Anda di halaman 1dari 186

GAMBARAN SELF-CARE MANAGEMENT PASIEN

GAGAL GINJAL KRONIS DENGAN HEMODIALISIS


DI WILAYAH TANGERANG SELATAN
TAHUN 2013

SKRIPSI

Ditujukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh


Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Oleh:

FAULYA NURMALA AROVA


109104000046

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H/2014 M
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Faulya Nurmala Arova

Tempat, Tanggal Lahir : Jember, 12 Agustus 1990

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Jln Mangunsarkoro RT 002 RW 007 Dsn Sumberan

Karanganyar Ambulu Jember 68172

Telepon : 0857-145-25-108 / 0823-119-77-315

Email : faulya.nurmala@yahoo.com/faulya.arova@gmail.com

Riwayat Pendidikan

1. TK Mujahiddin Tutul Tegalsari [1995-1997]

2. SD Negeri Karangayar V [1997-2003]

3. SMP Negeri 1 Ambulu [2003-2006]

4. MAU Amanatul Ummah [2006-2009]

5. S-1 Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta [2009-2013]

Riwayat Organisasi

1. Pinru Pramuka [2001-2002]

2. Anggota Pramuka MAU Amanatul Ummah [2006-2007]

3. Anggota Divisi Humas MAU Amanatul Ummah [2006-2007]

v
4. Ketua Divisi Olahraga dan Seni MAU Amanatul Ummah [2007-2008]

5. BEM Jurusan Ilmu Keperawatan [2010-2012]

Pengalaman Pelatihan, Seminar, dan Workshop:

1. Pelatihan Kesehatan “Health Training 4 Medical Skill” Tahun 2009


2. Seminar “Cultural Approach In Holistic Nursing Care In Globalization Era”
Tahun 2009
3. Diskusi Publik “Kosmetik yang Aman untuk Kecantikan yang Alami” Tahun
2009
4. Seminar Umum “Hilangnya Ayat dalam Undang-Undang Anti Rokok” pada
Tahun 2009
5. Seminar Nasional “Kehalalan Obat dan Makanan serta Permaslahannya di
Indonesia” Tahun 2009
6. Seminar Kesehatan “Perawatan Pasien Hipertensi dan Diabetes di Rumah”
Tahun 2010 sebagai panitia.
7. Simposium Nasional “Perspektif Islam dalam membangun Karakter Bangsa
Pada Era Milenium Kesehatan” Tahun 2010 sebagai peserta.
8. Seminar Profesi “Keperawatan Islami, Penerapam dalam Praktek dan
Kurikulum Pendidikan Perawat di Indonesia” Tahun 2010 sebagai peserta.
9. Seminar Dokter Muslim “Smoking Cessation for Better Generation without
Tobacco” Tahun 2010 sebagai peserta.
10. Pelatihan Kesekretariatan oleh CSS Mora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun
2010 sebagai peserta.
11. Seminar Nasional “Homeopathy, A Brighter Alternative Treatment Method
Bulids an Indonesian Awareness of Natural Medication In The Future” Tahun
2011 sebagai peserta
12. Seminar Kesehatan “Peran Kebijakan Standardisasi Internasional Rumah Sakit
dalam Meningkatkan Profesionalisme Pelayanan Kesehatan” Tahun 2011
sebagai peserta
vi
13. Workshop “Workshop Disaster Management” Tahun 2011 sebagai peserta
14. Seminar dan Workshop Emergency Nursing “Peran Perawat dalam Tatalaksana
Trauma Thoraks Berbasis Pasien Safety” Tahun 2012 sebagai peserta.
15. Workshop Nasional “Uji Kompetensi Keperawatan” Tahun 2012 sebagai peserta.
16. Seminar Nasional “Music Therapy: Melody for Heart and Brain Health” Tahun
2012 sebagai peserta.
17. Seminar Nasional “Uji Kompetensi Nasional Meningkatkan Peran dan Mutu
Profesi Keperawatan dalam Menghadapi Tantangan Global” Tahun 2012
18. Seminar Nasional “NANDA, NIC,NOC : Concept, Implementation and Inovation
for Better Quality of Nursing Service in Indonesia” Tahun 2013

vii
Teruntuk Tuhan ku Allah SWT

Alhamdulillah, sujud syukur hamba haturkan padamu Ya Allah atas segala KaruniaMu hingga
hamba mu ini dapat menyelesaikan apa yang telah hamba mulai. Thanks a lot Allah and teruslah
menjagaku, melindungiku, membantuku dan mengabulkan doaku

Teruntuk Ibuku Siti Kunainah dan Bapakku Nurhadi serta Adikku Faisal Fian Azizi

Tiada kata yang bisa mengungkapkan betapa berterima kasihnya anakmu ini atas segala apa
yang telah kalian berikan. Perjuangan untuk selalu membahagiakan dan membanggakan bapak
dan ibu tidak akan pernah selesai hanya disini. Mala hanya mohon doa restu selalu untuk setiap
jalan yang Mala pilih.

Dhek Faisal ku tersayang, Thanks for your word...”Semangat mbak’e...masak segitu ajah
nyerah” Kalimat mu ituh membuatku kembali untuk berjuang.

Teruntuk Sahabat-Sahabat Ku

“Fighters” (Fita, Fitri, Hanik. Etika, Ulvi, Humayra, Dian, Nyonya Dewi, Iqbal, Astuti)
The best Friend I ever had. Kalian selalu memberi semangat ditengah keputus-asaan yang aq
rasakan. Suka duka, perjalanan, cerita dan kenangan kita lalui bersama. Thanks a lot
Guys...We are always Fighters...dimanapun kita tetep Fighters

Teruntuk Teman, dan Adik Kelasku

Untuk Taufik Effendi di UI Depok...Thanks a lot untuk pinjeman kartu perpusnya..akhirnya


bahan-bahan yang diperlukan bisa ku dapatkan. Riyan Bahtera untuk bantuannya selama ini.
Adik kelas ku Eny Syarifah Hanif yang telah membantu mengetik...kemampuan mengetikmu dua
jempol dhek...Thanks yah.

“Sahabat sejati akan tetap bersama kita ketika kita merasa seisi dunia meninggalkan
kita. Maka rangkullah sahabatmu dengan kedua lenganmu karena mereka adalah
penjagamu.”Keep Fight...Fighters ^_^

viii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Skripsi, Oktober 2013

Faulya Nurmala Arova, NIM :109104000046


Gambaran Self-Care Management Pasien Gagal Ginjal Kronis yang
Menjalani Hemodialisis di Wilayah Tangerang Selatan Tahun 2013
xii + 104 halaman + 6 tabel + 8 bagan + 7 lampiran

ABSTRAK
Non comunicable disease atau penyakit tidak menular telah menjadi
persoalan dunia karena perkembangannya yang terus meningkat seperti kasus
penyakit kronis. Gagal ginjal kronis (GGK) merupakan salah satu penyakit kronis
yang perkembangannya lambat namun progresif, irreversibel, dan samar dengan
prevalensi yang terus meningkat. Pasien GGK memiliki kompleksifitas masalah
pada kondisi fisik, psikologis, sosial, spiritual dan ekonomi sehingga
membutuhkan self-care management. Orem dalam Teori Self-Care percaya bahwa
setiap individu memiliki kemampuan natural dalam merawat dirinya sendiri (self-
care). Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi gambaran self-care
management pada pasien GGK yang menjalani hemodialisis, hambatan, dan
sumber dukungan yang diterima oleh pasien. Desain penelitian ini adalah
kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Total partisipan dalam penelitian ini
adalah 8 orang pasien GGK dewasa yang berumur antara 35-63 tahun dan telah
menjalani hemodialisis selama kurun waktu 6 bulan hingga 7 tahun. Teknik
pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam. Hasil penelitian
menunjukkan 3 tema yang teridentifikasi yakni 1) gambaran self care
management pasien GGK yang menjalani hemodialisis yang meliputi aspek
pemenuhan kebutuhan fisik yakni terkait management nutrisi, pengaturan intake
cairan, regiment pengobatan, perawatan akses vaskuler, dan aktivitas
istirahat/tidur dan olahraga, kondisi psikologis meliputi self efficacy dalam
pelaksanaan self-care management, kepatuhan maupun ketidakpatuhan terhadap
regiment pengobatan, koping maladaptif (putus asa), dan banyak aktifitas, dan
spiritual meliputi kepasrahan terhadap Tuhan, keyakinan akan kesembuhan dari
Tuhan, dan aktifitas ibadah sholat; 2) hambatan dalam pelaksanaannya meliputi
hambatan internal meliputi motivasi diri dalam pengaturan nutrisi, pembatasan
cairan, dan aktifitas dan ekternal yakni ekonomi; dan 3) sumber social support
yang dimiliki pasien berasal dari pasangan (suami/istri), keluarga, dan sesama
pasien yang menjalani hemodialisis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa self-
care management penting untuk diperhatikan pasien GGK yang menjalani
hemodialisis sehingga hasil ini dapat digunakan untuk mengembangkan promosi
kesehatan dan edukasi yang komprehensif tentang self-care management sebagai
upaya dalam meningkatkan keterlibatan dan kesadaran pasien dan keluarga
tentang kepatuhan terhadap regiment pengobatan terapeutik mereka.

Kata Kunci : Self-Care Management, Hemodialisis, Pasien Gagal Ginjal Kronis


Daftar Bacaan: 78 (1982 – 2013)

ix
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE

PROGRAM STUDY OF NURSING SCIENCE


ISLAMIC STATE UNIVERSITY SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Undergraduates Thesis, October 2013
Faulya Nurmala Arova, NIM : 109104000046
The Description of Self-Care Management for End Stage Renal Disease
(ESRD) Patient on Hemodialysis in South Tangerang District Year 2013.
xii + 104 halaman + 6 tabel + 8 bagan + 7 lampiran

ABSTRACT
Non Comunicable Diseases has become global issue because of
increasing case day by day especially for chronic disease’s case. End Stage Renal
Disease (ESRD) is one of chronic disease that slow in expansion but progressive,
irreversible, vague and the prevalent also increase. ESRD patients have complex
problems in many aspects such as in physical, psychology, social, spiritual, and
economic condition so they need self-care management. Orem in her Self-Care
Theory believe that individual have natural ability for his/her self-care. This study
aims to explore the decription of self care management ESRD patients on
hemodialysis, barriers for do it, and support system resources that patient have.
The study design uses qualitative-phenomenology. Total partisipant in this study
is 8 ESRD patients in the age 35-63 years and have done hemodialysis therapy for
6 month until 7 years. Data was collected by in-depth interviews. Results showed
that 3 themes has identified by researcher as 1) the description of self-care
management for ESRD’s patients on hemodialysis in three aspects as physical
needs such as nutrition management, fluid intake management, medication
treatment, maintenance of vascular access, and sleep and exercise activity,
psychological condition such as self efficacy in the implementation of self-care
management, adherence and nonadherence to implement medication treatment,
maladaptive coping (desperate) and many activities, and spiritual such as
resignation to God, belief in cure from God, and sholat activity; 2) barriers for
implementation as from internal such as self motivation for nutrition management,
fluid retriction, and activity and also external factors such as economic; 3) Social
support resources that ESRD’s patients have as from their partner (husband/wife),
family, and patients on same hemodialysis unit. This research shows that self-care
management is important for ESRD patients on hemodialysis and also could be
used to develop health promotion services and comprehensive education about
self-care management as a effort to increase patient and family involvement and
awareness to adherence with their complex terapeutic medication treatment.

Keywords: Self-Care Management, Hemodialysis, ESRD patient


Reading List: 78 (1982 – 2013)

x
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur peneliti panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

karunia, rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan

penelitian ini yang berjudul Gambaran Self-Care Management Pasien Gagal

Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisis di Wilayah Tanggerang Selatan.

Shalawat dan salam semoga tetap terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi

Muhammad SAW, pembawa syari’ah-Nya yang universal bagi semua umat manusia

dalam setiap waktu dan tempat sampai akhir zaman.

Dalam penyusunan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang

peneliti jumpai namun syukur Alhamdulillah dengan doa, kesungguhan, kerja keras,

dan kesabaran disertai dukungan dan bantuan dari berbagai pihak baik langsung

maupun tidak langsung. Pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terima

kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Prof. Dr (Hc). dr. M.K. Tadjudin, Sp.And selaku Dekan Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

2. Ns. Waras Budi Utomo, S.Kep, MKM selaku Ketua rogram Studi Ilmu

Keperawatan dan Ibu Eni Nuraini Agustini, S.Kep, MSN selaku Sekretaris

Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

xi
3. Ibu Maftuhah, M.Kep, Ph.D dan Ibu Ns. Uswatun Khasanah, S.Kep, MNS

selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran

serta kesabaran selama membimbing peneliti dan memberikan banyak

masukan, pengetahuan, dan bimbingan pada peneliti.

4. Ibu Tien Gartinah, M.N selaku Dosen Penasehat Akademik peneliti yang

telah membimbing dan memberikan nasehat selalu kepada peneliti terkait

banyak hal selama menjalani masa perkuliahan di Program Studi Ilmu

Keperawatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Segenap Bapak dan Ibu Dosen Staf Pengajar Program Studi Ilmu

Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu

pengetahuannya kepada peneliti selama duduk pada bangku kuliah serta staff

akademik Bapak Azib Rosyidi, S.Psi dan Ibu Syamsiyah yang telah

membantu urusan di kampus.

6. Departemen Agama dengan program Beasiswa Santri Berprestasi yang telah

memberikan kesempatan untuk berkuliah di Program Studi Ilmu

Keperawatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Segenap Jajaran Staf dan Karyawan Akademik dan Perpustakaan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan yang telah banyak membantu dalam

pengadaan referensi-referensi sebagai bahan rujukan penelitian.

8. Segenap Jajaran Staf Dinas Kesehatan Tangerang Selatan yang telah

memberikan kesempatan dan izin dalam melakukan studi pendahuluan

maupun izin pelaksanaan penelitian di wilayah Tangerang Selatan.

xii
9. Segenap Jajaran Staf Puskesmas Ciputat Timur, Pisangan, dan Benda Baru

yang telah memberikan informasi data pasien GGK di wilayah kerjanya dan

memberikan izin untuk penelitian.

10. Pasien gagal ginjal kronis dengan hemodialisis yang menjadi partisipan

dalam penelitian ini atas kerjasama dan segala informasi yang telah

diberikan untuk kepentingan penelitian ini.

11. Kedua orang tua saya yaitu Nurhadi S.Pd dan Siti Kunainah S.Pd yang

senantiasa memberikan cinta kasih, dukungan penuh secara material maupun

spiritual dalam do’a yang selalu mengiringi setiap langkah peneliti sehingga

dapat menyelesaikan penelitian ini.

12. Adikku Faisal Fian Azizi dengan kata-kata penyemangat, motivasi, dan

sarannya untuk segera menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

13. Sahabat-sahabatku tercinta “Fighters” (Fita, fitri, Etika, mala, dian, Ulfi,

Dewi, mayra, Astuti dan Iqbal) dan teman-teman angkatan 2009 yang

berjuang bersama untuk menyelesaikan perkuliahan dan penyusunan skripsi

di PSIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dengan memohon do’a kepada Allah SWT , penulis berharap semoga skripsi

ini bermanfaat bagi pembacanya, semua kebaikan yang telah diberikan mendapat

balasan dari Allah SWT dan semua kesalahan diampuni oleh Allah. Amin

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Ciputat, Januari 2014

Faulya Nurmala Arova

xiii
DAFTAR ISI

JUDUL HAL

HALAMAN JUDUL
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ........................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN ..................................................................................... iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................................. v
LEMBAR PERSEMBAHAN .................................................................................. viii
ABSTRAK ............................................................................................................... ix
ABSTRACT ............................................................................................................. x
KATA PENGANTAR ............................................................................................. xi
DAFTAR ISI ............................................................................................................. xiv
DAFTAR BAGAN ................................................................................................... xvii
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... xviii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. xix
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 6
1. Identifikasi Masalah .................................................................. 6
2. Pertanyaan Penelitian ................................................................. 7
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum............................................................................. 7
2. Tujuan Khusus ............................................................................ 7
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Pelayanan Kesehatan ......................................................... 8
2. Bagi Masyarakat ......................................................................... 8
3. Bagi Fakultas kedokteran dan Ilmu Kesehatan .......................... 9
4. Bagi Peneliti .............................................................................. 9
E. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................... 9

xiv
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
A. Gagal Ginjal Kronis ........................................................................ 11
1. Definisi ....................................................................................... 11
2. Klasifikasi .................................................................................. 12
3. Etiologi ....................................................................................... 12
4. Patofisiologi................................................................................ 13
5. Komplikasi ................................................................................ 16
6. Penatalaksanaan.......................................................................... 16
7. Perubahan Yang Terjadi Pada Pasien GGK ............................... 19
B. Teori Self-Care Orem dan Self Efficacy Bandura ........................... 23
1. Teori Self-Care Orem ................................................................ 23
2. Teori Self-Efficacy Bandura ....................................................... 29
C. Nursing Care Plan ......................................................................... 32
D. Penelitian Terkait ............................................................................ 35
E. Kerangka Teori................................................................................ 39
BAB III : KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI ISTILAH
A. Kerangka Konsep ............................................................................ 40
B. Definisi Istilah ................................................................................. 40
BAB IV : METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian ............................................................................. 42
B. Partisipan Penelitian ........................................................................ 42
C. Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................... 44
D. Instrumen Penelitian........................................................................ 44
E. Sarana Penelitian ............................................................................. 44
F. Teknik Pengumpulan Data ............................................................. 45
G. Teknik Analisis Data ...................................................................... 47
H. Validasi Data .................................................................................. 48
I. Etika Penelitian ............................................................................... 49
BAB V : HASIL PENELITIAN

xv
A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian ............................................ 52
B. Hasil Penelitian .............................................................................. 53
1. Karakteristik Partisipan ............................................................. 53
2. Hasil Analisa Data ..................................................................... 55
BAB VI : PEMBAHASAN PENELITIAN
A. Pembahasan Hasil Penelitian .......................................................... 83
1. Gambaran Self-Care Management ............................................ 83
2. Hambatan dalam Self-Care Management................................... 98
3. Sumber Social Support .............................................................. 100
4. Kaitan dengan Nursing Care Plan ............................................ 101
B. Keterbatasan Penelitian .................................................................. 105
C. Implikasi untuk Ilmu Keperawatan dan Pelayanan Kesehatan ....... 106
BAB VII : KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .................................................................................... 108
B. Saran ............................................................................................... 109
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xvi
DAFTAR BAGAN

Nomor Bagan Judul Bagan Hal

2.1 Patofisiologi .................................................................................. 14

2.2 Kerangka Teori ............................................................................. 39

3.1 Kerangka Konsep Penelitian......................................................... 40

4.1 Tekhnik Analisis Data .................................................................. 47

5.1 Self-Care Management (Pemenuhan Kebutuhan Fisik) ............... 56

5.2 Pengaturan Nutrisi ........................................................................ 58

5.3 Pengaturan Intake Cairan ............................................................. 61

5.4 Perawatan Akses Vaskuler ........................................................... 64

5.5 Self-Care Management (Kondisi Psikologis) ............................... 68

5.6 Self-Care Management (Sikap Spiritual)...................................... 75

5.7 Hambatan dalam Self-Care Management .................................... 78

5.8 Sumber Social Support ................................................................ 80

xvii
DAFTAR TABEL

Nomor Tabel Judul Tabel Hal

2.1 Klasifikasi Penyakit GGK ................................................................. 12

2.2 Perubahan pada Pasien GGK ............................................................ 19

2.3 Nursing Care Plan ............................................................................ 32

2.4 Penelitian Terkait .............................................................................. 35

5.1 Karakteristik Partisipan Utama ......................................................... 54

5.2 Karakteristik Partisipan Pendukung .................................................. 55

xviii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Inform Consent dan Persetujuan Partisipan Utama

Lampiran 2 Pedoman Wawancara Mendalam Partisipan Utama

Lampiran 3 Surat Permohonan Izin Studi Pendahuluan

Lampiran 4 Surat Pemberian Izin Studi Pendahuluan Dinkes Tangerang Selatan

Lampiran 5 Surat Permohonan Izin Penelitian

Lampiran 6 Surat Izin Pelaksanaan Penelitian Dinkes Tangerang Selatan

Lampiran 7` Tabel Tema, Subtema, Kategori, Sub Kategori, dan Statement

xix
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Non Comunicable Disease (NCD) atau penyakit tidak menular telah menjadi

perhatian khusus dunia terutama World Health Organization (WHO) karena

menjadi penyebab kematian utama dan kecacatan di dunia. Tahun 2008, penyakit

dengan waktu yang panjang dan progresifitas yang lambat ini dilaporkan telah

membunuh lebih dari 36 juta orang setiap tahunnya dan 80% atau 29 juta

kematian terjadi pada negara-negara dengan pendapatan rendah maupun sedang.

Kondisi tersebut mendorong WHO membuat suatu strategi The 2008 -2013 Action

Plan for The Global Strategy for The Prevention and Control of Non

Comunicable Disease dengan komponen kunci yakni surveilan, pencegahan dan

pelayanan kesehatan untuk mengatasi masalah tersebut (WHO, 2013). Pada Mei

2012, World Health Assembly juga menyepakati sebuah target global untuk

mengurangi kematian akibat NCD sebesar 25 % hingga 2025 (Horton, 2013).

Indonesia sebagai negara yang berkembang telah melaporkan bahwa jumlah

kematian akibat NCD lebih besar dibandingkan dengan jumlah kematian akibat

Comunicable Disease (WHO, 2011). Aditama mengatakan bahwa ancaman

terhadap penyakit tidak menular atau NCD seperti jantung, penyakit berkaitan

dengan darah, diabetes melitus, penyakit degeneratif, dan penyakit kronis telah

meningkat (Faizal, 2012). Pemerintah juga telah memberikan prioritas utama

terkait masalah tersebut dan berupaya mengadopsi strategi global WHO dalam

upaya pengendalian dan pencegahan NCD (WHO Indonesia, 2013).

1
2

Penyakit kronis yang perkembangan penyakitnya juga perlu mendapatkan

perhatian adalah penyakit gagal ginjal kronis (GGK) yang merupakan komplikasi

dari beberapa NCD seperti hipertensi, diabetes melitus, dan juga penyakit renal

lainnya. Etiologi dari GGK menurut US Renal System tahun 2000 menunjukkan

bahwa diabetes melitus dan hipertensi menjadi etiologi dengan prosentase tinggi

yakni 34% dan 21% (US Renal System, 2000 dalam Price & Wilson, 2006).

Angka kejadian GGK yang dilaporkan dari seluruh dunia rata-rata

menunjukkan trend yang penting dimana kadang melambat, kadang naik dan

dapat stabil (USRDS Annual Report, 2012). National Institut of Diabetes Melitus

and Digestif and Kidney Disease (NIDDK) menyebutkan bahwa antara 1980 dan

2009, rata-rata prevalensi GGK di US meningkat mendekati 600%, dari 290 kasus

menjadi 1.738 kasus per juta penduduk. Jumlah kematian pasien GGK juga

menunjukkan kenaikan dari 10.478 pada tahun 1980 menjadi 90.118 pada tahun

2009 (National Kidney and Urologic Diseases Information Clearinghouse, 2012).

Indonesia juga merupakan negara dengan tingkat penderita GGK yang cukup

tinggi. PERNEFRI (Persatuan Nefrologi Indonesia) tahun 2011 melaporkan

bahwa diperkirakan ada 70 ribu penderita gagal ginjal di Indonesia, namun yang

terdeteksi menderita GGK tahap akhir dan menjalani hemodialisis hanya sekitar

4-5 ribu saja. Banyak yang telah menjalani terapi dialisis meninggal dunia karena

mahalnya biaya yang dikeluarkan untuk berobat dan proses dialisis (Fransisca,

2011). Penyakit ginjal kronik menurut Soelaeman merupakan penyakit yang

diderita oleh satu dari 10 orang dewasa. Indonesian Renal Registry tahun 2008

melaporkan jumlah pasien hemodialisis (cuci darah) mencapai 2260 orang dari

2148 orang pada tahun 2007 (ANTARA, 2009). Dinas Kesehatan (Dinkes)
3

Tangerang Selatan tahun 2012 melaporkan bahwa terdapat 170 pasien GGK di

wilayahnya (Dinkes, 2012). Kondisi komorbiditas yang terus berkembang pada

insufisiensi renal kronik berkontribusi terhadap tingginya angka morbiditas dan

mortalitas diantara pasien dengan GGK (Burrows-Hudson, 2005 dalam Smeltzer,

2009).

Terapi yang dilaksanakan pasien GGK untuk menggantikan fungsi ginjal

yang rusak salah satunya adalah terapi hemodialisis. Terapi ini merupakan

prosedur penyelamatan jiwa yang mahal, tidak asing karena paling sering dijalani

oleh pasien GGK, dan suatu tekhnologi tinggi untuk mengeluarkan zat-zat sisa

metabolisme tubuh dan zat-zat toksin di dalam tubuh melalui membran semi

permeabel sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada alat dialiser melalui

proses difusi, osmosis atau ultrafiltrat (Smeltzer, 2001). Lebih dari 70% negara-

negara melaporkan sedikitnya 80% dari pasien menggunakan terapi hemodialisis

(USRDS Annual Report , 2012).

Pasien GGK yang menjalani hemodialisis memiliki permasalahan yang

kompleks terhadap kondisi fisik, psikologis, sosial, ekonomi, dan spiritual pasien

(Farida, 2010). Masalah yang dirasakan pasien pasca hemodialisis seperti

kelemahan, fatigue, bibir kering dan gatal-gatal pada kulit dapat berpengaruh

terhadap fungsi fisik , mental dan mengganggu aktifitas pasien (Curtin, 2002).

Mahalnya biaya yang harus dikeluarkan oleh setiap penderita GGK yang

menjalani terapi ini yakni sekitar Rp 550.000 – Rp 1.000.000 setiap terapi juga

menjadi hal yang patut diperhatikan (PELITA, 2013). Umumnya pasien menjalani

terapi secara rutin 2-3 kali dalam seminggu selama 4-5 jam sepanjang hidupnya

(Smeltzer, 2009). Ketua Perhimpunan Nefrologi Indonesia, Dharmeziar


4

menyatakan bahwa biaya untuk cuci darah saja, rata-rata Rp 50-80 juta per tahun,

tergantung rumah sakitnya (Dianing, 2013). GGK merupakan suatu masalah yang

terus berkembang menjadi masalah kesehatan dengan tingkat morbiditas,

mortalitas dan biaya yang tinggi.

Studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti menemukan adanya

perubahan pada aspek sosialisasi dan fisik pasien dimana pasien mengatakan

jarang keluar rumah karena kondisinya yang lemah. Biaya menjadi masalah yang

berarti buat pasien dan keluarga walaupun terdapat pembiayaan dari pihak lain

yakni Jamkesmas, namun untuk beberapa obat tidak termasuk dalam bantuan

pembiayaan tersebut. Tenaga pelayanan kesehatan juga menyebutkan bahwa

pasien mengatakan sudah mengikuti petunjuk dan saran yang diberikan dokter

kepadanya, namun terdapat komplikasi-komplikasi yang dialami pasien. Sebuah

penelitian melaporkan bahwa pasien yang menjalani hemodialisis akan

mengalami perubahan terhadap gaya hidup, keterbatasan dalam aktifitas/

mobilitas, ketidakmampuan dalam melakukan perjalanan, pembatasan makanan

dan cairan, bergantung kepada orang lain, penurunan kemampuan menolong

orang lain, kehilangan penghasilan, kelemahan, ketidaknyamanan, pasrah

terhadap takdir, dan kematian (Gibson, 1995).

Pasien GGK juga membutuhkan kemampuan dalam perawatan dirinya sendiri

(self-care). Saat ini kemampuan self-care pasien di komunitas telah menjadi

perhatian dunia seiring dengan peningkatan kejadian penyakit kronis di dunia.

Kondisi dari peningkatan biaya pengobatan serta jumlah tenaga edukator yang

tidak cukup juga turut andil menjadi alasan self-care penting ditingkatkan sebagai

upaya meningkatkan kualitas hidup pasien dengan penyakit kronis, keluarga dan
5

komunitas (Taylor & Renpenning, 2011). Orem percaya bahwa setiap individu

memiliki kemampuan natural dalam merawat dirinya sendiri dan perawat harus

fokus terhadap dampak kemampuan tersebut bagi pasien (Orem,1995 dalam

Simmons, 2009).

Penelitian oleh Heirdarzadeh (2010) pada pasien GGK menunjukkan bahwa

78,3% pasien menginginkan kemampuan self-care dan yang paling banyak

diinginkan adalah kemampuan dalam perawatan akses vaskuler sedangkan yang

paling sedikit terkait dengan nutrisi. Penelitian lainnya juga telah melaporkan

bahwa ada hubungan yang langsung dan signifikan antara kemampuan self-care

dengan kualitas hidup, dimensi fisik, psikologis, dan sosial (Heidarzadeh dkk,

2010), terhadap keaktifan dan keefektifan proses perawatan pasien (Curtin &

Mapes, 2001) dan terhadap self efficacy pasien (Bag & Mollaoglu, 2009).

Penelitian lain tentang self efficacy training pada penderita GGK

menunjukkan keefektifan terhadap ketaatan dalam pengaturan intake cairan yang

dapat mempengaruhi fluid weight gain (Joanna Briggs Institute, 2011) dan

responden yang menerima self efficacy training merasa lebih percaya diri terhadap

kemampuannya dan keikutsertaan dalam promosi perilaku kesehatan dan lebih

taat dalam pembatasan intake cairan (Tsay, 2003). Teori kognitif sosial Bandura

menyebutkan bahwa keyakinan self-efficacy mempengaruhi pilihan seseorang

dalam membuat atau menjalankan tindakan yang ingin mereka capai. Keyakinan

ini juga dapat membantu menentukan sejauh mana usaha yang akan dikerahkan

seseorang (Shunk, 1981 dalam Mukhid, 2009).

Uraian tersebut menunjukkan bahwa self-care management pada pasien gagal

ginjal perlu mendapatkan perhatian dari perawat. Orem dalam teorinya


6

menyebutkan bahwa tujuan dari perawat adalah membantu pasien untuk

menemukan perawatan dirinya (self-care) (Basavanthappa, 2007). Mengetahui

kemampuan serta kemauan pasien GGK dalam kaitannya dengan self-care

management membantu serta mendorong mereka secara aktif dalam proses

pengobatan dan meningkatkan kualitas dan kuantitas hidup mereka. Penjelasan di

atas membuat peneliti tertarik untuk melihat gambaran self-care management

pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisis di wilayah

Tangerang Selatan.

B. Rumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Penatalaksanaan pasien GGK tahap akhir adalah terapi penggantian ginjal

yakni dengan transplantasi atau dialisis. Dialisis kemudian menjadi pilihan yang

banyak dijalani oleh pasien. Hal tersebut disebabkan oleh mahal dan sulitnya

menemukan donor ginjal. Terapi tanpa usaha dari diri pasien untuk merawat

dirinya sendiri juga dapat mempercepat keparahan atau penurunan kondisi pasien.

