Anda di halaman 1dari 55

1

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Laparotomi merupakan salah satu prosedur pembedahan mayor dengan cara
melakukan penyayatan pada lapisan dinding abdomen untuk mendapatkan organ
dalam abdomen yang mengalami masalah, misalnya kanker, pendarahan,
obstruksi, dan perforasi (Sjamsuhidajat, et al, 2010). Laparotomi merupakan salah
satu tindakan bedah abdomen yang berisiko 4,46 kali terjadinya komplikasi
infeksi pasca operasi dibanding tindakan bedah lainnya (Haryanti, et al, 2013).
Tindakan bedah laparotomi diperkirakan mencapai 32% dari seluruh
tindakan bedah yang ada di Indonesia berdasarkan data tabulasi nasional Depkes
RI tahun 2009 (Fahmi, 2012). Data dari Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo
Jakarta bulan Juli-Desember 2004 menyebutkan adanya operasi laparotomi
emergensi terhadap 83 orang penderita dengan mortality rate mecapai 9 orang
atau 10,84% dan yang mengalami komplikasi infeksi sebanyak 19 orang
(44,19%). Data dari Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin Palembang, pasien
dengan tindakan laparotomi emergensi pada bulan Mei sampai dengan Juni 2008
tercatat 30 kasus laparotomi, dengan mortality rate 3,3%, dan lama rata-rata
rawatan pasca laparotomi adalah 12 hari (Yuwono, 2013). Data yang didapatkan
dari instalasi rekam medik RSUP Dr. M Djamil Padang pada tahun 2010 terdapat
322 pasien yang menjalani operasi laparotomi terdapat 31 (9,6%) pasien
meninggal, sedangkan pada tahun 2011 sebanyak 336 pasien menjalani operasi
dengan 37 (11%) pasien meninggal dan pada tahun 2012 terdapat 312 pasien
dengan 50 (16%) pasien meninggal dan 15 (4,8%) pasien mengalami komplikasi
(Instalasi Rekam Medik Rumah Sakit Dr M Djamil, 2010 ; Instalasi Rekam
Medik Rumah Sakit Dr M Djamil, 2011 ; Instalasi Rekam Medik Rumah Sakit Dr
M Djamil 2012).
Keuntungan penggunaan teknik laparotomi medianus adalah tempat
penyayatan mudah ditemukan karena adanya garis putih (linea alba) sebagai
penanda, sedikit terjadi perdarahan dan di daerah tersebut sedikit mengandung
syaraf. Adapun kerugian yang dapat terjadi dalam penggunaan metode ini adalah
2

mudah terjadi hernia jika proses penjahitan atau penangan post operasi kurang baik
dan persembuhan yang relatif lama.
Oleh karena itu, dalam praktikum kali ini digunakan teknik operasi
laparotomi medianus cental dengan pertimbangan yang telah dijelaskan di atas.
Tujuan laparotomi adalah untuk menemukan dan mengetahui keadaan organ
visceral yang ada di dalam ruang abdominal secara langsung serta untuk
menegakkan diagnosa.

1.2 Rumusan masalah


Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah “Asuhan
Keperawatan medikal bedah pada Tn.M dengan diagnosis post laporatomi di
ruang ICU RSUD Dr. Doris Sylvanus palangka raya ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mampu Melaksanakan Asuhan keperawatan medikal bedah dengan
diagnosis post laporatomi di ruang ICU RSUD Dr.Doris Sylvanus Palangka Raya.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mampu Melakukan pengkajian keperawatan pada Tn.M di di ruang ICU
RSUD Dr.Doris Sylvanus Palangka Raya.
2. Mampu Menegakkan diagnosa keperawatan pada Tn.M di ruang ICU
RSUD Dr.Doris Sylvanus Palangka Raya
3. Mampu Menyusun perencanaan keperawatan Pada Tn.M di ruang ICU
RSUD Dr.Doris Sylvanus Palangka Raya.
4. Mampu Melaksanakan Inplementasikan keperawatan pada Tn.M di ruang
ICU RSUD Dr.Doris Sylvanus Palangka Raya.
5. Mampu Melakukan evaluasi keperawatan Pada Tn.M di ruang ICU RSUD
Dr.Doris Sylvanus Palangka Raya.
1.4 Manfaat
1.4.1 Teoritis
Dapat menambah pengetahuan dan keterampilan bagi mahasiswa dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosis post
laporatomi.
3

1.4.2 praktis
1.4.2.1 Bagi mahasiswa
Dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi semua mahasiswa tentang
asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosi post laporatomi dan untuk
memenuhi tugas adalam menempuh ujian praktik lapangan.
1.4.2.2 Bagi Pengembangan Ilmu Keperawatan
Sebagai bahan masukan dalam pengembangan ilmu untuk dunia kesehatan
bidang ilmu keperawatan khususnya ilmu keperawatan keluarga masa depan
dalam memberikan asuhan keperawatan medikal bedah yang kompeherensip
pada pasien yang mengalami post laporatomi..

1.4.2.3 Bagi Mahasiswa Pelaksana


Sebagai bahan masukan khususnya untuk perawat pelaksana dalam
memberikan asuhan keperawatan Kepada pasien yang kompeherensip
mengalami diagnosis post laporatomi dan juga sebagai bahan pertimbangan
yang tepat dalam perawat memberikan tindakan keperawatan yang optimal
untuk pasien.
1.4.2.4 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai tambahan refrensi dan informasi bahan kepustakaan dalam
pemberian asuhan keperawatan medikal bedah yang komprehensif kepada
pasien pasien dengan masalah post laporatomi.
1.4.2.5 Bagi pasien
Bagi pasien dapat lebih memahami bagaimana tentang post laporatomi dan
bagaimana tanda dan gejala yang muncul serta bagaimana cara
pencegahanya.
4

BAB 2
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Laporan Pendahuluan Peritonitis
2.1.1 PENGERTIAN
Peritonitis adalah peradangan yang disebabkan oleh infeksi pada selaput
organ perut (peritonieum). Peritonieum adalah selaput tipis dan jernih yang
membungkus organ perut dan dinding perut sebelah dalam. Lokasi peritonitis bisa
terlokalisir atau difuse, riwayat akut atau kronik dan patogenesis disebabkan oleh
infeksi atau aseptik. Peritonitis merupakan suatu kegawat daruratan yang
biasanya disertai dengan bakterecemia atau sepsis. Akut peritonitis sering menular
dan sering dikaitkan dengan perforasi viskus(secondary peritonitis). Apabila tidak
ditemukan sumber infeksi pada intraabdominal, peritonitis diketagori
sebagai primary peritonitis. (Fauci et al, 2008).
Peritonitis adalah peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada
selaput rongga perut (peritoneum). Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih
yang membungkus organ perut dan dinding perut sebelah dalam.
Peritonitis adalah peradangan pada peritonium yang merupakan
pembungkus visera dalam rongga perut. Peritonitis adalah suatu respon inflamasi
atau supuratif dari peritoneum yang disebabkan oleh iritasi kimiawi atau invasi
bakteri.
2.1.2 ETIOLOGI
1. Infeksi bakteri
1. Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal
2. Appendisitis yang meradang dan perforasi
3. Tukak peptik (lambung / dudenum)
4. Tukak thypoid
5. Tukan disentri amuba / colitis
6. Tukak pada tumor
7. Salpingitis
8. Divertikulitis

5
5

Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus alpha dan beta
hemolitik, stapilokokus aurens, enterokokus dan yang paling berbahaya adalah
clostridium wechii.

1. Secara langsung dari luar.

1. Operasi yang tidak steril


2. Terkontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulfonamida, terjadi
peritonitisyang disertai pembentukan jaringan granulomatosa sebagai
respon terhadap benda asing, disebut juga peritonitis granulomatosa serta
merupakan peritonitis lokal.
3. Trauma pada kecelakaan seperti rupturs limpa, ruptur hati
4. Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis. Terbentuk
pula peritonitis granulomatosa.

2. Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti radang


saluran pernapasan bagian atas, otitis media, mastoiditis, glomerulonepritis.
Penyebab utama adalah streptokokus atau pnemokokus.
2.1.3 TANDA DAN GEJALA
1. Syok (neurogenik, hipovolemik atau septik) terjadi pada beberpa penderita
peritonitis umum.
2. Demam
3. Distensi abdomen
4. Nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang lokal, difus, atrofi umum, tergantung
pada perluasan iritasi peritonitis.
5. Bising usus tak terdengar pada peritonitis umum dapat terjadi pada daerah
yang jauh dari lokasi peritonitisnya.
6. Nausea
7. Vomiting
8. Penurunan peristaltik.
6

2.1.4 PATOFISIOLOGI
Peritonitis disebabkan oleh kebocoran isi rongga abdomen ke dalam rongga
abdomen, biasanya diakibatkan dan peradangan iskemia, trauma atau perforasi
tumor, peritoneal diawali terkontaminasi material. Awalnya material masuk ke
dalam rongga abdomen adalah steril (kecuali pada kasus peritoneal dialisis) tetapi
dalam beberapa jam terjadi kontaminasi bakteri. Akibatnya timbul edem jaringan
dan pertambahan eksudat. Caiaran dalam rongga abdomen menjadi keruh dengan
bertambahnya sejumlah protein, sel-sel darah putih, sel-sel yang rusak dan darah.
Respon yang segera dari saluran intestinal adalah hipermotil tetapi segera dikuti
oleh ileus paralitik dengan penimbunan udara dan cairan di dalam usus besar.
7

2.1.4 PATHWAY
8

2.1.5 KOMPLIKASI
Komplikasi yang terjadi pada peritonitis ialah inflamasi tidak lokal dan
seluruh rongga abdomen menjadi terkena pada sepsis umum. Sepsis adalah
penyebab umum dari kematian pada peritonitis. Syok dapat diakibatkan dari
septikemia atau hipovolemik. Proses inflamasi dapat menyebabkan obstruksi usus,
yang terutama berhubungan dengan terjadinya perlekatan usus (Brunner &
Suddarth, 2002 : 1104).
Menurut Corwin (2000 : 528) komplikasi yang terjadi pada peritonitis ialah
sepsis dan kegagalan multiorgan.
Dua komplikasi pasca operatif paling umum adalah eviserasi luka dan
pembentukan abses. Luka yang tiba-tiba mengeluarkan drainase
serosanguinosa menunjukan adanya dehisens luka (Brunner & Suddarth, 2002 :
1104).
2.1.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG
2.1.6.1 Laboratorium
1) Complete Blood Count (CBC), umumnya pasien dengan infeksi intra
abdomen menunjukan adanya luokositosis (>11.000 sel/ µL) dengan adanya
shift to the left. Namun pada pasien dengan immunocompromised dan pasien
dengan beberapa tipe infeksi (seperti fungal dan CMV) keadaan leukositosis
dapat tidak ditemukan atau malah leukopenia
2) PT, PTT dan INR
3) Test fungsi hati jika diindikasikan
4) Amilase dan lipase jika adanya dugaan pankreatitis
5) Urinalisis untuk mengetahui adanya penyakit pada saluran kemih (seperti
pyelonephritis, renal stone disease)
6) Kultur darah, untuk menentukan jenis kuman dan antobiotik
7) BGA, untuk melihat adanya asidosis metabolik
8) Diagnostic Peritoneal Lavage.• Pemeriksaan cairan peritonium
9) Pada SBP dapat ditemukan WBC > 250 – 500 sel/µL dengan dominan PMN
merupakan indikasi dari pemberian antibiotik. Kadar glukosa < 50 mg/dL,
LDH cairan peritoneum > serum LDH, pH < 7,0, amilase meningkat,
didapatkan multipel organisme. (7)
9

