Anda di halaman 1dari 23

TUGAS SMALL GRUP DISCUSSION

“The Differences between STEMI (ST segment elevation myocardial


infarction), NON-STEMI (non ST segment elevation myocardial infarction),
and UAP (unstable angina pectoris)”

Dosen Fasilitator: Dr. Abu Bakar, S.Kep.Ns., M.Kep., Sp.KMB

disusun oleh:

Sahrir Ramadhan NIM. 131814153036


Wahyu Sukma Samudera NIM. 131814153042
Agoesta Pralita Sari NIM. 131814153060
Dian Rizki Ramadhani NIM. 131418153083

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

2018
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, penulis panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada penulis, sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang “The Differences between
STEMI (ST segment elevation myocardial infarction), NON-STEMI (non ST
segment elevation myocardial infarction), and UAP (unstable angina
pectoris)”.
Penulis telah menyusun makalah dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak termasuk Dosen Fasilitator sehingga dapat
memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah
ini.
Terlepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih
ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh
karena itu penulis menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar penulis
dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata penulis berharap semoga makalah ilmiah ini dapat memberikan
manfaat maupun tambahan pengetahuan kepada pembaca.

Surabaya, Oktober 2018


Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sindrom Koroner Akut adalah penyebab paling umum dari keganasan
aritmia menyebabkan kematian jantung mendadak. Di dunia sendiri, lebih dari
3 juta orang pertahun diperkirakan mendapatkan STEMI dan lebih dari 4 juta
orang mengalami NSTEMI. Di Amerika, setiap tahun sekitar 1,36 juta pasien
rawat inap didiagnosa Sindrom Koroner Akut. Sebanyak 0,81 juta untuk infark
miokard dan sisanya adalah unstable angina pectoris. Kira-kira dua pertiga
pasien dengan infark miokard memiliki NSTEMI; sisanya adalah STEMI
(Lloyd-Jones D, Adams R, Carnethon M, et al; 2009). Di Eropa diperkirakan
insidensi tahunan NSTEMI adalah 3 dari 1000 penduduk, namun angka ini
cukup bervariasi di negara-negara lain (Hamm CW, 2011). Angka mortalitas di
rumah sakit lebih tinggi pada STEMI namun mortalitas jangka panjang
didapati dua kali lebih tinggi pada pasien-pasien dengan NSTEMI dalam
rentang 4 tahun (Hamm CW, et al., 2011 & Paxinos G, et al., 2012).
Istilah Sindrom Koroner Akut meliputi tiga entitas yang berbeda dari
manifestasi akut penyakit jantung koroner, yaitu ST elevasi myocardial
infarction (STEMI), non-ST elevasi myocardial infarction (NSTEMI) dan
unstable angina pectoris (UAP). Berdasarkan kajian oleh penulis, didapatkan
bahwa perbedaan antara STEMI, NSTEMI, dan UAP masih belum dipahami
dengan jelas. Padahal perawat harus memahami denga jelas perbedaan
diantara ketiganya untuk dapat menetapkan intervensi keperawatan dengan
tepat, seiring meningkatnya prevalensi penyakit kardiovaskuler, termasuk
Sindrom Koroner Akut. Oleh karena itu, penulis berinisiatif untuk
mengumpulkan evidence based dengan topik “The Differences between
STEMI (ST segment elevation myocardial infarction), NON-STEMI (non
ST segment elevation myocardial infarction), and UAP (unstable angina
pectoris)”.

B. Rumusan Masalah
Masalah yang dapat dirumuskan adalah “Apa perbedaan antara STEMI
(ST segment elevation myocardial infarction), NON-STEMI (non ST segment
elevation myocardial infarction), dan UAP (unstable angina pectoris)?”
C. Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Tujuan umum
Untuk menjelaskan perbedaan antara STEMI (ST segment elevation
myocardial infarction), NON-STEMI (non ST segment elevation
myocardial infarction), dan UAP (unstable angina pectoris).
2. Tujuan khusus
a. Menjelaskan patofisiologi Sindrom Koroner Akut.
b. Menjelaskan STEMI (ST segment elevation myocardial infarction).
c. Menjelaskan NON-STEMI (non ST segment elevation myocardial
infarction).
d. Menjelaskan UAP (unstable angina pectoris).

