Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dalam melaksanakan suatu pekerjaan, masalah keamanan dan keselamatan kerja merupakan
faktor penting yang harus menjadi perhatian utama semua pihak. Kerberhasilan kita dalam
melaksanakan pekerjaan tidak hanya diukur dari selesainya pekerjaan tersebut. Banyak hal yang
dijadikan sebagai parameter penilaian terhadap keberhasilan suatu pekerjaan. Pekerjaan dinilai
berhasil apabila keamanan dan keselamatan semua sumber daya yang ada terjamin, dapat
diselesaikan tepat waktu atau bahkan bisa lebih cepat dari waktu yang ditentukan, memberikan
keuntungan bagi perusahaan, memberikan kepuasan kepada semua pihak (pimpinan, karyawan
dan pemberi kerja).
Masalah keamanan dan keselamatan kerja menjadi sangat penting, karena dengan
terwujudnya keamanan dan keselamatan kerja bearti dapat menekan biaya operasional pekerjaan.
Apabila dalam melaksanakan pekerjaan terjadi kecelakaaan, maka akan bertambah biaya
pengeluaran, yang pada akhirnya mengurangi keuntungan perusahaan. Dalam kasus kecelakan
yang berat, kerugian yang ditimbulkan tidak hanya menyangkut aspek financial (dana), tetapi
bisa menyebabkan cacat pada pekerja bahkan mungkin meninggal dunia.
Keselamatan kerja sebenarnya sudah diupayakan oleh manusia sudah sejak lama. Dalam
melaksanakan pekerjaan, secara tidak sengaja dalam keadaan sadar atau tidak sadar, manusia
pernah mengalami kecelakaan yang mengakibatkan cidera bahkan mungkin sampai merenggut
nyawa. Dari kenyataan tersebut, manusia berusaha untuk tidak mengalami kecelakaan atau
kejadian serupa tidak akan terulang lagi. Tentunya cara-cara yang diterapkan pada jaman dahulu,
berbeda dengan yang diterapkan sekarang. Yang jelas upaya yang dilakukan adalah dengan
memperbaiki peralatan kerja dan cara (sistem) kerjanya.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari K3 (Keselamat dan Kesehatan Kerja)?
2. Apa dasar hukum yang melandasi pentingnya K3?
3. Bagaimana proses K3 yang di Perum Jasa Tirta I?
4. Bagaimana penerapan K3 di Perum Jasa Tirta I?
5. Bagaimana manajemen penanggulangan terhadap potensi kebakaran di Perum Jasa Tirta I?
1.3. Tujuan dan Manfaat
1. Mengetahui penegertian dari K3
2. Dapat menegtahui apa saja landasan hukum yang mendasari pentingnya K3
3. Mengetahui proses K3 yang ada di Perum Jasa Tirta I
4. Mengetahui penerapan dari K3 di Perum Jasa Tirta I
5. Memahami manajemen penanggulangan terhadap potensi kebakaran di Perum Jasa Tirta I
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian K3 (Keamanan dan Keselamatan Kerja)
Menurut Mondy (2008) keselamatan kerja adalah perlindungan karyawan dari luka-luka yang
disebabkan oleh kecelakaan yang terkait dengan pekerjaan. Resiko keselamatan merupakan
aspek-aspek dari lingkungan kerja yang dapat menyebabkan kebakaran, ketakutan aliran listrik,
terpotong, luka memar, keseleo, patah tulang, kerugian alat tubuh, penglihatan dan pendengaran.
Sedangkan kesehatan kerja menurut Mondy (2008) adalah kebebasan dari kekerasan fisik.
Resiko kesehatan merupakan faktor-faktor dalam lingkungan kerja yang bekerja melebihi
periode waktu yang ditentukan, lingkungan yang dapat membuat stres emosi atau gangguan fisik.
