Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Semua orang memiliki tujuan dalam hidupnya. Namun keterbatasan yang mereka miliki
antara satu dengan yang lainnya adalah menjadi alasan mereka untuk membentuk suatu
organisasi. Dimana semua orang berkumpul dalam suatu wadah untuk bekerja sama
dalam mencapai tujuan yang telah mereka tetapkan.
Dalam setiap organisasi harus memiliki pemipin agar berjalan dengan baik. Tanpa
adanya pemimpin tentu sangat sulit dan tidak mudah dalam menjalankan semua elemen
dan komponen yang ada dalam organisasi tersebut. Seorang pemimpin tidak begitu saja
dipiliih dan ditentukan. Ada kriteria-kriteria tertentu yang harus dimiliki olehnya.
Segenap kemampuan dalam berpikir dan berbuat menjadi pertimbangan yang sangat
urgen diperhatikan.
Beragam kepemimpinan yang dibuat oleh setiap pemimpin di dunia ini. Cara dan
pandangan mengenai suatu permasalahan menjadi daya dari kepemimpinan seseorang.
Maka tidak bisa dielakkan lagi kalau menjadi seorang pemimpin memiliki tanggung
jawab dan peran yang sangat berat. Tetapi itu semua bisa diatasi bila ia memiliki cara
dan strategi yang baik dan sesuai dengan kondisinya. Maka penyusun mencoba
menguraikan materi kepemimpinan dalam makalah ini.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana konsep mengenai konflik?
1.2.2 Bagaimana konsep mengenai perundingan?
1.2.3 Bagaimana hubungan antar kelompok dalam organisasi?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Mengetahui dan memahami konsep mengenai konflik.
1.3.2 Mengetahui dan memahami konsep mengenai perundingan.
1.3.3 Mengetahui dan memahami hubungan antar kelompok dalam organisasi.

1
1.4 Manfaat Penulisan

Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain sebagai berikut:

1.4.1. Bagi Penulis

Bagi penulis manfaat penulisan makalah ini tentu saja dapat menambah
wawasan mengenai pemahaman kepemimpinan dalam organisasi.

1.4.2. Bagi Pembaca

Penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan masukan dan pemahaman


yang lebih mendalam bagi para Remaja, mahasiswa, pelajar pada umumnya dan
khususnya bagi khalayak umum sehingga akan lebih mengetahui bagaimana
pemahaman kepemimpinan dalam organisasi.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Mengenai Konflik

1. Hakekat konflik
Menurut buku Perilaku Keorganisasian karya Komang Ardana (dkk) konflik adalah
suatu gejala yang sudah merupakan suratan tangan dalam garis kehidupan organisasi.
Dalam konflik tersimpan suatu asset besar yang dapat dimanfaatkan olh manajemen
untuk menumbuhkembangkan organisasi. Konflik akan lebih berguna apabila
dipandang sebagai suatu tantangan yang harus dijawab secara cepat. Konflik
merupakan suatu keniscayaan yang tidak mungkin dihindari. Yang dibutuhkan
bagaimana mengelolanya secara baik dan benar. Manajemen konflik yang tepat
membutuhkan upaya sadar yang taat asas, karena didalamnya terkandung proses
perubahan baik persepsi, pengetahuan, sikap, bahkan perilaku.

2. Pengertian konflik
1) Suatu proses dengan mana usaha yang dilakukan oleh A untuk mengimbangi
usaha-usaha B dengan cara merintangi menyebabkan B frustasi dalam
mencapai tujuan atau meningkatkan keinginannya (Robbins dalam Nimran,
1999)
2) Kondisi yang dipersepsikan ada diantara pihak-pihak merasakan adanya
ketidak sesuaian tujuan dan peluang untuk mencampuri usaha mencapai tujuan
(AL Banesc, 1981 dalam Nimrn 1999)
3) Suatu perselisihan atau perjuangan diantara dua pihak yang ditandai dengan
menunjukkan permusuhan secara terbuka dan atau mengganggu dengan
sengaja pencapaian tujuan pihak yang menjadi lawannya. (Schmidt dan
Kochan, 1972 dalam Umar 2001)

3. Cara pandang terhadap konflik


1) Pandangan tradisional, semua konflik erbahaya makan harus dihindari, engan
cara apapun.