D. Manfaat
Dari penyusunan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat
antara lain:
1. Manfaat teoritis
Dapat memberikan bukti-bukti empiris tentang perbedaan antara STEMI
(ST segment elevation myocardial infarction), NON-STEMI (non ST
segment elevation myocardial infarction), dan UAP (unstable angina
pectoris).
2. Manfaat praktis
Bagi tenaga kesehatan, khususnya perawat, diharapkan makalah ini
dapat menjadi pertimbangan untuk dapat membedakan antara tiga jenis
Sindrom Koroner Akut dan penentuan tatalaksana pasien dengan
Sindrom Koroner Akut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Sindrom Koroner Akut


1. Definisi
Sindrom koroner akut adalah suatu kumpulan gejala klinis iskemia
miokard yang terjadi akibat kurangnya aliran darah ke miokardium berupa
nyeri dada, perubahan segmen ST pada Electrocardiogram (EKG), dan
perubahan biomarker jantung (Kumar & Cannon, 2009).
2. Patofisiologi
Ada tiga laporan penting memperluas kerangka kerja untuk
memahami mekanisme dasar yang mengarah ke Sindrom Koroner Akut:
a. Libby P. (2013) menggambarkan model yang diperbarui dalam hal jalur
seluler dan molekuler yang mendasari patogenesis Sindrom Koroner
Akut, dengan peran sentral untuk peradangan, yang mendorong
gangguan plak dan trombosis (Gambar. 1).

Gambar 1. Jalur Inflamasi Pra-Pembuangan Arteri Koroner ke Pecah dan


Trombosis
Keterangan:
Sebuah penampang dari plak atheromatous di bagian bawah gambar menunjukkan
inti lipid sentral mengandung sel-sel busa makrofag (kuning) dan sel T (biru). Sel
otot polos arteri (merah) hadir di intima dan media adalah sumber kolagen arteri
(struktur heliks tripel). Sel T yang diaktifkan mensekresi sitokin interferon-gamma,
yang menghambat produksi kolagen interstisial baru yang diperlukan untuk
memperbaiki dan mempertahankan tutup fibrosa pelindung plak (kiri atas). Sel T
juga dapat mengaktifkan makrofag di intima dengan mengekspresikan ligan CD40,
yang melibatkan reseptor CD40 pada fagosit. Sinyal inflamasi ini menyebabkan
overproduksi matriks metalloproteinase (MMP) 1, 8, dan 13, yang mengkatalisasi
langkah pembatas laju awal dalam pemecahan collaged (kanan atas). Ligasi CD40
juga menyebabkan makrofag untuk memproduksi prokoagulan faktor jaringan
secara berlebihan. Konsekuensi ganda dari sinyal inflamasi ini masing-masing
berkontribusi pada ketidakstabilan cap fibrosa plak.
Pemahaman yang lebih bernuansa tentang patofisiologi Sindrom
Koroner Akut ini telah memperluas pendekatan di luar manajemen
stenosis intrakoroner fokal.
b. Crea F, Liuzzo G. (2013) mengklasifikasikan Sindrom Koroner Akut
menjadi 3 kelompok (Gambar 2): atherosclerosis obstruktif dengan
inflamasi sistemik, aterosklerosis obstruktif tanpa inflamasi sistemik, dan
Sindrom Koroner Akut tanpa aterosklerosis obstruktif (misalnya, angina
Prinzmetal, spasme koroner yang diinduksi amfetamin).

Gambar 2. Klasifikasi Patogenesis Baru ACS


Keterangan:
Deskriptor klinis sederhana menyediakan kerangka kerja untuk memahami mekanisme
dasar yang bertanggung jawab atas ketidakstabilan koroner pada kelompok homogen
pasien dengan sindrom koroner akut (ACS) yang mungkin membantu dalam mencari
algoritma diagnostik baru dan target terapeutik: 1) pasien dengan atherosclerosis
obstruktif (ATS) dan peradangan sistemik; 2) pasien dengan aterosklerosis obstruktif
tanpa inflamasi sistemik; dan 3) pasien tanpa aterosklerosis obstruktif.

c. Falk E, et al (2013) menjelaskan 3 morfologi plak arteri koroner umum


yang mengakibatkan trombosis (ruptur plak, erosi plak, dan kalsifikasi
nodular yang mengganggu yang menonjol ke lumen arteri koroner, yang
dikenal sebagai "nodul kalsifikasi"). Falk E, et al (2013) menjelaskan
beberapa kontributor terhadap "plak yang rentan", termasuk struktural dari
plak (ukuran inti nekrosis, ketebalan dan tingkat peradangan di dalam cap
fibrosa), neovaskularisasi plak dan infiltrasi dengan makrofag yang
dirangsang hemoglobin (keduanya meningkatkan risiko untuk perdarahan
intraplaque), dan pola kalsifikasi (kalsifikasi bergelombang/spotty
calcification memberikan risiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan
kalsifikasi terlokalisasi padat).
3. Klasifikasi
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
elektrokardiogram (EKG), dan pemeriksaan marka jantung, Sindrom
Koroner Akut dibagi menjadi:
a) Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI: ST segment elevation
myocardial infarction)
b) Infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI: non ST
segment elevation myocardial infarction)
c) Angina Pektoris tidak stabil (UAP: unstable angina pectoris)