2.1.6.2 Radiologis
1. Foto polos
Foto polos abdomen (tegak/supine, setengah duduk dan lateral dekubitus)
adalah pemeriksaan radiologis utama yang paling sering dilakukan pada penderita
dengan kecurigaan peritonitis. Ditemukannya gambaran udara bebas sering
ditemukan pada perforasi gaster dan duodenum, tetapi jarang ditemukan pada
perforasi kolon dan juga appendiks. Posisi setengah duduk berguna untuk
mengidentifikasi udara bebas di bawag diafragma (seringkali pada sebelah kanan)
yang merupakan indikasi adanya perforasi organ.
2.1.6.3 USG
USG abdomen dapat membantu dalam evaluasi pada kuadran kanan atas
(abses perihepatik, kolesistitis, dll), kuadran kanan bawah dan kelainan di daerah
pelvis. Tetapi kadang pemeriksaan akan terganggu karena penderita merasa tidak
nyaman, adanya distensi abdomen dan gangguan distribusi gas abdomen.
USG juga dapat mendeteksi peningkatan jumalah cairan peritoneum (asites),
tetapi kemampuan mendeteksi jumlah cairan < 100 ml sangat terbatas. Area
sentral dari rongga abdomen tidak dapat divisualisasikan dengan baik dengan
USG tranabdominal. Pemeriksaan melalui daerah flank atau punggung bisa
meningkatkan ketajaman diagnostik. USG dapat dijadikan penuntun untuk
dilakukannya aspirasi dan penempatan drain yang termasuk sebagai salah satu
diagnosis dan terapi pada peritonitis.
2.1.6.4 CT Scan
Jika diagnosa peritonitis dapat ditegakkan secara klinis, maka CT Scam tidak
lagi diperlukan. CT Scan abdomen dan pelvis lebih sering digunakan pada kasus
intraabdominal abses atau penyakita pada organ dalam lainnya. Jika
memungkinkan, CT Scan dilakukan dengan menggunakan kontra ntravena. CT
Scan dapat mendeteksi cairan dalam jumlah yang sangat minimal, area inflamasi
dan kelainan patologi GIT lainnya dengan akurasi mendekati 100%. Abses
peritoneal dan pengumpulan cairan bisa dilakukan aspirasi dan drain dengan
panduan CT Scan.
10

2.1.7 PENATALAKSANAAN
Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang hilang
yang dilakukan secara intravena, pemberian antibiotika yang sesuai, dekompresi
saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik dan intestinal, pembuangan fokus
septik (apendiks, dsb) atau penyebab radang lainnya, bila mungkin mengalirkan
nanah keluar dan tindakan-tindakan menghilangkan nyeri.
2.1.8 MASALAH KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien post operasi akibat
peritonitis menurut Doengoes (2000 : 516) adalah sebagai berikut :
1) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan neuromuskular,
ketidakseimbangan perseptual / kognitif, peningkatan eskpansi paru, energi,
obstruksi trakeobronkial.
2) Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan
pemasukan cairan secara oral, hilangnya cairan tubuh secara tidak normal
seperti melalui kateter, selang, jalur normal seperti muntah.
3) Nyeri (akut) berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan dan
integritas otot.
4) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,
muntah, disfungsi usus, abnormalitas metabolik, peningkatan kebutuhan
metabolik dan pembedahan.
5) Kerusakan integritas kulit / jaringan berhubungan dengan perubahan
sirkulasi, efek-efek yang ditimbulkan oleh medikasi, akumulasi drein,
perubahan status metabolis.
6) Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan gangguan aliran vena, arteri,
hipervolemik.
7) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang terpajan / mengingat, salah interprestasi
informasi, tidak mengenal sumber informasi.

2.1.9 FOKUS INTERVENSI KEPERAWATAN


Setelah merumuskan diagnosa keperawatan maka perlu dibuat perencanaan
intervensi keperawatan dan aktivitas keperawatan. Tujuan perencanaan adalah
11

untuk mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah keperawatan klien


(Gaffar, 1999 : 63). Rencana keperawatan pada klien post operasi berdasarkan
diagnosa keperawatan menurut Doengoes (2000 : 515) adalah :

1. Diagnosa Keperawatan : Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan


neuromuskular, ketidakseimbangan perseptual / kognitif, peningkatan
ekspansi paru, energi, obstruksi trakeobronkial.
Tujuan :
Pola nafas efektif.
Kriteria Evaluasi :
- Menetapkan pola nafas yang normal / efektif dan bebas dari sianosis atau
tanda-tanda hipoksia lainnya.
Intervensi dan Rasional
Tindakan / Intervensi
Rasional
1) Pertahankan jalan udara pasien dengan memiringkan kepala, hiperekstensi
rahang, aliran udara faringeal oral.
2) Auskultasi suara nafas. Dengarkan adanya kumur-kumur, mengi, crow dan
atau keheningan setelah ekstubasi.
3) Observasi frekuensi dan kedalaman pernafasan, perluasan rongga dada,
retraksi atau pernafasan cuping hidung, Mencegah obstruksi jalan nafas.
4) Kurangnya suara nafas adalah indikasi adanya obstruksi oleh mukus atau
lidah dan dapat dibenahi dengan mengubah posisi ataupun penghisapan.
5) Dilakukan untuk memastikan efektivitas pernafasan sehingga upaya
memperbaiki-nya dapat segera dilakukan. warna kulit dan aliran udara.
6) Pantau tanda-tanda vital secara terus menerus.
7) Lakukan latihan gerak sesegera mungkin pada pasien yang reaktif dan
lanjutkan pada periode pasca operasi.
8) Kolaborasi : Berikan tambahan oksigen sesuai kebutuhan.
9) Meningkatnya pernafasan, takikardia dan atau bradikardi menunjukkan
kemungkin-an terjadinya hipoksia.
12

10) Ventilasi dalam yang aktif membuka alveolus, mengeluarkan sekresi,


mening-katkan pengangkutan oksigen, membuang gas anestesi, batuk
membantu pengeluaran sekresi dari sistem pernafasan.
11) Dilakukan untuk meningkatkan atau memaksimalkan pengambilan oksigen.
2. Diagnosa Keperawatan : Resiko tinggi kekurangan volume cairan
berhubungan dengan pembatasan pemasukan cairan secara oral,
hilangnya cairan tubuh secara tidak normal seperti melalui kateter,
selang, jalur normal seperti muntah.
Tujuan :
Kekurangan volume cairan tidak terjadi.
Kriteria Evaluasi :
Mendemonstrasikan keseimbangan cairan yang adekuat, sebagaimana
ditunjukan dengan adanya tanda-tanda vital yang stabil, palpasi denyut nadi
dengan kualitas yang baik, turgor kulit normal, membran mukosa lembab dan
pengeluaran urine individu yang sesuai.
Intervensi dan Rasional
Tindakan / Intervensi
Rasional
1. Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran (termasuk pengeluaran cairan
gastrointestinal).
2. Kaji pengeluaran urinarius, terutama untuk tipe prosedur operasi yang
dilakukan.
3. Pantau tanda-tanda vital.
4. Membantu dalam mengidentifikasi pengeluaran cairan dan pilihan-pilihan
yang mempengaruhi intervensi.
5. Mengindikasikan malfungsi ataupun obstruksi sistem urinarius.
6. Hipotensi, takikardi, peningkatan pernafasan mengindikasikan kekurangan
cairan, misal : dehidrasi / hipovolemik.
7. Periksa alat drein pada interval reguler. Kaji luka untuk terjadinya
pembengkakan.
8. Pantau suhu kulit, palpasi denyut perifer.
13

9. Kolaborasi : Berikan cairan parenteral, produksi drah dan atau plasma


ekspander sesuai petunjuk. Tingkatkan kecepatan IV jika diperlukan.
10. Berikan kembali pemasukan oral secara berangsur-angsur sesuai petunjuk.
11. Perdarahan yang berlebihan dapat mengacu kepada hipovolemia / hemoragi.
Pembengkakan lokal mungkin mengindi-kasikan formasi hematoma /
perdarahan.
12. Kulit yang dingin / lembab, denyut yang lemah mengindikasikan penurunan
sirkulasi perifer dan dibutuhkan untuk penggantian cairan tambahan.
13. Gantikan kehilangan cairan yang telah didokumentasikan. Catat waktu
penggan-tian volume sirkulasi yang potensial bagi penurunan komplikasi.
14. Pemasukan oral bergantung kepada pengembalian fungsi gastriointestinal.
3. Diagnosa Keperawatan : Nyeri (akut) berhubungan dengan gangguan
pada kulit, jaringan dan intregitas otot.
Tujuan :
Nyeri teratasi.
Kriteria Evaluasi :
-Mengatakan bahwa rasa sakit telah terkontrol / dihilangkan.
-Tampak santai, dapat beristirahat / tidur dan ikut serta dalam aktivitas sesuai
kemampuan.
Intervensi dan Rasional
Tindakan / Intervensi
Rasional
1) Evaluasi rasa sakit secara reguler, mencatat karakteristik, lokasi dan intensitas
(skala 0 – 5)
2) Kaji tanda-tanda vital, perhatikan takikardia, hipertensi dan peningkatan
pernafasan, bahkan jika pasien menyangkal adanya rasa sakit.
3) Berikan informasi mengenai sifat ketidaknyamanan, sesuai kebutuhan.
4) Sediakan informasi mengenai kebutuhan / efektivitas intervensi.
5) Dapat mengindikasikan rasa sakit akut dan ketidaknyamanan.
6) Pahami penyebab ketidaknyamanan.
7) Lakukan reposisi sesuai petunjuk, misalnya semi-fowler, miring.
14

8) Dorong penggunaan teknik relaksasi, misalnya latihan nafas dalam,


bimbingan imajinasi, visualisasi.
9) Kolaborasi : Berikan obat sesuai petunjuk : Analgesik IV.
Mungkin mengurangi rasa sakit dan meningkatkan sirkulasi.
10) Lepaskan tegangan emosional dan otot, tingkatkan perasaan kontrol yang
mungkin dapat meningkatkan kemampuan koping.
11) Analgesik IV akan dengan segera mencapaui pusat rasa sakit,
menimbulkan penghilangan yang lebih efektif dengan obat dosis kecil.
4. Diagnosa Keperawatan : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan mual, muntah, disfungsi usus, abnormalitas
metabolik, peningkatan kebutuhan metabolik dan pembedahan.
Tujuan :
Perubahan nutrisi teratasi.
Kriteria Evaluasi :
Mempertahankan berat badan dan keseimbangan nitrogen positif.
Intervensi dan Rasional
Tindakan / Intervensi
Rasional
1) Auskultasi bising usus, catat bunyi tak ada / hiperaktif
2) Inflamasi / iritasi usus dapat menyertai hiperaktivitas usus
3) Timbang berat badan dengan teratur
4) Kaji abdomen dengan sering untuk kembali ke bunyi yang lembut, penampilan
bising usus normal dan kelancaran flatus
5) Kolaborasi : Tambahkan diet sesuai toleransi, contoh cairan jernih sampai
lembut
Kehilangan / peningkatan dini menunjukan perubahan hidrasi tetapi kehilangan
lanjut diduga ada defisit nutrisi
6) Menunjukan kembalinya fungsi usus ke normal dan kemampuan untuk
memulai masukan peroral
7) Kemajuan diet yang hati-hati saat masukan nutrisi dimulai lagi menurunkan
risiko iritasi gaster
15

