Anda di halaman 1dari 16

BAB III

IDENTIFIKASI BARANG BUKTI

A. Pengertian Barang Bukti


1. Menurut peraturan perundang-undangan.
Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana memang tidak menyebutkan secara jelas tentang
apa yang dimaksud dengan barang bukti. Namun dalam Pasal 39 ayat (1) KUHAP disebutkan
mengenai apa-apa saja yang dapat disita, yaitu:
- benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh
dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana.
- benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau
untuk mempersiapkannya. benda yang digunakan untuk menghalang-halangi
penyelidikan tindak pidana. benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan
tindak pidana.
- benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan.
Dengan kata lain barang yang disita yang dimaksudkan dalam pasal 39 ayat (1) KUHAP
dapat dijadikan sebagai barang bukti (Ratna Nurul Afiah, Barang Bukti Dalam Proses
Pidana,hal. 14).
2. Menurut para ahli.
Terdapat beberapa definisi mengenai barang bukti diberikan oleh para ahli sebagaimana
berikut :
a. Barang bukti adalah benda yang digunakan untuk meyakinkan atas kesalahan terdakwa
terhadap perkara pidana yang dituduhkan kepadanya; barnag yang dapat dijadikan sebgai
bukti dalam perkara.B
b. Barang bukti adalah hasil serangkaian tindakan penyidik dalam penyitaan dan atau
pengeledahan dan atau pemeriksaan surat untuk mengambil alih dan atau menyimpan
dibawah penguasaannya benda bergerak atau tidak berwujud untuk kepentingan
pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan.
c. Barang bukti adalah benda – benda yang biasa disebut Corpora Delicti danInstrumenta
Delicti.
d. Barang bukti adalah benda atau barang yang digunakan untuk meyakinkan hakim atas
kesalahan terdakwa terhadap perkara pidana yang diturunkan kepadanya.

Dengan kata lain barang bukti adalah barang yang berkaitan secara langsung atau tidak
langsung oleh tersangka/terdakwa , dan korban, atau pihak yang berwenang dalam kepentingan
penyidikan dan pembuktian di persidangan untuk dijadikan alat bukti yang dapat memperkuat
dalil-dalil pihak yang bersangkutan di tingkat pemeriksaan kepolisian, maupun di pengadilan.
B. Penemuan Barang Bukti
Yang dapat memperoleh barang bukti adalah penyidik yang telah ditugaskan untuk
menangani kasus. Ada beberapa cara yang memeperoleh barang bukti oleh penyidik yaitu:
1. Pemeriksaan Tempat Kejadian Perkara.
Menurut Pasal 1 angka 2 KUHAP, penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam
hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan
bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna
menemukan tersangkanya.
Artinya, dalam proses penyidikan sudah ditemukan suatu tindak pidana, namun tindak pidana
tersebut perlu dibuat terang lagi dengan cara dicari atau dikumpulkannya bukti-bukti
Pemeriksaan tempat kejadian perkara termasuk mencari keterangan, petunjuk , bukti dan
identitas untuk melakukan penangkapan / penggeledahan apabila tersangka masih ada di tempat
tersebut.
Pencarian, pengambilan, pengumpulan barang bukti menggunakan metode-metode khusus.
Pencarian barang bukti ditempat kejadian perkara dapat dilakukan dengan beberapa metode
yakni:
a. Metode Spiral .
Dalam metode spiral, caranya adalah tiga orang petugas atau lebih menjelajahi tempat
kejadian secara beriring, masing-masing berderet kebelakang (yang satu dibelakang yang lain)
dengan jarak tertentu, mulai pencarian pada bagian luar spiral kemudian bergerak melingkar
mengikuti bentuk spiral berputar kearah dalam, metode ini baik untuk daerah yang lapang
bersemak atau berhutang.
b. Metode Zone
caranya adalah luasnya tempat kejadian perkara di bagi menjadi empat bagian dan dari tiap
bagian dibagi-bagi menjadi empat bagian, jadi masing-masing 1/16 bagian dari luas tempat
kejadian perkaraseluruhnya. Untuk tiap-tiap 1/16 bagian tersebut ditunjuk dua sampai empat
orang petugas untuk menggeledahnya. Metode ini baik diterapkan untuk pekarangan, rumah atau
tempat tertutup.
c. Metode Strip
caranya adalah tiga orang petugas masing-masing berdampingan yang satu dengan yang lain
dalam jarak yang sama dan tertentu (sejajar) kemudian bergerak serentak dari sisi lebar yang satu
kesisi lain di tempat kejadian perkara. Apa bila dalam gerakan tersebut sampai di ujung sisi lebar
yang lain maka masing-masing berputar kearah semula. Metode ini baik untuk daerah yang
berlereng.