B. STEMI (ST segment elevation myocardial infarction)


1. Definisi
STEMI merupakan merupakan suatu kondisi yang mengakibatkan
kematian sel miosit jantung karena iskhemia yang berkepanjangan akibat
oklusi koroner akut (Black & Hawk, 2005). STEMI terjadi akibat stenosis
total pembuluh darah koroner sehingga menyebabkan nekrosis sel
jantung yang bersifat irreversible (Brown & Edwars, 2005). Keadaan ini
memerlukan tindakan revaskularisasi untuk mengembalikan aliran darah
dan reperfusi miokard secepatnya; secara medikamentosa menggunakan
agen fibrinolitik atau secara mekanis, intervensi koroner perkutan primer.
Diagnosis STEMI ditegakkan jika terdapat keluhan angina pektoris akut
disertai elevasi segmen ST yang persisten di dua sadapan yang
bersebelahan.
2. Patofisiologi
Proses aterosklerotik dimulai ketika adaya luka pada sel endotel yang
bersentuhan langsung dengan zat-zat dalam darah. Permukaan sel
endotel yang semula licin menjadi kasar, sehingga zat-zat didalam darah
menempel dan masuk kelapisan dinding arteri. Penumpukan plaque yang
semakin banyak akan membuat lapisan pelindung arteri perlahan-lahan
mulai menebal dan jumlah sel otot bertambah. Setelah beberapa lama
jaringan penghubung yang menutupi daerah itu berubah menjadi jaringan
sikatrik, yang mengurangi elastisitas arteri. Semakin lama semakin
banyak plaque yang terbentuk dan membuat lumen arteri mengecil.
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara
mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerosis yang sudah
ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner derajat tinggi yang berkembang
secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya
banyak kolateral sepanjang waktu. (Black & Hawk, 2005; Libby, 2008 &
Alwi, 2006).
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plaque aterosklerosis
mengalami fisura, rupture atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik
memicu trombogenesis sehingga mengakibatkan oklusi arteri koroner.
Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red trombus,
yang dipercaya menjadi alasan pada STEMI memberikan respon
terhadap terapi trombolitik.
Pada lokasi ruptur plaque, berbagai agonis (kolagen, ADP epinefrin dan
serotonin) memicu aktivasi trombosit, selanjutnya akan memproduksi dan
melepaskan tromboksan A2 (vasokontriktor lokal yang poten). Aktifitas
trombosit juga akan memicu terjadinya agregasi platelet dan mengaktifasi
faktor VII dan X sehingga menkonversi protombin menjadi thrombin dan
fibrinogen menjadi fibrin. Pembentukan trombus pada kaskade koagulasi
akan menyebabkan oklusi oleh trombus sehinga menyebabkan aliran
darah berhenti secara mendadak dan mengakibatkan STEMI (Black &
Hawk, 2005; Lily, 2008; Libby, 2008 & Alwi, 2006).
3. Petanda (cardiac biomarker) kerusakan jantung
Cardiac biomarker merupakan hal yang sangat penting dalam diagnosis
STEMI. Pemeriksaan yang dianjurkan adalah Creatinin Kinase (CK)MB
dan cardiac specific troponin (cTn)T atau (cTn)I dan dilakukan secara
serial. Pada STEMI, pemberian terapi trombolitik tidak perlu menunggu
hasil biomarker jantung namun dilakukan sesegera mungkin. Peningkatan
nilai enzim diatas 2 kali nilai batas atas normal menunjukkan adanya
nekrosis pada miokard jantung.
4. Infark anterior
Adanya perubahan EKG ST elevasi pada lead V3 - V4 disebut infark
anterior. Infark anterior terjadi bila adanya oklusi pada left anterior
desending (LAD). LAD mensuplai darah ke dinding anterior ventrikel kiri
dan 2/3 area septum intraventrikular anterior. Komplikasi dari STEMI
anterior adalah disfungsi ventrikel kiri yang berat yang dapat
mengakibatkan terjadinya gagal jantung dan shock kardiogenik. Oklusi
LAD juga dapat menyebabkan AV block akibat infark pada septum
intraventrikular. Sinus tachycardia merupakan tanda yang umum dijumpai
akibat respon neurohormonal symphatetic untuk mengurangi cardiac
output atau tekanan darah (Underhill, 2005, Libby, 2008).
5. Infark inferior dan posterior
Infark inferior dan posterior diakibatkan oleh oklusi right coronary artery
(RCA) pada 80-90% pasien sedangkan 10- 20% pasien diakibatkan oleh
oklusi arteri left circumflex (LCX). Pada infark inferior dijumpai adanya
perubahan EKG ST elevasi pada lead II, III, aVF sedangkan infark
posterior dijumpai adanya ST segmen depresi di V1 - V4 (Underhill, 2005;
Libby, 2008).