Beberapa pendapat mengenai pengertian keselamatan dan kesehatan kerja antara lain:
a) Menurut Mangkunegara (2002) Keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu pemikiran
dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah
tenaga kerja pada khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya untuk
menuju masyarakat adil dan makmur.
b) Menurut Suma’mur (2001), keselamatan kerja merupakan rangkaian usaha untuk
menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi para karyawan yang bekerja di
perusahaan yang bersangkutan.
c) Menurut Simanjuntak (1994), Keselamatan kerja adalah kondisi keselamatan yang bebas
dari resiko kecelakaan dan kerusakan dimana kita bekerja yang mencakup tentang kondisi
bangunan, kondisi mesin, peralatan keselamatan, dan kondisi pekerja .
d) Mathis dan Jackson (2002), menyatakan bahwa Keselamatan adalah merujuk pada
perlindungan terhadap kesejahteraan fisik seseorang terhadap cedera yang terkait dengan
pekerjaan. Kesehatan adalah merujuk pada kondisi umum fisik, mental dan stabilitas emosi
secara umum.
e) Menurut Ridley, John (1983) yang dikutip oleh Boby Shiantosia (2000), mengartikan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah suatu kondisi dalam pekerjaan yang sehat dan
aman baik itu bagi pekerjaannya, perusahaan maupun bagi masyarakat dan lingkungan
sekitar pabrik atau tempat kerja tersebut.
f) Jackson (1999), menjelaskan bahwa Kesehatan dan Keselamatan Kerja menunjukkan kepada
kondisi-kondisi fisiologis-fisikal dan psikologis tenaga kerja yang diakibatkan oleh
lingkungan kerja yang disediakan oleh perusahaan.
2.2. Dasar Hukum K3
Pemerintah memberikan jaminan kepada karyawan dengan menyusun Undang-undang
Tentang Kecelakaan Tahun 1947 Nomor 33, yang dinyatakan berlaku pada tanggal 6 januari
1951, kemudian disusul dengan Peraturan Pemerintah Tentang Pernyataan berlakunya peraturan
kecelakaan tahun 1947 (PP No. 2 Tahun 1948), yang merupakan bukti tentang disadarinya arti
penting keselamatan kerja di dalam perusahaan. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3
Tahun 1992, menyatakan bahwa sudah sewajarnya apabila tenaga kerja juga berperan aktif dan
ikut bertanggung jawab atas pelaksanaan program pemeliharaan dan peningkatan kesejahteraan
demi terwujudnya perlindungan tenaga kerja dan keluarganya dengan baik. Jadi, bukan hanya
perusahaan saja yang bertanggung jawab dalam masalah ini, tetapi para karyawan juga harus ikut
berperan aktif dalam hal ini agar dapat tercapai kesejahteraan bersama.
Penerapan program K3 dalam perusahaan akan selalu terkait dengan landasan hukum
penerapan program K3 itu sendiri. Landasan hukum tersebut memberikan pijakan yang jelas
mengenai aturan yang menentukan bagaimana K3 harus diterapkan.
Berdasarkan Undang-Undang no.1 tahun 1970 pasal 3 ayat 1, syarat keselamatan kerja yang
juga menjadi tujuan pemerintah membuat aturan K3 adalah :
a) Mencegah dan mengurangi kecelakaan.
b) Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran.
c) Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan.
d) Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-
kejadian lain yang berbahaya.
e) Memberi pertolongan pada kecelakaan.
f) Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja.
g) Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban, debu,
kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar radiasi, suara dan getaran.
h) Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physik maupun psychis,
peracunan, infeksi dan penularan.
i) Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai.
j) Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik.
k) Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup.
l) Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban.
m) Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya.
n) Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau barang.
o) Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan.
p) Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan penyimpanan
barang.
q) Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya.
r) Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang
bahayakecelakaannya menjadi bertambah tinggi.
Undang-Undang tersebut selanjutnya diperbaharui menjadi Pasal 86 ayat 1 Undang-Undang
No. 13 Tahun 2003 yang menyebutkan bahwa setiap pekerja/ buruh berhak untuk memperoleh
perlindungan atas:
a) Keselamatan dan kesehatan kerja
b) Moral dan kesusilaan
c) Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.
Sedangkan ayat 2 dan 3 menyebutkan bahwa “untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh
guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan
kesehatan kerja.” (ayat 2), “Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku.” (ayat 3). Dalam Pasal
87 juga dijelaskan bahwa Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan
dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen.