3
Muncul kecenderungan untuk menekannya dan menyembunyikan dari
permukaan dengan harapan lenyap dengan sendirinya.
2) Pandangan hubungan kemanusiaan, bahwa konflik aalah suatu yang alami dan
merupakan hal yang tak dapat dikesampingkan dalam kelompok, karenanya
konflik tidak dapat dihindari dan berpotensi positif dalam menentukan kinerja
kelompok.
3) Pandangan interaksionis, bahwa konflik tidak saja dapat menjadi kekuatan
positif, bahkan mutlak diperlukan.

4. Sumber konflik
Irfa Islamy (1982) secara rinci mengemukakan sumber-sumber konflik yang dapat
diuraikan sebagai berikut
1) Manusia yang agresif dan menggunakan organisasi sebagai tempat untuk
menyalurkan konflik
2) Persaingan karena adanya sumber-sumber yang terbatas seperti modal,
material, enaga kerja dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
3) Adanya kepentingan, hal ini dapat terjadi bila dua unit organisasi atau lebih
memiliki tujua yang berberda-beda.
4) Perbedaan fungsi/peranan, karena adanya peranan yang dilaksanakan oleh
masing-masing kelompok berbeda dan secara interen berbeda satu sama lain.
5) Ketiakkompaka, teutama dalam mencapai tujuan organisasi.
6) Adanya harapan peranan yang gagal dilaksanakan.
7) Ketidaktentuan tugs dan tanggungjawab
8) Iklim organisi yang tidak sehat.
9) Ambisi yang berlebihan
10) Sifat manusia yang cenderung untuk berbuat rakus.

Sementara Indriyo Gitosudarmo dan Sudita (1997) mencatat sumber konflik yaitu

1) Aling ketergantungan tugas, baik ketergantungan yang dikelompokkan,


ketergantungan yang berurutan mapun yang bersifat timbal balik.
2) Perbedaan tujuan dan prioritas
3) Factor birokratik (lini – staf)
4) Kriteria penilaian perstasi yang saling bertentangan
5) Persaingan terhdap sumberdaya yang langka

4
6) Sikap menang-kalah

5. Konflik fungsional dan disfungsional


1) Konflik fungsional (konstuktif) konflik mendukung tujuan klompok dan
memperbaiki kinerja kelompok.
Dapat dibedah dari beberapa aspek berikut :
a) Konflik “menjernihkan uara atau melapangkan dada” karna melalui
konflik, orang membuka pintu untuk mengeluarkan uneg-uneg yang
selama ini mengganjal
b) Ketika suatu system steril dari ketegangan, maka system tersebut akan
statis dan orang mungkin sekali akan cepat dilanda kebosanan.
c) Konflik pada tingkt yang optimal menjadi esensial bagi inovasi karena
mampu mendorong serta memelihara interaksi antar pribadi serta
tempat kerja dalam suasana yang sehat dan kreatif.
d) Konflik antar kelompok, konflik antar dua kelompok atau lebih
mendorong kohesi intra kelompok apabila adda satu “musuh” bersama
oleh anggota kelompok.
e) Banyak peraturan, tata tertib, prosedur, dan perubahan-perubahan dari
dimensi lain baik structural maupun proses dibuat sebagai akibat
timbulnya situasi konflik
f) Konflik dapat berlaku sebagai alat keseimbangan kekuasaan.
2) Konflik disfungsional (desfruktif), konflik yng merintangi kerja kelompok.
Adanya pertentangan antara kelompok yag kemudian dapat merusak da
bahkan menggagalkan tercapainya tujuan organisasi. Konflik dapat dan
bahkan dapat mendorong efektivitas individu, kelompok maupun organisasi,
tetapi bila berkembang secar berlebihan dan tanpa terkendali akan berakibat
destruktif dan dapat menyeret organisasi pada kinerja buruk.