Self-care management pada pasien GGK penting untuk diketahui serta

diperhatikan oleh tenaga kesehatan karena dapat memberikan konstribusi,

dukungan, informasi sesuai dengan kebutuhan pasien, dan berperan serta dalam

melibatkan pasien dan keluarga untuk memelihara kondisi pasien GGK.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan masalah penelitian dalam

bentuk pertanyaan “Bagaimana gambaran self-care management pada pasien

gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisis di wilayah Tangerang

Selatan?”
7

2. Pertanyaan Penelitian

a) Bagaimana gambaran self-care management pada pasien gagal ginjal

kronis yang menjalani terapi hemodialisis di wilayah Tangerang

Selatan?

b) Adakah hambatan yang ditemukan dalam pelaksanaan self-care

management pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi

hemodialisa di wilayah Tangerang Selatan?

c) Bagaimana bentuk dukungan yang diterima oleh pasien gagal ginjal

kronis yang menjalani terapi hemodialisa di wilayah Tangerang Selatan

dan sumber dukungan dalam pelaksanakan self-care management ?

d) Bagaimana gambaran self efficacy pasien gagal ginjal kronis yang

menjalani terapi hemodialisis di wilayah Tangerang Selatan terhadap

self-care management ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran dan

mengeksplorasi self-care management pada pasien gagal ginjal kronis

yang menjalani hemodialisis di Tangerang Selatan.

2. Tujuan Khusus

a) Mengidentifikasi dan mengeksplorasi gambaran self-care management

pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisis di

wilayah Tangerang Selatan.


8

b) Mengidentifikasi hambatan - hambatan yang ditemukan dalam

pelaksanaan self-care management pada pasien gagal ginjal kronis yang

menjalani terapi hemodialisa di wilayah Tangerang Selatan

c) Mengidentifikasi bentuk dan sumber dukungan pasien gagal ginjal

kronis yang menjalani terapi hemodialisa di wilayah Tangerang Selatan

dalam upaya pelaksanakan self-care management.

d) Mengidentifikasi gambaran self efficacy pasien gagal ginjal kronis yang

menjalani terapi hemodialisis di wilayah Tangerang Selatan terhadap

self-care management.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi :

1. Bagi Pelayanan Kesehatan

Sebagai bahan masukan, acuan, dan pertimbangan terhadap keluhan dan

masalah yang dilaporkan pasien dan keluarga terkait penyakitnya sehingga

tenaga kesehatan dapat meningkatkan mutu pelayanan dan menyiapkan

strategi untuk meningkatkan self-care management pasien menjadi lebih

baik serta meningkatkan keterlibatan keluarga dalam mendorong dan

mendukung perilaku self-care pasien.

2. Bagi Masyarakat

Self-care bukan hanya berfokus pada pasien, namun didalamnya terdapat

peran keluarga dan masyarakat sehingga diharapkan dengan penelitian ini

keluarga dan masyarakat memahami pentingnya self-care management


9

bagi pasien dan dapat memberikan dukungan penuh dalam upaya

meningkatkan atau mendorong pelaksanaannya.

3. Bagi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta

Sebagai bahan informasi dan rujukan bagi seluruh mahasiswa di Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam

meningkatkan pengetahuannya mengenai self-care management pada

pasien gagal ginjal kronis.

4. Bagi Peneliti

Menambah pengalaman dalam melakukan penelitian, menjadi acuan untuk

penelitian selanjutnya secara lebih spesifik pada self-care management

pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis dan menambah

wawasan tentang gambaran self-care management pada pasien gagal ginjal

kronis.

E. Ruang Lingkup penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk menggambarkan serta mengeksplorasi self-

care management pada pasien GGK yang menjalani hemodialisis di wilayah

Tangerang Selatan, dilakukan dengan metode penelitian kualitatif dengan

pendekatan fenomenologi untuk memperoleh informasi yang mendalam tentang

self-care management pada pasien. Data diperoleh dengan cara wawancara

mendalam yang berpedoman pada pedoman wawancara dan lembar observasi

(field note) yang dilakukan pada pasien dan keluarga.


10

Fokus penelitian ini adalah pasien GGK yang menjalani hemodialisis dan

berdomisili di wilayah Tangerang Selatan. Partisipan dalam penelitian adalah

pasien GGK yang menjalani hemodialisis dan partisipan pendukungnya adalah

seseorang yang merawat pasien. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Juni

2013 di rumah pasien.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Gagal Ginjal Kronis

1. Definisi

Ginjal merupakan salah satu organ yang penting dalam tubuh manusia.

Ginjal melakukan berbagai fungsi yang ditujukan untuk mempertahankan

homeostasis. Ginjal merupakan jalan penting untuk mengeluarkan berbagai

macam zat-zat sisa metabolisme tubuh selain juga berperan penting dalam

mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit (Sherwood, 2001).

Gagal ginjal kronis (GGK) atau End Stage Renal Disease (ESRD)

didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal mengalami penurunan fungsi

secara lambat, progresif, irreversibel, dan samar (insidius) dimana

kemampuan tubuh gagal dalam mempertahankan metabolisme, cairan, dan

keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi uremia atau azotemia (Smeltzer,

2009). Batas penurunan fungsi ginjal sehingga menimbulkan gejala adalah

sebesar 75-85% dan ketika fungsi ginjal sudah di bawah 25% maka gejala

akan muncul dan terlihat jelas (Fransiska, 2011).

End Stage Renal Disease (ESRD) atau gagal ginjal tahap akhir terjadi

ketika nilai GFR (Glomerulus Filtration Rate) kurang dari 15 mL/min. Pada

poin tersebut terapi penggantian ginjal (dialisis atau transplantasi) sangat

dianjurkan (Smeltzer, 2009). Gagal ginjal terminal terjadi apabila 90% fungsi

ginjal telah hilang (Sherwood, 2001).

11
12

2. Klasifikasi

Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju

Filtration Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73m2

dengan rumus Kockroft – Gault sebagai berikut :

Tabel 2.1

Klasifikasi Gagal Ginjal Kronis dengan rumus Kockroft – Gault

Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1.73m2)

1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal ≥ 90

atau ↑

2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau 60-89

ringan

3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau 30-59

sedang

4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau 15-29

berat

5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis

Sumber : Sudoyo,2006 Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta : FKUI

3. Etiologi

Diabetes dan hipertensi baru-baru ini telah menjadi etiologi tersering

terhadap proporsi GGK di US yakni sebesar 34% dan 21% . Sedangkan

glomerulonefritis menjadi yang ketiga dengan 17%. Infeksi nefritis

tubulointerstitial (pielonefritis kronik atau nefropati refluks) dan penyakit

ginjal polikistik masing-masing 3,4%. Penyebab yang tidak sering terjadi


13

yakni uropati obstruktif , lupus eritematosis dan lainnya sebesar 21 %. (US

Renal System, 2000 dalam Price & Wilson, 2006). Penyebab gagal ginjal

kronis yang menjalani hemodialisis di Indonesia tahun 2000 menunjukkan

glomerulonefritis menjadi etiologi dengan prosentase tertinggi dengan

46,39%, disusul dengan diabetes melitus dengan 18,65%, obstruksi dan

infeksi dengan 12,85%, hipertensi dengan 8,46%, dan sebab lain dengan

13,65% (Sudoyo, 2006).

4. Patofisiologi

Proses perjalanan penyakit, manifestasi klinis dan terapi

penatalaksanaan untuk pasien dengan gagal ginjal kronis dapat dilihat pada

bagan 2.1 dibawah ini :


14
Bagan 2.1

Patofisiologi Gagal Ginjal Kronis menurut Black & Hawks (2005)

Penurunan aliran darah renal, penyakit renal


primer, kerusakan dari penyakit lain, Sumbatan
aliran urin

Penatalaksanaan Transplantasi
masalah yang Ginjal
mendasari

↑ BUN ↓ filtrasi glomerulus ↑ serum kreatinin

Hipertrofi nefron tersisa


Hyponatremia

Ketidakmampuan untuk Kehilangan


Dilute polyuri mengkonsentrasikan urine Na dalam urin

Dialisis
Dehidrasi

Kehilangan fungsi
Kehilangan nefron lebih lanjut ekresi renal
↓ Libido

Gangguan sistem
Reproduksi Infertilitas
Kehilangan
fungsi non
ekresi renal
Penyembuhan
luka tertunda
Gangguan sistem imun

Infection

↑ Produksi lemak Ateroskeloris yang lebih parah

Kadar glukosa darah


Aktifitas insulin melemah tidak teratur

Gagal memproduksi eritropentin Anemia Pallor

Gagal mengubah Osteodistrofi


↓ absorpsi
Kalsium menjadi
bentuk aktif kalsium
Hypokalsemia
15

Sodium
Bicarbonat

↓ eksresi Asidosis metabolik


hidrogen Pengganti
kalsium Vitamin D
Agen pengikat
fosfor

↓ eksresi ↓ absorpsi
Hiperfosfatemia Hipokalsemia
fosfat kalsium

Hiperparatiroidisme

Agen Pengikat
kalium ↓ eksresi kalium

↑ Kalium
Pembatasan
↓ eksresi kalium
Hiperkalemia
Kalium

Pembatasan
cairan Diuretik Gagal
Hipertensi Jantung Edema

↓ reabsorpsi
natrium dalam Retensi
tubulus Air

Lotions
antikonvulsan Bathing

↑ BUN ↑ Kreatinin
Sistem saraf Cenderung
Perubahan terjadi
syaraf perifer pusat
pendarahan
↓ eksresi
sampah Uremia
nitrogen

Pruritus Perubahan rasa


perikarditis
↑ asam urat Protenuria

= Penatalaksanaan = Patologi = Manifestasi Klinis


16

5. Komplikasi

Smeltzer (2001) menyebutkan bahwa komplikasi potensial GGK

memerlukan pendekatan kolaboratif dalam perawatannya yang mencakup :

a. Hiperkalemia akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik,

katabolisme, dan masukan diet yang berlebih.

b. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponade jantung akibat retensi

produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.

c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin-

angiotensin-aldosteron.

d. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang sel darah

merah, pendarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin iritasi oleh

toksin dan kehilangan darah selama hemodialisis.

e. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar

kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D abnormal, dan

peningkatan kadar almunium.

6. Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksanaan pasien GGK adalah untuk

mempertahankan fungsi ginjal yang tersisa dan homeostasis tubuh selama

mungkin serta mencegah atau mengobati komplikasi (Smeltzer, 2001;

Rubenstain dkk, 2007). Terapi konservatif tidak dapat mengobati GGK

namun dapat memperlambat progres dari penyakit ini karena yang dibutuhkan

adalah terapi penggantian ginjal baik dengan dialisis atau transplantasi ginjal.

Lima sasaran dalam manajemen medis GGK meliputi 1) Untuk memelihara


17

fungsi renal dan menunda dialisis dengan cara mengontrol proses penyakit

melalui kontrol tekanan darah (diet, kontrol berat badan dan obat-obatan) dan

mengurangi intake protein (pembatasan protein, menjaga intake protein

sehari-hari dengan nilai biologik tinggi < 50 gr), dan katabolisme

(menyediakan kalori nonprotein yang adekuat untuk mencegah atau

mengurangi katabolisme); 2) Mengurangi manifestasi ekstra renal seperti

pruritus , neurologik, perubahan hematologi, penyakit kardiovaskuler; 3)

meningkatkan kimiawi tubuh melalui dialisis, obat-obatan dan diet; 4)

Mempromosikan kualitas hidup pasien dan anggota keluarga (Black &

Hawks, 2005)

Terapi hemodialisis merupakan prosedur penyelamatan jiwa yang mahal

dan tidak asing bagi pasien GGK karena paling sering dijalani. Terapi ini

merupakan suatu teknologi tinggi dalam terapi penggantian ginjal untuk

mengeluarkan zat-zat sisa metabolisme tubuh dan zat-zat toksin di dalam

tubuh melalui membran semi permeabel sebagai pemisah darah dan cairan

dialisat pada alat dialiser melalui proses difusi, osmosis atau ultrafiltrat

(Smeltzer, 2001). Terapi untuk gagal ginjal kronis secara lebih lanjut dapat

dilihat pada patofisiologi gagal ginjal kronis.

Indikasi dilakukan dialisis ada dua yakni indikasi klinis dan indikasi

biokimiawi. Yang termasuk di dalam indikasi klinis adalah 1) sindrom

uremik berat, misalnya muntah-muntah hebat, kesadaran menurun, kejang-

kejang dan lain sebagainya; 2) overhidrasi yang yang tidak bisa diatasi

dengan pemberian diuretik; 3) edema paru akut yang tidak bisa diatasi dengan

cara lain. Sedangkan indikasi biokimiawi meliputi 1) ureum plasma lebih atau
18

sama dengan 150 mg%; 2) kreatinin plasma sama atau lebih dari 10 mg%; 3)

bikarbonat plasma kurang atau sama dengan 12 meq/L (Bakta & Suastika,

1999).

Masalah yang sering muncul saat pasien hemodialis adalah instabilitas

kardiovaskuler selama dialisis dan sulitnya mendapatkan akses vaskuler

(Rubenstein dkk, 2007). Terdapat lima cara akses ke sirkulasi darah pasien

untuk hemodialisis yakni ; 1) fistula arteriovena ; 2) graft arteriovena ; 3)

shunt (pirai arterovena) eksternal ; 4) kateterisasi vena femoralis ; 5)

kateterisasi vena subklavia (Baradero dkk, 2009).

Komplikasi dari hemodialisis yang dapat terjadi pada pasien meliputi ; 1)

hipotensi merupakan hasil dari pengeluaran secara cepat dari volume darah

(hipovolemia), penurunan cardiac output dan penurunan sistemik

intravaskuler ; 2) Kram otot yang sedikit diketahui penyebabnya namun dapat

dikaitkan dengan hipotensi, hipovolemia, ultrafiltrasi yang tinggi dan

penggunaan larutan sodium rendah dialisis ; 3) kehilangan darah merupakan

hasil dari darah yang tidak keluar secara lengkap dari dializer, tidak sengaja

terpisah dari tubing darah, ruptur membran dialisis, atau pendarahan setelah

melepaskan jarum setelah hemodialisis selesai ; 4) hepatitis, dimana saat ini

angka kejadiannya telah menurun dan The Centers for Disease Control

(CDC) mengupayakan untuk dilakukan vaksinasi untuk semua pasien dan

petugas dalam layanan dialisis (Lewis, 2011).

Depresi dan gangguan tidur terjadi dengan frekuensi yang lebih pada

pasien dengan hemodialisis. Penelitian menunjukkan prevalensi depresi tinggi

yakni 47,8%, insomnia sebesar 60,9%, dan peningkatan resiko sleep apnea
19

(24,6%) pada pasien GGK dan depresi pada caregiver sebesar 31,9% (Rai, et.

al 2001).

7. Perubahan Yang Terjadi pada Pasien GGK

Pasien yang terdiagnosa menderita GGK dan menjalani terapi

hemodialisis mengalami perubahan-perubahan fungsi dari dirinya yang dapat

dilihat dalam tabel dibawah ini :

Tabel 2.2 Perubahan pada pasien GGK

Fungsi fisiologis (Black & Hawk, 2005)

Ketidakseimbangan Pasien dapat mengalami hyponatremia sehingga

eletrolit berefek pada retensi cairan yang berkontribusi

terhadap kondisi hipertensi dan gagal jantung,

hiperkalemia, hipokalsemia dan hiperfosfatemia

dimana kondisi tersebut berkontribusi terhadap

osteomalasia, osteitis fibrosa, dan osteosclerosis.

Perubahan metabolik Peningkatan produk sampah metabolisme protein

yakni BUN dan kreatinin di dalam darah. Kreatinin

serum adalah indikator fungsi ginjal yang paling

akurat. Hipoproteinemia dapat terjadi ketika intake

diet protein tidak adekuat. Peningkatan trigliserida

hampir secara umum dapat ditemukan. Asidosis

metabolik terjadi akibat ketidakmampuan ginjal

mengeksresikan ion hidrogen.


20

Perubahan Efek primer pada gagal ginjal adalah anemia karena

hematologi ginjal tidak mampu memproduksi eritropoentin

sehingga pasien dapat mengalami kelemahan, fatiq

dan intoleransi terhadap dingin.

Perubahan Pasien seringkali mengalami anoreksia, mual,

gastrointestinal muntah, rasa pahit, metallic, dan rasa asin serta

napas seringkali berbau amonia, amis dan berbau

busuk. Stomatitis, parotitis dan gingivitis merupakan

masalah yang sering pada pasien. Konstipasi juga

merupakan masalah umum untuk pasien

Perubahan Kerusakan pada sistem imun membuat pasien mudah

imunologi untuk terinfeksi.

Perubahan Gagal ginjal memiliki efek yang serius pada

metabolisme obat- metabolisme obat. Pasien uremia memiliki resiko

obatan tinggi untuk keracunan obat-obatan karena

perubahan renal dalam farmakokinetik obat-obatan.

Perubahan Komplikasi kardiovaskuler yang paling umum

kardiovaskuler adalah hipertensi. Apabila volume dalam jantung

overload dapat terjadi hepertrofi ventrikuler dan

gagal jantung. Disritmia juga dapat terjadi karena

hiperkalemia, asidosis, hipermagnesium, dan

penurunan perfusi koroner.

Perubahan respirasi Efek dalam sistem respirasi yakni edema pulmonal

akibat cairan yang berlebihan, peningkatan frekuensi


21

napas, dan sesak.

Perubahan Sistem muskuloskeletal merupakan sistem yang

muskuloskeletal terkena dampak lebih awal dan 90% pasien gagal

ginjal mengalami renal osteodistrofi yang dapat

berlanjut pada osteomalasia, osteitis fibrosa,

osteoporosif, dam osteosklerosis. Beberapa pasien

juga mengeluhkan kram otot.

Perubahan Masalah pada kulit merupakan masalah yang

integumen mengganggu kenyamanan pasien. Kulit pasien

menjadi kering karena atropi kelenjar keringatdan

perubahan warna kulit juga terjadi akibat pigmen

urokrom. Pasien juga mengalami pruritus akibat

hiperparatiroidisme sekunder dan deposit kalsium

pada kulit. Rambut dan kuku menjadi tipis dan

rapuh.

Perubahan Neuropati perifer menyebabkan banyak manifestasi

neurologik seperti kaki terasa terbakar, ketidakmampuan

menemukan posisi kaki yang nyaman, perubahan

gaya berjalan, footdrop, dan paraplegi.

Perubahan Pasien wanita dapat mengalami ketidakteraturan

reproduktif menstruasi, terutama amenore dan infertilitas. Pasien

laki-laki melaporkan kondisi impoten akibat faktor

fisik dan psikologis, atropi testicular, oligospermia,

and penurunan motilitas sperma. Keduanya juga


22

melaporkan adanya penurunan libido.

Perubahan endokrin Gagal ginjal juga berefek pada sistem endokrin

seperti insulin dan fungsi paratiroid.

Fungsi psikologis

Ekspresi psikologis yang terjadi dapat berupa sedih, depresi, perasaan

menyesal, gangguan gambaran diri, dan rendah diri. Gambaran ekspresi

psikologis yang dialami tersebut terutama di awal pasien didiagnosa gagal

ginjal dan harus menjalani hemodialisis (Farida , 2010).

Fungsi spiritual

Perubahan ekspresi spiritual yang terjadi pada pasien GGK yang menjalani

hemodialisis berupa rasa syukur, pasrah, dan upaya meningkatkan ibadah

(Farida , 2010).

Psikososial

Perubahan pola interaksi sosial yang terjadi yakni pasien cenderung lebih

banyak bersosialisasi dengan lingkungan sekitar rumah dan untuk interaksi

dengan jarak yang jauh menjadi terbatas. Interaksi baru juga terjadi dengan

sesama pasien yang menjalani hemodialisis. Selain itu terjadi gangguan

fungsi seksual pada pasien dan gangguan mobilitas atau bepergian sehingga

pasien tidak dapat bepergian lebih dari 3-4 hari (Farida , 2010).
23

Ekonomi

Perubahan status ekonomi juga dirasakan oleh pasien dimana kebutuhan

akan keuangan bertambah dengan menjalani hemodialisis walaupun biaya

hemodialisis tidak membayar (dengan dibebankan kepada pihak lain seperti

asuransi atau pemerintah), namun informan mengatakan ada biaya lain yang

harus dikeluarkan setiap bulan yakni untuk obat-obatan yang tidak dijamin,

pemeriksaan laboratorium, atau biaya transportasi dari rumah ke rumah sakit

yang cukup besar (Farida , 2010).

B. Teori Self-Care (Orem) dan Self-Efficacy (Bandura)

1. Teori Self-Care Orem

Individu akan berusaha berperilaku untuk dirinya sendiri dalam

menemukan dan melaksanakan treatment pengobatan untuk memelihara

kesehatan dan kesejahteraan (Taylor & Renpenning, 2011). Hal tersebut

merupakan bagian yang natural dari manusia. Orem percaya bahwa

manusia memiliki kemampuan dalam merawat dirinya sendiri (self-care)

dan perawat harus fokus terhadap dampak kemampuan tersebut (Orem,

1995 dalam Simmons, 2009).

Filosofi dari ilmu keperawatan adalah memandirikan dan membantu

individu memenuhi kebutuhan dirinya (self-care). Salah satu teori self-

care dalam ilmu keperawatan yang terkenal adalah teori self-care Orem.

Orem dalam hal ini melihat individu sebagai satu kesatuan utuh yang

terdiri dari aspek fisik, psikologis, dan sosial dengan derajat kemampuan

untuk merawat dirinya yang berbeda-beda sehingga tindakan perawat


24

berupaya untuk memacu kemampuan tersebut. Individu juga memiliki

kemampuan untuk terus berkembang dan belajar (Asmadi, 2008 ;

Kusnanto, 2003). Orem mendefinisikan keperawatan sebagai seni dimana

perawat memberikan bantuan khusus kepada individu dengan

ketidakmampuannya dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari untuk

perawatan mandiri serta berpartisipasi secara intelegensi dalam perawatan

medis yang diberikan oleh dokter (Swanburg, 2000).

Teori Orem mendeskripsikan peran dari perawat adalah menolong

seseorang dalam ketidakmampuannya dalam melaksanakan self-care.

Tujuan utama sistem Orem ini adalah menemukan kebutuhan self-care

(self-care demand) pasien hingga pasien mampu untuk melaksanakannya

(Orem, 2007 dalam Mosby Dictionary, 2009). Menurut Orem, asuhan

keperawatan diberikan apabila pasien tidak mampu melakukannya, namun

perawat tetap harus mengkaji mengapa klien tidak dapat memenuhinya,

apa yang dapat perawat lakukan untuk meningkatkan kemampuan untuk

memenuhi kebutuhannya secara mandiri dan menilai sejauh mana klien

mampu memenuhi kebutuhannya secara mandiri (Hartweg,1995 dalam

Potter & Perry, 2005).

Teori Orem mengidentifikasi dua set dari ilmu keperawatan yakni

nursing practice science dan foundational sciences. Termasuk di dalam

nursing practice science yakni 1) wholly compensatory dimana perawat

membantu penuh ketidakmampuan total pasien dalam melakukan aktivitas

self care ; 2) partially compensatory dimana perawat membantu

ketidakmampuan sebagain pasien dalam melakukan aktifitas self care ; 3)


25

supporting-educative dimana perawat membantu pasien untuk membuat

keputusan dan memiliki kemampuan dan pengetahuan. Dan termasuk di

dalam foundational sciences adalah self-care, self care agency, dan human

assistance (Basavanthappa, 2007 ; Tomey & Alligood, 2006).

Teori orem ini dikenal dengan sebagai Self-Care Deficit Theory yang

terdiri atas tiga teori terkait , yaitu :

a. Theory of self-care dimana mendeskripsikan tentang mengapa dan

bagaimana seseorang merawat diri mereka sendiri.

b. Theory of self-care deficit dimana mendeskripsikan dan menjelaskan

mengapa seseorang dapat dibantu dalam perawatan dirinya di

keperawatan.

c. Theory of nursing system dimana mendeskripsikan dan menjelaskan

hubungan yang diciptakan perawat untuk dimiliki dan dipelihara

oleh pasien. (Tomey & Alligood, 2006 ).

Self-care didefinisikan sebagai aktifitas praktek seseorang untuk

berinisiatif dan menunjukkan dengan kesadaran dirinya sendiri untuk

memelihara kehidupan, fungsi kesehatan, melanjutkan perkembangan

dirinya, dan kesejahteraan dengan menemukan kebutuhan untuk

pengaturan fungsi dan perkembangan (Orem, 2001 dalam Alligood &

Tomey, 2010). Self-care agency merupakan kompleks yang akan

mempengaruhi seseorang untuk bertindak dalam mengatur fungsi dan

perkembangan dirinya (Orem, 2001 dalam Alligood & Tomey, 2010).

Nursing agency terdiri atas perkembangan kemampuan seseorang yang

terdidik sebagai perawat yang berwenang untuk merepresentasikan diri


26

mereka sebagai perawat dalam kerangka hubungan interpersonal yang sah

untuk bertindak, mengetahui dan menolong seseorang untuk menemukan

kebutuhan perawatan diri yang terapeutik (therapeutik self-care demand)

dan mengatur perkembangan dan latihan dari self-care agency mereka

(Alligood & Tomey, 2010).

Basic conditioning factors adalah faktor yang mempengaruhi nilai

dari self care demand , self-care agency dan nursing agency. Sepuluh

faktor yang telah teridentifikasi meliputi umur, jenis kelamin, status

perkembangan, status kesehatan, pola kehidupan (pattern of living), faktor

sistem pelayanan kesehatan, faktor sistem keluarga, faktor sosial budaya,

ketersediaan sumber, dan faktor eksternal lingkungan (Alligood & Tomey,

2010, Muhlisin & Indarwati, 2010). Jika dilakukan secara efektif, upaya

perawatan diri dalam memberikan kontribusi bagi integritas struktural

fungsi dan perkembangan manusia (Asmadi,2008).

Area hemodialisis merupakan salah satu area praktik keperawatan

untuk mengaplikasikan teori self-care Orem ini dimana aplikasi ini akan

sesuai karena penting sekali untuk pasien untuk aktif terlibat dalam

perawatan dirinya. Tujuan utama praktek keperawatan adalah untuk

membantu pasien menyiapkan diri untuk berperan serta secara adekuat

dalam perawatan dirinya dengan cara meningkatkan outcome pasien dan

kualitas hidup. Sebagai perawat, kita dapat melakukan hal tersebut dengan

membentuk hubungan saling percaya antara perawat dan pasien,

menyediakan dukungan dan pendidikan kesehatan, memperbolehkan

pasien mengontrol beberapa situasi dengan berpartisipasi dalam


27

pengambilan keputusan, dan mendorong pasien untuk aktif berpartisipasi

dalam tretmen hemodialisis (Simmons, 2009).

Self-care management pada pasien GGK yang menjalani

hemodialisis merupakan usaha positif pasien untuk menemukan dan

berpartisipasi dalam pelayanan kesehatan mereka untuk mengoptimalkan

kesehatan, mencegah komplikasi, mengontrol gejala, menyusun sumber-

sumber pengobatan, meminimalisir gangguan dalam penyakit yang dapat

mengganggu kehidupan yang mereka sukai (Curtin & Mapes, 2001). Yang

termasuk didalamnya menurut Richard (2009) meliputi :

a) Pembatasan cairan

Ukuran pembatasan cairan dapat diukur dengan Interdialytic Weight

Gain (IDWG) atau berat yang diperoleh selama dialisis. IDWG

dipengaruhi oleh ukuran tubuh, volume urin output, apa yang pasien

minum, intake natrium, adanya riwayat diabetes melitus (DM

mempengaruhi intake cairan karena hiperglikemia menstimulasi haus),

kontrol gula darah, cuaca, dan self efficacy (kepercayaan diri pasien

dalam mengatur pembatasan cairan). Perspektif pasien dalam

kaitannya dengan pembatasan cairan menunjukkan bahwa mereka

memiliki perasaan negatif tentang diri mereka sendiri dan kemampuan

mereka dalam mengatur pembatasan cairan seperti rasa malu, hilang

kepercayaan diri, dan memiliki kemampuan yang kecil di dalam dalam

mengaturnya.
28

b) Pengaturan diet

Self-care management pada diet pasien GGK penting untuk

mempertahankan status nutrisi dan keseimbangan elekrolit. Yang

penting diperhatikan dalam hal ini adalah kepatuhan terhadap program

diet yang telah ditentukan karena program tersebut telah disusun

dengan tepat sesuai dengan kondisi ginjal serta kecukupan kalori dan

nutrisi yang diperlukan tubuh pasien yang menderita GGK. Penelitian

melaporkan walaupun pasien memiliki pengetahuan tentang diet dan

komplikasi jika tidak mematuhi program tersebut , mereka tetap tidak

mengikuti program diet yang telah ditetapkan itu. Faktor-faktor yang

positif berhubungan dengan self-care management pada diet yaitu usia

lanjut, wanita, dan self efficacy yang baik. Sedangkan faktor-faktor

yang tidak berkaitan adalah lamanya waktu hemodialisis, edukasi,

social support, dan kadar serum pottasium.

c) Pengobatan

Pasien GGK yang menjalani hemodialisis selain menjalani treatmen

tersebut mereka biasanya mengkonsumsi banyak macam obat. Banyak

hal terkait dengan obat yang perlu diketahui oleh pasien mengingat

banyaknya jumlah obat seperti tentang waktu minum masing-masing

obat, jumlah obat yang diminum, dosisnya, jenisnya, untuk apa saja

obat-obatan tersebut, dan efek dalam tubuh pasien.

d) Akses vaskuler

Akses vaskuler merupakan jalan keluar masuknya darah pasien saat

pelaksanaan treatmen hemodialisis. Penting juga untuk melakukan


29

perawatan akses tersebut secara mandiri mengingat bahwa akses ini

akan selalu digunakan pasien untuk hemodialisis. Selain itu beberapa

hal yang tidak boleh dilakukan pada daerah akses vaskuler (lengan

cimino) juga penting dijelaskan pada pasien seperti tidak boleh

dilakukan pengukuran darah atau mengakat benda berat, dan lakukan

latihan meremas-remas bola untuk mempertahan akses vaskuler tetap

baik.

e) Perspektif pasien tentang self-care management

Penelitian melaporkan bahwa untuk mendapatkan pelayanan yang

terbaik pasien akan fokus dalam mengatur hubungan mereka dengan

dokter dan layanan kesehatan (Cutin & Mapes, 2001). Penelitian lain

menunjukkan bahwa pasien merasa diet dan pembatasan cairan tidak

perlu untuk mereka dan termasuk peraturan yang kaku dimana ketika

mereka mematuhinya maka mereka dikategorikan patuh dan apabila

tidak mengikutinya dikategorikan tidak patuh (Krespi dkk, 2004).

Mengetahui perspektif pasien tersebut penting dalam upaya memahami

apa yang dihendaki oleh pasien serta strategi yang dapat dilakukan

untuk pasien agar pasien dapat mengikuti treatmen yang telah

ditetapkan.

2. Teori Self Efficacy Bandura

Penelitian terhadap pasien gagal ginjal kronis yang menjalani

hemodialisis menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara

self-care agency dengan self efficacy dimana peningkatan dari self-care


30

agency dibarengi dengan peningkatan self efficacy begitu pula sebaliknya

(Bağ & Mollaoğlu, 2010). Bandura mendefinisikan self efficacy sebagai

penilaian diri seseorang atas kemampuannya untuk merencanakan dan

melaksanakan tindakan yang mengarah pada pencapaian tujuan tertentu.

