“Pengawetan Kulit”
Disusun Oleh:
Kelompok 5
Kelas A
Nanda Nurli Arwinda 200110150002
Anisa Nurul 200110150042
Ulfiqoh Hasanah 200110150090
Ratu Aulia 200110150108
Fathur Aditama H 200110150126
Pungky Utami D.A 200110150142
Dani Mardiyanto 200110150146
Syakir Fathul Mubin 200110150158
Muhammad Fulqi Labib 200110150159
Nisa Lestari 200110150219
Dikri Muhammad 200110150243
Nizar Moch Y. 200110150260
Hasuri 200110150281
Fajar Edy Maretno 200110150283
Eriska Restu A. 200110150303
Risqi Dwiputra 200110150304
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2018
I
PENDAHULUAN
kelinci. Kebanyakan setelah ternak disembelih, maka akan di pisahkan antara kulit
dengan daging ternak. Dagingnya dan kulit akan dijual secara terpisah. Jika daging
dimanfaatkan untuk bahan pangan manusia, maka begitu pula dengan kulit. Kulit
juga dimanfaatkan untuk bahan pangan manusia, namun ada pula yang
sampingan hasil pemotongan ternak, maka kulit merupakan produk yang memiliki
nilai ekonomis yang paling tinggi. Berat kulit pada sapi, kambing dan kerbau
memiliki kisaran 7-10% dari berat tubuh. Secara ekonomis kulit memiliki harga
berkisar 10-15% dari harga ternak .
diperlukan suatu proses yang panjang. Sedangkan kulit tidak bisa bertahan lama.
Jika dibiarkan begitu saja, maka kerusakan kulit akibat pembusukan akan meluas
dan menyebabkan kulit tidak bisa di manfaatkan lagi. Untuk itu diperlukan proses
pengawetan agar kulit dapat bertahan lama dan dapat dimanfaatkan dalam jangka
waktu yang panjang. Proses pengawetan ini akan menekan pertumbuhan bakteri,
sehingga kulit tidak mudah busuk. Secara umum proses pengawetan kulit mentah
yang dikenal di Indonesia terdiri atas 4 macam, yakni pengawetan dengan cara
pengeringan+ zat kimia, pengawetan dengan cara kombinasi penggaraman dan
pengasaman (pickling).
pengeringan.
pengeringan.
II
PEMBAHASAN
terluar dari tubuh hewan, diperoleh setelah hewan tersebut mati dan dikuliti. Kulit
dari ternak besar dan kecil baik sapi, kerbau dan domba serta kambing memiliki
struktur jaringan yang kuat dan berisi, sehingga dalam penggunaannya dapat
dipakai untuk keperluan pangan dan non pangan (Sudarminto, 2000). Kandungan
gizi antara kulit dengan daging bisa dikatakan relatif sama (Sutejo, 2000).
Secara histologis kulit hewan dibagi menjadi tiga lapisan, yaitu lapisan
epidermis, dermis (corium) dan subkutis. Lapisan epidermis juga disebut lapisan
tanduk yang berfungsi sebagai pelindung tubuh hewan dari pengaruh luar, lapisan
ini merupakan bagian yang paling tipis yang tidak mengandung kolagen (Purnomo,
1985). Lapisan dermis (corium) adalah bagian pokok tenunan kulit yang diperlukan
dalam pembuatan gelatin, karena lapisan ini sebagian besar (± 80%) terdiri dari
jaringan serat kolagen yang dibangun oleh tenunan pengikat (Judoamidjojo, 1974).
Lapisan subcutis disebut juga lapisan hipodermis merupakan laoisan paling bawah
yang terditi dari tenunan pengikat yang longgar, pada lapisan ini banyak terdapat
daging, pembulih darah, tenunan syaraf dan tenunan lemak, apisan subcutis
berfungsi sebagai pembatas antara bagian kulit dan bagian daging (Purnomo, 1985).