d. Metode Roda
Dalam hal ini, tempat atau ruangan dianggap sebagai suatu lingkaran, caranya adalah beberapa
petugas bergerak bersama-sama kearah luar dimulai dari titik tengah tempat kejadian, dimana
masing-masing petugas menuju kearah sasarannya sendiri-sendiri sehingga merupakan arah
penjuru mata angin. Metode ini baik untuk ruangan. Dalam mencari bukti-bukti tersebut,
diperlukan ketelitian disamping imajinasi para penyidik, kalau misalnya ruang yang diperiksa itu
ialah ruang tertutup, maka harus diperhatikan kotoran pada lantai, cat, kloset, pakaian, tirai,
gorden, dll.
e. Metode kotak yang diperluas
caranya adalah dimulai dari titik tenga tempat kejadian perkara dalam bentuk kotak sesuai
kekuatan personil yang kemudian dapat dikembangkan atau diperluas sesuai dengan kebutuhan
sampai seluruh TKP dapat ditangani.
2. Penggeledahan.
KUHAP mengenal 3 macam penggeledahan yaitu :
- Penggeledahan rumah (pasal 1 butir 17 KUHAP)
- Penggeledahan badan (pasal 1 butir 18 KUHAP)
- Penggeledahan pakaian
3. Diserahkan langsung oleh pelaku atau saksi pelapor.
4. Diambil dari pihak ketiga.
Barang bukti yang terkait tindak kejahatan bisa jadi sudah diserahkan pihak ketiga dengan
cara dijual, ditukar atau dipinjamkan. Untuk kepentingan penyidikan, penyidik memiliki hak
untuk menyita atau mengambil benda tersebut dari pihak ketiga untuk dijadikan barang bukti.
5. Barang temuan.
Penyidik dapat memeperoleh barang bukti dari barang temuan yang diserahkan oleh
masyarakat atau dilaporkan masyarakat dimana barang bukti tersebut tidak termasuk di tempat
kejadian perkara dan bisa juga tidak dikenali pemiliknya. Selanjutnya barang temuan tersebut
diselidiki oleh penyelidik untuk memastikan apakah benda tersebut berkaitan dengan tindak
pidana atau tidak.
C. Jenis Barang Bukti
Dalam penanganan barang bukti, tidak semua orang dapat melakukannya. Hanya penyidik
yang sudah ditunjuk oleh kehakiman yang dapat melakukannya. Menurut M karjadi dalam
bukunya tentang Tindakan dan Penyidikan Pertama di Tempat Kejadian Perkara, barang bukti
dibagi menjadi dua :
1. Bukti hidup.
Yaitu adalah saksi-saksi yang memberikan keterangan apa yang mereka lihat, dengar, rasa,
bau, ataupun yang mereka alami. Dalam mrngumpulkan keterangan saksi , penyidik harus
mendengarkan,mencatat, kalau perlu merekam keterangan saksi dan tidak boleh melakukan atau
memikirkan dugaan , sangakaan atau sesuatu dengan kira-kira.

2. Bukti mati
Barang-barang/benda yang tidak dapat berbicara dan semua bekas-bekas kejadian tersebut.
Termasuk juga mayat, barang yang bergerak dan tidak bergerak.
Benda bergerak disini merupakan benda yang dapat dipindahkan dan/ berpindah dari satu tempat
ketempat yang lain. Dan berdasarkan sifatnya antara lain mudah meledak, mudah menguap,
mudah terbakar , dan mudah rusak. Benda bergerak tersebut juga dapat dibedakan berdasarkan
wujudnya yaitu padat,cair , dan gas.
Benda tidak bergerak yang dimaksud adalah Benda selain yang dimaksud benda bergerak diatas
antara lain:
- Tanah beserta bangunan yang berdiri diatasnya;
- Kayu tebangan dari hutan dan dari pohon-pohon yang berbatang tinggi selama kayu-
kayuan itu belum dipotong;
- Kapal laut dengan tonase yang ditetapkan dengan ketentuan; dan
- Pesawat terbang
D. Poresdur Penanganan Barang Bukti Digital
Menurut Assosiation of Chief Police Officer (ACPO) yang merupakan salah satu guidlines
Internasional, terdiri dari asosiasi para pemimpin kepolisian di Inggris dan bekerjasama dengan 7
Safe, menerapkan beberapa standar prosedural dalam menangani barang bukti yang menjadi
acuan ahli forensik dalam menangani barang bukti digital yaitu:
1. Identification
Proses indentifikasi untuk mengenali peristiwa yang terjadi, mengetahui hal yang
dibutuhkan dan melakukan penyelidikan.