Bandura menggunakan istilah self efficacy ini sebagai keyakinan (beliefs)

seseorang tentang kemampuannya untuk mengorganisasikan dan

melaksanakan tindakan untuk pencapaian hasil (Bandura, 1997 dalam

Mukhid, 2009).

Efek keyakinan terhadap self efficacy pada proses kognitif bentunya

bervariasi. Kebanyakan perilaku diatur oleh pemikiran sebelumnya

terhadap tujuan personal yang ingin diwujudkan. Pengaturan tujuan

personal ini dipengaruhi oleh penilaian diri akan kemampuannya.

Keyakinan self-efficacy yang kuat membuat seseorang mengatur tujuan

yang terbaik dalam diri mereka. Keteguhan mereka terhadap hal tersebut

merupakan komitmen untuk mereka. Keyakinan diri terhadap efficacy juga

memegang peranan kunci dalam pengaturan motivasi diri seseorang

(Bandura, 1991 dalam Bandura 1993).

Persepsi seseorang yang tinggi terhadap efficacy dapat berdampak

pada kesiapan dan pelaksanaan usaha yang berbeda (Bandura, 1982).

Perasaan efficacy yang kuat meningkatkan kecakapan seseorang dan

kesejahteraannya karena seseorang yang memiliki self efficacy yang tinggi

membuat perasaannya tenang dan memandang tugas-tugas yang sulit

sebagai tantangan untuk ditangani dan bukan ancaman untuk dihindari

(Mukhid, 2009). Dalam beberapa survey dari self efficacy dalam bidang
31

kesehatan menunjukkan hubungan yang kuat antara self efficacy dan

progres dari perubahan perilaku dan upaya pemeliharaan kesehatan.

Pendekatan untuk mengukur self efficacy menurut Bandura yakni dengan

menanyakan tentang persepsi atau keyakinan terhadap perilaku tertentu

dapat dilaksanakan dan menanyakan seberapa kuat keyakinannya tersebut

(Strecher dkk, 1986)


32

C. Nursing Care Plan


Tabel 2.3 Nursing Care Plan

Nursing diagnosis Readines for Enhanced Self Health Management


As evidence by choices of daily living are appropriate for meeting goals (e.g treatment, prevention), describes reduction
of risk factors, expresses desire to manage the illness (e.g treatment, prevention of sequelae), expresses little difficulty
with prescribed regimens, no enexpected acceleration of illnes symptoms
Intervention (NIC) Outcome (NOC)
Health Education Adherence Behavior
 Identify internal or external factors that may enhance or reduce motivation for healthy  Ask health related questions........
behavior  Seeks health information from variety of
 Determine personal context and social-cultural history of individual, family, or target sources........
group  Uses reputable health information to develop
 Assist individuals, families, and communities in clarifying health beliefs and values strategies........
 Identify characteristics of target population that affect selection of learning strategies  Weight risks/benefits of health behavior........
 Prioritize identified learner needs based on client preference, skills of nurse, resources  Provide rationale for adopting a health
available, and likelihood of successful foal attainment behavior........
 Formulate objectives for health education program  Uses strategies to eliminate unhealthy
 Identify resources (e.g., personnel, space, equipment, money, etc.) needed to conduct behavior........
program  Uses strategies to optimaze health........
 Consider accessibility, consumer preference, and cost in program planning  Uses health care services congruent with
Strategically place attractive advertising to capture attention of target audience need........
 Develop educational materials written at a readability level appropriate to target  Performs activities of daily living consistent
audience with energy and tolerance........
 Teach strategies that can be used to resist unhealthy behavior or risk taking rather than  Performs self-screening........
33

Intervention (NIC) Outcome (NOC)


give advice to avoid or change behavior  Describes rationale for deviating from a health
 Keep presentation focused and short and beginning and ending on main point regiment........
 Use group presentation to provide support and lessen threat to learners experiencing
similar problems or concern as appropriate Measurement Scale
 Use peer leaders, teachers, and support group in implementing programs to groups less 1= Never demonstrated
likely to listen to health professionals or adults (i.e. adolescent) as appropriate 2= Rarely demonstrated
 Use lectures to convey the maximum amount of information when appropriate 3= Sometimes demonstrated
 Use group discussions and role-playing to influence health beliefs, attitudes and values 4= Often demonstrated
 Use demonstration/return demonstrations, learner participation and manipulation of 5= Consistently demonstrated
materials when teaching psychomotor skills
 Use computer-assisted instruction, television , interactive video, and other technologies
to convey information
 Use teleconferencing, telecommunications, and computer technologies to distance
learning
 Involve individuals, families, and groups in planning and implementing plans for
lifestyle or health behavior modification
 Determine family , peer and community support for behavior conducive to health
 Utilize social and family support and family support system to enhance effectiveness
of lifestyle or health behavior modification
34

Nursing diagnosis Ineffective Self Health Management


Related factor complexity of health care system, complexity of therapeutic regiment , decisional conflict, deficient
knowledge, economic difficulties, excessive demands made (e.g individual, family), family conflict, family patterns of
health care, inadequate number of cues to action, perceived barriers, seriousness, benefits, and susceptibility,
powelessness, regimen, social support deficit as evidence by failure to include treatment regimen in daily living and to
take action to reduce risk factors, ineffective choice in daily living for meeting health goals, report desire to manage the
illness, report difficulty with prescribed regimens.
Intervention (NIC) Outcome (NOC)
Self Efficacy Enhancement Compliance Behavior
 Explore individual`s perception of his/her capability to perform the desired  Accepts diagnosis........
behavior  Seeks reputable information about diagnosis ........
 Explore individual`s perception of benefits of executing the desired behavior  Discusses prescribed treatment regiment with health
 Identify individual`s perception of risks of not executing the desired behavior professional ........
 Identify barriers to changing behavior  Performs treatment regimen as prescribed ........
 Provide information about the desired behavior  Keep appointments with health professional ........
 Assist individual to commit to a plan of action for changing behavior  Report changes in symptomps to health professional
 Reinforce confidence in making behavior changes and taking action ........
 Provide an environment supportive to learning knowledge and skills needed to  Modifies treatment regiment as directed by health
carry out the behavior professional........
 Use teaching strategies that are culturally and age-appropriate (e.g., games,  Monitor medication therapeutic effects ........
computer assisted instruction, or conversation maps)  Perform self-screening whe directed ........
 Model/demonstrate desired behavior Perform activities of daily living as prescribed........
 Engage in role play to rehearse behavior  Seeks external reinforcement for performance of
 Provide positive reinforcement and emotional support during the learning health behavior........
35

Intervention (NIC) Outcome (NOC)


process and while implementing the behavior
 Provide positive reinforcement and emotional support during the learning Measurement Scale
process and while implementing the behavior 1= Never demonstrated
 Provide opportunities for mastery experiences (e.g., successful implementation 2= Rarely demonstrated
of the behavior) 3= Sometimes demonstrated
 Use positive persuasive statements regarding the individual`s ability to carry out 4= Often demonstrated
the behavior 5= Consistently demonstrated
 Encourage interaction with other individuals who are successfully changing their
behavior (e.g., support group or group education participation)
 Prepare individual for the physiologic and emotional states that may be
experienced during initial attempts to carry out a new behavior

D. Penelitian Terkait
Tabel 2.4 Penelitian Terkait
Judul Penulis Metode Penelitian Hasil Penelitian

Pengalaman Self-Care Wahyu Hidayati Kualitatif dengan Hasil penelitian menunjukkan baiknya pemahaman informan

Berdasarkan Teori Orem & Kiki Wahyuni pendekatan tentang penyakit ginjal kronik dan hemodialisis melalui pemahaman

pada Pasien Penyakit Ginjal (2012) fenomenologis informan akan pengalaman riwayat dahulu, masalah psikologis yang

Kronik yang Menjalani Jurnal Nursing dialami informan seperti stress dan masalah ketidakberdayaan

Hemodialisis Studies setelah vonis, namun bagaimana


36

Judul Penulis Metode Penelitin Hasil Penelitian

mekanisme koping terhadap hal tersebut tidak dijelaskan, dan faktor

penghambat dalam mempertahankan kondisi tubuh yakni faktor

ekonomi, faktor mental, dan pengelolaan asupan cairan dan nutrisi

pada pasien GGK, namun untuk faktor pendukung tidak dijelaskan.

Upaya dan strategi yang dilakukan informan terkait self-care tidak

dijelaskan.

The Evaluation of Self-Care E. Bağ , & Kuantitatif melalui Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang positif antara

and Self-Efficacy in Patients Mollaoğlu M. deskriptif survey self care agency dengan self efficacy pasien gagal ginjal

Undergoing Hemodialysis (2010) kronis yang menjalani HD dimana kenaikan pada self care agency

Journal of maka self efficacy pasien juga akan mengalami peningkatan.

Evaluation in Didapatkan pula adanya hubungan antara self-care agency dengan

Clinical Practice pendidikan, status pekerjaan, tingkat pendapatan, dan frekuensi HD.

Sementara itu terdapat hubungan pula antara self efficacy dengan

umur, status pekerjaan, tingkat pendapatan dan frekuensi HD.


37

Judul Penulis Metode Penelitian Hasil Penelitian

Relationship Between M. Heidarzadeh , Kuantitatif cross- Hasil penelitian melaporkan bahwa 78,3% pasien menginginkan

Quality of Life and Self-Care Atashpeikar S., & sectional kemampuan self care. Kemampuan self care yang paling banyak

Ability in Patients Receiving Jalilazar T. diinginkan adalah perawatan akses vaskuler (arteriovenous) dan

Hemodialysis (2012) yang paling sedikit diinginkan yakni terkait nutrisi. Penelitian juga

Iranian Journal of menunjukkan adanya hubungan yang langsung dan signifikan antara

Nursing and kualitas hidup pasien gagal ginjal terminal yang menjalani

Midwifery hemodialisa dengan kemampuan self-care. Selain itu ditemukan

Research pula hubungan yang langsung dan signifikan antara kemampuan

self-care dengan dimensi fisik, psikologi dan sosial.

Pengalaman Klien Anna Farida Kualitatif dengan Hasil penelitian menunjukkan pengalaman hidup pasien gagal ginjal

Hemodialisa Terhadap (2010) pendekatan kronis yang menjalani hemodialisa terhadap kualitas hidup mereka

Kualitas Hidup Dalam UI Journal fenomenologis didapatkan lima tema yaitu perubahan pemenuhan kebutuhan dasar,

Konteks Asuhan kualitas spiritual yang meningkat, kualitas fisik dan psikologis

Keperawatan di RSUP menurun, puas akan pelayanan keperawatan, kebutuhan akan


38

Judul Penulis Metode Penelitian Hasil Penelitian

Fatmawati Jakarta dukungan sosial. Dari hal tersebut menunjukkan adanya perubahan

secara fisik, psikologis, sosial, ekonomi dan spiritual.

Self-Management of Joanna Briggs Randomized Intervensi psikososial seperti intervensi terhadap self-efficacy

Hemodialysis for End Stage Institute Controlled Trials (program training individu terstruktur) efektif dalam mengontrol

Renal Disease (2011) peningkatan berat badan. Partisipasi pada pasien dalam program

pemberdayaan efektif untuk meningkatkan level empowerment, self

care self efficacy, dan untuk menurunkan level depresi. Terapi

kelompok psikososial merupakan metode yang efektif

meningkatkan kepercayaan diri dalam self-care. Program edukasi

dan support telah menunjukkan keefektifan dalam dalam

meningkatkan kemampuan psikososial dan performance dalam

aktivitas sehari-hari. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa

intervensi tersebut dapat efektif baik dalam bentuk individu atau

grup.
39

E. Kerangka Teori Self-Care Management Pasien GGK Basic Conditioning Factors :


Teori self efficacy  Gambaran Self-Care dan Self Efficacy Umur , Jenis kelamin, Status
Bandura (Bandura (1982)  Hambatannya perkembangan, Status kesehatan, Orientasi
 Sumber Dukungan sosial budaya, Sistem perawatan kesehatan
(diagnostik, penatalaksanaan modalias),
Sistem keluarga, Pola hidup , Lingkungan,
Ketersediaan sumber (Orem, 2001)
Self-care

(Orem, 2001) Perubahan pada :

(Black & Hawks,


2011)
Basic
Self-care agency
Conditioning Self-care demands  Fisiologis
Factors (Orem, 2001)
(Orem, 2001)
Farida (2010)

 Psikologis
 Spiritual
Deficit  Sosial
 ekonomi

Basic
Conditioning Nursing Agency Gagal Ginjal
(Orem,2001) Kronis
Factors

Bagan 2.2 Kerangka Teori

Modifikasi dari Orem (2001) dalam Alligood & Tomey (2010), Black & Hawks (2011), Farida (2010), Bandura (1982)
BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep

Tinjauan pustaka yang telah diuraikan diatas menunjukkan gambaran self-

care management pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi

hemodialisa perlu di ketahui dan diteliti sehingga dapat diketahui langkah-

langkah, tindakan ataupun edukasi yang perlu diberikan perawat kepada pasien

gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisis agar memiliki kualitas dan

kuantitas hidup yang lebih baik. Di bawah ini dijelaskan mengenai kerangka

konsep yang akan dilakukan peneliti di wilayah Tangerang.

Bagan 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Self-Care Management pasien GGK yang Menjalani Hemodialisis

 Gambaran Self-Care dan Self Efficacy,


 Hambatannya
 Sumber Dukungan

B. Definisi Istilah

1. Self-care management pasien GGK didefinisikan sebagai usaha positif

yang pasien lakukan untuk mengatur dan berpartisipasi dalam perawatan

kesehatan dirinya dalam mengoptimalkan kesehatan, mencegah

komplikasi, mengontrol gejala, menyusun sumber medis, dan

meminimalkan gangguan dari penyakit dalam kehidupan mereka (Curtin

40
41

& Mapes, 2001) serta usaha untuk mengimplementasikan regimen

terapeutik pengobatan dalam aktifitas sehari-hari pasien sebagai upaya

dalam merawat dirinya sendiri beserta self efficacy dalam pelaksanannya

(penilaian diri pasien terhadap kemampuannya dalam merawat dirinya

sendiri), hambatannya serta sumber dan bentuk dukungan yang dimiliki

pasien.

2. Pasien Gagal Ginjal Kronis (GGK) atau End Stage Renal Disease (ESRD)

didefinisikan sebagai pasien yang memiliki kondisi dimana ginjalnya

mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif, irreversibel dan

samar (insidius) dimana kemampuan tubuhnya gagal dalam

mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit

sehingga terjadi uremia atau azotemia (Smeltzer, 2009).

3. Terapi hemodialisis merupakan suatu teknologi tinggi untuk terapi

penggantian fungsi ginjal dalam mengeluarkan zat-zat sisa metabolisme

tubuh dan zat-zat toksin di dalam tubuh melalui membran semi permiabel

sebagai pemisah darah dan cairan dialisat dengan alat dialiser, melalui

proses difusi, osmosis atau ultrafiltrat (Smeltzer, 2001)


BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan

pendekatan fenomenologi yang bertujuan untuk menafsirkan fenomena tentang

respon keberadaan manusia dengan latar yang alamiah dengan metode

wawancara, pengamatan, dan pemanfaatan dokumen (Denzin & Lincoln, 1987

dalam Moleong, 2013). Desain penelitian kualitatif menurut Moleong (2013)

merupakan penelitian yang bermaksud memahami fenomena yang dialami oleh

subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dal lain-lain,

secara holistik dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada

suatu kompleks alamiah. Pendekatan fenomenologis berusaha memahami

makna dari pengalaman dari perspektif partisipan/informan dimana mereka

memperkenalkan bahwa banyak cara yang berbeda untuk menginterpretasikan

pengalaman yang sama dan tidak pernah berasumsi bahwa peneliti mengetahui

apa makna hal tersebut bagi mereka. Peneliti menghargai adanya pengalaman

yang bervariasi dan kompleks tersebut (Emzir, 2012).

Melalui pendekatan ini diharapkan peneliti dapat menggali informasi

secara mendalam tentang gambaran self-care management dan self efficacy

pasien gagal GGK yang menjalani hemodialisis.

B. Partisipan Penelitian

Pemilihan partisipan penelitian ini melalui teknik purpossive sampling

dengan prinsip kesesuaian (appropriateness) dan kecukupan (adequancy).

42
43

Kesesuaian (appropriateness) dimana sesuai dengan kriteria yang sudah

ditetapkan peneliti yakni :

1. Partisipan Utama

Partisipan utama merupakan pasien GGK yang memenuhi kriteria sebagai

berikut :

a. Pasien GGK yang berdomisili di wilayah Tangerang Selatan dan sedang

menjalani terapi hemodialisis

b. Dapat berkomunikasi dengan baik

c. Bersedia menjadi partisipan dengan menandatangani lembar inform

consent

d. Kooperatif menjadi partisipan dalam penelitian

2. Partisipan Pendukung

a. Keluarga partisipan (anggota keluarga yang selalu terlibat dalam proses

perawatan pasien)

Partisipan yang dibutuhkan dalam penelitian kualitatif menurut Lincoln

dan Guba (1985) tidak dapat ditentukan spesifik sebelumnya. Penentuan

jumlahnya dilakukan saat peneliti mulai memasuki lapangan dan selama

penelitian berlangsung. Penambahan partisipan dapat terjadi dan dihentikan

manakala datanya sudah jenuh atau telah terjadi saturasi data dimana data dari

partisipan sudah tidak memberikan informasi baru untuk peneliti (Sugiyono,

2010). Dalam penelitian ini wawancara mendalam dilakukan pada 8 orang

partisipan utama yakni 7 orang laki-laki dan 1 orang perempuan. Wawancara

juga dilakukan kepada partisipan pendukung dari masing-masing partisipan

utama yakni suami/istri mereka.


44

C. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Tangerang Selatan. Wawancara

mendalam dilakukan di rumah masing-masing partisipan yang telah disarankan

oleh Puskesmas Ciputat Timur, Pisangan, dan Puskesmas Benda Baru. Waktu

penelitian terkait pengumpulan data dilaksanakan mulai Mei 2013 hingga Juni

2013.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri, cara

mendapatkan hasil yang baik tergantung pada peneliti dalam mengelola atau

memperdalam suatu data. Instrumen tambahannya meliputi :

1. Pedoman wawancara mendalam (indepth interview) dengan menggunakan

alat pencatat dan alat perekam. Wawancara mendalam dilakukan oleh

peneliti dengan partisipan utama dan pendukung.

2. Catatan Lapangan

Catatan lapangan untuk mencatat hal-hal penting terkait ekspresi yang

ditunjukkan pasien saat wawancara dan perilaku yang ditunjukkan pasien

saat wawancara seperti saat gugup, cemas dan lainnya.

E. Sarana Penelitian

Sarana penelitian yang digunakan adalah alat-alat tulis, buku untuk

mencatat, alat perekam, surat izin penelitian dan lembar inform consent dan

persetujuan menjadi partisipan.


45

F. Teknik Pengumpulan Data

1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Mei 2013 sampai Juni

2013. Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti sendiri dengan metode

wawancara mendalam yang berpedoman pada pedoman wawancara dan

direkam dalam alat perekam.

2. Tahap pengumpulan Data

a. Tahap Persiapan Pengumpulan Data

Sebelum melakukan pengumpulan data, peneliti mengurus izin

penelitian kepada Dinkes Tangerang Selatan, selanjutnya surat izin

diteruskan kepada pihak Puskesmas baik Ciputat Timur, Pisangan dan

Benda Baru, kemudian mencari rumah masing-masing partisipan

sekaligus bertemu dengan partisipan utama dan pendukung untuk

melakukan inform consent dan menjelaskan tujuan serta manfaat dari

penelitian ini.

b. Tahap Pelaksanaan Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menemui partisipan yang

telah disarankan oleh pihak Puskesmas. Peneliti melakukan inform

consent dan pengenalan diri kepada partisipan utama dan pendukung,

selanjutnya membuat kontrak waktu untuk wawancara dengan

partisipan dan meminta nomor yang bisa dihubungi untuk membuat

janji terlebih dahulu. Wawancara mendalam dilakukan terhadap

partisipan maupun pendukung sesuai dengan kontrak waktu yang telah


46

disepakati. Pengambilan data atau proses wawancara mendalam

dilaksanakan mulai Mei hingga Juni 2013.

Wawancara menurut Moleong (2013) adalah percakapan dengan

maksud dan untuk maksud tertentu dimana peneliti dan partisipan

berhadapan langsung (face to face) untuk mendapatkan informasi

secara jelas yang dapat menjelaskan masalah penelitian. Peneliti

menggunakan jenis wawancara semi struktur yaitu wawancara

mengajukan beberapa pertanyaan dengan leluasa namun berdasarkan

pada pedoman wawancara yang telah disiapkan agar wawancara tidak

menyimpang jauh. Pertanyaan dapat muncul secara spontan dengan

perkembangan situasi dan kondisi ketika melakukan wawancara.

Melalui teknik ini diharapkan terjadi komunikasi langsung, luwes,

fleksibel serta terbuka, sehingga informasi yang didapatkan lebih

banyak dan luas.

Field & Morse (1985) dalam Holloway & Wheeler (2010)

menyatakan bahwa wawancara mendalam dapat dilakukan dalam kurun

waktu satu jam. Rata-rata peneliti membutuhkan waktu untuk

wawancara mendalam yakni setengah jam hingga satu jam. Saat

wawancara peneliti harus tetap memperhatikan kondisi dan ekspresi

yang ditunjukkan partisipan sehingga peneliti dapat mengetahui dimana

saat peneliti harus mengakhiri wawancara. Frekuensi pertemuan dengan

partisipan bergantung pada situasi dan kondisi partisipan, serta

kebutuhan peneliti dalam proses wawancara. Pengamatan pada sikap

dan ekspresi selama proses wawancara juga dilakukan yang dicatat


47

pada buku catatan sebagai penguat data, serta untuk cross check data

dan memperkaya informasi.

G. Teknik Analisis Data

Menurut Banonis (1989) dalam Streubert (2003) analisa data bertujuan

untuk melindungi keunikan dari pengalaman hidup partisipan saat mengizinkan

suatu fenomena yang dipahami untuk diteliti. Data yang diperoleh pada

penelitian kualitatif diolah secara kualitatif naratif. Menurut Burns & Grove

(2004) tahapan analisa data yang dilakukan meliputi :

Bagan 4.1
Teknik Analisis Data

Hasil wawancara dibuat ke dalam


transkrip wawancara

Membaca kembali transkrip wawancara


hingga memahami isi wawancara

Reduksi data / proses memilih data


kasar atau data fokus Coding : mencari data spesifik dan
diberikan nama kategori
Reflective remarks
Analisis Data Marginal remarks
Memoing
Mengembangkan hipotesa tentang
Display Data hubungan yang dapat diformulasikan
Cognitive Mapping dalam proporsi sementara

Drawing and Verifying Conclusions


Counting: Memaparkan data yang
seringkali diucapkan dan merupakan
pokok dari data

Deskripsi lengkap laporan hasil data


Deskripsi yang detail dari informan,
setting, dan pengamatan dan pengalaman
lingkungan dimana data dikumpulkan.
48

H. Validasi Data

Limcoln dan Guba (1985) dalam Polit, Beck and Hungler (2001)

mengusulkan empat kriteria untuk menyusun kepercayaan dan kualitas

penelitian kualitatif karena lebih baik dalam mencerminkan asumsi-asumsi

penting yang dilibatkan dalam banyak penelitian kualitatif.

1. Kredibilitas

Kredibilitas menguraikan fokus penelitian dan menunjukkan kepercayaan

diri terhadap kebenaran data dan bagaimana data diproses dan dianalisis

dengan baik sesuai dengan fokus yang dimaksudkan (Polit & Hunger, 1999

dalam Granehim & Lundman, 2003). Cara yang dapat dilakukan dalam

penelitian ini adalah dengan melibatkan teman sejawat untuk berdiskusi,

memberikan masukan dan kritik dari awal proses hingga hasil penelitian

(Bungin, 2008)

2. Transferabilitas

Hasil penelitian kualitatif memiliki standar transferabilitas tinggi bilamana

para pembaca laporan penelitian memperoleh gambaran dan pemahaman

yang jelas tentang konteks dan fokus penelitian (Bungin, 2008). Untuk

memfasilitasi hal tersebut maka sangat berarti apabila hasil penelitian dapat

memberikan deskripsi yang jelas dan nyata dari budaya dan konteks,

penyeleksian dan karakteristik partisipan, kumpulan data, dan proses

analisis (Granehim & Lundman, 2003).

3. Dependabilitas

Polit & Hunger (1999) dalam Granehim & Lundman (2003) menyatakan

bahwa salah satu teknis untuk mencapai reliabilitas adalah dengan


49

melibatkan seorang auditor eksternal untuk melakukan audit dan menelaah

hasil penelitian secara keseluruhan. Dalam hal ini auditor eksternal yang

dapat dilibatkan adalah pembimbing dari peneliti baik pembimbing I dan II

untuk mereview seluruh hasil penelitian.

4. Konfirmabilitas

Konfirmabilitas sama halnya dengan objektifitas dan kenetralan dari data

dimana hal tersebut merujuk pada objektifitas pada tingkat kemampuan

hasil penelitian dapat di konfirmasi orang lain dan disetujui relevansi atau

maknanya. Setelah melakukan penelitian, seseorang dapat melakukan audit

yang menguji pengumpulan data dan prosedur analisis dan membuat

penilaian tentang kemungkinan distorsi dan bias (Emzir, 2012; Polit, Beck

& Hungler, 2001).

Dalam penelitian ini peneliti melakukan validasi data dengan kembali

kepada partisipan utama untuk mengkonfirmasi tranksrip wawancara

mendalam yang telah peneliti susun dan berdiskusi dengan teman sesama

mahasiswa maupun dosen pembimbing tentang hasil wawancara mendalam.

I. Etika Penelitian

Penelitian yang dilakukan sudah medapatkan persetujuan dari Dinas

kesehatan Tangerang selatan serta Puskesmas tempat partisipan berdomisili.

Menurut Wasis (2008) etika yang perlu diperhatikan oleh peneliti adalah

sebagai berikut :
50

a. Otonomi

Pasien memiliki kebebasan untuk memilih bersedia atau tidak menjadi

pertisipan dalam suatu penelitian. Pasien bebas untuk menandatangani

atau tidak lembar inform consent dari peneliti. Inform consent adalah suatu

bentuk persetujuan dimana partisipan telah menerima dan mendapatkan

keterangan yang jelas mengenai penelitian yang dilakukan, tujuan, dampak

dan manfaat yang diperoleh serta jaminan kerahasiaan dalam penelitian

tersebut. Peneliti tidak boleh memaksakan partisipan untuk terlibat dalam

penelitian jika dirinya menolak untuk terlibat.

b. Beneficence

Perawat selalu mengupayakan agar segala tindakan yang diberikan kepada

pasien mengandung prinsip kebaikan (Promote Good) dalam batas-batas

hubungan terapeutik antara perawat dan pasien. Penelitian yang dilakukan

dimana melibatkan pasien sebagai partisipan diharapkan juga mengadung

prinsip untuk kebaikan partisipan, guna mendapatkan suatu metode atau

konsep yang baru untuk kebaikan partisipan dan pasien lainnya .

c. Nonmaleficence

Karena mayoritas penelitian keperawatan menggunakan subyek manusia

(pasien) maka penting halnya untuk memastikan keselamatan dan

keamanan pasien. Penelitian yang dilakukan sebaiknya tidak mengadung

unsur yang berbahaya dan merugikan pasien sebagai partisipan, lebih-

lebih mengancam nyawa pasien.

d. Confidentiality
51

Peneliti wajib merahasiakan data-data yang sudah dikumpulkan. Sangat

dianjurkan untuk tidak menyebutkan identitas partisipan dan mengekspos

jawaban dari partisipan. Hal ini dimaksudkan agar partisipan tidak

dirugikan karena dirinya merasa terekspos untuk khalayak ramai. Apabila

diperlukan untuk mengekspos identitas pasien maka peneliti harus

mendapatkan persetujuan dari partisipan dan peneliti harus menghargai

hak-hak dari partisipan.

e. Veracity

Proyek penelitian yang dilakuakan hendaknya dijelaskan secara jujur

tentang manfaat, efeknya, dan apa yang akan didapat partisipan yang

terlibat di dalamnya karena partisipan berhak mengetahui maksud dari

penelitian.

f. Justice

Dalam penelitian keperawatan baik model pemberian intervensi atau tidak,

sebaiknya peneliti tetap mengedepankan upaya untuk memperlakukan

partisipan penelitian secara adil (justice).


BAB V

HASIL PENELITIAN

Bab ini menguraikan hasil penelitian yang telah dilakukan kepada

delapan partisipan melalui proses analisis data dari hasil wawancara mendalam

yang telah dilakukan dan ditemukan tema-tema yang selanjutnya dideskripsikan

oleh peneliti pada hasil penelitian berikut ini. Penyajian hasil penelitian meliputi

pemaparan gambaran umum wilayah penelitian yakni wilayah Tangerang Selatan,

gambaran karakteristik partisipan utama meliputi inisial, umur, jenis kelamin,

agama, pendidikan, pekerjaan, dan lama hemodialisis, dan gambaran karakteristik

partisipan pendukung meliputi inisial, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,

dan pekerjaan, serta pemaparan hasil penelitian yakni deskripsi gambaran self-

care management pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis di

wilayah Tanggerang Selatan. Penyajian hasil penelitian akan diuraikan dalam

bentuk naratif berikut ini :

A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian

Kota Tangerang Selatan merupakan daerah otonom yang terbentuk pada

akhir tahun 2008 berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2008 tentang

pembentukan Kota Tanggerang Selatan di Provinsi Banten tertanggal 26

November 2008. Pembentukan daerah otonom baru tersebut merupakan

pemekaran dari Kabupaten Tanggerang bertujuan meningkatkan pelayanan

dalam bidang pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan serta dapat

memberikan kemampuan dalam pemanfaatan potensi daerah. Kota Tanggerang

Selatan terletak di bagian timur provinsi Banten yaitu pada koordinat 106’38’ –

52
53

106’47’ BT dan 06’13’30 – 06’22’30 LS dan secara administratif terdiri dari 7

kecamatan, 49 kelurahan, dan 5 desa dengan luas wilayah 147,19 Km2 atau

14,719 Ha. Hasil Sensus penduduk BPS Kota Tanggerang Selatan jumlah

penduduk Kota Tanggerang selatan adalah 1.290.322 jiwa. Penduduk berjenis

kelamin laki-laki sebesar 652.281 jiwa dan perempuan 638.041 jiwa. Data

menurut Dinas Kesehatan (Dinkes) Tangerang Selatan menunjukkan pasien

gagal ginjal kronis di wilayah tersebut berjumlah 170 orang.

B. Hasil Penelitian

1. Karakteristik Partisipan

Dalam penelitian ini partisipan dibagi menjadi dua yaitu partisipan utama

dan partisipan pendukung. Partisipan utama adalah pasien GGK yang

sedang menjalani terapi hemodialisis dan berdomisili di wilayah Tangerang

Selatan. Partisipan pendukung adalah seseorang yang terlibat secara penuh

dalam proses perawatan pasien GGK dan mengetahui keseharian pasien.

a. Partisipan Utama

Peneliti melakukan wawancara mendalam kepada delapan partisipan

utama yang berumur antara 35-63 tahun dengan rata-rata umur pasien 44

tahun dan telah menjalani hemodialisis selama kurun waktu 6 bulan hingga

7 tahun. Delapan partisipan utama dalam penelitian ini terdiri atas 7

partisipan laki-laki dan satu partisipan perempuan yang berdomisili di

beberapa wilayah di Tangerang Selatan dan beragama Islam. Wawancara

mendalam dilakukan di rumah masing-masing partisipan dengan

sebelumnya menjelaskan maksud dan tujuan peneliti serta memberikan


54

lembar inform consent sebagai lembar persetujuan menjadi partisipan..