6. Hubungan konflik dengan prestasi kerja


Konflik secara otomatis berkorelasi negative dengan prestasi kerja, baik kelompok
maupun organisasi artinya ketika suatu kelompok atau organisasi dilanda konflik serta
mert membuahkan kinerja yang rendah. Sejatinya pendapat itu tidak benar karena
konflik yang dikelola dengan tepat justru dapat mendorong naiknya prestasi kerja baik
kelompok maupun organisasi.

5
kondisi Tingkat Konflik Karakteristik Perilaku Sifat Konflik Tingkat Prestasi
A Rendah dekat Apatis Disfungsional Rendah
Stagnasi
Tidak resfonsif
Kurangnya ide-ide
B Optimal Bersemangat inovatif Fungsional Tinggi
Dorongan untuk
berubah mencari
solusi
C Tinggi Kacau Disfungsional Rendah
Tak ada kerjasama
Tak ada koordinasi

7. Jenis-jenis konflik
a. Dalam diri sendiri, seseorang bisa mengalami konflik internal karena
suatu hal.
b. Antar individu, sering karena perbedaan tentang isu, tindakan ataupun
tujuan.
c. Antar anggota kelompok :
1) Subtantif (karena keahlian beda)
2) Efektif (respon emosional atas situasi tertentu)
d. Antar kelompok
e. Intra organisasi
1) Vertikal, misalnya antara manajer dengan bawahannya.
2) Horizontal, misalnya dapat terjadi antara pegawai atau unit yang
mempunyai garis hirarki yang sama dalam organisasi.
3) Lini-staf, bisa terjadi antara staf ahli misalnya dengan pejabat atau
pegawai dalam suatu lini.
4) Konflik peran, dapat terjadi karena seseorang dalam suatu
organisasi mempunyai lebih dari satu peran yang kontradiktif.
Misalnya seorang manajer yang merangkap sebagai ketua serikat

6
pekerja, konflik muncul saat pegawai menuntut kenaikan upah
sementara kebijakan organisasi belum saatnya menaikkan upah.
f. Antar organisasi, konflik yang terjadi antar organisasi yang dipicu oleh
adanya saling ketergantungan satu sama lain. Misalnya organisasi dengan
pemasok, pelanggan, ataupun dengan distributor.

8. Tahapan konflik/proses konflik dalam organisasi


Pondy (1967) yang dikutip oleh Indriyo Gitosudarmo dan Sudita (1997)
mengembangkan sebuah model tentang proses konflik yang disebutnya “Conflict
Episode” (dalam Komang Ardana dkk, 2009).
Ada lima tahapan sejak suatu konflik itu berawal yang akan dilaluinya sebagai
suatu proses. Lima tahapan tersebut adalah sebagai berikut.
1) Latent conflict (konflik di bawah tanah), tahap dimana muncul faktor-
faktor dalam situasi yang dapat menjadi kekuatan potensial guna
mendorong konflik.
2) Perceived conflict (konflik dipersepsikan), tahap pada waktu mana satu
pihak memandang pihak lain seperti akan menghambat atau mengancam
sasarannya.
3) Felt conflict (konflik dirasakan), tahap dimana konflik tersebut tidak
hanya dipandang atau dianggap ada, namun benar-benar dirasakan dan
dikenal keberadaannya.
4) Manifest conflict (konflik dimanifestasikan), tahap dimana kedua belah
pihak berperilaku yang mengundang respon dari pihak lainnya.
5) Conflict aftermath (ekor konflik), tahap sesudah konflik diatasi, tetapi
masih terdapat sisa-sisa ketegangan yang tertinggal pada pihak-pihak yang
bersangkutan, yang nantinya di samping hal-hal lain dapat menjadi dasar
bagi “latent conflict” pada episode berikutnya.

