Anda di halaman 1dari 11

P-ISSN 2407-0475 E-ISSN 2338-8439

Vol. 4, No. 2, Oktober 2016

Jurnal Keteknikan Pertanian (JTEP) merupakan publikasi resmi Perhimpunan Teknik Pertanian
Indonesia (PERTETA). JTEP terakreditasi berdasarkan SK Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan
Kementerian Ristek Dikti Nomor I/E/KPT/2015 tanggal 21 September 2015. Selain itu, JTEP juga telah
terdaftar pada Crossref dan telah memiliki Digital Object Identifier (DOI) dan telah terindeks pada ISJD, IPI,
Google Scholar dan DOAJ. Sehubungan dengan banyaknya naskah yang diterima redaksi, maka sejak edisi
volume 4 No. 1 tahun 2016 redaksi telah meningkatkan jumlah naskah dari 10 naskah menjadi 15 naskah
untuk setiap nomor penerbitan, tentunya dengan tidak menurunkan kualitas naskah yang dipublikasikan.
Jurnal berkala ilmiah ini berkiprah dalam pengembangan ilmu keteknikan untuk pertanian tropika dan
lingkungan hayati. Jurnal ini diterbitkan dua kali setahun baik dalam edisi cetak maupun edisi online. Penulis
makalah tidak dibatasi pada anggota PERTETA tetapi terbuka bagi masyarakat umum. Lingkup makalah,
antara lain: teknik sumberdaya lahan dan air, alat dan mesin budidaya pertanian, lingkungan dan bangunan
pertanian, energy alternatif dan elektrifikasi, ergonomika dan elektonika pertanian, teknik pengolahan
pangan dan hasil pertanian, manajemen dan sistem informasi pertanian. Makalah dikelompokkan dalam
invited paper yang menyajikan isu aktual nasional dan internasional, review perkembangan penelitian,
atau penerapan ilmu dan teknologi, technical paper hasil penelitian, penerapan, atau diseminasi, serta
research methodology berkaitan pengembangan modul, metode, prosedur, program aplikasi, dan lain
sebagainya. Penulisan naskah harus mengikuti panduan penulisan seperti tercantum pada website dan
naskah dikirim secara elektronik (online submission) melalui http://journal.ipb.ac.id/index.php.jtep.
Penanggungjawab:
Ketua Perhimpunan Teknik Pertanian Indonesia
Ketua Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian,IPB
Dewan Redaksi:
Ketua : Wawan Hermawan (Institut Pertanian Bogor)
Anggota : Asep Sapei (Institut Pertanian Bogor)
Kudang B. Seminar (Institut Pertanian Bogor)
Daniel Saputra (Universitas Sriwijaya, Palembang)
Bambang Purwantana (Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta)
Y. Aris Purwanto (Institut Pertanian Bogor)
M. Faiz Syuaib (Institut Pertanian Bogor)
Salengke (Universitas Hasanuddin, Makasar)
Anom S. Wijaya (Universitas Udayana, Denpasar)
Redaksi Pelaksana:
Ketua : Rokhani Hasbullah
Sekretaris : Lenny Saulia
Bendahara : Hanim Zuhrotul Amanah
Anggota : Usman Ahmad
Dyah Wulandani
Satyanto K. Saptomo
Slamet Widodo
Liyantono
Sekretaris : Diana Nursolehat
Penerbit: Perhimpunan Teknik Pertanian Indonesia (PERTETA) bekerjasama dengan
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Institut Pertanian Bogor.
Alamat: Jurnal Keteknikan Pertanian, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem,
Fakultas Teknologi Pertanian, Kampus Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor 16680.
Telp. 0251-8624 503, Fax 0251-8623 026,
E-mail: jtep@ipb.ac.id atau jurnaltep@yahoo.com
Website: web.ipb.ac.id/~jtep atau http://journal.ipb.ac.id/index.php/jtep
Rekening: BRI, KCP-IPB, No.0595-01-003461-50-9 a/n: Jurnal Keteknikan Pertanian
Percetakan: PT. Binakerta Makmur Saputra, Jakarta
Ucapan Terima Kasih