2. Authorization(approval)
Adanya otorisasi atau surat persetujuan yang diberikan untuk menyelidiki perkara yang
sedang terjadi.

3. Preparation
Melakukan persiapan apa saja yang digunakan dalam kasus tersebut misalnya menetukan
area pencarian, tool yang akan digunakan, dan arahan operasional .
Securing and Evaluating the Scene (mengamankan dan mengevaluasi tempat kejadian).
memastikan keamanan di area tempat kejadian, mengetahui kemungkinan-kemungkinan yang
akan terjadi, mengidentidikasi dan melindungi bukti dan melakukan wawancara kepada pihak
yang dianggap perlu.
4. Documenting the Scene (Mendokumentasikan tempat kejadian)
Membuat catatan permanen dari peristiwa dengan fotografi dan mencatat kondisi dokumen
dan lokasi serta komponen computer yang terkait, dan mengumpulkannya sebagai bukti untuk di
analisa selanjutnya
5. Evidence Collection (Mengumpulkan Barang Bukti)
Dalam hal ini barang bukti bisa berupa digital maupun elektronik, berupa data-data dari
perangkat computer yang berada di tempat kejadian perkara.
6. Packaging, Transportation and Storage
Setelah menemukan barang bukti maka wajib bagi investigator atau analis forensic untuk
melindungi bukti yang ada dan menjauhkan barang bukti dari kemungkinan kontaminasi yang
bisa merusak barang bukti tersebut.
7. Initial Inspection (Pemeriksaan awal)
pada tahap ini dilakukan identifikasi perangkat baik internal maupun eksternal dari sebuah
computer kemudian menentukan tool yang cocok untuk digunakan.
8. Forensic Imaging and Copying
Imaging bertujuan untuk mengetahui keadaan data baik logis maupun fisik, mengetahui data
yang tersembunyi, terhapus dan merecovery data yang dibutuhkan untuk proses investigasi.
9. Forensic Examination and Analysis
Melakukan Pemeriksaan forensic dan analisis dengan menggunakan teknik forensic dan tools
untuk menganalisis dan mengolah bukti data, termasuk didalamnya pembuatan nilai hash
cryptograpy dan penyaringan dengan hash libraries, menampilkan file, mengekspor dan
menyebarkan file misalnya melalui email, ekstraksi metadata, pencarian dan pengindeksan.
10. Presentation and Report
Prosedur dokumen analisis dan penemuan barang bukti, penggunaan file log , bookmark, dan
catatan yang dibuat selama pemeriksaan, membuat kesimpulan dan mmenyiapkannya dalam
bntuk laporan untuk menjadi bukti dipengadilan..
11. Review
Barang bukti yang sudah dibuat laporan diserahkan kepada yang berwenang atau badan
pemeriksa, dan ketika terjadi ketidak sepakatan maka badan pemeriksa tersebut harus
mempunyai kebijakan dan menetapkan protocol teknis secara admnistratif dan menentukan
tindakan yang akan dilakukan.
E. Metode identifikasi
Dalam pelayanan identifikasi forensik berbagai macam pemeriksaandapat digunakan sebagai
sarana identifikasi. Berdasarkan penyelenggaraan penanganan pemeriksaannya, maka sarana-
sarana identifikasi dapat dikelompokkan:
1.Sarana identifikasi konvensional, yaitu berbagai macam pemeriksaan identifikasi yang
biasanya sudah dapat diselenggarakan penanganannya oleh pihak polisi penyidik antara lain:
Ø Metode visual, dengan memperhatikan dengan cermat atas korban, terutama wajahnya
oleh pihak keluarga atau rekan dekatnya, maka jati diri korban dapat diketahui. Walaupun
metoda ini sederhana, untuk mendapat hasil yang diharapkan perlu diketahui bahwa metode ini
baru dapat dilakukan bila keadaan tubuh dan terutama wajah korban masih dalam keadaan baik
dan belum terjadi pembusukan yang lanjut. Selain itu perlu diperhatikan factor psikologis, emosi
serta latar belakang pendidikan; oleh karena faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi hasil
pemeriksaan. Juga perlu diingat bahwa manusia itu mudah terpengaruh oleh sugesti, khususnya
dari pihak penyidik.
