BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Laparotomi merupakan salah satu prosedur pembedahan mayor dengan cara
melakukan penyayatan pada lapisan dinding abdomen untuk mendapatkan organ
dalam abdomen yang mengalami masalah, misalnya kanker, pendarahan,
obstruksi, dan perforasi (Sjamsuhidajat, et al, 2010). Laparotomi merupakan salah
satu tindakan bedah abdomen yang berisiko 4,46 kali terjadinya komplikasi
infeksi pasca operasi dibanding tindakan bedah lainnya (Haryanti, et al, 2013).
Tindakan bedah laparotomi diperkirakan mencapai 32% dari seluruh
tindakan bedah yang ada di Indonesia berdasarkan data tabulasi nasional Depkes
RI tahun 2009 (Fahmi, 2012). Data dari Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo
Jakarta bulan Juli-Desember 2004 menyebutkan adanya operasi laparotomi
emergensi terhadap 83 orang penderita dengan mortality rate mecapai 9 orang
atau 10,84% dan yang mengalami komplikasi infeksi sebanyak 19 orang
(44,19%). Data dari Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin Palembang, pasien
dengan tindakan laparotomi emergensi pada bulan Mei sampai dengan Juni 2008
tercatat 30 kasus laparotomi, dengan mortality rate 3,3%, dan lama rata-rata
rawatan pasca laparotomi adalah 12 hari (Yuwono, 2013). Data yang didapatkan
dari instalasi rekam medik RSUP Dr. M Djamil Padang pada tahun 2010 terdapat
322 pasien yang menjalani operasi laparotomi terdapat 31 (9,6%) pasien
meninggal, sedangkan pada tahun 2011 sebanyak 336 pasien menjalani operasi
dengan 37 (11%) pasien meninggal dan pada tahun 2012 terdapat 312 pasien
dengan 50 (16%) pasien meninggal dan 15 (4,8%) pasien mengalami komplikasi
(Instalasi Rekam Medik Rumah Sakit Dr M Djamil, 2010 ; Instalasi Rekam
Medik Rumah Sakit Dr M Djamil, 2011 ; Instalasi Rekam Medik Rumah Sakit Dr
M Djamil 2012).
Keuntungan penggunaan teknik laparotomi medianus adalah tempat
penyayatan mudah ditemukan karena adanya garis putih (linea alba) sebagai
penanda, sedikit terjadi perdarahan dan di daerah tersebut sedikit mengandung
syaraf. Adapun kerugian yang dapat terjadi dalam penggunaan metode ini adalah
2
mudah terjadi hernia jika proses penjahitan atau penangan post operasi kurang baik
dan persembuhan yang relatif lama.
Oleh karena itu, dalam praktikum kali ini digunakan teknik operasi
laparotomi medianus cental dengan pertimbangan yang telah dijelaskan di atas.
Tujuan laparotomi adalah untuk menemukan dan mengetahui keadaan organ
visceral yang ada di dalam ruang abdominal secara langsung serta untuk
menegakkan diagnosa.
1.4.2 praktis
1.4.2.1 Bagi mahasiswa
Dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi semua mahasiswa tentang
asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosi post laporatomi dan untuk
memenuhi tugas adalam menempuh ujian praktik lapangan.
1.4.2.2 Bagi Pengembangan Ilmu Keperawatan
Sebagai bahan masukan dalam pengembangan ilmu untuk dunia kesehatan
bidang ilmu keperawatan khususnya ilmu keperawatan keluarga masa depan
dalam memberikan asuhan keperawatan medikal bedah yang kompeherensip
pada pasien yang mengalami post laporatomi..
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Laporan Pendahuluan Peritonitis
2.1.1 PENGERTIAN
Peritonitis adalah peradangan yang disebabkan oleh infeksi pada selaput
organ perut (peritonieum). Peritonieum adalah selaput tipis dan jernih yang
membungkus organ perut dan dinding perut sebelah dalam. Lokasi peritonitis bisa
terlokalisir atau difuse, riwayat akut atau kronik dan patogenesis disebabkan oleh
infeksi atau aseptik. Peritonitis merupakan suatu kegawat daruratan yang
biasanya disertai dengan bakterecemia atau sepsis. Akut peritonitis sering menular
dan sering dikaitkan dengan perforasi viskus(secondary peritonitis). Apabila tidak
ditemukan sumber infeksi pada intraabdominal, peritonitis diketagori
sebagai primary peritonitis. (Fauci et al, 2008).
