BAB I
PENDAHULUAN
bervariasi antara 0,1 -0,58 per 100.000 penduduk per tahun dengan rata-rata 1,36
per 100.000 penduduk per tahun. MND familial mencakup lebih kurang 5-10%
dari seluruh kasus MND. Pada kebanyakan kasus MND familial pola
penurunannya adalah otosomal dominan dan hanya beberapa kasus yang
diturunkan secara otosomal resesif.Di Indonesia penelitian mengenai MND hanya
sedikit dilakukan. Gajdusek (1962) pernah melaporkan bahwa di beberapa desa di
Irian lara ditemukan 10-20% penduduknya mengalami atrofi otot-otot thenar dan
hipothenar, yang pada pengamatan lebih lanjut temyata sebagian besar menderita
MND . Di Bagian Neurologi FK USU/RS H.Adam Malik Medan pada tahun 1998
telah dirawat 3 orang penderita yang didiagnosa sebagai MND.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Motor Neuron Disease
2.1.1 Defenisi
Motor Neuron Disease (MND) adalah suatu penyakit mematikan yang
sudah dikenal sejak abad ke-19. Penyakit ini unik karena ditemukannya tanda-
tanda Upper Motor Neuron (UMN) dan Lower Motor Neuron (LMN) secara
bersamaan pada seorang penderita. Karena relatif jarang ditemukan , sering
seorang dokter luput mendeteksi gejala-gejala penyakit ini bahkan banyak yang
mendiagnosanya sebagai stroke.
MND adalah beberapa penyakit neurodegeneratif yang secara selektif
berdampak pada motor neuron, sel-sel yang mengendalikan otot-otot voluter dari
tubuh ini meliputi sklerosis lateral amyotrofik, paraplegia spastik
herediter, sklerosis lateral primer, atrofi muskular progresif, palsi bulbar
progresif dan palsi pseudobulbar. Atrofi muskular spinal terkadang dimasukkan
dalam kelompok tersebut oleh beberapa neurologis namun ini adalah penyakit
berbeda dengan sebab genetik yang jelas.
2.1.2 Klasifikasi
Motor Neuron Disease digolongkan atas :
1. Amyotrophic Lateral Sclerosis (80%)
2. Progressive bulbar palsy (10%).
3. Progressive muscular atrophy (8%)
4. Primary lateral sclerosis (2%)
5. Juvenile MND.
6. Monomelic MND
7. Familial MND.
2.1.3 Etiologi
MND adalah penyakit mematikan dengan etiologi yang belum diketahui, Berapa
faktor juga merupakan penyebab penyakit ini, yaitu :
1. Toksin
2. Proses penuaan dini (premature aging)
4
beberapa kasus ditemukan adanya kerusakan pada akson dari safar frenikus,
suralis, peroneus profunda clan superfisialis serta pada akar saraf servikalis dan
lumbalis bagian ventral. Atrofi otot yang jelas telah disebutkan pada beberapa
laporan awal tentang MND. Secara histologis terlihat adanya gambaran infiltrasi
lemak yang khas pada sel-set otot dan gambaran atrofi akibat denervasi. Adanya
atrofi serabut otot ini dihubungkan dengan kerusakan motor neuron alfa di
medulla spinalis. Kadangkadang terlihat serabut yang hipertrofik atau distrofiko
Biopsi menunjukkan timbulnya 'tunas' baru dari akson serabut safar yang tersisa
di dalam otot, sekunder terhadap denervasi.
2.1.4 Gambaran Klinis
Gambaran khas dari MND adalah adanya disfungsi saraf baik tipe UMN
maupun LMN. Pada MND ditemukan adanya atrofi, parese dan fasikulasi dengan
hiperrefleks, respon ekstensor dan pada beberapa kasus spastisitas. Gejala awal
yang sering antara lain : fatigue, kram otot, tungkai menyeret atau kesulitan
melakukan pekerjaan dengan satu tangan. Gejala-gejala ini biasanya asimetris dan
sering hanya mengenai satu anggota gerak walaupun pada saat diperiksa
umumnya sudah ditemukan defisit neurologis yang lebih luas. Gejala lain
termasuk atrofi otot, nyeri dan kram otot, fasikulasi dan langkah yang kaku.
Bila kerusakan UMN relatif lebih dominan , gejala utamanya bisa berupa
spastisitas, kekakuan dan klonus kaki. Keterlibatan bulbar biasanya berupa
kombinasi UMN dan LMN dan menyebabkan suara serak , perubahan artikulasi
dan suara sengau, Lidah biasanya dikenai secara simetris, gerakannya melambat,
dijumpai fasikulasi dan atrofi. Bila spastisitas dan parese berlanjut bisa terjadi
disfagia. Gangguan sensoris biasanya tidak dijumpai pada MND , tetapi kadang-
kadang bisa dijumpai parestesia, perasaan dingin dan perasaan tebal (numbness).
Jarang dijumpai adanya gangguan miksi dan defekasi, kecuali terjadi
paralise yang berat dari otot-otot skelet yang melibatkan otot-otot gluteus dan
daerah sakral. Hal ini karena nukleus Onuf yang terdapat di anterior horn safar
spinal S2 dan S3 relatifr asisten terhadap denervasi yang terjadi pada MND.