Ø Perhiasan, anting-antign, kalung, gelang serta cincin yang ada pada tubuh korban,
khususnya bila pada perhisan itu terdapat inisial nama seseorang yang biasanya terdapat pada
bagian dalam dari gelang atau cincin; akan membantu dokter atau pihak penyidik didalam
menentukan identitas korban. Mengingat kepentingan tersebut maka penyimpanan dari perhisan
haruslah dilakukan dengan baik.
Ø Dokumen, kartu tanda penduduk, surat izin mengemudi, paspor, kartugolongan darah,
tanda pembayaran dan lain sebagainya yang ditemukan dalam dompet atau tas korban dapat
menunjukkan jati diri korban. Khusus pada kecelakaan masal, perlu diingat akan kebiasaan
seseorang di dalam menaruh dompet atau tasnya. Pada pria dompet biasanya terdapat dalam saku
baju atau celana, sedangkan pada wanita tas biasanya dipegang; sehingga pada kecelakaan masal
tas seseorang dapat terlempar dan sampai pada orang lain yang bukan pemiliknya, jika hal ini
tidak diperhatikan kekeliruan identitas dapat terjadi, khususnya bila kondisi korban sudah busuk
atau rusak.
Ø Jari, dapat dikatakan bahwa tidak ada dua orang yang mempunyai sidik jari yang sama,
walaupun kedua orang tersebut kembar satu telur. Atas dasar ini, sidik jari merupakan sarana
yang terpenting khususnya bagi kepolisian didalam mengetahui jati diri seseorang, oleh karena
selain kekhususannya, juga mudah dilakukan secara masal dan murah pembiayaanya. Walaupun
pemeriksaan sidik jari tidak dilakukan dokter, dokter masih mempunyai kewajiban, yaitu untuk
mengambilkan (mencetak) sidik jari, khususnya sidik jari pada korban yang tewas dan keadaan
mayatnya telah membusuk. Teknik pengembangan sidik jari pada jari telah mengelupas dan
memasangnya pada jari yang sesuai pada jari pemeriksa, baru kemudian dilakukan pengambilan
sidik jari, merupakan prosedur yang harus dikatahui dokter.
Sarana identifikasi medis, yaitu berbagai macam pemeriksaan identifikasi yang
diselenggarakan penanganannya oleh pihak medis, yaitu apabila pihak polisi penyidik tidak
dapat menggunakan sarana identidikasi konvensional atau kurang memperoleh hasil identifikasi
yang meyakinkan, antara lain:
a. Pemeriksaan ciri-ciri tubuh yang spesifik maupun yang non-spesifik secaramedis melalui
pemeriksaan luar dan dalam pada waktu otopsi. Beberapa cirri yang spesifik, misalnya cacat
bibir sumbing atau celah palatum, bekas luka atau operasi luar (sikatrik atau keloid), hiperpig
mentasi daerah kulit tertentu, tahi lalat, tato, bekas fraktur atau adanya pin pada bekas operasi
tulang atau juga hilangnya bagian tubuh tertentu dan lain-lain. Beberapa contoh cirinon-spesifik
antara lain misalnya tinggi badan, jenis kelamin, warna kulit, warna serta bentuk rambut dan
mata, bentuk-bentuk hidung, bibir dan sebagainya.
b. Pemeriksaan ciri-ciri gigi melalui pemeriksaan odontologis.
c. Pemeriksaan ciri-ciri badan atau rangka melalui pemeriksaan antropologis, antroposkopi
dan antropometri.
d. Pemeriksaan golongan darah berbagai sistem: ABO, Rhesus, MN, Keel, Duffy, HLA dan
sebagainya.
e. Pemeriksaan ciri-ciri biologi molekuler sidik DNA dan lain-lain.
Dikenal ada dua metode melakukan identifikasi yaitu secara komparatif (membandingkan)
dan secara rekonstruksi. Yang dimaksud dengan identifikasi membandingkan data adalah
identifikasi yang dilakukan dengan cara membandingkan antara data ciri hasil pemeriksaan hasil
orang tak dikenal dengan data ciri orang yang hilang yang diperkirakan yang pernah dibuat
sebelumnya. Pada penerapan penanganan identifikasi kasus korban jenasah tidak dikenal, maka
kedua data ciri yang dibandingkan tersebut adalah data post mortem dan data antemortem. Data
ante mortem yang baik adalah berupa medical record dan dental record.