Peritonitis adalah peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada
selaput rongga perut (peritoneum). Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih
yang membungkus organ perut dan dinding perut sebelah dalam.
Peritonitis adalah peradangan pada peritonium yang merupakan
pembungkus visera dalam rongga perut. Peritonitis adalah suatu respon inflamasi
atau supuratif dari peritoneum yang disebabkan oleh iritasi kimiawi atau invasi
bakteri.
2.1.2 ETIOLOGI
1. Infeksi bakteri
1. Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal
2. Appendisitis yang meradang dan perforasi
3. Tukak peptik (lambung / dudenum)
4. Tukak thypoid
5. Tukan disentri amuba / colitis
6. Tukak pada tumor
7. Salpingitis
8. Divertikulitis
5
5
Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus alpha dan beta
hemolitik, stapilokokus aurens, enterokokus dan yang paling berbahaya adalah
clostridium wechii.
2.1.4 PATOFISIOLOGI
Peritonitis disebabkan oleh kebocoran isi rongga abdomen ke dalam rongga
abdomen, biasanya diakibatkan dan peradangan iskemia, trauma atau perforasi
tumor, peritoneal diawali terkontaminasi material. Awalnya material masuk ke
dalam rongga abdomen adalah steril (kecuali pada kasus peritoneal dialisis) tetapi
dalam beberapa jam terjadi kontaminasi bakteri. Akibatnya timbul edem jaringan
dan pertambahan eksudat. Caiaran dalam rongga abdomen menjadi keruh dengan
bertambahnya sejumlah protein, sel-sel darah putih, sel-sel yang rusak dan darah.
Respon yang segera dari saluran intestinal adalah hipermotil tetapi segera dikuti
oleh ileus paralitik dengan penimbunan udara dan cairan di dalam usus besar.
7
2.1.4 PATHWAY
8
2.1.5 KOMPLIKASI
Komplikasi yang terjadi pada peritonitis ialah inflamasi tidak lokal dan
seluruh rongga abdomen menjadi terkena pada sepsis umum. Sepsis adalah
penyebab umum dari kematian pada peritonitis. Syok dapat diakibatkan dari
septikemia atau hipovolemik. Proses inflamasi dapat menyebabkan obstruksi usus,
yang terutama berhubungan dengan terjadinya perlekatan usus (Brunner &
Suddarth, 2002 : 1104).
Menurut Corwin (2000 : 528) komplikasi yang terjadi pada peritonitis ialah
sepsis dan kegagalan multiorgan.
Dua komplikasi pasca operatif paling umum adalah eviserasi luka dan
pembentukan abses. Luka yang tiba-tiba mengeluarkan drainase
serosanguinosa menunjukan adanya dehisens luka (Brunner & Suddarth, 2002 :
1104).
2.1.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG
2.1.6.1 Laboratorium
1) Complete Blood Count (CBC), umumnya pasien dengan infeksi intra
abdomen menunjukan adanya luokositosis (>11.000 sel/ µL) dengan adanya
shift to the left. Namun pada pasien dengan immunocompromised dan pasien
dengan beberapa tipe infeksi (seperti fungal dan CMV) keadaan leukositosis
dapat tidak ditemukan atau malah leukopenia
2) PT, PTT dan INR
3) Test fungsi hati jika diindikasikan
4) Amilase dan lipase jika adanya dugaan pankreatitis
5) Urinalisis untuk mengetahui adanya penyakit pada saluran kemih (seperti
pyelonephritis, renal stone disease)
6) Kultur darah, untuk menentukan jenis kuman dan antobiotik
7) BGA, untuk melihat adanya asidosis metabolik
8) Diagnostic Peritoneal Lavage.• Pemeriksaan cairan peritonium
9) Pada SBP dapat ditemukan WBC > 250 – 500 sel/µL dengan dominan PMN
merupakan indikasi dari pemberian antibiotik. Kadar glukosa < 50 mg/dL,
LDH cairan peritoneum > serum LDH, pH < 7,0, amilase meningkat,
didapatkan multipel organisme. (7)
9
2.1.6.2 Radiologis
1. Foto polos
Foto polos abdomen (tegak/supine, setengah duduk dan lateral dekubitus)
adalah pemeriksaan radiologis utama yang paling sering dilakukan pada penderita
dengan kecurigaan peritonitis. Ditemukannya gambaran udara bebas sering
ditemukan pada perforasi gaster dan duodenum, tetapi jarang ditemukan pada
perforasi kolon dan juga appendiks. Posisi setengah duduk berguna untuk
mengidentifikasi udara bebas di bawag diafragma (seringkali pada sebelah kanan)
yang merupakan indikasi adanya perforasi organ.