Karakteristik dari masing-masing partisipan utama dalam penelitian ini akan

diuraikan sebagai berikut :

Tabel 5.1 Karakteristik Partisipan Utama

Inisial Umur Pekerjaan Pendidikan Lama Frekuensi


(Th) Terakhir Hemodialisis HD
(seminggu)
Pensiunan
Tn. Pi
63 Karyawan SLTA 1 Tahun 2 kali
(P1)
Tekstil
Pensiunan
Tn.Ah
53 Karyawan SLTA 2 Tahun 2 kali
(P2)
Pariwisata
Kepala
Tn. As
63 Kelurahan PGA 6 Bulan 3 kali
(P3)
Pensiunan 1 Tahun 3
Tn. Am
44 Sopir Pribadi SMEA Bulan 2 kali
(P4)
Sopir
Tn. Si
47 Angkutan SD 2 Tahun 2 kali
(P5)
Umum
Karyawan
Tn. Za
47 Lepas STM 7 Tahun 2 kali
(P6)
Pensiunan dari
Tn. Ma
59 perkapalan STM 3 Tahun 2 kali
(P7)
(PPD)

Ibu Rumah
Ny. Sm
35 Tangga SMA 5 Tahun 2 kali
(P8)

Keterangan : *P = Partisipan
55

b. Partisipan Pendukung

Partisipan pendukung dalam penelitian ini adalah seseorang yang terlibat

penuh dalam perawatan dan mengetahui keseharian partisipan. Partisipan

pendukung dalam penelitian ini adalah pasangan (suami/istri) dari masing-

masing partisipan utama dan seluruhnya beragama Islam. Wawancara yang

dilakukan adalah untuk memverifikasi gambaran self-care management

yang telah diuraikan oleh masing-masing partisipan dengan tujuan untuk

memperkaya informasi dalam penelitian ini.

Tabel 5.2 Karakteristik Partisipan Pendukung

Inisial Umur Pekerjaan Pendidikan Keterangan


(Th) Terakhir
Ny. SY 58 IRT SMA Istri P1

Ny. SA 40 IRT SMK Istri P2

Ny. H 56 Ketua PKK SMA Istri P3

Ny. A 42 IRT SMP Istri P4

Ny. ED 39 IRT SD Istri P5

Ny. S 42 IRT SMA Istri P6

Ny. Mu 57 IRT SLTA Istri P7

Tn. R 38 Wiraswasta SMEA Suami P8

Keterangan : *P = Partisipan

2. Hasil Analisa Data

Berdasarkan analisa data dari transkrip wawancara partisipan didapatkan

gambaran self-care management pasien GGK yang menjalani hemodialisis

di wilayah Tangerang Selatan meliputi self-care dalam aspek pemenuhan


56

kebutuhan fisik, kondisi psikologis, dan spiritual mereka yang akan

diuraikan sebagai berikut :

a. Pemenuhan Kebutuhan Fisik

Aspek pemenuhan kebutuhan fisik pada self-care management

partisipan merupakan bentuk self-care management terkait upaya

pemeliharaan dan pemenuhan kebutuhan fisik mereka sesuai dengan

regiment terapeutik pengobatan yang dianjurkan oleh tenaga medis. Aspek

pemenuhan kebutuhan fisik ini meliputi : 1) Pengaturan nutrisi; 2)

Pengaturan intake cairan; 3) Regiment pengobatan; 4) Perawatan akses

vaskuler; 5) Aktifitas istirahat/tidur dan olahraga yang dapat dilihat pada

bagan di bawah ini :

Kategori Sub Tema Tema

Pengaturan
Nutrisi

Pengaturan Intake
Cairan

Regiment
Pemenuhan
Pengobatan Self-care
Kebutuhan
Management
Fisik
Perawatan Akses
Vaskuler

Aktifitas
Istirahat/Tidur dan
Olahraga

Bagan 5.1 Self-care management terkait aspek pemenuhan kebutuhan fisik


57

1) Pengaturan Nutrisi

Enam dari delapan partisipan utama mengungkapkan bahwa self-

care management berupa upaya mereka dalam mengatur asupan nutrisi

(makanan) yang mereka konsumsi. Pengaturan nutrisi ini terkait dengan

makan teratur, makan sesuai empat sehat, mencuri-curi makan makanan

yang dilarang, menghindari makanan tinggi kalium, menghindari

makanan yang membuat sesak, menghindari buah kecuali pepaya,

makan buah dengan jumlah terbatas, menghindari buah belimbing dan

pisang, menghindari buah yang asam dan berserat, menghindari sayuran

seperti timun, kangkung dan bayam, makan tidak berpantang atau

bebas, porsi makan berkurang, menghindari makanan berlemak dan

protein, dan makan makanan padang (bersantan). Pengaturan nutrisi

klien meliputi apa saja yang dimakan dan dihindari serta dibatasi oleh

klien baik dari sayuran dan buah-buahan. Pengaturan makan pada

pasien GGK dengan hemodialisis dapat dilihat pada bagan berikut ini :
58

Sub Kategori Kategori Sub Tema Tema

Makan dengan teratur

Makan sesuai 4 sehat

mencuri-curi
makanan yang
dilarang

Menghindari makanan
tinggi kalium

menghindari makanan
yang membuat sesak

menghindari makan buah


kecuali pepaya

Pemenuhan
Makan buah dengan Pengaturan Self-care
Kebutuhan
jumlah terbatas Nutrisi Management
Fisik

menghindari buah
belimbing dan pisang

Menghindari buah yang


asam dan berserat

menghindari sayuran
seperti timun,
kangkung dan bayam

makan tanpa
pantangan atau bebas

menghindari makanan
berlemak dan protein

Makan makanan
padang (bersantan)

Bagan 5.2 Pengaturan Nutrisi


59

Berikut ungkapan-ungkapan partisipan mengenai self-care

management terkait dengan pengaturan nutrisi :

“......Ya kalau misalnya ibu memaksakan untuk makan ya Bapak


makan. Ya bagaimana ya..??? merawat ya makanan aja, jadi
makanannya itu empat sehat aja. Kalau bapak yang dilarang, bapak
gak makan. ya tapi kadang-kadang bapak suka beli. Beli, kadang-
kadang nanas, makan bapak, nyuri-nyuri lah. kalau disiplin banget kan
bapak nanti bukan malah gemuk, kurus malahan. Bapak malah gak
kuat HD Yang kalium tinggi bapak gak pernah makan.”(P1)

“.......Makan sih apah ajah saya makan, nggak ada pantangan apalagi
kalo makan, apah ajah saya makan, kecuali yang pernah saya makan
itu nyesek saya berenti.....”(P2)

“....Makan tu dari dr. A makan buah nggak boleh, kecuali pepaya.


Makan saya hanya pagi sarapan, siang, malem nggak makan nasi,
udah makan yang lain, makan ubi, makan tales, roti-roti. (P5)

“.........makan juga mantang emang. Seperti sayuran itu timun,


kangkung saya nggak makan udah. buah..buah-buahan itu paling
pepaya lah...paling ini sepotong lah sekali untuk pencernaan saya.
Kalau buah saya sudah sama sekali enggak. Paling pepaya lah. Nggak
berani..Karna bukannya ini .badan timbulnya nggak enak gitu makan
buah.” (P4)

'Buah nggak boleh terlalu banyak, boleh sedikit-sedikit ajah. ya kalo itu
yah makan....Belimbing apalagi nggak sama sekali Kalo belimbing
nggak boleh. Sayuran bayem itu sama sekali nggak boleh. Kalo makan
sayur itu kuahnya jangan terlalu banyak. Air juga itu. Melinjo juga
nggak boleh Dari makannya kalo masak sendiri maunya yang aneh-
aneh, maunya makannya padang gitu..” (P5)

“.....makannya harus teratur.... apa yang disarankan dokter........Apa


yang disarankan dokter harus kita taati. Misalkan dokter nggak boleh
makan ini..boleh makan tapi jangan terlalu berlebihan. Kaliumnya kita
harus jaga juga. Buah-buahan juga ada yang harus kita jaga juga..”
(P6)

“Yah ngerawat biasa-biasa ajah, dikurangi.....makan gitu aja. Yah


banyak yah yang nggak bisa dimakan......Susu, yang lemak-lemak,
daging..pokoknya yang enak-enak lah. Protein-protein, pisang ajah
nggak boleh. Yang boleh cuman makan pepaya ama melon sedikit juga
boleh. Takutnya begah, kembung”(P7)
60

2) Pengaturan Intake Cairan

Semua partisipan utama mengungkapkan bahwa self-care

management mereka termasuk dalam pengaturan intake cairan mereka

sehari-hari. Partisipan mengungkapkan bahwa pengaturan intake cairan

atau minum mereka terbatas. Strategi yang mereka lakukan dalam

mengatur minum yang terbatas dilakukan dengan beberapa cara seperti

membatasi minum dengan satu gelas kecil yang sama dan

menggunakan sedotan kecil saat minum, membatasi minum dengan

menggunakan botol berukuran 300 cc, membatasi minum dengan

menggunakan botol 600 cc, mengurangi intake cairan dari sayur

berkuah, IDWG yang terukur dan memiliki kebiasaan minum teh

hangat di pagi hari. Namun ada juga partisipan yang mengungkapkan

bahwa dirinya sudah tidak membatasi minumnya lagi karena merasa

tidak sanggup jika minumnya dibatasi. Beberapa partisipan juga

mengungkapkan strategi dalam mengatasi haus atau rasa panas akibat

pembatasan cairan yakni dengan menurunkan suhu tubuh melalui

mandi atau berkumur. Pengaturan pengaturan intake cairan pada pasien

GGK dengan hemodialisis dapat dilihat pada bagan berikut ini :


61

Sub Kategori Kategori Sub Tema Tema

membatasi minum dengan


cara satu gelas yang sama
dan menggunakan sedotan

membatasi minum
namun tidak terukur

mebatasi minum
dengan menggunakan
botol berukuran 300 cc

membatasi minum
dengan menggunakan
botol ukuran 600 cc
Pengaturan Pemenuhan
Kebutuhan Self-care
Mengurangi intake Intake
Fisik Management
cairan dari sayur Cairan
berkuah

Tidak sanggup
membatasi minum

kebiasaan minum teh


hangat saat pagi hari

IDWG yang terukur

Menurunkan suhu
tubuh dengan mandi
dan berkumur

Bagan 5.3 Pengaturan Intake Cairan

Berikut ini ungkapan-ungkapan partisipan mengenai self-care

management terkait dengan pengaturan intake cairan :

“....tempatnya satu. Jadi gak banyak tempat. Jadi misalnya kalau gelas
ini ya gelas ini. Bapak gelas ini terus sih (menunjukkan gelas). cara
minumnya juga....caranya bapak minumnya dalam satu gelas saja. Satu
tempat ajah. ya kira-kira 600 cc lah. Yaitu bapak caranya disedot pake
sedotan aqua gelas ya tiga sedot cukup lah. Tiga kali sedotan berapa
62

sih isinya...? jadi bapak pakai sedotan ajah , isinya juga berapa banyak
sih. Kalau misalnya minumnya langsung ditenggak itu ya banyak. Tapi
bapak kan naiknya rata-rata 2 kilo berarti kan gak kelebihan air.
Dilihat dari berat awal dan akhir saja pada waktu HD Senin Kamis
Senin Kamis..kenaikan rata-ratanya 2 kg. Nggak pernah banyak. 2
kg...2,5 lah paling banyak.......”(P1)

“....Cuman pas kena yah apa boleh buat, 2 gelas tapi itu pun saya
nggak yakin dengan dua gelas itu, karena saya masih minum obat 3
kali sehari. Kadang pas makan saya nggak minum, minum
obatnya...eeee minumnya itu pas mau minum obat, saya minum habis
segelas, bisa segelas setengah. Maka saya nggak yakin dengan 2 gelas
air tu saya nggak yakin.Saya lebih dari itu pasti....bisa 3 gelas mah
ada. 3-4 gelas. Kalo udah ada sayurnya umpamanya yang berkuah
jangan kalo bisa air ininya jangan terlalu banyak......”(P2)

“.......minum yah teratur gitu. Cuman emang tidak terlalu banyak


minumnya. Sehari jadi satu botol. Kalo perlu yah dikurangi lah kalo
nggak yah perut bisa (mempergakan perut membuncit) sesak napas.
kalau saya itu kalau pagi tuh minum teh manis, trus selanjutnya yah
satu botol aqua (600 cc) itu lah. Itu sampe sore lah...sampe malem lah.
Kalau sekarang ini saya ingin menjaga kondisi saya. Cuman kalau
minumnya terlalu banyak yah cepet anu sesak napas.”(P4)

“........minumnya juga harus di jaga terutama minumnya harus air putih


aja.. Sewaktu-waktu kita harus minum air manis..teh manis untuk
menjaga kondisi tubuh supaya bisa fokus. Takaran minum paling
banyak itu 1,5 liter, dalam tempo 3 hari harusnya.” (P6)

“....dikurangi minum ... gitu aja. Kalau boleh minum tuh paling banyak
sehari itu sedikit, sebotol ..segelas itu lah (menunjuk ke gelas
taperware) sehari...kalau boleh, kalau sanggup. Tapi saya nggak
sanggup.”” (P7)

Partisipan pendukung juga mengungkapkan bahwa self-care

management dalam pembatasan intake cairan merupakan prioritas

utama yang harus diperhatikan seperti diungkapkan sebagai berikut :

”Yah paling cuman dia jaga minum. Yang nomer satu itu jaga minum.
Minumnya jangan banyak. Kalau minumnya banyak yah dia sesak
napas.” (Suami P8)
63

Satu partisipan mengungkapkan strategi yang dilakukan untuk

mengatasi haus akibat pembatasan cairan yakni dengan berkumur dan

mandi untuk menurunkan suhu tubuhnya seperti diungkapkan seperti

berikut ini :

“Bapak kalau misalnya ngilangin haus bapak kumur dulu. Kalau gak
mandi. Awalnya mandi terus kumur pakai air secukupnya. Jadi kalau
udah gak haus lagi kan gak mau minum banyak. Kan kalo mau minum
banyak itu kan pas kalau haus....kan minumnya pasti
ditenggak.........”(P1)

“....Kadang jam 3 malam mandi kalau lagi panas. Kalo lagi gerah jam
3 sebelum adzan udah mandi. Mandinya lihat situasi ajah. Karena
kurang minum bisa 6 kali sehari, mandi guyur..guyur udah, kalo lagi
panas. Kan minumnya sedikit. Tengah malam kan karena panas karena
minumnya sedkit, keringat nggak ada kan panas yah mandi.”(P8)

3) Regiment Pengobatan

Dua dari delapan partisipan utama mengungkapkan bahwa self-

care management mereka termasuk mengikuti regiment pengobatan

dari tenaga medis terkait terapi hemodialisis, program diet, dan

pembatasan cairan. Berikut merupakan ungkapan partisipan mengenai

self-care management terkait dengan regiment pengobatan :

“yah itu..sesuai dengan dokter aja, menjalankan sesuai dengan


petunjuk dokter, udah gitu ajah. Kalau saya uraikan nggak cukup satu
buku. Yah saat ini kan sedang menjalani cuci darah, yah itu
dilaksanakan. Sesuai dengan anjuran dokter cuci darah seminggu 3
kali, selasa, kamis, jum’at. Makan itu dari dr. A makan buah nggak
boleh, kecuali pepaya, minum satu botol itu sehari, nggak boleh lebih
dari itu. ”(P3)
64

4) Perawatan Akses Vaskuler

Semua partisipan utama mengungkapkan bahwa self-care

management mereka juga berfokus pada usaha untuk merawat akses

vaskuler mereka. Tujuh dari delapan partisipan menggunakan akses

vaskuler cimino dan satu partisipan menggunakan akses vena femoral

dikarenakan akses ciminonya sudah tidak berfungsi sejak 7 tahun yang

lalu. Partisipan utama mengungkapkan beberapa cara yang mereka

lakukan untuk merawat dan mempertahankan akses vaskuler cimino

mereka baik dengan latihan meremas-remas bola, memeriksa desiran,

tidak mengangkat benda berat dan terjepit ataupun tertindih.

Perawatan akses vaskuler yang dilakukan pasien gagal ginjal kronis

dengan hemodialisis dapat dilihat pada bagan berikut ini :

Sub Kategori Kategori Sub Tema Tema

Latihan meremas-remas
bola/ mengepal-ngepalkan
tangan
Perawatan
Akses
Memeriksa desiran Vaskuler
Cimino

Tidak mengangkat
benda berat
Pemenuhan
Self-care
Kebutuhan
Cimino tidak terjepit atau Management
Fisik
tertindih

Merawat bekas
Perawatan akses
tusukan, minum
vaskuler femoral
obat dan herbal

Bagan 5.4 Perawatan Akses Vaskuler


65

Empat dari tujuh partisipan utama dengan akses vaskuler cimino

mengungkapkan cara merawat akses vaskuler dengan latihan meremas-

remas bola dan mengepal-ngepalkan tangan seperti diungkapkan

sebagai berikut :

“Bapak agak latihan ajah,.........nah itu bapak sering latihan pakai bola
terus. Jadi ciminonya agak gerak. Jadi gerak, agak membesar.
Getarannya jadi agak besar karena latihan..pakai bola ajah gini
(gerakan meremas-remas bola), pake bola tensi gitu. Jadi disini
getarannya ada terus, jangan sampe ilang.”(P1)

“Saya latihan ini...meremas-remas bola. Hari ini nggak saya bawa


bolanya..biasanya pas lagi nggak ada gini saya latihan remes-remes
bola aja.”(P3)

“Ohh, itu si kata susternya harus sering latihan begini (mempraktekkan


dengan mengepal-ngepalkan tangan), supaya denyut nadinya itu
kenceng, kalau disininya pelan (menunjukkan nadi brakhialis) ya
disininya (tempat cimino) ya lemes.”(P4)

Empat partisipan utama juga mengungkapkan hal-hal yang perlu

dihindari untuk mempertahankan akses vaskuler cimino mereka yakni

tidak mengangkat sesuatu yang berat dan mengangkat barang dengan

berat lebih dari 3 kg seperti diungkapkan sebagai berikut :

“Nggak boleh ngangkat yang berat-berat Yah..pokoknya nggak boleh


ngangkat yang berat-berat itu aja.......Kalo nggak ngangkat yang berat-
berat bisa bertahan lama. Bisa sampai beberapa tahun gitu lah kalo
kata dokter. Mungkin dijaga di rawat nggak boleh ngangkat yang
berat-berat.” (P2)

“Nggak boleh bawa berat-berat,.......”(P5)

”Eee...nggak boleh ngangkat lebih dari 3 kg, kalo ngangkat lebih dari
3 kg dia mati, desirannya nggak ada, hilang. Kalau masih ada
desirannya masih berfungsi dia.” (P7)

“................Nggak boleh ngangkat berat.” (P8)


66

Hal lain yang juga perlu dilakukan sebagai upaya untuk merawat

akses vaskuler cimino yakni menjaga agar cimino tidak ketidihan atau

terjepit seperti yang diungkapkan oleh dua partisipan sebagai berikut :

“Perlu dihindari jangan sampe ketindihan. Kalo tidur kan bisa ituh
ketindihan, makanya harus hati-hati jangan sampe ketindihan.”(P1)

”Nggak ada...hanya jangan mengangkat yang berat, kejepit,


ketindih..kalo ketindih itu kan ketahan. Itu nggak boleh ketindih lah
ama ngangkat nggak boleh”(P7)

Partisipan utama dengan akses vaskuler vena femoral

mengungkapkan cara perawatan akses vaskuler yang dilakukan yakni

dengan menjaga kesehatan dan kebersihan bekas tusukan serta dengan

minum obat yang bagus seperti diungkapkan berikut ini :

“Bekas tusukannya yah kalau kita rajin merawatnya daripada


kesehatan dan kebersihannya saya rasa baik kondisinya, minum obat
yang bagus.............”(P6).

5) Aktifitas Istirahat/Tidur dan Olahraga

Satu dari delapan partisipan utama mengungkapkan bahwa self-

care management mereka termasuk dalam aktivitas istirahat/tidur yakni

dengan tidur malam dengan cukup dan teratur seperti diungkapkan

dengan kalimat berikut :

“....................tidur malem juga harus teratur................cukup bapak


tidurnya. 5 jam.”(P6)

Selain istirahat/tidur hal lain yang juga menjadi bagian dari self-

care management yakni olahraga yang diungkapkan oleh empat

partisipan utama. Olahraga yang dilakukan oleh partisipan utama

meliputi olahraga tangan yakni mengerak-gerakkan tangan, olahraga


67

jalan kaki, olahraga yang tidak melelahkan, berjalan di halamaan

seperti diungkapkan sebagai berikut :

“........Jadi olahraganya olahraga tangan ajah. Tapi kadang kan bapak


gini (menggerak-gerakkan tangan) tegang, jadi bapak jalan ajah untuk
melatih persendian..........”(P1)

“.........kita bisa berolahraga taroh lah seminggu sekali...Jalan kecil


aja........ 5 bulan kesinilah saya baru olahraga seminggu sekali.”(P2)

“Olahraga paling jalan bolak balik di depan rumah.”(P3)

“Olahraganya jangan terlalu capek, olahraganya saya hanya berkebun


dan jalan..bekerja. tapi dengan aktifitas yang ringan. Jangan terlalu
capek,..............”(P6)

b. Kondisi Psikologis

Aspek kondisi psikologis pada self-care management pasien GGK

merupakan bentuk self-care management dari segi psikologis mereka.

Aspek kondisi psikologis pada self care management pasien GGK meliputi

self efficacy dalam pelaksanaan self-care management, kepatuhan dan

ketidakpatuhan terhadap regiment pengobatan, koping maladaptif (putus

asa), dan banyak aktifitas yang dapat dilihat pada bagan di bawah ini :
68

Sub Kategori Kategori Sub Tema Tema

Mampu
Self Efficacy
Belum mampu dalam
pelaksanaan self-
Ada yang care management
mampu dan ada
yang tidak

Pengaturan
Nutrisi
Kepatuhan
Pembatasan Cairan terhadap
regiment
pengobatan
Keteraturan minum
obat

Ketidakdisiplinan
dalam pengaturan
Kondisi Self-Care
nutrisi dan
Psikologis Management
makanan pantangan

Ketidakmampuan
dalam membatasi Ketidakpatuhan
minum terhadap
regiment
pengobatan
Ketidakteraturan
dalam minum obat

Keputusaan Koping
terhadap Maladaptif (Putus
keadaan Asa)

Memperbanyak Banyak
aktifitas aktifitas

Bagan 5.5 Self-care management terkait aspek kondisi psikologis


69

1) Self Efficacy dalam Pelaksanaan Self-Care Management

Enam dari delapan partisipan utama mengungkapkan bahwa

mereka memiliki kemampuan terkait self-efficacy dalam melaksanakan

self-care management. Mereka mengungkapkan bahwa mereka mampu

dalam merawat diri mereka sendiri seperti diungkapkan sebagai berikut

“Mampu...Buktinya saya bisa HD sendiri, gitu........”(P2)

“Mampu lah..pelan-pelan mah”(P5)

“Mampu (dengan tegas dan lugas)......mampu (tersenyum).........Kalau


kita masih mampu merawat diri kita sendiri, bersyukurlah kepada
Tuhan..kepada Allah............”(P6)

”Yah mampu lah..gimana nggak mampu...nggak mampu yah udah, mau


bilang apa lagi. Di mampu-mampu in. Yah cuci darah begini.”(P7)

”Yah mau..nggak mau..abis gimana..hehe(tertawa).Yah harus mampu


lah.”(P8)

Satu partisipan dari delapan partisipan utama mengungkapkan

bahwa dirinya belum mampu dalam pelaksanaan self-care management

karena masih membutuhkan orang lain seperti diungkapkan sebagai

berikut :

“Belum mampu lah kalo sekarang. Saya masih membutuhkan ibu


juga.”(P3)

Satu partisipan utama juga mengungkapkan bahwa dirinya dalam

pelaksanaan self-care management merasa ada yang mampu dan ada

yang tidak mampu dilakukan seperti yang diungkapkan berikut ini:

“Yah mungkin ada yang mampu ...ada yang tidak mampu. Yang
ringan-ringan tuh mampu, kalau berat yah nggak mampu misalnya
sekarang saya berangkat ke rumah sakit jalan sendiri yah nggak
70

mampu selain itu kan juga takut juga. Ibu juga nggak tega ngelepasin
saya. Kalau bapak maunya yah mandiri. Maunya ke rumah sakit
sendiri maunya.” (P1)

2) Kepatuhan terhadap Regiment Pengobatan

Partisipan utama juga mengungkapkan tentang kepatuhan mereka

terhadap regiment nutrisi/diet, pembatasan cairan, dan pengobatan.

Empat partisipan utama mengungkapkan bahwa mereka mematuhi

regimen nutrisi/diet dan pembatasan cairan sesuai dengan anjuran

tenaga medis. Mereka mengungkapkan tentang makanan-makanan yang

mereka harus hindari, buah-buahan yang diperbolehkan, menjaga

asupan makanan yang mengandung kalium dan protein. Berikut

ungkapan kepatuhan partisipan utama terhadap regimen nutrisi/diet :

“...................makan juga mantang emang. Seperti sayuran itu timun,


kangkung saya nggak makan udah. Buah-buahan itu paling pepaya
lah...paling ini sepotong lah sekali untuk pencernaan saya. Kalau buah
saya suah sama sekali enggak......Karna bukannya ini...badan
timbulnya nggak enak gitu makan buah.”(P3)

“..........Misalkan dokter nggak boleh makan ini, boleh makan tapi


jangan terlalu berlebihan......... Kaliumnya kita harus jaga juga. Buah-
buahan juga ada yang harus kita jaga juga, yah terutama buah-buahan
yang asem trus yang berserat itu nggak boleh. Kita harus makan
makanan yang misalnya buah terutama pepaya aja yang kita makan,
itu juga porsinya nggak boleh banyak-banyak hanya spasi’.’ Spasi’ itu
sepotong. Nanti kalo dia kebanyakan kan nanti airnya mengendap di
jantung.” (P6)

“Susu, yang lemak-lemak, daging..pokoknya yang enak-enak lah.


Protein-protein, pisang ajah nggak boleh. Yang boleh cuman makan
pepaya ama melon sedikit juga boleh. Takutnya begah, kembung.” (P7)

Terkait dengan kepatuhan terhadap pembatasan cairan partisipan

utama mengungkapkan bahwa intake cairan atau minum mereka kurang


71

lebih 6 cc setiap hari dengan strategi dan cara mereka masing-masing.

Satu partisipan utama membagi minumnya menjadi 3cc untuk pagi

hingga sore dan 3 cc untuk sore hingga pagi keesokan hari. Satu

partisipan utama mengatur minumnya menjadi 1,5 liter untuk 3 hari.

Berikut ungkapan-ungkapan partisipan utama terkait pembatasan cairan

“Ini cuman 3 cc dari magrib sampe pagi yah segini , dari pagi sampe
sore., dari subuh sampai sore yah segini . Menurut kita kurang tapi itu
kan anjuran dokter juga. Nggak boleh banyak air. Ntar kalo banyak air
ginjalnya nggak kuat...nggak kuat bekerjanya.” (P3)

“Kalau saya itu kalau pagi tuh minum teh manis, trus selanjutnya yah
satu botol aqua itu lah. Itu sampe sore lah...sampe malem lah. Kalau
sekarang ini saya ingin menjaga kondisi saya. Cuman kalau minumnya
terlalu banyak yah cepet anu sesak napas .”(P4)

“Takarannya paling banyak itu 1,5 liter, dalam tempo 3 hari harusnya.
minumnya segitu (1,5 L untuk 3 hari) karena kita udah nggak
mengeluarkan air seni..ya kan. Jadi kita harus minumnya segitu. Nanti
kalo kita lebih dari segitu misalnya bisa 4 atau 3 nanti perut kita akan
buncit (memperagakan bentuk perut buncit) dan bengkak kayak kaki
gini (menunjuk pada kaki). Karena tidak mengeluarkan cairan.”(P6)

Empat partisipan mengungkapkan bahwa mereka teratur dalam

minum obat seperti yang sudah diresepkan oleh dokter. Mereka

mengungkapkan bahwa diri mereka rutin dan teratur minum obat serta

tidak berhenti minum obat seperti diungkapkan berikut ini :

“Yah minumnya teratur....... saya nggak pernah mutus obat


..........”(P4)

“Teratur...teratur itu ketika kita diresepkan sama dokter itu obat darah
tinggi harus minum 1 hari 3 kali , minum 1 hari 3 kali..iya
kan......”(P6)
72

“Obat rutin itu ada 3 asam folat. B12, CaCo3..itulah yang rutin.........
Itu diminum 3 kali sehari...... kita ajah yang ngatur.”(P7)

“Masih rutin. Obatnya ada CaCo3, ISDN obat jantung, vitamin-


vitamin...B12, obat darah tinggi klonidin....paling obat mual, dia kan
seringnya mual. Kalo mual diminum kalo nggak mual yang nggak
diminum.” (P8)

3) Ketidakpatuhan terhadap Regiment Pengobatan

Partisipan utama juga mengungkapkan tentang ketidakpatuhan

mereka terhadap regiment nutrisi/diet, pembatasan cairan, dan

pengobatan. Empat partisipan utama mengungkapkan bahwa mereka

tidak mematuhi regimen nutrisi/diet dan pembatasan cairan sesuai

dengan anjuran tenaga medis. Mereka mengungkapkan bahwa dirinya

ada yang mencuri-curi untuk makan makanan yang dilarang, bebas

dalam makan, dan tidak ada pantangan dalam makan. Berikut ungkapan

ketidakpatuhan partisipan utama terhadap regimen nutrisi/diet :

“Kalau bapak yang dilarang, bapak gak makan, ya tapi kadang-kadang


bapak suka beli, kadang-kadang nanas, makan bapak, nyuri-nyuri lah,
kalau disiplin banget kan bapak nanti bukan malah gemuk, kurus
malahan. Bapak malah gak kuat HD.” (P1)

“Ngikutin pantangan. 1-2 bulan ngikut pantangan . Tapi kesininya apa


ajah saya makan, kalau ikut pantangan yah ituh. Jadi susah makan.
Kalau sekarang ini makan apa ajah kita makan. Apalagi saya kan jaga,
Hb saya kan harus..harus..harus stabil. .............Makan aja ...sekiranya
tuh nyesek yah cukup lah sekali ajah. Juga kita makan nggak terlalu
membabi buta juga sich, kira-kira. Jangan sampe kebanyakan juga
takutnya ada masalah, kurang juga jangan sampe karena saya harus
jaga Hb, jangan sampe ngedrop gitu.” (P2)

”Makannya mah nggak ada....nggak ada pantangan. Semua dimakan.