Ucapan Terima Kasih

Redaksi Jurnal Keteknikan Pertanian mengucapkan terima kasih kepada para Mitra Bebestari
yang telah menelaan (me-review) Naskah pada penerbitan Vol. 4 No. 2 Oktober 2016. Ucapan terima
kasih disampaikan kepada: Prof.Dr.Ir. Thamrin Latief, M.Si (Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya),
Prof.Dr.Ir. Ade M. Kramadibrata, (Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran), Prof.Dr.Ir. Bambang
Purwantan, MS (Jurusan Teknik Pertanian, Universitas Gadjah Mada), Prof.Dr.Ir. Tineke Madang, MS
(Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor),
Prof.Dr.Ir. Sutrisno, M.Agr (Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor), Prof.Dr.Ir. Budi Indra Setiawan (Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan,
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor), Dr.Ir. Siswoyo Soekarno, M.Eng (Fakultas
Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya), Dr.Ir. Nugroho Triwaskito, MP (Prodi. Ilmu dan Teknologi
Pangan, Universitas Muhammadiyah Malang), Dr.Ir. Lady Corrie Ch Emma Lengkey, M.Si (Fakultas
Pertanian, Universitas Sam Ratulangi), Dr.Ir. Andasuryani, S.TP, M.Si. (Fakultas Teknologi Pertanian,
Universitas Andalas), Dr. Yazid Ismi Intara, SP.,M.Si. (Fakultas Pertanian, Universitas Mulawarman),
Dr. Ir. Supratomo, DEA (Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin), Dr. Suhardi, STP.,MP
(Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin), Dr.Ir. Desrial, M.Eng
(Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor),
Dr.Ir. I Dewa Made Subrata, M.Agr (Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor), Dr.Ir. Lilik Pujantoro, M.Agr (Departemen Teknik Sipil dan
Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor), Dr.Ir. I Wayan Budiastra, M.Agr
(Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor),
Dr.Ir. Dyah Wulandani, M.Si (Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor), Dr.Ir. Leopold O. Nelwan, M.Si (Departemen Teknik Mesin dan Biosistem,
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor), Dr.Ir. Gatot Pramuhadi, M.Si (Departemen
Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor), Dr.Ir. Sugiarto
(Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor),
Dr. Ir. M. Yanuar J. Purwanto, MS (Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor), Dr.Ir. Chusnul Arief, STP., MS (Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor), Dr. Yudi Chadirin, STP.,M.Agr (Departemen Teknik Sipil dan
Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor).
, Oktober 2016 Tersedia online OJS pada:
Vol. 4 No. 2, p 203-210 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jtep
P-ISSN 2407-0475 E-ISSN 2338-8439 DOI: 10.19028/jtep.04.2.203-210

Technical Paper

Penggunaan Asam Askorbat dan Lidah Buaya untuk Menghambat


Pencoklatan pada Buah Potong Apel Malang

The Use of Ascorbic Acid and Aloevera to Inhibit Browning in Fresh-Cut ‘Malang’ Apple

Yohanes Aris Purwanto, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB.
Email: arispurwanto@gmail.com
Ririn Noerianty Effendi, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB.
Email: oesagi@gmail.com

Abstract

The objective of this study was to examine the use of ascorbic acid and aloevera gel as anti browning
agent for cut-fruit ‘malang’ apple fruit. The solution of 1% and 3% ascorbic acid, 5% and 10% aloevera gel
were used as anti browning solutions. A group of cut apple fruits were dipped in the solutions for 2 minutes
and stored at 5ºC. The result showed that dipping treatments in anti browning solutions could inhibit
oxidation of polyphenol oxidase (PPO) indicated by Browning Index value. Ascorbic acid solution was more
effective than that aloevera gel. From two different percentage of ascorbic acid solutions, concentration of
3% resulted better inhibition than that of 1%.

Keywords: aloevera gel, anti browning agent, ascorbic acid, cut-fruits,‘malang’ apple

Abstrak

Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan kajian penggunaan asam askorbat dan lidah buaya sebagai
bahan anti pencoklatan untuk buah apel malang potong. Larutan asam askorbat dengan konsentrasi 1% dan
3% serta lidah buaya dengan konsentrasi 5% dan 10% digunakan sebagai larutan anti pencoklatan pada
buah apel malang. Sampel buah apel malang potong direndam di larutan asam askorbat dan lidah buaya
selama 2 menit dan selanjutnya disimpan di suhu 5ºC. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pencelupan
pada larutan anti browning dapat mempertahankan kecerahan apel potong selama penyimpanan dan dapat
menghambat oksidasi polyphenol oxidase (PPO) yang ditunjukkan dengan nilai Browning Index. Larutan
asam askorbat lebih efektif mencegah pencoklatan dibandingkan dengan lidah buaya. Untuk larutan asam
askorbat, konsentrasi 3% lebih efektif mencegah pencoklatan dibandingkan dengan 1%.