2.1.6.3 USG
USG abdomen dapat membantu dalam evaluasi pada kuadran kanan atas
(abses perihepatik, kolesistitis, dll), kuadran kanan bawah dan kelainan di daerah
pelvis. Tetapi kadang pemeriksaan akan terganggu karena penderita merasa tidak
nyaman, adanya distensi abdomen dan gangguan distribusi gas abdomen.
USG juga dapat mendeteksi peningkatan jumalah cairan peritoneum (asites),
tetapi kemampuan mendeteksi jumlah cairan < 100 ml sangat terbatas. Area
sentral dari rongga abdomen tidak dapat divisualisasikan dengan baik dengan
USG tranabdominal. Pemeriksaan melalui daerah flank atau punggung bisa
meningkatkan ketajaman diagnostik. USG dapat dijadikan penuntun untuk
dilakukannya aspirasi dan penempatan drain yang termasuk sebagai salah satu
diagnosis dan terapi pada peritonitis.
2.1.6.4 CT Scan
Jika diagnosa peritonitis dapat ditegakkan secara klinis, maka CT Scam tidak
lagi diperlukan. CT Scan abdomen dan pelvis lebih sering digunakan pada kasus
intraabdominal abses atau penyakita pada organ dalam lainnya. Jika
memungkinkan, CT Scan dilakukan dengan menggunakan kontra ntravena. CT
Scan dapat mendeteksi cairan dalam jumlah yang sangat minimal, area inflamasi
dan kelainan patologi GIT lainnya dengan akurasi mendekati 100%. Abses
peritoneal dan pengumpulan cairan bisa dilakukan aspirasi dan drain dengan
panduan CT Scan.
10
2.1.7 PENATALAKSANAAN
Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang hilang
yang dilakukan secara intravena, pemberian antibiotika yang sesuai, dekompresi
saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik dan intestinal, pembuangan fokus
septik (apendiks, dsb) atau penyebab radang lainnya, bila mungkin mengalirkan
nanah keluar dan tindakan-tindakan menghilangkan nyeri.
2.1.8 MASALAH KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien post operasi akibat
peritonitis menurut Doengoes (2000 : 516) adalah sebagai berikut :
1) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan neuromuskular,
ketidakseimbangan perseptual / kognitif, peningkatan eskpansi paru, energi,
obstruksi trakeobronkial.
2) Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan
pemasukan cairan secara oral, hilangnya cairan tubuh secara tidak normal
seperti melalui kateter, selang, jalur normal seperti muntah.
3) Nyeri (akut) berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan dan
integritas otot.
4) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,
muntah, disfungsi usus, abnormalitas metabolik, peningkatan kebutuhan
metabolik dan pembedahan.
5) Kerusakan integritas kulit / jaringan berhubungan dengan perubahan
sirkulasi, efek-efek yang ditimbulkan oleh medikasi, akumulasi drein,
perubahan status metabolis.
6) Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan gangguan aliran vena, arteri,
hipervolemik.
7) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang terpajan / mengingat, salah interprestasi
informasi, tidak mengenal sumber informasi.
-Melakukan dengan benar, prosedur yang perlu dan menjelaskan alasan tindakan.