6. Infark lateral
Infark miokardial lateral terjadi bila dijumpai adanya perubahan ST elevasi
pada EKG di lead I, aVL, V5, V6. Infark ini diakibatkan oleh cabang-
cabang arteri yang mensuplai darah pada dinding lateral ventrikel kiri
yaitu cabang left circumflex (LCx), diagonal LAD dan cabang terminal dari
right coronary artery (RCA). Karena LCx mensuplai AV junction, bundle
his, dan anterior dan posterior muscle papillary pada 10% populasi, oklusi
arteri ini berkaitan dengan abnormalitas konduksi jantung atau insufisiensi
katup mitral yang berkaitan dengan dysfungsi muscle papillary (Underhill,
2005; Libby, 2008; Lily, 2000).
7. Infark ventrikel kanan
Infark ventrikel kanan biasa terjadi pada infark inferior dengan trias
karakteristik yaitu hipotensi, peningkatan tekanan vena jugularis dengan
tanda kusmaul’s, serta area paru bersih. Infark inferior di diagnosis bila
dijumpai elevasi segmen ST pada sadapan EKG sisi kanan V3R dan V4R
serta adanya abnormalitas gerakan dinding ventrikel kanan.
Penatalaksanaan dilakukan dengan volume loading untuk
mempertahankan PCWP 18- 20 mmHg, menghindari penggunaan nitrat
serta pemberian dobutamin untuk mengatasi hipotensi (Underhill, 2005,
Lewis, 2004, Libby, 2008).
8. Diagnosis STEMI
Diagnosis dini adalah kunci untuk pengobatan awal STEMI. . Sebuah
riwayat nyeri dada atau ketidaknyamanan yang berlangsung 10-20 menit
harus meningkatkan kecurigaan STEMI akut pada individu yang rentan
(pasien pria paruh baya, terutama jika mereka memiliki faktor risiko untuk
penyakit koroner).
Diagnosis STEMI didasarkan pada dua hal berikut:
a. Nyeri dada.
b. Perubahan ECG atau LBBB baru.
c. Peningkatan biomarker
Pasien STEMI mungkin mengalami berbagai gejala yang bervariasi mulai
dari penghancuran rasa nyeri / nyeri dada retrosternal atau kiri dengan
gejala khas yang berhubungan dengan dispnea yang terisolasi, serangan
sinkop, malaise dan sesak napas. Lansia, penderita diabetes dan pasien
dengan OAINS dapat mengalami infark miokard yang tidak terdeteksi.
Pasien-pasien ini umumnya ditemukan memiliki syok kardiogenik,
hipotensi, aritmia dan blok konduksi dan gagal ventrikel kiri akut.
EKG 12-lead harus dilakukan sesegera mungkin. Jika EKG awal tidak
menunjukkan STEMI tetapi pasien terus memiliki gejala, mengulang EKG
harus diperoleh (setiap 15 menit atau lebih). Sementara penanda nekrosis
miokard berguna dalam menguatkan diagnosis, harus ditekankan bahwa
mereka mungkin tidak meningkat awal setelah timbulnya gejala.
Dalam kasus-kasus yang meragukan, ekokardiografi dapat menjadi
tambahan yang berguna dalam membuat diagnosis, terutama di antara
pasien muda tanpa riwayat penyakit koroner.

C. NON-STEMI (non ST segment elevation myocardial infarction)


Definisi
NSTEMI adalah adanya ketidakseimbangan antara pemintaan
dan suplai oksigen ke miokardium terutama akibat penyempitan arteri
koroner akan menyebabkan iskemia miokardium lokal. Iskemia yang
bersifat sementara akan menyebabkan perubahan reversibel pada tingkat
sel dan jaringan (Sylvia,2009).
Unstable Angina (UA) dan Non ST Elevasi Infark Miokard
diketahui merupakan suatu kesenambungan dengan kemiripan
patofisiologis dan gambaran klinis sehingga pada prinsipnya
penatalaksanaan keduanya tidak berbeda. Diagnosis NSTEMI ditegakkan
jika pasien dengan manifestasi klinis UA menunjukkan bukti adanya
nekrosis miokard berupa peningkatan biomarker jantung (Sudoyo, 2009).
Non STEMI merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi segmen
ST yang disebabkan oleh obstruksi koroner akibat erosi dan ruptur plak.
Erosi dan ruptur plak ateroma menimbulkan ketidakseimbangan suplai
dan kebutuhan oksigen. Pada Non STEMI, trombus yang terbentuk
biasanya tidak menyebabkan oklusi menyeluruh lumen arteri koroner
(Kalim, 2008).