5. Diagnosa Keperawatan : Kerusakan integritas kulit / jaringan berhubungan


dengan perubahan sirkulasi, efek-efek yang ditimbulkan oleh medikasi,
akumulasi drein, perubahan status metabolis.
Tujuan :
Integritas kulit kembali normal.
Kriteria Evaluasi :
- Mencapai penyembuhan luka.
- Mendemonstrasikan tingkah laku / teknik untuk meningkatkan kesembuhan dan
untuk mencegah komplikasi.
Intervensi dan Rasional
Tindakan / Intervensi
Rasional
1) Beri penguatan pada balutan awal / penggantian sesuai indikasi. Gunakan
teknik aseptik yang ketat.
2) Periksa luka secara teratur, catat karekteristik dan integritas kulit.
3) Kaji jumlah dan karakteristik cairan luka.
4) Pertahankan ketepatan saluran pengeluaran cairan pada drain / insisi yang
mengalami pengeluaran cairan yang berbau.
5) Lindungi luka dari perlukaan mekanis dan kontaminasi, ekskoriasi.
6) Pengenalan akan adanya kegagalan proses penyembuhan luka /
berkembangnya komplikasi secara dini dapat mencegah terjadinya kondisi
yang lebih serius.
7) Menurunnya cairan menandakan adanya evolusi dari proses penyembuhan.
8) Fasilitas letak kantong dekat luka, menurunkan resiko terjadinya infeksi dan
kecelakaan secara kimiawi pada jaringan /
9) Tekan areal atau insisi abdominal dan dada dengan menggunakan bantal
selama batuk atau bergerak.
10) Ingatkan pasien untuk tidak menyentuh daerah luka kulit.
11) Menetralisasi tekanan pada luka, meminimalkan resiko terjadinya ruptur /
dehisens.
12) Mencegah kontaminasi luka.
16

6. Diagnosa Keperawatan : Perubahan perfusi jaringan berhubungan


dengan gangguan aliran vena, arteri, hipervolemik.
Tujuan :
Perfusi jaringan teratasi.
Kriteria Evaluasi :
- Mendemonstrasikan adanya perfusi jaringan yang adekuat dengan tanda-tanda
vital yang stabil, adanya denyut nadi perifer yang kuat, kulit hangat / kering,
kesadaran normal dan pengeluaran urinarius individu sesuai.
Intervensi dan Rasional
Tindakan / Intervensi
Rasional
1) Bantu latihan rentang gerak, meliputi latihan aktif kaki dan lutut.
2) Bantu dengan ambulasi awal.
3) Pantau tanda-tanda vital, palpasi denyut nadi perifer, catat suhu / warna kulit
dan pengisian kapiler. Evaluasi waktu dan pengeluaran cairan urine.
4) Kolaborasi : Beri cairan IV / produk-produk darah sesuai kebutuhan.
5) Menstimulasi sirkulasi perifer, membantu mencegah terjadinya vena statis
sehingga menurunkan resiko pembentukan trombus.
6) Meningkatkan sirkulasi dan mengambalikan fugsi normal organ.
7) Merupakan indikator dari volume sirkulasi dan fungsi organ / perfusi jaringan
yang adekuat.
8) Mempertahankan volume sirkulasi, mendukung terjadinya perfusi jaringan.
7. Diagnosa Keperawatan : Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis
dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan /
mengingat, salah interprestasi informasi, tidak mengenal sumber
informasi.
Tujuan :
Pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan terpenuhi.
Kriteria Evaluasi :
-Menyatakan pemahaman proses penyakit dan pengobatan.
-Mengidentifikasi hubungan tanda / gejala dengan proses penyakit dan
menghubungkan gejala dengan faktor penyebab.
17

-Melakukan dengan benar, prosedur yang perlu dan menjelaskan alasan tindakan.
Intervensi dan Rasional
Tindakan / Intervensi
Rasional
1) Kaji ulang proses penyakit dasar dan harapan untuk sembuh
2) Diskusikan program pengobatan, jadwal dan kemungkinan efek samping
3) Anjurkan melakukan aktivitas biasanya secara bertahap sesuai toleransi dan
sediakan waktu untuk istirahat adekuat
4) Kaji ulang pembatasan aktivitas contoh hindari mengangkat berat, konstipasi
5) Memberikan dasar pengetahuan pada pasien yang memungkinkan membuat
pilihan berdasarkan informasi
6) Antibiotik dapat dilanjutkan setelah pulang, tergantung pada lamanya dirawat
7) Mencegah kelemahan, mening-katkan perasaan sehat
8) Menghindari peningkatan tekan-an intraabdomen yang tidak perlu dan
tegangan otot

2.2.Konsep Dasar Medis


2.2.1 Pengertian

Laparatomy merupakan prosedur pembedahan yang melibatkan suatu insisi


pada dinding abdomen hingga ke cavitas abdomen (Sjamsurihidayat dan Jong,
2008). Ditambahkan pula bahwa laparatomi merupakan teknik sayatan yang
dilakukan pada daerah abdomen yang dapat dilakukan pada bedah digestif dan
obgyn. Adapun tindakan bedah digestif yang sering dilakukan dengan tenik insisi
laparatomi ini adalah herniotomi, gasterektomi, kolesistoduodenostomi,
hepatorektomi, splenoktomi, apendektomi, kolostomi, hemoroidektomi dfan
fistuloktomi. Sedangkan tindkan bedah obgyn yang sering dilakukan dengan
tindakan laoparatomi adalah berbagai jenis operasi pada uterus, operasi pada tuba
fallopi, dan operasi ovarium, yang meliputi hissterektomi, baik histerektomi total,
radikal, eksenterasi pelvic, salpingooferektomi bilateral.

Laparatomy adalah pembedahan yang dilakukan pada usus akibat terjadinya


perlekatan usus dan biasanya terjadi pada usus halus, yang mana tujuan prosedur
18

tindakan pembedahan dengan membuka cavum abdoment adalah untuk eksplorasi


(Arif Mansioner, 2009).
Laparatomi yaitu insisi pembedahan melalui pinggang (kurang begitu tepat),
tapi lebih umum pembedahan perut (Harjono. M, 2006). Pembedahan yang
dilakukan pada usus akibat terjadinya perlekatan usus dan biasanya terjadi pada
usus halus. (Arif Mansjoer, 2009).
Ramali Ahmad (2008) mengatakan bahwa laparatomy yaitu pembedahan
perut, membuka selaput perut dengan operasi. Sedangkan menurut Sanusi (2001),
laparatomi adalah insisi pembedahan melalui dinding perut atau abdomen.
Perawatan post laparatomi adalah bentuk pelayanan perawatan yang diberikan
kepada pasien-pasien yang telah menjalani operasi pembedahan perut yang di
sebabkan oleh trauma abdomen, dan peritonitis.

Ada 4 cara insisi pembedahan yang dilakukan, antara lain (Yunichrist,


2008):
19

a. Midline incision : Metode insisi yang paling sering digunakan, karena


sedikit perdarahan, eksplorasi dapat lebih luas, cepat di buka dan di tutup, serta
tidak memotong ligamen dan saraf. Namun demikian, kerugian jenis insis ini
adalah terjadinya hernia cikatrialis. Indikasinya pada eksplorasi gaster, pankreas,
hepar, dan lien serta di bawah umbilikus untuk eksplorasi ginekologis,
rektosigmoid, dan organ dalam pelvis.

b. Paramedian, yaitu ; sedikit ke tepi dari garis tengah (± 2,5 cm), panjang
(12,5 cm). Terbagi atas 2 yaitu, paramedian kanan dan kiri, dengan indikasi
pada jenis operasi lambung, eksplorasi pankreas, organ pelvis, usus
bagian bagian bawah, serta plenoktomi. Paramedian insicion memiliki
keuntungan antara lain : merupakan bentuk insisi anatomis dan fisiologis, tidak
memotong ligamen dan saraf, dan insisi mudah diperluas ke arah atas dan
bawah

c. Transverse upper abdomen incision, yaitu ; insisi di bagian atas,


misalnya pembedahan colesistotomy dan splenektomy.

d. Transverse lower abdomen incision, yaitu; insisi melintang di bagian


bawah ± 4 cm di atas anterior spinal iliaka, misalnya; pada operasi
appendectomy

2.2.2. Indikasi Tindakan Laparatomi

Ada banyak indikasi dilakukannya laparatomi, dibawah ini akan dipaparkan,


diantaranya :

1. Trauma abdomen (tumpul atau tajam)

Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang


terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau
yang menusuk (Ignativicus & Workman, 2010). Dibedakan atas 2 jenis yaitu :

Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium)


yang disebabkan oleh : luka tusuk, luka tembak. Dan jenis kedua yaitu trauma
tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritoneum) yang dapat
disebabkan oleh pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk
pengaman (sit-belt).
20

2. Peritonitis

Peritonitis adalah inflamasi peritoneum lapisan membrane serosa rongga


abdomen, yang diklasifikasikan atas primer, sekunder dan tersier. Peritonitis
primer dapat disebabkan oleh spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat
penyakit hepar kronis. Peritonitis sekunder disebabkan oleh perforasi appendicitis,
perforasi gaster dan penyakit ulkus duodenale, perforasi kolon (paling sering
kolon sigmoid), sementara proses pembedahan merupakan penyebab peritonitis
tersier.

3. Sumbatan pada usus halus dan besar (Obstruksi)

Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun penyebabnya)


aliran normal isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus biasanya mengenai
kolon sebagai akibat karsinoma dan perkembangannya lambat. Sebagian dasar
dari obstruksi justru mengenai usus halus. Obstruksi total usus halus merupakan
keadaan gawat yang memerlukan diagnosis dini dan tindakan pembedahan darurat
bila penderita ingin tetap hidup. Penyebabnya dapat berupa perlengketan
(lengkung usus menjadi melekat pada area yang sembuh secara lambat atau pada
jaringan parut setelah pembedahan abdomen), Intusepsi (salah satu bagian dari
usus menyusup kedalam bagian lain yang ada dibawahnya akibat penyempitan
lumen usus), Volvulus (usus besar yang mempunyaimesocolon dapat terpuntir
sendiri dengan demikian menimbulkan penyumbatan dengan menutupnya
gelungan usus yang terjadi amat distensi), hernia (protrusi usus melalui area yang
lemah dalam usus atau dinding dan otot abdomen), dan tumor (tumor yang ada
dalam dinding usus meluas kelumen usus atau tumor diluar usus menyebabkan
tekanan pada dinding usus).

4. Apendisitis mengacu pada radang apendiks, suatu tambahan seperti kantong


yang tak berfungsi terletak pada bagian inferior dari sekum. Penyebab yang paling
umum dari apendisitis adalah obstruksi lumen oleh fases yang akhirnya merusak
suplai aliran darah dan mengikis mukosa menyebabkan inflamasi.