Intervensi dan Rasional
Tindakan / Intervensi
Rasional
1) Kaji ulang proses penyakit dasar dan harapan untuk sembuh
2) Diskusikan program pengobatan, jadwal dan kemungkinan efek samping
3) Anjurkan melakukan aktivitas biasanya secara bertahap sesuai toleransi dan
sediakan waktu untuk istirahat adekuat
4) Kaji ulang pembatasan aktivitas contoh hindari mengangkat berat, konstipasi
5) Memberikan dasar pengetahuan pada pasien yang memungkinkan membuat
pilihan berdasarkan informasi
6) Antibiotik dapat dilanjutkan setelah pulang, tergantung pada lamanya dirawat
7) Mencegah kelemahan, mening-katkan perasaan sehat
8) Menghindari peningkatan tekan-an intraabdomen yang tidak perlu dan
tegangan otot
b. Paramedian, yaitu ; sedikit ke tepi dari garis tengah (± 2,5 cm), panjang
(12,5 cm). Terbagi atas 2 yaitu, paramedian kanan dan kiri, dengan indikasi
pada jenis operasi lambung, eksplorasi pankreas, organ pelvis, usus
bagian bagian bawah, serta plenoktomi. Paramedian insicion memiliki
keuntungan antara lain : merupakan bentuk insisi anatomis dan fisiologis, tidak
memotong ligamen dan saraf, dan insisi mudah diperluas ke arah atas dan
bawah
2. Peritonitis
5. Tumor abdomen
2. Mempercepat penyembuhan.
2.2.5 Etiologi
Bedah laparatomi dilakuakan atas berbagai indikasi, terutama indikasi dalam
bidang digestif dan kandungan, antara lain : Trauma abdomen baik tumpul
maupun tajam, peritonitis, appendicitis, perdarahan saluran cerna, obstruksi usus,
kehamilan ektopik, mioma uteri, adhesi atau perlengketan jaringan abdomen,
pancreatitis dan sebagainya (Kate, 2009; Wain,2009).
22
2.2.6 Patofisiologis
Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional
(Dorland, 2002). Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera
fisiologis akibat gangguan emosional yang hebat (Brooker, 2008).
Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa
kurang dari 44 tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi faktor
implikasi pada trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak
disengaja (Smeltzer, 2010). Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat
berupa trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak
disengaja (Smeltzer, 2010).
Trauma abdomen merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan
atau tanpa tembusnya dinding perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan
lebih bersifat kedaruratan dapat pula dilakukan tindakan laparatomi.
Tusukan/tembakan , pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk
pengaman (set-belt)-dapat mengakibatkan terjadinya trauma abdomen sehingga
harus di lakukan laparatomy.
Trauma tumpul abdomen dapat mengakibatkan individu dapat kehilangan
darah, memar/jejas pada dinding perut, kerusakan organ-organ, nyeri, iritasi cairan
usus. Sedangkan trauma tembus abdomen dapat mengakibatkan hilangnya seluruh
atau sebagian fungsi organ, respon stres simpatis, perdarahan dan pembekuan
darah, kontaminasi bakteri, kematian sel. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi
organ dan respon stress dari saraf simpatis akan menyebabkan terjadinya
kerusakan integritas kulit, syok dan perdarahan, kerusakan pertukaran gas, resiko
tinggi terhadap infeksi, nyeri akut.
2.2.7 Manifestasi Klinis
Manifestasi yang biasa timbul pada pasien post laparatomy diantaranya :
1. Nyeri tekan pada area sekitar insisi pembedahan
2. Dapat terjadi peningkatan respirasi, tekanan darah, dan nadi.
3. Kelemahan
4. Mual, muntah, anoreksia
5. Konstipasi
23
2.2.9 Komplikasi
a. Syok
Digambarkan sebagai tidak memadainya oksigenasi selular yang disertai
dengan ketidakmampuan untuk mengekspresikan produk metabolisme.