2.3. Proses K3 di PT PLN
Salah satu tugas utama PLN Puslitbang adalah menyusun Standar PLN (SPLN), yang
berfungsi sebagai pedoman atau acuan kerja dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tata kerja,
prosedur dan sistem pada unit kerja yang bersangkutan. Salah satu SPLN yang disusun adalah
SPLN SMK3 yaitu SPLN U1.005:2014 yang berisi tentang standar implementasi sistem
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja di lingkungan PT PLN (Persero).
Peristiwa-peristiwa kecelakaan kerja yang dialami pegawai di lingkungan PT PLN (Persero)
mendorong segera diterbitkannya SPLN ini. Perusahaan Listrik Negara (PLN) didirikan
berdasarkan peraturan pemerintah No.30 Tahun 1970. Pada tahun 1906 didirikan PLTA Pakar
pada aliran sungai cikapundung dengan lng 800 KW dan maskapaukai listrik bandung (
Electricities Maatschapping ) dalam langkah awal untuk pengoperasian energi listrik dengan
tenaga air. PT.PLN Persero menjalankan bisnis kelistrikan dan bidang usaha lain yang terkait,
berorientasi kepada kepuasaan pelangga, anggota perusahaan dan pemegang saham dengan
mewujudkan upaya-upaya sebagai berikut :
1) Menjadikan tenaga listrik sebagai media untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat
2) Mengupayakan agar tenaga listrik menjadi pendorong kegiatan ekonomi
3) Menjalankan kegiatan usaha yang berwawasan lingkungan
Dalam pelaksanaan SMK3 pada PT.PLN Persero ada beberapa peraturan umum yang harus
dilaksakan oleh seluruh staf dan karyawan. Peraturan umum itu antara lain :
 Seluruh karyawan dan pekerja yang terlibat dalam pelaksanaan pekerjaan harus memahami
dan mematuhi kaedah dan peraturan keselamat dan kesehatan kerja.
 Semua yang terlihat dalam pelaksanaan pekerjaan harus perduli dan tanggap akan bahaya
kebakaran yang mungkin timbul.
 Penanggung jawab K3 harus menetapkan sanksi atau hukaman terhadap pelanggaran
peraturan K3.
 Orang yang tidak berkepentingan dilarang masuk.
 Semua yang terlibat dalam pelaksnaan pekerjaan yang berupa gardu induk harus peduli dan
tanggap untuk menjaga kerapihan dan kebersihan pada lokasi perbaikan.Pada lokasi-lokasi
yang berbahaya harus dipasang tanda-tanda peringatan adanya bahaya seperti zona terlarang
yang merupakan daerah vital yang memilki tingkat kecelakaan cukup tinggi sehingga
diperlakukan izin untuk masuk.
2.4. Penerapan K3 di PT PLN
Keamanan bekerja harus diperhatikan dan diutamakan oleh seluruh staf dan pegawai yang
terlibat dalam perbaikan instalasi. Keamanan bekerja harus tercermin dari beberapa faktor-faktor
berikut :
1. Sistem Kerja
 Potensi bahaya dan nilai resikonya dalam proses kerja yang harus diidentifikasi dan dinilai
oleh petugas yang berkompeten.
 Upaya pengendalian resiko dibahas dalam rapat tinjauan SMK3 di tempat kerja.
 Semua pekerjaan yang beresiko tinggi setelah dilakukan inspeksi yang ketat
harusdiberlakukan prosedur “ ijin kerja “ sebelum pekerjaan dimulai dan disetujui oleh para
ahli keselamatan kerja atau para ahli yang berkompeten.
 Metode kerja yang aman untuk seluruh resiko yang diidentifikasi dan didokumentasi.
 Alat pelindung diri harus tersedia dan digunakan secara tepat dan selalu terpelihara, dan
sebelum digunakan harus diperiksa dan sesuai standar serta layak pakai.
 Bila terjadi perubahan metode kerja / proses kerja maka pola pengendalian resiko harus diuji
oleh.
Untuk pekerjaan berbahaya hanya dilakukan oleh personil yang telah terlatih dan profesional
serta memnuhi syarat yang ditetapkan.