Sebab kalo malah dipantang Hb nya malah turun. Kalo dulu kan
istilahnya nggak boleh makan ini..nggak boleh makan ini. Ya udahlah
makan ajah semua. Yang penting dibatesin ajah kayak buah. Buah
makan semua. Kan aturannya nggak boleh, kata dokter kan dibatesin
73

bukannya nggak boleh semua. Jadi seharusnya satu yah ¾ lah


gitu.”(P8)

Ketidakpatuhan terhadap pembatasan cairan diungkapkan

partisipan utama dengan ungkapan bahwa mereka minum lebih dari

yang dianjurkan oleh dokter, susahnya dalam menjaga minum, dan

kebebasan dalam minum tanpa pembatasan. Berikut ungkapan

ketidakpatuhan partisipan utama terhadap pembatasan cairan :

“Cuman pas kena yah apa boleh buat, 2 gelas tapi itu pun saya nggak
yakin dengan dua gelas itu, karena saya masih minum obat 3 kali
sehari.nah itu ajah dah pasti kena air, nggak boleh nggak ya kan. Lom
saya makan cemilan, lom saya harus sarapan, makan siang, makan
malem...gitu...........Maka saya nggak yakin dengan 2 gelas air tu saya
nggak yakin. Saya lebih dari itu pasti.” (P2)

“Yah pokoknya sehari harus bisa satu botol aqua yang sedeng itu. kalo
bisa mah...ya kan susah namanya minum haus, nggak bisa lah.
Harusnya sebenarnya minumnya dijaga, tapi nggak bisa segelas lebih
lah. Ada kali sebotol aqua yang sedeng itu..lebih kali. Belum minum
obatnya. Yah sesuai dia..orang minumnya nggak bisa dianuin sih
dia.Gimana yah. Memang harusnya dijaga minumnya.” (P5)

“Kalau boleh minum tuh paling banyak sehari itu sedikit, sebotol
..segelas itu lah (menunjuk ke gelas taperware) sehari...kalau boleh,
kalau sanggup. Tapi saya nggak sanggup. nggak bisa ditentukan ajah.
Minum-minum ajah.”(P7)

“.......Sebenernya dulu kan ditaker yah satu apa itu...600 ml.Tapi


kelama-lamaan yah capek juga kan, nggak tahan juga, panas. Jadi yah
sebisanya ajah, pake perasaan ajah udah. Jangan ampe kebanyak,
ampe kelewatan itu ajah......”(P8)

Empat partisipan mengungkapkan bahwa mereka tidak teratur

dalam minum obat mereka. Mereka mengungkapkan bahwa dirinya

malas, bosen, lupa, dan seingatnya saja dalam minum obat. Hal tersebut

diungkapkan oleh partisipan utama maupun partisipan pendukung

seperti diungkapkan berikut ini :


74

“..........kalo lagi males yah juga males saya nggak bakal minum....itu
lupa yah sering, kalo lagi males yah sering. Yah bosen...ada rasa ...
ada rasa bosen. Kalo nggak bosen mungkin pasti saya minum. Ada
rasan bosen. Yah kadang-kadang lupa, ada rasa bosen lah gitu lah .”
(P2)

“Minumnya udah nggak teratur..... Minumnya kalo dia inget minum


dah, kalo nggak yah nggak gitu kan obat. Abiznya mungkin udah
berbau kali, udah kelamaan.Udah males kali minum
obat..hehehe(tertawa). Susah minum obat kata dokter juga. Minumnya
pas inget doang. Kalo nggak enak badannya baru itu minum....” (Istri
P5)

4) Koping Maladaptif (Putus Asa)

Satu partisipan juga mengungkapkan koping yang maladaptif

dimana partisipan merasa putus asa terhadap penyakitnya seperti

diungkapkan berikut ini :

”Ya..kalau nggak butuh (self-care management) buat apa saya harus


cuci darah. Memang saya maunya mati daripada hidup. Kalau boleh
itu Allah bertanya kamu mau hidup atau mati, terus terang saya pilih
mati, soalnya nggak ada arti hidup kita sebagai laki-laki..udah nggak
ada (mata berkaca-kaca dan terlihat air mata disudut mata
pasien.......... Putus asanya saya di hidup. Lama ini prosesnya. Saya
tanya ada nggak obatnya..nggak ada”(P7)

5) Banyak aktifitas

Satu partisipan utama mengungkapkan bahwa self-care management

dirinya juga dengan banyak beraktifitas seperti diungkapkan sebagi

berikut :

“.......Dengan gejalanya kita punya penyakit ginjal supaya kita


tidak mengalami gangguan-gangguan mengenai penyakit kita harus
banyak aktifitas .................”(P6)
75

c. Spiritual

Aspek spiritual pada self-care management pasien GGK merupakan

bentuk self-care management dari segi spiritual partisipan. Aspek ini

meliputi : 1) Kepasrahan terhadap Tuhan ; 2) Keyakinan akan kesembuhan

dari Tuhan ; 3) Aktifitas ibadah sholat yang dapat dilihat pada bagan di

bawah iniSub
: Kategori Kategori Subtema Tema

Berserah diri,
menjalani
dengan ikhlas
Kepasrahan
Pasrah pada yang terhadap Tuhan
Maha Kuasa

Lepas kepada
Allah

Berdoa untuk
kesehatan
Keyakinan akan
Yakin dengan kesembuhan dari Self-care
Spiritual
izin Allah Tuhan Management

Tawakal kepada
Allah

Sholat dengan
duduk
Aktifitas ibadah
sholat
Sholat seperti
biasa

Bagan 5.6 Self-care management terkait aspek spiritual

1) Kepasrahan terhadap Tuhan

Tiga dari delapan partisipan utama mengungkapkan bahwa self-

care management mereka termasuk upaya mereka untuk pasrah


76

terhadap penyakit mereka kepada Tuhan. Partisipan utama

mengungkapkan bahwa dirinya menjalani penyakit dengan berserah

diri, menjalani dengan ikhlas, pasrah terhadap Tuhan, dan tidak terlalu

memikirkan penyakit seperti diungkapkan sebagai berikut :

“Yaahhhh.....nggak ada perawatan khusus yang pasti lah. Cuman saya


berserah diri, menjalani dengan ikhlas yah, trus tentunya sambil minta
sama yang kuasa untuk kesembuhan.”(P2)

“............yaa mungkin yaa saya juga sudah pasrah ya pada yang kuasa
ya, kalau cuci darah ini kan ya nggak bisa sembuh ya kan?”(P4)

“Kalau masalah penyakit, itu penyakit jangan sampe dipikirin terlebih


dahulu sampai ke mendetail sekali, lebih baik kita lepas ajah penyakit
itu. Hanya lepas kepada Allah karena Allah yang menentukan hidup
mati manusia. Penyakit yang diberikan oleh Allah, harus kita
kembalikan lagi kepada Yang Maha Kuasa gitu.”(P6)

2) Keyakinan akan kesembuhan dari Tuhan

Tiga partisipan utama mengungkapkan keyakinan mereka terhadap

kesembuhan dengan self-care management yang mereka lakukan.

Mereka mengungkapkan saat ini diri mereka lebih berdoa untuk

kesehatan, meminta kesembuhan, dan tawakal kepada Allah seperti

diungkapkan sebagai berikut :

“Kalau sekarang lebih berdoa untuk kesehatan ajah , jadi minta


diberikan kesehatan ajah. Sekarang juga doanya untuk minta
kesembuhan, kebanyakan minta kesembuhan.”(P1)

“.................Tapi saya yakin dengan kesembuhan saya yakin. Dengan


izin Allah saya yakin. Tetep minta.”(P2)

“Jadi kalau kita tidak bertawakal kepada Tuhan nanti ya


Wallahua’lam yah nggak akan sembuh. Yah walaupun sudah ngobatin
pake herbal tapi kalo nggak ngadu sama Yang Maha Kuasa nggak kan
dapat kesembuhan. Masalah kesembuhan wallahua’lam, tapi kita kan
77

sudah berusaha, manusia harus berusaha, mengahadap Ilahi agar


disembuhkan dari segala penyakit dan diangkat penyakitnya.”(P6)

3) Aktifitas ibadah sholat

Satu partisipan utama mengungkapkan aktifitas ibadah sholat juga

merupakan bentuk self-care management dirinya. Sholat lima waktu

yang dijalankan oleh partisipan merupakan upaya untuk berserah diri

dan meminta kesembuhan seperti diungkapkan sebagai berikut :

“5 waktu kita jalanin. Kan dengan ibadah itu menyerahkan diri kepada
Tuhan dan minta kesembuhan..................Itulah obat yang paling
mujarab meminta kepada Allah 5 waktu, kalau obat-obatan kan hanya
penghubung, syarat, penunjang…….”(P6)

Ibadah sholat partisipan utama dilakukan dalam keadaan duduk dan

berdiri. Tujuh dari delapan partisipan utama menjalankan sholat dengan

duduk atau tiduran karena beberapa kondisi yang tidak memungkinkan

partisipan untuk sholat dengan berdiri seperti biasa. Kondisi yang tidak

memungkinkan tersebut seperti kondisi lutut yang tidak kuat, pusing,

atau sakit kepala seperti diungkapkan sebagai berikut :

“Bapak tetep berusaha tidak meninggalkan. Tapi sholatnya duduk..yah


tiduran..”(P1)

“................udah saya di rumah,sholatnya duduk itu juga.............


Duduk. Kalaupun berdiri paling Subuh yang 2 rokaat. itupun saya
coba. Karena saya harus..harus...harus mencoba segala sesuatu yang
sekiranya saya tu mampu gitu”(P2)

“Saya yaa alhamdulillah sich, duduk sholatnya, karena kalau ...ini


terasa disini (menunjukan kaki) pegel, nggak kuat, itu tengkuk nggak
kuat, berdiri bangun, berdiri-bangun...paling saya gini..duduk
(meperagakan posisi duduk dengan kaki diluruskan).”(P4)
78

“Sholatnya gitu..asal itu..katanya pusing, sakit kepalanya. Kalo ini...


kadang sakit ininya (menunjukkan lutut). Seingetnya dia
dah..hehe(tertawa). Sholatnya kalo berdiri, kakinya kadang suka ngilu”

”Duduk...kalo berdiri nggak kuat..pas naek itu nggak kuat.”(P7)

”Yah duduk..Kalo berdiri kan nggak kuat”(P8)

Satu partisipan utama mengungkapkan bahwa aktifitas ibadah

sholat dirinya seperti biasa yakni dengan berdiri karena tidak ada

keluhan yang membuat dirinya tidak dapat menjalankan aktifitas ibadah

sholat seperti biasanya. Berikut ungkapan partisipan utama terkaitan

aktifitas ibadah sholatnya yang dilakukan dengan berdiri :

“................sholat biasa. Nggak ada berbaring..nggak ada keluhan


apa-apa. Kalo sholat seperti lazimnya orang-orang sholat aja.”(P6)

Analisis data yang dilakukan mendapatkan tema kedua yakni hambatan

dalam pelaksanaan self-care management yang dialami partisipan. Lima

partisipan utama mengungkapkan adanya hambatan yang dirasakan dalam

pelaksanaan self-care management. Hambatan ini terbagi menjadi hambatan

internal dan ekternal yang dapat dilihat dalam bagan di bawah ini :

Kategori Subtema Tema

Motivasi Diri dalam


Pengaturan Nutrisi

Motivasi Diri dalam


Pembatasan Cairan Internal

Motivasi Diri dalam Hambatan dalam


Beraktifitas Self-Care
Management

Ekonomi Eksternal

Bagan 5.7 Hambatan dalam pelaksanaan self-care management


79

a. Hambatan Internal

Hambatan internal meliputi hambatan dalam motivasi diri dalam

pengaturan nutrisi, pembatasan cairan dan beraktifitas. Partisipan

pendukung mengungkapkan bahwa partisipan utama menginginkan

makanan yang aneh-aneh dan mengeluhkan beratnya menjaga minum

sesuai dengan anjuran dokter, serta keterbatasan aktifitas yang

diungkapkan partisipan utama akibat kelemahan. Berikut ungkapan-

ungkapan partisipan utama yang didukung juga oleh pernyataan partisipan

pendukung seperti dibawah ini :

“Susah....hehehe(tertawa). Dari makannya kalo masak sendiri maunya


yang aneh-aneh, maunya makannya padang gitu”(Istri P5)

”Ya ada...yah kadang nggak tahan minum itu karena yah tau
sendiri...panas. manusia kan nggak lepas dari air. Sedangkan dia harus
dijaga airnya. Kan berlawanan. Berat lah itu. Masih mendingan makan
bisa dijaga ”(Suami P8)

“karena tenaga nggak ada ajah cuman. Dari duduk ke berdiri itu yang
payah. Ini rasanya nggak ada tenaga.”(P7)

b. Hambatan Ekternal

Hambatan eksternal meliputi hambatan ekonomi seperti diungkapkan

oleh partisipan pendukung berikut ini :

“Jamkesda saya hanya dapat 4 kali. Ini sebulan lebih dari sejuta, belum
lagi obatnya.....sejuta, 5 juta sebulah..yah dari anak-anak ajah. Telat
sehari ajah sudah kambuh.”(Istri P7)

Analisis data yang dilakukan juga mendapatkan tema ketiga yakni

sumber social support yang dimiliki partisipan utama dalam pelaksanaan self-

care management. Semua partisipan utama mengungkapkan sumber social


80

support yang mereka miliki dalam pelaksanaan self-care management berasal

dari dukungan dari pasangan (suami/istri), keluarga, dan sesama pasien yang

menjalani hemodialisis. Sumber social support dalam pelaksanaan self-care

management dapat dilihat pada bagan di bawah ini :

Kategori Subtema Tema

Pasangan mengontrol dan


mengingatkan

Pasangan yang menasehati Pasangan


(Suami/Istri)
Pasangan membeli obat dan
mengantar

Biaya dan transportasi

Bergantiaan menjaga Sumber Social


Keluarga
support
Biaya

Sharing dan saling


memberikan semangat Sesama pasien
yang menjalani
Mengobrol dan seperti hemodialisis
keluarga

Bagan 5.8 Sumber social support dalam pelaksanaan self-care management

a. Pasangan (Suami/Istri)

Semua partisipan utama mengungkapkan bahwa pasangan memiliki

peran penting dalam mendukung mereka melaksanakan self-care

management mereka. Pasangan merupakan seseorang yang selalu

mengingatkan, mengontrol, memberi nasehat, menebus obat, dan


81

mengantar ke rumah sakit partisipan utama seperti diungkapkan berikut ini

“Yah yang berperan penting ibu lah ..istri lah..banyak kontrolnya


misalnya bapak lagi jalan udah capek istirahat. Banyak mengingatkan
lah......dari keluarga lah.....”(P1)

“Yah istrilah, nomer satu Istri karena dia yang tahu persis kondisi saya.
yah selalu nasehatin, itu suatu dukungan juga. Jangan makan ini, jangan
makan itu yang sekiranya nggak boleh.”(P2)

“.......sekarang kan saya kondisinya itu obat ...dia (istri) itu obat beli obat
nebus obat. Kedua kalo saya lagi check lab, dia nganter. Kalau saya jalan
sendiri , dia kan khawatir, jalan ajah sempoyongan.”(P4)

Partisipan pendukung juga mengungkapkan bahwa dirinya juga

memberikan semangat kepada partisipan utama dalam melaksanakan self-

care management mereka seperti diungkapkan sebagai berikut :

“Yah harus semangat..semangat. Makanya kata saya harus ikut nurutin


apa yang harusnya........”(Partisipan pendukung P5)

“Semangat lah . Emang mau diapain wong udah sakit. Yah paling saya
ngasih semangat.....semangat, Yah, orang sakit jangan dipikirin,
maksudnya istilahnya jangan dipikirin, jangan dibikin stress lah, emang
udah ada mau diapain terima aja..ya kan.......” (Partisipan pendukung P6)

”Tetep semangat lah karena penyakit kan salah satu bagian dari orang.
Kita harus terima, ikhlas ajah lah.”(Partisipan pendukung P8)

b. Keluarga

Tiga partisipan utama mengungkapkan bahwa dirinya juga

mendapatkan dukungan dari keluarganya dalam melaksanakan self-care

management mereka. Dukungan tersebut terkait dengan biaya dan sarana

transportasi serta dukungan emosional seperti diungkapkan seperti berikut

:
82

“Dukungan yah banyak. Dukungan dari adek-adek saya, orang tua saya,
yah mungkin biaya, untuk saya berobat atau untuk transportasi. Yah
sangat mendukung.”(P2)

“.....anak-anak saya. Semenjak sakit anak saya gantian nginep di rumah


saya tiap malem.”(P3)

”Yah semua-semuanyalah, kalo nggak siapa lagi. Orang tua udah nggak
ada. Kan saya bilang tadi..sodara terbang semua. Keluarga ajah
lah...anak Biaya dibantu anak.”(P7)

c. Sesama pasien yang menjalani hemodialisis

Dua partisipan utama mengungkapkan bahwa sesama pasien yang

menjalani hemodialisis telah terbentuk jalinan kekeluargaan. Dengan

sesama pasien hemodialisis mereka saling memberikan semangat, saling

bertukar informasi, dan mengobrol seperti diungkapkan berikut ini :

“Deket yah deket. Kalo saya tergantung individu orangnya yah. Kalo
individu orangnya diem ajah yah diajak ngobrol diem ajah yah diem
bapak. Tapi alhamdulillah samping bapak sering sharing gitu kan. Dia
kebetulan udah 3-5 tahun an lah. Kadang bapak juga suka teriak gitu ke
yang orang Irian..”makan pak”....yah saling ngasih spirit. Ada tuh orang
Parung nggak mau makan , Istrinya sampe nangis. Saya juga suka teriak
ke Bapak itu. malah kadang bapak kalau makan makan wahhh...kayak
nikmat ajah tuh. Dia kan jadi sering ngeliatin bapak. Sengaja bapak
perlihatkan biar ketularan makan........”(P1)

“Kalo ketemu aja ngobrol-ngobrol. Kayak keluarga dah kita disana”(P2)


BAB VI

PEMBAHASAN

Bab ini menguraikan interpretasi hasil penelitian yang telah diperoleh,

keterbatasan dalam penelitian, dan implikasi penelitian. Interpretasi hasil

penelitian yang dilakukan yakni menguraikan hasil penelitian dan

membandingkannya dengan konsep dan teori serta berbagai penelitian

sebelumnya yang terkait sehingga dapat memperkuat interpretasi penelitian.

Keterbatasan dalam penelitian ini akan membahas tentang keterbatasan peneliti

dalam proses penelitian yang telah dilalui dengan proses yang seharusnya

dilakukan sesuai aturan. Implikasi penelitian akan membahas implikasi dari

penelitian sesuai dengan hasil penelitian yang telah diperoleh bagi pelayanan

kesehatan dan ilmu keperawatan.

A. Pembahasan Hasil Penelitian

Peneliti telah mengidentifikasi tiga tema dalam self-care management

pasien GGK yang menjalani hemodialisis sesuai dengan analisa data yang peneliti

lakukan. Tiga tema tersebut teridentifikasi sesuai dengan tujuan penelitian yakni

mengeksplorasi gambaran self-care management pasien GGK yang menjalani

hemodialisis, hambatan dalam pelaksanaan self-care management, dan sumber

social support pasien dalam pelaksanaan self-care management. Berikut uraian

penjelasan masing-masing tema yang diperoleh dalam penelitian ini :

1. Gambaran Self-Care Management

Pasien GGK yang menjalani terapi baik dialisis atau transplantasi

merupakan pasien dengan penyakit kronis dimana self-management menjadi

83
84

penting untuk diperhatikan (Curtin dkk, 2005). Orem percaya bahwa manusia

memiliki kemampuan dalam merawat dirinya sendiri (self-care) dan perawat

harus fokus terhadap dampak kemampuan tersebut (Orem, 1995 dalam

Simmons, 2009). Self-care management merupakan strategi yang baru untuk

pasien GGK (Curtin, Svarstad & Keller, 1999 dalam Richard, 2006) namun

penting mengingat dampak positif yang dapat diperoleh pasien.

Self-care management menurut Richard (2006) mencakup kesediaan dan

kepatuhan dalam terapi, memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk merawat

diri mereka sendiri, membuat keputusan terhadap perawatan mereka,

mengidentifikasi masalah, membuat tujuan, serta memonitor dan menangani

gejala. Pada kenyataannya self-care management merupakan bentuk yang lebih

akurat dari “compliance” atau ketaatan karena pasien lah yang

mengimplementasikan dan mengatur regimen terapeutik pengobatan sehari-

harinya dan bukanlah petugas layanan kesehatan (Richard, 2006). Dalam

penelitian yang dilakukan oleh Heidarzadeh dkk (2010) menunjukkan adanya

hubungan yang langsung dan signifikan antara kualitas hidup pasien gagal

ginjal terminal yang menjalani hemodialisa dengan kemampuan self-care.

Selain itu ditemukan pula hubungan yang langsung dan signifikan antara

kemampuan self-care dengan dimensi fisik, psikologi dan sosial. Oleh karena

itu prinsip dari self-care untuk pasien GGK penting untuk dipelajari dan

dikembangkan (Curtin, 2005)

Gambaran self-care management pasien GGK yang menjalani

hemodialisis yang ditemukan dalam penelitian ini dapat dideskripsikan ke


85

dalam aspek pemenuhan kebutuhan fisik, kondisi psikologis, dan sikap

spiritual.

a. Aspek Pemenuhan Kebutuhan Fisik

Aspek ini pada pasien GGK yang menjalani hemodialisis meliputi

pengaturan nutrisi (makanan), pengaturan intake cairan, regiment

pengobatan, perawatan akses vaskuler, serta aktifitas istirahat/ tidur dan

olahraga. Hal tersebut sesuai dengan O’Brien (1980), Richard (1986) dan

Snyder (1983) dalam Richard (2006) yang menyebutkan bahwa disamping

terapi hemodialisis pasien GGK diharapkan dapat mengikuti regimen

perawatan yang kompleks dan taat terhadap pengobatan, diet khusus,

pembatasan cairan, dan perawatan akses vakuler. Masing-masing akan

diuraikan sebagai berikut :

1) Pengaturan Nutrisi (Makanan)

Makanan menyediakan baik energi dan nutrisi yang diperlukan tubuh

untuk membangun dan mempertahankan sel dalam tubuh. Nutrisi

merupakan salah satu kunci untuk mengembangkan dan mempertahankan

kondisi kesehatan yang optimal bagi kita (Wardlaw, 2004). Jika seseorang

sedang menjalani terapi hemodialisis, diet menjadi bagian yang penting

dalam semua perawatannya (NIDDK, 2010). Penatalaksanaan nutrisi

memiliki peranan yang besar dalam mempertahankan dan memperbaiki

status gizi pasien GGK. Hal tersebut bertujuan untuk mencegah terjadinya

komplikasi sehingga kualitas hidup pasien meningkat (Ariyanto dkk,

2013). Pasien GGK harus selalu menjaga pola makan. Mereka tidak bisa

mengonsumsi buah dan sayur sesuka hatinya layaknya orang sehat karena
86

beberapa jenis sayur-sayuran dan buah-buahan berpotensi memperburuk

kondisi mereka (Muhammad, 2012). Hal ini sesuai dengan penjelasan

semua pasrtisipan yang menyebutkan bahwa ada beberapa sayuran dan

buah-buahan yang tidak boleh dimakan oleh partisipan. Mereka

menghindari semua jenis buah atau buah-buahan tertentu seperti pisang

dan belimbing. Mereka juga menyebutkan bahwa buah yang boleh

dimakan hanya pepaya dan jumlahnya terbatas hanya sepotong saja.

Sayuran seperti timun, kangkung dan bayam juga mereka hindari.

Secara umum pasien GGK dianjurkan untuk diet rendah garam

(sodium), diet rendah fosfat, diet protein yang berbeda jumlahnya antara

stadium 1-4 dengan stadium 5 (dalam gram protein per kilogram berat

badan) maupun juga antara hemodialisis dan dialisis peritoneal (Fransiska,

2011). Partisipan ke-tujuh menjelaskan tentang pola diet yang dijalaninya

dimana banyak makanan yang tidak boleh dimakan seperti susu, lemak,

daging, protein, dan pisang. Semua partisipan dalam penelitian ini

memiliki pengetahuan yang baik tentang makanan yang boleh dimakan

dan tidak boleh serta alasan tidak boleh seperti kandungan dalam makanan

tersebut yang dapat mempengaruhi kondisinya dan bahkan sudah

dibuktikan oleh mereka sendiri. Partisipan satu mengungkapkan dirinya

menghindari makanan yang mengandung kalium tinggi. Dalam penelitian

yang dilakukan oleh Indraratna (2012) pada pasien GGK di Ponorogo

menyatakan bahwa 25,8% respondennya mempunyai pengetahuan baik

tentang diet GGK, 37,1% responden memiliki pengetahuan cukup, dan

37,1% responden memiliki pengetahuan kurang. Nutrisi pada akhirnya


87

merupakan bagian yang tak terpisahkan dari self-care management pada

pasien GGK.

2) Pengaturan Intake Cairan

Pada pasien GGK yang menjalani hemodialisis hal lain yang perlu

diperhatikan adalah pengaturan intake cairan karena intake cairan mereka

dibatasi. Pembatasan cairan ini merupakan isu utama untuk pasien GGK

(Richard, 2006). Sebenarnya pasien GGK memerlukan monitor ketat baik

terhadap diet, intake cairan maupun pengaturan minum obat (Curtin,

2005). Pengaturan intake cairan ditentukan dengan jumlah urin output

pasien GGK. Intake cairan bagi pasien GGK yang menjalani hemodialisis

yaitu total urine output dalam sehari (24 jam) ditambah dengan cairan

yang keluar melalui keringat dan pernafasan (IWL) kurang lebih 500 ml

(Fransisca, 2011). Semua partisisipan dalam penelitian ini menjelaskan

bahwa intake minum mereka memang terbatas kurang lebih 500-600 ml

dalam sehari. Semua partisipan juga menjelaskan bahwa diri mereka

mengalami gangguan dalam eliminasi urin yang mana sudah tidak dapat

mengeluarkan urine atau anuri. Dengan demikian benar adanya jika

mereka minum kurang lebih 500-600 ml dalam sehari. Salah satu strategi

pembatasan cairan yang dilakukan partisipan dalam penelitian ini adalah

dengan minum melalui gelas kecil yang sama dan menggunakan sedotan

kecil. Partisipan yang lain menggunakan botol yang berukuran 600 ml

sehari atau 300 ml sehingga 2 botol dalam sehari.


88

Outcome yang paling biasa digunakan untuk mengukur intake terkait

pembatasan cairan pasien GGK adalah dengan interdialytic weight gain

(IDWG). IDWG dihitung dari perbedaan berat badan pada akhir setelah

melaksanakan hemodialisis dengan awal dari terapi hemodialisis

selanjutnya. Pada dasarnya tidak ada standar unit khusus untuk mengukur

secara spesifik nilai IDWG sebagai indikasi kepatuhan terhadap

pembatasan cairan (Kaveh dan Kimmel, 2001 dalam Richard, 2006).

Partisipan satu menceritakan bahwa kenaikan beratnya berkisar 2-2,5 kg

dan menurutnya itu sudah menunjukkan bahwa dirinya terukur dalam

membatasi minum. Penelitian oleh Kim dan Evangelista (2010)

melaporkan bahwa tidak ada hubungan antara menjadi patuh terhadap

pembatasan cairan dengan IDWG, namun justru dengan patuh terhadap

pembatasan cairan berdampak pada rendahnya IDWG. Pembahasan

tentang kepatuhan terhadap pembatasan cairan akan dijelaskan dalam

aspek psikologis self –care management.

3) Regiment Pengobatan

Dalam penelitian ini regimen pengobatan sebagai self-care

management yang disebutkan oleh partisipan kedua meliputi mengikuti

anjuran dokter yakni untuk rutin dalam melaksanakan terapi hemodialisis,

mengikuti regiment diet yang dianjurkan tenaga medis dan pembatasan

cairan. Penelitian oleh Kim dan Evangelista (2010) melaporkan bahwa

kebanyakan respondennya (98,7%) menyadari pentinya hemodialisis

karena memiliki pengetahuan yang baik tentang penyakit mereka (95,4%).


89

Beberapa respondennya (2,6%) melaporkan mereka mempelajari

pentingnya hemodialisis dari pengalaman pribadi akan ketidakpatuhan

terhadap terapi tersebut dan 79,5% respondennya tidak mendeskripsikan

kesulitannya dalam mengikuti terapi hemodialisis yang dibuktikan dengan

daftar kehadirannya dalam terapi tersebut. Untuk penjelasan tentang diet

dan pembatasan cairan telah diuraikan sebelumnya karena penjelasan yang

diberikan telah mencakup seperti uraian sebelumnya sedangkan dalam segi

kepatuhan akan regiment tersebut akan diuraikan dalam aspek psikologis

self-care management.

4) Perawatan Akses Vaskuler

Jika seseorang pasien GGK menjalani hemodialisis, akses vaskuler

yang dibuat untuk keperluan terapi dialisis harus dirawat untuk melindungi

terhadap kerusakan. Pemeriksaan akses vaskuler harus dilakukan untuk

mengkaji patensi. Tindakan penjagaan diperlukan untuk memastikan agar

esktremitas dengan akses vaskuler tidak digunakan untuk pengambilan

darah maupun pengukuran darah. Suara bising (bruit) atau getaran (thrill)

di daerah akses vena harus dievaluasi paling sedikit setiap 8 jam sekali

(Smeltzer, 2002). Semua partisipan utama dalam penelitian ini memiliki

pengetahuan yang baik dalam menjaga akses vaskuler yakni dengan

memeriksa getaran atau desiran pada akses vaskuler. Salah seorang

partisipan (P1) juga menyebutkan bahwa sebelumnya akses vaskuler

cimino berada di tangan kanan, namun karena tidak adanya desiran maka

partisipan harus melakukan operasi ulang pada tangan kirinya.


90

Hal lain yang dilakukan partisipan dalam penelitian dalam merawat

akses vaskuler mereka dengan melakukan latihan meremas-remas bola

atau mengepal-ngepalkan tangan dengan tujuan untuk melatih kontraksi

pada pembuluh darah area vaskuler atau ciminonya. Selain itu mereka juga

menjaga agar area vaskuler cimino tidak digunakan untuk mengangkat

benda berat dan juga agar tidak terjepit atau tertindih saat tidur. Berman

dan Gentile (2010) dalam Richard (2008) melaporkan bahwa pasien harus

mempertahankan kebersihan area fistula dan menilai adanya infeksi.

Sebagai tambahan ekstremitas harus dilindungi dari tekanan dan luka

karena dapat membahayakan fungsinya, tidak menggunakan pakaian yang

terlalu ketat, pengukuran tekanan darah, mengangkat benda berat, dan

menekuknya terlalu lama. Richard (2008) juga melaporkan bahwa

informannya menyadari pentingnya merawat dan mempertahankan AV

fistula mereka. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa cara perawatan

akses vaskuler partisipan dalam penelitian ini berbeda dengan penelitian-

penelitian yang ada seperti dalam Richard (2008) yang melaporkan bahwa

penelitian-penelitian tentang perawatan akses vaskuler lebih berfokus pada

kebersihan area dan penilaian serta pencegahan infeksi, namun dalam

penelitian ini partisipan berfokus pada cara menjaga kepatenan dan

keaktifan dari akses vaskuler cimino mereka.