Manifestasi Klinis :
a. Pucat
b. Kulit dingin dan terasa basah
c. Pernafasan cepat
d. Sianosis pada bibir, gusi dan lidah
e. Nadi cepat, lemah dan bergetar
f. Penurunan tekanan nadi
g. Tekanan darah rendah dan urine pekat.
b. Hemorrhagi
a. Hemoragi primer : terjadi pada waktu pembedahan
b. Hemoragi intermediari : beberapa jam setelah pembedahan ketika
kenaikan tekanan darah ke tingkat normalnya melepaskan bekuan yang
tersangkut dengan tidak aman dari pembuluh darah yang tidak terikat
c. Hemoragi sekunder : beberapa waktu setelah pembedahan bila ligatur slip
karena pembuluh darah tidak terikat dengan baik atau menjadi terinfeksi
atau mengalami erosi oleh selang drainage.
Manifestasi Klinis Hemorrhagi : Gelisah, , terus bergerak, merasa haus,
kulit dingin-basah-pucat, nadi meningkat, suhu turun, pernafasan cepat dan
dalam, bibir dan konjungtiva pucat dan pasien melemah.
24
1. Syok
Pencegahan :
Pengobatan :
d. Penentuan gas darah dan terapi oksigen melalui intubasi atau nasal kanul
jika diindikasikan
e. Penggantian cairan dan darah kristaloid (ex : RL) atau koloid (ex :
komponen darah, albumin, plasma atau pengganti plasma)
2. Hemorrhagi
Penatalaksanaan :
Tindakan pengendalian :
a. Dorongan kepada pasien untuk batuk dan nafas efektis serta sering
mengubah posisi
3. Pencegahan infeksi.
Gangguan konsep diri : Body image bisa terjadi pada pasien post
laparatomy karena adanya perubahan sehubungan dengan pembedahan.
Intervensi perawatan terutama ditujukan pada pemberian support
psikologis, ajak klien dan kerabat dekatnya berdiskusi tentang perubahan-
perubahan yang terjadi dan bagaimana perasaan pasien setelah operasi.
line & SIAS. Bila perlu pasien diminta untuk menarik napas dalam, sehingga
hati dapat teraba. Pembesaran hati dinyatakan dengan berapa sentimeter di
bawah lengkung costa dan berapa sentimeter di bawah prosesus xiphoideus.
Sebaiknya digambar.
4. Perkusi
Perkusi berguna untuk mendapatkan orientasi keadaan abdomen secara
keseluruhan, menentukan besarnya hati, limpa, ada tidaknya asites, adanya
massa padat atau massa berisi cairan (kista), adanya udara yang meningkat
dalam lambung dan usus, serta adanya udara bebas dalam rongga abdomen.
Suara perkusi abdomen yang normal adalah timpani (organ berongga yang berisi
udara), kecuali di daerah hati (redup; organ yang padat).
a. Orientasi abdomen secara umum.
Dilakukan perkusi ringan pada seluruh dinding abdomen secara sistematis
untuk mengetahui distribusi daerah timpani dan daerah redup (dullness). Pada
perforasi usus, pekak hati akan menghilang.
b. Cairan bebas dalam rongga abdomen
Adanya cairan bebas dalam rongga abdomen (asites) akan menimbulkan suara
perkusi timpani di bagian atas dan dullness dibagian samping atau suara dullness
dominant. Karena cairan itu bebas dalam rongga abdomen, maka bila pasien
dimiringkan akan terjadi perpindahan cairan ke sisi terendah. Cara pemeriksaan
asites:
- Pemeriksaan gelombang cairan (undulating fluid wave).
Teknik ini dipakai bila cairan asites cukup banyak. Prinsipnya adalah ketukan
pada satu sisi dinding abdomen akan menimbulkan gelombang cairan yang
akan diteruskan ke sisi yang lain.
Pasien tidur terlentang, pemeriksa meletakkan telapak tangan kiri pada satu
sisi abdomen dan tangan kanan melakukan ketukan berulang-ulang pada
dinding abdomen sisi yang lain. Tangan kiri kan merasakan adanya tekanan
gelombang.
- Pemeriksaan pekak alih (shifting dullness).