Kulit segar yang baru dilepas dari tubuh binatang memiliki beberapa unsur
berikut: Collagen : 30% - 32%, lemak : 2% - 5%, epidermis : 0,2% - 2%, mineral :
0,1% - 0,3%, air : 60% - 65%. Kulit merupakan produk yang memiliki nilai
ekonomis yang paling tinggi dibandingkan hasil ikutan ternak yang lain. Berat kulit
pada sapi, kambing dan kerbau memiliki kisaran 7-10% dari berat tubuh (Irfan,
2012). Menurut Suardana (2008) kulit binatang sangat besar manfaatnya dan tinggi
nilai harganya dalam pembuatan produk dari kulit binatang untuk kebutuhan
manusia.
Pengawetan kulit secara umum didefinisikan sebagai suatu cara atau proses
jaringan kulit. Prinsip pengawetan kulit adalah menciptakan kondisi yang tidak
penyelesaian
mengeluarkan sebagian air dari suatu produk dengan menggunakan energi panas.
Panas akan masuk dalam produk yang akan dikeringan, sehingga menyebabkan
terjadinya penguapan air dari dalam produk. Penguapan air dapat menurunkan
kandungan air yang terkandung dalam suatu bahan, sehingga mikroorganisme dapat
dihambat pertumbuhannya dan shelf life dari produk tersebut dapat dipertahankan.
Kecepatan pengeringan ini dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain adalah:
Aliran udara dapat memindahkan uap air yang terlepas dari suatu produk ke
tempat lain, sehingga penguapan dapat berlangsung lebih cepat. Pengeringan kulit
sederhana, namun suhu tidak dapat dikontrol, sehingga lama waktu pengeringan
tidak dapat ditentukan dengan tepat (Purwadi dkk., 2017).
pindah panas berlangsung secara konduksi atau konveksi, meskipun beberapa dapat
pula dengan cara radiasi. Alat pengering dengan pindah panas secara konveksi pada
umumnya menggunakan udara panas yang dialirkan, sehingga enersi panas merata
ke seluruh bahan. Alat pengering dengan pindah panas secara konduksi pada
umumnya menggunakan permukaan padat sebagai penghantar panasnya (Purwadi
dkk., 2017).
Kulit yang baru dilepas dicuci dengan air mengalir dan kelebihan daging
maupun lemak yang masih melekat dibuang. Pisau yang digunakan harus tajam
dan bentuknya melengkung untuk mencegah robeknya kulit. Setelah semua lemak
dan daging telah bersih selanjutnya dicuci kembali dengan air mengalir (Soeparno
dkk., 2013).
2. Pengetusan (Pentirisan)
Kulit yang telah dicuci kemudian disampirkan atau ditiriskan diatas kuda-
kuda kayu dan dibiarkan menetes selama 30 menit (Soeparno dkk., 2013).
Kulit direndam dalam bak yang berisi zat kimia jenis Natrium Arsenat 0,5%
selama 5-10 menit. Setelah proses tersebut selesai, kulit masih disampirkan diatas
bak agar sisa-sisa zat kimia masih tetap menetes kembali ke dalam bak (Soeparno
dkk., 2013).
4. Pementangan
Setelah zat kimia menetes dengan baik, kulit dipentang dan ditarik dengan
tali pada kerangka kayu (pentangan kulit). Pentangan untuk kulit sapi, kerbau
maupun kuda menggunakan kayu bulat dengan diameter kira-kira 5-10 cm yang
dengan kondisi kulit dengan acuan bahwa pentangan tersebut dapat menampung
luas maksimal dari kulit. Kulit yang akan dipentang dilubangi pada bagian
pinggirnya dengan jarak kira-kira 2-3 cm dari batas pinggir kulit dan ditarik hingga
posisi kulit terpentang dengan sempurna tanpa adanya pengkerutan dan pelipatan
pada bagian pinggir maupun tengah. Proses pementangan untuk kulit kecil seperti
domba, kambing maupun reptil dapat dilakukan diatas papan dan teknik
5. Pengeringan
pengeringan tidak boleh dilakukan terlalu cepat, sebab zat-zat kulit pada lapisan
luar akan mengering lebih cepat dibanding pada bagian dalam dari kulit (Soeparno
dkk., 2013).