9. Dampak konflik terhadap perilaku kelompok


1) Perubahan perilaku yang terjadi di dalam kelompok itu sendiri, seperti :
a. Meningkatnya kohevitas/keterpaduan
b. Meningkatnya loyalitas
c. Meningkatnya gaya kepemimpinan otokratis
d. Orientasi kepada aktivitas

7
e. Penilaian yang berlebihan
2) Perubahan yang terjadi di antara kelompok
a. Menurunnya komunikasi
b. Penyimpangan persepsi
c. Stereotif yang negative

10. Mengelola konflik antar kelompok


Indriyo Gitosudarmo dan Sudita (1997) dalam Ardana dkk (2009) mengatakan ada
empat strategi yang dapat dipergunakan untuk mengurangi konflik yang terjadi
dalam organisasi, yakni akan diuraikan sebagai berikut
1) Strategi pengindaran, dalam hal ini tidak mempertimbangkan sumber konflik
itu. Dapat dilakukan dengan cara:
a. Mengabaikan konflik
b. Pemisahan secara fisik
2) Strategi intervensi kekuasaan, ini dipakai ketika kelompok-kelompok yang
bertikai tidak mampu menyelesaikannya sendiri dengan cara sebagai berikut:
a. Menggunakan perintah otoritatif dan penerapan peraturan
b. Manuver politik, kelompok yang bertikai masing-masing menghimpun
kekuatan untuk memaksa kelompok yang lain
3) Strategi penggembosan, strategi ini hanya berusaha mengurangi tensi konflik,
fokusnya hanya pada sisi permukaan saja tidak sampai menyentuh akar
persoalan. Cara yang bisa ditempuh adalah sebagai berikut:
a. Pelunakan, dengan menonjolkan kesamaan/kepentingan bersama
b. Kompromi (tawar menawar secara fleksibel)
c. Mengidentifikasi musuh bersama
4) Strategi resolusi, dengan mengidentifikasi dan memecahkan sumber yang
menyebabkan timbulnya konflik. Ada empat cara yang bisa dipilih, yakni
sebagai berikut:
a. Interaksi antar kelompok, melalui peningkatan kontak dan pertemuan
langsung antar pimpinan kelompok yang konflik
b. Tujuan yang lebih tinggi. Penetapan tujuan yang lebih tinggi/penting
bisa menjadi motivasi bagi masing-masing pihak untuk menyelesaikan
masalah

8
c. Penyelesaian masalah secara bersama. Tetapi membutuhkan waktu dan
komitmen yang besar
d. Mengubah struktur organisasi, bila persoalannya bersumber pada
struktur
5) Interaksi antar kelompok, melalui peningkatan komunikasi terutama ditingkat
pimpinan
a. Tujuan yang lebih tinggi, dengan penetapan tujuan yang lebih tinggi
menjadi motivasi baru
b. Penyelesaian masalah, melalui pertemuan langsung menggali secara
bersama alternatif-alternatif solusi terhadap konflik yang terjadi
c. Mengubah struktur organisasi, terutama jika konflik dipicu oleh
persoalan antar departemen atau divisi

Thomas (1976) dalam Timotius Hartono (2001) dikutip dari Ardana dkk (2009)
menawarkan cara-cara pemecahan konflik dengan pendekatan kontingensi yang
secara ringkas dapat diuraikan sebagai berikut:

1) Kolaborasi, mencakup upaya untuk bekerjasama dengan pihak lain dalam


rangka mencari pemecahan yang memuaskan kedua belah pihak. Kepentingan
kedua belah pihak mendapat perhatian besar, ketidaksesuaian dibahas secara
rinci dan berusaha bersungguh-sungguh untuk memetik kemanfaatan dari
situasi tanpa menyakiti pihak lain. Cara ini menjadi sangat bermanfaat
terutama apabila kepentingan kedua belah pihak sama-sama pentingnya
sehingga sulit dikompromikan.
2) Kompetisi, pemecahan yang berorientasi pada kekuasaan dan cara ini
digunakan dengan memanfaatkan kekuasaan apapun yang dimiliki atau ada di
tangannya seperti misalnya: pengetahuan, keterampilan, hubungan intim dan
sebagainya yang memungkinkannya menang. Cara ini berguna dalam situasi
keterbatasan sumberdaya yang tersedia atau saat-saat krisis dimana keputusan
harus dibuat secara tepat.
3) Kompromi, dilakukan dengan mengambil posisi tengah antara dimensi yang
bersifat menyerang dan bekerjasama. Pihak-pihak yang terlibat sama-sama
mengusahakan pemecahan yang cukup memuaskan, walaupun memang tidak
memuaskan sepenuhnya. Cara ini dilakukan misalnya dengan mengabaikan
perbedaan-perbedaan yang ada sambil memberikan atau saling bertukar

9
konsensi. Kompromi merupakan cara yang sangat berguna terutama bila
sasaran yang ingin dicapai cukup penting, namun tidak sedemikian penting
sehingga menuntut cara yang lebih “keras”. Cara ini juga baik untuk konflik
dimana kedua belah pihak memiliki kekuasaan yang relatif seimbang, atau
juga dalam situasi yang menuntut keputusan secara tepat.
4) Hindari, dilakukan apabila seseorang individu bersikap tak bermusuhan dan
tak juga kooperatif dalam arti bahwa yang bersangkutan menaruh perhatian
yang amat rendah baik atas kepentingannya sendiri maupun kepentingan
lawan. Hal ini dapat dilakukan dengan mengesampingkan secara diplomatis
isu yang menyulut konflik, menunda pembahasan atau manarik diri baik
secara fisik maupun psikologis dari situasi yang dirasakan mengancam
tersebut. Cara ini berguna bila isu yang terlibat sederhana atau kecil. Di
samping itu, cara ini merupakan alternatif yang baik jika yang bersangkutan
memiliki kekuasaan yang sangat rendah sehingga sangat kecil kemungkinan
pemuasannya, atau tidak memadai antara pengorbanan yang akan diderita
akibat konfrontasi dengan kemanfaatan yang dapat dipetik.
5) Akomodasi, akomodasi terwujud dalam bentuk kemurahan hati, mengikuti
kehendak pihak lain atau menerima pandangan pihak lain tersebut. Jadi pada
hakekatnya si individu mengabaikan kepentingan sendiri demi memuaskan
pihak lain. Jadi ada pengorbanan diri dalam akomodasi ini. Cara ini menjadi
tepat bila si indvidu sadar bahwa ia yang bersalah, atau kepentingan pihak lain
jauh lebih menonjol daripada kepentingannya sendiri. Cara ini juga tepat
untuk menghindarkan diri dari akibat yang lebih parah.

11. Menciptakan konflik fungsional


Mengingat konflik yang dimensinya tidak berkelebihan dan dapat dikelola dengan
tepat akan dapat menjadi konflik fungsional, konflik tipe ini justru dapat mengerek
kinerja kearah yang lebih baik. Mendesain konflik jenis ini dapat dilakukan
melalui:
1) Menciptakan persaingan, dapat dibuat melalui tawaran imbalan yang lebih
tinggi kepada yang kinerjanya bagus baik individu atau kelompok. Insentif
financial maupun imbalan ekstrinsik yang lain akan dapat menciptakan
persaingan yang lebih sehat.

10
2) Mengubah struktur organisasi, di sini struktur organisasi dapat dipakai
sebagai alat untuk mendorong terciptanya situasi yang lebih kondusif.
3) Mendatangkan ahli dari luar, mendatangkan dari kalangan eksternal
misalnya dalam mengisi jabatan tertentu dapat menawarkan suasana baru,
ide-ide baru yang mengarah kepada situasi konflik yang berdimensi
fungsional.