Prinsipnya cairan bebas akan berpindah ke bagian abdomen terendah. Pasien
tidur terlentang, lakukan perkusi dan tandai peralihan suara timpani ke redup
31
pada kedua sisi. Lalu pasien diminta tidur miring pada satu sisi, lakukan
perkusi lagi, tandai tempat peralihan suara timpani ke redup maka akan
tampak adanya peralihan suara redup.
R/: Tindakan persiapan kondisi pasien sebelum prosedur dan membantu mpasien
menetapkan koping sehubungan dengan kebutuhan penanganan stres akibat
nyeri.
- Pantau tanda-tanda vital
R/: Respon outonomik meliputi pada tekanan darah, nadi dan pernafasan, yang
berhubungan dengan keluhan / penghilang nyeri. Abnormalitas tanda vital terus
menerus memerlukan evaluasi lanjut.
- Kaji insisi bedah, perhatikan edema, perubahan kontur luka (pembentukan
hematoma), atau inflamasi, mengeringkan tepi luka.
R/: Perdarahan pada jaringan, bengkak, inflamasi local atau terjadinya infeksi
dapat menyebabkan peningkatan nyeri insisi.
- Berikan analgesic, narkotika, sesuai indikasi.
R/: Menurunkan laju metabolic dan iritasi usus karena oksin sirkulasi/local, yang
membantu menghilangkan nyeri dan meningkatkan penyembuhan. mengontrol
atau mengurangi nyeri untuk meningkatkan istirahat dan meningkatkan kerja
sama dengan aturan terapeutik.
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah, kehilangan
air dengan abnormal. Kriteria hasil :
a. Menunjukan level elektrolit, BUN, hematokrit dan serum osmolalitas dalam
keadaan normal.
b. Urine output dalam batas normal
c. Hasil hemodinamika dalam batas normal
Intervensi Rasional
- Monitor dan perbaiki intake output, antara setiap jam dan perbandingkan. Ukur
dan dokumentasikan output urine setiap 1-4 jam.
R/: Terapi diuretik, hipertermia, pembatasan intake cairan dapat menimbulkan
kekurangan cairan. Pengukuran tiap jam dan perbandingannya dapt mendeteksi
kekurangan.
- Monitor hasil laboratorium sesuai indikasi (osmolalitas urine <200mOsm/kg,
osmolalitas serum >300 mOsm/kg, serum sodium >145 mEq/L, peningkatan
level BUN dan hematokrit)
35
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3. FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN M EDIKAL BEDAH
3.1 Pengkajian
38
39
Keterangan :
: Perempuan
: Laki-laki
: Pasien/Klien
: Meninggal
: Tinggal satu rumah
: Hubungan Keluarga
40
pun terdengar normal (S1 dan S2, tunggal) dengan bunyi lub-dub. Nadi teraba
kuat dan tidak teratur, akral hangat.
masalah keperawatan yang muncul adalah: tidak ada masalah.
3.4.6 Persarafan (Brain)
Pada sistem persarafan atau brain, nilai GCS klien untuk E adalah : 4
dengan hasil klien membuka mata dengan spontan untuk V adalah 5 dengan hasil
respon dengan baik, sedangkan M, klien bernilai 6 dapat mengikuti perintah, jadi
total dari GCS 15 (compos Menthis), (Pupil klien isokor dengan refleks cahaya
untuk kanan dan kiri adalah positif.
Pemeriksaan persyarafan tidak ada masalah semuanya baik .
3.4.7 Eliminasi Urine (Bladder)
Produksi urine 1000 ml, urine berwarna kuning, bau khas urine amoniak,
tidak ada masalah/ lancar.
Tidak ada keluhan lainnya dipemeriksaan eliminasi urine dan tidak ada masalah
keperawatan yang muncul.
3.4.8 Eliminasi Alvi (Bowel)
Pada sistem eliminasi alvi, pengkajian yang didapatkan yaitu: bibir klien
tampak pucat dan tidak ada lesi; gigi klien tidak tampak lengkap dan bersih ; pada
gusi tidak didapatkan adanya peradangan dan perdarahan;lidah merah muda;
tidak ada perdarahan di mukosa; pada tonsil tidak terjadi peradangan; rectum
tidak ada kelainan dan pasien juga tidak menderita haemoroid. Saat pengkajian
klien mengatakan sudah ada BAB 1 kali dengan konsistensi lunak dan warna
coklat. Saat BAB pun tidak ada masalah.