Etiologi
NSTEMI disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan
peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi
koroner. NSTEMI terjadi karena thrombosis akut atau proses
vasokonstriksi koroner, sehingga terjadi iskemia miokard dan dapat
menyebabkan nekrosis jaringan miokard dengan derajat lebih kecil,
biasanya terbatas pada subendokardium. Keadaan ini tidak dapat
menyebabkan elevasi segmen ST, namun menyebabkan pelepasan
penanda nekrosis.
Penyebab paling umum adalah penurunan perfusi miokard yang
dihasilkan dari penyempitan arteri koroner disebabkan oleh thrombus
nonocclusive yang telah dikembangkan pada plak aterosklerotik
terganggu. Penyempitan abnormal dari arteri koroner mungkin juga
bertanggung jawab.
a. Faktor resiko
1) Yang tidak dapat diubah
a) Umur
b) Jenis kelamin : insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita
meningkat setelah menopause
c) Riwayat penyakit jantung coroner pada anggota keluarga di usia
muda (anggota keluarga laki-laki muda dari usia 55 tahun atau anggota
keluarga perempuan yang lebih muda dari usia 65 tahun).
d) Hereditas
e) Ras : lebih tinggi insiden pada kulit hitam.
2) Yang dapat diubah
a) Mayor : hiperlipidemia, hipertensi, Merokok, Diabete, Obesitas, Diet
tinggi lemak jenuh, kalori.
b) Minor : Inaktifitas fisik, emosional, agresif, ambisius, kompetitif,
stress psikologis berlebihan.
3) Faktor penyebab

No. Penyebab ST/Nstemi


Trombus tidak oklusif pada plak yang sudah
1.
ada
Obstruksi dinamik (spasme koroner atau
2.
vasokonstriksi)
Obstruksi mekanik yang progresif
3.
Inflamasi dan atau infeksi
4.
Faktor atau keadaan pencetus
5.

a) Trombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada


Penyebab paling sering SKA adalah penurunan perfusi miokard
oleh karena penyempitan arteri koroner sebagai akibat dari trombus yang
ada pada plak aterosklerosis yang robek/pecah dan biasanya tidak
sampai menyumbat. Mikroemboli (emboli kecil) dari agregasi trombosit
beserta komponennya dari plak yang ruptur, yang mengakibatkan infark
kecil di distal, merupakan penyebab keluarnya petanda kerusakan
miokard pada banyak pasien.
b) Obstruksi dinamik
Penyebab yang agak jarang adalah obstruksi dinamik, yang
mungkin diakibatkan oleh spasme fokal yang terus menerus pada
segmen arteri koroner epikardium (angina prinzmetal). Spasme ini
disebabkan oleh hiperkontraktilitas otot polos pembuluh darah dan/atau
akibat disfungsi endotel. Obstruksi dinamik koroner dapat juga
diakibatkan oleh konstriksi abnormal pada pembuluh darah yang lebih
kecil.
c) Obstruksi mekanik yang progresif
Penyebab ke tiga SKA adalah penyempitan yang hebat namun
bukan karena spasme atau trombus. Hal ini terjadi pada sejumlah pasien
dengan aterosklerosis progresif atau dengan stenosis ulang setelah
intervensi koroner perkutan (PCI).
d) Inflamasi dan/atau infeksi
Penyebab ke empat adalah inflamasi, disebabkan oleh/yang
berhubungan dengan infeksi, yang mungkin menyebabkan penyempitan
arteri, destabilisasi plak, ruptur dan trombogenesis. Makrofag dan limfosit-
T di dinding plak meningkatkan ekspresi enzim seperti metaloproteinase,
yang dapat mengakibatkan penipisan dan ruptur plak, sehingga
selanjutnya dapat mengakibatkan SKA.
e) Faktor atau keadaan pencetus
Penyebab ke lima adalah SKA yang merupakan akibat sekunder
dari kondisi pencetus diluar arteri koroner. Pada pasien ini ada penyebab
berupa penyempitan arteri koroner yang mengakibatkan terbatasnya
perfusi miokard, dan mereka biasanya menderita angina stabil yang
kronik. SKA jenis ini antara lain karena:
(1) Peningkatan kebutuhan oksigen miokard, seperti demam, takikardi
dan tirotoksikosis.
(2) Berkurangnya aliran darah coroner.
(3) Berkurangnya pasokan oksigen miokard, seperti pada anemia dan
hipoksemia.
Kelima penyebab SKA di atas tidak sepenuhnya berdiri sendiri dan
banyak terjadi tumpang tindih. Dengan kata lain tiap penderita
mempunyai lebih dari satu penyebab dan saling terkait.
2.3 Patofisiologi
Non ST elevation myocardial Infarction (NSTEMI) dapat
disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan
kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner.
NSTEMI terjadi karena trombosis akut atau proses vasokonstriksi koroner.
Trombosis akut pada arteri koroner diawali dengan adanya ruptur plak
yang tidak stabil.
Plak yang tidak stabil ini biasanya mempunyai inti lipid yang besar,
densitas otot polos yang rendah, fibrous cap yang tipis dan konsentrasi
faktor jaringan yang tinggi. Inti lemak yang cenderung ruptur mempunyai
konsentrasi ester kolesterol dengan proporsi asam lemak tak jenuh yang
tinggi. Pada lokasi ruptur plak dapat dijumpai sel makrofag dan limfosit T
yang menunjukkan adanya proses inflamasi. Sel-sel ini akan
mengeluarkan sitokin proinflamasi seperti TNF α , dan IL-6. Selanjutnya
IL-6 merangsang pengeluaran hsCRP di hati.
2.4 Manifestasi Klinis NSTEMI
a. Nyeri Dada