5. Tumor abdomen

6. pancreatitis (inflammation of the pancreas)


21

7. abscesses (a localized area of infection)

8. adhesions (bands of scar tissue that form after trauma or surgery)

9. diverticulitis (inflammation of sac-like structures in the walls of the


intestines)

10. intestinal perforation

11. ectopic pregnancy (pregnancy occurring outside of the uterus)

12. foreign bodies (e.g., a bullet in a gunshot victim)

13. internal bleeding

2.2.3. Post Op Laparatomi

Post op atau Post operatif Laparatomi merupakan tahapan setelah proses


pembedahan pada area abdomen (laparatomi) dilakukan. Dalam Perry dan Potter
(2005) dipaparkan bahwa tindakan post operatif dilakukan dalam 2 tahap yaitu
periode pemulihan segera dan pemulihan berkelanjutan setelah fase post operatif.
Proses pemulihan tersebut membutuhkan perawatan post laparatomi. Perawatan
post laparatomi adalah bentuk pelayanan perawatan yang di berikan kepadaklien
yang telah menjalani operasi pembedahan abdomen.

2.2.4. Tujuan perawatan post laparatomi

1. Mengurangi komplikasi akibat pembedahan.

2. Mempercepat penyembuhan.

3. Mengembalikan fungsi klien semaksimal mungkin seperti sebelum operasi.

4. Mempertahankan konsep diri klien.

5. Mempersiapkan klien pulang.

2.2.5 Etiologi
Bedah laparatomi dilakuakan atas berbagai indikasi, terutama indikasi dalam
bidang digestif dan kandungan, antara lain : Trauma abdomen baik tumpul
maupun tajam, peritonitis, appendicitis, perdarahan saluran cerna, obstruksi usus,
kehamilan ektopik, mioma uteri, adhesi atau perlengketan jaringan abdomen,
pancreatitis dan sebagainya (Kate, 2009; Wain,2009).
22

2.2.6 Patofisiologis
Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional
(Dorland, 2002). Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera
fisiologis akibat gangguan emosional yang hebat (Brooker, 2008).
Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa
kurang dari 44 tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi faktor
implikasi pada trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak
disengaja (Smeltzer, 2010). Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat
berupa trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak
disengaja (Smeltzer, 2010).
Trauma abdomen merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan
atau tanpa tembusnya dinding perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan
lebih bersifat kedaruratan dapat pula dilakukan tindakan laparatomi.
Tusukan/tembakan , pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk
pengaman (set-belt)-dapat mengakibatkan terjadinya trauma abdomen sehingga
harus di lakukan laparatomy.
Trauma tumpul abdomen dapat mengakibatkan individu dapat kehilangan
darah, memar/jejas pada dinding perut, kerusakan organ-organ, nyeri, iritasi cairan
usus. Sedangkan trauma tembus abdomen dapat mengakibatkan hilangnya seluruh
atau sebagian fungsi organ, respon stres simpatis, perdarahan dan pembekuan
darah, kontaminasi bakteri, kematian sel. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi
organ dan respon stress dari saraf simpatis akan menyebabkan terjadinya
kerusakan integritas kulit, syok dan perdarahan, kerusakan pertukaran gas, resiko
tinggi terhadap infeksi, nyeri akut.
2.2.7 Manifestasi Klinis
Manifestasi yang biasa timbul pada pasien post laparatomy diantaranya :
1. Nyeri tekan pada area sekitar insisi pembedahan
2. Dapat terjadi peningkatan respirasi, tekanan darah, dan nadi.
3. Kelemahan
4. Mual, muntah, anoreksia
5. Konstipasi
23

2.2.8 Penatalaksanaan (medis dan keperawatan)

Menggurangi komplikasi akibat pembedahan, dengan perawatan pasca


operasi:
a. Monitor kesadaran, TTV, CVP, intake ooutput
b. Observasi dan catat produksi drain (warna dan jumlah produksi drainage)
c. Dalam mengatur dan mengerakan posisi pasien harus hati-hati jangan sampe
drain tercabut
d. Perawatan luka operasi harus steril

2.2.9 Komplikasi
a. Syok
Digambarkan sebagai tidak memadainya oksigenasi selular yang disertai
dengan ketidakmampuan untuk mengekspresikan produk metabolisme.
Manifestasi Klinis :
a. Pucat
b. Kulit dingin dan terasa basah
c. Pernafasan cepat
d. Sianosis pada bibir, gusi dan lidah
e. Nadi cepat, lemah dan bergetar
f. Penurunan tekanan nadi
g. Tekanan darah rendah dan urine pekat.
b. Hemorrhagi
a. Hemoragi primer : terjadi pada waktu pembedahan
b. Hemoragi intermediari : beberapa jam setelah pembedahan ketika
kenaikan tekanan darah ke tingkat normalnya melepaskan bekuan yang
tersangkut dengan tidak aman dari pembuluh darah yang tidak terikat
c. Hemoragi sekunder : beberapa waktu setelah pembedahan bila ligatur slip
karena pembuluh darah tidak terikat dengan baik atau menjadi terinfeksi
atau mengalami erosi oleh selang drainage.
Manifestasi Klinis Hemorrhagi : Gelisah, , terus bergerak, merasa haus,
kulit dingin-basah-pucat, nadi meningkat, suhu turun, pernafasan cepat dan
dalam, bibir dan konjungtiva pucat dan pasien melemah.
24

2.2.10 PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Pemeriksaan rektum : adanya darah menunjukkan kelainan pada usus besar ;
kuldosentesi, kemungkinan adanya darah dalam lambung ; dan kateterisasi, adanya
darah menunjukkan adanya lesi pada saluran kencing.
2. Laboratorium : hemoglobin, hematokrit, leukosit dan analisis urine.
3. Radiologik : bila diindikasikan untuk melakukan laparatomi.
4. IVP/sistogram : hanya dilakukan bila ada kecurigaan terhadap trauma saluran kencing.
5. Parasentesis perut : tindakan ini dilakukan pada trauma tumpul perut yang diragukan
adanya kelainan dalam rongga perut atau trauma tumpul perut yang disertai dengan
trauma kepala yang berat, dilakukan dengan menggunakan jarum pungsi no 18 atau 20
yang ditusukkan melalui dinding perut didaerah kuadran bawah atau digaris tengah
dibawah pusat dengan menggosokkan buli-buli terlebih dahulu.
6. Lavase peritoneal : pungsi dan aspirasi/bilasan rongga perut dengan memasukkan
cairan garam fisiologis melalui kanula yang dimasukkan kedalam rongga peritonium.

2.2.12 Pencegahan dan Penanganan Komplikasi

1. Syok

Pencegahan :

a. Terapi penggantian cairan

b. Menjaga trauma bedah pda tingkat minimum

c. Pengatasan nyeri dengan membuat pasien senyaman mungkin dan


dengan menggunakan narkotik secara bijaksana

d. Pemakaian linen yang ringan dan tidak panas (mencegah vasodilatasi)

e. Ruangan tenang untuk mencegah stres

f. Posisi supinasi dianjurkan untuk memfasilitasi sirkulasi

g. Pemantauan tanda vital

Pengobatan :

a. Pasien dijaga tetap hangat tapi tidak sampai kepanasan

b. Dibaringkan datar di tempat tidur dengan tungkai dinaikkan

c. Pemantauan status pernafasan dan CV


25

d. Penentuan gas darah dan terapi oksigen melalui intubasi atau nasal kanul
jika diindikasikan

e. Penggantian cairan dan darah kristaloid (ex : RL) atau koloid (ex :
komponen darah, albumin, plasma atau pengganti plasma)

f. Terapi obat : kardiotonik (meningkatkan efisiensi jantung) atau diuretik


(mengurangi retensi cairan dan edema)

2. Hemorrhagi

Penatalaksanaan :

1. Pasien dibaringkan seperti pada posisi pasien syok

2. Sedatif atau analgetik diberikan sesuai indikasi

3. Inspeksi luka bedah

4. Balut kuat jika terjadi perdarahan pada luka operasi

5. Transfusi darah atau produk darah lainnya

6. Observasi Vital Signs.

3. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.

Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi dan ambulatif


dini.

4. Buruknya integriats kulit sehubungan dengan luka infeksi.

Tindakan pengendalian :

a. Dorongan kepada pasien untuk batuk dan nafas efektis serta sering
mengubah posisi

b. Penggunaan peralatan steril

c. Antibiotik dan antimikroba

d. Mempraktikkan teknik aseptik

e. Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien

f. Pencegahan kerusakan kulit


26

g. Pantau tanda-tanda hemorrhagi dan drainage abnormal

h. Pantau adanya perdarahan

i. Perawatan insisi dan balutan

j. Penggantian selang intravena dan alat invasif lainnya sesuai program.

Intervensi untuk meningkatkan penyembuhan

1. Meningkatkan intake makanan tinggi protein dan vitamin c.

2. Menghindari obat-obat anti radang seperti steroid.

3. Pencegahan infeksi.

4. Pengembalian Fungsi fisik.

Pengembalian fungsi fisik dilakukan segera setelah operasi dengan latihan


napas dan batuk efektf, latihan mobilisasi dini.

5. Mempertahankan konsep diri.

Gangguan konsep diri : Body image bisa terjadi pada pasien post
laparatomy karena adanya perubahan sehubungan dengan pembedahan.
Intervensi perawatan terutama ditujukan pada pemberian support
psikologis, ajak klien dan kerabat dekatnya berdiskusi tentang perubahan-
perubahan yang terjadi dan bagaimana perasaan pasien setelah operasi.

2.3 Konsep Dasar Keperawatan


2.3.1 Pengkajian
1. Anamnesis
Gangguan yang mengenai abdomen dan sistem gastrointestinalbisa
menimbulkan gejala yang sangat beragam:
1) Nyeri abdomen
2) Muntah
3) Hematemesis (muntah darah)
4) Sulit menelan (disfagia)
5) Ganguan cerna atau dispepsia
6) Diare
7) Perubahan kebiasaan buang air besar
27