2. Tugas dan Waktu Kerja
Pegawai atau Petugas yang berada pada instalasi Tegangan Tinggi (TT) dibagi menjadai dua
bagian yaitu :
 Operator Gardu Induk yang bertugas memantau beban trafo sutter dan memantau peralatan
yang terpasang di Gardu Induk (GI).
 Petugas pemeliharaan bertugas memlihara peralatan instalasi Tegangan tinggi (TT).
 Jam kerja karyawan Gardu Induk dan Pemeliharaan diatur pada jadwal yang telah
ditentukan.
 Jam kerja operator gardu induk diatur pada jadwal yang ditentukan 24 jam, jam kerja
operator gardu induk dibagi menjadi 3 shift yaitu: jam 07.30 WIB – 15.00 WIB, 15.00 WIB
– 22.00 WIB , 22.00 WIB – 07.30 WIB.
Jam kerja bagian Pemeliharaan yaitu jamkerja dilakukan setiap hari yaitu pada pukul 07.30
WIB – 16.00 WIB.
3. Pengawasan
 Tiap pekerjaan yang berlangsung harus diawasi untuk memastikan dilaksankannya pekerjaan
yang aman dan mengikuti instruksi dan pedoman kerja yang telah ditetapkan.
 Setiap orang diawasi berdasarkan tingkat kemampuan dan tingkat resiko tugasnya.
 Pengawas harus serta mengidentifikasi bahaya dan melakukan upaya pegendalian.
 Pengawas harus ikit serta dalam pelaporan dan penyelidikan.
Pekerja pemeliharaan peralatan instalasi Tegangan Tinggi (TT) diawasi oleh 3 pengawas
yaitu :
 Pengawas Manuver , Pengawas yang bertugas langsung di lokasi pekerjaan , mengontrol
semua pekerja yang terlibat dan semua pekejaan yang dilakukan , dan mengetahui apakah
pekerjaan tersebut sesuai dengan prosedur atau tidak.
 Pengawas Pekerjaan , Pengawas yang bertugas mengontrol suatu pekerjaan yang sedang
berlangsung, mengetahui kekurangan – kekurangan hasil yang telah dikerjakan, dan
memberikan pengarahan kepada pekerja jika pekerjaan yang dilakukan tidak sesuai.
 Pengawas K3 , Pengawas yang bertugas mengontrol kelengkapan keselamatan pekerja dalam
melakukan suatu pekerjaan sehingga tidak terjadinya kecelakaan.
4. Seleksi dan Penempatan Tenaga Kerja
 Tenaga kerja yang dipekerjakan harus diseleksi dan ditempatkan sesuai persyaratan tugasnya
dan persyartan kesehatnnya.
 Penugasan pekerjaan harus disesuiakan dengan kemampuan dan tingkat ketrampilan masing
– masing tenaga kerja.
5. Lingkungan Kerja
 Lingkungan kerja di Gardu Induk Tegangan Tinggi, semua pekerja instalasi Tegangan
Tinggi (TT) berbahaya , resiko kecelakaan tinggi , pada pelaksanaan pekerjaan pemeliharaan
wajib mengikuti atau melaksankan Sistem Operasional Prosedur (SPO) yang telah
ditetapkan.
 Tempat-tempat yang memilki pembatasan izin masuk harus dikendalikan.
 Rambu-rambu peringatan K3 dan tanda – tanda daerah berbahaya harus dipasang sesuai
instruksi.
 Lingkungan kerja harus dinilai agar diketahui daerah – daerah yang harus memiliki
pembatasan izin masuk.
6. Kesiapan Untuk Menangani Keadaan Darurat
 Keadaan darurat seperti kebakaran telah dikutip dalam Sistem Operasional Prosedur (SOP)
penanggulangan kebakaran baik di kantor region maupun di unit – unit pelaksanaan.
 Keadaan darurat yang potensila di sekitar tempat kerja telah diidentifikasi sesuai dengan
instruksi kerja SMK3.
 Kondisi keadaan darurat setidaknya diuji sekali dalam 3 tahun.
 Intruksi kerja untuk keadaan darurat perlu diuji dan ditinjau ulang secara periodik oleh
petugas yang berkompeten.
 Tenaga kerja mendapatka penjelasan dan pelatihan instruksi kerja keadaan darurat.
 Petugas penanganan keadaan darurat diberikan pelatihan khusus.