Nyeri yang lama yaitu lebih dari 20 menit, sedangkan pada angina
kurang dari itu. Disamping itu pada angina biasanya nyeri akan hilang
dengan istirahat akan tetapi pada infark tidak. Nyeri dan rasa tertekan
pada dada itu bisa disertai dengan keluarnya keringat dingin atau
perasaan takut. Biasanya nyeri dada menjalar ke lengan kiri, bahu, leher
sampai ke epigastrium, akan tetapi pada orang tertentu nyeri yang terasa
hanya sedikit. Hal tersebut biasanya terjadi pada manula, atau penderita
DM berkaitan dengan neuropathy.
b. Sesak Nafas

Sesak nafas bisa disebabkan oleh peningkatan mendadak


tekanan akhir diastolik ventrikel kiri, disamping itu perasaan cemas bisa
menimbulkan hipervenntilasi. Pada infark yang tanpa gejala nyeri, sesak
nafas merupakan tanda adanya disfungsi ventrikel kiri yang bermakna.
c. Gejala Gastrointestinal

Peningkatan aktivitas vagal menyebabkan mual dan muntah, dan


biasanya lebih sering pada infark inferior, dan stimulasi diafragma pada
infak inferior juga bisa menyebabkan cegukan.
d. Gejala Lain

Termasuk palpitasi, rasa pusing atau sinkop dari aritmia ventrikel


dan gelisah.
2.5 Pemeriksaan Penunjang
2.5.1 Biomarker Jantung:
1) Troponin T dan Troponin I
Petanda biokimia troponin T dan troponin I mempunyai peranan
yang sangat penting pada diagnostik, stratifikasi dan pengobatan
penderita Sindroma Koroner Akut (SKA). Troponin T mempunyai
sensitifitas 97% dan spesitifitas 99% dalam mendeteksi kerusakan sel
miokard bahkan yang minimal sekalipun (mikro infark). Sedangkan
troponin I memiliki nilai normal 0,1. Perbedaan troponin T dengan troponin
I:
(a) Troponin T (TnT) dengan berat molekul 24.000 dalton, suatu
komponen inhibitorik yang berfungsi mengikat aktin.
(b) Troponin I (TnI) dengan berat molekul 37.000 dalton yang berfungsi
mengikat tropomiosin.
2.5.2 EKG (T Inverted dan ST Depresi)
Pada pemeriksaan EKG dijumpai adanya gambaran T Inverted
dan ST depresi yang menunjukkan adanya iskemia pada arteri koroner.
Jika terjadi iskemia, gelombang T menjadi terbalik (inversi), simetris, dan
biasanya bersifat sementara (saat pasien simptomatik). Bila pada kasus
ini tidak didapatkan kerusakan miokardium, sesuai dengan pemeriksaan
CK-MB (creatine kinase-myoglobin) maupun troponin yang tetap normal,
diagnosisnya adalah angina tidak stabil. Namun, jika inversi gelombang T
menetap, biasanya didapatkan kenaikan kadar troponin, dan
diagnosisnya menjadi NSTEMI. Angina tidak stabil dan NSTEMI
disebabkan oleh thrombus non-oklusif, oklusi ringan (dapat mengalami
reperfusi spontan), atau oklusi yang dapat dikompensasi oleh sirkulasi
kolateral yang baik.
2.5.3 Echo Cardiografi pada Pasien Non-ST Elevasi Miokardial Infark
a) Area Gangguan
Gambar 2. Berbagai letak anatomis SKA.
b) Fraksi Ejeksi
Fraksi ejeksi adalah daya sembur jantung dari ventrikel ke aorta.
Freksi pada prinsipnya adalah presentase dari selisih volume akhir
diastolik dengan volume akhir sistolik dibagi dengan volume akhir
diastolik. Nilai normal > 50%. Dan apabila < dari 50% fraksi ejeksi tidak
normal.