Fungsi otonom umurnnya normal. Penderita MND tidak mengalami dekubitus
sekalipun pada tahap lanjut karena fungsi sensorik dan regulasi otonom dari aliran
6
darah kulit berjalan baik. Demensia bisa ditemukan pada 3-5% penderita MND
tetapi tipenya berbeda dengan dernensia tipe Alzheimer dan biasanya menunjukan
demensia lobus frontalis.
Pada progressive bulbar palsy gejala awal yang menonjol adalah kelemahan
dari otot-otot yang diinervasi oleh nukleus motorik di batang otak bagian bawah,
misalnya otot-otot rahang, wajah, lidah faring dan laring. Gejala klinis utamanya
adalah disartria, disfonia, kesulitan mengunyah, salivasi dan disfagia. Lidah
lumpuh dengan tanda-tanda atrofi dan fasikulasi yang menonjol. Kadang-kadang
disertai kelumpuhan otot-otot wajah. Secara klinis terlihat adanya keterlibatan
UMN dan LMN dengan lidah yang spastis , refleks jaw-jerk yang meninggi
seperti juga pada anggota gerak.
Pada progressive muscular atrophy yang menonjol adalah keterlibatan LMN
dari otot-otot ekstremitas tanpa gambaran keterlibatan UMN yang jelas. Tetapi
refleks tendon yang menurun membedakannya dari progressive spinal muscular
atrophy. Biasanya timbul setelah usia 20 tahun dan tidak ada riwayat penyakit
yang mirip dalam keluarga .Pada 50% kasus PMA terlihat atrofi dari otot-otot
intrinsik tangan yang simetris yang secara perlahan berlanjut ke proksimal.
Perjalanan penyakitnya lebih lambat dari tipe lain .
Bentuk infantil dari PMA bermanifestasi seperti floppy infant dan disebut
penyakit Werdnig-Hoffinan. Variasi yang lain dengan distribusi ke proksimal
dikenal sebagai penyakit Kugelberg-Welander . Traktus kortikospinalis tidak
terlibat dan tidak ada gangguan sensoris. Penderita primary lateral sclerosis
menunjukkan paraparese spastik yang berjalan lambat lain melibatkan otot-otot
lengan dan orofaring .Tipe ini sangat jarang dijumpai. Penyakit dimulai pada usia
dewasa dengan tanda-tanda keterlibatan traktus kortikospinalis sekunder terhadap
rusaknya neuron motorik di korteks serebri. Tidak dijumpai atrofi maupun
fasikulasi . Fungsi sfingter biasanya baik . Pada beberapa penderita dijumpai
hemiparese spastik yang progresif yang dikenal sebagai varian Mills. Setelah
beberapa tahun gerakan jari-jari melambat, lengan menjadi spastik dan terjadi
gangguan berbicara. menyarankan kriteria diagnostik yang penting yaitu suatu
perkembangan penyakit selama 3 tahun tanpa bukti keterlibatan LMN.
7
2.1.5 Diagnosa
Yang terpenting untuk menegakkan diagnosa MND adalah diagnosa klinis.
Karena belum ada pemeriksaan khusus untuk MND, maka diagnosa pasti baru
dapat diketahui pada otopsi post-mortem dengan memeriksa otak ,medulla
spinalis dan otot penderita. Gejala utama yang menyokong diagnosa adalah
adanya tanda-tanda gangguan UMN dan LMN pada daerah distribusi saraf spinal
tanpa gangguan sensoris dan biasanya dijumpai fasikulasi spontan. Gambaran
khasnya berupa kombinasi tanda-tanda UMN dan LMN pada ekstremitas dengan
adanya fasikulasi lidah. Implikasi dari penegakan diagnosa MND adalah bahwa
kita menegakkan adanya suatu penyakit yang akan berkembang terus menuju
kematian. Jadi penting sekali untuk menegakkan diagnosa secara teliti dengan
menyingkirkan kemungkinan-kemungkinan yang lain dengan melakukan
pemeriksaan yang lengkap dan sesuai. Pemeriksaan elektrofisiologis, radiologis,
biokimiawi, imunologi dan histopatologi mungkin diperlukan untuk
menyingkirkan penyakit lainnya.
Diagnosa MND menurut El Escorial Criteria For ALS Diagnosis adalah :
1. ALS: ƒ tanda UMN dan LMN pada regio bulbar dan minimal 2 regio
spinal, atau tanda UMN dan LMN pada 3 regio spinal.
2. Kemungkinan besar ALS (probable ALS) : ƒ tanda UMN dan LMN
pada minimal 2 regio (beberapa tanda UMN harus restoral terhadap tanda
LMN)
3. Kemungkinan ALS (possible ALS) : tanda UMN dan LMN hanya pada
1 regio atau ƒ hanya tanda UMN pada minimal 2 regio atau ƒ tanda LMN
rostral terhadap tanda UMN.
4. Curiga ALS (suspected ALS) : ƒ tanda LMN pada minimal 2 regio.
Handisurya dan Yan Utama 6 mengajukan kriteria diagnostik MND
berdasarkan : 1. Anamnesa: adanya kelemahan yang progresif.
2. Pada pemeriksaan neurologis dijumpai :
a. adanya gangguan motorik.
b. tidak ada gangguan sensorik.
c. tidak ada gangguan fungsi otonom.
8
2.1.7 Penatalaksanaan
DAFTAR PUSTAKA