pangan sangat sedikit. Kandungan gizi bekatul terdiri dari
10,1-12,4% lemak, terutama oleat (45-50%) dan linoleat (20-42%), 12,0-15,6% protein, 1,8-4,0
µg/g vitamin B, dan 149-154 µg/g vitamin E (Luh, 1991). Bekatul merupakan makanan sehat
alami yang mengandung serat pangan dan mineral, terutama kalsium (500-700 mg/100 g) dan
magnesium (600- 700 mg/100 g) (Astawan, 2009). Pemanfaatan bekatul sebagai bahan makanan
dapat dilakukan dengan mengolah bekatul menjadi tepung, sehingga mempermudah dalam
proses pengolahan produk dan tekstur bekatul yang dihasilkan lebih halus. Komponen penting
lain yang terdapat pada bekatul adalah antioksidan dan serat pangan (dietary fiber). Khasiat
bekatul sebagai sumber antioksidan telah diteliti oleh Damayanthi et al (2010), dengan hasil
aktivitas antioksidan total pada bekatul lebih tinggi dari pada jus tomat, di mana rata-rata dalam
100 g jus tomat mampu mereduksi radikal bebas DPPH setara dengan vitamin C sebanyak 1.87
kali, sedangkan bekatul mampu mereduksi radikal bebas DPPH yang setara dengan kemampuan
vitamin C sebesar 28.74 kali. Labu kuning termasuk jenis sayuran yang berwarna kuning. Warna
kuning menunjukkan bahwa labu kuning mengandung β-karoten (Usha et al., 2010), 4 1 4
disamping itu labu kuning mengandung zat gizi protein, karbohidrat, mineral seperti kalsium,
fosfor, besi, serta vitamin B, Vitamin C (Hendrasty, 2003), dan mengandung antioksidan
(Muchtadi, 2012). Kandungan gizi labu kuning dapat ditingkatkan dengan mengolah labu kuning
menjadi tepung. Pengolahan labu kuning menjadi tepung dapat mempermudah substitusi dengan
bahan lain. Hasil penelitian yang telah dilakukan menggunakan labu kuning adalah substitusi
15% tepung labu kuning (TLK) pada produk mi ubi kayu mengandung β-karoten 1,47 RE/g dan
berdasarkan uji sensori dapat diterima panelis (Anggrahini et al., 2006). Hasil penelitian yang
sudah dilakukan pada produk keripik simulasi adalah subsitusi tepung bekatul (TB) dan tepung
terigu menggunakan TB rendah lemak. Formula terbaik keripik simulasi dengan penambahan
10% TB rendah lemak menghasilkan rendemen 93,54%, kekerasan 1,88 kg/mm, kadar air
2,40%, kadar abu 2,35%, kadar lemak 18,54%, protein 6,95%, karbohidrat 72,16%, serat pangan
larut (SDF) 2,04%, serat pangan tidak larut (IDF) 7,85%, dan serat pangan total (TDF) sebesar
9,89%. Namun berdasarkan hasil uji sensori penambahan 10% TB rendah lemak masih
menyisakan sedikit rasa pahit (Damayanthi dan Listyorini, 2006). Untuk memperbaiki rasa dan
meningkatkan kandungan antioksidan dan serat pangan keripik simulasi dapat dilakukan
substitusi dengan TLK yang memiliki rasa dan aroma lebih harum dibandingkan dengan TB. Hal
penting yang harus diperhatikan dalam metode pengolahan tepung dan keripik simulasi yaitu
dimulai dari pengolahan tepung sampai produk keripik simulasi, karena dapat mempengaruhi
kandungan gizi, antioksidan, dan serat pangan. Penggunaan suhu rendah dengan waktu singkat
pada proses pengeringan dan penggorengan merupakan salah satu alternatif untuk menjaga
kualitas bahan yang dihasilkan. 5 1 5 Pengeringan keripik simulasi bertujuan untuk
menghasilkan keripik dalam bentuk kering sehingga mudah disimpan. Salah satu jenis
pengeringan yang umum digunakan adalah pengeringan oven, namun penggunaan suhu tinggi
dengan waktu lama dapat merusak kandungan zat gizi bahan. Salah satu alternatif metode
pengeringan untuk mencegah kehilangan zat gizi pada bahan pangan kering adalah metode
pengeringan oven microwave (OM), dimana metode ini bekerja dengan melewatkan radiasi
gelombang mikro pada molekul air, lemak, dan gula yang terdapat pada bahan pangan, sehingga
waktu yang dibutuhkan untuk mengeringkan bahan pangan menjadi lebih singkat (George et al.,
1993). Penggorengan keripik simulasi bertujuan untuk menghasilkan produk keripik simulasi
yang memiliki cita rasa gurih dan garing. Metode penggorengan yang umum digunakan adalah
metode penggorengan menggunakan minyak panas (deep fat frying/DFF) pada suhu tinggi,
sekitar 163-196o C. Penggunaan suhu tinggi pada metode ini dapat menyebabkan kehilangan
sebagian kandungan gizi keripik simulasi. Akan tetapi penggorengan keripik simulasi
menggunakan suhu rendah dibawah tekanan vakum (vacuum frying/VF) dapat digunakan untuk
meminimalisasi kehilangan zat gizi, antioksidan, dan serat pangan sehingga menghasilkan
keripik yang lebih garing. Komponen penting yang terdapat pada TB dan TLK adalah serat
pangan dan antioksidan. Serat pangan berperan dalam menyehatkan pencernaan, sehingga dapat
mencegah timbulnya penyakit degeneratif dan penyakit lain yang berhubungan dengan obesitas
(Damayanthi dan Listyorini, 2006). Antioksidan yang terdapat pada TB dan TLK dapat berperan
dalam menekan radikal bebas yang terbentuk didalam tubuh karena pengaruh stres. Untuk
membuktikan aktivitas antioksidan yang terdapat pada keripik simulasi dilakukan dengan
pengujian secara in vivo. 6 1 6 Pemanfaatan TB dan TLK dengan bahan pendukung lainnya
menghasilkan camilan sehat yang mengandung kandungan gizi, serat pangan, dan antioksidan.
Kandungan serat pangan dalam keripik simulasi merupakan ciri dari camilan sehat, karena
menghasilkan IG rendah.

Anda mungkin juga menyukai