c) Angiografi koroner (Coronari angiografi)


Untuk menentukan derajat stenosis pada arteri koroner. Apabila
pasien mengalami derajat stenosis 50% pada pasien dapat diberikan
obat-obatan. Dan apabila pasien mengalami stenosis lebih dari 60%
maka pada pasien harus di intervensi dengan pemasangan stent.
Diagnosis NSTEMI dan angina pektoris tidak stabil ditegakkan jika
terdapat keluhan angina pektoris akut tanpa elevasi segmen ST yang
persisten di dua sadapan yang bersebelahan. Rekaman EKG saat
presentasi dapat berupa depresi segmen ST, inversi gelombang T,
gelombang T yang datar, gelombang T pseudo-normalization, atau
bahkan tanpa perubahan. Sedangkan Angina Pektoris tidak stabil dan
NSTEMI dibedakan berdasarkan kejadian infark miokard yang ditandai
dengan peningkatan marka jantung. Marka jantung yang lazim digunakan
adalah Troponin I/T atau CK-MB. Bila hasil pemeriksaan biokimia marka
jantung terjadi peningkatan bermakna, maka diagnosis menjadi Infark
Miokard Akut Segmen ST Non Elevasi (Non ST-Elevation Myocardial
Infarction, NSTEMI). Pada Angina Pektoris tidak stabil marka jantung
tidak meningkat secara bermakna. Pada sindroma koroner akut, nilai
ambang untuk peningkatan CK-MB yang abnormal adalah beberapa unit
melebihi nilai normal atas (upper limits of normal, ULN),.
Jika pemeriksaan EKG awal tidak menunjukkan kelainan (normal) atau
menunjukkan kelainan yang nondiagnostik sementara angina masih
berlangsung, maka pemeriksaan diulang 10-20 menit kemudian. Jika
ulangan EKG tetap menunjukkan gambaran nondiagnostik sementara
keluhan angina sangat sugestif SKA, maka pasien dipantau selama 12-24
jam. EKG diulang tiap 6 jam dan setiap terjadi angina berulang.

D. UAP (unstable angina pectoris)


BAB 3

PEMBAHASAN

STEMI NONSTEMI UNSTABLE


ANGINA
PECTORIS
Gambaran Gambaran EKG Gambaran EKG Gambaran EKG
pemeriksaan menunjukkan menunjukkan menunjukkan
EKG gelombang gelombang gelombang
Segmen ST segmen ST tidak segmen ST tidak
mengalami mengalami mengalami
Elevasi. Nilai elevasi, hasil elevasi, inversi
ambang batas pemeriksaan EKG gelombang T lebih
elevasi segmen dapat berupa dari atau sama
ST untuk depresi segmen dengan 2 mm
menegakkan ST. Nilai depresi
diagnosis STEMI segmen ST untuk
pada sebagian menegakkan
besar sadapan diagnosis NSTEMI
adalah 0,1 mv adalah > 0,05 mv
atau 1 mm atau 1 atau 0,5 mm atau
kotak kecil ½ kotak kecil.
Inversi gelombang
T lebih dari atau
sama dengan 2
mm atau 2 kotak
kecil
Cardiac Peningkatan Peningkatan Tidak terjadi
Biomarker troponin I/T atau troponin I/T atau peningkatan
CK-MB CK-MB troponin I/T atau
CK-MB
Durasi dan Nyeri dada yang Nyeri dada yang Nyeri dada yang
karakteristik dirasakan dirasakan dirasakan
nyeri dada berlangsung berlangsung lebih berlangsung lebih
sekitar 10 menit dari 20 menit dari 20 menit.
sampai 20 menit. dapat muncul saat
Gejala khas nyeri aktivitas atau saat
dada terasa istirahat. Gejala
seperti tertekan khas nyeri dada
atau berat pada terasa seperti
retrosternum yang tertekan atau berat
dapat menjalar ke pada retrosternum
lengan kiri, leher yang dapat
atau rahang. menjalar ke
lengan kiri, leher
atau rahang.
Terjadi
peningkatan
intensitas, durasi,
frekuensi angina.
Angina yang
muncul saat
aktivitas yang
lebih ringan dari
aktivitas sehari-
hari
SKOR TIMI UNTUK NON ST ELEVASI MYOCARD INFART (NSTEMI) ATAU
UNSTABLE ANGINA PECTORIS (UAP)