mengalami proses gelatinisasi menjadi gelatin yang bersifat mengeras dan tentunya
dapat menghalangi proses penguapan air pada bagian dalam. Bila hal tersebut
terjadi mengakibatkan kulit akan membusuk pada saat disimpan dalam jangka
waktu yang lama. Untuk mengantisipasi hal tersebut beberapa petunjuk teknis
sederhana tentang posisi letak kulit dalam proses penjemuran kulit dibawah sinar
dan pukul 15.00-17.00 penjemuran dilakukan dengan arah sinar matahari tegak
lurus dengan permukaan kulit. Pada waktu siang hari yaitu pukul 11.00-15.00
penjemuran dengan arah sinar matahari sejajar dengan arah datangnya sinar
matahari. Bila kulit pada bagian dagingnya telah kering, maka posisi kulit dapat
dibolak balik sedemikian rupa hingga semua pengeringan dapat merata disemua
permukaan kulit. Proses pengeringan kulit dapat selesai dalam waktu kurang lebih
2-3 hari dengan kondisi panas matahari yang cukup dan penguapan yang teratur
6. Pelipatan
dilipat dua dengan arah lipatan membujur dari pangkal ekor menuju ke kepala
sejajar dengan garis punggung dan membagi dua bagian tubuh yaitu kiri dan kanan.
Bagian daging atau bulu dapat ditempatkan pada bagian dalam maupun luar.
Setelah dilakukan pelipatan kemudian kulit dapat disimpan sebagai kulit awetan
Kulit yang telah bersih dimasukkan ke dalam garam jenuh selama 24 jam.
Setelah perendaman, kulit tidak lagi dikeringkan, tetapi kulit diletakkan pada lantai
miring yang diatasnya telah ditaburi dengan garam. Kulit yang berada pada posisi
paling bawah diletakkan dengan bagian bulu menghadap ke lantai dan bagian
Bagian berdaging ditaburi garam kira-kira 30% dari berat kulit basah
pertama yaitu untuk kulit-kulit yang memiliki bulu pendek seperti sapi, kerbau dan
kuda. Jadi bagian daging posisi pertama bersentuhan dengan bagian bulu posisi
kedua. Begitu seterusnya hingga tinggi tumpukan maksimal 1 meter. Kulit terakhir
yang berada pada posisi atas berfungsi sebagai penutup sehingga posisi
penempatannya terbalik dari keadaan semula yaitu bagian bulu menghadap ke atas.
Tumpukan kulit didiamkan selama 1 malam hingga air dalam kulit menetes sedikit
demi sedikit. Kulit yang telah digarami tersebut didiamkan selama 2-4 minggu
supaya cairannya bisa seluruhnya keluar. Dengan demikian kulit dapat dilipat
Penyimpanan kulit-kulit yang telah diikat tersebut dalam gudang tidak lebih
dari1 meter untuk mencegah timbulnya panas yang berlebihan. Pengawetan dengan
yang kurang terkena sinar matahari. Teknik ini digunakan pula untuk pengawetan
kulit yang tidak tahan terhadap sinar matahari seperti kulit ikan dan kulit reptil.
jenis pengawetan ini memiliki beberapa keuntungan dan kerugian antara lain :
1. Keuntungan
2. Kerugian
temperatur ruangan yang sangat baik untuk pertumbuhan bakteri khususnya bila
penyimpanan dilakukan dalam jangka waktu yang cukup lama. Bakteri yang
seringkali ditemukan pada kulit garaman adalah jenis bakteri halapofilik yang
rendah.