2.2 Konsep Mengenai Perundingan

Perundingan atau negosiasi adalah kegiatan yang sering mewarnai organisasi yang
bisa melibatkan orang per orang atau kelompok, seperti tawar menawar kerja dengan
pihak manajemen, perundingan manajer dengan anak buah, atau dengan kolega atau bisa
juga dengan atasan yang lebih tinggi, bisa juga dengan pelanggan, ataupun dengan pihak
pemasok atau dengan pihak-pihak lain. Dalam perkembangan lingkungan yang begitu
cepat dan kompleks keterampilan berunding atau bernegosiasi menjadi cukup penting.

Pengertian dari perundingan atau negosiasi tersebut menurut Robbins (2002) adalah
suatu poses dalam mana dua pihak/lebih bertukar barang/jasa dan berupaya menyepakati
nilai tukar untuk barang dan jasa (dalam Komang Ardana dkk, 2009).

Sementara Herb Cohen yang dimuat dalam buku Kewirausahaan Indonesia dengan
semangat 17-8-45 (1995) mengatakan bahwa perundingan atau negosiasi tersebut adalah
suatu kegiatan yang memanfaatkan informasi dan kekuatan yang dimiliki seseorang guna
mempengaruhi sikap dan perilaku pihak lain dalam situasi tertentu. Sedangkan pakar lain
Bill Scoot dalam buku yang sama menyatakan perundingan atau negosiasi adalah suatu
bentuk pertemuan antara dua pihak, yaitu kita dan pihak lain. Sasarannya adalah suatu
persetujuan.

Strategi tawar menawar ada dua, yaitu:

1. Tawar menawar distribute, perundingan berusaha untuk membagi sejumlah tetap


sumber daya.
Situasinya kalah-menang.
2. Tawar menawar integrative, perundingan yang mengusahakan suatu penyelesaian
atau lebih yang dapat menciptakan suatu pemecahan menang-menang.
Proses perundingan

11
1) Persiapan dan perencanaan
2) Definisi aturan dasar
3) Penjelasan dan pembenaran
4) Tawar-menawar & pemecahan masalah
5) Penutupan dan pelaksanaan
Masalah dalam perundingan
1) Peran ciri kepribadian
2) Perbedaan jenis kelamin
3) Perbedaan budaya

2.3 Hubungan Antar Kelompok dalam Organisasi

 Hubungan antar kelompok dan koordinasi


Faktor yang mempengaruhi kinerja antar kelompok adalah adanya koordinasi yang
baik. Faktor yang mempengaruhi upaya koordinasi adalah sebagai berikut
1) Adanya saling ketergantungan
2) Ketidakpastian tugas antar kelompok
3) Waktu dan orientasi tujuan

Metode untuk mengelola hubungan antar kelompok

1) Menetapkan aturan dan prosedur


2) Penggunaan hirarki organisasi
3) Penggunaan perencanaan untuk mempermudah koordinasi
4) Peran penghubung
5) Satuan tugas
6) Penggunaan tim
7) Pembentukan departemen pemandu

 Implikasi manajerial
Konflik dalam organisasi adalah suatu keniscayaan yang dapat bersifat konstruktif
ataupun destruktif terhadap organisasi. Masalahnya adalah bagaimana mengelolanya
sehingga tidak merugikan, tetapi sebaliknya dapat meningkatkan daya guna dan hasil
guna yang setinggi-tingginya. Salah satu ukuran efektif tidaknya seorang manajer
antara lain dapat dilihat sejauhmana ia mampu mengelola konflik yang muncul di
organisasi yang dipimpinnya. Manajer yang efektif antara lain mampu memecahkan

12
konflik yang menghadang organisasi terutama konflik yang mampu membawa
organisasi semakin jauh dari kinerja yang diinginkan, tetapi dalam saat yang lain
mampu mendorong bahkan menciptakan konflik yang memang bertujuan untuk
mendinamisasi organisasi.