Kata Kunci: anti pencoklatan, apel malang, asam askorbat, buah potong, lidah buaya
Diterima: 26 Agustus 2016; Disetujui: 27 September 2016

Pendahuluan adalah buah yang banyak dibudidayakan di


Indonesia, tetapi dalam perdagangan, apel malang
Peningkatan konsumsi buah telah mendorong kalah bersaing jika dibandingkan dengan jenis apel
munculnya inovasi dari produsen dan penjual buah impor. Inovasi untuk menjual apel malang dalam
untuk menjual buah segar dalam bentuk buah bentuk buah potong ditujukan untuk diversifikasi
potong. Tidak semua buah bisa dijual dalam bentuk produk. Buah apel potong mempunyai keterbatasan
buah potong karena sifat dan karakteristiknya. Buah karena karakteristik buah apel yang sangat
potong memiliki sifat mudah rusak dan mempunyai mudah mengalami perubahan warna menjadi
umur simpan yang pendek. Aktivitas metabolisme coklat akibat oksidasi setelah mengalami proses
yang melibatkan oksigen dari lingkungan pemotongan. Browning/pencoklatan ini memiliki
mempercepat proses kerusakan. pengaruh yang besar terhadap nilai jual karena
Indonesia mempunyai beragam buah tropika mengurangi penampilannya. Pencoklatan ini dapat
yang dapat dijadikan sebagai buah potong. Apel dicegah dengan metode kimia dan fisik, termasuk
Malang merupakan salah satu yang dapat dijadikan pengurangan suhu dan oksigen, penggunaan
buah potong. Apel Malang varietas Rome beauty modifikasi atmosfer kemasan dan penerapan anti

203
Purwanto, et al.

browning yang bertindak untuk menghambat enzim Metodologi


(Ghidelli et al. 2013).
Pencoklatan secara enzimatik dipicu oleh reaksi Persiapan bahan
oksidasi yang dikatalisis oleh enzim fenol oksidase Bahan yang digunakan adalah Apel Malang
(Rojas-Grau et al. 2006). Enzim tersebut dapat varietas Rome Beauty dan lidah buaya yang dibeli di
mengkatalisis reaksi oksidasi senyawa fenol yang pasar lokal, sedangkan asam askorbat konsentrasi
menyebabkan perubahan warna menjadi coklat. 100% dalam bentuk bubuk diperoleh dari toko kimia.
Reaksi pencoklatan enzimatis ini tidak diinginkan Konsentrasi larutan lidah buaya yang digunakan
karena pembentukan warna coklat pada buah atau yaitu 5% dan 10%. Proses pembuatan larutan lidah
sayur sering diartikan sebagai penurunan mutu. buaya menggunakan homogenizer supaya larutan
Enzim yang menyebabkan reaksi pencoklatan lidah buaya dapat tercampur secara homogen.
enzimatis adalah oksidase yang disebut fenolase, Konsentrasi asam askorbat yang digunakan adalah
fenoloksidase, tirosinase, polifenolase, atau 1% dan 3%. Buah apel sebelum dipotong, dilakukan
katekolase. Dalam tanaman, enzim ini lebih sering pencucian dengan air matang dan dikupas. Ukuran
dikenal dengan polifenol oksidase (PPO). Substrat pemotongan adalah dengan membagi apel kedalam
untuk PPO dalam tanaman biasanya asam amino 8 bagian sama besar. Sampel buah potong dicelup
tirosin dan komponen polifenolik seperti katekin, ke dalam larutan lidah buaya dan asam askorbat
asam kafeat, pirokatekol/katekol dan asam dan ditiriskan, selanjutnya disimpan pada lemari
klorogenat (Garcia dan Barret 2002). Supapvanich pendingin pada suhu 5°C. Setiap pengukuran
et al. (2011) melaporkan bahwa perubahan warna dilakukan 3 kali ulangan.
coklat menyebabkan penurunan kualitas dari apel
Rose potong. Pengamatan
Cara untuk mengurangi pencoklatan dapat Parameter kualitas yang diamati adalah total
dilakukan dengan perendaman larutan sulfit, asam padatan terlarut, kekerasan, susut bobot, kandungan
askorbat, asam sitrat, dan garam. Perendaman vitamin C dan Browning Index. Pengamatan
tersebut bertujuan untuk mengurangi reaksi antara dilakukan setiap hari sampai hari ke 6. Jeong et al.
enzim polifenolase, oksigen, dan senyawa polifenol (2008) melakukan pengamatan penyimpanan pada
yang bertanggung jawab dalam reaksi pencoklatan suhu 4°C sampai hari ke 7.
enzimatis (Syamsir et al. 2011). Penggunaan
antioksidan melalui perlakuan pencelupan buah Total Padatan Terlarut (Javanmardi dan Kubota,
setelah pengupasan dan pemotongan merupakan 2006)
metode yang umum untuk mengontrol pencoklatan Total padatan terlarut diukur dengan
buah dan sayur potong. Asam askorbat merupakan menggunakan Refractometer (Atago, Jepang).
bahan anti browning yang biasa digunakan untuk Pengukuran total padatan terlarut menggunakan
menghindari reaksi pencoklatan (McEvily et al. metode destruktif. Daging buah dihancurkan,
1992). Asam askorbat akan teroksidasi menjadi kemudian sari buah diteteskan pada Refractometer.
dehydroascorbic acid setelah waktu tertentu Total padatan terlarut dinyatakan dalam oBrix.
(Rojas-Grau et al. 2008). Saat ini, konsumen lebih
memilih penggunaan bahan anti pencoklatan yang Kekerasan (Massolo et al. 2011)
alami dibanding yang sintetis seperti madu (Jeon Kekerasan sampel buah diukur menggunakan
and Zhao 2005) dan jus apel (Chaisakdanugull et al Rheometer (35-12-208, Sun Scientific Co., Ltd.,
2007) untuk mencegah pencoklatan pada buah dan Jepang) dengan ukuran probe 5mm. Setiap sampel
sayur potong. ditekan dengan beban maksimal 10kg, kedalaman
Asam askorbat (Son et al. 2001) dan lidah buaya 50mm dan kecepatan penekanan 30mm/s. Beban
(Serrano et al. 2006; Song et al. 2013; Supapvanich penekanan maksimum yang terbaca pada alat
et al. 2016) dapat digunakan untuk mencegah rekasi merepresentasikan kekerasan sampel (kgf).
pencoklatan karena bersifat edible coating. Lidah
buaya digunakan karena mengandung komponen Susut Bobot
glikomanan yang mampu menghambat kerusakan Pengukuran susut bobot (SB) menggunakan
setelah buah mengalami pemotongan. Tujuan sampel yang sama. Susut bobot diukur berdasarkan
dari penelitian ini adalah melakukan kajian proses berat sampel awal (wi) dan pada saat penyimpanan
penghambatan pencoklatan buah potong apel (wf). Susut bobot dihitung menggunakan persamaan
Malang dengan menggunakan bahan anti browning 1 yang dinyatakan dalam bentuk persentase susut
asam askorbat dan lidah buaya. Secara khusus bobot.
tujuan penelitian ini adalah mengamati pengaruh
pencelupan buah potong pada larutan lidah buaya (1)
dan larutan asam askorbat berbagai konsentrasi
terhadap perubahan warna dan kualitas pada buah Vitamin C
apel Malang potong yang disimpan pada suhu 5°C. Vitamin C diukur dengan metode titrasi
menggunakan larutan iodine dan indikator amilum.