Identifikasi dengan cara membandingkan data ini berpeluang menentukan identitas sampai
pada tingkat individual, yaitu dapat menunjukan siapa jenazah yang tidak dikenal tersebut. Hal
ini karena pada identifikasi dengan cara membandingkan data, hasilnya hanya ada dua alternatif:
identifikasi positif atau negatif. Identifikasi positif, yaitu apabila kedua data yang dibandingkan
adalah sama, sehingga dapat disimpulkan bahwa jenazah yang tidak dikenali itu adalah sama
dengan orang yang hilang yang diperkirakan. Identifikasi negatif yaitu apabila data yang
dibandingkan tidak sama, sehingga dengan demikian belum dapat ditentukan siapa jenasah tak
dienal tersebut. Untuk itu masih harus dicarikan data pembanding antemortem dari orang hilang
lain yang diperkirakan lagi. Untuk dapat melakukan identifikasi dengan cara membandingkan
data, diperlukan syarat yang tidak mudah, yaitu harus tersedianya data ante mortem berupa
medical atau dental record yang lengkap dan akurat serta up-to-date, memenuhi kriteria untuk
dapat dibandingkan dengan data post mortemnya. Apabila tidak dapat dipenuhi syarat tersebut,
maka identifikasi dengan cara membandingkan tidak dapat diterapkan.
Apabila identifikasi dengan cara membandingkan data tidak dapat diterapkan, bukan berarti
kita tidak dapat mengidentifikasi. Apabila demikian halnya, kita masih dapat mencoba
mengidentifikasi dengan cara merekonstruksi data hasil pemeriksaan post-mortem ke dalam
perkiraan-perkiraan mengenai jenis kelamin, umur, ras, tinggi dan bentuk serta ciri-ciri spesifik
badan.
Sebagaicontoh:
a. Dengan mengamati lebar-sempitnya tulang panggul terhadap kriteria dan ukuran laki-laki
dan perempuan, dapat diperkirakan jenis kelaminnya.
b. Dengan mengamai interdigitasi dutura-sutura tengkorak dan pola waktu erupsi gigi, dapat
diperkirakan umurnya. Pada kasus infantisid dengan mengukur tinggi badan ( kepala-tumit atau
kepala-tulang ekor) dapat diperkirakan umur bayi dalam bulan.
c. Dengan formula matematis, dapat diperhitungkan perkiraan tinggi badan individu dari
ukuran barang bukti tulang-tulang panjangnya.
d. Dengan perhitungan indeks-indeks dan modulus kefalometri atau kraniometri, dapat
diperhitungkan perkiraan ras dan bentuk muka individu.
e. Dengan ciri-ciri yang spesifik, dapat menuntun kepada siapa individu yang
memilikinya.Meskipun identifikasi cara rekonstruksi ini tidak sampai menghasilkan dapat
menentukan identitas sampai pada tingkat individual, namun demikian perkiraan-perkiraan
identitas yang dihasilkan dapat mempersempit dan memberikan arah penyidikan.
Terhadap pola permasalahan kasusnya, dikenal ada tiga macam sistem identifikasi, yaitu :
1. Identifikasi sistem terbuka adalah identifikasi pada kasus yang terbuka kepada siapapun
dimaksudkan sebagai si korban tidak dikenal. Pola permasalahan kasusnya biasanya : kriminal,
korban tunggal, sulit diperoleh data ante-mortem, identifikasinya biasanya dilakukan dengan cara
rekonstruksi, contoh: identifikasi korban pembunuhan tidak dikenal.
2. Identifikasi sistem tertutup adalah identifikasi pada kasus yang jumlah dan daftar korban
tak dikenalnya sudah diketahui. Pola permasalahan kasus biasanya: non-kriminal, korban massal,
dimungkinkan diperoleh data antemortem, identifikasi dapat dilakukan dengan cara
membandingkan data, contoh: identifikasi korban kecelakaan pesawat terbang menabrak gunung.
3. Identifikasi sistem semi terbuka atau semi tertutup adalah identifikasi pada suatu kasus
yang sebagian korban tidak dikenalnya sudah diketahui dan sebagian lainnya belum diketahui
sama sekali atau belum diektahui tetapi sudah tertentu, contoh : identifikasi korban kecelakaan
pesawat terbang di Malioboro (semi terbuka) atau di suatu perumahan (semi tertutup).
E.Objek Identifikasi
Seperti yang sudah disebutkan di muka bahwa objek identifikasi dapat berupa orang yang masih
hidup atau yang sudah meninggal dunia. Identifikasi terhadap orang tak dikenal yang masih
hidup meliputi:
Penampilan umum (general appearance), yaitu tinggi badan, berat badan, jenis kelamin, umur,
warna kulit, rambut dan mata. Melalui metode ini diperoleh data tentang jenis kelamin, ras,
perkiraan umur dan tingi badan, kelainan pada tulang dan sebagainya.