Kulit hewan mentah sangat mudah busuk karena merupakan tempat alami
bagi mikrooganisme berkembang biak. Kulit mentah tersusun dari unsur kimiawi
seperti: protein, karbohidrat, lemak, dan mineral. Unsur kimiawi tersebutlah yang
menjadi penggaraman kering (dry salting) dan penggaraman basah (wet salting).
garam pada kulit mentah. Reaksi osmosis dari garam mendesak air keluar dari kulit
mudah dan efektif. Metode ini terbilang mudah karena hanya menambahkan garam
pada kulit yang ingin diawetkan, selain itu juga metode ini cukup efektif karena
proses penggaraman tidak bergantung pada cahaya matahari dan dilakukan dengan
membentangkan kulit diatas bidang miring (150) yang telah ditaburi garam. Kulit
paling bawah dibentang dengan bagian bulu di bawah, lalu bagian dagingnya
ditaburi dengan garam 30% dari berat kulitnya. Kulit berikutnya ditaruh diatasnya
dengan bagian bulu di bawah dan bagian daging ditaburi garam 30% seperi kulit
yang sebelumnya. Ulangi proses tersebut hingga beberapa lapis kulit, hingga kulit
teratas dibentangkan terbalik dari kulit yang dibawahnya (bagian bulu diatas,
mengikat air didalam bahan. Tahap kedua yaitu menurunkan aktivitas air produk
sehingga mikroba pembusuk dan perusak yang tidak tahan terhadap aw rendah tidak
dapat tumbuh. Tahap ketiga adalah merubah konsentrasi intra dan ekstrasel dalam
3) Suhu pengeringan
4) Waktu penggaraman
1. Perubahan tekstur
proses berlangsung terjadi penguapan air dan salting out akibat suhu pengeringan
antara intrasel dan ekstrasel dalam jaringan bahan. Konsentrasi ekstrasel meningkat
dan menyebabkan air didalam sel mengalami osmosis dan berkurang. Keadaan ini
menyebabkan tekstur produk menjadi lebih keras dan padat. Selain itu, protein juga
mengalami proses koagulasi yang menyebabkan penurunan daya ikat air, akibatnya
tekstur menjadi lebih kaku dan mengkerut. Perubahan tekstur yang lunak dapat
2. Perubahan warna
3. Perubahan berat
akan menyerap cairan yang ada pada jaringan dan terjadi penurunan jumlah air
menyebabkan sel osmosis. Penyusutan bisa juga disebabkan karena hilangnya air
bersama-sama dengan uap air saat dilakukan proses pengeringan. Sel pada saat
terbuka dan menyebabkan air bebas dalam jaringan keluar. Penurunan berat juga
terjadi karena pada proses pengeringan menggunakan uap panas sehingga terjadi
proses leaching pada komponen protein dan lemak, sel menjadi rusak. Sel yang
rusak akan menyebabkan jaringan terbuka dan menurunkan tekanan rigor mortis
sehingga daya ikat protein menurun dan air ikut menguap bersama dengan titik atau
Proses ini dikerjakan untuk kulit samak dan krom atau kulit samak sintetis
dan tidak dikerjakan pada kulit samak nabati atau kulit samak minyak. Maksud
proses pengasaman bertujuan untuk membuat kulit bersifat asam (pH 3,0 – 3,5),
agar kulit tidak bengkak bila bereaksi dengan obat penyamaknya dapat
pengasaman juga berguna untuk: (a) menghilangkan sisa kapur yang masih
tertinggal; (b) menghilangkan noda-noda besi dalam pengapuran agar kulit menjadi
putih bersih.
yaitu:
1. Perendaman (soaking)
pada kulit kembali seperti pada waktu dilepas dari tubuh hewannya (65 %),
sehingga kulit menjadi basah, lemas, dan lunak. Selain itu perendaman juga
selanjutnya.