204
Volume 4, 2016 Menghambat pencoklatan pada buah potong apel

Pertama, sampel ditimbang 10g, selanjutnya selalu berubah. Total padatan terlarut secara
dipotong menjadi lebih kecil dan dimasukan ke umum akan meningkat seiring pertambahan
dalam blender dengan ditambahkan 100ml air waktu penyimpanan, proses tersebut terjadi
destilata. Sampel yang telah dihancurkan kemudian karena hidrolisis pati menjadi glukosa, fruktosa
dimasukkan ke labu ukur 250ml dan ditera dengan dan sukrosa. Setelah mengalami peningkatan,
air destilata sampai batas tera untuk selanjutnya total padatan terlarut akan mengalami penurunan
disaring sampai 25ml. Filtrat yang diperoleh yang disebabkan karena sudah melewati tingkat
sebanyak 25ml dimasukkan ke labu erlenmeyer dan kematangan. Pada Gambar 1 ditunjukkan bahwa
ditambahkan 1ml larutan kanji 10%. Selanjutnya total padatan terlarut cenderung meningkat dan
dilakukan titrasi secara perlahan dengan larutan setelah melewati titik puncak semakin menurun.
iodine sampai mencapai titik akhir, yaitu berwarna Nilai total padatan terlarut pada P1 lebih tinggi
biru yang bertahan selama 15 detik. Jumlah larutan jika dibandingkan dengan perlakuan penambahan
iodine yang terpakai pada proses titrasi digunakan asam askorbat dan lidah buaya. Uji lanjut Duncan
untuk menghitung kadar vitamin C (persamaan 2). menunjukkan bahwa perlakuan pencelupan apel
potong pada larutan berpengaruh nyata terhadap
(2) P1. Nilai rataan total padatan terlarut pada P2
memiliki nilai lebih rendah jika dibandingkan dengan
dimana : P1, tetapi tidak berpengaruh nyata jika dibandingkan
A = mg asam askorbat/vitamin C per 100g sampel dengan P5 dan P3. P2 berpengaruh nyata apabila
P = jumlah pengenceran dibandingkan dengan P4. Nilai rataan total padatan
terlarut pada P1 lebih tinggi dan berpengaruh nyata
Warna (Hung et al. 2011) jika dibandingkan dengan P2, P3, P4 dan P5.
Warna diukur berdasarkan parameter a, dimana
–a yang menunjukkan warna yang mendekati hijau,
sedangkan nilai +a menunjukkan warna mendekati
merah. Kecerahan diukur berdasarkan intensitas
warna L dengan menggunakan Chromameter
Minolta CR-400. Nilai a yang diperoleh selanjutnya
digunakan untuk menentukan Browning Index (BI).
Semakin tinggi nilai BI menunjukkan semakin tinggi
intensitas warna coklat pada produk. Berdasarkan
Zhang et al. (2008), nilai BI diperoleh menggunakan
persamaan 3.