8) Bengkak atau benjolan pada perut


9) Penurunan berat badan atau gejala akibat malabsorpsi
10) Melena (tinja hitam seperti ter akibat darah dari saluran cerna bagian atas)
atau darah per ektum.
Penting untuk menilai adakah penyakit lokal dan adakah efek sismetik seperti
penurunan berat badan atau malabsorpsi.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
1) Apakah pernah mengalami penyakit saluran cerna sebelumnya?
2) Apakah pernah dilakukan operasi pada daerah perut sebelumnya?
3) Tentukan riwayat konsumsi alkohol dan kebiasaan merokok pasien.
4) Riwayat konsumsi alkohol yang rinci sangat penting.
5) Obat apa yang pernah dikonsumsi oleh pasien?
6) Pernahkah pasien mendapat terapi untuk penyakit saluran cerna, termasuk
terapi yang mungkin merupakan penyebab gejala?
3. Riwayat Keluarga
Adakah kondisi turunan yang mempengaruhi sistem gastrointestinal?
2.3.2 Pemeriksaan Fisik
Urutan teknik pemeriksaan pada abdomen ialah inspeksi, auskultasi, palpasi,
dan perkusi. Auskultasi dilakukan sebelum kita melakukan palpasi dan perkusi
dengan tujuan agar hasil pemeriksaan auskultasi lebih akurat karena kita belum
melakukan manipulasi terhadap abdomen.
1. Inspeksi
Dilakukan pada pasien dengan posisi tidur terlentang dan diamati dengan
seksama dinding abdomen. Yang perlu diperhatikan adalah:
a. Keadaan kulit; warnanya (ikterus, pucat, coklat, kehitaman), elastisitasnya
(menurun pada orang tua dan dehidrasi), kering (dehidrasi), lembab (asites),
dan adanya bekas-bekas garukan (penyakit ginjal kronik, ikterus obstruktif),
jaringan parut (tentukan lokasinya), striae (gravidarum/ cushing syndrome),
pelebaran pembuluh darah vena (obstruksi vena kava inferior & kolateral pada
hipertensi portal).
b. Besar dan bentuk abdomen; rata, menonjol, atau scaphoid (cekung).
28

c. Simetrisitas; perhatikan adanya benjolan local (hernia, hepatomegali,


splenomegali, kista ovarii, hidronefrosis).
d. Gerakan dinding abdomen pada peritonitis terbatas.
e. Pembesaran organ atau tumor, dilihat lokasinya dapat diperkirakan organ apa
atau tumor apa.
f. Peristaltik; gerakan peristaltik usus meningkat pada obstruksi ileus, tampak
pada dinding abdomen dan bentuk usus juga tampak (darm-contour).
g. Pulsasi; pembesaran ventrikel kanan dan aneurisma aorta sering memberikan
gambaran pulsasi di daerah epigastrium dan umbilical.
Perhatikan juga gerakan pasien:
a. Pasien sering merubah posisi à adanya obstruksi usus.
b. Pasien sering menghindari gerakan à iritasi peritoneum generalisata.
c. Pasien sering melipat lutut ke atas agar tegangan abdomen berkurang/
relaksasi à peritonitis.
d. Pasien melipat lutut sampai ke dada, berayun-ayun maju mundur pada saat
nyeri à pankreatitis parah.
2. Aukultasi
Kegunaan auskultasi ialah untuk mendengarkan suara peristaltic usus dan
bising pembuluh darah. Dilakukan selama 2-3 menit.
a. Mendengarkan suara peristaltic usus.
Diafragma stetoskop diletakkan pada dinding abdomen, lalu dipindahkan ke
seluruh bagian abdomen. Suara peristaltic usus terjadi akibat adanya gerakan
cairan dan udara dalam usus. Frekuensi normal berkisar 5-34 kali/ menit.
Bila terdapat obstruksi usus, peristaltic meningkat disertai rasa sakit (borborigmi).
Bila obstruksi makin berat, abdomen tampak membesar dan tegang, peristaltic
lebih tinggi seperti dentingan keeping uang logam (metallic-sound).
Bila terjadi peritonitis, peristaltic usus akan melemah, frekuensinya lambat,
bahkan sampai hilang.
b. Mendengarkan suara pembuluh darah.
Bising dapat terdengar pada fase sistolik dan diastolic, atau kedua fase.
Misalnya pada aneurisma aorta, terdengar bising sistolik (systolic bruit). Pada
29

hipertensi portal, terdengar adanya bising vena (venous hum) di daerah


epigastrium.
3. Palpasi
Beberapa pedoman untuk melakukan palpasi, ialah:
a. Pasien diusahakan tenang dan santai dalam posisi berbaring
terlentang.Sebaiknya pemeriksaan dilakukan tidak buru-buru.
b. Palpasi dilakukan dengan menggunakan palmar jari dan telapak tangan.
Sedangkan untuk menentukan batas tepi organ, digunakan ujung jari.
Diusahakan agar tidak melakukan penekanan yang mendadak, agar tidak
timbul tahanan pada dinding abdomen.
c. Palpasi dimulai dari daerah superficial, lalu ke bagian dalam. Bila ada daerah
yang dikeluhkan nyeri, sebaiknya bagian ini diperiksa paling akhir.
d. Bila dinding abdomen tegang, untuk mempermudah palpasi maka pasien
diminta untuk menekuk lututnya. Bedakan spasme volunteer & spasme sejati;
dengan menekan daerah muskulus rectus, minta pasien menarik napas dalam,
jika muskulus rectus relaksasi, maka itu adalah spasme volunteer. Namun jika
otot kaku tegang selama siklus pernapasan, itu adalah spasme sejati.
e. Palpasi bimanual; palpasi dilakukan dengan kedua telapak tangan, dimana
tangan kiri berada di bagian pinggang kanan atau kiri pasien sedangkan tangan
kanan di bagian depan dinding abdomen.
f. Pemeriksaan ballottement; cara palpasi organ abdomen dimana terdapat asites.
Caranya dengan melakukan tekanan yang mendadak pada dinding abdomen &
dengan cepat tangan ditarik kembali. Cairan asites akan berpindah untuk
sementara, sehingga organ atau massa tumor yang membesar dalam rongga
abdomen dapat teraba saat memantul. Teknik ballottement juga dipakai untuk
memeriksa ginjal, dimana gerakan penekanan pada organ oleh satu tangan akan
dirasakan pantulannya pada tangan lainnya.
g. Setiap ada perabaan massa, dicari ukuran/ besarnya, bentuknya, lokasinyam
konsistensinya, tepinya, permukaannya, fiksasi/ mobilitasnya, nyeri spontan/
tekan, dan warna kulit di atasnya. Sebaiknya digambarkan skematisnya.
Palpasi hati; dilakukan dengan satu tangan atau bimanual pada kuadran kanan
atas. Dilakukan palpasi dari bawah ke atas pada garis pertengahan antara mid-
30

line & SIAS. Bila perlu pasien diminta untuk menarik napas dalam, sehingga
hati dapat teraba. Pembesaran hati dinyatakan dengan berapa sentimeter di
bawah lengkung costa dan berapa sentimeter di bawah prosesus xiphoideus.
Sebaiknya digambar.
4. Perkusi
Perkusi berguna untuk mendapatkan orientasi keadaan abdomen secara
keseluruhan, menentukan besarnya hati, limpa, ada tidaknya asites, adanya
massa padat atau massa berisi cairan (kista), adanya udara yang meningkat
dalam lambung dan usus, serta adanya udara bebas dalam rongga abdomen.
Suara perkusi abdomen yang normal adalah timpani (organ berongga yang berisi
udara), kecuali di daerah hati (redup; organ yang padat).
a. Orientasi abdomen secara umum.
Dilakukan perkusi ringan pada seluruh dinding abdomen secara sistematis
untuk mengetahui distribusi daerah timpani dan daerah redup (dullness). Pada
perforasi usus, pekak hati akan menghilang.
b. Cairan bebas dalam rongga abdomen
Adanya cairan bebas dalam rongga abdomen (asites) akan menimbulkan suara
perkusi timpani di bagian atas dan dullness dibagian samping atau suara dullness
dominant. Karena cairan itu bebas dalam rongga abdomen, maka bila pasien
dimiringkan akan terjadi perpindahan cairan ke sisi terendah. Cara pemeriksaan
asites:
- Pemeriksaan gelombang cairan (undulating fluid wave).
Teknik ini dipakai bila cairan asites cukup banyak. Prinsipnya adalah ketukan
pada satu sisi dinding abdomen akan menimbulkan gelombang cairan yang
akan diteruskan ke sisi yang lain.
Pasien tidur terlentang, pemeriksa meletakkan telapak tangan kiri pada satu
sisi abdomen dan tangan kanan melakukan ketukan berulang-ulang pada
dinding abdomen sisi yang lain. Tangan kiri kan merasakan adanya tekanan
gelombang.
- Pemeriksaan pekak alih (shifting dullness).
Prinsipnya cairan bebas akan berpindah ke bagian abdomen terendah. Pasien
tidur terlentang, lakukan perkusi dan tandai peralihan suara timpani ke redup
31

pada kedua sisi. Lalu pasien diminta tidur miring pada satu sisi, lakukan
perkusi lagi, tandai tempat peralihan suara timpani ke redup maka akan
tampak adanya peralihan suara redup.

2.3.3 Dignosa Keperawatan


1. Ansietas berhubungan dengan prosedur pembedahan, prosedur preoperative.
2. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi, tidak mengenal
sumber informasi.
3. Nyeri berhubungan dengan insisi, distensi abdomen, immobilisasi.
4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah,
kehilangan air dengan abnormal.
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan insisi pembedahan, perubahan
sensasi.
6. Risiko infeksi berhubungan dengan adanya tempat masuknya
mikroorganisme sekunder akibat pembedahan
2.3.4 Intervensi Keperawatan
1. Ansietas berhubungan dengan prosedur pembedahan, prosedur preoperative.
Kriteria hasil :
a. Pasien akan menunjukan kemampuan focus pada pengetahuan baru dan
skil
b. Identifikasi gejala sebagai indicator kecemasan sendiri
c. Tidak menunjukan prilaku agresiv
d. Berkomunikasi dan penanganan perasaan negative dengan tepat
e. Rileks dan nyaman dalam beraktivitas
Intervensi Rasional
- Monitor pasien tanda dan gejala insietas saat pengkajian keperawatan
R/: Pengkajian seksama kondisi pasien dengan ansietas memungkinkan
perawat membuat priorotas perawatan
- Fokuskan diskusi pada stressor yang mempengaruhi kondisi pasien
R/: Focus diskusi memfasilitasi kemampuan pasien untuk menyatakan
ketakutan dan perasaan yang dirasakan dan membengun hubungan
terapeutik.
32

- Diskusikan persepsi pasien akan prosedur pembedahan, ketakutan yang


berhubungan dengan operasi
R/: Diskusi akan persepsi dan ketakutan membuat pasien mengekspresikan
diri sendiri dan mengeksplore pengetahuannya.
- Berikan informasi prosedur sebelum operasi, penyakit pasien, dan
persiapan operasi
R/: Tindakan untuk menambah pengetahuan dan reduksi ansietas.
2. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi, tidak mengenal
sumber informasi. Kriteria hasil :
a. Mengungkapkan pemahaman tentang proses penyakit dan pengobatan.
Intervensi Rasional
- Tinjau ulang prosedur dan harapan pasca operasi
R/: Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan
berdasarkan informasi.
- Diskusikan pentingnya masukan cairan adekuat, kebutuhan diet
R/: Meningkatkan penyembuhan dan normalisasi usus.
- Demostrasikan perawatan luka atau belutan yang tepat.
R/: Meningaktkan penyembuhan, menurunkan resiko infeksi, memberikan
kesempatan untuk mengobservasi luka
- Tinjau ulang perawatan selang gastrotomi bila pasien dipulangkan dengan alat
ini.
R/: Meningkatkan kemandirian, meningkatkan kemampuan perawatan diri.
- Identifikasikan tanda-tand ayang memerlukan evaluasi medis, demam menetap,
bengkak, eritema, artau terbukanya tepi luka, perubahan karakteristik drainage.
R/: Pengenalan dini komplikasi dan intervensi segera dapat mencegah progresi
situasi serius, mengancam hidup.
- Anjurkan peningkatan aktivitas bertahap sesuai tolernsi dan keseimbangan
dengan periode istirahat yang adekuat
R/: Mencegah kelelahan, merangsang sirkulasi dan normalisasi fungsi organ,
meningkatkan penyembuhan.
33