1. Perbedaan Umur Jenis Kelamin Pria Dan Wanita
2.Pakaian
3.Sidik jari
4.Jaringan parut
5.Tato
6.Kondisi mental
7.Antropometri
Tugas melakukan identifikasi pada orang hidup tersebut menjadi tugas pihak kepolisian.
Dalam hal-hal tertentu dapat dimintakan bantuan dokter, misalnya pada kasus pemalsuan
identitas di bidang keimigrasian atau kasus penyamaran oleh pelaku kejahatan.
Sedangkan identifikasi terhadap orang yang sudah meninggal dunia dapat dilakukan terhadap:
1.Jenazah yang masih baru dan utuh
2.Jenazah yang sudah membusuk dan utuh
3.Bagian-bagian dari tubuh jenazah
Cara melakukan identifikasi pada jenazah yang masih baru dan utuholeh pihak
kepolisian seperti yang dilakukan terhadap orang hidup. Adapun hal-hal yang ditemukan di
dalam otopsi oleh dokter (misalnya penyakit, cacat tubuh, bekas operasi atau bekas trauma)
dapat digabungkan dengan hasil pemeriksaan pihak kepolisian.
Pada jenazah utuh yang sudah membusuk mungkin dapat diketahui jenis kelamin, tinggi
badan dan umurnya. Tetapi jika tingkat pembusukannya sudah sangat lanjut mungkin sisa
pakaian, perhiasan, jaringan parut, tatto atau kecacatan fisik akan bermanfaat bagi kepentingan
identifikasi. Sedangkan identifikasi yang lebih akurat dapat dilakukan dengan memanfaatkan
gigi geliginya. Sebagaimana diketahui bahwa gigi merupakan bagian tubuh manusia yang paling
tahan terhadap pembusukan, kebakaran dan reaksi kimia.
Sebagai suatu metode identifikasi pemeriksaan gigi memilikikeunggulan sebagai berikut :
1. Gigi merupakan jaringan keras yang resisten terhadap pembusukan dan pengaruh
lingkungan yang ekstrim.
2. Karakteristik individual yang unik dalam hal susunan gigi geligi dan restorasi gigi
menyebabkan identifikasi dengan ketepatan yang tinggi.
3. Kemungkinan tersedianya data antemortem gigi dalam bentuk catatan medis gigi (
dental record ) dan data radiologis.
4. Gigi geligi merupakan lengkungan anatomis, antropologis, dan morfologis, yang
mempunyai letak yang terlindung dari otot-otot bibir dan pipi, sehingga apabila terjadi trauma
akan mengenai otot-otot tersebut terlebih dahulu.
5. Bentuk gigi geligi di dunia ini tidak sama, karena berdasarkan penelitian bahwa gigi
manusia kemungkinan sama satu banding dua miliar.
6. Gigi geligi tahan panas sampai suhu kira-kira 400ºC.
7. Gigi geligi tahan terhadap asam keras, terbukti pada peristiwa Haigh yang terbunuh dan
direndam dalam asam pekat, jaringan ikatnya hancur, sedangkan giginya masih utuh.
Batasan dari forensik odontologi terdiri dari identifikasi dari mayatyang tidak dikenal melalui
gigi, rahang dan kraniofasial.
1. Penentuan umur dari gigi.
2. Pemeriksaan jejas gigit (bite-mark ).
3. Penentuan ras dari gigi.
4. Analisis dari trauma oro-fasial yang berhubungan dengan tindakan kekerasan.
5. Dental jurisprudence berupa keterangan saksi ahli.
6. Peranan pemeriksaan DNA dari bahan gigi dalam identifikasi personal.
Jika yang ditemukan bukan jenazah yang utuh, melainkan sisa-sisa tubuh manusia maka
pertama-tama yang perlu dilakukan adalah menentukan apakah sisa-sisa itu benar-benar berasal
dari tubuh manusia. Jika benar makat indakan selanjutnya adalah menentukan jenis kelamin,
umur, tinggi badan dan sebagainya. Sering kali bagian-bagian dari tubuh manusia ditemukan di
berbagai tempat yang terpisah sehingga timbul pertanyaan apakah bagian-bagian itu berasal dari
individu yang sama. Guna memastikannya diperlukan pemeriksaan DNA atau precipitin test.