(3)

x adalah cromaticity coordinate (a) yang diperoleh


dari pembacaan Chromameter.
Gambar 1. Total padatan terlarut apel malang
Analisis Statistik potong dengan perlakuan pencelupan larutan
Rancangan percobaan didasarkan pada faktor asam askorbat dan lidah buaya selama
perbandingan konsentrasi asam askorbat dan penyimpanan 6 hari di suhu 5ºC.
lidah buaya yang terdiri atas lima taraf perlakuan,
yakni P1 (kontrol), P2 (asam askorbat 1%), P3
(asam askorbat 3%), P4 (lidah buaya 5%), dan
P5 (lidah buaya 10%). Rancangan percobaan
menggunakan Rancangan Acak Lengkap. Data
diolah menggunakan uji parametrik analisis
keragaman (ANOVA) sedangkan uji lanjut yang
dilakukan menggunakan uji Duncan.

Hasil dan Pembahasan

Total Padatan Terlarut


Secara umum, buah-buahan dan sayuran
menyimpan karbohidrat untuk persediaan energi.
Gambar 2. Kekerasan apel malang potong dengan
Persediaan ini digunakan untuk melaksanakan
perlakuan pencelupan di larutan asam askorbat
aktivitas metabolisme, oleh karena itu dalam proses
dan lidah buaya selama penyimpanan 6 hari di
pematangan, kandungan gula dan karbohidrat
suhu 5ºC.
205
Purwanto, et al.