Tidak ada keluhkan keluhan lainnya dan tidak ada masalah keperawatan.
3.4.9 Tulang-Otot-Integumen (Bone)
Sistem tulang-otot-integumen atau bone, klien mampu untuk
menggerakkan sendinya secara bebas, tidak terdapat parese, paralise, krepitasi,
nyeri, bengkak, kekakuan, flasiditas, dan spastisitas dan tidak ada hemiparese baik
di ektstermitas atas dan bawah kanan maupun kiri. Tampak ukuran otot simetris.
Uji kekuatan otot pada ektrimitas atas 5 5 dan ekstrimitas bawah 5 5. Tidak
terdapat deformitas tulang, tidak ada peradangan, perlukaan lokasi luka tidak ada,
tidak ada patah tulang. Tampak tulang belakang normal .
42
( iv ) dan nyeri.
3. Inj. Ranitidine 2 x 50 mg Menurunkan sekresi asam lambung
( iv ) berlebihan
4. Tranpusi albumin 100 ml Berfungsi untuk mengatur tekanan
dalam pembuluh darah tidak bocor ke
seluruh tubuh
Afrianto
NIM: 2015.C.07a.0634
47
Analisa Data
Berdasarkan data-data yang didapat dari hasil pengkajian maka dapat
dilakukan analisis data, yaitu.
Tabel Analisis Data
Data Subjektif dan Data Kemungkinan Masalah
Objektif Penyebab
Ds : Peritonitis
klien mengatakan “ nyeri
di perut, di rasakan hilang Nyeri akut
timbul, seperti di tusuk – Penurunan aktivitas
tusuk, durasi nyeri ± 4 fibrinolitik intra-
menit, dengan skala nyeri abdomen
4.
Do :
Tampak ada luka di perut Pembentukan eksudat
Panjang luka ± 15 𝑐𝑚 fibrinosa atau abses
Luka tertutup perban pada peritoneum
Terpasang drainge
Terpasang monitor
Ttv : Invasi bedah
td : 100/70 mmhg laparotomy
N : 110 x/mnt
RR : 17 x/mnt
S : 37.7 OC Respon local saraf
terhadap imflamasi
Distesi abdomen
Nyeri
48
Prioritas Masalah
Berdasarkan analisis data di atas maka dapat diprioritaskan masalah keperawatan
adalah sebagai berikut.
1) Nyeri akut berhubungan dengan cidera fisik di tandai dengan ada luka di
abdomen, tampak meringis, dan frekuensi nadi meningkat.
2) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tindakan pembedahan di tandai
dengan ada luka operasi di abdomen.
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan di tandaidenganaktivitas
klien di bantu keluarga dan perawat.
50
Intervensi Keperawatan
Nama Pasien : Tn.M
Ruangan Rawat : ICU
No Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kreteria Hasil) Intervensi Rasional
1 1) Nyeri akut berhubungan Setelah di lakukan tindakan 1. Monitor Tanda-tanda vital 1. Mengetahui ke adaan umum
dengan cidera fisik di keperawatan selama 1 x 7 nyeri klien klien klien.
tandai dengan ada luka berkurang dengan kreteria hasil: 2. Atur posisi klien 2. Agar klien merasa nyaman.
di abdomen, tampak 1. Nyeri berkurang dengan skala 3. Kaji skala nyeri 3. Mengetahui tingkat nyeri
meringis, dan frekuensi nyeri 1 4. Ajarkan teknik relaksasi 4. Untuk mengalih rangsang
nadi meningkat. 2. Klien tampak tenang dan rileks 5. Kolaborasi dengan tim nyeri.