3. Nyeri berhubungan dengan insisi, distensi abdomen, immobilisasi. Kriteria


hasil :
a. Melaporkan nyeri hilang
b. Tampak rileks, mempu beristirahat dengan tepat
c. Pasien akan menunjukan teknik relaksasi individu yang efektif dalam mencapai
kenyamanan
d. Mempertahankan level nyeri pada skala nyeri yang dapat ditoleransi (skala 0-
10)
e. Mengakui faktor penyebab sehingga dapat menggunakan pengukuran untuk
mencegah nyeri akibat
Intervensi Rasional
- Kaji skala nyeri atau ketidaknyamanan dengan skala 0 – 10.
R/: Analisa secara seksama karekteristik nyeri membatu diffirensial diagnosis
nyeri. Standarisasi skala nyeri menunjang keakuratan
- Ajarkan teknik manajemen nyeri : nafas dalam, guide imagery, relaksasi,
visualisasi dan aktivitas terapeutik.
R/: Manajemen pengalihan fokus perhatian nyeri. Pendidikan pada pasien untuk
mengurangi nyeri, setiap orang memiliki perbedaan derajat nyeri yang
dirasakan
- Kaji secara komprehensif kondisi nyeri termasuk lokasi, karakteristik, onset,
durasi, frekuensi, kuantitas atau kualitas nyeri, dan faktor presipitasi/pencetus.
R/: Laporan pasien merupakan indikator terpercaya mengenai eksistensi dan
intensitas nyeri pada pasien dewasa. Baru atau peningkatan nyeri memerlukan
medikal evaluasi segera.
- Observasi secara verbal atau nonverbal ketidaknyamanan.
R/: Respon verbal dapat menjadi indikasi adanya dan derajat nyeri yang
dirasakan. Respon non verbal menampilkan kondisi nyeri.
- Instruksikan pasien untuk melaporkan nyeri bila sangat hebat.
R/: Partisipasi langsung dalam penanganan dan deteksi dini untuk pengelolaan
nyeri secara segera setelah dilaporkan.
- Informasikan pasien prosedur yang dapat meningkatkan nyeri dan tawarkan
koping adaptif.
34

R/: Tindakan persiapan kondisi pasien sebelum prosedur dan membantu mpasien
menetapkan koping sehubungan dengan kebutuhan penanganan stres akibat
nyeri.
- Pantau tanda-tanda vital
R/: Respon outonomik meliputi pada tekanan darah, nadi dan pernafasan, yang
berhubungan dengan keluhan / penghilang nyeri. Abnormalitas tanda vital terus
menerus memerlukan evaluasi lanjut.
- Kaji insisi bedah, perhatikan edema, perubahan kontur luka (pembentukan
hematoma), atau inflamasi, mengeringkan tepi luka.
R/: Perdarahan pada jaringan, bengkak, inflamasi local atau terjadinya infeksi
dapat menyebabkan peningkatan nyeri insisi.
- Berikan analgesic, narkotika, sesuai indikasi.
R/: Menurunkan laju metabolic dan iritasi usus karena oksin sirkulasi/local, yang
membantu menghilangkan nyeri dan meningkatkan penyembuhan. mengontrol
atau mengurangi nyeri untuk meningkatkan istirahat dan meningkatkan kerja
sama dengan aturan terapeutik.
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah, kehilangan
air dengan abnormal. Kriteria hasil :
a. Menunjukan level elektrolit, BUN, hematokrit dan serum osmolalitas dalam
keadaan normal.
b. Urine output dalam batas normal
c. Hasil hemodinamika dalam batas normal
Intervensi Rasional
- Monitor dan perbaiki intake output, antara setiap jam dan perbandingkan. Ukur
dan dokumentasikan output urine setiap 1-4 jam.
R/: Terapi diuretik, hipertermia, pembatasan intake cairan dapat menimbulkan
kekurangan cairan. Pengukuran tiap jam dan perbandingannya dapt mendeteksi
kekurangan.
- Monitor hasil laboratorium sesuai indikasi (osmolalitas urine <200mOsm/kg,
osmolalitas serum >300 mOsm/kg, serum sodium >145 mEq/L, peningkatan
level BUN dan hematokrit)
35

R/: Hasil laboratorium menambah keadaan objektif dari ketidakseimbangan.


Penurunan osmolalitas urine berhubungan dengan diuresis, peningkatan serum
osmolalitas, serum sodium dan hematokrit menunjukan hemokonsentrasi
- Monitor ECG dan tekanan hemodinamika secara periodic. Perhatikan adanya
gelombang U, QT memanjang, depresi segmen ST, gelombang T memendek
dan tekanan hemodinamika kardiak output rendah
R/: Pemantauan secara periodic menunjang peringatan secepatnya apabila terjadi
kondisi yang fatal. Tanda ECG menunjukan penurunan responsibilitas stimulus
sel kardiak, menghasilkan hipokalemia sekunder akibat pengeluaran
potassium.Sedangkan penurunan tekanan menunjukan hipovolemia dan
penurunan kardiak output menunjukan preload insuffisiensi.
- Berikan terapi sesuai indikasi, biasanya cairan isotonic dengan penambahan
potassium klorida jika serum potassium rendah. Pantau akses IV , antisipasi
peningkatan pemberian cairan jika hipertermia atau adanya infeksi.
R/: Cairan isotonic adalah pengganti cairan untuk kehilangan cairan tubuh.
Produk darah, koloid, atau albmin, dapat digunakan untuk peningkatan MAP.
Monitor digunakan untuk mencegah overload volume cairan. Cairan dengan
potassium harus dipantau dengan seksama karena pottasium mengiritasi vena
dan infus potassium yang cepat dapat menyebabkan hiperkalemia.
Hipertermia dan infeksi terjadi akibat kehilangan cairan karena peningkatan
metabolic, peningkatan keringat dan ekskresi cairan melalui pernafasan.
- Pantau tanda-tanda vital dengan sering, perhatikan peningkatan nadi dan
perubahan tekanan darah.
R/: Tanda-tanda haemoragik usus dan/atau pembentukan hematoma, yang dapat
menyebabkan syok hipovalemik.
- Palpasi nadi perifer, evaluasi pengisian kapiler, turgor kulit dan status
membrane mukosa.
R/: Memberikan informasi tentang volume sirkulasi umum dan tingkat hidrasi.
- Perhatikan adanya edema
R/: Edema dapat terjadi karena perpindahan cairan berkenaan dengan penurunan
kadar albumin serum/protein.
- Observasi, catat kualitas kateter drainage / ngt
36

R/: Haluaran cairan berlebihan dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit


dan alkalosis metabolic dengan kehilangan lanjut kalium oleh ginjal yang
berupaya untuk mengkompensasi
- Pantau suhu
R/: Demam rendah umum terjadi selam 24 -48 jam pertama dan dapat menambah
kehilangan cairan
- Pertahankan patensi penghisapan NGT.
R/: Meningkatkan dekompresi usus untuk menurunkan distensi atau kekuatan
pada garis jahitan dan menurunkan mual atau muntah , yang dapat menyrtai
anastesi, manipulasi usus, atau kondisi yang sebelumnya ada, missal kanker.
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan insisi pembedahan, perubahan
sensasi.
Kriteria hasil :
a. Pasien akan menunjukan perwatan optimal kulit dan luka secara rutin
b. Menunjukan intgritas kulit dan membrane mukosa adekuat ( temperature
jaringan, elastisitas, hidrasi, pigmentasi, dan warna)
c. Mencapai pemulihan luka tepat waktu tanpa ada komplikasi.
Intervensi Rasional
- Monitor karakteristik luka meliputi lokasi, ada/tidaknya dan karakter eksudat,
ada/tidaknya jaringan nekrotik, ada/tidaknya tanda-tanda infeksi (nyeri,
bengkak, kemerahan, peningkatan sushu, penurunan fungsi).
R/: Permulaan pengkajian yang merupakan langkah awal utnuk memberikan
perawatan individual. Penemuan abnormal dapat menjadi data untuk masalah
dan dapat digunakan untuk pedoman perencanaan perawatan
- Bersihkan dan ganti balutan (wound care) luka dengan teknik steril.
R/: Pencegahan komplikasi luka terhadap kontaminasi silang dan membantu
penyembuhan luka.
- Minimalisir penekanan pada bagian luka.
R/: Pencegahan kerusakan kulit merupakan salah satu penanganan mudah masalah
sebelum kerusakan kulit berkembang
37

- Pantau tanda-tanda vital dengan sering, perhatikan demam, takipneu, takikardi


dan gemetar. Periksa luka dengan sering terhadap bengkak insisi berlebihan,
inlamasi drainage.
R/: Pasien dengan kondisi post pembedahan beresiko tinggi mengalami
komplikasi. Evaluasi segera dapat menjadi ukuran pencegahan dan penanganan
dini.
- Waspadai factor resiko lanjut, misal : keganasan, seperti limfasarkoma dan
mieloma multiple, terapi radiasi dan sisi operasi.
R/: Indikatif dari pembentukan hematoma atau terjadinya infeksi yang menunjang
perlambatan pemulihan luka dan meningkatkan resiko pemisahan luka.

- Berikan antibiotic sesuai indikasi


R/: Menurunkan imunokompentesi, ini mempengaruhi pemulihan luka pada
infeksi. Meningkatkan vaskulitis dan fibrosis pada jaringan penyambung,
mempengaruhi
5. Risiko infeksi berhubungan dengan adanya tempat masuknya
mikroorganisme sekunder akibat pembedahan. Kriteria hasil:
a. Klien tidak mengakami infeksi
b. Luka cepat sembuh tanpa komplikasi
Intervensi
- monitor tanda-tanda vital
R/: mengetahui tanda awal terjadinya infeksi
- lakukan tehnik perawatan luka dengan tehnik septik dan aseptik
R/: perawatan luka dengan tekhnik aseptic dapat mencegah berkembangbiaknya
mikroorganisme penyebab infeksi
- observasi penyatuan luka, karakter drainage, adanya inflmasi
R/: mengetahui secara dini tanda infeksi atau memperburuknya kondisi luka.
- berikan nutrisi yang adekuat
R/: dengan nutrisi yang baik dapat meningkatkan daya tahan tubuh
- kolaborasi dalam pemberian antibiotika
R/: antibiotika menurunkan jumlah mikroorganisme dan juga dapat membunuh
mikroorganisme dengan penggunaan secara teratur.
38

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3. FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN M EDIKAL BEDAH

Nama Mahasiswa : Afrianto


NIM : 2015.c.07a.0634
Ruang Praktek : ICU
Tanggal Praktek :07 November 2018
Tanggal dan Pengkajian : 07 november 2018, jam 08.00 WIB

3.1 Pengkajian

Berdasarkan pengkajian yang dilakukan pada hari Rabu, 07 November


2018 pukul 08.00 WIB didapatkan data sebagai berikut.

3.2 Identitas Pasien


Nama : Tn. M
Umur : 64 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku Bangsa : Dayak/Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : SMP
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Bahaur
Tgl MRS : 07 november 2018
Diagnosa Medis : post laporatomi

3.3 Riwayat Kesehatan/Perawatan


3.3.1 Keluhan Utama
Klien Mengatakan“ nyeri di bagian perut, pada saat bergerak,nyeri hilang
timbul,durasi nyeri kurang lebih 4 menit , dengan skala nyeri 4.