F.Bantuan Dokter Pada Proses Identifikasi
Bantuan yang dapat diberikan oleh dokter pada proses identifikasi meliputi:
1. Menentukan manusia atau bukan
Jika ditemukan tulang-tulang maka kadang-kadang tulang dari beberapa binatang tertentu
mirip tulang manusia. Cakar dari beruang misalnya, hamper mirip bentuknya dengan tangan
manusia. Dengan pemeriksaan yang teliti akan dapat dibedakan apakah tulang yang ditemukan
berasal dari manusia atau binatang.
Yang agak sulit adalah jka ditemukan itu berupa tulang yang tak khas (undentifiable bones) atau
jaringan lunak. Dalam hal ini pemeriksaan yang diperlukan untuk dapat menentukan manusia
atau binatang adalah pemeriksaan imunologik (precipitin test).
2. Menentukan jenis kelamin
Pada korban atau pada mayat yang sudah membusuk dimana penentuan jenis kelamin
tidak mungkin dilakukan dengan pemeriksaan luar maka penentuan jenis kelamin dapat
dilakukan dengan melakukan pemeriksaan pada:
a.Jaringan lunak tertentu:
Uterus dan prostat merupakan jaringan lunak yang lebih tahan terhadap pembusukan dan
dapat digunaan untuk menentukan jenis kelamin. Dari jaringan lunak juga dapat dilakukan
pemeriksaan sex chromatin untuk menetukan jenis kelamin, terutama jaringan kulit dan tulang
rawan. Metode ini juga berguna bagi penentuan jenis kelamin pada mayat yang terpotong-
potong.
b.Tulang-tulang tertentu
Pada orang dewasa, beberapa tulang tertentu bentuknya berbeda antara laki-laki dan
wanita. Tulang-tulang itu antara lain tengkorak, pelvis, tulang panjang,rahang dan gigi. Tulang
panjang pada laki-laki lebih masive (terutama disekitar sendi) dan rigi perlekatan otot lebih
nyata. Bentuk rahang dan gigi antara laki-laki dan wanita juga berbeda sehingga dapat
dimanfaatan untuk kepentingan identifikasi jenis kelamin. Rahang pada laki-laki umumnya
seperti huruf V sedangkan pada wanita seperti huruf U. Gigi dan akar gigi permanen pada laki-
laki lebih besar dari pada wanita.
3.Menentukan umur
Tulang manusia dan gigi juga dapat memberikan informasi penting bagi perkiraan umur
manusia. Namun signifikan dari pemeriksaan tulang bergantung pada besarnya penyebaran
kelompok umur sehingga perlu dikelompokan secara terpisah menjadi kelompok fetus, neonatus,
anak-anak, adolescen dan dewasa.
Pada fetus dan neonatus, perkiran didasarkan pada inti penulangan yang dapat dilihat melalui
pemeriksaan ronsenologik atau otopsi. Oleh para ahli telah disusun tabel pembentuan inti
penulangan dari berbagai tulang, mulai dari kehidupan intrauterin sampai pada kehidupan di luar
kandungan. Pada anak-anak dan adolesen sampai umur 20 tahun, yang paling berguna bagi
penentuan umuradalah penutupan epifise. Seperti diketahui bahwa penutupan epifise juga
mengikuti uruta kronologi. Memang tingkat ketelitiannya rendah sehingga perlu dikombinasi
dengan pemeriksaan lain.
Pada kelompok dewasa (yaitu sesudah berumur 20 tahun), perkiraan umur dengan
menggunakan tulang menjadi lebih sulit. Beberapa petunjuk yang dapatdipakai antara lain,
penutupan sutura, perubahan sudut rahang dan adanya prosespenyakit.
Penentuan umur dengan menganalisis jaringan yang akan tumbuh menjadi gigi pada bayi di
dalam kandungan mempunyai derajat kecermatan yang tinggi.Sesudah dilahirkan penentuan
umur dapat dilakukan dengan mendasarkan padmineralisasi, pembentukan mahkota gigi, erupsi
gigi dan resobsi apicalis. Dengancmenggunakan formula matematik, Gustafson telah menyusun
rumus yang dapat digunakan untuk membantu menentukan umur melalui pemeriksaan gigi.
4.Menentukan tinggi badan
Salah satu informasi penting yang dapat digunakan untuk melacak identitas seseorang
adalah informasi tentang tinggi badan. Oleh sebab itu pada pemeriksaan jenazah yang tak
diketahui identitasnya perlu diperiksa tinggi badannya. Memang tidak mudah mendapatkan
tinggi badan yang tepat dari pemeriksaan yang dilakukan sesudah mati, meskipun yang diperiksa
itu jenazah yang utuh. Perlu diketahui bahwa ukuran orang yang sudah mati biasanya sedikit
lebih panjang (sekitar 2,5 cm) dari pada tinggi badan waktu hidup.