Kekerasan Semakin besar selisih yang terjadi maka kecepatan


Nilai kekerasan buah semakin menurun seiring laju perpindahan uap air akan semakin tinggi
dengan proses pematangan buah, sehingga dapat sehingga berpengaruh terhadap nilai susut bobot
menurunkan kualitas buah potong. Gambar 2 yang besar. Gambar 3 menunjukkan perubahan
menunjukkan nilai kekerasan buah apel potong nilai susut bobot pada kontrol dan penambahan
yang semakin menurun. Penurunan terjadi pada hari asam askorbat tidak berbeda signifikan, bahkan
ke-1 setelah perlakuan. Berdasarkan analisis sidik pada perubahan hari ke-0 menuju ke-1 nilai P2
ragam, perubahan kekerasan terhadap perlakuan dan P3 bernilai sama. Penyimpanan buah pada
tidak berpengaruh nyata. Hal ini menunjukkan suhu rendah memperlambat perubahan susut
bahwa penambahan larutan asam askorbat dan bobot karena pada suhu rendah kecepatan uap
larutan lidah buaya tidak terlalu mempengaruhi air berkurang. Berdasarkan analisa sidik ragam,
kekerasan apel malang potong. perubahan susut bobot terhadap perlakuan tidak
berpengaruh nyata. Hal ini menunjukkan bahwa
Susut Bobot penambahan larutan asam askorbat dan larutan
Menurut Perera (2007) susut bobot terjadi karena lidah buaya tidak mempengaruhi perubahan susut
penguapan air yang terkandung di dalam buah. bobot pada apel Malang potong.
Potongan yang terjadi pada buah mengakibatkan
jaringan dalam buah terluka dan terkena udara Vitamin C
sehingga terjadi penguapan air. Suhu internal Perbedaan vitamin C yang dimiliki oleh apel yang
buah yang tinggi menyebabkan selisih antara diberi perlakuan dan kontrol, menunjukkan bahwa
tekanan uap lingkungan dan buah menjadi besar. larutan masuk ke dalam jaringan buah atau melekat
di permukaan buah potong. Menurut Xuetong et al.,
(2005) nilai vitamin C yang lebih tinggi menunjukkan
bahwa apel potong yang diberi perlakuan memiliki
gizi yang lebih tinggi. Pada Gambar 4 terlihat bahwa
nilai vitamin C meningkat secara signifikan, tetapi
setelah penyimpanan 3 hari seperti pada P3, kadar
vitamin C terus menurun dari 46.31mg/100g hingga
6.15mg/100g pada periode akhir penyimpanan.
Menurut Gonzalez-Aguilar et al. (2005) penurunan
terjadi dikarenakan asam askorbat dikonversi
menjadi asam dehidroaskorbat dan selanjutnya
terdegradasi menjadi 2.3 asam diketo-glukonat. P2,
P4 dan P5 memiliki kandungan vitamin C lebih tinggi
apabila dibandingkan dengan P1. Sama seperti P3,
meskipun memiliki nilai yang lebih kecil setelah
peningkatan vitamin C, tetapi setelah penyimpanan
Gambar 3. Susut bobot apel malang potong 3 hari nilai vitamin C menurun hingga menjelang
dengan perlakuan pencelupan larutan asam akhir penyimpanan. Penurunan yang terjadi untuk
askorbat dan lidah buaya selama penyimpanan 6 semua perlakuan cenderung sama, dan memiliki
hari di suhu 5°C. nilai yang tidak berbeda jauh di akhir penyimpanan.
Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh pelapisan
akan signifikan hingga hari ketiga.
Berdasarkan analisis sidik ragam yang
dilakukan pada P = 0.05 dengan uji lanjut Duncan
menunjukkan bahwa perlakuan penambahan
asam askorbat dan lidah buaya berpengaruh nyata
terhadap P1 (kontrol) dan perlakuan lainnya. Pada
P1 nilai rataan vitamin C paling rendah dan memiliki
perbedaan yang sangat nyata jika dibandingkan
dengan perlakuan yang lain. Berdasarkan uji
Duncan, nilai vitamin C menunjukkan perbedaan
yang sangat nyata pada masing-masing perlakuan.
Hal ini terjadi karena apel yang telah diberi
perlakuan memiliki antioksidan yang lebih tinggi.
Nilai vitamin C paling tinggi terdapat pada P3
(penambahan asam askorbat 3%). Larutan anti
Gambar 4. Vitamin C apel malang potong dengan
browning menyebabkan reaksi oksidasi menurun
perlakuan pencelupan larutan asam askorbat dan
sehingga vitamin C berkurang lebih lambat.
lidah buaya selama penyimpanan 6 hari di suhu
5ºC.
206
Volume 4, 2016 Menghambat pencoklatan pada buah potong apel