 Pemberitahuan kondisi keadaan darurat diberikan secara jelas dan diketahui oleh seluruh
tenaga kerja.
 Alat dan sistem keadaan darurat diperiksa , diuji dan dipelihara secar berkala.
 Kesesuaian penempatan dan kemudahan untuk mendapatkan alat keadaan darurat telah
dinilai oleh ahli yang berkompeten.
 Pengujiaan keadaan darurat meliputi : pengujian sistem alarm ,lampu emergency , tanda
keluar , pintu darurat ,peralatan P3K , fasilitas komunikasi (internal &eksternal) ,tempat
evakuasi dan peralatan pemadam.
5. Peralatan Pelindung Tubuh
Selain faktor-faktor keamanan bekerja yang telah disebutkan diatas , ada beberpa hal penting
mengenai perlengkapan pelindung tubuh untuk menjaga keselamatn pekerja di lapangan,antara
lain :
 Semua pekerja, karyawan dan tamu harus menggunakan topi pengaman saat (Helm) saat
berada di lapangan.
 Sabuk pengaman dan tali penyelamat harus digunakan saat bekerja pada ketinggian di atas 2
meter.
 Pakai seragam oprator Gardu Induk Tegangan Tinggi.
 Sarung tangan harus digunakan sewaktu memegang barang atau benda yang menimbulkan
listrik atau pada saat memperbaiki listrik tegangan tinggi / instalasi listrik.
 Alat pelindung telinga harus digunkan jika bekerja pada situasi kerja yang bising atau pada
ruangan trafo tegangan tinggi
6. Penggunaan tangga pada saat berkerja di tempat tinggi
Pada saat bekerja di tempat yang tinggi harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
 Tangga digunakan untuk memperbaiki instalasi listrik yang berada pada ketinggian.
 Tangga terdapat berapa macam ada tangga yang berbentuk huruf A dan tangga yang memilki
tinggi lebih dari 2 meter dan disambung – sambung.
 Pemakaian tangga untuk keadaan berbahaya harus sesuai dengan Sistem Operasional
Prosedur (SOP).
 Kemiringan tangga harus diaturs edemikian rupa sehingga aman saat digunakan.
7. Kondisi pekerjaan di tempat yang tinggi.
Yang dimaksud bekerja di tempat tinggi adalah kondisi dimana terjadi perbedaan ketinggian
pada lokasi pekerjaan sehingga kemungkinan terjadinya kecelakaan cukup besar.ketentuan –
ketentuan yang harus diperhatikan :
 Pekerja harus dalam keadaan sehat , tidak takut ketinggian , menggunakan APD yang sesuai
dengan aspek kerja.
 Harus dilakukan brefing / pembekalan oleh pengawas kepada pekerja yang akan berkerja.
 Pekerja haruslah orang yang telah mahir melakukan pekerjaan pada ketinggian.
 Pekerja harus memilki atau mengacu pada DP3 (Dokumen Prosedur Pelaksanaan Pekerjaan)
dan SOP (Sistem Operasional Prosedur).
8. Izin Kerja Untuk Pekerjaan Berbahaya atau Berisiko Tinggi
Tujuan dibuatnya prosedur izin kerja untuk keadaan berbahaya dan beresiko tinggi adalah
untuk memberikan pedoman pada seluruh karyawan, tenaga kerja dan mitra kerja tentang
persyartan yang harus dipenuhi sebelum melakukan pekerjaan yang berisiko tinggi dalam rangka
keselamatan dan kesehatan kerja.
Pekerjaan berbahaya yang rutin dilaksanakan yaitu pada pemeliharaan peralatan Tegangan
Tinggi (TT), maka dari itu prosedur kerjanya telah diatur dalam DP3 (Dokumen Prosedur
Pelaksanaan Pekerjaan ) meliputi sebagai berikut :
 Briefing rencana kerja.
 Izin pembebasan instalasi untuk dikerjakan
 Pelaksanaan manuver pembebasan tegangangan , yaitu pelaksanaan yang dillakukan pada
instalasi yang seluruh tegangan di non-aktifkan.
 Pernyataan pekerjaan selesai.

Anda mungkin juga menyukai