2. Pengapuran (liming)
tidak berguna sehingga sturktur kulit menjadi lebih longgar dan lemas.
yang melekat pada kulit, karena sisa-sisa daging tersebut dapat menghalangi
4. Deliming
Deliming atau yang biasa disebut proses buang kapur bertujuan untuk
berikutnya.
5. Bating
belum tersabun dan menghilangkan zat-zat kulit yang tidak diperlukan serta
yang halus.
6. Degreasing
pada jaringan lemak yang masih terdapat pada kulit baik pada bagian daging
7. Pengasaman (pickling)
2.6 Penyamakan
Bagian daging atau bulu dapat ditempatkan pada bagian dalam maupun luar.
Setelah dilakukan pelipatan kemudian kulit dapat disimpan sebagai kulit awetan
(Soeparno dkk., 2013). Metode penyamakan dan pengawetan berpengaruh terhadap
kematangan kulit, kuat mulur, dan kekenyalan kulit, sedangkan sifat organoleptik
yaitu kepadatan bulu, kerontokkan bulu, kilapan bulu dan penampilan bulu hanya
dipengaruhi oleh faktor pengawetan. Kuat tarik kulit tidak dipengaruhi oleh metode
Kualitas kulit samak bulu dengan penyamakan khrom lebih baik dari
memberikan hasil kulit jadi yang mendekati hasil kulit mentah segar
(Sasanadharma, 1992).
Tujuan penyamakan ialah untuk memperoleh kulit bulu yang indah dan
Penyamakan chrom dapat diperoleh kulit bulu yang tahan lama, tahan
kelembaban serta panas. Sifat kulit bulu chrom ternyata sangat menguntungkan,
khusus bagi proses pewarnaan. Kini telah dimungkinkan mewarnai segala macam
chrom yan digunakan untuk kulit biasa antara lain chrom alum dan garam chrom
yang dapat juga digunakan untuk kulit bulu. Metode penyamakn chrom yang
disarankan yaitu.
Aplikasi cairan chrom pada permukaan daging hanya dilakukan jika kulit
yang akan diproses tidak banyak. Makan konsentrasi cairan chrom menjadi 30
sampai 40 gram chrom dan 60 sampai 100 gram garam biasa dalam tiap 100 liter
air.Konsentrasi bahan penyamak yang digunakan dalam tong harus 4 sampai 6 gram
garam chrom dan 30 sampai 40 gram garam biasa tiap 1 liter air. Adapun
menghasilkan kulit yang sama kualitasnya dengan yang disamak dengan bahan
penyamak lain. Hasil kulit samak nabati biasanya mempunyai cirri-ciri agak keras,
tidak berdaya lentur dan tidak supel. Karena itu bahan penyamak nabati jarang
dipakai untuk menyamak kulit bulu. Sifat lain yang kurang disukai ialah bahan
penyamak nabati akan memberi sedikit warna pada kulit dan untuk pewarnaan lain
bahan penyamak nabaati dan sintetik. Bila yang diinginkan ialah kulit terang, maka
lebih baik menggunakan bahan penyamakk sintetik saja. Kulit harus dipikel terlabih
dahulu dalam larutan asam sulfat dan garam dapur, dilanjutkan dengan penrisan
sentriffugal dan akhirnya harus disamak dalm larutan penyamak sintetik 30o – 40o
penyamak nabati;
penyamakan;
Bahan penyamak sintetik diperlikan untuk kulit yang telah dipekel kira-kira
4 – 5 % dari bobot kulit bulu pikel yang telah ditiriskan. Bahan penyamak sintetik
yang belum dilarutkan dibubuhkan langsung pada kulit didalam drum, lalu diputar
selama 30 menir. Waktu tersebut dianggap cukup sampai tannin diambil seluruhnya
oleh substansi kulit. Kulit bulu selanjutnya dicuci bersih dengan air untuk
Jika waktu penyamakan kulit bulu tidak diberi minyak yang disatukan
dengan pasta alum, maka kulit bulu tersebut perludilakukan perlemakan liker.