38
39

3.3.2 Riwayat Penyakit Sekarang


Klien mengatakan pada hari senin tanggal 23 oktober 2018 klien mengeluh
nyeri pada bagian perut di rawat di rumah selama 2 hari, namun nyrei di rasakan
semakin deras, lalu di bawa keluarga ke RSUD Dr.Doris SHylvanus palangka
Raya masuk melalui IGD pada tanggal 25 oktober 2018 jam 15.45 wib. Di beri
tindakan pemasangan infus RL 30 tpm, injeksi obat ranitidine 2 x 50 mg, dan
injeksi ceftriaxone 2 x 1 g dan di lakukan pemeriksaan EKG.
3.3.3 Riwayat Penyakit sebelunya.
Klien mengatakan” sebelumnya tidak tidak memiliki riwayat operasi”.
3.3.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Klien mengatakan tidak memiliki penyakit keluarga seperti hipertensi,
diabetes militus dan tbc.
Genogram Keluarga

Keterangan :
: Perempuan
: Laki-laki
: Pasien/Klien
: Meninggal
: Tinggal satu rumah
: Hubungan Keluarga
40

3.4 Pemeriksaan Fisik


3.4.1 Keadaan Umum
Klien terbaring di brankar dengan lemas, terpasang monitor, ada luka
laporatomi di abdomen tertutup perban,terpasang infus NaCl 0.9 % di
tangan kiri 20 tpm, kesadaran klien conpos menthis, klien terlihat kurang
rap dan bau.

3.4.2 Status Mental


Tingkat kesadaran klien adalah compos menthis, ekspresi wajah klien
tampak meringis, bentuk badan klien yaitu sedang (mesomorph), klien berbaring
dengan posisi terlentang atau semi fowler/setengah duduk, klien bisa bergerak,
klien dapat berbicara dengan normal, penampilan klien kurang rapi.
Fungsi Kognitif klien terhadap Orientasi Waktu, Orang dan Tempat yaitu
klien baik, klien dapat mengetahui saat pengkajian pada pagi hari serta mengenali
keluarga dan perawat yang bertugas dan klien mengetahui bahwa klien sedang
dirawat di Rumah Sakit. Insight pasien juga baik dan untuk mekanisme
pertahanan diri pasien maladaptif.
3.4.3 Tanda-tanda Vital
Pada saat pengkajian tanda-tanda vital didapatkan hasil: suhu yang diukur di
aksila menunjukkan hasil 37,7 0C, nadi yaitu 110 x/menit, pernapasan yaitu 17
x/menit, dan tekanan darah yaitu 100/70 mmHg.
3.4.4 Pernapasan (Breathing)
Pada pengkajian sistem pernapasan didapatkan: bentuk dada klien normal
simetris. Keluarga klien mengatakan bahwa klien tidak merokok, tidak ada batuk
darah,tidak ada sesak napas, tipe pernapasan ekspensi dada tidak penuh, irama
pernapasan teratur, tidak ada suara napas tambahan.
Masalah keperawatan : tidak ada masalah

3.4.5 Cardiovascular (Bleeding)


Pada sistem kardiovaskular atau bleeding, tidak ada nyeri dadad. klien juga
terliat pucat. Untuk CRT atau capillary refill time pada klien didapatkan hasilnya
kurang dari 2 detik, klien tidak oedema pada ekstrimitas atas dan bawah. Ictus
cordis pasien tidak terlihat, vena jugularis tidak meningkat, suara jantung pasien
41

pun terdengar normal (S1 dan S2, tunggal) dengan bunyi lub-dub. Nadi teraba
kuat dan tidak teratur, akral hangat.
masalah keperawatan yang muncul adalah: tidak ada masalah.
3.4.6 Persarafan (Brain)
Pada sistem persarafan atau brain, nilai GCS klien untuk E adalah : 4
dengan hasil klien membuka mata dengan spontan untuk V adalah 5 dengan hasil
respon dengan baik, sedangkan M, klien bernilai 6 dapat mengikuti perintah, jadi
total dari GCS 15 (compos Menthis), (Pupil klien isokor dengan refleks cahaya
untuk kanan dan kiri adalah positif.
Pemeriksaan persyarafan tidak ada masalah semuanya baik .
3.4.7 Eliminasi Urine (Bladder)
Produksi urine 1000 ml, urine berwarna kuning, bau khas urine amoniak,
tidak ada masalah/ lancar.
Tidak ada keluhan lainnya dipemeriksaan eliminasi urine dan tidak ada masalah
keperawatan yang muncul.
3.4.8 Eliminasi Alvi (Bowel)
Pada sistem eliminasi alvi, pengkajian yang didapatkan yaitu: bibir klien
tampak pucat dan tidak ada lesi; gigi klien tidak tampak lengkap dan bersih ; pada
gusi tidak didapatkan adanya peradangan dan perdarahan;lidah merah muda;
tidak ada perdarahan di mukosa; pada tonsil tidak terjadi peradangan; rectum
tidak ada kelainan dan pasien juga tidak menderita haemoroid. Saat pengkajian
klien mengatakan sudah ada BAB 1 kali dengan konsistensi lunak dan warna
coklat. Saat BAB pun tidak ada masalah.
Tidak ada keluhkan keluhan lainnya dan tidak ada masalah keperawatan.
3.4.9 Tulang-Otot-Integumen (Bone)
Sistem tulang-otot-integumen atau bone, klien mampu untuk
menggerakkan sendinya secara bebas, tidak terdapat parese, paralise, krepitasi,
nyeri, bengkak, kekakuan, flasiditas, dan spastisitas dan tidak ada hemiparese baik
di ektstermitas atas dan bawah kanan maupun kiri. Tampak ukuran otot simetris.
Uji kekuatan otot pada ektrimitas atas 5 5 dan ekstrimitas bawah 5 5. Tidak
terdapat deformitas tulang, tidak ada peradangan, perlukaan lokasi luka tidak ada,
tidak ada patah tulang. Tampak tulang belakang normal .
42

Tidak masalah lainnya, dan tidak ada masalah keperawatan.


3.4.10 Kulit-kulit Rambut
Klien tidak memiliki riwayat alergi baik pada obat, dan makanan. Suhu kulit
klien terasa hangst, warna kulitnya normal, turgor baik/elastis kembali dalam
waktu 1 detik dan teksturnya halus. Pada kulit klien tidak terdapat jaringan
parut,dan terdapat luka operasi di perut panjang sekitar ± 15 𝑐𝑚. Tektur
rambutnya lurus dan pendek, berwarna hitam dan terdistribusi secara merata.
Bentuk kuku pasien juga simetris.
Tidak ada keluhan lainnya di sistem kulit kulit rambut masalah keperawatan
yang muncul: Nyeri akut dan gangguan intergritas kulit.
3.4.11 Sistem Penginderaan
Sistem penginderaan meliputi mata, telinga dan hidung, hasil
pemeriksaannya adalah fungsi penglihatan klien normal, bola mata bergerak
normal, visus mata kanan dan kiri tidak dikaji, sklera berwarna putih atau normal
dan kornea tampak bening. Telinga pasien tidak mengalami gangguan. Bentuk
hidung pasien pun tampak simetris, tidak terdapat adanya lesi, patensi, obstruksi,
nyeri tekan pada sinus. Septum nasal juga tidak mengalami deviasi, dan tidak
terdapat polip pada hidung.
Pada sistem penginderaan, tidak ada keluhan lain dan tidak ada masalah
keperawatan yang muncul.
3.4.12 leher dan Kelenjar Limfe
Pada pemeriksaan daerah leher dan kelenjar limfe, tidak ditemukan adanya
massa, tidak ada jaringan parut, kelenjar limfe dan tiroid tidak teraba, dan
mobilitas leher pasien bergerak secara terbatas.
3.4.13 Sistem Reproduksi (Laki-Laki)
Kemeran, gatal-gatal lokasi tidak ada, glan penis ada, meattus uretra tidak
ada, discharge warna tidak ada, srotum ada, hernia tidak ada, tidak ada keluhan
lain dan masalah keperawatan.

3.5 Pola Fungsi Kesehatan


3.5.1 Persepsi Terhadap Kesehatan dan Penyakit
43

Keluargan dan klien mengetahui bahwa kesehatan itu penting, namun


terkadang sulit untuk dijaga, pasien ingin cepat sembuh, dan bisa beraktivitas
kembali. Tidak ada masalah keperawatan
3.5.2 Nutrisida Metabolisme
Pada pemeriksaan nutrisi metabolisme hasilnya adalah TB pasien 162 cm,
BB sekarang 50 kg, BB sebelum sakit 50 kg. Diet yang diberikan untuk klien
adalah diet cair.
Pemeriksaan selanjutnya didapatkan hasil pola makan sehari-hari klien sebelum
sakit 3 kali/1hari dan saat sakit 3 kali/1hari karena pasien berada di RS. Porsi
yang bisa dihabiskan pasien saat sebelum sakit adalah 1 porsi, saat sakit 1/2 porsi
makanan. Jenis makanan yang dikonsumsi pasien sebelum sakit adalah nasi biasa,
ikan, dan sayuran; sedangkan saat sakit adalah air gula dan susu. Jenis minuman
yang biasa diminum klien sebelum sakit yaitu air putih; sedangkan saat sakit
pasien minum air putih, susu nasi lunak dan lauk pauk sesui makanan yang di beri
ahli gizi di RS. Pasien dapat menghabiskan jumlah minuman sebelum sakit adalah
± 1500-2000 cc/24 jam, sedangkan saat sakit adalah ± 1000 cc/hari.
Berdasarkan data pengkajian tersebut terdapat tidak ada keluhan lain dan
tidak ada masalah keperawatan.
3.5.3 Pola Istirahat dan Tidur
Sebelum sakit : siang 1-2 jam, malam: 7-8 jam dan saat sakit: siang 1 jam,
malam: 7-8 jam. Tidak ada masalah keperawatan pada klien.
3.5.4 Kognitif
Klien mengetahui bahwa ia sedang dirawat di Rs karena penyakit yang ia
derita, dan klien juga mampu menjelaskan pengertian dari penyakit yang di derita
dia saat ini. Tidak ada masalah keperawatan.
3.5.5 Konsep Diri
Gambaran diri : klien dapat menerima kejadian yang dialaminya sekarang.
Ideal diri : klien ingin cepat pulang dan sembuh, Identitas diri : klien adalah
seorang laki-laki, Harga diri : klien sangat diperhatikan keluarganya, Peran : klien
adalah seorang seorang ayah dan seorang kepala rumah tangga dari 7 anak-
anaknya. Tidak ada masalah keperawatan.
44

3.5.6 Aktivitas Sehari-hari


Sebelum sakit : bekerja ringan dan jika ada waktu luang berkumpul bersama
keluarga, dan Saat sakit : klien hanya melakukan aktivitas di tempat tidur seperti
makan dan minum dengan di bantu oleh keluarganya. Masalah keperawatan yang
defisit perawatan diri.
3.5.7 Koping-Toleransi terhadap Stres
Jika ada masalah klien selalu berbicara kepada anak-anaknya.
3.5.8 Nilai-Pola Keyakinan
Selama dirawat diruangan tidak ada tindakan keperawatan yang
bertentangan dengan pola keyakinan yang dianut klien. Tidak ada masalah
keperawatan.
3.6 Sosial-Spiritual
3.6.1 Kemampuan Berkomunikasi
Klien berkomunikasi baik dan lancar
3.6.2 Bahasa Sehari-hari
Klien berkomunikasi sehari-hari menggunakan bahasa banjar dan bahasa
indonesia
3.6.3 Hubungan dengan Keluarga
Baik, terlihat anak dan keluarga klien yang selalu mendampingi dan
menjaga klien selama di rumah sakit.
3.6.4 Hubungan dengan Teman/Petugas Kesehatan/Orang Lain
Hubungan dengan Teman/Petugas Kesehatan/Orang Lain Baik, klien
kooperatif dengan segala tindakan yang diberikan petugas kesehatan.
3.6.5 Orang Berarti/Terdekat
anak-anakn dan keluarganya.
3.6.6 Kebiasaan Menggunakan Waktu Luang
Klien menggunakan waktu luang hanya untuk beristirahat di tempat tidur.
3.6.7 Kegiatan Beribadah
Sebelum sakit : beribadah di masjid dan Saat sakit : berdoa di tempat tidur
45

1.7 Data Penunjang


Tabel 1 Pemeriksaan Laboratorium
Penatalaksanaan Medis
No Pemeriksaan Hasil Nilai normal
1. Wbc 11.38 x 10 3/ul 400 – 10.00
2. RBC 4.01 X 10 6/Ul 350 – 550
3. HGB 10.8 g/dl 11.0 -16.0
4. PLT 210 x 10 3/Ul 150 – 400

5. Glukosa 75 mh/dl < 200


sewaktu
6. Ureum 203 mg/dl 21 -53
7. Critinin 2.65 mg/dl 0.7 -1,5
8. Albumin 2.76 g/dl 3,5 – 5,5

Penatalaksanaan medis yang didapatkan klien selama berada di RS yaitu.