Untuk partisipan dengan akses vaskuler femoral menyebutkan bahwa

cara merawat akses vaskuler mereka dengan menjaga agar tidak terinfeksi

dengan minum obat dan menjaga kebersihannya. Lokasi akses sendiri

memang harus dijaga dari infeksi karena pasien GGK mudah sekali
91

terinfeksi. Pengendalian infeksi harus dilakukan dengan berbagai cara

misalnya menutup bekas tusukan dengan kasa steril (Smeltzer, 2002).

Akses vaskuler melalui akses vena femoralis berbeda dengan akses cimino

seperti yang dijelaskan partisipan keenam terutama terkait dengan

kebebasan selama proses hemodialisis. Namun hal tersebut bukanlah

hambatan untuknya.

5) Aktifitas istirahat/tidur dan olahraga

Gangguan tidur pada pasien GGK yang menjalani hemodialisis

frekuensinya sering pada pasien GGK secara umum. Gangguan tidur ini

erat kaitannya dengan menurunnya kualitas hidup dan meningkatkan

resiko kematian. Insomnia pada pasien GGK menunjukkan prevalensi

sebesar 60,9% dari respondennya yang menjalani hemodialisis lebih dari

satu tahun (Rai dkk, 2011). Hal tersebut dialami juga oleh partisipan dalam

penelitian ini yang menyebutkan dirinya kadang-kadang mengalami

imsomnia terutama sehari sebelum hemodialisis. Partisipan ketujuh

menjelaskan gangguan tidur ia rasakan terutama malam sebelum terapi

hemodialisis. Hal tersebut diprediksi terjadi akibat penumpukan cairan

yang mengganggu kenyamanannya. Selain itu masalah haus dan rasa panas

yang menderanya juga mengganggu tidur partisipan.

Selain tidur olahraga juga merupakan bentuk self-care management.

Sebuah penelitian oleh Painter, Ward, & Nelson (2011) melaporkan 95,9%

dari respondennya menyebutkan bahwa olahraga penting untuk pasien

dengan penyakit ginjal dan 57,5 % responden menyatakan memiliki


92

aktifitas fisik secara reguler. Dalam penelitian ini sendiri ada partisipan

yang melaksanakan olahraga dan ada juga yang tidak berolahraga karena

merasa mudah lelah dan merasa tidak mampu. Hal ini sesuai dengan

penelitian Painter, Ward, & Nelson (2011) juga yang menyebutkan alasan

tertinggi responden tidak berolahraga adalah tidak termotivasi (51,7%) dan

terlalu lelah (49,5%).

Olahraga tidak hanya berpengaruh terhadap fisik namun juga

berpengaruh positif terhadap kesehatan mental dan emosional. Penelitian

Painter, Ward, & Nelson (2011) melaporkan bahwa manfaat berolagraga

secara rutin menurut respondennya adalah meningkatkan level energi,

meningkatnya kekuatan otot, meningkatkan kemampuan melakukan hal-

hal yang diperlukan dalam hidupnya, meningkatkan tidur, meningkatkan

mood, mengurangi kram, dan lebih stabilnya tekanan darah selama dialisis.

Olahraga juga sepertinya memiliki efek yang positif terhadap gambaran

diri dan harga diri pasien GGK (Storer, 1999). Pasien GGK dianjurkan

untuk melakukan olahraga secara rutin semisal jalan kaki selama kurang

dari 30 menit setiap hari (Fransiska, 2011). Partisipan kedua dalam

penelitian ini menjelaskan bahwa dirinya berusaha untuk berolahraga

seminggu sekali. Khusus untuk pasien GGK dalam berolahraga mereka

harus memperhatikan intensitas, durasi dan frekuensinya (Storer, 1999).

Partisipan yang masih melakukan olahraga menyebutkan bentuk olah

raga yang dilakukan adalah dengan berjalan kaki. Dalam pelaksanaannya

istri partisipan tetap mengingatkan partisipan untuk tidak memaksakan diri

dan segera berhenti ketika tubuhnya sudah merasa lelah. Penelitian


93

Kolewaski dkk (2005) menyebutkan bahwa olahraga berpengaruh positif

terhadap kualitas hidup yakni meningkatkan pelaksanaan dalam aktifitas

sehari-hari, perubahan positif dalam pengalaman hemodialisis, dan

peningkatan kontrol.

b. Aspek Kondisi Psikologis dari Self-Care Management

Aspek ini pada pasien GGK yang menjalani hemodialisis meliputi

care self efficacy dalam pelaksanaan self-care management, kepatuhan dan

ketidakpatuhan terhadap regiment pengobatan, koping maladaptif (putus

asa), dan banyak aktifitas. Self efficacy terhadap self-care merupakan

dimensi lain yang penting dalam self-management secara keseluruhan

(Curtin, 2005). Penelitian oleh John (2012) melaporkan bahwa terdapat

hubungan yang kuat antara self efficacy dengan kepatuhan terhadap

pembatasan cairan sehari-hari dan pembatasan diet. Semakin tinggi self

efficacy yang dilaporkan respondennya, semakin tinggi kepatuhan terhadap

pembatasan cairan dan diet yang dilaporkan respondennya. Hal ini sejalan

dengan pernyataan partisipan dengan self efficacy yang positif dimana

menunjukkan kepatuhan terhadap diet dan pembatasan cairan bahkan juga

dalam minum obat.

Untuk pasien GGK kepatuhan terhadap regiment pengobatan

merupakan hal yang penting sekaligus sulit (Curtin 2005). Kepatuhan

dalam hal ini terkait regimen diet, pembatasan cairan, dan minum obat.

Kepatuhan merupakan isu yang sangat penting karena berhubungan


94

dengan perubahan life-style pasien GGK yang penting untuk menjaga

kondisi mereka.

Penelitian Kim dan Evangelista (2010) melaporkan 95%

respondennya menyadari pentingnya pembatasan cairan karena

pengetahuan baik mereka terhadap penyakit, namun 62% menyebutkan

kesulitannya dalam mengikuti panduan dalam pembatasan cairan. Alasan

yang paling sering dikemukakan terhadap ketidakpatuhan terhadap

pembatasan cairan adalah ketidakmampuan untuk mengontrol keinginan

untuk cairan atau rasa haus (43,7%). Hal ini sejalan dengan penelitian oleh

John (2012) yang melaporkan bahwa bagi pasien GGK yang derajad

hausnya tinggi maka tingkat kepatuhan terhadap pembatasan cairan akan

rendah dibandingkan dengan yang tidak merasa haus. Oleh karena itu

partisipan pertama mengungkapkan cara mengatasi haus yakni dengan

mandi dan kumur. Dengan tidak merasa haus maka dirinya tidak akan

banyak minum. Sejalan dengan penelitian Sari (2009) melaporkan bahwa

respondennya yang patuh terhadap pembatasan cairan sebesar 33,3% dan

yang tidak patuh sebanyak 66,7%. Kepatuhan terhadap pembatasan cairan

memang sebuah hal yang sulit mengingat kebutuhan akan air merupakan

kebutuhan yang mendasar untuk manusia.

Penelitian Kim dan Evangelista (2010) juga melaporkan dua pertiga

(68,2%) respondennya melaporkan ketaatan terhadap pembatasan diet,

namun lebih dari setengah (57,6%) respondennya memiliki kesulitan

mengikuti pembatasan diet yang telah dianjurkan. Alasan utama yang

mereka kemukakan terhadap ketidakpatuhan mereka terhadap diet adalah


95

ketidakmampuannya untuk melawan makanan favorit mereka (56,3%).

Partisipan dalam penelitian ini menyebutkan alasan lain mereka atas

ketidakpatuhan mereka terhadap diet karena harus menjaga Hb mereka

agar stabil. Penelitian oleh John (2012) melaporkan bahwa bagi pasien

GGK yang merasa memiliki energi yang lebih baik maka tingkat

kepatuhan terhadap pembatasan diet juga baik.

Penelitian Kim dan Evangelista (2010) juga melaporkan kebanyakan

respondennya (98%) berpersepsi tentang pentingnya minum obat sesuai

dengan jadwalnya walaupun 19,9% mengalami kesulitan dalam minum

obat sesuai dengan resepnya. Sedangkan penelitian Moreira dkk (2008)

tentang ketidakpatuhan melaporkan bahwa prevalensi ketidakpatuhan

minum obat pada pasien GGK yang dilaporkan secara pribadi maupun

petugas layanan kesehatan menunjukkan prosentase 18,5% dan 29,2%.

Mereka beralasan ketidakpatuhan terhadap obat karena beberapa hal yang

menyebabkan mereka sulit minum obat seperti tidak mampu memperoleh

obat yang mereka butuhkan karena tidak tersedia pada layanan kesehatan

dan karena mereka tidak mampu membelinya (62,5%), kesulitan

mengingat untuk minum (16,7%), dan reaksi obat yang merugikan (12,5).

Partisipan ketiga dan kelima dalam penelitian ini juga menyebutkan

ketidakteraturannya dalam minum obat dengan alasan malas, bosan, dan

lupa minum obat. Hal ini sesuai dengan alasan utama pasien dalam

penelitian Kim dan Evangelista dimana 75% respondennya tidak minum

obat dengan alasan lupa.


96

Self efficacy juga berpengaruh terhadap aktifitas fisik pasien GGK.

Hal tersebut sejalan dengan partisipan ketujuh dengan self efficacy yang

positif yang menjelaskan bahwa dirinya memiliki banyak aktifitas dan

aktif bekerja. Penelitian Kack (2010) juga melaporkan bahwa aktifitas fisik

pada populasi pasien GGK dipengaruhi oleh umur, keyakinan akan

kemampuannya untuk aktif secara fisik (self efficacy), dan status nutrisi.

Dengan membangun kepercayaan diri pasien terhadap kemampuannya

(self efficacy) dalam mempengaruhi hasil yang mereka targetkan

sepertinya merupakan jalan positif lain yang dapat mendorong self-

management yang sukses pada pasien dengan penyakit kronis (Curtin,

2005).

c. Aspek Spiritual Self-Care Management

Aspek ini tidak dapat dipisahkan dari self-care management pasien

GGK yang menjalani hemodialisis karena merupakan aspek penting dalam

elemen kehidupan. Religiusitas atau spiritual memiliki efek positif secara

subjektif terhadap kualitas hidup pasien GGK. Hal tersebut sudah banyak

dibuktikan dalam penelitian antara spiritual dengan kualitas hidup. Sebagai

tambahan pengalaman ibadah responden menunjukkan efek yang

signifikan pada kepuasan hidup dan kebahagiaan (Palomo dan Pendleton,

1991 dalam Thomas, 2003). Aspek spiritual atau religiusitas yang yang

berhubungan dengan kualitas hidup sama pentingnya dengan aspek fisik,

psikologis dan elemen sosial sehingga tidak bisa dihilangkan begitu saja

(Thomas, 2003). Penelitian tentang spiritual dan keyakinan agama


97

melaporkan bahwa spritual dan keyakinan berhubungan dengan penurunan

persepsi terhadap beban akan penyakit, penurunan level depresi,

peningkatan persepsi atau penerimaan dukungan sosial, dan persepsi yang

tinggi terhadap kualitas hidup (Bragazzi dan Puente, 2013). Ada pula hasil

penelitian dari White (2005) yang bertentangan dimana spiritual tidak

memiliki hubungan dengan kualitas hidup berkaitan dengan kesehatan. Hal

tersebut dimungkinkan karena kealamian dari sample penelitian dan

psikometrik dari alat ukur spiritual dalam penelitian tersebut.

Aspek spiritual dan agama juga dapat menjadi salah satu strategi

koping untuk mengatasi masalah beban secara psikologis pada pasien

GGK yakni melalui prinsip penggunaan agama sebagai upaya untuk

meningkatkan penyesuaian diri secara psikologis dan melalui agama

sebagai bentuk dukungan. Koping strategi lain dalam segi spiritual adalah

keyakinan kepada Tuhan dan berdoa yang dilakukan paling sering ketiga

oleh responden hemodialisis pada penelitian Baldree, Murphy dan Powers

(1982) dan rangking pertama paling sering digunakan pada penelitian

Gurklis dan Menke (1988).

Penelitian oleh Ko dkk (2007) melaporkan bahwa responden yang

atheis menunjukkan BUN dan kreatinin yang rendah dibandingan dengan

reponden yang memiliki keyakinan akan spiritual atau agama dengan

alasan kemungkinan perasaan sangat sakit, keputusasaan, atau terbebani.

Hal tersebut menunjukkan ketika pasien tidak memiliki keyakinan dalam

spiritual beban terhadap penyakit dan keputusasaan dapat terjadi dan hal

tersebut dapat berpengaruh terhadap kondisinya.


98

Aspek spiritual yang ditemukan dalam penelitian ini meliputi

kepasrahan terhadap Tuhan, keyakinan akan kesembuhan dari Tuhan, dan

aktifitas ibadah. Walaupun partisipan menyadari bahwa penyakit GGK

tidak dapat sembuh namun harapan untuk diberikan kesembuhan

memberikan kekuatan bagi partisipan. Hal tersebut berlaku juga untuk

aktifitas ibadah walaupun tidak bisa menjalankan ibadah sholat dengan

berdiri partisipan tetap menjalankan dengan duduk.

2. Hambatan dalam Self-Care Management

Hambatan dalam pelaksanaan self-care management pasien GGK yang

menjalani hemodialisis digambarkan dengan hambatan dari internal dan

eksternal. Hambatan internal meliputi hambatan motivasi diri dalam

pengaturan nutrisi, pembatasan cairan, dan beraktifitas. Hal ini sesuai dengan

penelitian oleh Hidayati dan Wahyuni (2012) melaporkan bahwa hambatan

dalam memenuhi self-care pasien GGK meliputi faktor internal dan eksternal

meliputi faktor ekonomi, mental, dan pengelolaan asupan cairan dan nutrisi

yang dapat menimbulkan kendala yang menghambat pasien untuk

memaksimalkan kondisi tubuhnya.

Penjelasan sebelumnya telah mengungkapkan bahwa pengaturan diet dan

pembatasan cairan merupakan masalah yang sulit pada pasien GGK. Hal ini

lagi-lagi terkait dengan kepatuhan sesuai dengan anjuran dokter dan motivasi

diri untuk melaksanakannya. Bahkan partisipan sendiri (P7) sudah tidak

mengontrol lagi jumlah intake cairan sehari-hari karena tidak mampu untuk

mengendalikan dorongan untuk minum. Partisipan (P7) sudah menyadari akan


99

banyaknya makanan yang tidak boleh ia makan sehinga dirinya mengeluhkan

rasa tidak bertenaga dalam dirinya sehingga tidak mampu membantu dalam

peran keluarga. Namun keluhan tidak bertenaga sendiri juga menjadi

hambatan partisipan dalam beraktifitas karena mudahnya merasa sesak dan

cepat lelah yang disebutkan partisipan kelima. Dengan adanya hambatan

tersebut peran keluarga sebagai pemberi dukungan dan pengertian dibutuhkan

dalam membangun kembali semangat partisipan terhadap ketaatan terhadap

regimen tersebut.

Hambatan eksternal adalah ekonomi atau biaya untuk pasien dimana hal

tersebut merupakan sesuatu tidak asing mengingat biaya untuk cuci darah

yang tidak sedikit. Pemerintah telah memberikan bantuan biaya terkait dengan

terapi hemodialisis misalnya melalui Jamkesda atau Jamkesmas. Dengan

jaminan tersebut mungkin pasien merasa terbantu dan juga tidak karena

terbatasnya jaminan tersebut. Untuk Jamkesda partisipan menjelaskan bahwa

dirinya hanya gratis biaya terapi hemodialisis sebanyak dua kali sedangkan

sisanya dengan biaya sendiri. Ini yang sangat memberatkan dan membuat

beban penyakit dirasakan partisipan (P7). Kemudian untuk biaya obat untuk

meningkatkan Hb yang harganya tidak murah ataupun anjuran untuk tranfusi

karena Hb nya rendah juga memerlukan biaya. Istri partisipan (P7) juga

menjelaskan bagaimana biaya untuk hemodialisis ini tidak sedikit jumlahnya

yang sangat memberatkan keluarganya dengan tidak adanya biaya bantuan.

Masalah biaya ini mempengaruhi psikologis partisipan terkait dengan beban

akan penyakit dan ketidakmampuan dalam menjalankan peran dalam keluarga

semisal pencari nafkah seperti yang diungkapkan partisipan (P7).


100

3. Sumber Social Support

Support system sangat penting terutama social support atau dukungan

sosial dari orang terdekat. Dukungan sosial menurut Pender (1996) dalam

Wells dan Anderson (2011) adalah kebutuhan dasar manusia. Dukungan sosial

merupakan faktor penting dan faktor yang menentukan tingkat kesehatan

(Wells dan Anderson, 2011). Tobvin dkk (2003) dalam penelitiannya pada 48

pasien hemodialisis melaporkan bahwa ada hubungan positif yang terjadi

antara dukungan sosial dengan kualitas hidup. Pada penelitian Wells dan

Anderson (2011) melaporkan bahwa tingkat atau level self efficacy dan

dukungan sosial pada respondennya yakni orang Afrika Amerika cenderung

tinggi. Peningkatan level self efficacy dan dukungan sosial dalam penelitian

tersebut mungkin dapat membantu responden untuk koping terhadap penyakit

mereka.

Sumber social support dalam pelaksanaan self-care management pasien

GGK yang menjalani hemodialisis dalam penelitian ini diperoleh dari pasangan

(suami/istri), keluarga, dan sesama pasien yang menjalani hemodialisis. Hal

tersebut sesuai dengan penelitian Al-Arabi (2003) yang melaporkan bahwa

semua responden dalam penelitiannya menunjukkan paling sedikit memiliki

satu bentuk dukungan sosial yakni dapat berasal dari keluarga, pihak sosial

yang berwenang, dan suami/istri, anak-anak serta saudara. Mayoritas

responden (96,3%) merasa puas dengan bantuan yang diterima dari sumber

dukungan sosialnya. Persepsi respondennya tentang dukungan sosial juga

tinggi dan persepsi terhadap dukungan sosial dalam penelitian tersebut


101

menunjukkan adanya hubungan dengan kualitas hidup pada pasien yang

menjalani hemodialisis dalam penelitiannya.

Keluarga merupakan sumber social support yang penting pada pasien

GGK. Seperti dilaporkan oleh Kara dkk (2007) dimana responden dengan

tingkat dukungan keluarga yang rendah berhubungan secara signifikan dengan

ketidakpatuhan terhadap diet. Begitu pula dengan dukungan keluarga dan

teman yang rendah secara signifikan berhubungan dengan ketidakpatuhan

terhadap pembatasan cairan. Berbeda dengan penelitian yang dilaporkan Sari

(2009) dimana dukungan keluarga tidak memiliki hubungan yang sifnifikan

dengan kepatuhan terhadap pembatasan cairan. Hasil tersebut mengindikasikan

faktor lain seperti motivasi dari diri pasien sebagai faktor dalam kepatuhan

terhadap pembatasan cairan. Penelitian oleh Saraha dkk (2013) juga

melaporkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara dukungan

keluarga dengan depresi pada pasien GGK. Prosentase dukungan keluarga

yang baik sebesar 83,1% dengan tidak depresi sebesar 71,2%. Adapun

dukungan keluarga kurang sebesar (16,9%) dengan depresi sebesar 28,8%. Di

samping pasangan dan keluarga, sesama pasien yang menjalani hemodialisis

juga dapat saling memberikan dukungan sosial seperti diungkapkan partisipan

maupun istrinya dimana mereka sudah seperti keluarga dengan sesama yang

menjalani hemodialisis. Mereka saling mendukung melalui obrolan yang

tercipta saat terapi dan saling memberikan semangat.

4. Kaitan dengan Nursing Care Plan

Nursing Care Plan (NCP) merupakan sebuah perencanaan yang

berdasarkan pada pengkajian dan diagnosa keperawatan yang digunakan oleh


102

perawat. NCP memiliki empat komponen penting meliputi identifikasi

masalah keperawatan atau diagnosa keperawatan dan pendekatan untuk

mengatasi masalah tersebut, pernyataan harapan terhadap manfaat untuk

pasien, pernyataan dari tindakan yang spesifik oleh perawat yang

merefleksikan pendekatan perawat dan tercapainya tujuan yang spesifik, dan

evaluasi dari respon pasien terhadap asuhan keperawatan dan penyesuaian

dirinya terhadap perawatan tersebut sesuai kebutuhan. NCP dimulai ketika

pasien berada dalam pelayanan kesehatan. Setelah pengkajian keperawatan

sebuah diagnosa keperawatan muncul dan kebutuhan asuhan keperawatan

dikembangkan. Tujuan dari proses tersebut adalah untuk memastikan jika

asuhan keperawatan konsisten dengan kebutuhan pasien dan

perkembangannya kepada perawatan dirinya sendiri atau self-care (Medical

Dictionary, 2013). Mengingat bahwa pasien dengan gagal ginjal kronis harus

menjalani hemodialisis secara rutin 2-3 kali dalam seminggu hendaknya NCP

terus diupayakan sebagai bentuk follow up dan evaluasi kondisi pasien.

Kaitan NCP dalam penelitian ini menunjukkan bahwa diagnosa

keperawatan yang muncul pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani

hemodialisis `di wilayah Tangerang Selatan yakni ineffective self-health

management dan enhanced self-health management. Dua diagnosa tersebut

merupakan dua masalah keperawatan yang muncul dalam penelitian ini.

Empat partisipan menunjukkan masalah keperawatan ineffective self health

management dengan ungkapan atas ketidakmampuan dalam memasukkan atau

mengimplementasikan regiment terapeutik pengobatan dalam aktifitas sehari-

hari. Mereka memiliki tingkat compliance atau kepatuhan yang rendah


103

terhadap regiment pengobatan terkait konsumsi obat-obatan, pengelolaan diet,

dan pembatasan cairan. Partisipan tidak memahami bahwa ketidakpatuhan

tersebut dapat berdampak secara langsung pada kondisi tubuhnya sehingga

kesadaran akan komplikasi yang dapat dirasakan akibat ketidakpatuhan juga

belum ada.

Pemberian edukasi merupakan bentuk intervensi keperawatan yang dapat

diupayakan dan direncanakan untuk pasien dengan masalah keperawatan

ineffective self-health management. Edukasi yang adekuat tentang penyakit

ginjal kronis dapat memperlambat permulaan dialisis, peningkatan pilihan

pasien terhadap rendahnya biaya home-based therapies, dan peningkatan

outcomes dari pasien setelah memulai dialisis (Devins et al, 2003 dalam

Finkelstein et al, 2008). Pendidikan kesehatan terkait pengolalan diet, gizi

makanan secara detail termasuk juga proses metabolismenya dalam tubuh,

pembatasan cairan dan dampaknya, maupun fungsi obat-obatan diharapkan

dapat meningkatkan kesadaran pasien. Hal tersebut dapat perawat laksanakan

pada fase awal pasien terdiagnosa GGK dan menjalani hemodialisis sehingga

dapat membantu pasien baru dalam beradaptasi terhadap regiment terapeutik

pengobatan. Finkelstein et al (2008) juga menyebutkan banyaknya rintangan

untuk menyediakan edukasi untuk pasien GGK ini seperti perawatan pasien

yang kompleks, waktu tenaga medis yang mendesak, dan juga kemampuan

yang terbatas untuk menyediakan edukasi pasien yang adekuat. Penelitian oleh

Finkelstein et al (2008) melaporkan bahwa terdapat peningkatan yang

signifikan terhadap persepsi pengetahuan mereka terhadap terapi modalitas

dengan peningkatan frekuensi kunjungan nefrologi. Hal tersebut menunjukkan


104

nefrologi dan tenaga medis dalam pelayanan kesehatan memiliki peran

sebagai edukator yang tepat untuk pasien GGK. Selain itu persepsi pasien

tentang pengetahuan dari terapi GGK yang bervariasi dan pemahaman mereka

tentang keuntungan dan kerugian pilihan treatmen yang ada memiliki

hubungan yang erat dimana tidak adanya pengetahuan tentang variasi terapi

pada pasien (70,5%) mengindikasikan bahwa mereka tidak mengetahui

keuntungan dan kerugian dari pilihan terapi yang ada. Fox & Kohn (2008)

menyebutkan bahwa pilihan pasien merupakan faktor utama dalam pemilihan

terapi baik dialisis ataupun terapi yang lain dan ketiadaan akan pengetahuan

terhadap hal tersebut dapat menjadi dampak nyata untuk pasien. Edukasi

terbukti menjadi penting untuk diperhatikan terkait dengan terapi modalitas

pada pasien GGK maupun regiment terapeutik pengobatan mereka.

Empat partisipan menunjukkan masalah keperawatan enhanced self-

health management dimana partisipan tersebut memiliki menunjukkan

kemampuan dalam melaksanakan regiment terapeutik pengobatan dalam

aktifitas sehari-hari dan memiliki self-efficacy yang positif terhadap

pelaksanaannya. Peningkatan self efficacy dapat direncanakan dan diupayakan

sebagai intervensi keperawatan untuk masalah enhanced self health

management. Albert Bandura, seorang psikologis terkenal dari Universitas

Stanford memperkenalkan konsep persepsi self efficacy dalam konteks

cognitive behavior modification pada tahun 1977. Konsep tersebut

menunjukkan bahwa self efficacy yang kuat berhubungan dengan kesehatan

yang lebih baik, pencapaian yang lebih tinggi, dan integrasi sosial yang lebih

(Bandura, 1977 dalam Schwarzer & Fuchs, 1995). Hal tersebut sejalan
105

dengan partisipan penelitian yang memiliki self efficacy yang positif. Self

efficacy ini dapat membedakan cara seseorang dalam berfikir dan bertindak

serta perasaan seseorang. Rendahnya tingkat self efficacy berhubungan dengan

depresi, kecemasan, dan ketidakberdayaan. Tingkat self efficacy dapat

meningkatkan atau menghambat motivasi seseorang untuk bertindak.

Seseorang dengan self efficacy tinggi memilih untuk melakukan tugas yang

menantang dan mentargetkan tujuan yang tinggi untuk diri mereka sendiri

(Locke & Latham, 1990 dalam Schwarzer & Fuchs, 1995). Penelitian oleh

John (2012) pada pasien gagal ginjal kronis telah melaporkan bahwa terdapat

hubungan yang kuat antara self efficacy dengan kepatuhan terhadap

pembatasan cairan sehari-hari dan pembatasan diet. Semakin tinggi self

efficacy yang dilaporkan respondennya, semakin tinggi kepatuhan terhadap

pembatasan cairan dan diet yang dilaporkan respondennya.

B. Keterbatasan Penelitian

Dalam melaksanakan penelitian ini peneliti memiliki keterbatasan-

keterbatasan seperti :

1. Penelitian ini dilakukan pada delapan partisipan sehingga dapat

dimungkinkan data yang didapat belum memberikan gambaran umum dari

variasi self-care management pasien gagal ginjal kronis dengan

hemodialisis.

2. Tempat wawancara yang dilakukan di rumah dimana hanya terdapat

peneliti dan partisipan utama serta pendukung mungkin membuat data


106

yang diperoleh kurang bervariasi. Sebaiknya dapat dicoba dengan melalui

fokus group discussion (FGD) sehingga variasi data dapat muncul.

3. Waktu wawancara mendalam yang disepakati oleh peneliti dan partisipan

terkadang memberikan respon informasi yang berbeda-beda baik itu

informasi secara lengkap maupun singkat.

C. Implikasi untuk Ilmu Keperawatan dan Pelayanan Kesehatan

Hasil penelitian ini dapat berimplikasi pada ilmu keperawatan dan

pelayanan kesehatan baik di rumah sakit khususnya di unit hemodialisis dan

komunitas meliputi :

 Hasil penelitian ini telah memberikan gambaran self-care management

pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis dari aspek

pemenuhan kebutuhan fisik, kondisi psikologis, dan sikap spiritual.

 Gambaran hasil penelitian membantu perawat untuk memahami kebutuhan

apa saja yang diperlukan terkait pengembangan kemampuan pasien GGK

yang menjalani hemodialisis dalam merawat dirinya sendiri dengan tetap

melibatkan keluarga sebagai pihak terdekat dari pasien sehingga pasien

pada akhirnya dapat beradaptasi dengan kondisi maupun regimen

terapeutik pengobatan mereka.

 Self-care management merupakan bentuk perawatan mandiri oleh diri

pasien yang dapat memiliki dampak positif apabila digiatkan bila

dikaitkan dengan kualitas hidup pasien.

 Self efficacy atau keyakinan akan kemampuan dalam pelaksanaannya

terbukti bersinergi dengan motivasi pasien GGK dalam mengikuti serta


107

mengimplementasikan regimen terapeutik pengobatan sesuai dengan yang

telah dianjurkan oleh tenaga medis.

 Self efficacy terbukti menjadi salah satu aspek kondisi psikologis dalam

self care management dimana pasien GGK merasa mampu, tidak mampu

ataupun ada yang mampu dan tidak terkait upaya dalam self-care.
BAB VII

KESIMPULAN & SARAN

Bab ini menguraikan hasil kesimpulan dari penelitian ini dan saran dari

peneliti terkait hasil yang telah diperoleh yang akan diuraikan berikut ini.

A. Kesimpulan

1. Hasil penelitian ini memberikan gambaran self-care management pasien

gagal ginjal kronis dengan hemodialisis di wilayah Tangerang Selatan

yang meliputi aspek pemenuhan kebutuhan fisik, kondisi psikologis, dan

sikap spiritual.

2. Aspek pemenuhan kebutuhan fisik self-care management pasien gagal

ginjal kronis yang menjalani hemodialisis meliputi pengaturan nutrisi

atau makanan, pengaturan intake cairan terkait pembatasan cairan,

perawatan akses vaskuler baik cimino dan akses vena femoral, serta

aktifitas istirahat/tidur dan olahraga.

3. Aspek kondisi psikologis self care managemet pasien gagal ginjal kronis

yang menjalani hemodialisis meliputi self-efficacy terkait upaya

pelaksanaan self-care, kepatuhan dan ketidakpatuhan terhadap regiment

pengobatan, koping maladaptif yakni keputusasaan, dan banyak aktifitas

di luar seperti bekerja.

4. Aspek spiritual self-care management pasien gagal ginjal kronis yang

menjalani hemodialisis meliputi bentuk kepasrahan kepada Tuhan,

keyakinan akan kesembuhan dari Tuhan, dan aktifitas ibadah yakni

sholat.

108
109

5. Hambatan dalam pelaksanaan self-care management meliputi hambatan

dari internal yang meliputi motivasi diri dalam pengaturan diet,

pembatasan cairan, dan dalam beraktifitas maupun hambatan eksternal

yakni terkait dengan ekonomi.

6. Sumber social support juga merupakan salah satu bagian yang tak

terpisahkan dari pelaksanaan self-care management pasien gagal ginjal

kronis yang menjalani hemodialisis dimana dalam penelitian ini dapat

dilaporkan sumber social support yang diterima pasien berasal dari

pasangan (suami/istri), keluarga, dan sesama pasien yang menjalani

hemodialisis.

7. Kaitan dengan nursing care plan dengan penelitian ini menunjukkan

diagnosa keperawatan yang muncul terkait self-care management adalah

ineffective self health management dan enhanced self health

management.

B. Saran

1. Pelayanan kesehatan dapat memberikan edukasi yang komprehensif

tentang self-care management untuk pasien gagal ginjal kronis yang

menjalani hemodialisis pada pasien sendiri, keluarga, maupun

masyarakat umum.