Proses ini dilakukan setelah penyamakn chrom, netralisai, pencucian dan penirisan.
Tujuan peminyakan ialah untuk restorasi lemak alami yang telah hilang waktu
proses sebelumnya dengan harapan memperoleh sifat supel dan lemas kembali.
Bahan lemak yang cocok intuk keperluan ini umumnya berbantuk cairan seperti
minyak ikan, minyak mineral, minyak nabati atau juga glyserin yang dicampur
minyak. (Judoamijojo,1981).
jaringan kulit serta menyebar labih merata. Emulsinya dapat lebih stabil dalam air
sadah.
Perlemakan liker biasa dilakukan pada muka kulitnya dan harus dijaga agar
tidak mengenai rambutnya. Setelah perlemakan liker, kulit bulu ditumpuk dalam
beberapa jam. Kemudian kulit bulu digantung pada tonggak dalam ruangan teduh
cukup ventilasi, dimana suhunya tidak lebih dari 30oC. Kulit tersebut jangan
dibiarkan terlalu kering karena masinh memrlkan proses lebih lanjut. Sebaiknya
Perlakuan lebih lanjut adalah pembersihan kulit bulu dari segala kotoran,
terutama pada wol atau rambutnya menggunakan serbuk gergaji. Kulit dimasukkan
atau dikuburkan ke dalam serbuk gergajo lembab selama 24 jam. Serbuk gergaji
lembab akan mengabsorbsi kotoran diantara rambut dan memisahkan rambutnya.
Proses selanjutnya ialah pengetunan dengan pisau ketun yang berbantuk setengah
bulan atau dengan alat pengetun lutut. Dengan cara ini serat- serat kulit akan
Kulit segar setelah bersih dari lemak, darah, sisa-sisa daging maupun
kotoran yang melekat, kemudian direndam dalam dalam cairan garam (NaCl) jenuh
Kadar salinitas tersebut diukur dengan alat yang disebut Baume meter. Bila
Bila alat ukur tersebut tidak dijumpai, maka kadar salinitas dapat diprediksi dengan
formulasi berikut.
dibutuhkan garam murni (NaCl) sebanyak 1% dari total berat air pelarut, sedangkan
bila menggunakan garam teknis dibutuhkan 1,5 % dari total berat air
secara ekonomis mahal, sehingga lebih baik menggunakan garam teknis (garam
garam murni ke dalam 100 liter air atau 1,5 kg untuk garam teknis. Berdasarkan
acuan tersebut berarti untuk mencapai larutan dengan tingkat kepekatan 20oBe,
berarti untuk penggunaan garam murni dibutuhkan 20 kg (20 x 1% x 100 = 20) dan
dengan melarutkan garam ke dalam air sambil diaduk. Bila garam tidak dapat larut
lagi, berarti konsentrasi garam dalam larutan tersebut telah jenuh , Kulit yang telah
direndam ditiriskan pada bagian atas bak perendaman. Bagian daging dari kulit
tersebut ditaburi kembali dengan garam dengan persentase 10% dari berat kulit
basah dan kulit didiamkan selama 1-2 jam untuk memperbaiki kondisi peresapan.
Kulit kembali dipentang pada bingkai kayu dengan waktu pengeringan 3-5 hari.
1. Keuntungan
pengeringannya memerlukan waktu yang relatif lama misalnya pada saat musim
penghujan.
b) Kualitas kulit menjadi lebih baik dari pada yang dikeringkan saja (cara-1)
c) Kulit sangat baik untuk disamak terutama dalam proses perendaman (soaking)
2. Kerugian
Biaya pengawetan yang dibutuhkan menjadi lebih banyak dibanding cara-1 karena