Jika yang diperiksa jenazah yang tidak utuh maka penentuan tinggi badandapat dilakukan dengan
menggunakan tulng-tulang panjang. Hanya dengan sepotong tulang panjang yang utuh umur
pemiliknya dapat diperkirakan, tetapi hasil yang lebih akurat dapat diperoleh jika tersedia
beberapa jenis dari tulang panjang. Untuk kepentingan perhitungan tersebut ada banyak rumus
yang dapat dipakai dan salah satunya adalah rumus Karl Pearson.
G.Identitas Personal
Jika identifikasi terhadap jenazah tak dikenal dilakukan dengan menggunakan data
pembanding maka identitas personalnya akan dapat dikenali.Data pembanding tersebut ialah
contoh sidik jari, medical record gigi geligi sertacontoh DNA. Kehandalan sidik jari (fingerprint)
sebagai sarana identifikasi personal disebabkan karena hampir tak pernah ditemukan dua orang
dengan sidik jari yang sama, bahkan pada orang kembar sekalipun. Secara teoritis, kemungkinan
terjadinya dua orang dengan sidik jari sama adalah sebesar sepersepuluh ribu Trilyun. Selain itu
sidik jari tak mengalami perubahan karena umur. Oleh sebab itu sidik jari yang diambil beberapa
tahun sebelumnya masih dapat dipakai sebagai pembanding.
Jika kulit jari sudah keriput maka pengambilan sidik jari dapat dilkukan sesudah jaringan
dibwah kulit disuntik lebih dahulu dengan cairan parafin, formalin atau air. Sedang pada mayat
yang epidermisnya sudah mengelupas, pengambilan sidik jari dapat dilakukan dengan hati-hati
danberulang-ulang mengingat gambaran sidik jari pada dermis tidak sejelas gambaransidik jari
pada epidermis.
Dalam hal sidik jari tidak mungkin lagi diambil maka pemeriksaan gigi-geligi menjadi
penting. Pada peristiwa kecelakaan pesawat terbang misalnya dimana daftar manifes penumpang
diketahui, identifikasi positif akan mudah dilakukan dengan membandingkan hasil pemeriksaan
itu dengan file dari semua penumpang.
Daftar Pustaka
Muhammad Nuh Al-Azhar.2012. Digital Forensic : Panduan Praktis Investigasi Komputer.
Salemba Infotek. Jakarta.
Jack wiles, Anthony Reyes, Jesse Varsalone.2007.The Best Damn Cybercrime and Digital
Forensics Book.Syngress Publishing,Inc. United States Of America.
http://abdulharismuhammad.blogspot.com/2015/01/digital-evidence-prosedur-penanganan.html
www.polri.go.id (PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN BARANG
BUKTIDI LINGKUNGAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA)
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4e8ec99e4d2ae/apa-perbedaan-alat-bukti-dengan-
barang-bukti
Tim Penyusun Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia,Ed. 3 Cet 3 (Jakarta: Balai Pustaka,
2005).hal 107.
Hari Sasangka dan Lily Rosita, Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana: untuk mahasiswa
dan praktrisi (Bandung : Penerbit Mandar Maju,2003), Hal 99-100
M. Karjadi dan R soesilo, Kitab Undang-Undang HUkum Acara Perkara Pidana Dengan
Penjelasan Resmi dan Komentar (Bogor:Politeia,1997), hal 46
Sudarsono, Kamus Hukum, Cet 2, (Jakarta:PT Rineka Cipta 2005), hal 47.
Andi Hamzah, Pengusutan Perkara Kriminal Melalui Sarana Teknik dan Sarana Hukum,
(Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985), hal.48.
Surat keputusan kapolri, Op,.Cit., hal 100.
Effendi, Materi Perkuliahan Kriminalistik Pasca UTS. 22 Desember 2006.http://effendi-
kriminalistik.blogspot.com
M. Karjadi, Tindakan dan Penyidikan Pertama di Tempat Kejadian Perkara,(Bogor: Politeia,
1981),hal.25.
R. Tanti, PELAKSANAAN OLAH TEMPAT KEJADIAN PERKARA (TKP) PADA TINDAK
PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA (Dalam Perspektif Kriminalistik Studi Di Kepolisian
Resor Malang), UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS HUKUM, Malang,2014

Anda mungkin juga menyukai