PARAMETER SKOR
Usia lebih dari 65 tahun 1
Memiliki faktor resiko lebih dari 3. 1
Faktor resiko berupa Hipertensi, DM,
merokok, riwayat keluarga,
dyslipidemia.
Angiogram koroner sebelumnya 1
menunjukkan stenosis > 50%
Penggunaan aspirin dalam 7 hari 1
terakhir
Terdapat setidaknya dua episode 1
nyeri saat istirahat dalam 24 jam
terakhir
Deviasi Segmen ST > 0,5 mm 1
Peningkatan biomarker jantung (CK- 1
MB atau Troponin )

STRATIFIKASI RESIKO BERDASARKAN SKOR TIMI

SKOR TIMI RISIKO RISIKO KEJADIAN


KEDUA
0-2 Rendah < 8,3
3-4 Menengah < 19,9 %
5-7 Tinggi < 41 %
MORTALITAS 30 HARI BERDASARKAN KELAS KILLIP

Kelas Killip Temuan Klinis Mortalitas


I Tidak terdapat gagal 6%
jantung (tidak terdapat
ronkhi maupun S3)
II Terdapat gagal jantung 17 %
ditandai dengan S3 dan
ronkhi basah pada
setengah lapang paru
III Terdapat edema paru 38 %
ditandai ronkhi basah
diseluruh lapang paru
IV Terdapat syok 81 %
kardiogenik ditandai
dengan tekanan darah
sistole < 90 mmHg dan
tanda hipoperfusi
jaringan
Dengan melakukan anamnesis dan pemeriksaan yang berfokus pada
permasalahan kardio, terapi MONA dapat diberikan pada kemungkinan/definitif
Sindrom Koroner Akut (SKA).

Persangkaan SKA

Non Kardiak Kemungkinan SKA Definitif SKA

EKG : normal Tanpa elevasi segmen


Marka jantung awal : Elevasi segmen ST
ST
normal

Observasi 12 jam
sejam awitan angina Perubahan gelombang
ST dan atau gelombang
T

Angina berlanjut

Marka jantung positif


Angina berulang atau
Angina tidak berulang Hemodinamik
hasil EKG terdapat
EKG : normal abnormal
perubahan
Marka jantung :
ST/gelombang T
normal
Marka jantung : positif

Evaluasi untuk terapi


Negatif atau Bukan SKA Definitif SKA Terapi Nstemi
reperfusi

Pemantauan : rawat
jalan
DAFTAR PUSTAKA

Thygesen K, Alpert JS, Jaffe AS, et al. Third universal definition of


myocardial infarction. J Am Coll Cardiol 2012;60:1581–98.
Lloyd-Jones D, Adams R, Carnethon M, et al; American Heart Association
Statistics Committee and Stroke Statistics Subcommittee. Heart disease
and stroke statistics—2009 update. a report from the American Heart
Association Statistics Committee and Stroke Statistics Subcommittee
[published correction appears in Circulation. 2009;119(3):e182].
Circulation. 2009 Jan 27;119(3):480-486. Epub 2008 Dec 15.
Libby P. 2013) Mechanisms of acute coronary syndromes and their
implications for therapy. N Engl J Med368:2004–2013
Crea F, Liuzzo G. (2013) Pathogenesis of acute coronary
syndromes. J Am Coll Cardiol 61:1–11.
Falk E, et al (2013) Update on acute coronary syndromes: the
pathologists' view. Eur Heart J 34:719–728.
Hamm CW, Bassand JP, Agewall S, Bax J, Boersma E, Bueno H, et al.
ESC Guidelines for the management of acute coronary syndromes in
patients presenting without persistent ST-segment elevation The Task
Force for the management of acute coronary syndromes (ACS) in patients
presenting without persistent ST-segment elevation of the European
Society of Cardiology (ESC). European Heart Journal (2011) 32, 2999–
3054
Paxinos G, Katritsis DG. Current Therapy of Non-ST-Elevation Acute
Coronary Syndromes. Hellenic J Cardiol 2012; 53: 63-71

Anda mungkin juga menyukai