2. Pendidikan kesehatan tentang regimen pengobatan seperti pengaturan

diet, pembatasan cairan, konsumsi obat yang komprehensif dan

mendalam perlu dilakukan sebagai upaya meningkatkan pemahaman

109
110

dan kesadaran tentang pentingnya mengimplementasikan regimen

terapeutik pengobatan dalam kehidupan sehari-hari.

3. Pelayanan kesehatan baik tenaga medis di unit hemodialisis, rumah

sakit, serta komunitas agar dapat mempromosikan self-care

management pada pasien maupun keluarga dengan cara menyebarkan

angket, brosur atau pamflet tentang self-care management.

4. Pengawasan terhadap pelaksanaan self-care management perlu

dilakukan oleh tenaga medis di unit hemodialisis serta perawat di

komunitas maupun petugas puskesmas sebagai upaya pengoptimalan

perubahan perilaku sesuai dengan regimen terapeutik pengobatan yang

telah dianjurkan.

5. Kepatuhan merupakan masalah dalam regiment terapeutik pengobatan

sehingga self-care menagement diharapkan mampu membantu

meningkatkan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani

hemodialisis.

6. Penelitian ini perlu ditindak lanjuti dengan studi-studi lanjutan

mengenai self-care management yang telah dideskripsikan dan

persepsi pasien terhadap self-care management sebagai usaha dalam

meningkatkan kepatuhan terhadap regiment terapeutik pengobatan.

110
DAFTAR PUSTAKA

Alligood, Martha Raille & Ann Mariner Tomey,. Nursing Theorists and Their
Work Seventh Edition. United Stated Of America : Mosby Elsevier . 2010

Al-Arab, Safa’a. Social Support, Coping Methods and Quality of Life in


Hemodialysis Patients. 2003

Anonim,. 87,5 Persen Penderita Gagal Ginjal Pasrah Karena Biaya Cuci Darah
Mahal http://www.pelita.or.id/baca.php?id=160. 2013. diakses pada
tanggal 07 Maret 2013

ANTARA. 36 Juta Warga Dunia Meninggal Gagal Ginjal.


http://www.antarasumut.com/36-juta-warga-dunia-meninggal-gagal-ginjal .
2009. diakses pada tanggal 24 maret 2013

Ariyanto, Eko Fuji, Dewi Marhaeni Diah Herawati, dan GagaIrawan Nugraha.
Penatalaksanaan Nutrisi pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani
Hemodialisis. http://pustaka.unpad.ac.id/archives/126766/ diakses pada
tanggal 6 September 2013

Asmadi. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : EGC. 2008

Bakta, I Made & I Ketut Suastika,. Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam.
Jakarta : EGC. 1999

Bağ, E., & Mollaoğlu, M. The evaluation of self-care and self-efficacy in patients
undergoing hemodialysis. Journal of Evaluation in Clinical Practice, 16(3),
605-610. 2010

Bandura, Albert. Self Efficacy Mechanism in Human Agency. 1982

Baradero , Mary . Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Ginjal. Jakarta :


EGC . 2009

Basavanthappa,BT. Nursing Theories. New Delhi : Jaypee Brothers Medical.


2007.

Black, Joyce M. & Jane Hokanson Hawks. Medical Surgical Nursing Clinical
Management for Positive Outcome Seventh Edition. China : Elsevier inc.
2005

Bragazzi, Nicola Luigi & Giovanni Del Puente. Chronic Kidney Disease,
Spirituality and Religiosity: A Systematic Overview With the List of Eligible
Studies. 2013
Bulechechek, Gloria M, Howard K. Butcher, Joannne MsCloskey Dotcherman.
Nursing Intervention Classification (NIC) Fifth Edition. USA : Mosby
Elsevier. 2008

Bungin, Burhan. Analisis Data Penelitian Kualitatif : Pemahaman Filosofis dan


Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. Jakarta: Rajawali Press.
2008

Burns, Nancy & Susan K. Grove. The Practice of Nursing Research : Conduct,
Critique, and Utilization 5th Edition. USA : Elsevier Saunders. 2004

Curtin, Roberta Braun & Donna L. Mapes. Health Care Management Strategies
of Long Term Dialisis Supervivors. Nefrologi Nursing Journal. 2001

Curtin, Roberta Braun dkk. Hemodialysis Patients’s Symptom Experiences :


Effects on Physical and Mental Functioning. Nefrologi Nursing Journal.
2002

Curtin, Roberta Braun, dkk . Self-Management, Knowledge, Funcioning and Well


Being of Patients on Hemodialysis. Nephrologi Nursing Journal . 2004

Curtin, Roberta Braun dkk. Self Management in Patient with End Stage Renal
Disease : Exploring Domains and Dimensions. Nephrology Nursing
Journal. 2005

Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data. Jakarta : Rajawali Press.


2012

Faizal, Elly Burhaini. Noncommunicable Diseases Top Priority in Health Agenda.


http://www.thejakartapost.com/news/2012/01/09/noncommunicable-
diseases-top-priority-health-agenda.html . 2012 diakses pada tanggal 06
Maret 2012

Farida, Anna. Pengalaman Klien Hemodialisa Terhadap Kualitas Hidup Dalam


Konteks Asuhan Keperawatan di RSUP Fatmawati Jakarta. 2010

Finkelstein, Fredric O. Dkk. Perceived Knowledge Among Patients Cared for By


Nephrologists About Chronic Kidney Disease and End-Stage Renal Disease
Therapies. International Society of Nephrology. 2008

Fox, Chester and Linda S. Kohn. The Importance of Patient Education in The
Treatment of Chronic Kidney Disease. Kidney International. 2008

Fransiska, Kristina. Waspadalah 24 Penyebab Ginjal Rusak. Jakarta : Penerbit


Cerdas Sehat. 2011
Gibson, M.H.. The Quality of Life of Adult Hemodialysis Patients. Austin : The
University Of Texas.1995

Granehim U.H. & B. Lundman. Qualitative Content Analisis in Nursing Research


: Concepth, Procedure and Measures to Achieve Trustworthiness. 2003

Heidarzadeh M, Atashpeikar S, & Jalilazar T.. Relationship Between Quality of


Life and Self-Care Ability in Patients Receiving Hemodialysis. 2010 pada
http://europepmc.org/articles/PMC3093176 diakses pada tanggal 24 Januari
2013

Hidayat, Aziz Alimul. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta :
Salemba Medika. 2007

Hidayati, Wahyu & Kiki Wahyuni. Pengalaman Self-Care Berdasarkan Teori


Orem Pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis.
Jurnal Nursing Studies, Volume 1, Nomor 1 tahun 2012 halaman 244-251.
2012

Indraratna, Kartika. Tingkat Pengetahuan Pasien Gagal Ginjal Kronis (GGK)


Tentang Diet GGK di Ruang Hemodialisa RSUD Dr. Harjono. 2012 .
http://lib.umpo.ac.id/gdl/files/disk1/7/jkptumpo-gdl-kartikaind-331-1-
abstrak-i.pdf . Diakses pada tanggal 8 September 2013

John, Ansy. The Relationship Between Self-Efficacy and Fluid and Dietary
Compliance in Hemodialysis Patients. 2012

Johnson, Marion, Gloria M. Bulecheck, Joanne M. McCloskey Dochterman,


Meridean L. Maas, Sue Moorhead, Elizabeth Swanson, and Howard K.
Butcher. NANDA, NOC, and NIC Linkages: Nursing Diagnoses, Outcomes,
and Interventions 2nd ed. St Louis : Mosby Elsevier. 2006

Kack, Shannon . The Influence of Self-Efficacy on Physical Activity in Individuals


with End-Stage Renal Disease. 2010

Kara, Belguzar Caglar, & Kayser Kilic, Selim Nonadherence With Diet and Fluid
Restrictions and Perceived Social Supporting Patients Receiving
Hemodialysis Journal of Nursing Scholarship; Third Quarter 2007; 39, 3;
ProQuest Research Library pg. 243. 2007

Kim, Y., & Evangelista, L.S.. Relationship Between Illness Perceptions,


Treatment Adherence, and Clinical Outcomes in Patients on Maintenance
Hemodialysis. Nephrology Nursing Journal, 37(3), 271-281. 2010

Ko, Benjamin, Dkk. Religious Beliefs and Quality of Life in An American Inner-
City Haemodialysis Population. 2007
Kolewaski, Carrie D. Dkk. Quality of Life and Exercise Rehabilitation in End
Stage Renal Disease. The CANNT Journal Volume 15. 2005

Krespi, R dkk. Haemodialysis Patient’s Belief About Renal Failure, Patient


Education & Counseling . 2004

Kusnanto,. Pengantar Profesi & Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta :


EGC. 2003

Medicare Team.Medicare For People with End Stage Renal Disease or a


Disability.www.kidney.org/professionals/CNSW/pdf/Medicare4PeopleWith
ESRD.pdf diakses pada Minggu 6 Januari 2013

Medical Dictionary . Nursing Care Plan Definition. http://medical-


dictionary.thefreedictionary.com/nursing+care+plan diakses pada tanggal 15
September 2013

Moleong, L. J.. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja


Rosdakarya Offset. 2013

Moreira, Leonardo B dkk. Medication Noncompliance in Chronic Kidney


Disease. 2008

Moorhead, Sue dkk. Nursing Outcome Classification (NOC) Fourth Edition. USA
: Mosby Inc

Muhammad, As’adi. Serba Serbi Gagal Ginjal: Tangani Sedini Mungkin


Gangguan Ginjalmu Bersama Buku Ini. Jogjakarta: Diva Press. 2012

Muhlisin, Abi dan Indarwati. Teori Self Care dari Orem dan Pendekatan dalam
Keperawatan. Berita Ilmu Keperawatan Vol 2. 2010

National Kidney and Urologic Diseases Information Clearinghouse. Kidney


Disease Statistic for The United States. NIH Publication. 26 November
2012

NIDDK . Nutrition and Hemodialysis. New York : National Kidney Foundation.


2010

Potter, Patricia A & Anne Griffin Perry. Buku Ajar Fundamental Keperawatan :
Konsep, Proses, dan Praktek Edisi 4 Volume 1. Jakarta : EGC. 2005

Polit, Denise F., Cheryl Tatano Beck and Bernadette P. Hungler. Essentials of
Nursing Research : Methodes, Appraisal, and Utilization Fifth Edition.
2001
Price, Sylvia A. & Lorraine M. Wilson. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta : EGC. 2002

Richard, Cleo J. Self Care Management in Adults Undergoing Hemodialysis.


Nefrologi Nursing Journal. 2006

Richard, Cleo J.. Living With An Arterio-Venous Fistula For Hemodialysis. 2008

Rubenstain, David, David Wayne & John Bradley. Lecture Notes Kedokteran
klinis Edisi Keenam. Jakarta : penerbit Erlangga. 2007

Saraha, Suryaningsih. M., Esrom Kanine, & Ferdinand Wowiling. Hubungan


Dukungan Keluarga dengan Depresi Pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik
di Ruangan Hemodialisa BLU RSUP Prof. Dr. R D. Kandou Manado.
ejournal Keperawatan (e-Kp) Volume 1. Nomor 1. Agustus 2013. 2013

Sari, Dianing. Mahalnya Merawat Ginjal Rusak .


http://www.tempo.co/read/news/2013/03/07/060465539/Mahalnya-
Merawat-Ginjal-Rusak diakses pada tanggal 07 Maret 2013 . 2013

Sari, Lita Kartika. Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Dalam


Pembatasan Cairan Pada Klien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani
Terapi Hemodialisis di Ruang Hemodialisa RSUP Fatmawati. 2009

Sherwood, Lauralle. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 2. Jakarta : EGC.
2001

Simmons, Laurie. Dorothea Orem’s Self Care Theory as Related To Nursing


Practice in Hemodialisis. Nephrology Nursing Journal.2009

Smeltzer, S. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth.


Volume 2 Edisi 8. Jakarta : EGC. 2001

Smeltzer, Suzanne C. Dkk. Brunner & Suddart Textbook of medical-suirgical


Nursing : Eleventh Edition. USA : Lipincott williams & Wilkins.2009

Storer, Thomas W. The Importance of Exercise in End Stage Renal Disease.


Proquest Research Library. 1999

Streubert, Helen J. & Carpenter, Dona R. Qualitative Research in Nursing


Advancing the Humanistic Imperative. 2003

Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2006

Suyono, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
2001
Swanburg, Russel. Pengantar Kepemimpinan & Manajemen Keperawatan Untuk
Perawat Klinis. Jakarta : EGC.2000

Taylor, Susan Gebhardt & Katherine Renpenning. Self care Science, Nursing
Theory and Evidence-Based Practice. New York : Springer Publishing
Company,LLC. 2011.

Thomas, Claudie J.. The Impact of Religiosity, Social Support and Health Locus
of Control on the Health-Related Quality o f Life of African-American
Hemodialysis Patients. 2003

Tovbin, D., Gidron, Y, Jean, T., Granovsky, R. & Schnieder, A. Relative


Importance and Intercorrelations Between Psychosocial Factors and
Individualized Quality of Life of Hemodialysis Patients. 2003

USRDS Annual Data Report : Atlas of End Stage Renal Disease in United Stated
Volume 2 tahun 2012

Wardlaw, Gordon M., Jeffresy S. Hampl, dan Robert A. DiSilvestro. Perspektives


in Nutrition Sixth Edition. New York : The McGraw-Hill Companies. 2004

White, Rita Yim Fong. Spirituality and Health Related Quality of Life in
Hemodialysis Patients. 2005

Wells, Janie R and Staci J. Anderson. Self Efficacy and Social Support in African
Americans Diagnosed with End Stage Renal Disease. ABNF Journal Tucker
Publication. 2011

World Health Organization (WHO). Global Status Report on NonCommunicable


Diseases 2010 http://www.who.int/nmh/publications/ncd_report2010/en/.
2011. diakses pada tanggal 06 Maret 2012.

WHO Indonesia. Health Profile Non Comunicable Disease.


http://www.ino.searo.who.int/en/Section3_30.html . 2013. diakses pada
tanggal 06 Maret 2013

WHO Indonesia. NCD Country Profile 2011.


http://www.who.int/nmh/countries/idnen.pdf. 2011. diakses pada tanggal 14
Maret 2013
Lampiran 1

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Kepada Yth, Ciputat, Juni 2013


Bapak/Ibu/Saudara/Saudari
Di Tempat

Assalamu’alaikum, Wr. Wb
Bapak/Ibu/Saudara/Saudari yang saya hormati,
Sehubungan dengan tugas akhir dalam penyelesaian studi untuk mendapatkan
gelar sarjana (S.Kep), saya sebagai peneliti:
Nama : Faulya Nurmala Arova
NIM : 109104000046
Jurusan : Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) FKIK UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
Kontak : 085714525108
Mohon kiranya Bapak/Ibu/Saudara/Saudari dapat menjadi informan dalam
penelitian saya dengan judul Gambaran Self Care Management pada Pasien Gagal
Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisis di Wilayah Tanggerang Selatan.
Informasi yang Bapak/Ibu/Saudara/Saudari berikan sebagai responden sangat
berharga dalam penelitian ini. Jika ada pertanyaan berkaitan penelitian ini
Bapak/Ibu/Saudara/Saudari dapat menghubungi peneliti.
Atas perhatian dan partisipasi Bapak/Ibu/Saudara/Saudari, peneliti
mengucapkan terima kasih. Wassalamu’alaykum, Wr. Wb.

Ciputat, Juni 2013


Hormat Saya,

Faulya Nurmala Arova


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

LEMBAR PERSETUJUAN INFORMAN

Saya telah diminta dan memberikan izin untuk terlibat dalam penelitian ini

dan berperan serta sebagai partisipan atau informan dalam penelitian yang

berjudul Gambaran Self Care Management pada Pasien Gagal Ginjal Kronis yang

Menjalani Hemodialisis di Wilayah Tanggerang Selatan yang dilakukan oleh

peneliti. Peneliti telah menjelasakan tentang penelitian yang akan dilakasanakan

dan wawancara mendalam berlangsung selama satu jam. Saya mengetahui bahwa

tujuan penelitian ini dapat meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.

Saya mengerti bahwa rekaman dan catatan mengenai penelitian ini akan

dirahasiakan. Kerahasiaan ini dijamin selegal mungkin. Semua berkas yang

mencantumkan identitas informan dengan inisial, hanya akan digunakan untuk

keperluan pengelolaan data dan bila sudah tidak digunakan lagi akan dihapus.

Hanya peneliti dan pembimbing peneliti yang dapat mengetahui data tersebut.

Demikian dengan sukarela dan tidak ada unsur paksaan dari siapapun,

saya berperan sebagai informan dalam penelitian ini.

Ciputat, Juni 2013

Informan

...........................
Lampiran 2

PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM

PARTISIPAN UTAMA

A. Petunjuk Umum

1. Tahap Perkenalan

2. Tahap Pencairan

3. Jelaskan maksud dan tujuan wawancara mendalam

B. Petunjuk Wawancara Mendalam

1. Wawancara mendalam dilakukan oleh peneliti dan dapat didampingi oleh

seorang pencatat.

2. Partisipan dan angota keluarga memiliki kebebasan untuk menyampaikan

pendapat, pengalaman, saran, atau komentar.

3. Pendapat, pengalaman, saran, dan komentar dari partisipan maupun

anggota keluarga tidak ada yang salah/benar.

4. Semua jawaban dari partisipan maupun anggota keluarga akan dijamin

kerahasiannya.

5. Izin untuk merekam dalam tape recorder untuk membantu pembuatan

transkrip sehingga tidak ada pernyataan yang terlewatkan.

6. Partisipan dan anggota keluarga dapat menarik informasi atau pernyataan

yang diberikan tanpa sanksi apapun.


C. Identitas Peneliti

1. Nama peneliti :

2. Tanggal wawancara :

3. Waktu wawancara :

4. Tempat wawancara :

D. Identitas Partisipan

1. Inisial ;

2. Umur :

3. Jenis kelamin :

4. Pendidikan terakhir :

5. Riwayat pekerjaan :

6. Agama :

7. Sejak kapan terdiagnosa gagal ginjal :

8. Sejak kapan hemodialisis :

9. Berapa kali hemodialisis (seminggu) :

E. Self-Care Management

1. Pertanyaan mengenai self-care management pasien gagal ginjal konis

yang menjalani hemodialisis.

a. Bagaimana bapak/ibu merawat diri bapak/ibu sendiri sehingga

memiliki kondisi seperti sekarang ini?

 Dalam pembatasan cairan


 Dalam pemenuhan nutrisi/diet

 Dalam aktifitas sehari-hari dalam perilaku higiene

termasuk mandi dan eliminasi (BAK dan BAB)

 Dalam merawat akses vaskuler

 Dalam manajemen obat-obatan

 Dalam aktifitas tidur dan olahraga

b. Adakah hambatan yang bapak/ibu rasakan dalam merawat diri

bapak/ibu sendiri?

Ya...apa hambatan yang dirasakan?

Tidak....mengapa?

c. Bagaimana dengan dukungan yang bapak/ibu peroleh terkait upaya

yang bapak/ibu lakukan untuk merawat diri diri bapak/ibu sendiri?

2. Pertanyaan mengenai self efficacy pasien gagal ginjal kronis yang

menjalani hemodialisis.

a. Menurut bapak/ibu apakah bapak/ibu merasa “mampu” untuk

melakukan perawatan diri bapak/ibu ?


,
KEMENTERIAN AGAMA
I.INIYERSITAS ISLAM NEGERI ( UIN )
I
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

,. Kertamukti No. 5 pisangan cipurat r54re $ji.n. ; ffi!r:ff|'^yr,.? Xfirfi?'idffii",.


Ciputat, 17 Desember 2012
Nomor : Un.OtlFt0/I<M.AL.2/ ZtBT /2012
l,ampiran : -
Hal : Permohonan lzin Studi pendahuluan

Kepada Yang Terhorma!


Kepala Dinas Kesehatan Tangerang Selatan
Jl. Witanaharja Komp. Sasmita Jaya Pamulang
di
Tangerang Selatan

Assalamu'alaikum Wr. \Yb.


Dalam rangka penyelesaian tugas akhir perkuliahan mahasiswa
diperlukan pen)rusunan skripsi yang berjudul "Gambaran Self care
Management Pada Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani
Hemodialisis"
sehubungan dengan itu kami mohon diberikan izin melaksanakan studi
pendahuluan atas nama:
Nama Faulya Nurmala Arova
NIM 109104000046
Semester VII
Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta

Demikian atas perhatian dan bantuan saudara kami ucapkan terima


kasih.

Wassalamu'alaikum Wr" Wb.

Tembusan:
Dekan FKIK
PEMERINTAH KOTA TANGERANG SELATAI\
DII{AS KESEHATAN
Jl. Witana Harja Komp. Sasmita Jaya No. 27
Telp. 02 1 - 7 441 557, Fax. 02 I - 7 441236 - Pamulang

Pamulang, 26 Desember 2012


Nomor , ggg /NfiAlDinkes lXll I 2012 Kepada Yth,
Lampiran :- Dekan
Perihal : Pemberian lain Studi Pendahuluan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Fakultas Kedokteran dan llmu Keschatan

di -
TEMPAT

Sehubungan dengan adanya surat dari UIN Svarif Hida-vatullah Jakarta Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Nomor : Un.0l/ FI0/KM.01.2/ 318712012, perihal :

Permohonan Izin Studi Pendahuluan atas nama :

Nama : Faulva Nurmala Arova

NIM :109104000046
Program Studi : Ilmu Keperawatan
Tema : "Gambaran Self Care Management pada Pasien Ciagal Ginjal

Kronis yang Menjalani Hemodialisis"

Pada dasarnya kami tidak keberatan untuk memberikan Izin Studi Pendahuluan
yang dilakukan oleh Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, adapun dalam hal
pelaksanaannya harap untuk berkoordinasi kepada Kepala Bidang yang akan dikunjungi.

Demikian atas perhatian dan kerja rima kasih.

Kffi
a-/ K
* | ,;:tis {:sifii4t I *
DIN
NG NG SELATAN
I,
KEStr]HATAN I^

e&;l# -r---.-,--

NrP. 19690204 19900:!1 006


Tembusan:Ytlr
l, Wali Kota T4ngerang Selatarl (sebagai laporan);
2. Yang Bersangkulan,
ffi
lrrr-l
lr{rrl
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAI\T
FAKTJL'TAS KEDOKTERAN DAI\[ ILMU KESEHATATT
T]IN SYARItr' HIDAYATULLAH JAKARTA
sffitrfilHm
KepadaYth, Ciputat,4 Juni 2013
BapaMbu/Saudara/Saudari
Di Tempat

Assalarru'alaikum, Wr. Wb
Bapak/Ibu/Saudara/Saudari yang saya hormati, sehubungan dengan tugas
akhir dalam penyelesaian studi rmtukmendapatl€n gelar sarjana (S.Kep) saya,
saya sebagai peneliti :

Nama FaulyaNurmalaArova
NIM 109104000046
Jurusan Prograrn Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) FKIK UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
Kontak 085714525108

Mohon kiranya Bapak/Ibu/Saudara/Saudari dapat menjadi informan dalam


penelitian saya dengan judul Garrbaran Self-Care Management padaPasien Gagal
Grqial Kronis yang Menjalani Hemodialisis di Wilayah Tanggerang Selatan.
Informasi yang Bapak/Ibt/Saudara/Saudari berikao sebagai responden sangat
berharga dalam penelitian ini. Jika ada pertanyaan berkaitan penelitian ini
Bapak/Ibu/Saudara/Saudari dapat menghubungi peneliti.
Atas perhatian dan partisipasi Bapak/Ibu/SaudaralSaudari, peneliti
mengucapkan terima kasih.
Wassalarru'alaykunc, Wr. Wb.

Ciputat,4 Juni 2013


Hormat Sayq

s"{
FaulyaNurmala Arova
PIMERNMH KOM TANGERANG SETATAN
DII{AS KES,ET..IITIAN
n. Witana llarja Komp: Sasmia Jaya No. 27
Telp. 021 - 7 44:1551/,Fax. 021 - 7441236- Pamulang m
Famulang, 07 Juni 2013
Nomor | 800l@6slDinkes M 12A13 Kepada Yth,
Lampiran Dekan
Perihal : Pemberian Izirr Perrelitia4 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Fakultas Kedokteran dan Ilmu I(esehatan

di -
.TEMPAT

Sehubungar dengan adanya surat dari LJIN Syarif Flidayatullah Jakafta Fakultas
I(edokteran dan Ilmu I(esehatan, Nomor : tJn.0l/ Fl0/l(M.01.21 95112013, periihal :

Permohonan Izin Penelitian atas nama :

Nama : Faulya Nunnala Arova


NIM : 109104000046
Program Studi : Ihnu I(eperawatan

Tema : 'oGambatan Self Care Manajemen pada Pasien Gagal Gonjal

I(ronis yang rnenjalarri l-lemodialisis di Wilayah Kota


T'angerang Selatan"

Pada dasamya karli tidak keberatan untuk memberikarr Izin Penelitian yang
dilakukan oleh Mahasiswa UIN Syarif I'lidayatullah .lakafia, adapun dalam hal
pelaksanaannya lrarap untuk berkoord,inasi kepada l(epata tJPT Puskesmas yang al<an
dil<unj urrgi.

Demikian atas perhatian dan keria samanya ma kasih.

KESEHATAN
NG SELATAN',IJ
Ei
{t.J

S.I
irk I
NIP. 19690204 1990031
Tembusan :Yth
l. Wali Kota Tangerang Selatan, (sebagai laporan) ;
2. Kepala UPII' Puskesrnas Cipulat Tirnur di l(ota 'langerang Selatarr;
3. Kepala UPT Puskesrnas Pisangan di l(ota Tangerang Selatan;
4. Yang Bersangkutan.
Tabel Tema, SubTema, Kategori, Sub Kategori, dan Statement

Tema I : Aspek Pemenuhan Kebutuhan Fisik

Manajemen Nutrisi

Statement Sub kategori kategori Sub tema Tema


“......Ya kalau misalnya ibu memaksakan untuk makan ya Makan 4 sehat Manajemen Aktifitas Gambaran Self-
Bapak makan. Ya bagaimana ya..??? merawat ya makanan Makan nyuri- Nutrisi pemenuhan Care
aja, jadi makanannya itu empat sehat aja. Kalau bapak yang nyuri kebutuhan fisik Management
dilarang, bapak gak makan, ya tapi kadang-kadang bapak Menghindari
suka beli. Beli, kadang-kadang nanas, makan bapak, nyuri- makanan kalium
nyuri lah. kalau disiplin banget kan bapak nanti bukan malah tinggi
gemuk, kurus malahan. Bapak malah gak kuat HD. Yang
kalium tinggi bapak gak pernah makan”(P1)

“Makan sih apah ajah saya makan, nggak ada pantangan Makan bebas
apalagi kalo makan, apah ajah saya makan, kecuali yang Menghindari
pernah saya makan itu nyesek saya berenti. 1-2 bulan ngikut makanan yang
pantangan. Tapi kesininya apa ajah saya makan. Kalau ikut membuat sesak
pantangan yah itu...jadi susah makan..... Apalagi saya kan
jaga, Hb saya kan harus..harus..harus stabil. Karna kalo
nggak gituh, gampang ngedropnya masalahnya kalo ginjal
tuh. Apalagi kalo udah nggak pengen makan, waaduhhhh itu
paling cepet turun Hb. Makan....mah yang sekiranya
...sekiranya tuh nyesek yah cukup lah sekali ajah”(P2)

Makan tu dari dr. A makan buah nggak boleh, kecuali pepaya. Menghindari
Makan saya hanya pagi sarapan, siang, malem nggak makan makan buah
nasi, udah makan yang lain, makan ubi, makan tales, roti-roti. kecuali sepotong
Pagi nyusu..susu apa...susu neprisol.”(P3) pepaya

Makan yah yang teratur.... kadang-kadang saya paling pagi Makan teratur
paling ada cemilan..roti, siang baru makan....agak susah itu Menghindari
makannya, makan juga mantang emang. Seperti sayuran itu sayuran timun
timun, kangkung saya nggak makan udah. buah..buah- dan kangkung
buahan itu paling pepaya lah...paling ini sepotong lah sekali Menghindari buah
untuk pencernaan saya. Kalau buah saya suah sama sekali kecuali sepotong
enggak. Paling pepaya lah. . Nggak berani..Karna bukannya pepaya
ini ...badan timbulnya nggak enak gitu makan buah.” (P4)

Makannya dan minumnya itu harus bener-bener di anuin Makan bebas


(dijaga). Kalo makannya itu buah sedikit misalnya satu spasi Menghindari buah
itu dibagi dua harusnya. Buah nggak boleh, boleh makan satu belimbing
spasi gitu deh, kalo pepaya. Buah nggak boleh terlalu banyak, Makan makanan
soalnya kreatininnya tinggi, boleh sedikit-sedikit ajah. ya kalo padang
itu yah makan. Kalo makan makanan nggak.....apa ajah (bersantan)
dimakan. Belimbing apalagi nggak sama sekali Kalo
belimbing nggak boleh. Sayuran bayem itu sama sekali nggak
boleh. Kalo makan sayur itu kuahnya jangan terlalu banyak.
Air juga itu. Melinjo juga nggak boleh. Dari makannya kalo
masak sendiri maunya yang aneh-aneh, maunya makannya
padang gitu”(P5)

“.....makannya harus teratur.... apa yang disarankan Makan teratur


dokter........Apa yang disarankan dokter harus kita taati. sesuai anjuran
Misalkan dokter nggak boleh makan ini..boleh makan tapi dokter
jangan terlalu berlebihan. Kaliumnya kita harus jaga juga. Menghindari buah
Buah-buahan juga ada yang harus kita jaga juga, yah yang asam dan
terutama buah-buahan yang asem trus yang berserat itu berserat
nggak boleh. Kita harus makan makanan yang misalnya buah Pepaya hanya
terutama pepaya aja yang kita makan, itu juga porsinya sepotong
nggak boleh banyak-banyak hanya “spasi”. “Spasi” itu Menghindari
sepotong. Nanti kalo dia kebanyakan kan nanti airnya makanan yang
mengendap di jantung. (P6) mengandung
kalium

“yah ngerawat biasa-biasa ajah, dikurangi minum makan gitu Menghindari


aja. Yah banyak yah yang nggak bisa dimakan...banyak. Susu, makanan yang
yang lemak-lemak, daging..pokoknya yang enak-enak lah. berlemak dan
Protein-protein, pisang ajah nggak boleh. Yang boleh cuman protein
makan pepaya ama melon sedikit juga boleh. Takutnya begah, Menghindari
kembung.”(P7) makan pisang
Buah hanya
pepaya dan melon

”Makan..biasa ajah. Makannya mah nggak ada....nggak ada Makannya bebas


pantangan. Semua dimakan. Sebab kalo malah dipantang Hb Makan buah
nya malah turun. Kalo dulu kan istilahnya nggak boleh makan jumlahnya
ini..nggak boleh makan ini. Ya udahlah makan ajah semua. dibatasi
Yang penting dibatesin ajah kayak buah. Buah makan semua.
Kan aturannya nggak boleh, kata dokter kan dibatesin
bukannya nggak boleh semua. Jadi seharusnya satu yah ¾ lah
gitu.(P8)
Manajemen Cairan