13
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

 Hakekat Konflik konflik adalah suatu gejala yang sudah merupakan suratan
tangan dalam garis kehidupan organisasi. Konflik akan lebih berguna apabila
dipandang sebagai suatu tantangan yang harus dijawab secara cepat. Pengertian
Konflik adalah perselisihan yang ada diantara pihak-pihak merasakan adanya
ketidak sesuaian tujuan dan peluang untuk mencampuri usaha mencapai tujuan.
Cara pandang terhadap konflik yaitu Pandangan tradisional, Pandangan
hubungan kemanusiaan, dan Pandangan interaksionis. Sumber konflik menurut
Irfa Islamy (1982) yaitu Manusia yang agresif dan menggunakan organisasi
sebagai tempat untuk menyalurkan konflik, Persaingan karena adanya sumber-
sumber yang terbatas, Adanya kepentingan, hal ini dapat terjadi bila dua unit
organisasi atau lebih memiliki tujua yang berberda-beda, Perbedaan
fungsi/peranan, Ketiakkompakan, Adanya harapan peranan yang gagal
dilaksanakan, Ketidaktentuan tugas dan tanggungjawab, Iklim organisi yang
tidak sehat, Ambisi yang berlebihan, dan Sifat manusia yang cenderung untuk
berbuat rakus. Konflik disfungsional (desfruktif) yaitu Konflik fungional dan
difungsional, dan Konflik fungsional (konstuktif). Hubungan Konflik dengan
Prestasi Kerja, konflik yang dikelola dengan tepat dapat mendorong naiknya
prestasi kerja baik kelompok maupun organisasi. Terdapat beberapa jenis konflik
yaitu dalam diri sendiri, antar individu, antar anggota kelompok, intra organisasi,
dan antar organisasi. Proses konflik organisasi melalui 5 tahapan yaitu latent
conflict, perceived conflict, felt conflict, manifest conflict, conflict aftermath.
Konflik dapat berdampak terhadap Perubahan perilaku yang terjadi di dalam
kelompok itu sendiri dan Perubahan yang terjadi di antara kelompok. Dalam
mengelola konflik antar kelompok menurut Indriyo Gitosudarmo dan Sudita
(1997) ada 4 strategi yang dapat dipergunakan untuk mengurangi konflik yang
terjadi dalam organisasi, yaitu: strategi pengindaran, strategi intervensi
kekuasaan, strategi penggembosan, strategi resolusi, interaksi antar kelompok.
Sedangkan Thomas (1976) dalam Timotius Hartono (2001) menawarkan cara-
cara pemecahan konflik dengan pendekatan kontingensi: kolaborasi, kompetisi,
kompromi, hindari, akomodasi. Dalam menciptakan konflik fungsional dapat
dilakukan melalui: menciptakan persaingan, mengubah struktur organisasi,
mendatangkan ahli dari luar.
 Perundingan atau negosiasi adalah kegiatan yang sering mewarnai organisasi
yang bisa melibatkan orang per orang atau kelompok, seperti tawar menawar
kerja dengan pihak manajemen, perundingan manajer dengan anak buah, atau
dengan kolega atau bisa juga dengan atasan yang lebih tinggi, bisa juga dengan
pelanggan, ataupun dengan pihak pemasok atau dengan pihak-pihak lain

14
 Faktor yang mempengaruhi upaya koordinasi adalah: adanya saling
ketergantungan, ketidakpastian tugas antar kelompok, waktu dan orientasi tujuan.
Terdapat metode untuk mengelola hubungan antar kelompok: menetapkan aturan
dan prosedur, penggunaan hirarki organisasi, penggunaan perencanaan untuk
mempermudah koordinasi, peran penghubung, satuan tugas, penggunaan tim,
pembentukan departemen pemandu. Implikasi manajerial adalah efektif tidaknya
seorang manajer antara lain dapat dilihat sejauhmana ia mampu mengelola
konflik yang muncul di organisasi yang dipimpinnya.

15

Anda mungkin juga menyukai