3. TTV : medis lainnya dalam 5. Untuk mengurangi rasa nyeri.
S : 36,5-37.5 ̊ C pemberian obat
N : 60 -100 x/m
RR : 18-20 x/m
TD : 120/80 mmHg
50
51
2 1) Gangguan integritas kulit Setelah di lakukan tindakan 1) Monitor ttv klien 1. Mengetahui keadaan
berhubungan dengan keperawatan selama 1x7 jam tidak 2) Monitor luka klien umum klien
tindakan pembedahan di terjadi kerusakan intergritas 3) lakukan teknik perawatan 2. Mengetahui keadaan luka
tandai dengan ada luka kulitdengan kreteria hasil : luka dengan steril klien
operasi di abdomen. 1. Intergritas kulit yang baik 4) berikan possisi yang 3. Agar tidak terjadi infeksi
dan di pertahankan mengurabgi tekanan pada 4. Tidak terjadi penekanan
2. Mampu melindungi kulit dan luka pada luka
mempertahankan kelembapan 5) anjurkan klien untuk 5. Agar luka tidak tergesek
kulit. menggunakan pakaian yang 6. Mencegah terjadinya
3. Menunjukan proses terjadinya longgar infeksi.
penyembuhan luka 6) kolaborasi dengan tim
- Luka tidak ada pus. medis lainnya dalam
- Luka kering . pemberian oabat antibiatik.
51
52
3. defisit perawatan diri Sertelah di di lakukan tindakan 1 x 7 1. Monitor kemampuan 1. Mengetahui tingkat
berhubungan dengan jam defisit perawatan diri teratasi klien untuk perawatan kemampuan klien
kelemahan di tandai dengan kriteria hasil : diri yang mandiri 2. Agar klien tidak mudah
dengan aktivitas klien di 1. Klien bebas dari bau badan 2. Bantu klien dalam lelah
bantu keluarga dan 2. Dapat melakukan aktivitas memenuhi aktivitas 3. Agar keluarga dapat
perawat. dengan bantuan 3. Pertahankan privasi saat melakukan perawatan
klien berpakaian diri pada klien dan
4. Ajarkan klien atau memberikan motivasi
keluarga untuk pada klien.
kemandirian dan untuk 4. Mengetahui aktivitas
memberikan bantuan yang mampu di lakukan
hanya jika pasien tidak oleh klien.
mampu untuk
melakukanya
5. Pertimbangkan usia
klien jika mendorong
pelaksanaan aktivitas
sehari -hari.
52
53
53
54
Ranitidine 2 x 50 mg
A:
Masalah belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi :
Rabu , S:
07 november 2018 1) Memonitor TTV Klien O:
Jam : 09.00 WIB 2) Memonitor Luka Klien TTV :
3) Melakukan Teknik Perawatan Luka Dengan S : 37,7 ̊ C
Steril N : 110 x/m
4) Memberikan Possisi Yang Mengurabgi RR : 17 x/m Afrianto
Tekanan Pada Luka TD : 100/700 mmHg
5) Menganjurkan Klien Untuk Menggunakan Luka tampak kering
Pakaian Yang Longgar Tidak ada pus
6) Berkolaborasi Dengan Tim Medis Lainnya Perawatan luka ( ganti perban )
Dalam Pemberian Obat Antibiatik. Posisi terlentang
Tidak menggunakan baju
Pemberian obat :
Injeksi ceftriaxone 2 x 1 g
54
55
Rabu 1. memonitor kemampuan klien untuk S : aktivitas klien di bantu oleh keluarga
,07 november perawatan diri yang mandiri O;
2018 2. membantu klien dalam memenuhi Kebutuhan klien di bantu keluarga
aktivitas Memandikan klien
Jam 0.9.00 wib 3. mempertahankan privasi saat klien Oral hygine
berpakaian Klien tidak bau Afrianto
4. megajarkan klien atau keluarga untuk Bed making
kemandirian dan untuk memberikan Klien terlihat rapi dan bersih
bantuan hanya jika pasien tidak mampu Keluarga mengerti tentang perawatan
untuk melakukanya klien
5. mempertimbangkan usia klien jika A : masalah belum teratasi.
mendorong pelaksanaan aktivitas sehari P : Lanjutkan intervensi
-hari.
55