Statement Sub kategori kategori Sub tema Tema


“600 cc tempatnya satu. Jadi gak banyak tempat. Jadi Membatasi Manajemen Aktifitas Gambaran Self-
misalnya kalau gelas ini ya gelas ini. Bapak gelas ini terus sih minum dengan pembatasan pemenuhan Care
(menunjukkan gelas). cara minumnya juga....caranya bapak cara satu gelas Cairan kebutuhan fisik Management
yang sama dan
minumnya dalam satu gelas saja. Satu tempat ajah. ya kira-
menggunakan
kira 600 cc lah.... tiga gelas. ya kalau minum obat sedotan
dibanyakin.Yaitu bapak caranya disedot pake sedotan aqua
gelas ya tiga sedot cukup lah. Tiga kali sedotan berapa sih Menurunkan suhu
isinya...? jadi bapak pakai sedotan ajah , isinya juga berapa tubuh dengan
banyak sih. Kalau misalnya minumnya langsung ditenggak itu mandi dan
ya banyak. Bapak kalau misalnya ngilangin haus bapak berkumur
kumur dulu. Kalau gak mandi. Awalnya mandi terus kumur
IDWG terukur
pakai air secukupnya. Jadi kalau udah gak haus lagi kan gak
mau minum banyak. Kan kalo mau minum banyak itu kan pas
kalau haus....kan minumnya pasti ditenggak. Yang kedua itu
kalau pas minum obat. Jadi tetep bapak tu kalau minum obat
mending itu disedot. Jadi obat dimasukin ke mulut ...mau
ditelen gitu baru nyedot air. Jadi dengan sedikit air obat
sudah masuk. Tapi kalau misalnya obatnya ditaroh di lidah
itu agak banyak airnya. Tapi bapak kan naiknya rata-rata 2
kilo berarti kan gak kelebihan air. Dilihat dari berat awal dan
akhir saja pada waktu HD Senin Kamis Senin
Kamis..kenaikan rata-ratanya 2 kg. Nggak pernah banyak. 2
kg...2,5 lah paling banyak. Bapak paling banyak itu 2,5 kilo.
Kalau misalnya senin itu 2,5 soalnya harinya ada tiga,
jum’at, sabtu, minggu. Itu ditariknya 2,75. Kalau naiknya 2 kg
rata-rata berarti kan terukur gitu. Tapi kalo misalnya hari ini
naiknya 2 kg besoknya 2,5, 3 kg kan berarti tidak terukur.
Kalo stabil kan terukur” (P1)

Dulu sekali minum bisa 2 gelas, sekali minum, makanya 3-4 Membatasi
jam saya kencing, 3-4 jam kencing . Cuman pas kena yah apa minum namun
boleh buat, 2 gelas tapi itu pun saya nggak yakin dengan dua tidak terukur
gelas itu, karena saya masih minum obat 3 kali sehari.nah itu
Mengurangi
ajah dah pasti kena air, nggak boleh nggak ya kan. Lom intake cairan dari
saya makan cemilan, lom saya harus sarapan, makan siang, sayur berkuah
makan malem ...gitu. Kadang pas makan saya nggak minum,
minum obatnya...eeee minumnya itu pas mau minum obat,
saya minum habis segelas, bisa segelas setengah. Maka saya
nggak yakin dengan 2 gelas air tu saya nggak yakin.Saya
lebih dari itu pasti. saya nggak yakin 2 gelas sehari saya
nggak yakin bisa 3 gelas mah ada. 3-4 gelas. kalo udah ada
sayurnya umpamanya yang berkuah jangan kalo bisa air
ininya jangan terlalu banyak. Yah..saya iya aja. Saya iyain
ajah. Karena saya nggak..nggak bisa sich saya seperti itu
(P2)

Ini minumnya 002....oksigen. ini cuman 3 cc Malem segini Membatasi


juga . kalo ini habis udah (menunjukkan botol 002). dari minum
magrib sampe pagi yah segini . Dari pagi sampe sore., dari
subuh sampai sore yah segini.(P3)

.......minum yah teratur gitu. Cuman emang tidak terlalu Minum teratur,
banyak minumnya. Sehari jadi satu botol. Kalo perlu yah Membatasi
dikurangi lah kalo nggak yah perut bisa ....(mempergakan minum
perut membuncit) sesak napas. kalau saya itu kalau pagi tuh
minum teh manis, trus selanjutnya yah satu botol aqua itu lah.
Itu sampe sore lah...sampe malem lah. Kalau sekarang ini
saya ingin menjaga kondisi saya. Cuman kalau minumnya
terlalu banyak yah cepet anu sesak napas (P4)

Paling segelas kecil. kan, tapi lebih lah...pagi ajah harus teh Membatasi
manis. Nggak bisa sehari segitu. minum
Pagi minum teh manis kan istilahnya, siang belum beli Minum teh di
minuman aqua yang sedeng itu. Pokoknya lebih lah pokoknya pagi hari
sehari itu. (P5)

minumnya juga harus di jaga terutama minumnya harus air Membatasi


putih aja, sewaktu-waktu kita harus minum air manis..teh minum
manis untuk menjaga kondisi tubuh supaya bisa fokus. Minum teh di
Takarannya paling banyak itu 1,5 liter, dalam tempo 3 hari pagi hari
harusnya. minumnya segitu (1,5 L untuk 3 hari) karena kita
udah nggak mengeluarkan air seni..ya kan. Jadi kita harus
minumnya segitu. Nanti kalo kita lebih dari segitu misalnya
bisa 4 atau 3 nanti perut kita akan buncit (memperagakan
bentuk perut buncit) dan bengkak kayak kaki gini (menunjuk
pada kaki. Minum saya banyak cuman saya punya takaran
sendiri. Jadi dengan beberapa hari kemudian saya harus stop
minum. Pagi duang saya minum ini (teh tanpa gula anget satu
gelas). Pagi-pagi duang saya minum ini. untuk menjaga
stamina kita supaya ada tenaga (P6)

Kalau boleh minum tuh paling banyak sehari itu sedikit, Minum tidak
sebotol ..segelas itu lah (menunjuk ke gelas taperware) berbatas
sehari...kalau boleh, kalau sanggup. Tapi saya nggak
sanggup.
Mandi biasa ajah. Kadang jam 3 malam mandi kalau lagi Menurunkan suhu
panas. Kalo lagi gerah jam 3 sebelum adzan udah mandi. dengan mandi
Mandinya lihat situasi ajah. Karena kurang minum bisa 6 kali
sehari, mandi guyur..guyur udah, kalo lagi panas. Kan
minumnya sedikit. Tengah malam kan karena panas karena
minumnya sedkit, keringat nggak ada kan panas yah mandi.
(P7)

yah paling cuman dia jaga minum. Yang nomer satu itu jaga Membatasi
minum. Minumnya jangan banyak. Kalau minumnya banyak minum
yah dia sesak napas.. sebenernya dulu kan ditaker yah satu
apa itu...600 ml.Tapi kelama-lamaan yah capek juga kan,
nggak tahan juga, panas. Jadi yah sebisanya ajah, pake
perasaan ajah udah. Jangan ampe kebanyak, ampe kelewatan
itu ajah (P8)

Regiment Terapi Hemodialisis


statement Sub kategori kategori Sub tema Tema
sesuai dengan dokter aja, menjalankan seseuai dengan Menjalani Regiment Aktifitas Gambaran Self-
petunjuk dokter, udah gitu ajah. Kalau saya uraikan nggak hemodialisis Terapi pemenuhan Care
cukup satu buku. secara rutin, Hemodialisis kebutuhan fisik Management
Yah saat ini kan sedang menjalani cuci darah, yah itu program diet dan
dilaksanakan. Sesuai dengan anjuran dokter cuci darah pembatasan
seminggu 3 kali, selasa, kamis, jum’at. Makan itu dari dr. A cairan
makan buah nggak boleh, kecuali pepaya, minum satu botol
itu sehari, nggak boleh lebih dari itu.
(P3)

Perawatan Akses Vaskuler

Statement Sub kategori Kategori Sub tema Tema


“kalo misalnya mau kering ajah suka gatel ini. Jadi kan gatel Tidak menggaruk Perawatan Aktifitas Gambaran Self-
karena disitu yah nggak berani garuk disitu...disekitarnya di area insisi akses vaskuler pemenuhan Care
ajah. harus dijaga cimino nya jangan sampe mati ..mungkin cimino cimino kebutuhan fisik Management
Menjaga jangan
ketindihan atau apa Bapak agak latihan ajah, bapak suka
ketindihan
pantau gini kalau ditusuk....apa namanya, darah baliknya Latihan
susah nah itu bapak sering latihan pakai bola terus. Jadi menggunakan
ciminonya agak gerak. Iyah..jadi gerak..agak membesar. bola
Getarannya jadi agak besar karena latihan..pakai bola ajah Memeriksa
gini (gerakan meremas-remas bola) pake bola tensi gitu. Jadi getarannya
disini getarannya ada terus, jangan sampe ilang . kalau itu
nggak dijaga takutnya bapak bikin lagi. Nanti kembali ke
baru lagi. Bkin baru lagi di kanan. Ini ajah 2 kali cimino
karena yang pertama kali gagal
perlu dihindari jangan sampe ketindihan. Kalo tidur kan bisa
ituh ketindihan, makanya harus hati-hati jangan sampe
ketindihan. : bapak kan udah tahu kalo tidur, kan harus mirin
ke kanan, jadi yah di posisin gitu. Kadang juga miring ke kiri,
kan juga terasa gitu kalo ketindihan. Bapak miring ke kanan.
Bapak harus jaga ajah supaya jangan sampe ketindihan dan
hilang. Kan kalo hilang waduhhh harus operasi lagi.Jadi
agak berasa ketakutan juga. Iyah..inikan kalo dipegang kan
ada getaran, jadi aktif. kalo yang getarannya kecil ituh...takut
juga..takut ilang atau apa. Makanya harus latihan terus,
megang bola terus.”(P1)

“Nggak boleh ngangkat yang berat-berat. yah..pokoknya Tidak


nggak boleh ngangkat yang berat-berat itu aja. Kecuali mengangkat yang
berat-berat
tangan kanan. Tangan kanan oke lah nggak masalah lah. Tapi
Memeriksa
kalau yang kiri nggak boleh. Takutnya putus dia....alatnya desiran cimino
putus dan bisa bertahan lama. Kalo nggak ngangkat yang
berat-berat bisa bertahan lama. Bisa sampai beberapa tahun
gitu lah kalo kata dokter. Mungkin dijaga di rawat nggak
boleh ngangkat yang berat-berat. pegang ajah nich
(memegang area cimino)...pegang.”(P2)
“Yah ini kan ada getarannya.. Kalo ada getarannya bagus Memeriksa
kondisinya...... saya latihan ini...meremas-remas bola. Hari desiran
ini nggak saya bawa bolanya..biasanya pas lagi nggak ada Latihan meremas-
remas bola
gini saya latihan remes remes bola aja” (P3)

“ohh, itu si kata susternya harus sering latihan begini Latihan


(mempraktekkan dengan mengepal-ngepalkan tangan), mengepal-
supaya denyut nadinya itu kenceng, kalau disininya pelan ngepalkan tangan
(menunjukkan nadi brakhialis) ya disininya( tempat cimino) Memeriksa
ya lemes. Kalau untuk sekarang ya alhamdullillah masih desirannya
bagus. “ (P4)

”emang sich kalo cimino harusnya begini-begini (gerakan Mengepal-


mengepal-ngepalkan telapak tangan)..dulu harus ngepel- ngepalkan tangan
ngepel gini biar ciminonya lancar. Biar desirannya makin Memeriksa
kenceng.Dokter juga nyaraninnya gitu. Harus digerak- desirannya
gerakin gitu. itu desirannya ada. Itu lihat ajah goyang
(menunjuk area cimino).”(P5)

”Eee...nggak boleh ngangkat lebih dari 3 kg, kalo ngangkat Tidak


lebih dari 3 kg dia mati..desirannya nggak ada..hilang. Kalau mengangkat lebih
masih ada desirannya masih berfungsi dia.Nggak ada ...hanya dari 3 kg
jangan mengangkat yang berat, kejepit, ketindih..kalo ketindih Memeriksa
itu kan ketahan. Itu nggak boleh ketindih lah ama ngangkat desirannya
nggak boleh.”(P7) Jangan tertindih
“.....tangan yang kiri itu (cimino) nggak dibuat kerja atau Tidak dibuat kerja
ngangkat yang berat-berat. Nggak boleh ngangkat berat. Kan Tidak
masih ada desiran.” (P8) mengangkat berat
Memeriksa
desirannya

“Bekas tusukannya yah kalau kita rajin merawatnya daripada Merawat bekas Perawatan Aktifitas
kesehatan dan kebersihannya saya rasa baik kondisinya, tusukan, minum akses vaskuler pemenuhan Gambaran Self-
minum obat yang bagus. Trus mengenai di tusuk di paha itu obat dan herbal femoral kebutuhan fisik Care
memang disitu kan ada pembuluh darah besar kan memang Management
bahaya, itu kan tergantung keterampilan perawatnya...gitu.
Kita kan harus menjaga kondisi kita juga, kalau kondisi kita
kurang bagus di paha juga kurang bagus juga” (P6)

Istirahat/tidur dan Olahraga

Statement Sub kategori Kategori Sub tema Tema


“....................tidur malem juga harus teratur................cukup Tidur malam Istirahat/Tidur Aktifitas Gambaran Self-
bapak tidurnya. 5 jam.”(P6) dengan cukup dan pemenuhan Care
teratur kebutuhan fisik Management
“........Jadi olahraganya olahraga tangan ajah. Tapi kadang Menggerak- Olahraga Aktifitas Gambaran Self-
kan bapak gini (menggerak-gerakkan tangan) tegang, jadi gerakkan tangan pemenuhan Care
bapak jalan ajah untuk melatih persendian..........”(P1) dan jalan kebutuhan fisik Management
“.........kita bisa berolahraga taroh lah seminggu sekali...Jalan Jalan kecil
kecil aja........ 5 bulan kesinilah saya baru olahraga seminggu
sekali.”(P2)

“Olahraga paling jalan bolak balik di depan rumah.”(P3) Jalan bolak-balik

“Olahraganya jangan terlalu capek, olahraganya saya hanya Olahraga yang


berkebun dan jalan..bekerja. tapi dengan aktifitas yang tidak melelahkan
ringan. Jangan terlalu capek,..............”(P6) Berkebun dan
jalan

Aspek Kondisi Psikologis

Statement Sub Kategori Kategori Sub tema Tema


“Mampu...Buktinya saya bisa HD sendiri, gitu........”(P2) Mampu Self Efficacy Kondisi Psikologis Gambaran Self-
dalam Care
“Mampu lah..pelan-pelan mah”(P5) pelaksanaan Management
self-care
“Mampu (dengan tegas dan lugas)......mampu management
(tersenyum).........Kalau kita masih mampu merawat diri kita
sendiri, bersyukurlah kepada Tuhan..kepada
Allah............”(P6)

”Yah mampu lah..gimana nggak mampu...nggak mampu yah


udah, mau bilang apa lagi. Di mampu-mampu in. Yah cuci
darah begini.”(P7)

”Yah mau..nggak mau..abis gimana..hehe(tertawa).Yah harus


mampu lah.”(P8)
“Belum mampu lah kalo sekarang. Saya masih membutuhkan Belum mampu
ibu juga.”(P3)

“Yah mungkin ada yang mampu ...ada yang tidak mampu. Ada yang
Yang ringan-ringan tuh mampu, kalau berat yah nggak mampu dan ada
mampu misalnya sekarang saya berangkat ke rumah sakit yang tidak
jalan sendiri yah nggak mampu selain itu kan juga takut juga.
Ibu juga nggak tega ngelepasin saya. Kalau bapak maunya
yah mandiri. Maunya ke rumah sakit sendiri maunya.” (P1)

“...................makan juga mantang emang. Seperti sayuran itu Pengaturan Kepatuhan


timun, kangkung saya nggak makan udah. Buah-buahan itu nutrisi sesuai terhadap
paling pepaya lah...paling ini sepotong lah sekali untuk dengan anjuran regiment
pencernaan saya. Kalau buah saya suah sama sekali tenaga medis pengobatan
enggak......Karna bukannya ini...badan timbulnya nggak enak
gitu makan buah.”(P3)

“..........Misalkan dokter nggak boleh makan ini, boleh makan


tapi jangan terlalu berlebihan......... Kaliumnya kita harus
jaga juga. Buah-buahan juga ada yang harus kita jaga juga,
yah terutama buah-buahan yang asem trus yang berserat itu
nggak boleh. Kita harus makan makanan yang misalnya buah
terutama pepaya aja yang kita makan, itu juga porsinya
nggak boleh banyak-banyak hanya spasi’.’ Spasi’ itu
sepotong. Nanti kalo dia kebanyakan kan nanti airnya
mengendap di jantung.” (P6)
“Susu, yang lemak-lemak, daging..pokoknya yang enak-enak
lah. Protein-protein, pisang ajah nggak boleh. Yang boleh
cuman makan pepaya ama melon sedikit juga boleh.
Takutnya begah, kembung.” (P7)

“Ini cuman 3 cc dari magrib sampe pagi yah segini , dari Pembatasan
pagi sampe sore., dari subuh sampai sore yah segini . cairan sesuai
Menurut kita kurang tapi itu kan anjuran dokter juga. Nggak dengan anjuran
boleh banyak air. Ntar kalo banyak air ginjalnya nggak tenaga medis
kuat...nggak kuat bekerjanya.” (P3)

“Kalau saya itu kalau pagi tuh minum teh manis, trus
selanjutnya yah satu botol aqua itu lah. Itu sampe sore
lah...sampe malem lah. Kalau sekarang ini saya ingin
menjaga kondisi saya. Cuman kalau minumnya terlalu banyak
yah cepet anu sesak napas .”(P4)

“Takarannya paling banyak itu 1,5 liter, dalam tempo 3 hari


harusnya. minumnya segitu (1,5 L untuk 3 hari) karena kita
udah nggak mengeluarkan air seni..ya kan. Jadi kita harus
minumnya segitu. Nanti kalo kita lebih dari segitu misalnya
bisa 4 atau 3 nanti perut kita akan buncit (memperagakan
bentuk perut buncit) dan bengkak kayak kaki gini (menunjuk
pada kaki). Karena tidak mengeluarkan cairan.”(P6)

“Yah minumnya teratur....... saya nggak pernah mutus obat Keteraturan


..........”(P4) dalam minum
obat yang
“Teratur...teratur itu ketika kita diresepkan sama dokter itu diresepkan oleh
obat darah tinggi harus minum 1 hari 3 kali , minum 1 hari 3 dokter
kali..iya kan......”(P6)

“Obat rutin itu ada 3 asam folat. B12, CaCo3..itulah yang


rutin......... Itu diminum 3 kali sehari...... kita ajah yang
ngatur.”(P7)

“Masih rutin. Obatnya ada CaCo3, ISDN obat jantung,


vitamin-vitamin...B12, obat darah tinggi klonidin....paling
obat mual, dia kan seringnya mual. Kalo mual diminum kalo
nggak mual yang nggak diminum.” (P8)

“Kalau bapak yang dilarang, bapak gak makan, ya tapi Ketidakdisiplina Ketidakpatuhan
kadang-kadang bapak suka beli, kadang-kadang nanas, n dalam terhadap
makan bapak, nyuri-nyuri lah, kalau disiplin banget kan pengaturan regiment
bapak nanti bukan malah gemuk, kurus malahan. Bapak nutrisi dan pengobatan
malah gak kuat HD.” (P1) makanan
pantangan
“Ngikutin pantangan. 1-2 bulan ngikut pantangan . Tapi
kesininya apa ajah saya makan, kalau ikut pantangan yah
ituh. Jadi susah makan. Kalau sekarang ini makan apa ajah
kita makan. Apalagi saya kan jaga, Hb saya kan
harus..harus..harus stabil. .............Makan aja ...sekiranya tuh
nyesek yah cukup lah sekali ajah. Juga kita makan nggak
terlalu membabi buta juga sich, kira-kira. Jangan sampe
kebanyakan juga takutnya ada masalah, kurang juga jangan
sampe karena saya harus jaga Hb, jangan sampe ngedrop
gitu.” (P2)

”Makannya mah nggak ada....nggak ada pantangan. Semua


dimakan. Sebab kalo malah dipantang Hb nya malah turun.
Kalo dulu kan istilahnya nggak boleh makan ini..nggak boleh
makan ini. Ya udahlah makan ajah semua. Yang penting
dibatesin ajah kayak buah. Buah makan semua. Kan
aturannya nggak boleh, kata dokter kan dibatesin bukannya
nggak boleh semua. Jadi seharusnya satu yah ¾ lah
gitu.”(P8)

“Cuman pas kena yah apa boleh buat, 2 gelas tapi itu pun Ketidakmampua
saya nggak yakin dengan dua gelas itu, karena saya masih n dalam
minum obat 3 kali sehari.nah itu ajah dah pasti kena air, membatasi
nggak boleh nggak ya kan. Lom saya makan cemilan, lom minum
saya harus sarapan, makan siang, makan
malem...gitu...........Maka saya nggak yakin dengan 2 gelas air
tu saya nggak yakin. Saya lebih dari itu pasti.” (P2)

“Yah pokoknya sehari harus bisa satu botol aqua yang sedeng
itu. kalo bisa mah...ya kan susah namanya minum haus, nggak
bisa lah. Harusnya sebenarnya minumnya dijaga, tapi nggak
bisa segelas lebih lah. Ada kali sebotol aqua yang sedeng
itu..lebih kali. Belum minum obatnya. Yah sesuai dia..orang
minumnya nggak bisa dianuin sih dia.Gimana yah. Memang
harusnya dijaga minumnya.” (P5)
“Kalau boleh minum tuh paling banyak sehari itu sedikit,
sebotol ..segelas itu lah (menunjuk ke gelas taperware)
sehari...kalau boleh, kalau sanggup. Tapi saya nggak
sanggup. nggak bisa ditentukan ajah. Minum-minum
ajah.”(P7)

“.......Sebenernya dulu kan ditaker yah satu apa itu...600


ml.Tapi kelama-lamaan yah capek juga kan, nggak tahan
juga, panas. Jadi yah sebisanya ajah, pake perasaan ajah
udah. Jangan ampe kebanyak, ampe kelewatan itu
ajah......”(P8)

“..........kalo lagi males yah juga males saya nggak bakal Ketidakteraturan
minum....itu lupa yah sering, kalo lagi males yah sering. Yah dalam minum
bosen...ada rasa ... ada rasa bosen. Kalo nggak bosen obat
mungkin pasti saya minum. Ada rasan bosen. Yah kadang-
kadang lupa, ada rasa bosen lah gitu lah .” (P2)

“Minumnya udah nggak teratur..... Minumnya kalo dia inget


minum dah, kalo nggak yah nggak gitu kan obat. Abiznya
mungkin udah berbau kali, udah kelamaan.Udah males kali
minum obat..hehehe(tertawa). Susah minum obat kata dokter
juga. Minumnya pas inget doang. Kalo nggak enak badannya
baru itu minum....” (Istri P5)

”Ya..kalau nggak butuh (self-care management) buat apa Keputusaan Koping


saya harus cuci darah. Memang saya maunya mati daripada terhadap maladaptif
hidup. Kalau boleh itu Allah bertanya kamu mau hidup atau keadaan (putus asa)
mati, terus terang saya pilih mati, soalnya nggak ada arti
hidup kita sebagai laki-laki..udah nggak ada (mata berkaca-
kaca dan terlihat air mata disudut mata pasien.......... Putus
asanya saya di hidup. Lama ini prosesnya. Saya tanya ada
nggak obatnya..nggak ada”(P7)

“.......Dengan gejalanya kita punya penyakit ginjal supaya Memperbanyak Banyak aktifitas
kita tidak mengalami gangguan-gangguan mengenai penyakit aktifitas
kita harus banyak aktifitas .................”(P6)

Aspek Spiritual

Statement Sub kategori kategori Sub tema Tema


“Yaahhhh.....nggak ada perawatan khusus yang pasti lah. Berserah diri, Kepasrahan Spiritual Gambaran Self-
Cuman saya berserah diri, menjalani dengan ikhlas yah, trus menjalani dengan terhadap Care
tentunya sambil minta sama yang kuasa untuk ikhlas Tuhan Management
kesembuhan.”(P2)

“............yaa mungkin yaa saya juga sudah pasrah ya pada Pasrah pada yang
yang kuasa ya, kalau cuci darah ini kan ya nggak bisa Maha Kuasa
sembuh ya kan?”(P4)

“Kalau masalah penyakit, itu penyakit jangan sampe dipikirin Lepas kepada
terlebih dahulu sampai ke mendetail sekali, lebih baik kita Allah
lepas ajah penyakit itu. Hanya lepas kepada Allah karena
Allah yang menentukan hidup mati manusia. Penyakit yang
diberikan oleh Allah, harus kita kembalikan lagi kepada Yang
Maha Kuasa gitu.”(P6)

“Kalau sekarang lebih berdoa untuk kesehatan ajah , jadi Berdoa untuk Keyakinan
minta diberikan kesehatan ajah. Sekarang juga doanya untuk kesehatan akan
minta kesembuhan, kebanyakan minta kesembuhan.”(P1) kesembuhan
dari Tuhan
“.................Tapi saya yakin dengan kesembuhan saya yakin. Yakin dengan izin
Dengan izin Allah saya yakin. Tetep minta.”(P2) Allah

“Jadi kalau kita tidak bertawakal kepada Tuhan nanti ya Tawakal kepada
Wallahua’lam yah nggak akan sembuh. Yah walaupun sudah Allah
ngobatin pake herbal tapi kalo nggak ngadu sama Yang
Maha Kuasa nggak kan dapat kesembuhan. Masalah
kesembuhan wallahua’lam, tapi kita kan sudah berusaha,
manusia harus berusaha, mengahadap Ilahi agar
disembuhkan dari segala penyakit dan diangkat
penyakitnya.”(P6)

“5 waktu kita jalanin. Kan dengan ibadah itu menyerahkan Aktifitas


diri kepada Tuhan dan minta kesembuhan..................Itulah ibadah sholat
obat yang paling mujarab meminta kepada Allah 5 waktu,
kalau obat-obatan kan hanya penghubung, syarat,
penunjang…….”(P6)

“Bapak tetep berusaha tidak meninggalkan. Tapi sholatnya Sholat dengan


duduk..yah tiduran..”(P1) duduk
“................udah saya di rumah,sholatnya duduk itu Sholat dengan
juga............. Duduk. Kalaupun berdiri paling Subuh yang 2 duduk
rokaat. itupun saya coba. Karena saya harus..harus...harus
mencoba segala sesuatu yang sekiranya saya tu mampu
gitu”(P2)

“Saya yaa alhamdulillah sich, duduk sholatnya, karena kalau Sholat dengan
...ini terasa disini (menunjukan kaki) pegel, nggak kuat, itu duduk
tengkuk nggak kuat, berdiri bangun, berdiri-bangun...paling
saya gini..duduk (meperagakan posisi duduk dengan kaki
diluruskan).”(P4)
“Sholatnya gitu..asal itu..katanya pusing, sakit kepalanya.
Kalo ini... kadang sakit ininya (menunjukkan lutut).
Seingetnya dia dah..hehe(tertawa). Sholatnya kalo berdiri,
kakinya kadang suka ngilu”

”Duduk...kalo berdiri nggak kuat..pas naek itu nggak Sholat dengan


kuat.”(P7) duduk

”Yah duduk..Kalo berdiri kan nggak kuat”(P8) Sholat dengan


duduk

“................sholat biasa. Nggak ada berbaring..nggak ada Sholat seperti


keluhan apa-apa. Kalo sholat seperti lazimnya orang-orang biasa
sholat aja.”(P6)
Tema II : Hambatan dalam Pelaksanaan Self Care Management

Statement Kategori Sub tema Tema


“Susah....hehehe(tertawa). Dari makannya kalo masak sendiri Motivasi Diri dalam Internal Hambatan dalam Self-
maunya yang aneh-aneh, maunya makannya padang gitu”(Istri P5) Pengaturan Nutrisi Care Management

”Ya ada...yah kadang nggak tahan minum itu karena yah tau Motivasi Diri dalam
sendiri...panas. manusia kan nggak lepas dari air. Sedangkan dia Pembatasan Cairan
harus dijaga airnya. Kan berlawanan. Berat lah itu. Masih
mendingan makan bisa dijaga ”(Suami P8)

“karena tenaga nggak ada ajah cuman. Dari duduk ke berdiri itu Motivasi Diri dalam
yang payah. Ini rasanya nggak ada tenaga.”(P7) Beraktifitas

“Jamkesda saya hanya dapat 4 kali. Ini sebulan lebih dari sejuta, Ekonomi Eksternal
belum lagi obatnya.....sejuta, 5 juta sebulah..yah dari anak-anak
ajah. Telat sehari ajah sudah kambuh.”(Istri P7)

Tema III : Sumber Social Support dalam Pelaksanaan Self Care Management

Statement Kategori Sub tema Tema


“Yah yang berperan penting ibu lah ..istri lah..banyak kontrolnya Pasangan Pasangan Sumber Social
misalnya bapak lagi jalan udah capek istirahat. Banyak mengontrol dan (Suami/Istri) support
mengingatkan lah......dari keluarga lah.....”(P1) mengingatkan
“Yah istrilah, nomer satu Istri karena dia yang tahu persis kondisi Pasangan yang
saya. yah selalu nasehatin, itu suatu dukungan juga. Jangan makan menasehati
ini, jangan makan itu yang sekiranya nggak boleh.”(P2)

“.......sekarang kan saya kondisinya itu obat ...dia( Istri) itu obat Pasangan membeli
beli obat nebus obat. Kedua kalo saya lagi check lab, dia nganter. obat dan mengantar
Kalau saya jalan sendiri , dia kan khawatir, jalan ajah
sempoyongan.”(P4)

“Dukungan yah banyak. Dukungan dari adek-adek saya, orang tua Biaya dan Keluarga
saya, yah mungkin biaya, untuk saya berobat atau untuk transportasi
transportasi. Yah sangat mendukung.”(P2)

“.....anak-anak saya. Semenjak sakit anak saya gantian nginep di Bergantian menjaga
rumah saya tiap malem.”(P3)

”Yah semua-semuanyalah, kalo nggak siapa lagi. Orang tua udah Biaya
nggak ada. Kan saya bilang tadi..sodara terbang semua. Keluarga
ajah lah...anak. Biaya dibantu anak”(P7)

“Deket yah deket. Kalo saya tergantung individu orangnya yah. Sharing dan saling Sesama pasien
Kalo individu orangnya diem ajah yah diajak ngobrol diem ajah memberikan yang menjalani
yah diem bapak. Tapi alhamdulillah samping bapak sering sharing semangat hemodialisis
gitu kan. Dia kebetulan udah 3-5 tahun an lah. Kadang bapak juga
suka teriak gitu ke yang orang Irian..”makan pak”....yah saling
ngasih spirit. Ada tuh orang Parung nggak mau makan , Istrinya
sampe nangis. Saya juga suka teriak ke Bapak itu. malah kadang
bapak kalau makan makan wahhh...kayak nikmat ajah tuh. Dia kan
jadi sering ngeliatin bapak. Sengaja bapak perlihatkan biar
ketularan makan........”(P1)

“Kalo ketemu aja ngobrol-ngobrol. Kayak keluarga dah kita Mengobrol dan
disana”(P2) seperti keluarga

Anda mungkin juga menyukai