Tabel 2 Terapi Medis di IGD (25 oktober 2018)
No Jenis Dosis/ Rute Indikasi
1. RL 30 tpm (IV) Pemenuhan cairan untuk mencegah
gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit
2 Ranitidine 2 x 50 mg Menurunkan sekresi asam lambung
(IV) berlebih
5 Cetriaxone 1 x1(g) Obat yang di gunakan untuk mengatasi
( IV ) berbagai infeksi bakteri.

Terapi di ruang ICU pada tanggal 07 november 2018


No Nama obat Dosie / rute Indikasi
1. Ceftriaxone 3x 40 gram Obat yang di gunakan untuk mengatasi
( IV ) berbagai infeksi bakteri.
2. Infus PCT 1 x 1 gram Obat di gunakan sebagai penurun panas
46

( iv ) dan nyeri.
3. Inj. Ranitidine 2 x 50 mg Menurunkan sekresi asam lambung
( iv ) berlebihan
4. Tranpusi albumin 100 ml Berfungsi untuk mengatur tekanan
dalam pembuluh darah tidak bocor ke
seluruh tubuh

Palangka Raya, 07 november 2018


Mahasiswa,

Afrianto
NIM: 2015.C.07a.0634
47

Analisa Data
Berdasarkan data-data yang didapat dari hasil pengkajian maka dapat
dilakukan analisis data, yaitu.
Tabel Analisis Data
Data Subjektif dan Data Kemungkinan Masalah
Objektif Penyebab

Ds : Peritonitis
klien mengatakan “ nyeri
di perut, di rasakan hilang Nyeri akut
timbul, seperti di tusuk – Penurunan aktivitas
tusuk, durasi nyeri ± 4 fibrinolitik intra-
menit, dengan skala nyeri abdomen
4.
Do :
 Tampak ada luka di perut Pembentukan eksudat
 Panjang luka ± 15 𝑐𝑚 fibrinosa atau abses
 Luka tertutup perban pada peritoneum
 Terpasang drainge
 Terpasang monitor
 Ttv : Invasi bedah
 td : 100/70 mmhg laparotomy
 N : 110 x/mnt
 RR : 17 x/mnt
 S : 37.7 OC Respon local saraf
terhadap imflamasi

Distesi abdomen

Nyeri
48

Ds : Invasi bedah laporatomi Gangguan intergritas


Do : kulit
 Tampak luka di pascaoperatif
abdomen
 Luka tampak kering kerusakan jaringan
 Tidak ada pus paska bedah
 Luka tertutup perban
 Panjang luka ± 15 𝑐𝑚
 Terpasang drainage

Ds : klien mengatakan lelah invasi bedah laporatomi Defisit perawatan diri


bila terlalu banyak bergerak.
Do :
 Klien tampak lemas. paskaoperatif
 Klienhanya berbaring di
tempat tidur.
 Aktivitas klien di bantu perlukaan pada
keluarga. abdomen
 Ada luka di perut
 Terpasang monitor
defisit perawatan diri
49

Prioritas Masalah
Berdasarkan analisis data di atas maka dapat diprioritaskan masalah keperawatan
adalah sebagai berikut.
1) Nyeri akut berhubungan dengan cidera fisik di tandai dengan ada luka di
abdomen, tampak meringis, dan frekuensi nadi meningkat.
2) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tindakan pembedahan di tandai
dengan ada luka operasi di abdomen.
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan di tandaidenganaktivitas
klien di bantu keluarga dan perawat.
50

Intervensi Keperawatan
Nama Pasien : Tn.M
Ruangan Rawat : ICU
No Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kreteria Hasil) Intervensi Rasional
1 1) Nyeri akut berhubungan Setelah di lakukan tindakan 1. Monitor Tanda-tanda vital 1. Mengetahui ke adaan umum
dengan cidera fisik di keperawatan selama 1 x 7 nyeri klien klien klien.
tandai dengan ada luka berkurang dengan kreteria hasil: 2. Atur posisi klien 2. Agar klien merasa nyaman.
di abdomen, tampak 1. Nyeri berkurang dengan skala 3. Kaji skala nyeri 3. Mengetahui tingkat nyeri
meringis, dan frekuensi nyeri 1 4. Ajarkan teknik relaksasi 4. Untuk mengalih rangsang
nadi meningkat. 2. Klien tampak tenang dan rileks 5. Kolaborasi dengan tim nyeri.
3. TTV : medis lainnya dalam 5. Untuk mengurangi rasa nyeri.
S : 36,5-37.5 ̊ C pemberian obat
N : 60 -100 x/m
RR : 18-20 x/m
TD : 120/80 mmHg

50
51

2 1) Gangguan integritas kulit Setelah di lakukan tindakan 1) Monitor ttv klien 1. Mengetahui keadaan
berhubungan dengan keperawatan selama 1x7 jam tidak 2) Monitor luka klien umum klien
tindakan pembedahan di terjadi kerusakan intergritas 3) lakukan teknik perawatan 2. Mengetahui keadaan luka
tandai dengan ada luka kulitdengan kreteria hasil : luka dengan steril klien
operasi di abdomen. 1. Intergritas kulit yang baik 4) berikan possisi yang 3. Agar tidak terjadi infeksi
dan di pertahankan mengurabgi tekanan pada 4. Tidak terjadi penekanan
2. Mampu melindungi kulit dan luka pada luka
mempertahankan kelembapan 5) anjurkan klien untuk 5. Agar luka tidak tergesek
kulit. menggunakan pakaian yang 6. Mencegah terjadinya
3. Menunjukan proses terjadinya longgar infeksi.
penyembuhan luka 6) kolaborasi dengan tim
- Luka tidak ada pus. medis lainnya dalam
- Luka kering . pemberian oabat antibiatik.

51
52

3. defisit perawatan diri Sertelah di di lakukan tindakan 1 x 7 1. Monitor kemampuan 1. Mengetahui tingkat
berhubungan dengan jam defisit perawatan diri teratasi klien untuk perawatan kemampuan klien
kelemahan di tandai dengan kriteria hasil : diri yang mandiri 2. Agar klien tidak mudah
dengan aktivitas klien di 1. Klien bebas dari bau badan 2. Bantu klien dalam lelah
bantu keluarga dan 2. Dapat melakukan aktivitas memenuhi aktivitas 3. Agar keluarga dapat
perawat. dengan bantuan 3. Pertahankan privasi saat melakukan perawatan
klien berpakaian diri pada klien dan
4. Ajarkan klien atau memberikan motivasi
keluarga untuk pada klien.
kemandirian dan untuk 4. Mengetahui aktivitas
memberikan bantuan yang mampu di lakukan
hanya jika pasien tidak oleh klien.
mampu untuk
melakukanya
5. Pertimbangkan usia
klien jika mendorong
pelaksanaan aktivitas
sehari -hari.

52
53

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN


Nama Pasien : Tn. M
Ruang Rawat : ICU
Hari /Tanggal Implementasi Evaluasi (SOP) Tanda Tangan Dan
Jam Nama Perawat
Rabu, 1. Memonitor Tanda-Tanda Vital Klien S:
07 november 2. Mengatur Posisi Klien ( klien posisi Klien mengatakan “ nyeri berkurang dengan
2018 terlentang ) skala nyeri 2”
Jam: 09.00 WIB 3. Mengkaji Skala Nyeri ( skala nyeri 2 ) O:
4. Menajarkan Teknik Relaksasi  TTV :
5. Berkolaborasi Dengan Tim Medis Lainnya  S : 37,7 ̊ C Afrianto
Dalam Pemberian Obat ( pct infus )  N : 110 x/m
 RR : 17 x/m
 TD : 100/70 mmHg
 Skala nyeri 2
 Posisi klien terbaring terlentang
 Klien mampu melakukan teknik
napas dalam
 Pemberian obat :
 Pct 2 x 1 g

53
54

 Ranitidine 2 x 50 mg
A:
Masalah belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi :

Rabu , S:
07 november 2018 1) Memonitor TTV Klien O:
Jam : 09.00 WIB 2) Memonitor Luka Klien  TTV :
3) Melakukan Teknik Perawatan Luka Dengan  S : 37,7 ̊ C
Steril  N : 110 x/m
4) Memberikan Possisi Yang Mengurabgi  RR : 17 x/m Afrianto
Tekanan Pada Luka  TD : 100/700 mmHg
5) Menganjurkan Klien Untuk Menggunakan  Luka tampak kering
Pakaian Yang Longgar  Tidak ada pus
6) Berkolaborasi Dengan Tim Medis Lainnya  Perawatan luka ( ganti perban )
Dalam Pemberian Obat Antibiatik.  Posisi terlentang
 Tidak menggunakan baju
 Pemberian obat :
 Injeksi ceftriaxone 2 x 1 g

54
55

A : Masalah belum teratasi


P : Lanjutkan intervensi :

Rabu 1. memonitor kemampuan klien untuk S : aktivitas klien di bantu oleh keluarga
,07 november perawatan diri yang mandiri O;
2018 2. membantu klien dalam memenuhi  Kebutuhan klien di bantu keluarga
aktivitas  Memandikan klien
Jam 0.9.00 wib 3. mempertahankan privasi saat klien  Oral hygine
berpakaian  Klien tidak bau Afrianto
4. megajarkan klien atau keluarga untuk  Bed making
kemandirian dan untuk memberikan  Klien terlihat rapi dan bersih
bantuan hanya jika pasien tidak mampu  Keluarga mengerti tentang perawatan
untuk melakukanya klien
5. mempertimbangkan usia klien jika A : masalah belum teratasi.
mendorong pelaksanaan aktivitas sehari P : Lanjutkan intervensi
-hari.

55

Anda mungkin juga menyukai