Nilai BI BI, semakin besar nilai BI maka aktivitas PPO


Jeong et al. (2008) melaporkan bahwa akan semakin tinggi. Nilai BI dan L pada produk
perubahan warna enzimatik sangat berkorelasi apel potong segar berhubungan dengan oksigen.
dengan jumlah fenolik. Hasil perhitungan yang Oksigen berperan penting dalam reaksi pencoklatan
diperoleh sangat tergantung pada metode yaitu sebagai substrat pembantu (co-substrate), jika
pengukuran dan keadaan permukaan dari objek interaksi antara oksigen dan jaringan buah dapat
yang diperiksa (Kuczinsky et al., 1992). Gambar 5 ditekan, maka pencoklatan dapat diminimalisir.
menunjukkan perubahan kecerahan buah potong. Berbeda dengan nilai BI, nilai aktivitas PPO
Nilai L adalah indikator yang berguna untuk akan menurun apabila nilai L(kecerahan) tinggi
mengukur kecerahan selama penyimpanan yang (Jeong et al. 2008). Hal ini menunjukkan bahwa
dihasilkan dari reaksi pencoklatan oksidatif atau penggunaan larutan asam askorbat lebih efektif
dari peningkatan konsentrasi pigmen (Rocha dan dalam mencegah pencoklatan. Berdasarkan nilai
Morais, 2003). Uji Duncan menunjukkan bahwa BI, larutan asam askorbat 3% memiliki nilai yang
perlakuan penambahan asam askorbat dan lebih rendah apabila dibanding larutan 1%. Hal
lidah buaya berpengaruh nyata terhadap P1 dan ini menunjukkan bahwa larutan 3% lebih efektif
perlakuan lainnya. Nilai rataan L merupakan nilai menghambat pencoklatan apel potong. Uji lanjut
yang menunjukkan tingkat kecerahan. Pada P1 Duncan pengaruh anti browning dan kontrol terlihat
nilai rataan L paling rendah dan memiliki perbedaan nyata. Gambar 7 menunjukkan perubahan apel
yang sangat nyata jika dibandingkan dengan Malang potong selama penyimpanan.
perlakuan yang lain. Nilai rataan L P5 berada
diurutan ke-2 dan P4 pada urutan ke-3. Nilai rataan
L pada P5 dan P4 tidak terlalu signifikan. Nilai Simpulan
rataan L yang paling tinggi ditunjukan oleh P3, dan
memiliki perbedaan yang nyata jika dibandingan Perlakuan pencelupan pada larutan anti
dengan perlakuan yang lain. Nilai L cenderung browning asam askorbat dan lidah buaya dapat
menurun seiring bertambahnya waktu. Perubahan mencegah terjadinya pencoklatan pada buah
nilai L pada kontrol lebih rendah jika dibandingkan apel Malang potong. Perubahan nilai BI pada
dengan perlakuan yang lain. Hal ini dapat terjadi kontrol lebih tinggi yaitu 802.32, jika dibandingkan
karena permeabilitas perlakuan kontrol yang tinggi dengan asam askorbat 3% yang memiliki nilai BI
terhadap oksigen dan menyebabkan jaringan -2320.04. Hal ini disebabkan karena aktivitas enzim
buah dengan mudah teroksidasi, sehingga PPO pada perlakuan kontrol lebih tinggi sehingga
memicu terjadinya pencoklatan lebih cepat apabila menyebabkan terjadinya pencoklatan lebih cepat
dibanding dengan perlakuan penambahan larutan. jika dibanding dengan perlakuan penambahan
Dapat disimpulkan bahwa perlakuan pelapisan larutan. Larutan anti browning yang efektif
dapat meningkatkan tingkat kecerahan. Hal ini digunakan dalam mencegah pencoklatan buah
membuktikan bahwa perlakuan pelapisan dapat apel Malang potong adalah asam askorbat dengan
menurunkan permeabilitas buah potong terhadap konsentrasi 3%.
oksigen.
Gambar 6 menunjukkan perubahan nilai BI.
Aktivitas enzim PPO berkorelasi terhadap nilai

Gambar 5. Nilai L apel malang potong dengan Gambar 6. Nilai BI apel malang potong dengan
perlakuan pencelupan larutan asam askorbat dan perlakuan pencelupan larutan asam askorbat dan
lidah buaya selama penyimpanan 6 hari di suhu lidah buaya selama penyimpanan 6 hari di suhu
5°C. 5°C.
207
Purwanto, et al.

Daftar Pustaka Technology.


Ghidelli, C., Mateos, M., Rojas-Argudo, C., Pérez-
Chaisakdanugull, C., Theerakulkait, C., Wrolstad, Gago, M.B. 2013. Antibrowning effect of
R.E. 2007. Pineapple Juice and Its Fractions antioxidants on extract, precipitate, and fresh-
in Enzymatic Browning Inhibition of Banana cut tissue of artichokes. LWT - Food Science
[Musa(AAA Group) Gros Michel]. J. Agric. Food and Technology 51:462-468 (doi.org/10.1016/j.
Chem. 55: 4252-4257. lwt.2012.12.009).
Jeon, M., Zhao, Y. 2005. Honey in combination Gonzalez-Aguilar, G.A., Ruiz-Cruz, S., Soto-Valdez,
with vacuum impregnation to prevent enzymatic H., Vazquez-Ortiz, F., Pacheco-Aguilar, R.,
browning of fresh-cut apples. International Chien, Y.W. 2005. Biochemical changes of fresh-
Journal Food Science and Nutrition 56: 165-176. cut pineapple slices treated with antibrowning
Javanmardi, J., Kubota, C. 2006. Variation of agents. International Journal of Food Science
lycopene, antioxidant activity, total soluble solids and Technology 40:377–383.
and weight loss of tomato during postharvest Hung, D.V., Tong, S., Tanaka, F., Yasunaga, E.,
storage. Postharvest Biology and Technology Hamanaka, D., Hiruma, N., Uchino, T. 2011.
42:151-155. Controlling the weight loss of fresh produce
Garcia, E., Barret, D.M. 2002. Preservative during postharvest storage under a nano-size
Treatments for Fresh-Cut Fruits and Vegetables. mist environment. Food Engineering 106:325-
California: Dept. of Food Science and 330.

Gambar 7. Apel malang potong dengan perlakuan pencelupan larutan asam askorbat dan lidah buaya
selama penyimpanan 6 hari di suhu 5°C.
208
Volume 4, 2016 Menghambat pencoklatan pada buah potong apel

Jeong, H.L., Jin, W.J., Kwang, D.M., Kee, J.P. Son, S., Moon, K., Lee, C. 2001. Inhibitory effects
2008. Effects of Anti-Browning Agents on of various antibrowning agents on apple slices.
Polyphenoloxidase Activity and Total Phenolics Food Chem 73(1):23–30.
as Related to Browning of Fresh-Cut ‘Fuji’ Apple. Song, H.Y., Jo, W.S., Song, N.B., Min, S.C., Song,
ASEAN Food Journal 15 (1): 79-87. K.B. 2013. Quality Change of Apple Slices
Kuczinsky, A., Varoquaux, P., Varoquaux, F. 1992. Coated with Aloe vera Gel during Storage. Food
Reflectometric method to measure the initial Science Vol. 78, Issue 6:C817–C822 (DOI:
colour and the browning rate of white peach 10.1111/1750-3841.12141).
pulps. Science Aliment 12: 213. Supapvanich, S., Pimsaga, J., Srisujan, P. 2011.
Massolo, J.F., Concellon, A., Chaves, A.R., Vicente, Physicochemical changes in fresh-cut wax apple
A.R. 2011. 1-Methylcyclopropene (1-MCP) (Syzygium samarangenese [Blume] Merrill &
delays senescence, maintains quality and L.M. Perry) during storage. Food Chemistry
reduces browning of non-climacteric eggplant Vol. 127, Issue 3: 912–917 (DOI: 10.1016/j.
(Solanum melongena L.) fruit. Postharvest foodchem.2011.01.058).
Biology and Technology 59:10-15. Supapvanich, S., Mitrsang, P., Srinorkham, P.,
McEvily, A., Iyengar, R., Otwell, S. 1992. Inhibition Boonyaritthongchai, P., Wongs-Aree, C. J. 2016.
of Enzymic Browning in Foods and Beverages. Effects of fresh Aloe vera gel coating on browning
Critical Review in Food Science and Nutrition alleviation of fresh cut wax apple (Syzygium
32(3):253–273. samarangenese) fruit cv. Taaptimjaan. Food Sci
Perera, C.O. 2007. Minimal Processing of Fruits Technol. 53 (6): 2844-50 (DOI: 10.1007/s13197-
and Vegetables. New York (US): CRC Press. 016-2262-4).
Rocha, C.N., Morais, M.B. 2003. Shelf life of Syamsir, E., Taqi, F.M., Kusnandar, F., Adawiyah,
minimally processed apple (cv.Jonagored) D.R., Suyatma, N.E., Herawati, D., Hunaefi,
determined by color changes. Food Control D., Budi, F.S., Muhandri, T. 2011. Penuntun
14(1):13-20. Praktikum Teknologi Pengolahan Pangan. Bogor
Rojas Grau, M.A., Sobrino-Lopez, A., Tapia, M.A., (ID): Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,
Martin-Belloso, A. 2006. Browning Inhibition Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian
in Fresh-cut ‘Fuji’ Apple Slices by Natural Bogor.
Antibrowning Agents. Journal of Food Science Zhang, M., Cui, Y., Charles, M.T., Bondar, A., DeEll,
Vol. 71, Issue 1. J. 2008. Browning Index of New Apple Genotypes
Rojas-Grau, M.A., Tapia, M.S., Martin-Belloso, Developed for Fresh-cut and Processing.
O. 2008. Using polysaccharide - based edible Agriculture and Agrifood Canada 306-311.
coatings to maintain quality of fresh - cut Fuji Xuetong, F., Niemera, B.A., Mattheis, J., Zhuang,
apples. Lebensm-wiss. Technol. 41:139-147. H.,Olson, D.W. 2005. Quality of Fresh-cut
Serrano, M., Valverde, J.M., Guillén, F., Castillo, Apple Slices as Affected by Low-dose Ionizing
S.M., Martínez-Romero, D., Valero, D. 2006. Radiation and Calcium Ascorbate Treatment.
Use of Aloe vera Gel Coating Preserves the Journal of Food Science 70 :143-148.
Functional Properties of Table Grapes. J. Agric.
Food Chem., 2006, 54 (11):3882–3886 (DOI:
10.1021/jf060168p)

209
Purwanto, et al.

Halaman ini sengaja dikosongkan

210

Anda mungkin juga menyukai